LAPORAN SEVEN JUMP
MODUL 1 “Initial Assessment - Triase”
Untuk memenuhi tugas mata kuliah gawat darurat Program Studi Keperawatan
DI SUSUN OLEH :
1. Hidayah Mei Widiyana (A11701559)
2. Ilham Yoga Setyo (A11701561)
3. Istiana Puspitasari (A11701563)
4. Lailyana Khoerunissa (A11701570) 5. Melnanda Fajar Dwi A (A11701577)
6. Mianda Tri Rezeki (A11701579)
7. Miftakhul Huda (A11701580)
8. Nanang Aziz Luthfi (A11701588)
9. Novella Rizqi Awaliyah K (A11701592)
10. Nurul Fatimah (A11701597)
11. Nuurkhalisa Rachmasari (A11701598)
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA STIKES MUHAMMADIYAH GOMBONG
GOMBONG 2019
KASUS PEMICU
Laki-laki usia 30 tahun mengalami kecelakaan tunggal menabrak tiang listrik, kemudian dibawa ke IGD oleh orang sekitar yang menemukan. Hasil pengkajian didapatkan jejas diarea kepala dan klavikula kearah cranial, nilai GCS E3M3V2, terdapat otorea, raccon eyes, battle sign dan brill hematoma. Selain itu terdengar juga bunyi gurgling. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 8,1 mg/dl, Heat CT Scan: Fr. Tulang Basis Cranii, TD 100/80 mmHg, frekuensi nadi 92×/mnt, frekuensi napas 30×/mnt dan suhu 36°C. Pasien mendapat terapi oksigen 10 liter/mnt menggunakan NRM, IVFD NaCl 0,9% 20 tpm, inj ceftriaxon 2×1 gr, asam traneksamat 3×500 mg, manitol 200 cc, terpasang DC no 16 dan neck collar.
SEVEN JUMP
I. KLASIFIKASI KATA-KATA SULIT
1. Otorea : keluarnya cairan seperti serumen dari telinga
2. IVFD : Intra Vennes Fluid Drip, memasukkan cairan ke intra vena 3. Manitol : obat penyerapan perdarahan
4. Raccon eyes : kantung mata menghitam
5. Battle sign : tanda kehitaman dibelakang telinga karena ada fraktur
6. Bunyi gurgling : suara seperti orang yang sedang berkumur 7. Fr tulang basis cranii : farktur yang terjadi di kepala
8. Asam traneksamat : obat untuk mencegah perdarahan berlebih 9. Brill hematoma : pembengkakan/penimbunan darah dibawah
kelopak mata
II. MENENTUKAN MASALAH
1. Mianda
Tindakan kegawat daruratan apa yang pertama kali dilakukan pada pasien di IGD?
2. Lailyana
Mengapa pada pasien muncul suara gurgling?
3. Istiana
Mengapa pasien mengalami reccon eyes?
4. Novella
Apa penyebab battle sign?
5. Hidayah
Kenapa terjadi bill hematoma dan bagaimana penanganannya?
6. Nuurkhalisa
Pada kasus pasien termasuk triase yang mana?
7. Nurul
Faktor apa yang menyebabkan otorea?
8. Mianda
Tindakan apa yang harus dilakukan apabila muncul bunyi gurgling?
9. Melnanda
Kolaborasi obat apa yang diberikan pada pasien tersebut?
10. Istiana
Apakah ada hubungannya antara raccon eyes dengan bill hematoma? Jelaskan!
11. Lailyana
Apakah otorea yang menyebabkan fr. tulang crani? Jelaskan!
12. Novella
Apakah dengan keluarnya serumen pada telinga dapat menyebabkan gangguan pendengaran?
13. Nanang
Pemeriksaan penunjang apa yang dapat dilakukan?
14. Nurul
Diagnosa pertama pada pasien itu apa?
15. Nuurkhalisa
Apa saja fokus pengkajian pada kasus tersebut?
16. Hidayah
Kenapa pasien diberi NaCl? Apakah dengan pemberian NaCl dapat memenuhi kebutuhan cairan pasien?
17. Lailyana
Apakah pemberian manitol itu efektif pada bill hematoma?
18. Melnanda
Apakah perlu dilakukan transfusi darah di IGD karena Hb pasien rendah?
19. Mianda
Bagaimana memposisikan pasien yang tepat pada saat pemasangan neck collar?
20. Nanang
Kenapa pasien dipasang DC?
21. Novella
Komplikasi apa saja yang dapat terjadi pada pasien fraktur?
22. Melnanda
Apakah pemberian terapi oksigen 10 liter/mnt berhubungan dengan terjadinya gurgling?
23. Hidayah
Mengapa pada pasien tidak terjadi mual muntah sedangkan pada kasus terdapat jejas pada kepala?
III. BRAINSTORMING 1. Nuurkhalisa
Tindakan pertama yang dilakukan dengan mengkaji ABCD, pemasangan opah, kemudian di section serta memberikan oksigenasi.
2. Mianda
Suara gurgling muncul karena terdapat cairan epiglotis antara kerongkongan dan tenggorokan.
3. Mianda
Pasien mengalami reccon eyes karena terdapat kerusakan pembuluh darah di area mata sehingga terjadi perdarahan yang menyebabkan sekitar mata menghitam.
4. Melnanda
Penyebab battle sign karena fraktur yang terjadi di kepala yang menyebabkan rusaknya jaringan yang ada di belakang telinga.
5. Novella
Terjadinya bill hematoma karena pecahnya pembuluh darah yang menyebabkan darah masuk kebawah kelopak mata.
6. Nanang
Triase merah, karena pernapasan dan Hb pasien tidak normal.
7. Hidayah
Otorea disebabkan karena infeksi, infeksi tersebut muncul akibat adanya jejas, dengan adanya jejas mempermudah virus dan bakteri masuk sehingga menimbulkan cairan serumen.
8. Istiana
Tindakan yang dilakukan ketika muncul gurgling dengan cara dipasang opah, kemudian section maksimal 15 detik dan dipasang oksigenasi.
9. Mianda
Terapi yang dilakukan yaitu pemberian oksigenasi 10 liter/mnt menggunakan NRM, IVFD NaCl 0,9% 20 tpm, inj ceftriaxone 2×1 gr, asam traneksamat 3×500 mg, manitol 200 cc.
10. Mianda
Terjadinya raccon eyes dengan bill hematoma ada hubungannya, karena terjadi penimbunan darah dibawah kelopak mata sehingga menyebabkan terjadinya penghitaman pada kantung mata.
11. Melnanda
Yang menyebabkan terjadinya otorea yaitu fraktur tulang basis crani, karena pada fraktur tersebut terjadi cidera sehingga menyebabkan otorea.
12. Lailyana
Keluarnya serumen pada telinga dapat menyebabkan gangguan pendengaran, karena apabila serumen tidak dibersihkan dikhawatirkan bisa menyebabkan penyumbatan sehingga mengalami penurunan pendengaran.
13. Novella
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dengan CT Scan dan pemeriksaan laboratorium.
14. Nuurkhalisa
Diagnosa utama pada pasien yaitu gangguan perfusi jaringan cerebral.
15. Nurul
Fokus pengkajian yang dilakukan yaitu dengan pengkajian ABCDEFGH, dimana
- A : Airway - B : Breathing - C : Circulation - D : Disabillity - E : Exposure - F : Folley catheter - G : Gastric tube
- H : Heart monitor and pulse oksimetri 16. Istiana
Karena NaCl sama dengan cairan tubuh, sedangkan pasien mengalami perdarahan maka pasien diberi NaCl untuk memenuhi kebutuhan cairan.
17. Hidayah
Pemberian manitol efektif digunakan, karena manitol untuk menyerap perdarahan.
18. Bersama
Pemberian transfusi darah di IGD perlu, apabila terjadi perdarahan secara terus menerus dan Hb terus menurun.
19. Melna
Posisi pasien pada saat pemasangan neck collar yaitu dengan terlentang dipermukaan yang rata dan keras serta dilakukan pengankatan jaw trust.
20. Nurul
Pemasangan DC untuk mempermudah menghitung balance cairan serta untuk mencegah terjadinya fraktur yang lebih parah.
21. Istiana
Fraktur basis crani dapat mengakibatkan cidera batang otak dan pecahnya pembuluh darah.
22. Nurul
Terapi oksigen 10 liter/mnt untuk mengatasi asalah frekuensi nafas 30×/mnt, bukan untuk mengatasi gurgling.
23. Lailyana
Harusnya ada, karena pasien juga mengalami peningkatan TIK.
IV. MEMBUAT SOLUSI SEMENTARA (SKEMA)
Kecelakaan
Trauma kepala
Ekstra kranial
Terputusnya kontinuitas jaringan, kulit, otot, & vaskuler
Jejas
Intra kranial
Jaringan otak rusak
Perubahan autorogulasi
Oedema serebral
Gurgling
Perubahan pola nafas
Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral Ganggian suplai darah
Iskemia
Hipoksia
Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral
V. LO (LEARNING OBJECTION)
1. Mahasiswa mampu memahami konsep triase
2. Mahasiswa mampu memahami konep initial assesment 3. Mahasiswa mampu memahami fokus pengkajian
VI. DISKUSI MANDIRI
1. Penatalaksanaan emeregensi pada pasien fraktur basis cranii dengan tindakan suctioning karena terdengar bunyi gurgling di jalan nafas setelah di lakukan pengkajian airway , lalu pasang oksigen NRM 10 liter/menit, melindungi vertebra servikal serta dengan pemasangan airway definitif jika diperlukan, melakukan reduksi, fiksasi dan imobilisasi fraktur, manajemen nyeri serta pemberian antibiotik.
(Engin DA,Alper GS,Erdal K,Cemil K,Fevzi Y, Evvah K,Tammer D, Muge S. Assessment of maxillafacial trauma in emergency departement. WJES. Tirkey. 2014;9:13)
2. Bunyi kumur-kumur (gurgling) disebabkan adanya muntahan isi lambung, darah atau cairan lain yang mungkin ada di airway. Bunyi ini terjadi saat mengeluarkan dan menarik napas.
(repository.usu.ac.id)
3. Penyebab raccon eyes karena tulang pada foramen magnum retak, sehingga menyebabkan kerusakan saraf dan pembuluh darah. Fraktur basis cranii bisa terjadi pada fossa anterior, media, dan posterior.
Perdarahan terse but menyebabkan terjadinya penumpukan darah pada orbital mat. (raccon’s eye). (garg,2004), (respiratory.usu.ac.id)
4. Penyebab battle sign karena fraktur melvas ke posterior dan merusak sinus sigmoid sehingga terdapat warna kehitaman dibelakang telinga.
(battle sign)
5. Penanganan bill hematoma dengan kompres air dingin selama 5 hari untuk menghentikan perdarahan kemudian dilanjutkan dengan kompres air panas agar darah dapat terabsorbsi. Terapi untuk cidera
kepala dapat dilakukan tirah baring selama 7-10 hari. Pemberian anti edema cerebri, anti perdarahan, dan pengobatan simtomatik.
6. Prioritas I (prioritas tertinggi) warna merah Mengancam untuk berat dan biru untuk sangat berat jiwa atau fungsi vital, perlu resusitasi dan tindakan bedah segera, mempunyai kesempatan hidup yang besar.
Penanganan dan pemindahan bersifat segera yaitu gangguan pada jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan nafas, tension pneumothorak, syok hemoragik, luka terpotong pada tangan dan kaki, combutio (luka bakar) tingkat II dan III > 25%. Pada kasus terdapat bunyi gurgling yang menyumbat pda jalan nafas jadi masuk pada triase 1 yaitu warna merah gawat darurat (jurnal.uinsu.ac.id) 7. Disebabkan oleh otitis eksterna akut, otitis media supuratif kronik,
atau otitis supurotif akut perforasi ( Scott PM,2006., Hoffer ME,2007) 8. Penanganannya melalui suction. Terdapat dua jenis suction, yakni
yang elastic dan yang rigid. Pilih suction yang rigid karena lebih mudah diarahkan. Jangan melakukan tindakan yang berlebihan didaerah laring sehingga tidak timbul vagal reflex. (http:
Id.scribd.com) 9. Terapi obat :
a) Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma
b) Therapy hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi vasodilatasi.
c) Pemberian analgetik
d) Pengobatan anti oedema dengaan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa 40% atau gliserol 10%
e) Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin) f) Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-
muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrose 5%, aminofusin, aminofel ( 18 jam pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan makan lunak. Pada
trauma berat, hari pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak cairan.
Dextrose 5% untuk 8 jam pertama, ringer dextrose untuk 8 jam kedua dan dextrose 5% untuk 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah, maka diberikan melalui NGT (2500-3000 tktp). Pemberian protein tergantung nilai urea
10. Gangguan pada nervus opticus timbul segera setelah mengalami cedera (trauma). Biasanya disertai hematoma di sekitar mata,proptosis akibat adanya perdarahan, dan edema di dalam orbita. Gejala klinik berupa penurunan visus, skotoma, dilatasi pupil dengan reaksi cahaya negative, atau hemianopia bitemporal. Dalam waktu 3-6 minggu setelah cedera yang mengakibatkan kebutaan, terjadi atrofil papil yang difus, menunjukkan bahwa kebutaan pada mata tersebut bersifat erreversible ( https : sugengmedia,wordpress.com)
11.
12.
13. Pemeriksaan penunjang
a. Foto polos tengkorak (skull X- ray) b. Angiografi serebral
c. Pemeriksaan MRI
d. CT-scan : indikasi ct scan nyeri kepala atau muntah-muntah menurunkan GCS lebih 1 point, adanya lateralisasi, bradikardi (nadi < 60 x/menit), fraktur impresi dengan lateralisasi tang tidak sesuai, tidak ada perubahan selama 3 hari perawatan dan luka tembus akibat benda tajam atau peluru.
(aplikasi nanda noc nic jilid 1)
14. Kasus CKB yaitu gangguan perfusi jaringan serebral karena terdapat jejas. (diagnosis keperwatan definisi dan klasifikasi 2015-2017 edisi 10)
15. Pengkajian
Airway - terdapat bunyi gurgling dilakukan tindakan dengan alat suction, tindakan tidak menggunakan alat dengan jaw trust
Breathing - ventilation, oxygenation diberikan dengan NRM 10 liter/menit,dan evaluasi ventilasi secara cepat meliputi fungsi paru, dinding dada dan diafragma.
Circulation - Circulation dengan pemasangan infus NaCl 0,9%
tidaj di tentukan tetesannya per menit untuk pasien perdarahan dan di pasang infus 2 jalur untuk memenuhi cairannya , untuk menjaga keadaan hemodinamik pasien tetap stabil dan secara simultan dilakukan pemeriksaan darah lengkap serta.
Dissability - neurologic status pada pasien ini dievaluasi menggunakan GCS, pasien mampu membuka mata spontan ukuran dan reaksi pupil tidak terdapat tanda-tanda lateralisasi, motorik mampu mengikuti perintah, dan komunikasi verbal baik.
Exposure, environment, body temperature,pakaian pasien dibuka untuk melakukan pemeriksaan secara menyeluruh, kelainan- kelainan yang mungkin terlewat pada pemeriksaan sebelumnya, seperti adanya darah yang keluar dari anus atau luka pada tubuh yang tertutup pakaian, setelah pakaian dilepas pasien segera diselimuti untuk mencegah hipotermi.
16. Pemeriksaan secondary survey pada pasien ini dilakukan dengan prinsip head to toe examination berupa prosedur penunjang seperti anamnesis, pemeriksaan sik ekstra oral, kepala dan oromaksilofasial, pemeriksaan intra oral yang meliputi status lokalis gigi dan jaringan pendukung sekitarnya, pemeriksaan radiologis dan laboratorium dapat dikerjakan pada kesempatan ini (Engin DA,Alper GS,Erdal K,Cemil K,Fevzi Y, Evvah K,Tammer D, Muge S.
Assessment of maxillafacial trauma in emergency departement.
WJES. Tirkey. 2014;9:13)
17.NaCl dapat memenuhi kebutuhan cairan pasien sesuai dengan pengajian ABCD yaitu C ( Circulation) perlu pemasangan infus NaCl 0,9% jika pasien tersebut mengalami perdarahan yang banyak maka di
pasang 2 jalur infusnya dan tidak di tentukan tetesannya permenit tetapi dibiarkan mengalir cepat, jika perdarahannya sedikit/ bahkan
tidak ada maka tetesannya 20 kali/menit.
(http://jurnal.ugm.ac.id/mkgi)
18.Manitol merupakan diuretika osmotic yang digunakan untuk mengurangi edema serebri, manitol menurunkan tekanan intracranial degan cara memindahkan cairan dari intraseluler ke intravaskuler.
Pemindahan cairan tersebut karena menaikan gradient osmotic antara otak dan darah. Efek cepat manitol seperti perubahan keenceran darah yang menyebabkan vasokontriksi yang berujung pada penurunan tekanan intracranial. (https://docplayerinfo)
19. Tranfusi darah tidak harus cepat-cepat dilakukan, kecuali jika terjadi perdarahan. Pada perdarahan darah yang keluar dari tubuh harus cepat diganti. Indikasi tranfusi jiks Hb turun menjadi 7 g%.
(Http://lifestyle.kompas.com)
20. Memegang kepala dengan cara satu tangan memegang bagian kanan kepala mulai dari mandubula kearah temporal demikian juga bagian sebelah kiri dengan tangan yang lain dengan cara yang sama/ jaw trust. (http://Id.scribd.com)
21. Indikasi pemasangan kateter merupakan pendapat yang diungkapkan oleh perawat sesuai pemahaman mereka indikasi pasien yang diharuskan menggunakan kateter urine yang meliputi keterbatasan mobilitas, penurunan kesadaran, pre-post operasi, kecelakaan, ck output dan input cairan, pasien dengan penyakit Jantung dan stroke.
(https://repository.umy.ac.id) 22. (https://id.scribd.com)
a. Fraktur Linier b. Fraktur depresi c. Fraktur diastatik d. Fraktur Basis 23. Tidak. Karena :
Efek Samping Pemberian Terapi Oksigen (O2).Seperti halnya terapi dengan obat, pemberian terapi oksigen (O2) juga dapat menimbulkan efek samping, terutama terhadap sistem perna-pasan, susunan saraf pusat dan mata, terutama pada bayi prematur. Efek samping pemberian terapi oksigen (O2) terhadap sistem pernapasan, di antaranya dapat menyebabkan terjadinya depresi napas, keracunan oksi-gen (O2) dan nyeri substernal. Depresi napas dapat terjadi pada pasien yang menderita penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) dengan hipoksia dan hiperkarbia kronis. Pada penderita penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), kendali pusat napas bukan oleh karena kondisi hiperkarbia seperti pada keadaan normal, tetapi oleh kondisi hipoksia sehingga pabila kada oksigen (O2) dalam da-rah meningkat maka akan dapat menimbulkan depresi napas. Pada pende-rita penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), terapi oksigen (O2) dianjur- kan dilakukan dengan sistem aliran rendah dan diberikan secara intermiten.Keracunan oksigen (O2) terjadi apabila pemberian oksigen(O2) dengan konsentrasi tinggi (di atas 60%) dalam jangka waktu yang lama. Hal ini akan menimbulkan perubahan pada paru dalam bentuk kongesti paru, penebalan membran alveoli, edema, konsolidasi dan atelektasis. Pa-da keadaan hipoksia berat, pemberian terapi oksigen dengan fraksi oksi-gen (O2) (FiO2) yang mencapai 100% dalam waktu 6-12 jam untuk penye-lamatan hidup seperti misalnya pada saat resusitasi masih dianjurkan na-mun apabila keadaan kritis sudah teratasi maka fraksi oksigen (O2) (FiO2) harus segera di turunkan. Nyeri substernal dapat terjadi akibat iritasi pada trakea yang menimbulkan trakeitis. Hal ini terjadi pada pemberian oksi-gen (O2) konsentrasi tinggi dan keluhan tersebut biasanya akan diperpa-rah ketika oksigen (O2) yang diberikan kering atau tanpa humidifikasi. Efek samping pemberian terapi oksigen (O2) terhadap susunan saraf pusat apabila diberikan dengan konsentrasi yang tinggi maka akan dapat menimbulkan keluhan parestesia dan nyeri pada
sendi sedangkan efek samping pemberian terapi oksigen (O2) terhadap mata, terutama pada bayi baru lahir yang tergolong prematur, keadaan hiperoksia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada retina akibat proliferasi pembuluh darah yang disertai dengan perdarahan dan fibrosis atau seringkali disebut sebagai retrolental fibroplasia. (https://simdos.unud.ac.id)
VII. PEMAPARAN HASIL DISKUSI 1. Konsep Triase
a. Pasien Gawat Darurat
Pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya dan atau anggota badannya (akan
menjadi cacat) bila tidak mendapatkan pertolongan secepatnya.
Bisanya di lambangkan dengan label merah. Misalnya AMI (Acut Miocart Infac).
b. Pasien Gawat Tidak Darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat. Bisanya di lambangkan dengan label Biru.
Misalnya pasien dengan Ca stadium akhir.
c. Pasien Darurat Tidak Gawat
Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota badannya. Bisanya di lambangkan dengan label kuning. Misalnya : pasien Vulnus Lateratum tanpa pendarahan.
d. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat
Pasien yang tidak mengalami kegawatan dan kedaruratan.
Bisanya di lambangkan dengan label hijau. Misalnya : pasien batuk, pilek. 5. Pasien Meninggal Label hitam ( Pasien sudah meninggal, merupakan prioritas terakhir. Adapun petugas triage di lakukan oleh dokter atau perawat senior yang berpengalaman dan petugas triage juga bertanggung jawab dalam operasi,pengawasan penerimaan pasien dan daerah ruang tunggu.
2. Initial Assessment (Penilaian & Pengelolaan Awal Pasien Trauma)
Persiapan.
1. Tahap pra-rumah sakit.
Dalam persiapan pra-rumah sakit petugas diarahkan untuk dapat menstabilisaai, fiksasi, & transportasi dengan benar serta mampu berkoordinasi dengan dokter maupun perawat di RS yang dituju.
2. Tahap rumah sakit.
Dalam tahap ini, dimana dilakukan persiapan untuk menerima pasien sehingga dapat dilakukan tindakan & sesusitasi dslam waktu yang cepat. Serta data2 dalam tahap pra-rumah sakit
juga dibutuhkan diantaranya waktu kejadian, mekanisme kejadian, serta riwayat pasien.
Primary Survey.
A = Alert : Korban sadar jika tidak sadar lanjut ke poin V
V = Verbal : Cobalah memanggil-manggil korban dengan berbicara keras di telinga korban, pada tahap ini jangan sertakan dengan menggoyang atau menyentuh pasien, jika tidak merespon lanjut ke P
P = Pain : Cobalah beri rangsang nyeri pada pasien, yang paling mudah adalah menekan bagian putih dari kuku tangan (di pangkal kuku), selain itu dapat juga dengan menekan bagian tengah tulang dada (sternum) dan juga areal diatas mata (supra orbital).
U = Unresponsive : Setelah diberi rangsang nyeri tapi pasien masih tidak bereaksi maka pasien berada dalam keadaan unresponsive.
a) Airway & Cervical Control.
Airway merupakan prioritas pertama, karena sumbatan airway merupakan penyebab utama kematian bila dibandingkan dengan breathing & circulation.
Head tilt-chin lift/ jaw trust harus dilakukan agar jalan nafas selalu terbuka, bersamaan dengan hal ini kita juga bisa melalukan look (liat), listen (dengarkan), & feel (rasakan).
Tindakan pada pasien gangguan airway:
Gungling (miringkan, suction, finger sweep).
Snoring (Head tilt-chin lift, jaw trust, OPA/NPA).
Crowing (Airway definitif, intubasi, needle cricothiroidotomi).
b) Breathing.
Dengan jalan nafas yang baik maka akan menjamin ventilasi yang baik pula. Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru,
dinding dada, serta diafragma. Setiap komponen ini harus dievaluasi dengan cepat.
Ventilasi dapat dibilang baik apabila penderita tidak sesak nafas, peranjakan dada simetris, tidak sianosis, tidak disertai suara, gurgling, snoring, crowing.
Cara melakukan look, listen, & feel adalah dengan cara melihat peranjakan dada, mendengarkan suara nafas, serta merasakan hembusan nafas pasien.
Cara melakukan pemeriksaan untuk mengetahui apakah pasien mengalami gangguan breathing adalah:
Inspeksi: untuk melihat ekspansi pernafasan.
Auskultrasi: untuk memastikan masuknya udara kedalam paru.
Perkusi: untuk menilai adanya udara/darah di dalam rongga pleura.
Palpasi: untuk mengetahui apakah ada kelainan pada dinding dada yang mungkin dapat mengganggu ventilasi.
c) Circulation.
Cardiac Output (volume darah & curah jantung).
Perdarahan merupakan penyebab utama kematian pasca-bedah yang mungkin bisa diatasi dengan terapi yang cepat & tepat di rumah sakit.
Ada tiga observasi yang dalam hitungan detik dapat memberikan informasi mengenai keadaan hemodinamika pasien yaitu:
Tingkat kesadaran
Jika terjadi penurunan darah, perfusi otak dapat berkurang, sehingga akan mengakibatkan penurunan kesadaran (walaupun demikian kehilangan jumlah darah yang banyak belum tentu mengakibatkan gangguan kesadaran).
Warna kulit
Warna kulit dapat membantu diagnosa hipovolemia&nadi.
Nadi
Nadi yang besar seperti arteri karotis, arteri femoralis harus diperiksa bilateral, agar dapat mengetahui kekuatan, kecepatan, & irama nadi. Jika nadi kecil & kuat biasanya pada pasien syok.
Tekanan darah.
Perdarahan.
Cara penanganan awal perdarahan adalah dengan meninggikan ekstremitas + 45 derajat, jika tidak ada respon maka cari sumber perdarahan & hentikan, lalu tambah lagi cairan kristaloid, bila tidak berhasil juga maka berikan tranfusi darah type spesifik.
Langkah2 ini juga dilakukan pada pasien syok dengan perdarahan dalam (internal), sedangkan pada perdarahan luar (eksternal) lalukan balut tekan/balut cepat, elevasi daerah yang luka/
kombinasi dengan penekanan pada arteri yang besar.
Jangan menggunakan dengan torniquet karena dapat merusak jaringan (sekarang sudah tidak direkomendasikan lagi).
Apabila pasien dengan fraktur dibeberapa bagian maka lakukanlah pembidaian.
d) Disability.
Langkah selanjutnya setelah sirkulasi adalah disability (di evaluasi keadaan neurologis secara cepat, yang dinilai adalah tingkat kesadaran) menggunakan AVPU atau GCS, reaksi pupil serta motorik dari masing2 anggota gerak.
Cara penilaian GCS secara sederhana.
Eye
Buka mata spontan : 4 Buka mata terhadap suara : 3 Buka mata terhadap nyeri : 2
Tidak buka mata : 1
Verbal
Bicara biasa : 5
Bicara mengacau : 4
Hanya kata-kata : 3
Hanya suara : 2
Tidak ada respon : 1
Motorik
Mengikuti perintah : 6 Melokalisir nyeri : 5 Menjauh dari nyeri : 4
Fleksi abnormal : 3
Ekstensi abnormal : 2 Tidak ada respon : 1 e) Exposure.
Prinsip exposure adalah membuka semua pakaian pasien untuk mencari apakah ada sumber perdarahan ataukah terdapat luka yang lain. Eksposure dilakukan di rumah sakit tetapi dimana perlu untuk dilakukan (seperti untuk melakukan pemeriksaan fisik thorax.)
f) Folley Catether.
Catether urine di pasang agar dapat mengtahui keadaan hemodinamika pasien. Apakah intake & output sudah seimbang ataukah belum?
Kontra indikasi pemasangan catether adalah:
RT ; Pr0stat meninggi.
Hematoma skr0tum.
Terdapat darah pada ur3tra.
Urine normal pada:
Bayi : 2 - 3 cc/kg BB/jam.
Anak : 1 -2 cc/kg BB/jam.
Dewasa : 0,5 - 1 cc/kg BB/jam (30 sampai 50 cc/jam) g) Gastric Tube.
Dalam melakukan pemasangan NGT harus dapat mencegah diantaranya distensi lambung, mencegah mundah, serta memudahkan untuk memasukkan obat, makanan maupun minuman.
3. Fokus Pengkajian a. Airway
Kaji ada tidaknya sumbatan pada jalan nafas pasien.
L = Look/Lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya retraksi sela iga, warna mukosa/kulit dan kesadaran
L = Listen/Dengar aliran udara pernafasan
F = Feel/Rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan menggunakan pipi perawat
b. Breathing
Kaji ada atau tidaknya kelainan pada pernafasan misalnya dispnea, takipnea, bradipnea, ataupun sesak.Kaji juga apakah ada suara nafas tambahan seperti snoring, gargling, rhonki atau wheezing.Selain itu kaji juga kedalaman nafas pasien.
c. Circulation
Kaji ada tidaknya peningkatan tekanan darah, kelainan detak jantung misalnya takikardi, bradikardi. Kaji juga ada tidaknya sianosis dan capilarrefil.Kaji juga kondisi akral dan nadi pasien.
d. Disability
Kaji ada tidaknya penurunan kesadaran, kehilangan sensasi dan refleks, pupil anisokor dan nilai GCS.Menilai kesadaran dengan cepat, apakah sadar, hanya respon terhadap nyeri atau atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS. Adapun cara yang cukup jelas dan cepat dengan metode AVPU.Namun sebelum melakukan pertolongan, pastikan terlebih dahulu 3A yaitu aman penolong, aman korban dan aman lingkungan.