• Tidak ada hasil yang ditemukan

INDIKASI PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DALAM ASPEK TATA NIAGA PERDAGANGAN SAPI IMPOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "INDIKASI PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DALAM ASPEK TATA NIAGA PERDAGANGAN SAPI IMPOR"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang Permasalahan

P e r s a i n g a n d a l a m d u n i a u s a h a merupakan conditio sine qua non (syarat mutlak) bagi terselenggaranya ekonomi pasar. Adanya persaingan dalam dunia usaha melahirkan keuntungan dan dampak bagi pelaku usaha agar terus memperbaiki produk

barang atau jasa yang dihasilkan dan terus melakukan inovasi, berupaya keras memberi produk barang atau jasa yang terbaik bagi konsumen serta menghasilkan produk barang atau jasa secara efisien. Di sisi lain, konsumen mempunyai pilihan membeli barang atau jasa tertentu dengan harga yang rendah dengan kualitas yang tinggi (Remi Sjahdeni, 2002).

INDIKASI PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DALAM ASPEK TATA NIAGA PERDAGANGAN SAPI IMPOR

Christin Octa Tiara

Fakultas Hukum, Universitas Atmajaya Caturtunggal, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta

tiarahiu@gmail.com

Abstract

The article entitled Indication of Unfair Business Competition in the Import Trade Cattle Trade Aspect is focused on the following issues: what causes unhealthy business competition in the trading business aspects of imported beef cattle and how trade import cattle trade regulations should be formulated so as not to result in the occurrence of unfair business competition practices. This article aims to examine and evaluate the causes of unfair business competition and to find out and examine the urgency of trade import cattle trade regulation so as to avoid unfair business competition. The conclusion that can be gained is the lack of clarity of regulatory legislation that governs so many different interpretations among entrepreneurs. Importantly, there is a regulation which further regulates the trading system of imported cattle in accordance with the applicable terms and conditions as stated in Article 10 of Regulation of the Minister of Trade No. 05/M-DAG/PER/1/2016 concerning Provisions on Export and Import Animal and Animal Products.

Keywords: Regulation, Cartel, Import Cows, Unfair Business Competition.

Abstrak

Artikel yang berjudul Indikasi Persaingan Usaha Tidak Sehat Dalam Aspek Tata Niaga Perdagangan Sapi Impor ini difokuskan pada permasalahan sebagai berikut: apa penyebab terjadinya persaingan usaha tidak sehat dalam aspek tata niaga perdagangan sapi impor dan bagaimana regulasi tata niaga perdagangan sapi impor harus diformulasikan sehingga tidak mengakibatkan terjadinya praktek persaingan usaha tidak sehat. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji dan mengevaluasi penyebab terjadinya persaingan usaha tidak sehat serta untuk mengetahui dan mengkaji urgensi regulasi tata niaga perdagangan sapi impor sehingga tidak terjadi persaingan usaha tidak sehat. Kesimpulan yang dapat diperoleh adalah tidak adanya kejelasan peraturan perundang-undangan yang mengatur sehingga mengakibatkan banyak penafsiran yang berbeda dikalangan para pengusaha. Serta penting adanya regulasi yang mengatur lebih lanjut dalam aspek tata niaga perdagangan sapi impor sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 10 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 05/M-DAG/PER/1/2016 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan.

Kata Kunci: Peraturan, Kartel, Sapi Impor, Persaingan Usaha Tidak Sehat

(2)

P e m b a n g u n a n e k o n o m i p a d a Pembangunan Jangka Panjang Pertama telah menghasilkan banyak kemajuan, antara lain dengan meningkatnya kesejahteraan rakyat.

Perkembangan usaha swasta selama periode tersebut, disatu sisi diwarnai oleh berbagai bentuk kebijakan Pemerintah yang kurang tepat sehingga pasar menjadi terdistorsi. Di sisi lain, perkembangan usaha swasta dalam kenyataannya sebagian besar merupakan perwujudan dari kondisi persaingan usaha yang tidak sehat. Fenomena di atas telah berkembang dan didukung oleh adanya hubungan yang terkait antara pengambil keputusan dengan para pelaku usaha, amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 serta cenderung menunjukkan corak yang sangat monopolistik.

Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 menetapkan bahwa sistem ekonomi yang dianut negara adalah ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial sebagai cita-cita pembangunan ekonomi. Untuk itu dalam menyusun kebijakan perekonomian negara harus senantiasa berusaha menghilangkan ciri-ciri negatif yang terkandung dalam sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi sosialisme (Ahmad Yami & Gunawan, 1999).

Undang-Undang tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang dimaksudkan untuk menegakkan aturan hukum dan memberikan perlindungan yang sama bagi setiap pelaku usaha di dalam upaya untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat. Bentuk implementasi Undang-Undang ini yaitu Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), lembaga independen yang terlepas dari pengaruh pemerintah dan pihak lain yang b e r w e n a n g m e l a k u k a n p e n g a w a s a n persaingan usaha dan menjatuhkan sanksi.

Sanksi tersebut berupa tindakan administratif, sedangkan sanksi pidana adalah wewenang Pengadilan.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha ( K P P U ) j u g a m e l a k u k a n t i n d a k a n p e n c e g a h a n t e r h a d a p k e m u n g k i n a n terjadinya praktek monopoli dan persaingan

usaha tidak sehat, salah satu dari kegiatan yang dilakukan yaitu mengenai tata niaga dalam aspek persaingan usaha. Tata niaga merupakan suatu istilah yang diartikan sama dengan pemasaran atau distribusi, yaitu sebagai kegiatan ekonomi yang memiliki fungsi untuk menyampaikan atau membawa barang maupun jasa dari produsen hingga konsumen. Sistem tata niaga dianggap efisien apabila memenuhi dua syarat, yaitu:

1. Mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya, dan 2. Mampu mengadakan pembagian yang

adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut serta di dalam kegiatan produksi dan tata niaga barang itu (Mubyarto, 2000)

3. Praktek persaingan juga merupakan u p a y a s u p a y a m e n d a p a t k a n kemenangan atau mendapatkan posisi yang lebih baik tanpa harus terjadi benturan fisik atau konflik.

Menurut Pasal 1 angka 6 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menyatakan persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat p e r s a i n g a n u s a h a . P e r s a i n g a n h a r u s dipandang sebagai hal yang positif dan sangat esensial dalam dunia usaha. Dengan p e r s a i n g a n , p a r a p e l a k u u s a h a a k a n berlomba-lomba untuk terus menerus memperbaiki produk dan melakukan inovasi a t a s p r o d u k y a n g d i h a s i l k a n u n t u k memberikan yang terbaik bagi pelanggan.

Dari sisi konsumen, mereka akan mempunyai pilihan dalam membeli produk dengan harga murah dan kualitas terbaik.

Industri peternakan sapi sebagai suatu kegiatan agribisnis mempunyai cakupan yang sangat luas. Rantai kegiatan tidak terbatas pada kegiatan produksi di hulu tetapi juga sampai kegiatan bisnis di hilir dan semua k e g i a t a n b i s n i s p e n d u k u n g n y a . K i t a

(3)

memimpikan mempunyai suatu industri peternakan sapi yang tangguh dalam arti sebagai suatu industri peternakan yang mempunyai daya saing yang tinggi dan mampu secara mandiri terus tumbuh berkembang di era persaingan dalam ekonomi pasar yang global Dalam memenuhi . kebutuhan permintaan akan sapi di Indonesia, Pemerintah melakukan kebijakan dengan mengimpor sapi dari luar negeri.

Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) belum lama ini telah melakukan pemeriksaan terhadap 32 Badan Hukum tentang dugaan pelanggaran terhadap Pasal 11 dan Pasal 19 huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dalam perdagangan sapi impor di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Dalam proses pemeriksaan ditemukan fakta-fakta tentang k e s e p a k a t a n y a n g d i l a k u k a n d e n g a n difasilitasi Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (APFINDO) melalui rangkaian pertemuan yang pada akhirnya menunjukkan kesamaan tindakan yang dilakukan oleh para Terlapor, adanya rescheduling sales yang dikategorikan sebagai penahanan pasokan sapi impor di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, d a n B e k a s i ( J a b o d e t a b e k ) d a n / a t a u pengaturan pemasaran yang berdampak pada kenaikan harga yang tidak wajar yang merugikan kepentingan umum. Tindakan penahanan pasokan dilakukan para Terlapor s e c a r a s e r a g a m d e n g a n c a r a t i d a k merealisasikan jumlah kuota impor sapi (SPI) yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.

Melihat peningkatan sapi impor tiap tahunnya banyak indikasi persaingan usaha tidak sehat terkait kartel, untuk itu diperlukan regulasi yang mengawasi indikasi-indikasi tata niaga yang menyebabkan perjanjian terlarang seperti halnya kartel yang merupakan kerjasama sejumlah perusahaan yang bersaing untuk mengkoordinasi kegiatannya sehingga dapat mengendalikan jumlah produksi dan harga suatu barang dan atau jasa untuk memperoleh keuntungan diatas tingkat keuntungan yang wajar.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dirumuskan dua masalah utama yaitu:

1. Apa penyebab terjadinya persaingan usaha tidak sehat dalam aspek tata niaga perdagangan sapi impor?

2. B a g a i m a n a r e g u l a s i t a t a n i a g a p e r d a g a n g a n s a p i i m p o r h a r u s d i f o r m u l a s i k a n s e h i n g g a t i d a k mengakibatkan terjadinya praktek persaingan usaha tidak sehat?

B. Pembahasan

1. Penyebab terjadinya persaingan usaha tidak sehat dalam aspek tata niaga perdagangan sapi impor

Koneksi yang dibangun dalam birokrat membuka kesempatan luas untuk menjadi pemburu rente dengan memanfaatkan proteksi dan berbagai fasilitas dari Negara, akibatnya ketika goncangan ekonomi datang nyaris semua sendi ekonomi runtuh.

Kemudian adanya kejanggalan yang terjadi dimana ada suatu peraturan atau kebijakan yang awalnya adalah suatu larangan menjadi suatu kebolehan yang dikarenakan kesalahan perumusan kebijakan itu sendiri.

Peraturan terkait dengan tata niaga perdagangan sapi impor yang banyak dan t e r u s m e n g a l a m i p e r u b a h a n j u g a menunjukkan ketidakharmonisan antar p e r a t u r a n p e r u n d a n g - u n d a n g a n y a n g mengatur tentang ketentuan mengenai tata niaga perdagangan sapi impor. Akibatnya, menimbulkan banyak penafsiran atau persepsi yang berbeda-beda di kalangan para pelaku usaha yang ujung-ujungnya terjadi praktek monopoli dan/atau persaingan usaha t i d a k s e h a t y a n g s a n g a t m e r u g i k a n masyarakat sebagai konsumen. Belum lagi, Pemerintah membuka lebar kesempatan kepada pihak swasta untuk melakukan importasi sapi dengan harapan apabila pasokan dalam negeri bisa melimpah maka harga bisa turun, padahal jelas dalam Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dan Pasal 36B ayat (1) Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang P eternakan dan Kesehatan Hewan yang mengamanatkan

(4)

bahwa importasi sapi dapat dilakukan dengan catatan bahwa pasokan dalam negeri tidak dapat mencukupi keperluan produksi atau permintaan dalam negeri. Dari satu peraturan terkait tata niaga perdagangan sapi impor ini saja sudah terdapat ketidakharmonisan yang terjadi.

Iklim usaha yang lebih kompetitif dapat dicapai dengan memberikan kesempatan yang sama, dari sisi regulasi maupun infrastruktur dan pelayanan publik, terhadap pelaku usaha, serta mengurangi hak ekslusif (privileged) yang bisa didapatkan oleh beberapa pemain. Selain itu penerapan prinsip persaingan usaha menjadi suatu langkah pencegahan dari regulasi-regulasi maupun kebijakan yang anti-kompetitif.

K o m i t m e n d a n t e k a t u n t u k m e n e g a k k a n s e c a r a k o n s i s t e n d a n berkesinambungan terhadap Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah suatu keharusan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi dalam rangka mewujudkan iklim usaha yang sehat, kondusif dan kompetitif di Indonesia.

Mengapa demikian? Karena, apabila Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat berlaku efektif, maka persaingan usaha yang sehat d a l a m s i s t e m e k o n o m i p a s a r d a p a t d i w u j u d k a n . M a m p u d i w u j u d k a n n y a persaingan usaha yang sehat itu berpengaruh pula pada terciptanya efisiensi diantara para pelaku usaha, meningkatkan daya saing ekonomi nasional, dan pada akhirnya mampu memberikan kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat.

2. Regulasi tata niaga perdagangan sapi i m p o r h a r u s d i f o r m u l a s i k a n sehingga tidak mengakibatkan terjadinya praktek persaingan usaha tidak sehat

Kehidupan kenegaraan terdapat tiga bidang yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan. Ketiga bidang itu adalah hukum, ekonomi dan politik. Ekonomi dipengaruhi oleh hukum, hukum dipengaruhi oleh politik, politik dipengaruhi oleh ekonomi dan begitu

pula sebaliknya. Kebutuhan akan sistem hukum, sistem ekonomi dan sistem politik yang stabil merupakan syarat utama dalam membangun suatu negara yang memiliki perekonomian yang kuat, terlebih lagi bagi Negara yang sedang berkembang seperti halnya Indonesia.

Hukum harus berperan dan berjalan secara optimal dalam rangka pembangunan ekonomi suatu bangsa. Namun, supaya hukum dapat berjalan dengan optimal, maka diperlukan hukum dalam bentuk yang sistematik. Ini berarti Negara berkembang memerlukan suatu sistem hukum yang sistematis. Pemerintah yang dalam hal ini pembuat kebijakan sudah menetapkan aturan main dan memfasilitasi para pelaku usaha serta mengawasi aliran dan ketersediaan produk baik jumlah maupun mutunya sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 10 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 05/M-DAG/PER/I/2016 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan, agar tidak terjadi praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.

S e t i a p p e l a k u u s a h a y a n g a k a n melakukan pemasukan produk hewan yang diimpor harus berasal dari unit usaha produk hewan pada suatu negara atau zona dalam s u a t u n e g a r a y a n g t e l a h m e m e n u h i persyaratan dan tata cara pemasukan produk hewan. Sedangkan produk hewan olahan yang akan dimasukkan diimpor dan masih mempunyai risiko penyebaran zoonosis yang dapat mengancam kesehatan manusia, hewan d a n l i n g k u n g a n b u d i d a y a , h a r u s mendapatkan rekomendasi dari Menteri sebelum dikeluarkannya rekomendasi dari pimpinan instansi yang bertanggung jawab di bidang pengawasan obat dan makanan.

Penetapan alokasi impor ini berdasarkan pada pertimbangan kapasitas instalasi karantina hewan sementara, loading capacity maximal dan nilai past performance.

Persyaratan dan tata cara pemasukan produk hewan dari luar negeri ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia mengacu pada ketentuan atau kaidah internasional yang berbasis analisis risiko di bidang kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat serta mengutamakan kepentingan

(5)

Nasional. Pemasukkan produk hewan khususnya sapi harus berasal dari Negara yang bebas penyakit mulut dan kuku, zona bebas penyakit mulut dan kuku, atau Negara yang belum bebas penyakit mulut dan kuku dan telah memiliki program pengendalian resmi penyakit mulut dan kuku yang diakui o l e h b a d a n k e s e h a t a n h e w a n d u n i a . Persyaratan pemasukan produk hewan dari zona bebas penyakit mulut dan kuku dan Negara yang belum bebas penyakit mulut dan kuku meliputi berasal dari Negara dan unit usaha yang telah ditetapkan oleh Menteri berdasarkan hasil analisis risiko, cara penangan produk hewan dan kemasan, label dan pengangkutan. Untuk hewan khususnya sapi yang dagingnya akan diedarkan harus dilakukan di rumah potong hewan dan mengikuti tata cara penyembelihan yang memenuhi kaidah kesehatan masyarakat dan kesejahteraan hewan.

Sumber daya genetik yang merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang dikuasi oleh Negara dan dimanfaatkan untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat. Sumber daya genetik dikelola oleh Pemerintah melalui kegiatan pemanfaatan dan pelestarian, yang dilakukan melalui pembudidayaan dan pemuliaan. Pembudidayaan dan pemuliaan h a r u s m e n g o p t i m a l k a n p e m a n f a a t a n keanekaragaman hayati dan pelestarian sumber daya genetik asli Indonesia. Setiap orang atau lembaga Nasional maupun l e m b a g a a s i n g ( i n t e r n a s i o n a l ) y a n g melakukan pemasukan dan/atau pengeluaran sumber daya genetik ke dan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib memperoleh izin dari Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

C. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka disusun kesimpulan untuk persoalan dari rumusan masalah sebagai berikut:

1. Penyebab terjadinya persaingan usaha tidak sehat dalam aspek tata niaga perdagangan sapi impor dikarenakan adanya kejanggalan yang terjadi dimana ada suatu peraturan atau kebijakan yang awalnya adalah suatu

larangan menjadi suatu kebolehan yang dikarenakan kesalahan perumusan kebijakan dan juga koneksi yang dibangun dalam birokrat membuka kesempatan luas untuk menjadi pemburu rente dengan memanfaatkan proteksi dan berbagai fasilitas dari Negara. Kemudian tidak adanya k e j e l a s a n p e r a t u r a n p e r u n d a n g - undangan yang mengatur sehingga mengakibatkan banyak penafsiran yang berbeda dikalangan para pengusaha yang akhirnya mengakibatkan terjadi praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

2. Regulasi tata niaga perdagangan sapi impor harus diformulasikan sehingga tidak mengakibatkan terjadinya praktek persaingan usaha tidak sehat yaitu harus adanya aturan hukum yang berperan dan berjalan secara optimal dalam rangka pembangunan ekonomi dan mencegah terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.

Pemerintah yang dalam hal ini pembuat kebijakan sudah menetapkan aturan main dan memfasilitasi para pelaku usaha serta mengawasi aliran dan ketersediaan produk baik jumlah maupun mutunya sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 10 Peraturan M e n t e r i P e r d a g a n g a n R e p u b l i k I n d o n e s i a N o m o r 0 5 / M - DAG/PER/I/2016 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan, agar tidak terjadi praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.

DAFTAR PUSTAKA Buku

Ahmad Yani, dkk, 1999, Seri Hukum Bisnis Anti Monopoli, Pertama, Rajawali Pers, Jakarta.

Andi Fahmi Lubis, dkk, 2009, Hukum Persaingan Usaha : Antara Teks &

Konteks, Jakarta.

Arie Siswanto, 2002, Hukum Persaingan Usaha, Kedua, Ghalia Indonesia,

(6)

Jakarta.

Budi Kagramanto, 2008, Mengenal Hukum Persaingan Usaha, Kedua, Laras, Jakarta.

Hermansyah, 2008, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Pertama, Kencana, Jakarta.

Johnny Ibrahim, 2007, Hukum Persaingan Usaha, Kedua, Bayumedia Publishing, Malang.

Munir Fuady, 1999, Hukum Antimonopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat, Pertama, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Mustafa Kamal Rokan, 2012, Hukum P e r s a i n g a n U s a h a : Te o r i d a n Prakteknya di Indonesia, Pertama, Rajawali Pers, Jakarta.

Rachmadi Usman, 2004, Hukum Persaingan U s a h a D i I n d o n e s i a , P e r t a m a , Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sjahdeni, Remi, Jurnal Hukum Bisnis:

Membudayakan Persaingan Sehat , Jakarta, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 2002 (Volume 19) Tri Anggraini, A. M, 2003, Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Perse Illegal dan Rule of Reason, Pertama, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta.

Wiyatna M. F, 2002, Potensi dan Strategi P e n g e m b a n g a n S a p i P o t o n g d i Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat, Pertama, IPB, Bogor.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian ini nantinya dapat menghasilkan sistem aplikasi mobile berbasis android yang mampu memberikan informasi daya listrik yang di hasilkan oleh pembangkit listrik

Untuk menjelaskan masalah peran negara, yaitu campur tangan pemerintah dalam mengatur mekanisme pasar (Myint, 1971, hal. 291) maka yang menarik dilihat adalah intervensi

30 Perilaku kerja sebagai mana dimaksud, meliputi aspek :Orientasi pelayanan adalah sikap dan perilaku kerja PNS dalam memberikan pelayanan terbaik kepada yang

Saat diabetisi termotivasi untuk melakukan perilaku sehat diharapkan gejala diabetes mellitus yang dialami dapat terkontrol sehingga dapat mempertahankan kadar gula

Disamping itu, banyak penelitian tentang modal intelektual yang tidak mencantumkan item pengungkapan maupun kurangnya penjelasan mengenai definisi item pengungkapan

Subjek dalam penelitian ini adalah guru dan peserta didik kelas XII Ilmu-Ilmu Sosial di Madrasah Aliyah Negeri 1 Pekanbaru, sedangkan objek dalam penelitian ini adalah

Zona Kerawanan Sangat Rendahsangat jarang atau hamper tidak pernah mengalami gerakan tanah Untuk wilayah zona kerawan tinggi sebagian wilayah di Kecamatan Kaliangkrik,

Kesimpulan yang diperoleh bahwa, teknologi budidaya ternak kelinci telah diterapkan oleh Kelompok tani dengan baik; pendampingan teknologi dari BPTP Yogyakarta agar