19 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Pemberdayaan Masyarakat Petani A. Pengertian Pemberdayaan
Mengacu pada kamus Besar Bahasa Indonesia, pemberdayaan secara etimologis berasal dari kata daya yang berarti kemampuan untuk melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak. Mendapat awalan ber- menjadi ‘berdaya’ artinya berkekuatan, berkemampuan, bertenaga, mempunyai akal untuk mengatasi suatu masalah. Mendapat awalan dan akhiran pe-an sehingga menjadi pemberdayaan yang dapat diartikan sebagai usaha, proses menjadikan untuk mampu membuat, dapat bertindak atau melakukan sesuatu untuk diarahkan menuju kearah yang lebih baik.
Pemberdayaan merupakan sebuah proses yang dilakukan sebuah lembaga untuk menciptakan suasana masyrakat yang lebih baik.
Pemberdayaan sendiri dapat diartikan sebagai upaya untuk memberikan daya (Empowerment) atau penguatan (Strengthening) kepada masyarakat. Menurut Sukino (2013) Empowerment artinya merupakan suatu peningkatan kemampuan yang sesungguhnya potensinya ada. Dimulai dari status kurang berdaya menjadi lebih berdaya, sehingga lebih bertanggung jawab. Karena empowerment asalnya dari kata “power” yang artinya “control, authority, diminion”.
Awalan “emp” artinya “on put to” atau “to cover with” jelasnya “more power” jadi empowering artinya “is passing on authority and responsibility” yaitu Attention: lebih berdaya dari sebelumnya dalam arti wewenang dan tanggung jawabnya termasuk kemampuan individual yang dimilikinya. Dari pengertian tersebut pemberdayaan merupakan
20
sebuah metode yang dilakukan untuk meningkatkan sebuah daya atau potensi yang dimiliki masyarakat secara individu maupun kelompok.
Winarmi dalam Suryana (2010:18) mengungkapkan bahwa “Inti dari pemberdayaan adalah meliputi tiga hal yaitu pengembangan (enabling), memperkuat daya (empowering), dan terciptanya kemandirian”.Oleh karena itu, umumnya sasaran dari pemberdayaan biasanya masyarakat yang tergolong masih atau belum berdaya secara material maupun non material agar dapat mengembangkan segala potensi yang dimiliki hingga masyarakat menjadi mandiri. Keberdayaan masyarakat oleh Sumodiningrat diartikan sebagai kemampuan individu yang bersenyawa dengan masyarakat dalam membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan.
Secara konsep pemberdayaan lahir sebagai antitesis terhadap model Model pengembangan dan industrialisasi yang kurang populer dalam kebanyakan kasus, konsep ini dikemukakan oleh Mardikanto dan Poerwako serta didasarkan pada kerangka logis sebagai berikut:
1. Proses pemusatan tenaga dibangun dari pemusatan tenaga faktor- faktor produksi.
2. Pemusatan kekuatan faktor produksi akan menciptakan masyarakat pekerja dan orang-orang yang merupakan pengusaha di daerah sekitarnya.
3. Kekuasaan membangun sistem pengetahuan, membangun sistem sistem politik, hukum dan ideologi operasional untuk memperkuat pembenaran.
4. Pelaksanaan sistem pengetahuan, sistem politik, sistem hukum dan idiologi secara sistematik akan menciptakan dua kelompok masyarakat, yaitu masyarakat berbudaya dan masyarakat tuna-daya.
Akhirnya yang terjadi ialah dikotonom, yaitu masyarakat yang berkuasa dan masyarakat yang dikuasai. Untuk membebaskan situasi menguasai dan dikuasai, maka harus dilakukan pemberdayaan melalui
21
proses pemberdayaan bagi yang lemah (empowerment of the powerles).
Dalam proses pemberdayaan, ada tahapan-tahapan yang perlu dilakukan. Menurut Wrihatnolo dan Dwidjowijoto, pemberdayaan memiliki tiga fase. Pertama adalah penyadaran, proses tersebut merupakan keberdayaan yang membuat masyarakat sadar bahwa setiap manusia memiliki potensi untuk dikerahkan. Kedua adalah pengkapasitasan, merupakan tahapan-tahapan dimana dapat dicapai ketika masyarakat sudah pernah mendapatkan pengalaman penggunaan potensi yang dimiliki. Ketiga adalah pendayaan, tahapan tersebut merupakan proses pemberian berupa kewenangan (otoritas) atau kesempatan untuk mengembangkan potensi untuk mencapai manusia yang mandiri (Endah, 2020).
Pemberdayaan merupakan sebuah konsepan yang mengarah keproses perkembangan individu maupun kelompok kestatus hidup yang lebih baik dari sebelumnya. Taylor da Mc Kenzie mengatakan bahwa tujuan filosofisnya adalah untuk memberikan motivasi atau dorongan kepada masyarakat dan individu agar menggali potensi yang ada pada dirinya untuk ditingkatkan kualitasnya, sehingga akhirnya mampu mandiri.
Sedangkan menurut Soeharto (2010) Tujuan utama pemberdayaan adalah untuk memperkuat kekuasaan Masyarakat, terutama kelompok lemah, karena keadaan internal (persepsi mereka sendiri) dan oleh kondisi eksternal (ditekan oleh struktur sosial yang tidak berlaku adil).
Untuk sepenuhnya memahami tentang Pemberdayaan perlu diketahui tentang konsep kelompok lemah dan penyebab ketidakberdayaannya.
Secara klasifikasi kelompok lemah atau tidak berdaya dapat diindikasikan sebagai berikut :
Pertama, masyarakat yang lemah secara struktural. Masyarakat tersebut seringkali merupakan kelompok minoritas karena rentan secara sosial
22
ekonomi, gender dan etnis, dan diskriminatif dalam berbagai aspek yang dapat disalahgunakan, dan seringkali berujung pada ketidakadilan.
Kedua, Lemah secara khusus. Merupakan yang sangat rentan adalah mereka yang sering terpinggirkan, seperti orang tua, anak-anak, remaja, kaum gay dan lesbian, serta penyandang disabilitas.
Ketiga, Lemah secara personal. Rentan secara pribadi adalah masyarakat dengan masalah di bidang individu atau keluarga (Hamid., 2018).
Selanjutnya bagian dari tujuan pemberdayaan merujuk pada keadaan atau hasil yang dicapai oleh sebuah perubahan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau pengetahuan dan kemampuan dalam memahami kebutuhan hidupnya. keberhasilan dalam pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari keberdayaan mereka yang menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan, dan kemampuan kultural dan politk.
Pemberdayaan masyarakat tercermin dari tingkat partisipasi masyarakat yang diberdayakan untuk mendukung pembangunan yang dicapai. Pemberdayaan masyarakat meliputi pengelolaan dan pemanfaatan seluruh sumber daya alam dan sumber daya manusia untuk memperkuat masyarakat (Adisasmita, 2006).
Indikator pemberdayaan yang dilakukan untuk pembangunan terbagi dalam beberapa aspek, yaitu Pertama, pada sisi input atau masukan, situasi meliputi bakat, perencanaan, sarana, peralatan atau fasilitas, teknologi dan data yang dibutuhkan untuk pengembangan.
Kedua, aspek proses, .meliputi pelaksanaan, evaluasi dan pengawasan.
program pembangunan. Ketiga, aspek keluaran, hasil meliputi tujuan yang ingin dicapai, efektivitas dan efisiensi program pembangunan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang disusun untuk mencapai hasil yang diinginkan (Candra, 2019).
23 B. Pemberdayaan Petani
Pemberdayaan masyarakat agraris merupakan upaya untuk menjadikan petani mandiri dengan mengenali potensi keterampilan yang telah dimiliki, tergantung bidang keahliannya. Pemberdayaan petani membutuhkan peran serta dan kepemimpinan kelompok tani berdaya dalam kegiatan pertanian. Dalam pemberdayaan petani, selalu ada sinergi yang baik antara dua kelompok yang saling berhubungan antara kelompok yang diberdayakan dan kelompok yang berkuasa atau berwibawa. Proses pemberdayaan petani yang paling efektif adalah oleh kelompok tani yang merupakan kelompok yang paling dekat dengan pengawasan petani. Masyarakat petani yang memiliki ;kekuatan atau kemampuan berdaya terbagi sebgai berikut : (Murdayanti, 2020).aszwszszaaz
Pertama. Mereka memiliki bentuk kebebasan karena dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. Artinya, mereka bebas berbicara dan bebas dari kelaparan, kebodohan dan kesakitan, dikatakan sebagai bentuk petani yang mampu mengambangkan diri maupun potensi alam yang dimiliki.
Kedua. Tercapainya sumber produktivitas yang memungkinkan mereka meningkatkan pendapatan dan memperoleh barang dan jasa yang mereka butuhkan untuk pertanian.
Ketiga. Mereka memiliki hak untuk mengelola kepentingan yang terkait dengan pertanian, sehingga berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan yang mempengaruhi mereka.
Menurut Undang-undang Nomor 19 Pasal 3 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, pemberdayaan petani memiliki tujuan yaitu
a. Mewujudkan kedaulatan dan kemandirian Petani dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kehidupan yang lebih baik.
24
b. Menyediakan prasarana dan sarana Pertanian yang dibutuhkan dalam mengembangkan Usaha Tani.
c. Memberikan kepastian Usaha Tani
d. Melindungi Petani dari fluktuasi harga, praktik ekonomi biaya tinggi, dan gagal panen.
e. Meningkatkan kemampuan dan kapasitas Petani serta Kelembagaan Petani dalam menjalankan Usaha Tani yang produktif, maju, modern dan berkelanjutan.
f. Menumbuh kembangkan kelembagaan pembiayaan Pertanian yang melayani kepentingan Usaha Tani.
Sehingga sesuai dengan UU diatas bahwa negara atau pemerintah bertanggung jawab untuk menyejahterakan para petani. Perlindungan yang dilakukan diharapkan mampu berjalan sesuai dengan angan-angan atau yang tertulis jelas pada peraturan tersebut, karena petani pada saat ini merupakan kelompok yang rentan terhadap perkembangan jaman.
Petani di Indonesia memiliki beberapa tipe. Tipe pertama yaitu petani berdasarkan luas lahan, pateni tersebut dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Petani gurem yang disebut sebagai petani yang memiliki
lahan pertanian kurang dari 0,50 hektare
2. Petani non gurem merupakan petani yang memiliki luas lahan 0,50 hektare atau lebih.
Setelah itu terdapat jenis petani mengacu pada orientasi atau kiblat bertani sesuai dengan angan-angannya. Pada bagian ini dibagi menjadi dua tipe yaitu :
1. Petani yang beriorentasi ekonomi, merupakan salah satu jenis petani yang menggunakan prinsip ekonomi dalam usaha pertaniannya sehingga meminimalkan biaya seefesien mungkin untuk digunakan sebagai metode memperoleh hasil yang maksimal.
25
2. Petani yang mengacu pada prinsip non ekonomi, pentani ini sering kali melakukan kegiatan pertanian sebagai proses dalam melakukan pemenuhan kebutuhan rumah tangga saja dan tidak diperuntukan diperjual belikan.
Selanjutnya terdapat juga petani yang berdasarkan penggunaan teknologi, berikut tipe - tipenya :
1. Petani tradisional, jenis petani yang dalam pengelolaan pertaniannya lebih masih dominan menggunakan peralatan yang bersifat tradisional, seperti cangkul atau membajak sawah menggunakan sapi.
2. Petani modern, petani jenis ini selalu mengacu pada perkembangan teknologi terbaru, karena memahami dan sadar sebuah teknologi adalah bentuk inovasi penting yang dapat melakukan peningkatan produksi pengeloaan sawah dan juga untuk mengurangi biaya.
Terakhir merupakan jenis petani berdasarakan karakter atau sifat, berikut tipe-tipenya:
1. Pembelajar, merupakan jenis petani yang menyukai akan sebuah inovasi terbaru. Jenis petani ini tergolong tipe pencoba, rasa ingin tau tinggi, dan menyukai hal yang extreme. Ketika terdapat informasi variasi terbaru atau program terkini, maka rasa ingin mencoba pertama kali pasti muncul meskipun masih terbilang masih dalam pengembangan.
2. Perintis, tipe ini hampir sama dengan tipe pembelajar, bedanya tipe pionir ini bahkan konsultan mungkin menggunakan sesuatu yang belum pernah digunakan orang lain. Dengan adanya informasi yang tersedia dari banyak sumber, termasuk Internet, buku, majalah, dan petani dalam disiplin ilmu lain.
26
3. Jenis pengikut. Tipe petani ini merupakan kebalikan dari tipe pembelajar dan pionir. Jika tipe pionir adalah petani yang suka menemukan hal baru, tipe pengikut lebih suka pasif.
Mereka hanya akan ikut menanam jika temannya berhasil.
4. Jenis debat. Jika tipe pembelajar mendapat informasi baru setiap kali mendengar dan mencoba, maka akan terjadi sebaliknya ketika berhadapan dengan tipe debat. Tipe pendebat adalah tipe petani yang menyukai konflik, terutama pada masalah teknis (Cita, 2016).
Dalam mencapai pemberdayaan pertanian yang sesuai menurut Edi Suharto dalam Alfitri pencapaian pelaksanaan secara proses menuntun kearah yang diinginkan, dapat diterapkan melalui pendekatan yang terbagi 5P yaitu sebagai berikut:
1. Pemungkinan, merupakan sebuah proses memunculkan keadaan agar masyarakat dapat berproses kembang dengan sebaik mungkin. Sehingga dari diri masyarakat yang terhambat harus di bebaskan sehingga tidak ada penghalang dari potensi yang ada didiri masyarakat.
2. Penguatan, untuk memecahkan suatu masalah yang ada pada masyarakat maka masyarakat tersebut harus diberi penguatan pengetahuan dan kemampuan. Sehingga masyarakat akan merasa percaya diri atas kemampuan yang dimilikinya dengan demikian akan menciptakan masyarakat yang mandiri.
3. Perlindungan, adanya perlindungan terhadap suatu kelompok yang lemah terhadap kelompok yang kuat sehingga menghindari persaingan yang tidak seimbang.
4. Penyokongan, yaitu adanya dukungan bagi masyarakat untuk mampu melakukan peran dan tugasnya.
Pemberdayaan sendiri memang harus memberikan
27
dukungan kepada masyarakat agar dapat menjalankan tugasnya dan tidak merasa terpinggirkan.
5. Pemeliharaan, memelihara keadaan yang merata agar setiap individu merasa berpotensi untuk mengusahakan dirinya lebih baik.
Upaya yang perlu dilakukan dalam memberdayakan masyarakat, dapat dilihat dari tiga sisi menurut Sumodiningrat (Kartasasmita, 1997).
Pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling).
Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering).
Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi (Protecting).
Perlindungan untuk kelompok yang lemah untuk tidak di eksploitasi oleh kelompok kuat.
Dalam proses pemberdayaan petani dapat dilakukan menggunakan proses penyuluhan. Penyuluhan dalam arti umum adalah ilmu sosial yang mempelajari suatu sistem dan proses perubahan untuk individu beserta masyarakat agar apa yang ingin dilakukan atau dilaksanakan dapat terwujud perubahan yang lebih baik sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam bukunya Van Den Ban dkk, (1999) dituliskan bahwa penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar (Usman, 2019).
Pemberdayaan melalui penyuluhan dapat mengarah kepada pemberdayaan pertanian secara berkelanjutan, karena dengan penyuluhan dapat mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh masyarakat. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Setiawan (2011:27) tujuan pemberdayaan adalah mencari langkah berkelanjutan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat tak berdaya sehingga mereka memiliki kemampuan otonom mengelola seluruh potensi sumberdaya yang dimilikinya (Kusmana & Garis, 2019).
28
Selanjutnya proses pemberdayaan petani juga dapat dilakukan menggunakan sebuah progam. Bhinardi (2017.23) Pemberdayaan berarti memberdayakan atau mengupayakan pemberdayaan dengan cara memberdayakan, memberdayakan, atau melimpahkan wewenang kepada pihak lain. Pemberdayaan adalah proses yang kompleks. Artinya, proses aktif antara motivator, fasilitator, dan kelompok masyarakat yang perlu diberdayakan melalui kesempatan untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, berbagai alat, dan akses ke sistem sumber daya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Guna untuk memberdayakan petani, pemerintah sebagai fasilitator seringkali perlu fokus pada banyak bidang dan mempertimbangkan banyak faktor (Khusna, Fadhilah Kurniati, & Muhaimin, 2019).
2.1.2 Gabungan Kelompok Tani
Gabungan kelompok tani (Gapoktan) merupakan sekumpulan kelompok tani yang diorganisir menjadi lembaga yang memiliki tujuan untuk memfasilitasi kegiatan-kegiatan pertanian dari sektor permodalan hingga pengolahan hasil pertanian. Secara dasar Gapoktan dibentuk melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 273 Tahun 2007 tentang pedoman pembinaan kelembagaan petani, dalam pertauran tersebut Gapoktan merupakan kumpulan beberapa kelompok tani yang bergabung dan bekerja sama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha.
Pada pedoman tersebut bertujuan untuk melakukan penyuluhan dalam rangka pengembangan kemampuan, pengetahuan, ketarmpian, dan pelaku utama dalam melakukan penyuuhan. Dalam proses penyuluhan yang dilakukan untuk pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.
29
Dalam proses penumbuh kembanganan pertanian pemerintah membuat pertauran yang lebih jelas mengai proses pelaksaan. Aturan tersebut tersebut kedalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 82 tahun 2013 Tentang pedoman penumbuhan dan Pengembangan kelompoktani dan gabungan kelompoktani. Secara fungsi Gapoktan memiliki lima tugas utama, yaitu :
a. Unit UsahaiiPenyedia Sarana dan Prasarana Produksi merupakan sebuah divisi penyedia kapasitas dan prasarana. Gabungan Kelompok Tani harus memastikan semua anggota memenuhi kebutuhan sarana produksi (pupuk termasuk pupuk,iibenih bersertifikat, pestisida, dan lain-lainnya) dan mesin pertanian (baik berbasis kredit atau modal petani). untuk menyediakan layanan untuk. Melalui anggota kelompok tani, pengangkut miskin, atau kinerja swadana atau sisa petani.
b. Unit Usahatani atauiiProduksi. Gabungan Kelompok Tani yang dapat menjadi entitas yang menghasilkan barang untuk memenuhi kebutuhan anggotanya dan kebutuhan pasar serta menjamin kuantitas, kualitas, kontinuitas, dan stabilitas harga.
c. Unit Usaha Pengolahan.11Gapoktan dapat memberikan layanan baik dalam bentuk penggunaan alat pertanian maupun teknologi untuk memproses produk pertanian yang dapat dijual seperti pengolahan, grading dan pengemasan untuk menambah nilai produk.
d. Unit Usaha Pemasaran.iiGabungan Kelompok Tani terafiliasi dapat memberikan pelayanan atau dukungan terhadap pemasaran hasil produksi anggota, baik dalam bentuk pengembangan jaringan, kemitraan dengan pihak lain, maupun pemasaran langsung. Dalam perkembangannya, Gapoktan berpotensi memberikan layanan informasi harga komoditas, memungkinkan Gapoktan tumbuh, berkembang menjadi perusahaan pertanian
30
yang mandiri, meningkatkan produktivitas, pendapatan dan meningkatkan taraf hidup anggotanya.
e. Unit Usaha Keuangan Mikro11(simpan-pinjam). Gabungan Kelompok Tani dapat memberikan jasa permodalan kepada anggotanya melalui iuran keanggotaan dan hasil simpan pinjam dan sisa usaha, serta pinjaman dari bank, mitra usaha, atau dukungan publik dan swasta.
Dalam paradigma pelaksanaannya Gapoktan tidak langsung kepada para petani, namun melalui kelompok tani yang secara struktur berada dibawah binaan dari Gapoktan. Keadaan terseut bermaskud untuk lebih baik dalam mengelola dan memberikan fasilitas kepada para petani.
Gambar 2. 1 Paradigma Pengembangan Kelembagaan Petani
Sumber : Permen Pertanian no 82 tahun 2013
31 2.1.3 Kesejahteraan
Kesejahteraan sosial mencakup segalanya terutama dalam bentuk intervensi sosial memperbaiki situasi secara langsung antara persolalitas manusia dan masyarakat keseluran. Kesejahteraan mencakup semua tindakan dan proses langsung, termasuk tindakan dan pencegahan masalah sosial, pengembangan sumber daya, dan peningkatan kualitas hidup.
Pengertian kesejahteraan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan pasal 1 ayat (1):
“kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga mampu melaksanakan fungsi sosialnya.
Pembangunanllkesejahteraan sosial merupakan perwujudan dari upaya mencapai tujuan bangsa yangridiamanatkan dalam Undang-Undang Dasar NegaraiiRepublik IndonesialkTahun 1945. Sila kelima Pancasila menyatakaniibahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan PembukaaniiUndang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaiiTahun 1945 mengamanatkan negara11untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan12seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan11umum, mencerdaskan11kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,hiperdamaian abadi, dan keadilan sosial. Masalah kesejahteraan merupakan sebuah isu jaminan sosial yang berkembang saat ini menunjukkan bahwa sebagian warga negara tidak benar-benar menyadari haknya atas kebutuhan dasar karena tidak dipenuhi secara manfaat sosial dari negara. Akibatnya, sebagian warga masih menghadapi hambatan dalam fungsi sosialnya dan tidak dapat menjalani kehidupan yang layak dan tidak bermartabat.
Menurut Kolle (1974)00bahwa indikator dari kesejahteraan merupakan sebagai berikut, yaitu11pertama dengan melihat kualitas hidup dari aspek materi seperti kualitas rumah, bahan pangan dan lain-lainnya, selanjutnya dengan melihat kualitas hidup dari aspek fisik seperti11kesehatan tubuh lingkungan, dan lain-lainnya,12dan yang
32
terakhir dengan melihat kualitas hidup dari aspek mental seperti fasilitas11pendidikan budaya, dan lain-lainnya; dan dengan melihat kualitas hidup dari aspek spiritualiiseperti moral, etika, dan lain- lainnya.
(Mahmud, 2021).
Menurut Soetomo (2014)..kesejahteraaniimasyarakat merupakan suatu kondisi yang mengandung unsur atau komponen...dimana masyarakat merasa aman tentram, terdapat fasilitas umum yang dapat menunjang...perekonomian masyarakat, pendapatan...perkapita yang mendorong kemakmuran12masyarakat dan11akses informasi yang mudah dijangkau (Wardani & Utami, 2020). Adapun menurut Soetomo (2014) indikator dalam kesejahteraan...masyarakat adalah sebagai berikut : Pertama, Rasa aman. Masyarakatiiyang merasa aman dan tentram tanpa adanya tekanan dari pihak manapuniimerupakan indikator seseorang yang sejahtera. Kedua,iiFasilitas umum. Keberadaan fasilitasiiumum sebagai penunjang roda perekonomian juga sangat membantu dalam mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Ketiga, Pendapatan. pendapatan perkapita juga merupakan indikator sangat menentukan seberapaiiisejahteranya seseorang,..semakin tinggi pendapataniiseseorang maka akan semakin sejahtera hidupnya. Keempat, Akses informasi. Kemudahan memperoleh informasi yang didapatkan masyarakat juga akan..meningkatkan kesejahteraaniimasyarakat.
Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki julukan sebagai negara agraris. Julukan tersebut tersematkan kepada Indonesia ketika masa kepimpinan presiden Soeharto yang mampu membawa nama Indonesia menjadi macan ASEAN dengan swasembada pangannya. Melihat keunggulan Indonesia dimasa lalu membuat iri pada realitas sekarang, pasalnya tingkat kesejahteraan petani di Indonesia mengalami keterpurukan. Keadaan tersebut juga diperkuat dengan pernyataan wapres
“menyebut berdasarkan data BPS tahun 2020 menurut sumber penghasilan utama, jumlah rumah tangga tergolong miskin di Indonesia sebagian besar berasal dari sektor pertanian yaitu 46,30%. Dengan
33
demikian, peningkatan kesejahteraan petani masih menjadi PR (pekerjaan rumah) Pemerintah yang harus diselesaikan,” (Rusiana, 2021).
Dengan fakta keadaan tersebut, memberikan gambaran bahwa pertanian di Indonesia memerlukan seuah teribosan atau sebuah inovasi untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Untuk mengatasi permasalahan ini pemerintah bertanggung secara penuh untuk membantu memberikan solusi, pemerintah juga dapat menggunakan berbagai lembaganya terutama yang paling dekat dengan petani untuk mengatahui permasalahan yang dihadapi para petani.
2.2 Peneitian Terdahulu
Pada bagian ini akan menjelaskan berbagai peneletian terdahulu yang dapat dijadikan sebuah refensi untuk membantu menylesaikan proses pembuatan karya ilmiah. Lebih lanjut dapat dinilai fokus dari berbagai penelitian terdahulu yang sejenis atau berbeda untuk menambah data untuk membantu peneliti.
Pertama. Penelitian terdahulu Deivi Kamuntuan, Johny H. Posumah, dan Gustaaf B. Tampi yang berjudul “Pemberdayaan Masyarakat Petani Melalui Program Gabungan Kelompok Tani Di Desa Adow Kecamatan Pinolosian Tengah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan”. Pemberdayaan petani dianggap penting karena faktor pertanian memegang peranan penting dalam keberhasilan pembangunan Indonesia yang berkelanjutan. Sektor pertanian juga berperan penting dalam pembuatan produk-produk yang dibutuhkan untuk digunakan di sektor lain, terutama dalam sektor industri.
Sebagai negara agraris, sektor pertanian merupakan sektor ekonomi yang sangat kuat pada tahap awal proses pembangunan, terutama dalam penyediaan pangan, dan sektor pertanian juga merupakan sumber daya alam yang relatif menguntungkan dibandingkan dengan negara lain. Proses pembangunan yang ideal harus mampu menghasilkan produk pertanian yang lebih berdaya saing dibandingkan negara lain baik dalam substitusi ekspor ataupun impor.
34
Pada penelitian tersebut menggunakan teori kartasamita sebagai bentuk upaya pemberdayaan, yaitu
a. Menciptakan suasana potensi masyarakat dapat berkembang. Hal ini berarti, menyadarkan setiap individu bahwa mereka memiliki potensi . sehingga ketika dalam pelaksanaan pemberdayaan, diupayakan untuk mendorong dan membangkitkan motivasi masyarakat akan pentingnya mengembangkan potensi-potensi yang telah ada dan dimiliki oleh setiap individu.
b. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki individu. Hal ini berarti bahwa langka pemberdayaan dapat diupayakan melalui kegiatan/aksi nyata seperti pendidikan, pelatihan, pemberian modal.
c. Melindungi masyarakat. Artinya dalam pemberdayaan, perlu adanya upaya langkah-langkah yang dapat mencegah persaingan yang tidak seimbangan, melalui keberpihakan atau adanya kesepakatan Pada penelitian ini menggunakan metode penelitian jenis deskriptif kualitatif. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah Pelaksanaan Program Gapoktan Desa Adow untuk meningkatkan produksi pertanian berjalan lancar. Semua program yang dilakukan oleh Gapoktan Desa Adow dapat terlaksana dan para petani akan mendapatkan ilmu dan tambahan pengetahuan untuk menjalankan usaha taninya. Selain itu, Gapoktan Desa Adow diakui berhasil meningkatkan produksi pertanian anggotanya.
Keberhasilan ini diraih berkat upaya para petani dan program Gapoktan Desa Adow untuk mendukung dan mendukung usaha tani tersebut (Kamuntuan, Posumah, & Tampi, 2019).
Kedua. Peneitian terdahulu dari Ella Latifarruhma, Tutik Dalmiyatun dan Dyah Mardiningsih yang berjudul “Peran Kelompok Tani Akasia Terhadap Keberdayaan Petani Padi Sawah Di Desa Cabean Kecamatan Demak Kabupaten Demak Jawa Tengah”. Pemberdayaan petani cukup efektif dilakukan dengan menggunakan sebuah kelompok, hal tersebut dikarenakan dapat secara menyeluruh menyentuh permasalahan petani. Selanjutnya pada kelompok tani dapat dilakukan sebagai kegiatan untuk belajar, melakukan
35
kegiatan kerjasama, sebagai unit produksi dan sebagai unit usaha. Petani membutuhkan ilmu untuk penyelesaian masalah yang dihadapi petani agar usahataninya dapat berjalan dengan baik dan produktivitas yang maksimal.
Bekerjasama antar petani dalam suatu kelompok akan lebih mudah daripada mengerjakan segala sesuatu secara individu. Terbentuknya suatu kelompok tani didasari oleh dimilikinya kesamaan persoalan yang dihadapi oleh petani.
Metode yang digunakan pada penelitian tersebut yaitu dengan melakukan wawancara dengan metode kusioner, selain itu metode pengolahan data menggunakan analisis deskriptif. Hasil dari penelitian tersebut menjelaskan cukup membantu dalam pengelolaan lahan sawah, selain itu petani padi sawah pada kelompok tani akasia sudah dikatakan berdaya karena mereka dapat mandiri dalam meghadapi masalah dan dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, sehingga kelompok tani bersifat menumbuh kembangankan hasil dari pertanian menjadi lebih baik (Latifarruhma, Dalmiyatun, & Mardiningsih, 2019).
Ketiga. Penelitian terdahulu dari Muh. Nasir, H. Muhlis Madani dan, Anwar Parawangi yang berjudul “Pemberdayaan Kelompok Tani Organik Di Kabupaten Bantaeng”. Pengembangan sektor pertanian harus mengedepankan pendekatan agroekologi. Singkatnya, pembangunan pertanian bukan hanya keinginan untuk meningkatkan produktivitas komersial, tetapi juga keinginan untuk memulihkan ekosistem. Situasinya adalah untuk mengurangi impor pestisida kimia, berhenti sesuai kebutuhan, mendirikan bank benih di desa-desa setempat dan produk pertanian alami olahan lainnya untuk menciptakan swasembada benih dan produk alami, dan infrastruktur pertanian pemerintah juga perlu dibangun untuk meningkatkan daya dukung lingkungan. Metode penelitian yang digunakan deskriptif kualitatif, sehingga dapat memaparkan fenomena yang ada dilapangan. Hasil dari penelitian tentang Program Pemerintah dalam Pendampingan Pemberdayaan Kelompok tani atau petani di Kabupaten Banteng atau program pemberdayaan petani yang didukung pemerintah, berdampak positif. Dampak yang dirasakan petani adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan untuk menunjang usahanya.
36
Proses pengembangan pemberdayaan padi organik dapat menjadikan inovasi solusi terhadap ketergantungan petani kepada pupuk kimia.
Keempat. Peneitian terdahulu dari Nani Nur’aeni dengan judul “Strategi Pemberdayaan Gabungan Kelompok Tani Oleh Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Dan Kehutanan (Bp3k) Kecamatan Cijeungjing Di Desa Ciharalang Kecamatan Cijeungjing Kabupaten Ciamis”. Pertanian Indonesia memiliki peran strategis, terutama sebagai pemasok pangan bagi masyarakat Indonesia, karena memberikan kontribusi yang cukup besar dalam penyediaan bahan baku industri dan menyerap tenaga kerja yang berdampak pada pengentasan kemiskinan dan perlindungan lingkungan. Saat ini kualitas angkatan kerja yang bekerja di sektor pertanian masih rendah. Permasalahan tersebut memerlukan sebuah strategi pemberdayaan lembaga terkait seperti Gapoktan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif analisis, penggunaan metode tersebut diharapkan mampu mengupas strategi yang dilakukan untuk pemberdayaan. Hasil penelitian strategi pemberdayaan Gabungan kelompok tani yang dikembangkan oleh Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Cijeungjing belum dilaksanakan dengan optimal. Keterbatasan yang muncul antara lain keterbatasan dana untuk menyediakan sarana dan prasarana penunjang kegiatan pertanian, kurangnya pendidikan dan pelatihan secara berkala bagi anggota Gabungan Kelompok Tani, kurangnya sumber daya, atau Gabungan Kelompok Tani termasuk kemampuan anggota untuk melakukan inovasi dalam mengelola usahanya.
Dari adanya masalah penghambat pemberdayaan tersebut lembaga terkait terus memberikan motivasi dan mengjak petani berfikir untuk kearah yang lebih bak (Nur’aeni, 2018).
Kelima. Penelitian terdahulu dari Rudi Hermawan yang diberi judul
“Peran Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga Di Desa Kulwaru Kecamatan Wates Kabupaten Kulon Progo”. Gapoktan merupakan sebuah lembaga yang dibentuk atas dasar meningkatkan pembangunan berkelanjutan pada sektor pertanian. Dengan melakukan pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan nonformal yaitu
37
pendekatan kelompok untuk mengatasi masalah pertanian. Program pemerintah untuk pertanian dan pembangunan pedesaan melalui Gapoktan.
Pembentukan dan pengembangan Gapoktan berlangsung di desa menurut prinsip otonomi daerah yang dicapai melalui prinsip otonomi dan pemberdayaan. Gapoktan merupakan penghubung antara petani desa dengan lembaga eksternal lainnya. Gapoktan memiliki fungsi untuk memenuhi modal pertanian, memenuhi kapasitas produksi, menjual hasil pertanian, dan menyediakan deretan informasi yang dibutuhkan petani. Metode penelitian yang digunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Hasil dari penelitian memaparkan bahwa keadaan masyarakat petani setelah adanya Gapoktan adalah dari pelaksanaan kegiatan pelatihan dan penyuluhan masyarakat memiliki kemampuan memberdayakan masyarakat serta sudah terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat petani. Keadaan keluarga petani dalam pemenuhan kebutuhan sandang, papan, dan pangan sudah terpenuhi serta pendidikan anak juga sudah sampai ke jenjang sekolah menengah atas (Hermawan, 2017).
Dari berbagai peneitian terdahulu yang ada diatas memiliki beberapa perbedaan, meskipun sama-sama membahas mengenai pemberdayaan terdapat beberapa perbedaan dari penlitian satu dengan yang lainnya. Pada penelitian terdahulu yang pertama, penelitian yang dilakukan oleh Deivi Kamuntuan, Johny H. Posumah, dan Gustaaf B. Tampi memiliki persamaan pada teori diambil, yaitu menggunakan teori yang Sumodiningrat , yang diperkenalkan oleh Ginandjar Kartasasmita. Dalam proses pemberdayaan yang dilakukan juga melalui Gapoktan. Selanjutnya pada penelitian yang kedua dari Ella Latifarruhma, Tutik Dalmiyatun dan Dyah Mardiningsih terdapat perbedaan yaitu melakukan analisis peranan keompok tani dalam proses pemberdayaan yang dilakukan, dalam bentuk pengolahan lahan persawahan.
Ketiga dari Muh. Nasir, H. Muhlis Madani dan, Anwar Parawangi merupakan proses pemberdayaan yang dilakukan yaitu meralisasikan sebuah progam tani organik. Proses pemberdayaan tersebut melalui kelompok tani, dan progam tersebut merupakan sebuah progam turunan dari pemerintah
38
daerah untuk direalisasikan sehingga untuk memajukan pertanian. Keempat dari Nani Nur’aeni, memiliki perbedaan yaitu peneliti melakukan analisis mengenai pemberdayaan kepada Gapoktan melalui Balai11Penyuluhan Pertanian, Perikanan, daniiiKehutanan (Bp3k). Pemberdyaan tersebut dilakukan untuk menunjang kinerja dari Gapoktan. Kelima, dari Rudi Hermawan memiliki permasaan yaitu untuk mengidentifikasi bagaimana bentuk peranan Gapoktan dalam melakukan pemberdayaan guna meningkatkan kesejahteraan petani.