• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Tentang Buku Foto Pagebluk di Akar Rumput

Foto dapat difungsikan menjadi media komunikasi visual, sebuah foto digunakan untuk melakukan pemberitahuan, untuk menyampaikan pesan kepada khalayak. Disini objek yang digunakan adalah objek foto, yang mana kemudian foto tersebut disebarluaskan oleh sebuah media, bisa berupa media online atau media cetak seperti halnya Buku Foto, majalah, koran atau yang lain. Sehingga buku foto merupakan kumpulan dari beberapa hasil foto atau kumpulan foto dari fotografer yang memiliki makna yang dapat dikomunikasikan sehingga dibentuk menjadi sebuah buku yang berisi arsip yang nantinya akan menjadi sejarah dikemudian hari.

Buku foto “Pagebluk di Akar Rumput” mencerminkan dari seluruh kejadian di Indonesia selama pandemi Covid-19. Buku ini membawakan kisah-kisah yang terjadi di akar rumput masyarakat Indonesia, beberapa orang yang kerap dipandang sebelah mata, sehingga dapat dibaca dan dilihat bersama. Buku ini melibatkan sepuluh fotografer dari sepuluh kota di Indonesia yang saling berkolaborasi. Fotografer tersebut diantaranya, Riska Munawarrah (Banda Aceh), Muhammad Fauzy (Medan), Agoes Rudianto (DKI Jakarta), Rizki Dwi Putra (Malang), Amal Purnama (Yogyakarta), Michael Eko Hardianto (Malinau), Iqbal Lubis (Makassar), Johannes P. Christo (Bali), Armin Septiexan (Kupang), dan Albertus Vembrianto (Papua). Kolaborasi dari sepuluh fotografer di Indonesia ini sepenuhnya mendapatkan dana hibah dari Kurawal Foundation.

B. Semiotika Sebagai Upaya Pemaknaan 1. Pengertian Semiotika

Pada abad ke-20, salah satu bidang kajian yang sangat besar, melebihi beberapa kajian seperti ilmu bahasa tubuh, seni yang beragam, komunikasi visual, mitos, media, artefak, isyarat, iklan, yang telah diangkat manusia dalam membuat makna merupakan bentuk semiotika (Marcel Danesi, 2010).

Dalam garis besar semiotika yang diartikan sebagai analisis simbol (the study of sign), pada umumnya menjadi studi mengenai berbagai kode, dimana suatu sistem apapun yang membuat kita melihat atau memaknai beberapa entitas tertentu sebagai beberapa tanda atau sesuatu yang memiliki makna dalam sebuah tanda (Kris Budiman, 2004).

(2)

Semiotika dikenal dari Yunani, yakni semion, yang memiliki arti tanda. Sehingga, semiotika dapat diartikan sebagai studi terkait tanda (sign) serta cara kerja tanda tersebut.

Istilah tersebut dipakai oleh beberapa pakar filsafat stoik pada ilmu bahasa Yunani Kuno.

Teori tanda ini dikembangkan oleh orang-orang stoik pada abad ketiga dan kedua sebelum masehi (M A. K. Halliday dan Ruqaiya Hasan, 1992).

Dalam perkembangan Semiotika, terdapat dua tokoh sentral yang mempunyai perbedaan latar belakang yakni Ferdinand De Saussure serta Charles Sanders Pierce.

Saussure mempunyai pandangan terkait semiotika merupakan sebuah teori yang membahas beberapa tanda yang termasuk pecahan dari kehidupan sosial (Arthur Asa Berger, 2010). Dimana Saussure mempunyai latar belakang keilmuan linguistik.

Pandangan terhadap tanda bagi dia merupakan sesuai yang memiliki makna atau dapat artikan melalui pemeriksaan hubungan antara dua variabel yaitu tanda dan penanda dimana hubungan tersebut merupakan hubungan signifikansi. Dalam hal ini sosial dibutuhkan untuk mengartikan sebuah tanda hal dan ditegaskan oleh Saussure. Tanda yang dimaksudkan yaitu berupa gambar dan bunyi-bunyian (Alex Sobur, 2006).

Disebutkan juga objek yang telah mempunyai arti merupakan unsur lain ketika proses penandaan. Dapat diambil contoh, apabila terdapat orang menyebutkan kata “babi”

dengan tanda umpatan hal tersebut dapat bertanda kesialan. Sehingga petanda dan penanda merupakan satu-kesatuan, tidak dapat dilepaskan, layaknya dua sisi mata koin.

Sehingga Saussure meningkatkan bahasa dalam sudut pandangnya.

Berbeda dengan pandangan tokoh Charles Sanders Pierce yang berasal dari Amerika, dimana semiotika mempunyai arti sesuatu yang dapat dikaitkan dengan akal logika (Kris Budiman, 2004). Nalar manusia dipelajari oleh logika dengan melalui tanda- tanda hal tersebut disampaikan oleh Pierce. Tanda tersebut dapat membuat manusia mempunyai pikiran, melakukan komunikasi dengan individu lain terkait apa yang ditampilkan di kehidupan manusia dapat memberikan makna. Pierce menyebutkan tanda- tanda sesuai pandangannya bisa berbentuk simbol visual yang memiliki sifat verbal maupun non-verbal. Lambang disini juga bisa dikatakan sebagai tanda, dimana lampu berwarna merah merupakan perwakilan dari sebuah larangan.

Adanya pandangan yang berbeda dari kedua tokoh dalam menganalisis dan memaknai semiotika terlihat jelas bahwa sebuah tanda mampu diartikan atau mempunyai sebuah makna. Sausurre menganalisis semiotika dengan bahasa yang diturunkan oleh manusia. Pierce mengkaji semiotika melalui akal logis atau kemampuan manusia dalam

(3)

berpikir ketika menyaksikan sebuah simbol yang mempunyai makna dalam kehidupan sosial.

Semiotika terdiri dari tiga bagian penelitian (branches of inquiry) diantaranya sintatik, semantik, serta pragmatik. Sintatik yakni bagian penelitian yang mepelejari keterkaitan formal satu tanda dan tanda lain dengan memperhatikan perkataan serta interpretasi. Semantik merupakan bagian penelitian semiotika yang mengkaji keterkaitan tanda dan desain beberapa objek sebagai acuannya. Desain yang dimaksud dalam hal ini merupakan makna tanda yang digunakan sebelum urutan tertentu hal tersebut disampaikan oleh Moris. Pragmatik yaitu bagian penelitian semiotika yang mengkaji keterkaitan tanda dengan interpretasi. Bagian penelitian semiotika ini ketiga cabangnya disampaikan oleh Moris dimana ketiga-tiganya memiliki keterkaitan yang dimaknai sebagai tingkatan makna dalam tanda (Anton Freedy Susanto, 2005). Ketiga bagian tersebut mempunyai spesifikasi serta objek pembahasan sendiri, sehingga ketika diimplementasikan dalam metode analisa mampu menciptakan pemaknaan atau pembacaan yang lebih dalam.

Terdapat juga beberapa komponen semiotik yang sangat penting, diantaranya komponen tanda, komponen aksis tanda, komponen tingkatan tanda, serta komponen hubungan antar tanda. Beberapa komponen tersebut termasuk komponen utama yang memperhatikan praktik sosial, ekonomi, politik, seni dan budaya. Hal tersebut dipandang sebagai fenomena bahasa serta tanda. Aksis tanda merupakan pengkombinasian tanda yang sesuai dengan ketentuan dan kode khusus, sehingga ekspresi yang dihasilkan mempunyai makna. Selanjutnya, Roland Barthes melakukan pengembangan terkait tingkatan tanda dimana memiliki dua tingkatan seperti denotasi (makna sebenarnya) serta konotasi (makna tidak sebenarnya). Komponen terakhir yaitu keterkaitan antar tanda dimana keterkaitan tanda mempunyai dua macam interaksi, yakni metafora dan metomini.

Dalam studi semiotik terdapat tiga macam diantaranya tanda, kode, serta kebudayaan. Dimana tanda merupakan kode, dan kode merupakan medan asosiatif yang mempunyai pemikiran struktural. Kode dalam hal ini termasuk sesuatu hal atau jenis yang pernah diperhatikan, dibaca, didengar, dan dirasakan dengan hal itu konstitutif bagi penulis (Roland Barthes, 2010).

Suatu tanda hanya dapat dimengerti dan dipahami oleh individu yang sedang menggunakan. Kode dalam studinya membahas mengenai pengembangan proses kode untuk melengkapi kebutuhan masyarakat dalam mengeksploitasi komunikasi yang ada.

(4)

Tanda dan kode dapat ditemui dimana saja, dapat diambil contoh foto Donald Trump karya Nadav Kander dimana mempunyai makna pemimpin yang tegas dengan melihat sisi ekspresi wajahnya dan latar merah yang mensimbolkan berani dan tangguh. Foto disebut dipakai pada tahun 2016 oleh Donald Trump sebagai kampanye pemilihan Presiden Amerika Serikat.

2. Tokoh Semiotika

a. Ferdinand de Saussure

Ferdinand de Saussure berasal dari Swedia mempunyai keahlian di bidang linguistik dan merupakan tokoh semiotika. Saussure salah satu pengaruh yang menyebabkan semiotika mempunyai hubungan yang erat dengan linguistik struktural. Dapat disimpulkan bahwa semiotika modern di Eropa merupakan hasil dari ide Saussure. Istilah semiologi digunakan oleh Saussure untuk mengetahui keberadaan tanda.

Berdasarkan konsep tanda, sistem tanda dapat ditandai dengan bahasa sesuai yang disampaikan oleh Saussure. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa bahasa terjadi dari berbagai tanda, dimana saling memiliki keterkaitan satu sama lain yang akan membuat bentuk sebuah sistem, contoh sistem kosa kata, sistem pembuat bentuk kata, sistem kalimat dan sebagainya. Kemudian seluruh sistem dalam bahasa yang saling terkait akan membuat bentuk suatu sistem yang lebih besar, dimana disebut dengan sistem tanda bahasa. Sehingga, ketika membahas mengenai bahasa, kita dapat belajar atau memahaminya sebagai sistem tanda (Roland Barthes, 2010).

Jadi seperti itulah Saussure dalam mengaplikasikan semiotika di bidang linguistik dan pada penjabaran semiotika melalui konsepsi struktural terkait bahasa dapat terlihat jelas.

b. Charles Sanders Pierce

Charles Sanders Pierce yang biasanya dipanggil Pierce berasal dari Amerika mengungkapkan keilmuan segitiga makna (triangle meaning) dalam semiotika yang terbagi dari tiga elemen utama diantaranya tanda (sign), objek, serta interpretant (Alex Sobur, 2006). Tanda merupakan suatu hal yang bisa terlihat oleh panca indera manusia dimana mempunyai makna atau berfokus pada sesuatu hal lain di luar dari tanda tersebut. Pierce juga mengatakan tanda merupakan suatu simbol dari hasil kesepakatan. Sedangkan objek merupakan acuan dari tanda itu

(5)

sendiri. Objek juga merupakan konteks sosial dari hasil yang dirujuk oleh tanda itu sendiri.

Cara berpikir orang menggunakan tanda-tanda dan menafsirkannya dalam arti atau makna tertentu yang timbul dikarenakan memaknai suatu objek tertentu yang dirujuk sebuah tanda. Bagaimana makna dapat muncul dari seseorang yang menggunakan tanda dalam komunikasi, hal tersebut merupakan hal yang perlu diperhatikan pada proses semiotika. Dapat diambil contoh dalam kehidupan sehari- hari, seorang berpenampilan memakai kemeja polos hitam dan celana polos hitam, maka orang tersebut sedang menyampaikan dirinya pada orang lain yang dapat mengartikan sebagai tanda keharmonisan dan keseimbangan. Hal tersebut sama halnya dengan hasil karya foto Richard Kalvar dimana memotret sebuah foto kontemporer yang mengartikan sebuah drama kecil yang membuat orang berpikir, merasakan, bermimpi, berfantasi dan tersenyum. Ini bukan hanya tentang mengabadikan momen indah tetapi beliau ingin menghiptonis seseorang penikmat foto.

c. Roland Barthes

Roland Barthes mengkaji semiotika menjadi tiga kajian yaitu denotasi, konotasi dan mitos. Pada tahun 1915-1980 teori yang dikemukakan oleh Roland Barthes dikembangkan menjadi dua tingkatan penandaan, yaitu denotasi dan konotasi (Roland Barthes, 2010). Denotasi yaitu tingkat pertandaan dimana dijelaskan keterkaitan antara penanda serta petanda di kehidupan nyata, yang memperoleh hasil makna eksplisit, langsung serta pasti. Konotasi yaitu tingkat pertanda yang didalamnya menjabarkan keterkaitan antara penanda serta petanda yang di dalamnya mengandung makna yang tidak eksplisit, tidak langsung dan tidak pasti.

Barthes merupakan penerus pemikiran yang ditimbulkan oleh Saussure dikarenakan pemikiran yang dihasilkan dari kalimat yang sama kemungkinan menginformasikan makna yang beda pada individu yang memiliki atau berada dalam situasinya, akan tetapi tidak terlalu menarik karena kalimat yang sama bisa saja menginformasikan makna yang beda.

Dari ide tersebut dengan menfokuskan hubungan antar teks dan pengalaman setiap individu dan kultural dari pengguna, hubungan antara konvensi pada teks dengan konvensi yang terjadi sesuai harapan pengguna. Pemikiran Barthes ini dikenal dengan "two order of signification", terdapat denotasi makna

(6)

sesungguhnya serta konotasi arti ganda yang ada dari pengalaman pribadi. Dari pendapat dan pemikiran inilah yang membuat beda Barthes dan Saussure meskipun istilah yang digunakan oleh Barthes tetap memakai signifier-signified yang diusung oleh Saussure (Roland Barthes, 2010).

3. Konsep Semiotika Roland Barthes

Dalam buku “Imaji, Musik dan Teks” Barthes menyatakan bahwa penafsiran terhadap foto mempunyai sifat historis, dalam hal ini pembaca harus mengerti sisi dari latar belakang suatu foto yang akan ditelaah yang dirangkai dalam rangkaian visual (Roland Barthes, 2010). Pernyataan tersebut dapat dipakai dalam mengartikan atau memaknai tanda pada sebuah buku foto seperti “Pagebluk di Akar Rumput”. Merekam visual kejadian-kejadian di Indonesia selama terjadi pandemi Covid-19 yang begitu relevan terhadap dinamika sosial budaya, peradapan dan ekonomi masyarakat Indonesia.

Simbol atau kode dapat ditemui dimana saja, seperti rambu lalu lintas “parking no area” yang berada di pinggir jalan atau di beberapa tempat. Rambu tersebut memberikan atau memberitahukan bahwa di area tersebut dilarang parkir. Rambu tersebut termasuk tanda atau kode yang disesuaikan dengan perannya (Alex Sobur, 2006). Banyak buku- buku yang diciptakan oleh Barthes diantaranya yaitu “le degree zero de l`ecriture” atau

“nol derajad di bidang menulis” pada tahun 1977.

Barthes menyatakan bahwa signifikansi tahap pertama adalah interaksi antara signifier dan signified pada sebuah tanda tehadap realitas eksternal. Dalam tahap pertama ini denotasi disebutkan oleh Barthes merupakan makna paling realita dari tanda. Untuk memperlihatkan signifikansi tahap kedua yaitu menggunakan Konotasi. Dari kedua tersebut dapat menunjukkan hubungan ketika sebuah tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta dari berbagai nilai kebudayaan. Isi dari signifikansi tahap kedua tanda bekerja melalui mitos (Alex Sobur, 2006).

Denotasi mengacu pada interaksi antara simbol interpretatif dan referensi mereka ke realitas, memperoleh hierarki makna yang eksplisit, langsung, dan tidak ambigu. Pada saat yang sama, intensi merupakan tingkat penandaan yang menerangkan interaksi penanda dan petanda, di mana makna implisit dan tersembunyi berperan.

Tabel 1

Tabel tanda Roland Barthes Signifier

(Penanda)

Signified (Petanda)

(7)

Denotative (Tanda Denotatif) CONNOTATIVE SIGNIFIER (PENANDA KONOTATIF)

CONNOTATIVE SIGNIFIED

(PETANDA KONOTATIF) CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)

Sumber: Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006)

Tabel 1 merupakan peta Barthes dimana tanda denotative (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Tetapi pada saat bersamaan, tanda denotatif juga merupakan penanda konotatif (4). Sehingga hal tersebut memiliki kata lain merupakan unsur material: dapat diambil contoh Jika Anda mengerti simbol "Singa", itu mungkin berarti, seperti harga diri, kejam, dan keberanian.Oleh karena itu, dalam konsep Bart, simbol konten tidak hanya memiliki makna tambahan, tetapi juga mencakup dua bagian dari simbol eksternal sebagai dasar keberadaannya (Alex Sobur, 2006).

Dari pernyataan dan contoh diatas semiotik Roland Barthes mengacu pada tiga hal diantaranya: denotasi, konotasi serta mitos. Mitos yang terkandung pada suatu foto atau gambar dihasilkan dari mgnekombinasikan makna denotasi dan makna konotasi.

Sehingga pada penelitian ini mitos tidak digunakan karena pada buku foto “Pagebluk di Akar Rumput” foto atau gambar yang terkandung diambil dari realita kehidupan sosial di Indonesia dan diberbagai tempat di Indonesia.

C. Fotografi Sebagai Representasi Realitas 1. Pengertian Fotografi

Fotografi bukan sekedar teknologi untuk membuat sebuah gambar sederhana atau semata, fotografi juga termasuk alat yang digunakan untuk mengabadikan suatu peristiwa menjadi sebuah kutipan gambar yang bersejarah (Oscar Motuloh, 2013).

Dalam pengertiannya secara umum fotografi merupakan teknologi yang dapat membekukan waktu atau memberhentikan waktu dalam bentuk gambar. Hal tersebut dibantu oleh kertas dan film yang menjadi kenyataan, baik secara hitam-putih maupun mempunyai warna. Dari pernyataan tersebut sebuah foto adalah bentuk satu momen dari serangkaian gerak (Oscar Motuloh, 2013).

(8)

Abad 17 merupakan sejarah fotografi yang dicatat dan dikenal sebagai pra- fotografi, camera obscura dimanfaatkan oleh para astronom untuk merekam konstelasi bintang-bintang secara akurat. Dari penggunaan camera obscura oleh astronom kemudian penggunaannya berkembang untuk kegiatan di bidang yang lainnya, seperti seni lukis dalam abad 18 dan 19, kemudian sebagai mesin gambar untuk merekam dan menghadirkan realitas visual (Seno Ajidarma Gumira, 1985).

Fotografi merupakan penghasilan gambar dan seni melalui cahaya permukaan yang dipekakan atau film, pernyataan ini menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kata Fotografi terbagi dari dua kata dalam bahasa Yunani, yakni Photos yang mempunyai arti cahaya, dan Graphein berarti menulis atau melukis. Dalam pengertian dibidang seni rupa, fotografi merupakan proses menulis atau melukis dengan memanfaatkan cahaya.

Dari beberapa pendapat mengenai fotografi dapat diartikan bahwa fotografi berarti sebuah proses untuk menghasilkan suatu foto atau gambar dari sebuah objek dengan merekam pemantulan cahaya yang mengenai sebuah objek tersebut pada media yang peka terhadap cahaya.

Dalam Buku Foto “Pagebluk di Akar Rumput” terdapat kumpulan Fotografer yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia berkolaborasi menyajikan visual yang begitu peka dan detail, berbicara dan menyampaikan pesan kepada masyarakat Indonesia.

Fotografi tidak hanya menghasilkan pesan melalui sebuah gambar, melainkan juga mengandung unsur seni yang menghasilkan sebuah mahakarya yang indah dan mempunyai nilai seni tinggi dan juga bisa dinikmati oleh masyarakat luas.

Seorang pelukis dan fotografer dari Prancis yang bernama Henry Cartier-Bresson merupakan pencetus teori dalam bidang fotografi dessesive moment. Dimana teori ini menyatakan saat mata, hati dan pikiran melebur ketika shutter ditekan dan merekam sebuah gambar. Dalam teori ini selain menguasi dalam mengoperasikan kamera, diperlukan nilai estetik ketika menyusun komposisi untuk menghasilkan karya foto yang mempunyai nilai seni, sehingga memperoleh hasil karya foto yang mengandung nilai seni dan bisa dinikmati.

Oleh sebab itu, dalam buku foto “Pagebluk di Akar Rumput”, seluruh fotografer yang berkolaborasi merekam peristiwa penting dalam sejarah peradapan masyarakat Indonesia dalam mengatasi Covid-19 dimana banyak makna yang disampaikan dari kehidupan sosial, ekonomi dan budaya. Karya foto yang dihasilkan memiliki unsur seni didalamnya dan mempertimbangkan komposisi dalam menghasilkan karya foto.

(9)

2. Sekilas Sejarah Fotografi Indonesia

Masa kolonialisme yang dilakukan oleh Belanda merupakan sejarah awal masuknya fotografi di Indonesia. Fotografi di Indonesia sudah memiliki usia yang sangat lama, akan tetap hal tersebut tidak selaras dengan perkembangan fotografer lokal atau dari Indonesia, dikarenakan kamera pada saat itu merupakan barang mewah. Selain hal tersebut Belanda pada saat itu proses dokumenternya dan penggunaan kamera masih dipercayakan pada ilmuan dari negerinya dan dalam fungsinya kamera hanya berfungsi untuk kepentingan kolonialisasi (Rengky Sujarwo, 2013). Tahun 1841, Kementerian Kolonial Belanda diperintahkan untuk mengabadikan dan mengumpulkan informasi mengenai kondisi alam di Batavia.

Kassian Cephas merupakan fotografer pribumi pertama dan anak angkat dari 7 pasangan Belanda dengan karya foto pertama kali di tahun 1975. Nama Kassian Cephas terkenal di dunia fotografer Ke

raton Yogyakarta dimana pada saat itu berada dalam era kekuasaan Sri Sultan Hamengkubuono ke-VII (Taufan Wijaya, 2011).

Perkembangan fotografi di Indonesia semakin maju setelah salah satu Antara (kantor berita) mendirikan Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA) pada tahun 1992.

GFJA merupakan sebuah galeri dan menyediakan sebuah lembaga pelatihan untuk pelaku fotografi dan sudah menghasilkan fotografer banyak yang berkualitas. Sampai sekarang fotografi semakin berkembang di Indonesia dan di era sekarang fotografi menjadi kebutuhan sehari-hari dalam kehidupan sosial.

3. Unsur-unsur dalam Fotografi

Foto tampak buruk dan dapat menginformasikan makna apabila tidak terbantu oleh kemampuan fotografernya. Fotografer diharuskan bisa memperoleh momen yang spesifik atau menentukan moment tersebut untuk membedakan antara foto dan video.

Kebutuhan sudut pengambilan gambar, teknik fotografi, komposisi, serta elemen visual lainnya digunakan sebagai bala bantuan yang bermanfaat. Foto tidak hanya dibuat dengan mengambil foto, tetapi fotografer harus mampu menyampaikan pesan melalui foto. Ada dua jenis faktor yang perlu dipertimbangkan: teknis serta estetika.

a. Pencahayaan

Karena fotografi mempunyai arti menggambar dengan cahaya, maka kegunaan utama dalam menciptakan sebuah karya fotografi adalah cahaya. Foto tidak ditampilkan tanpa pencahayaan. Dengan memahami dasar-dasar fotografi untuk membuat foto,

(10)

Perlu mengetahui cara mengontrol cahaya dan menciptakan objek dengan pencahayaan yang dibutuhkan. Dasar pemahaman tentang materi fotografi yaitu segitiga fotografi.

Segitiga dalam foto terdiri dari ISO (Organisasi Internasional untuk Standardisasi), aperture, dan kecepatan rana. Segitiga ini adalah pemahaman dasar fotografer untuk membuat foto dengan pencahayaan yang sempurna. Dalam dunia fotografi dikenal tiga istilah lighting yaitu normal exposure (normal), underexposure (rendah), dan overexposure (tinggi) (Soelarko, 1978).

Eksposur merupakan proses memasukkan cahaya dalam mengekspos media peka cahaya dalam bentuk film atau sensor digital di kecerahan tertentu untuk membuat gambar. Terdapat tiga komponen dalam mengatur tingkat iluminasi, diantaranya:

1) Kecepatan rana atau shutter release (s), jendela pada kamera yang menyesuaikan banyaknya cahaya diterima kamera dengan membuka dan menutup dalam satuan waktu tertentu, memungkinkannya untuk mengatur kecepatan cahaya yang masuk ke kamera.

Unit nomor indikator mulai dari: blub, 1/4; 1/5; 1/8, 1/10; 13/1; 1/15; 1/20; 1/25; 1/30;

1/40; 1/50; 1/60; 1/80; 1/100; 1/125; 1/160; 1/200; 1/250; 1/320; 1/400; 1/500; 1/640;

1/800; 1/1000; 1/1250; 1/1600; 1/2000; 1/2500; 1/3200; 1/4000.

2) Diafragma (f/) menyesuaikan pelebaran lensa, dan mengontrol jumlah masuknya cahaya ke kamera. Indikator dimulai dengan: 1,2; 1,4; 1,8; 2; 2,8; 3,5; 4; 4,5; 5,0; 5,6;

6,3; 7,1; 8; 9; 10; 11; 13; 14; 16; 18; 20; 22; 25; 29; 32.

3) Nilai sensitivitas di mana film atau sensor digital menerima cahaya, disebutkan dalam satuan Organisasi Standar Internasional (ISO). Nomor indikator dari: 50; 100;

200; 400; 800; 1600; 3200; 6400.

Untuk mengetahui akurasi pencahayaan di posisi kecerahan tertentu, pengukur cahaya dipakai dengan kamera dan pengukur cahaya genggam. Light meter dapat digunakan sebagai panduan untuk mendapatkan kondisi pencahayaan eksposur pada kombinasi aperture (f/), kecepatan (s), dan ISO yang benar (normal/benar), kurang (di bawah), dan lebih (lebih). Light meter adalah senyawa peka cahaya. Saat cahaya mengenai pengukur cahaya, pengukur cahaya memberi tahu Anda berapa kecepatan dan berapa banyak bukaan yang digunakan (Audy Mirza Alwi, 2004:40).

Jika memperhatikan dari sumber cahaya, cahaya mempunyai dua macam pencahayaan. Matahari yang merupakan cahaya alami (available light). Sedangkan cahaya dari bermacam jenis lampu, lilin, flash / lampu flash termasuk cahaya buatan.

Agar memperoleh cahaya normal, fotografer perlu memahami pengaturan diafragma, kecepatan, dan kedalaman bidang.

(11)

Kecepatan rana adalah nilai kecepatan di mana jendela rana membuka dan menutup. Cepatnya rana terbuka dan tertutup (kecepatan tinggi, banyak), maka cahaya yang masuk makin sedikit. Di sisi lain, lsmanya rana membuka dan menutup (lambat, lebih sedikit), maka membuat cahaya masuk dengan banyak.

Diafragma merupakan pelat baja dan disertakan pada kamera yang mampu diubah ukurannya. Bukaan dapat disesuaikan dengan mengubah cincin di sekitar lensa atau angka bertahap pada bodi kamera. Pengertian diafragma adalah, "makin besar diafragma (ditunjukkan dengan angka kecil), makin banyak cahaya yang bisa lolos ke kamera melalui lensa". Sebaliknya, "makin kecil diafragma (ditunjukkan dengan angka besar) maka makin sedikit cahaya yang bisa lolos ke dalam kamera melalui lensa"

(Audy Mirza Alwi, 2004:50).

b. Teknik Pemotretan

Selain mendalami ketiga elemen pencahayaan atau yang dikenal dengan istilah fotografi segitiga (triangle photography). Dalam dunia fotografi, fotografer harus menguasai teknik dasar sebagai berikut:

1) Moving

Moving atau gerakan merupakan teknik fotografi yang menggunakan unsur- unsur gerakan untuk menciptakan sebuah karya fotografi. Penting untuk dicatat bahwa objek dalam foto mengandung kombinasi karya yang bergerak atau tidak diam. Lakukan teknik ini memanfaatkan kecepatan sedang hingga rendah agar memperoleh foto yang berisi aktivitas gerak objek.

2) Freeze

Freeze merupakan metode memotret subjek yang bergerak dan kemudian menghentikan (membekukan) subjek tersebut. Momen seperti klimaks dari sebuah peristiwa.

3) Panning

Panning adalah metode pengambilan gambar melalui pergerakan kamera yang sesuai dengan pergerakan subjek. Hal ini agar gerakan yang dibuat dapat terekam oleh kamera. Keburaman garis hanya merekam jejak di bagian latar belakang suatu objek foto (Audy Mirza Alwi, 2004:62).

4) Siluet

Siluet merupakan teknik pemotretan dimana kamera diarahkan secara langsung ke datangnya cahaya sedangkan subjek foto dengan kamera berada di tengah

(12)

sumber cahaya. Alhasil, objek foto menjadi gelap sedangkan background (sumber cahaya) terang, menghasilkan siluet (objek lebih gelap dari background).

Jika menggunakan teknik ini, foto akan tampak lebih indah dan dinamis. Foto kontekstual menggunakan teknologi yang diperlukan untuk membuat objek terlihat seperti sebenarnya.

c. Sudut Pandang

Sudut pandang (angle) dalam pengambilan gambar terdiri dari lima diantaranya:

(Audy Mirza Alwi, 2004:46).

1) Frog Eye

Kamera Forge Eye jauh lebih rendah dari objek. Mata katak, artinya selalu berada pada posisi sama dengan mata katak, melihat ke atas ke objek. Melalui sudut ini, objek yang ditunjukkan akan tampak lebih tinggi serta lebih besar dalam arti tersendiri. Kamera pada posisi mendekati vertikal ke atas, dan sudut pandang lebih dari 45 derajat dari bawah yang mengarah ke atas.

2) Low Angle

Menempatkan kamera sudut lebih rendah dari objek, atau buat objek foto menjadi terkesan tinggi melalui kamera yang membuat objek terlihat tinggi dan diperbesar. Sudut yang digunakan berkisar 45 derajat ke bawah.

3) Eye Level

Adalah sudut pandang di mana kamera ditempatkan selaras dengan suatu objek untuk menciptakan foto objek yang hampir dekat dengan bayangan mata manusia saat dilihat.

4) High Angle

High angle Ini yaitu persepsi di mana subjek ditempatkan di bawah kamera, atau kamera berada di atas subjek sehingga objek yang muncul di jendela bidik tampak lebih kecil. Sudut pemotretan berada tepat di atas subjek, bidikan semacam itu memiliki makna dramatis, yakni kecil atau kerdil. Penggunakan sudut kamera biasanya 45 derajat di atas kepala, tetapi tidak terlalu lebar.

5) Bird Eye

Adalah gambar yang diambil pada ketinggian yang ditentukan sehingga menunjukkan pemandangan yang begitu luas dengan objek lain yang terlihat begitu kecil di bawahnya. Foto pada umumnya diambil dari helikopter atau dari

(13)

bangunan tinggi. Posisi kamera mendekati tegak lurus dengan tanah, dan menggunakan sudut pandang lebih dari 45 derajat ke atas-bawah.

d. Komposisi

Komposisi adalah penempatan unsur-unsur pada sebuah foto, menghasilkan keserasian antara suatu objek yang menjadi spot dan berbagai elemen lain yang memperkuat dan menyempurnakan objek tersebut (Suparno Sulistiyo, 2002). Anda dapat menyesuaikan komposisi saat membuat foto dengan beberapa cara, antara lain:

1) Rule of Third (1/3)

Rule of third atau artinya 1/3 merupakan kombinasi posisi benda dan ruang di sekitar benda. Sejajarkan objek utama dengan posisinya. Objek utama pada umumnya hanya 1/3 dari ruang, 3/3 dari total ruang kosong.

2) Diagonal

Komposisi diagonal adalah subjek diposisikan dari angle gambar sehingga terkesan seperti salib dalam gambar. Komposisi diagonal kerap dimanfaatkan oleh fotografi arsitektur.

3) Kurva

Kurva merupakan komposisi yang tujuannya adalah objek gambar "S" yang membuat gambar tampil menarik.

4) Warna

Pada makalah tentang literasi visual yang diproduksi oleh Pannaphoto Institute bekerja sama dengan mentor Edy Pournomo sebagai fotografer lepas, ia menerangkan bahwasannya warna termasuk dalam penelitian. Karena warna adalah tanda, mereka mempunyai interpretasinya sendiri dan mendukung serta menyempurnakan simbol lainnya (Edi Purnomo, 2006).

Pewarna ini ada dalam budaya Barat, dan budaya yang berbeda memiliki asosiasi warna yang berbeda. Di negara Asia, putih melambangkan kemurnian dan Meksiko memakai warna biru. Namun, makna berbagai warna ini dominan di banyak negara.

Warna juga berperan sebagai tanda dan budaya yang menyesuaikan pada konteks yang menyertainya. Berikut adalah macam-macam penanda: Hitam mengkilap memperlihatkan keausan formal dan derajat, dan hitam kusam berarti kesedihan atau kematian. Biru: kesopanan, kejantanan, kedamaian batin. Hijau:

(14)

lingkungan, kesehatan serta kesuburan. Coklat: bumi, istirahat. Kuning:

kebahagiaan, kesuksesan, kecerdasan. Oranye: Penguasaan spiritual yang menyedihkan. Merah: gairah, vitalitas, kreativitas, dan kehangatan (Humaniora, 2012:3).

Menyesuaikan komposisi sebuah gambar tidak hanya berfungsi sebagai pemanis tampilan foto, tetapi juga membantu fotografer memaksimalkan pesan yang akan ia sampaikan pada karyanya. Komposisi ibarat melengkapi estetika fotografi, dan selain memberitahukan nilai pesan serta informasi, estetika merupakan penambah elemen dan pemanis visual fotografi.

Referensi

Dokumen terkait

diantaranya yakni kebijakan pemerintah, penetapan peraturan perundang-undangan, atau bahkan putusan pengadilan. Prinsip Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Warga Negara

Hal ini sejalan dengan tiga dari tujuh asumsi Blumer (1969) dalam West- Turner (2008:99), yaitu: 1) manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasarkan makna yang

Hasil penelitian membuktikan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara self-efficacy dengan performa atlet, terdapat korelasi yang signifikan antara mental toughness dengan

Verifikator BPJS melakukan verifikasi berkas kalim sebelum diajukan oleh fasilitas kesehatan dengan tujuan untuk menguji kebenaran dan kelengkapan administrasi

Terapi kelompok terapeutik dapat meningkatkan kemampuan kognitif sesuai dengan tujuan terapi kelompok terapeutik dalam kelompok adalah meningkatkan potensi yang

Dari hasil penelitian ini akan terlihat bagaimana mahasiswa menerapkan peraturan tata guna lahan pada hasil tugas SPA 3 sesuai ketentuan yang telah diatur dalam RTRW

(2006), “Analisis faktor psikologis konsumen yang mempengaruhi keputusan pembelian roti merek Citarasa di Surabaya”, skripsi S1 di jurusan Manajemen Perhotelan, Universitas

Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi pemustaka tentang layanan sirkulasi mandiri dengan tingkat kepuasan pemustaka di Perpustakaan