• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Jagung (Zea mays L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Jagung (Zea mays L.)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jagung (Zea mays L.)

Tanaman jagung merupakan salah satu tanaman pangan jenis biji-bijian.

Morfologi tanaman jagung terbagi atas beberapa bagian utama yaitu akar, batang, daun, bunga, dan buah (tongkol). Tanaman jagung berakar serabut, memiliki batang tegak dan tidak bercabang, serta terdiri atas beberapa ruas dan buku ruas.

Pada buku ruas akan muncul tunas yang akan berkembang menjadi tongkol jagung. Tanaman jagung memiliki tinggi 60 – 300 cm tergantung dari varietasnya.

Daun pada tanaman jagung berbentuk memanjang dan mempunyai ciri bangun pita (lingulatus), ujung daun runcing (acutus), tepi daun rata (integer). Bunga jantan dan bunga betina pada tanaman jagung terpisah dalam satu tanaman (monoecious). Bunga jantan tumbuh di bagian pucuk tanaman jagung, yaitu berupa karangan bunga (inflorescence). Bunga betina berupa tongkol yang tumbuh di antara batang dan pelepah daun (Aris, 2016).

Gambar 1. Tanaman Jagung (Sumber : Outlook Jagung, 2015) Secara umum kedudukan taksonomi tanaman jagung adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Superdevision : Spermatophyta Division : Magnoliophyta Class : Liliopsida Subclass : Commelinidae Order : Cyperales

Family : Poaceae

Genus : Zea

Spesies : Zea mays L.(USDA, 2014)

(2)

Jagung kaya akan komponen pangan fungsional yang diperlukan oleh tubuh, seperti makronutrien, mineral, dan vitamin. Komponen dasar biji jagung secara kimiawi terdiri atas karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, protein (USDA, 2016).

Tabel 1. Kandungan Gizi Jagung per 100 gram

Kandungan Gizi Jumlah

Air (g) 10,37

Energi (kkal) 365

Protein (g) 9,42

Lemak (g) 4,74

Karbohidrat (g) 74,26

Kalsium (mg) 7

Besi (mg) 2,71

Magnesium (mg) 127

Fosfor (mg) 210

Kalium (mg) 287

Thiamin (mg) 0,385

Riboflavin (mg) 0,201

Niasin (mg) 3,625

Sumber : United States Departement of Agriculture (2016)

Jagung merupakan tanaman pangan yang mengandung tinggi karbohidrat, dimana kandungan karbohidrat utama yaitu pati sebesar 72-73%. Kandungan pati jagung terdiri dari amilosa dan amilopektin, dengan rasio berkisar antara 25-30%

dan 70-75%. Komposisi amilosa dan amilopektin pada biji jagung berpengaruh pada sifat sensori, terutama tekstur dan rasa. Semakin tinggi kandungan amilopektin maka tekstur jagung semakin lunak, pulen, dan rasa lebih enak, sehingga berpengaruh pada sifat amilografinya (Suarni, 2019).

Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas bahan pangan yang banyak ditemukan di Indonesia. Jagung sendiri menduduki urutan ke dua pada komoditas pangan utama setelah padi, yang ikut berperan dalam peningkatan perekonomian dan pertanian di Indonesia (Panikkai, 2017). Tanaman jagung mempunyai fungsi beranekaragam, diantaranya adalah sebagai bahan pangan (food), pakan (feed), bahan bakar (fuel), dan bahan baku industri (fiber). Pemanfaatan tanaman jagung di Indonesia lebih dari 58% digunakan untuk kebutuhan pakan ternak, sedangkan untuk kebutuhan pangan hanya sekitar 30%, dan sisanya untuk kebutuhan industri dan benih (Kementan, 2013). Namun pemanfaatan jagung dalam bidang pangan saat ini juga sudah banyak dilakukan. Pembuatan pati dari jagung adalah salah

(3)

satu produk utama olahan jagung yang banyak dikembangkan sebagai bahan baku untuk olahan pada bidang pangan.

2.2 Pati

Pati merupakan suatu bahan penyusun yang paling banyak terdapat di alam, yang merupakan karbohidrat cadangan pangan pada tanaman. Pati banyak disimpan pada umbi-umbian, biji-bijian, batang dan buah. Pati juga merupakan zat gizi penting bagi tubuh manusia, dimana kebutuhan energi dalam tubuh manusia hampir 80% merupakan karbohidrat. Bentuk, ukuran, struktur, dan komposisi kimia pati dipengaruhi oleh jenis tanaman asal pati. Sifat pati tergantung pada panjang rantai karbonnya, serta lurus atau bercabangnya rantai molekul. Pati tersusun paling sedikit terdiri dari tiga komponen utama yaitu amilosa, amilopektin, dan material lain seperti protein dan lemak. Pada umumnya pati mengandung 15-30% amilosa, 70-85% amilopektin, dan 5-10% material lain (Zulaidah, 2012).

Gambar 2. Struktur Amilosa (kiri), Struktur Amilopektin (kanan) (Sumber : Zulaidah, 2012)

Pada pati, amilosa berperan memberi efek keras jika diaplikasikan pada suatu olahan pangan. Hal ini berbeda dengan amilopektin, yang bersifat merangsang terjadinya proses mekar (puffing) sehingga olahan pangan yang berasal dari pati dengan amilopektin tinggi akan bersifat ringan, porus, garing, dan renyah (Zulaidah, 2012). Sifat pati sangat berpengaruh dalam hal menentukan komposisi produk akhir, sehingga dapat disesuaikan dengan jenis produk yang akan diolah.

Sehingga kadar amilosa dan amilopektin berpengaruh nyata terhadap sifat sensori pati, terutama tekstur dan rasa (Suarni, 2019).

2.3 Pati Termodifikasi (HMT/Head Moisture Treatment)

Pati termodifikasi adalah pati yang gugus hidroksilnya telah diganti melalui suatu reaksi kimia atau dengan merubah struktur asalnya. Pati termodifikasi

(4)

merupakan pati yang diberi perlakuan tertentu dengan tujuan memperbaiki sifat sebelumnya sehingga menghasilkan pati dengan sifat lebih baik (Zulaidah, 2012).

Pada modifikasi pati ada beberapa macam teknik, diantaranya yaitu kimia, fisik, dan enzimatis. HMT (Head Moisture Treatment) merupakan salah satu jenis teknik modifikasi fisik. Modifikasi pati secara fisik memiliki faktor yang mempengaruhi yaitu suhu, tekanan, pemotongan, dan kadar air pati. Prinsip dari teknik HMT (Head Moisture Treatment) adalah menggunakan suhu panas, dengan kondisi air dibawah 35%, dan dengan lama waktu tertentu. Pati termodifikasi dengan metode HMT diketahui dapat memperbaiki karakteristik profil gelatinisasi pati, yaitu dapat menurunkan viskositas tetapi menjadikan pati lebih stabil terhadap proses pemanasan serta pengadukan. Metode HMT juga mampu meningkatkan kandungan pati resisten dan meningkatkan kandungan pati yang lambat dicerna sehingga mampu menurunkan indeks glikemik (Palupi, 2015).

Sifat pati modifikasi HMT dipengaruhi oleh beberapa aspek, diantaranya yaitu aspek jenis bahan baku dan aspek pengolahan. Pada aspek jenis bahan baku terdapat beberapa faktor yaitu sumber pati, kadar amilosa, serta tipe kristalisasi pati. Pada aspek pengolahan, faktor yang mempengaruhi adalah suhu, kadar air, dan pH. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu, bahwa modifikasi pati dengan metode HMT dapat menyebabkan perubahan karakteristik fisik pati yaitu perubahan profil gelatinisasi menjadi tipe C, sehingga pati yang dihasilkan sesuai jika diaplikasikan ke produk mie (Lestari, 2015).

2.4 Pati Jagung

Jagung merupakan salah satu sumber pati. Pada biji jagung mengandung pati sebesar 72-73%. Pengolahan jagung menjadi pati merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan nilai tambah pada jagung. Pati sudah banyak dikembangkan di Indonesia, seperti terlihat dari kebutuhan pati nasional yang berkisar antara 1,5- 2,0 juta ton. Hal ini menjadikan jagung sebagai salah satu sumber pati yang mampu membantu pemenuhan kebutuhan pati di Indonesia. Pada pati susunan paling sedikitnya terdiri dari tiga komponen utama, diantaranya yaitu amilosa, amilopektin, dan bahan lain. Ketiga komponen tersebut sangat memberi pengaruh terhadap sifat fungsional dan amilografi pada pati jagung. Komposisi amilosa dan amilopektin pada jagung terkendali sesuai genetik (Suarni, 2015).

(5)

Pati jagung memiliki sifat yang sama seperti pada pati lainnya, yaitu dalam bentuk alaminya memiliki kestabilan pada tekstur dengan baik dalam sistem pangan. Namun pati jagung alami memiliki kestabilan yang rendah pada proses pengadukan serta proses yang menggunakan suhu tinggi (panas), serta terbatas dalam mengalami retrogradasi dan tidak mampu membentuk gel yang kaku terkecuali dengan menggunakan konsentrasi tinggi. Pada penelitian Mangunsong (2018) menunjukkan bahwa pembuatan mie dari pati jagung alami memiliki nilai elongasi rendah sebesar 15%, jika dibandingkan mie dari pati jagung termodifikasi dengan nilai elongasi sebesar 30%. Hal tersebut menunjukkan perlunya dilakukan modifikasi pati untuk memperbaiki kekurangan pada pati jagung alami. Pada pati jagung juga memiliki kandungan yang sudah berbeda dengan tepung jagung. Hal ini dikarenakan pada proses pengolahan pati jagung komposisinya sudah dipisahkan dan sebagian hilang saat proses pencucian, namun pada tepung jagung komposisinya masih lengkap (Fitri, 2018).

Tabel 2. Perbandingan Sifat Pati Jagung dan Tepung Jagung

Parameter Pati Jagung Tepung Jagung

Kadar Air (%) 10,21 10,9

Kadar Protein (%) 0,56 5,8

Kadar Abu (%) 0,05 0,4

Kadar Lemak (%) 0,68 0,9

Karbohidrat (%) 88,5 82,0

Pati (%) 98,01 68,2

PH (5% suspensi) 5,18 -

Residu SO2 (Ppm) 9,21 -

Lolos ayakan 100 mesh (%) 99,81 -

Viskositas (Cps) 900 -

Serat (%) 7,9

Sumber : Fitri, 2018

2.5 Rumput Laut (Eucheuma cottonii)

Rumput laut juga dikenal dengan nama seaweed merupakan komoditas hasil laut yang melimpah di Indonesia. Rumput laut atau alga adalah tanaman laut yang termasuk tanaman tingkat rendah, karena tidak memiliki perbedaan susunan kerangka seperti akar, batang, dan daun, sehingga seluruh tubuhnya disebut thallus. Berdasarkan kandungan pigmen pada thallus rumput laut terbagi atas beberapa jenis yaitu Chlorophyceae (alga hijau), Rhodophyceae (alga merah), dan Phaeophyceae (alga coklat). Pada ketiga jenis rumput laut tersebut terdapat

(6)

kandungan senyawa kimia yang baik sehingga memiliki nilai ekonomis yang penting. Rumput laut juga memiliki fungsi baik secara langsung maupun tidak langsung, fungsi rumput laut secara langsung yaitu berfungsi menyediakan makanan bagi ikan dan invertebrate terutama thallus yang masih muda. Fungsi tidak langsung dari rumput laut yaitu sebagai bahan baku berbagai industri seperti pada pangan, kosmetik, obat-obatan, pupuk, tekstil, dan industri lainnya (Soenardjo, 2011).

Gambar 3. Rumput Laut Eucheuma cottonii (Sumber : Rochimin, 2014) Rumput laut jenis Eucheuma cottonii adalah salah satu rumput laut penghasil karaginan yang berupa senyawa polisakarida, yang biasa disebut sebagai carragaenophtytes. Karaginan merupakan polisakarida yang berantai linear atau lurus yang memiliki molekul galaktan dengan unit-unit utama berupa galaktosa, dan mempunyai senyawa hidrokoloid yang terdiri atas ester kalium, natrium, magnesium, kalsium sulfat, dan galaktosa. Karaginan pada rumput laut mengandung tinggi serat (dietary fiber), dimana serat yang terkandung merupakan bagian dari serat gum yang merupakan serat larut dalam air. Karaginan mampu terekstraksi dengan air panas yang mampu membentuk gel. Sifat pada pembentukan gel rumput laut diperlukan untuk mendapatkan pasta yang baik, karena termasuk ke dalam golongan Rhodophyta yang dapat menghasilkan florin starch (Anggadiredja, 2011). Adapun taksonomi dari rumput laut jenis Eucheuma cottonii adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae Divisio : Rhodophyta Kelas : Rhodophyceae Ordo : Gigartinales Famili : Solieriaceae Genus : Eucheuma

(7)

Spesies : Eucheuma cottonii (Kappaphycus alvarezii) (Anggadiredja, 2011) Ciri-ciri umum pada rumput laut jenis Eucheuma cottonii yaitu thallus berbentuk silindris berujung runcing dan tumpul, permukaan licin, berwarna hijau terang, hijau olive dan coklat kemerahan. Rumput laut Eucheuma cottonii merupakan salah satu rumput laut yang mengandung kadar serat yang tinggi yaitu berkisar 3%, kandungan serat yang tinggi sulit untuk dicerna sehingga mempu memperlambat kekosongan lambung dan memperpanjang rasa kenyang (Kurnia, 2021). Hal itu menyebabkan pemanfaatan rumput laut saat ini banyak dikembangkan, baik sebagai bahan baku bidang industri, bidang pangan, bidang obat-obatan, dan kecantikan. Salah satu bentuk pemanfaatan rumput laut Eucheuma cottonii pada bidang pangan yaitu sebagai bahan substitusi mie basah untuk menambah nilai gizi didalamnya. Pada penelitian terdahulu diketahui bahwa penambahan rumput laut Eucheuma cottonii sampai 40% ke dalam pengolahan mie basah dapat meningkatkan total serat hingga mencapai 1,53%

(Lubis, 2013)

Tabel 3. Kandungan Gizi Rumput Laut per 100 gram

Komponen Nilai Nutrisi

Kadar Air (%) 13,90

Kadar Abu (%) 3,40

Protein (%) 2,60

Lemak (%) 0,40

Karbohidrat (%) 5,70

Serat Kasar (%) 0,90

Karaginan (%) 67,50

Vit. C (%) 12,00

Riboflavin (mg/100g) 2,70

Mineral (mg/100g) 22,39

Ca (ppm) 2,30

Cu (ppm) 2,70

Sumber : BPPT (2011) 2.6 Tepung Terigu

Tepung terigu merupakan tepung yang dihasilkan dari penggilingan gandum.

Tepung terigu biasanya digunakan sebagai bahan baku berbagai macam olahan pangan. Hal ini dikarenakan masyarakat menganggap tepung terigu sebagai salah satu sumber karbohidrat. Kandungan karbohidrat pada tepung terigu yaitu sebesar 77% (Jannah, 2020). Tepung terigu juga termasuk salah satu bahan pangan yang

(8)

banyak di impor oleh negara Indonesia, karena kebutuhan tepung terigu yang banyak dibutuhkan masyarakat. Industri makanan yang membutuhkan tepung terigu sebagai bahan dasar semakin berkembang pesat di Indonesia, hal ini menjadi salah satu alasan tingginya impor tepung terigu (Aryani, 2018).

Kandungan gizi dari tepung terigu dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan Gizi Tepung Terigu per 100 gram

Komponen Jumlah

Energi 365 kal

Lemak 1,3 g

Protein 10,33 g

Karbohidrat 77,3 g

Serat 2,7 g

Fosfor 1,6 g

Besi 1,2 mg

Kalsium 16 g

Sumber : Direktorat Gizi (2018) 2.7 Mie Basah

Mie adalah salah satu makanan paling banyak diminati masyarakat Indonesia.

Produk mie yang ada di pasaran saat ini kebanyakan terbuat dari bahan dasar tepung terigu. Mie biasa dijadikan sebagai makanan pokok sumber energi, karena dalam mie terkandung tinggi karbohidrat (Rustandi, 2011). Berdasarkan cara pengolahannya mie dibagi atas empat macam yaitu mie basah, mie kering, mie instan, mie mentah. Pada mie basah, berdasarkan proses lanjutannya dibagi lagi menjadi mie basah mentah, mie basah matang, mie basah kering. Mie basah mentah memiliki kandungan air sebesar 35%. Mie basah matang mengandung kadar air sebesar 52% karena melalui proses pengukusan.

Proses pembuatan mie membutuhkan berbagai macam bahan tambahan yang masing-masing memiliki fungsi berbeda, diantaranya yaitu menambah volume, memperbaiki mutu ataupun citarasa, serta warna pada mie (Rustandi, 2011).

Tahapan dalam pembuatan mie diantaranya yaitu pencampuran bahan baku yang kemudian didiamkan dengan tujuan agar adonan mengembang, kemudian pembentukan lembaran yang dilajutkan dengan pemotongan atau pencetakan, dan pemasakan. Mie yang sekarang banyak beredar dipasaran banyak mengandung karbohidrat, namun kurang memenuhi kebutuhan serat dan zat gizi lain yang dibutuhkan oleh tubuh. Sehingga dalam pengolahan mie akan lebih baik jika

(9)

ditambahkan bahan pangan lain sebagai sumber nutrisi untuk melengkapi kebutuhan gizi. Salah satu caranya yaitu dengan penambahan rumput laut, karena diketahui bahwa rumput laut mampu menambah kadar serat pada mie basah yag dihasilkan (Waqiah, 2019). Mie basah yang baik adalah mie yang secara kimiawi sesuai dengan persyaratan yang sudah ditetapkan oleh Standar Mutu mie basah yaitu pada SNI 2987-2015.

Tabel 5. Syarat Mutu Mie Basah

No. Kriteria Uji Satuan

Persyaratan Mie Basah

Mentah Mie Basah Matang

1. Keadaan

1.1 Bau - Normal Normal

1.2 Rasa - Normal Normal

1.3 Warna - Normal Normal

1.4 Tekstur - Normal Normal,

2. Kadar Air Fraksi massa,

%

Maks. 35 Maks. 65 3. Kadar Protein

(Nx6.25)

Fraksi Massa,

%

Min. 9.0 Min. 6,0 4. Kadar abu tidak larut

dalam asam Fraksi Massa,

% Maks. 0,05 Maks 0,05

5. Bahan Berbahaya

5.1 Formalin (HCHO) - Tidak Boleh

Ada

Tidak Boleh Ada 5.2 Asam borat (H3BO3) - Tidak Boleh

Ada

Tidak Boleh Ada 6. Cemaran Logam

6.1 Timbal (Pb) mg/kg maks. 1,0 maks. 1,0

6.2 Kadmium (Cd) mg/kg maks. 0,2 maks. 0,2

6.3 Timah (Sn) mg/kg maks. 40,0 maks. 40,0

6.4 Merkuri (Hg) mg/kg maks. 0,05 maks. 0,05

7 Cemaran Arsen (As) mg/kg maks. 0,5 maks. 0,5 8. Cemaran Mikroba

8.1 Angka Lempeng Total Koloni/g Maks 1x106 Maks 1x106

8.2 Escherichia coli APM/g maks. 10 maks. 10

8.3 Salmonella sp. - negatif/25 g negatif/ 25

g 8.4 Staohylococcus aureus koloni/g Maks 1x103 Maks 1x103 8.5 Bacillus cereus koloni/g Maks 1x103 Maks 1x103

8.6 Kapang Koloni/g Maks 1x104 Maks 1x104

9 Deoksinivalenol µg/kg maks. 750 maks. 750

Sumber : SNI 01-2987-2015

(10)

2.7 Bahan Tambahan Pembuatan Mie Basah 2.7.1 Telur

Telur merupakan salah satu hasil pangan hewani yang dapat meningkatkan nilai gizi makanan. Komposisi dari telur yaitu air (72,8 - 75,6)%, protein (12,8 – 13,4)%, dan lemak (10,5 – 11,8%). Telur tersusun atas 3 bagian utama yaitu kulit telur, bagian cairan bening (albumen), dan bagian cairan yang berwarna kuning yaitu (yolk). Dalam telur didapat gizi yang sempurna karena mengandung zat-zat gizi yang baik dan mudah dicerna. Sehingga telur merupakan bahan pangan yang sangat baik bagi pertumbuhan anak-anak atau siapapun yang memerlukan protein dan mineral (Umar, 2017).

2.7.2 Air

Air adalah salah satu komponen yang penting pada pengolahan pangan, dimana air memiliki peran dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, cita rasa, dan umur simpan pada makanan. Pada pegolahan mie, air juga termasuk bahan yang penting dalam pembentukan adonan mie. Hal ini dikarenakan sifat adonan dan mutu mie sangat ditentukan dari perbandingan air dan tepung (Hurriyah, 2019). Air memiliki fungsi untuk melunakkan gluten pada tepung sehingga memudahkan dalam pembentukan lembaran. Air juga berperan dalam melarutkan bahan-bahan dalam pembuatan mie, serta membantu dalam proses gelatinisasi pati. Selain itu, air juga berperan sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidart yang akan mengalami pengembangan, melarutkan garam, serta memberi efek kenyal pada gluten. Penggunaan air pada pengolahan mie biasanya sekitar 28-38% dari total bahan, karena jika penggunaan air lebih dari 38% dapat mengakibatkan adonan sangat lengket namun jika air kurang dari 28% makan dapat menjadikan adonan rapuh dan sulit untuk dicetak (Amelia, 2018).

2.7.3 Garam

Garam juga termasuk dalam salah satu bahan utama dalam pembuatan mie.

Penambahan garam memberi pengaruh pada rasa, meningkatkan konsistensi adonan yang berpengaruh pada fleksibilitas dan elastisitas, mampu mengikat air sehingga dapat menurunkan resiko kerusakan pada mie, karena garam mampu

(11)

menghambat pertumbuhan bakteri atau jamur pada makanan. Pada kondisi tertentu penambahan garam dapat berfungsi mengawetkan karena kadar garam yang tinggi mampu menghasilkan tekanan osmotik yang tinggi dan aktivitas air yang rendah. Kondisi ini mengakibatkan kebanyakan mikroorganisme tidak dapat bertahan hidup. Penambahan garam juga dapat menghambat aktivitas enzim protease dan amilase sehingga menyebabkan adonan menjadi tidak lengket, tidak mengembang secara berlebihan, dan mudah dalam pembentukan (Mariyani, 2011). Penambahan garam 1-3% akan meningkatkan kekuatan lembaran adonan dan mampu mengurangi kelengketan (Kurniawan, 2014).

Gambar

Gambar 1. Tanaman Jagung (Sumber : Outlook Jagung, 2015)  Secara umum kedudukan taksonomi tanaman jagung adalah sebagai berikut :  Kingdom    : Plantae  Subkingdom  : Tracheobionta  Superdevision  : Spermatophyta   Division  : Magnoliophyta   Class  : Lili
Tabel 1. Kandungan Gizi Jagung per 100 gram
Gambar 2. Struktur Amilosa (kiri), Struktur Amilopektin (kanan)   (Sumber : Zulaidah, 2012)
Tabel 2. Perbandingan Sifat Pati Jagung dan Tepung Jagung
+4

Referensi

Dokumen terkait

Baik materi KIE maupun sesi Penyuluhan bertujuan untuk melengkapi calon TKI, TKI yang akan berangkat maupun masyarakat pada umumnya agar memiliki pengetahuan yang

Atas dasar yang dijelaskan pada latar belakang diatas maka dapat kita ketahui bahwa terdapat indikasi belum optimalnya kinerja UPTD BLK Disnakertrans Kota

kesimpulan diatas, maka saran yang dapat diberikan, yaitu: 1) Wanita klimakterium mampu menerapkan terapi SEFT untuk menurunkan kecemasan wanita klimakterium; 2)

Pembuatan TA(Tugas Akhir) maupun Skripsi memang menjadi momok yang sudah tidak asing lagi bagi mereka yang sedang menempuh kuliah di akhir jenjangnya, baik

Rendahnya hasil pembelajaran tematik siswa kelas III SD Negeri 06 Pekan Selasa Kecamatan Pauh Duo Kabupaten Solok Selatan terutama pada tema lingkungan (Bahasa

Jadi keunggulan system hydraulic adalah dengan hanya membuang sedikit tenaga untuk menekan torak yang ada didalam master silinder, akan didapat tekanan yang cukup

seluruh sahabat Nabi. Bagi mereka, keadilan sahabat tidak dapat digeneralisir, sehingga kapasitas mereka tetap harus diuji seperti yang dilakukan pada informan

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi variabel persepsi harga, persepsi kualitas, kesadaran merk, persepsi nilai dan persepsi resiko sebagai variabel independen dan