• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON-BANTEN 2022

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON-BANTEN 2022"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

TIRAM SEBAGAI EDIBLE COATING UNTUK MENGHAMBAT LAJU PEMBUSUKANPADA BUAH

TOMAT

Disusun Oleh :

MUHAMMAD GOFAR 3335180040

ILA MAGHFIROTUL FAHIRA 3335180046

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON-BANTEN

2022

(2)

CamScanner

(3)
(4)

ABSTRAK

PEMANFAATAN KITOSAN BERBASIS JAMUR TIRAM SEBAGAI EDIBLE COATING UNTUK MENGHAMBAT LAJU PEMBUSUKANPADA BUAH

TOMAT Oleh:

Muhammad Gofar (3335180040) Ila Maghfirotul Fahira (3335180046)

Buah tomat merupakan buah yang mudah mengalami kerusakan pasca panen yangdisebabkan karena tingginya kadar air yang terkandung di dalamnya sehingga dapat menyebabkan berkurangnya umur simpan buah tomat yang hanya tahan disimpan maksimal 7 hari. Alternatif yang dapat dilakukan untuk memperpanjang umur simpanbuah tomat adalah menggunakan edible coating sebagai pelapis buah tomat.

Edible coating dapat dibentuk dari kitosan dengan memanfaatkan jamur tiram sebagai bahan dasar untuk membuat kitosan. Jamur tiram memiliki kandungan kitin sebesar 23,4 – 24,9%. Penelitian ini dilakukan untuk melakukan uji daya guna edible coating pada tomat dan karakteristik edible film kitosan-rice bran wax. Metode yang digunakan yaitu metode grafting dengan bantuan gelombang ultrasonik. Penelitian ini terdiri dari percobaan pembentukan kitosan berbahan dasar jamur tiram, pelarutan kitosan, pembentukan edible coating dan pelapisan edible coating pada buah tomat. Penelitian ini dilakukan dengan memvariasikan rasio antara kitosan dan rice bran wax (10, 20, 30, 40 dan 50% w/v), variasi waktu grafting antara kitosan dan rice bran wax (10, 30 dan 60 menit) serta komposisi kitosan (1, 2, 3, 4 dan 5 gram). Hasil penelitian menunjukan bahwa aplikasi edible coating pada tomat dapat menurunkan nilai susut bobot tomat, menurunkan laju produksi gas etilen serta dapat menjaga kestabilan pH dibandingkan dengan tomat tanpa dilapisi edible coating. Variasi terbaik pada penelitian ini yaitu variasi rice bran wax 5% pada waktu 60 menit dengan nilai susut bobot 4,33%, produksi gas etilen 1,95 ppm dan penurunan pH 12,32% serta variasi komposisi kitosan 5 gram dengan nilai kuat tarik 4,53 Mpa, elongasi 0,81% dan swelling 0,41%.

Kata Kunci : Edible coating, Kitosan, Rice bran wax, Sonikasi, Susut Bobot

iv

(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat dan ridho-Nya sehingga penyusun mendapatkan kemudahan dalam menyelesaikan Laporan Penelitian ini yang berjudul “Pemanfaatan Kitosan Berbasis Jamur Tiram Sebagai Edible coating Untuk Menghambat Laju Pembusukan Pada Buah Tomat”.

Pada kesempatan ini penyusun menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung selama kegiatan penelitian sampai dengan penyusunan laporan penelitian ini. Rasa ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penyusun tujukan kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan Laporan Penelitian ini.

2. Orang Tua dan Keluarga penulis yang sudah memberikan doa serta dukunganbaik secara moril maupun materil.

3. Dr. Jayanudin., S. T., M. Eng. sebagai Ketua Jurusan Teknik Kimia Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

4. Ibu Rahmayetty S.T,.M.T. sebagai Koordinator Penelitian Jurusan Teknik Kimia Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

5. Ibu Nufus Kanani, S.T., M. Eng. sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dalam pelaksanaan penelitian sampai denganpenyusunan laporan penelitian.

6. Serta teman-teman angkatan 2018 Jurusan Teknik Kimia Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang selalu memberikan dukungan dan motivasi.

v

(6)

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini tidak terlepas dari kesalahan baik dalam penulisan maupun cara penyampaiannya. Oleh karena itu, penulis memohon maaf atas kesalahan yang pernah dilakukan baik disengaja ataupun tidak.

Penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat dandigunakan dengan baik.

Cilegon, 22 Maret 2022

Penulis

vi

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ...ii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Percobaan ... 3

1.4 Ruang Lingkup Penelitian... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tomat ... 5

2.2 Jamur Tiram ... 7

2.3 Edible coating ... 9

2.4 Kitosan ... 10

2.5 Rice bran wax... 12

2.6 Grafting ... 13

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian ... 16

3.2 Prosedur Penelitian ... 19

3.3 Alat dan Bahan… ... 20

3.3.1 Alat ... 20

3.3.2 Bahan ... 21

vii

(8)

3.4 Variabel Percobaan ... 21

3.5 Metode Pengumpulan dan Analisis Data ... 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Sifat Mekanik Edible film ... 23

4.2 Uji Swelling ... 24

4.3 Uji Susut Bobot ... 25

4.4 Uji Produksi Gas Etilen ... 28

4.5 Uji pH Tomat ... 29

4.6 Uji SEM ... 31

4.7 Uji FTIR ... 32

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 34

5.2 Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

viii

(9)

Halaman Tabel 2.1 Kandungan Kitin Pada Jamur Tiram dan Produksi Kitosan ... 8 Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan ... 23

ix

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1 Diagram Alir Pembentukan Kitosan Jamur Tiram ... 17

Gambar 3.2 Diagram Alir Pelarutan Kitosan… ... 17

Gambar 3.3 Diagram Alir Pembentukan Edible coating ... 18

Gambar 3.4 Diagram Alir Pengaplikasian Edible coating pada Buah Tomat ... 18

Gambar 4.1 Spektrum FTIR Edible film ... 23

Gambar 4.2 Uji Sifat Mekanik. ... 24

Gambar 4.3 Uji Susut Bobot Buah Tomat ... 25

Gambar 4.4 Uji pH Buah Tomat ... 30

Gambar 4.5 Uji SEM ... 32

x

(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tomat (Solanum lycopersicum L) merupakan salah satu buah yang dibutuhkan oleh manusia karena tomat kaya akan kandungan vitamin dan mineral yang dapat digunakan sebagai asupan nutrisi. Selain itu, tomat memiliki kandungan asam sitrat, asam malat, asam folat, lemak, histamin, bioflavonoid (termasuklikopen, α- dan ßkaroten) dan protein (Canene-Adam et al., 2005). Produksi buah tomat di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data Kementerian Pertanian tahun 2017, produksi tomat di Indonesia pada tahun 2015 mencapai 877.792 ton dan pada tahun 2016 sebesar 883.233 ton yang artinya semakin meningkat konsumsi masyarakat terhadap buah tomat.

Buah tomat yang banyak dikonsumsi memiliki sifat fisik yang menarik seperti warna kemerahan dan teksturnya yang bagus tetapi untuk mendapatkan buah tomat dengan kualitas tersebut sulit karena buah tomat rentan terhadap kerusakan dimana diperkirakan 20%-50% buah tomat mengalami kerusakan pasca panen (Prasotio, 2015). Kerusakan pada buah tomat dapat disebabkan karena tingginya kadar air yang terkandung sehingga dapat menyebabkan berkurangnya umur simpan buah tomat yang hanya tahan disimpan maksimal 7 hari, perubahan warna yang cepat, rentan terhadap serangan mikroba (Hidayati dan Dermawan, 2012). Cara yang biasa dilakukan untuk mengatasi kerusakan pada buah tomat adalah dengan menyimpanbuah tomat pada ruangan yang memiliki suhu rendah tetapi cara tersebut kurang efektif karena buah tomat sensitif terhadap suhu rendah sehingga cara tersebut dapat merusak kualitas buah tomat (Susiwi, 2009). Untuk itu diperlukan alternatif lain yang dapat digunakan untuk mencegah kerusakan pada buah tomat, salah satunya adalah penggunaan edible coating.

(12)

2

Edible coating adalah suatu lapisan tipis yang terbuat dari bahan yang dapat dimakan dan digunakan untuk melapisi produk agar tidak mudah mengalami kerusakan serta tidak berbahaya apabila dikonsumi secara bersamaan dengan buahnya (Fauziati,2016). Edible coating dapat dibuat dari golongan polisakarida seperti selulosa dan turunannya (metil selulosa, hidroksi propil metil selulosa), pati dan turunannya, kitosan, pektin ekstrak ganggang laut (agar, karagenan, alginat), gum (gum karaya, gum arab) dan xanthan (Gennadios dan Weller 1990). Kitosan dipilih sebagai bahan dasar pembuatan edible coating karena kitosan memiliki kelebihan yaitu dapat dimakan, bersifat biodegradable, memiliki sifat mekanik yang baik dan bersifat anti mikroba (Christina dkk.2012).

Kitosan merupakan senyawa polimer turunan kitin yang dapat dihasilkan dari ekstraksi hewan bercangkang keras atau krustasea seperti cangkang kepiting, udangdan lain- lain (Sorrentino et al. 2007).

Bahan lain yang dapat digunakan untuk membentuk kitosan adalah jamur tiram yang memiliki kandungan kitin sebesar 23,4

– 24,9% (Anvir, 2020). Selain itu jamur tiram dipilih sebagai bahan dasar pembentuk kitosan karena karena jamur tiram mudah dibudidayakan, media penanaman yang mudah, tidak membutuhkan lahan yang luas untuk budidaya, siklus panen yang cepat yaitu 4-5 kali dalam waktu 4 bulan (Achmad et al., 2011).

Kitosan sebagai bahan dasar pembentukan edible coating memiliki kelemahanyaitu memiliki sifat hidrofilik sehingga diperlukan penambahan bahan lain (rice brand wax) yang bersifat hidrofobik agar dapat memperbaiki karakterisitknya. Pencampuran kitosan dan rice bran wax ketika dicampurkan tidak dapat bercampursecara merata karena rendahnya gaya tarik antar muka dari kitosan dan rice bran wax sehingga diperlukan cara lain untuk mengatasi hal tersebut. Cara yang dapat dilakukan yaitu menggunakan metode grafting (pencangkokan)

(13)

menggunakan sonikator. Metode grafting polimer dapat mempermudah proses pembentukan matriks polimer antara kitosan dan rice brand wax karena sifat kimia dan fisika dapat dibentuk sesuai dengan yang diinginkan (Roy et al., 2009). Gelombang ultrasonik yang dihasilkan oleh sonikator akan memberikan panas sebagai inisiator untuk pembentukan grafting pada matriks polimer (Rokita et al., 2009).

1.2 Rumusan Masalah

Jamur tiram dapat dimanfaatkan menjadi kitosan yang dapat digunakan sebagai bahan dasar pembentukan edible coating. Edible coating yang telah terbentuk kemudian diaplikasikan pada buah tomat sehingga dapat menghambat laju pembusukan. Pada penelitian ini dilakukan perbandingan rasio antara kitosan dan rice bran wax serta variasi waktu grafting antara kitosan dan rice bran wax sehingga didapatkan hasil edible coating yang optimum.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Menghambat laju pembusukan tomat dengan menggunakan edible coating berbasis kitosan jamur tiram

2. Mengetahui sifat mekanik dan kemampuan daya serap edible film 1.3 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia FakultasTeknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah grafting dengan menggunakan bantuan gelombang ultrasonik. Bahan utama yang digunakan adalah kitosan jamur tiram dan rice brand wax.

(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tomat

Tomat (Lycopersicum esculentun Mill) merupakan salah satu dari jenissayuran buah yang dapat tumbuh di seluruh dunia termasuk Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Pertanian tahun 2017, produksi tomat di Indonesia pada tahun 2015 mencapai 877.792 ton dan pada tahun 2016 sebesar 883.233 ton yang artinya semakin meningkat konsumsi masyarakat terhadap buah tomat (Kaimudin, 2016).

Tomat (Lycopersicon esculentum Miller) merupakan jenis sayuran buah yang mengandung protein, karbohidrat, lemak, mineral, dan vitamin yangmempunyai prospek perkembangan agribisnis yang baik karena nilai ekonomisnya yang tinggi (Sabahannur & Lingga, 2017).

Tomat memiliki zat lycopen yang tinggi, lycopene dapat membuat tomat berwarna merah yang termasuk golongan karotenoid dan berkhasiat untuk mencegah kanker paru- paru, kanker prostat, kanker rahim, tumor pankreas, dan tumor tenggorokan (Santi, dkk. 2016).

Varietas tomat yang ditanam di dataran rendah meliputi arietas Intan, Berlian, Idola, Ratna, Niki, Permata, Montero, dan Mutiara (Kaimudin, 2016).

Tomat tumbuh pada berbagai jenis tanah, dari tanah berpasir hingga tanah liat yang mengandung bahan organik dengan kisaran pH ideal 6.0 – 6.5. Tomat dapat mengalami defesiensi mineral dan keracunan pada suhu yang terlalu tinggi. Suhu yang optimum untuk pertumbuhan tomat berkisar antara 21 – 24°C. Jika melebihi suhu 26°C, terkena hujan lebat dan mendung dapat menyebabkan dominasi pertumbuhan vegetatif dan mengalami serangan penyakit tanaman, serta suhu di malam hari dapat menentukan pembentukan buah.

(15)

Pigmen warna merah pada kulit buah tomat berkembang pada suhu diatas 15-30°C, sedangkan tomat akan berwarna kuning pada suhu di atas 30°C. Tanaman tomat fase vegetatif memerlukan curah hujan yang cukup, sedangkan pada fase generatif membutuhkan curah hujan yang sedikit. Padatanaman tomat ideal, membutuhkan curah hujan sekitar 750 – 1.250 mm per tahun. Penyinaran matahari sepanjang hari dapat menguntungkan tanaman tomat, tetap sinar yang terik dapat meningkatkan transpirasi dan memperbanyak gugur bunga dan gugur buah (Kaimudin, 2016).

Tomat (Lycopercium esculentum Mill) termasuk ke dalam golongan buah klimaterik, yaitu buah yang dapat mengalami kenaikan respirasi setelah dipanen sehingga dapat matang sempurna setelah dipanen. Pola respirasi pada tomat ditandai dengan peningkatan laju respirasi klimaterik, yaitu terjadinyapeningkatan laju respirasi dan produksi etilen secara cepat bersamaan dengan pemasakan. Respirasi merupakan proses metabolisme menggunakan oksigen dalam pembakaran senyawa (pati, gula, asam organik) yang kompleks yang menghasilkan energi yang dapat digunakan oleh sel untuk reaksi kimia. Tomatyang merupakan buah klimakterik mengalami kenaikan CO2 secara mendadakdan penurunan secara cepat setelah terjadinya proses pematangan. hal ini ditandai dengan adanya proses waktu pematangan yang cepat dan peningkatanrespirasi yang meningkat serta adanya perubahan waktu, cita rasa, dan tekstur dari tomat. Laju respirasi merupakan penentuan yang baik untuk daya simpan sayuran, serta menjadi penentuan untuk mutu dan nilai sebagai bahan pangan (Sabahannur, 2017).

Komponen tertinggi yang terkandung dalam buah tomat adalah air (lebih dari 93%), tingginya kandungan air dalam buah tomat mengakibatkan buah tomat mudah mengalami kerusakan. Selama proses pematangan pada buah akan terjadi peningkatan respirasi, kadar gula reduksi dan kadar air, sedangkan tingkat keasaman turun,

(16)

6

dan tekstur buah menjadi lunak. Buah tomat yang telah matang sempurna akan lebih cepat rusak atau busuk yakni setelah 3-4 hari penyimpanan pada suhu kamar sehingga diperlukan adanya penanganan khususagar dapat memperpanjang umur simpan buah tomat (Krochta, 1994).

2.2 Jamur Tiram

Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis tanaman yangtidak memiliki klorofil atau zat hijau daun sehingga tidak bisa melakukan proses fotosintesis untuk menghasilkan makanan sendiri. Jamur dapat bertahan hidup dengan cara mengambil zat-zat makanan dari organisme lain seperti glukosa, selulosa, protein, lignin, dan senyawa pati dari organisme lain (Achmad et al., 2011). Secara morfologi, jamur tiram memiliki tangkai yang bercabang dan berwarna putih dengan tudung bulat besar antara 3-15 cm. Jamur tiram dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada kayu-kayu lunak biasanya pada ketinggian sekitar 600 meter dari permukaan laut. Jamur ini hidup pada suhu 15- 30o C, pH 5,5-7 dan kelembaban 80%-90% serta intensitas cahaya yang rendah karena jika intensitas cahaya tinggi dapat merusak miselia jamur (Achmad et al., 2011). Kandungan yang terkandung pada jamur tiram diantaranya adalah sumber vitamin terutama B1, B2, provitamin D2, sembilan asam- asam amino esensial yang penting bagi tubuh serta sumber mineral terutama kalium dan fosfor (Connie, 2008).

Jamur tiram memiliki siklus hidup yang hampir sama dengan siklus hidup jenis jamur dari kelas Basidiomycetes. Tahap-tahap pertumbuhan jamur tiram diantaranya adalah sebagai berikut.

(Pardosi, 2006)

a. Spora (basidiospora) yang sudah masak dan berada di tempat lembab akan tumbuh dan membentuk serat-serat kasar yang disebut miselium.

(17)

b. Kumpulan miselium akan membentuk bakal tubuh buah jamur jika keadaa lingkungan tempat miselium baik, dalam arti temperatur, kelembaban, substrat tempat tumbuh memungkinkan

c. Bakal tubuh buah jamur kemudian membesar dan pada akhirnya membentuk tubuh buah jamur yang kemudian dipanen.

d. Tubuh buah jamur dewasa akan membentuk spora, jika spora sudah matangatau dewasa akan jatuh dari tubuh buah jamur.

Klasifikasi jamur tiram putih dalam dunia fungi adalah sebagai berikut: Regnum: Fungi, Phylum: Basidiomycota, Classis:

Homobasidiomycetes, Ordo:Agaricales, Familia: Tricholomataceae, Genus: Pleurotus, Species: Pleurotus ostreatus (Achmad et al., 2011).Jamur dapat berkembang biak melalui dua cara, yaitu secara aseksual dan seksual. Reproduksi secara aseksual terjadi melalui jalur spora yang terbentuk secara endogen dikantong spora sementara reproduksi secara seksual biasanya terjadi secara alam yaitu terjadi melalui penyatuan dua jenis hifa yang bertindak sebagai gamet jantan dan betinamembentuk zigot yang kemudian tumbuh menjadi tubuh buah dewasa (Bustaman, 1989). Jamur tiram media tanam yang biasa disebut dengan Baglog.Baglog ini terdiri dari serbuk kayu, bekatul, tepung jagung, kapur CaCO3 dan air yang dicampur menjadi satu sesuai dengan takaran kemudian dimasukkan dalam plastik polipropilen.

Produksi kitosan dari kitin krustasea kurang ramah lingkungan, hal inikarena kitin krustasea memiliki CaCO3 dalam jumlah yang tinggi yang akan melepaskan CO2 dan dapat mencemari lingkungan selama proses ekstraksi. ketersediaan cangkang krustasea pada periode tertentu dan bergantung pada letak geografis hal ini menyebabkan masalah variabilitas dalam produksi kitosan. oleh karena itu diperlukan pendekatan lain untuk produksi polisakarida kitin yang ramah lingkungan. maka penelitian ini difokuskan pada produksi kitosan dari jamur tieam yang mudah didapat dan

(18)

8

aplikasinya dalam menghambat laju pembusukan pada buah tomat (Kabir, 2020).

Tabel 2.1 Kandungan Kitin pada Jamur Tiram dan Produksi Kitosan

No Jumlah

awal (g)

Crude Chitin Produksi Kitosan

DD kitosan (%)

(g) (%) (g) (%)

1 20 4.81 24.05 3.27 16.35 72.73

2 20 4.98 24.90 3.49 17.45 74.73

3 20 4.68 23.40 3.04 15.20 72.81

Rata- rata

20 4.82 24.11 3.26 16.33 73.42

2.3 Edible coating

Edible coating merupakan lapisan tipis yang terbuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk untuk melapisi makanan (coating) dan diletakkan antara komponen makanan (film) sebagagai penghalang transfer massa serta untuk meningkatkan penanganan makanan. Edible coating dapat berfungsi sebagai penahan dalam pemindahan panas, uap air, O2, dan CO2 dengan adanya bahan tambahan pengawet dan zat antioksidan, sehingga edible ini dapat berfungsi sebagai antimikroba (Connie, 2008).

Pembuatan edible coating menggunakan golongan polisakarida yaitu, pati dan turunannya, selulosa dan turunannya (metil selulosa), hidroksi propil metil (selulosa), pectin ekstak ganggang laut (alginate, karagenan, agar), gum arab dan kitosan (Rendy et al, 2014). Edible coating untuk buah dapat menggunakan selulosa, kasein, protein, dan kitosan, karena karakteristik dari bahan ini tidak berbau, tidak berasa, dan transparan, tetapi tidak mudah untuk mengukur sifat fermentasi gas pada coating setelah

(19)

diaplikasikan pada buah (Park, 2002). Edible coating yang diaplikasikan untuk buah maupun sayur dapat mengurangi kelembaban, memperbaiki penampilan, antifugal, antibakteri, dan memperbanyak umur simpan, pengaplikasian ini tidak membahayakan kesehatan manusia karena dapat langsung dimakan dan mudah terurai oleh alam(biodegrable) (kaimudin, 2016).

Edible coating memiliki komponen penyusun utama yang terbagi menjadi 3 golongan, yaitu lipid, hidrokoloid, dan komposit (campuran). Lipid berfungsi sebagai bahan edible coating seperti protein (protein jagung, protein kedelai, gelatin, gluten gandum dan kasein) serta polisakarida gum arab, alginate, pati, pectin, serta karbohidrat lain. Bahan baku yang digunakan dapat berupa antioksidan, flavour, pewarna, plasticizer, dan mikroba (Kaimudin, 2016).Edible coating dari hidrokoloid dapat melindungi produk dari karbondioksida, oksigen, lipida, mampu membentuk sifat mekanis dan mampu meningkatkan kesatuan structural produk (Andoko, 2007). Metode pengaplikasian edible coating pada buah maupun sayuran dapat dengan pencelupan (dripping), pembusaan, penyemprotan (spraying), penuangan (casting), dan penetesan control. Untuk metode dripping paling banyak digunakan untuk sayuran, buah,daging, dan ikan (Kim, 2002).

2.4 Kitosan

Kitosan merupakan biopolymer alami yang bahannya berlimpah yang merupakan produk deasetilasi kitin melalui proses teknik kimia maupun reaksienzimatis. Kitosan dapat ditemukan pada cangkang udang, kepiting, kerang, serangga, annelida serta sel jamur dan alga.

Kitosan terdiri dari unit N-asetil glukosamin dan N- glukosamin.

Kitosan memiliki hasil modifikasi yaitu sifat dan manfaar yang spesifik, seperti adanya sifat bioaktif, biokompatibel, pengkelat, dan

(20)

10

anti bakteri serta dapat terbiodegrasi dengan adnaya gugus rektif amino oada atom C- 2 dan gugus hidroksil pada atom C-3 dan C-6.

Kitosan merupakan bahan yang baik digunakan dalam bidang aplikasi, yaitu dari kesanggupan pembentukan film dan sifat mekanik yang baik (Djarijah, 2001).

Kitosan dengan rumus kimia poli (2-amino-2-dioksi-β-(1-4)-D- glukosa) yang dihasilkan dari proses hidrolisis kitin yang menggunakan basa kuat.Kitosan dapat digunakan di bidang pertanian dan holtikultura sebagai pertahanan tanaman dan peningkatan hasil yang berdasar kepada polimer kitosan yang mengandung glucosamine yang berpengaruh terhadap sifat biokimia dan biologi molekuler dari sel tumbuhan (Djarijah, 2001).

Kitosan bermanfaat sebagai pengawet hasil perikanan, penstabil warna makanan, sebagai flokulan dan pada proses reverse osmosis untuk penjerihan air, digunakan sebagai bahan aditif untuk produk agrokimia dan pengawet benih. Kitosan yang diaplikasikan pada berbagai bidang diklasifikasikan berdasarkan karakterisasinya, sifat intrisiknya yang derajat deasetilasi, kelarutan, viskositas, dan berat molekul. Pengaplikasian kitosan juga didukungoleh kualitas kitosan dari sifat intrisiknya, yaitu kemurnian, massa molekul danderajat deasetilasi. Derajat deasetilasi kitosan umumnya berkisar antara 75- 100% (Fauziati, 2016).

Proses pembuatan kitosan melibatkan proses deproteinasi (penghilangan fraksi protein), demineralisasi (penghilangan fraksi mineral), dan proses deasetilasi (penghilangan gugus asetil). Kualitas kitosan dapat dipengaruhi dariproses pembuatan kitin. Jika kitosan dibuat tanpa melalui proses deproteinasi akan menghasilkan derajat deasetilasi yang rendah dan berat molekul yang tinggi dibandingkan dengan tanpa tahap deproteinasi. Proses deproteinasi padatahap awal dapat memaksimalkan hasil dan mutu protein, serta mencegah

(21)

kontaminasi pada proses demineralisasi. Proses deasetilasi dapat mengguankan alkali yang konsentrasi nya tinggi daripada deproteinasi yang berfungsi untuk memutuskan ikatan hidrogen yang kuat antara atom nitrogen dengan gugus karboksil dalam struktur kristal kitin (Achmad et al., 2011).

2.5 Rice Brand Wax

Rice bran wax adalah Lilin keras kekuningan sampai kecoklatan yang dapat digunakan sebagai komponen dalam formulasi seperti stensil, lilin , dasar kertas karbon dan lain lain (Lathifa, 2013). Rice bran wax adalah limbah bahan proses dewaxing dalam penyulingan minyak (Novaldy, 2016). Dewaxing dilakukan dengan pendinginan dan penyaringan untuk memisahkan lilin dari minyak untuk menghindari kekeruhan di produk akhir. Residu dewaxing mungkin memiliki 20 hingga 80 wt% minyak, diikuti oleh fraksi utama lilin, bebas lemak alkohol, asam lemak bebas dan hidrokarbon. Rice bran wax memiliki aplikasi luas dalam berbagai macam makanan sebagai pengental, bahan pengikat, plasticizer, kosmetik, bahan pelapis dan pembentuk gel. Rice bran wax terdiri dari high monoester berat molekul mulai dari C-46 hingga C-66. Rice bran wax domestik yang murni di dalam negeri merupakan bukan pelarut yang diekstraksi, dan diberi warna menggunakan karbon alami dan tanah liat (Pardosi,2014).

Komponen utama Rice bran wax adalah asam alifatik (asam lilin) dan ester alkohol yang lebih tinggi. Asam alifatik terdiri dari asam behenic (C22), lignoceric, asam (C24), asam palmitat (C16), asam lilin tinggi lainnya. Ester alkohol yang lebih tinggi terutama terdiri dari ceril alkohol (C26) dan melissil alkohol (C30). Rice bran wax juga mengandung konstituen seperti asam lemak bebas (palmit, asam), squalene dan fosfolipid (Pardosi. 2016).

Rice Brand Wax digunakan dalam pelapis kertas, tekstil, bahan peledak, pelapis buah dan sayuran, obat-obatan, lilin, barang baru yang

(22)

12

dicetak, isolasi listrik, tekstil dan textile waterproofing, ukuran kulit, pita mesin tik, percetakan, tinta, kertas karbon, perekat, permen karet, pelumas, krayon dan kosmetik (Purwadi, 2007). Selain itu Rice bran wax digunakan sebagai emolien, dan merupakan bahan dasar untuk beberapa partikel pengelupasan. Rice bran wax pada konsentrasi serendah 1%

berat dalam trigliserida dapat mengkristal membentuk gel yang stabil (Zhang, 2016).

Rice bran wax memiliki kelebihan yaitu murah, stabil dan memilikikemampuan pembentukan film yang baik. Penggunaan rice brand wax untuk mengawetkan buah memiliki potensi yang baik.

Kekencangan pada buah merupakan komponen tekstur yang penting yang menunjukkan bahwa pelapisanrice bran wax dapat menghambat laju perubahan tekstur pada buah tomat dan penurunan berat badan yang lebih sedikit pada akhir penyimpanan. selain itu, pelapisan buah menggunakan rice bran wax dapat menghambat pelunakan buahdan dapat menghambat degradasi rantai CSP (chelate-soluble pectin). Rice brand wax memiliki potensi sebagai organogellator, dan organogel dengan konsentrasi wax 9% wt dapat digunakan untuk menghasilkan emulsi W/O tanpa penambahanemulsifier atau stabilizer. Kristal lemak dari organogel rice bran wax memiliki efisiensi dalam membentuk dan mengembangkan jaringan kristal, yangmembatasi koalesensi tetesan air dan menghasilkan stabilisasi emulsi yang tinggi. Partikel kristal dapat menyerap dan membentuk jaringan partikel dalam fase minyak kontinu, yang menahan tetesan air; oleh karena itu hal ini dapat membantu mencegah sedimentasi dan pemisahan fase (Zhang, 2016).

Setelah fase minyak jenuh dikristalkan, kristal trigliserida berinteraksi dan berkumpul untuk membentuk jaringan, yang memberikan stabilitas jangka panjang dengan tetesan air dalam fase terdispersi dan membuat tekstur seperti padatan. Selain itu, rice bran wax yang dilapisi dapat menyerap ke antarmuka minyak-air, yang memberikan penghalang sterik untuk menjatuhkan fusi (Zhang,2016).

(23)

2.6 Grafting

Metode grafting digunakan untuk meningkatkan kekuatan adhesif polimer, biodegradasi polimer, dan memberikan sifat penghantar proton sebagai membransel bahan bakar. Pada proses pencangkokan kitosan (grafting chitosan) akan terjadi pembentukan turunan fungsional melalui ikatan kovalen dari molekul yang tercangkok pada batang tubuh kitosan (chitosan backbone). Struktur kitosanmemiliki dua gugus reaktif yaitu gugus amino bebas dan gugus hidroksil yang dapat dicangkok (poly-β-(1 4)-2-amino-2-deoxyD-glucose). (Kittur, 1998) Penggunaan polisakarida alam untuk preparasi hidrogel telah mendapat perhatianluar biasa karena memiliki sifat hidrophilik yang merupakan karakteristik paling disenangi untuk berbagai aplikasi (Budiman, 2011).

Kitosan digambarkan dengan mudah sebagai material yang berprospek bagus, tidak hanya karena sifat-sifat fisika yang dimilikinya seperti struktur makromolekular, tidak beracun, biokompatibel, biodegradabel, avirulence dan penggunaannya dalam banyak bidang seperti bioteknologi, kedokteran, membran, kosmetik, industri makanan, agrikultur tetapi juga potensial untuk proses adsorpsi (Kittur, 1998).

Metode grafting dapat dilakukan dengan polimerisasi ionik ysng dilakukan dengan polimerisasi grafting kationik dan anionik.

Polimerisasi grafting katonik merupakan penyambungan isobutilena dan a-metil stirena yang mula-mula secarakatonik ke substrat. sistem katalis yang kompleks yang dihasilkan melalui kopolimerisasi grafting dengan mereaksikan selulosa reaktif dengan a-metil stirena. Sifat selulosa yang dihasilkan menunjukkan sifat tahan air yang sangat baik (Roy et al., 2009).

Polimerisasi grafting anionik merupakan grafting dari akrilonitril, metakrilonitril dan metil metaklirat ke selulosa yang telah dibuat

(24)

14

dengan polimerisasi grafting anionik. inisiator polimerisasi grafting anionik berupa alkoksida logam alkali dari tulang punggung selulosa.

polimerisasi ini dilakukandalam amonia cair dan pelarut inert pada suhu yang rendah. homopolimerisasi yang besar terjadi melalui transfer berantai ke monomer atau pelarut. rantai samping terisolasi dari selulosa yang digrating pendek. pada polimerisasi grafting anionik propilen sulfida ke selulosa terjadi reaksi homopolimerisasi secara ekstensif pada konversi monomer tingkat tinggi. maka berat molekul rantai yang digrafting meningkat seiring dengan waktu reaksi dan dengan konversi monomer menunjukkan bahwa rantai polimer yang digrafting masih ada. oleh karena itu metode grafting polimer merupakan cara yang efektif untuk membantu pembentukan matriks polimer antara kitosan dan rice brand wax karena sifatkimia dan fisika dapat dibentuk sesuai dengan yang diinginkan (Roy et al., 2009).

Ketika monomer anionik seperti acrylic acid dan monomer acrylonitrile dicangkokkan pada kitosan dengan penambahan agen ikatan silang (crosslinking agent), maka hidrogel ampholitik yang mengandung muatan kationik dan anionik dapat dipreparasi. Jadi dengan memasukkan muatan anionik ( -COO- ) pada kitosan, maka hidrogel dengan kemampuan swelling pada berbagai pH dapat dipreparasi (Harris, 2001)

Sonikasi merupakan cara yang sangat efektif untuk membantu proses graftingmatriks polimer. Gelombang ultrasonik yang dihasilkan oleh sonikator akan memberikan panas sebagai inisiator untuk pembentukan grafting pada matriks polimer. Dalam sonikasi terjadi sintesis struktur polimer ikatan silang didasarkanpada pemanasan yang diinduksi oleh ultrasound yang akan menghasilkan disosiasi termal dari inisiator, yang pada gilirannya menginisialisasi polimerisasi ikatan silang dalam media yang tidak berair (Rokita, 2009).

(25)

Sentrifugasi 4000 rpm selama 15 menit dan disaring BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tahapan Penelitian

Tahapan yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah pembuatan kitosanberbahan dasar jamur tiram, pelarutan kitosan jamur tiram, pembentukan edible coating serta pengaplikasian edible coating pada buah tomat.

3.1.1 Pembuatan Kitosan Berbahan Dasar Jamur Tiram Berikut ini adalah diagram alir pada pembuatan kitosan berbahan dasarjamur tiram.

2% NaOH (1:30 w/v)

10% Asam asetat (1:40 w/v)

30% NaOH

Precipitasi

Ektraksi kitin menggunakan microwave pada temperatur 60◦C serta pada waktu 30 menit

Dicuci sampai netral menggunakan air Sentrifugasi 4000 rpm selama 15 menit dan disaring

Deproteinasi menggunakan microwave pada temperatur 60 C dan waktu 30 menit

Tepung jamur tiram

(26)

17

Labu ukur

Larutan kitosan

Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Kitosan Berbahan Dasar Jamur Tiram

3.1.2 Pelarutan Kitosan Jamur Tiram

Berikut ini adalah diagram alir pada pelarutan kitosan jamur tiram.

5 gram kitosan 500 ml asam

asetat 0.1 M

Gambar 3.2 Diagram Alir Pelarutan Kitosan Jamur Tiram Tiram Penyaringan campuran kitosan-asam asetat

Disonikasi pada suhu 90◦C Diaduk selama 4 jam pada 60◦C

Dikeringkan pada suhu 60◦C

Kitosan

Dicuci menggunakan aseton (1:30 w/v) sebanyak 2 kali Dicuci menggunakan etanol (1:30 w/v) sebanyak 3 kali

Dicuci menggunakan air sebanyak 3 kali Sentrifugasi 4000 rpm selama 15 menit dan disaring

(27)

Ditiriskan dan dibiarkan pada suhu ruangan

Dicelupkan pada edible coating selama 2 menit

Mengeringkan buah tomat Mencuci buah

Disonikasi pada suhu 90C Waktu (10, 30 dan 60 menit)

Larutan kitosan

Larutan kitosan – Rice Bran Disonikasi pada suhu 90C selama 15 menit

Edible coating 3.1.3 Pembentukan Edible coating

Rice bran wax10,20,30,40 dan 50% (w/v)

Gliserol 5% (w/v)

Gambar 3.3 Diagram Alir Pembentukan Edible coating 3.1.4 Pengaplikasian Edible coating pada Buah Tomat

Berikut ini adalah diagram alir pengaplikasian edible coating pada buahtomat.

Gambar 3.4 Diagram Alir Pengaplikasian Edible coating pada Buah Tomat

(28)

19

3.2 Prosedur Penelitian

3.2.1 Pembuatan Kitosan Berbahan Dasar Jamur Tiram

Pembuatan kitosan berbahan dasar jamur tiram diawal dengan proses deproteinasi menggunakan microwave dengan mencampurkan jamur tiram sebanyak 3 gram dengan NaOH 2 % dengan perbandingan 1 : 30 (w/v) pada suhu60 C selama 30 menit.

Setelah itu campuran yang telah dilakukan deproteinasi dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan putaran 4000 rpm selama 15 menit kemudian disaring dan dicuci menggunakan aquades sampai netral (pH=7). Setelah dicuci campuran kemudian diekstraksi menggunakan microwave pada suhu 60 C selama 30 menit dengan menambahkan asam asetat 10% dengan perbandingan 1:40 (w/v) kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm dandisaring.

Setelah disaring campuran diprecipitasi dengan menambahkan NaOH 30% sampai mencapai pH=9 kemudian disentrifugasi dengan kecepatan putaran yang sama dan disaring kemudian dicuci secara berurutan menggunakan aquades, etanol dan aseton kemudian dikeringkan menggunakan oven pada suhu 60 ◦C selama 24 jam hingga terbentuk kitosan.

3.2.2 Pelarutan Kitosan Jamur Tiram Proses

Larutan kitosan dari jamur tiram yang telah dibuat dilakukan dengan mencampurkan 5 gram kitosan dengan 500 mL asam asetat 0,1 M kemudian diaduk selama 4 jam pada suhu 60 C setelah itu dilakukan penyaringan kemudian larutan hasil penyaringan disonikasi pada suhu 90 C selama 15 menit hingga didapat larutan kitosan.

(29)

3.2.3 Pembentukan Edible coating

Proses pembentukan edible coating dilakukan dengan mencampurkan larutan kitosan dengan rice bran wax kemudian disonikasi pada suhu 90◦C selama (10, 30 dan 60 menit). Pada percobaan ini dilakukan variasi rasio antara kitosan dan rice bran wax rice bran wax yaitu 10, 20, 30, 40 dan 50% (w/v). Setalah itu campuran tersebut kemudian ditambahkan gliserol sebanya 5%

(w/v) lalu disonikasi pada suhu dan waktu yang sama hingga didapatkan larutan edible coating.

3.2.4 Pengaplikasian Edible coating pada Buah Tomat

Edible coating yang telah dibuat kemudian diaplikasikan pada buah tomat. Sebelum diaplikasikan buah tomat terlebih dahulu dicuci menggunakan air sampaibersih lalu dikeringkan pada suhu ruangan. Setelah itu buah tomat dicelupkan pada edible coating selama 2 menit lalu diangkat dan ditiriskan serta dibiarkan pada suhu ruangan.

3.3 Alat dan Bahan

Berikut adalah alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini.

3.3.1 Alat

Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Corong b. Erlenmeyer c. Gelas beker d. Gelas ukur e. Labu leher tiga

(30)

21

f. Labu ukur g. Microwave h. Kertas saring i. Neraca digital j. Oven

k. Pipet tetes l. Sonikator m. Spatula n. termometer 3.3.2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Aquades b. Asam asetat c. Aseton d. Buah tomat e. Etanol f. Gliserol g. Jamur tiram h. NaOH

i. Rice brand wax 3.4 Variabel Percobaan

Variabel pada penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas nya adalah konsentrasi rice brand wax yaitu 10, 20, 30, 40 dan 50% (w/v), waktu grafting antara kitosan dan rice bran wax yaitu 10, 30 dan 60 menit serta komposisi kitosan (1, 2, 3, 4 dan 5 gram). Sementara itu, variabel terikat nya adalah perubahan susut bobot buah tomat, perubahan pH buah tomat produksi gas etilen, buah tomat, nilai

(31)

swelling, nilai kuat tarik dan elongasi.

3.5 Metode Pengumpulan dan Analisis Data

Edible coating berbahan dasar kitosan jamur tiram yang telah terbentuk dilakukan beberapa pengujian, diantaranya adalah sebagai berikut.

3.4.1 Uji Scanning Electrone Microscope (SEM)

Analisis SEM (Scanning Electron Microscopy) digunakan untuk mengetahuimorfologi permukaan edible coating yang telah dicetak menjadi film.

3.4.2 Uji Susut Bobot

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui presentase perbandingan bobot buah tomat sebelum penyimpanan dan setelah penyimpanan. Adapun rumus yangdigunakan untuk mencari susut bobot adalah sebagai berikut.

Susut Bobot = 𝑊𝑊−𝑊𝑊 𝑊 100%

𝑊𝑊

Keterangan : Wo = Bobot awal buah Wn = Bobot buah hari ke-n

3.4.2 Uji Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) Analisis Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) digunakan untuk mengetahui gugus fungsi dari senyawa penmbentuk edible coating. Hasil yang didapat dariuji ini berupa difraktogram hubungan antara bilangan gelombang dengan intensitas.

(32)

23

3.4.3 Uji Sifat Mekanik

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan edible coating secara spesifik yang meliputi uji kekuatan tarik (tensile strength) dan perpanjangan (elongation at break).

3.4.4 Uji Produksi Gas Etilen Buah Tomat

Uji kadar respirasi buah tomat dilakukan untuk mengetahui kadar oksigen dankarbon dioksida di dalam buah tomat sebelum dan sesudah dilapisi edible coating.

3.4.5 Uji PH Buah Tomat

Uji ini dilakukan untuk mengetahui pH tomat selama 7 hari massa penyimpanan baik dengan pelapisan edible coating maupun tanpa pelapisan edible coating.

3.4.6 Uji Swelling

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan edible film dalam menyerap air. Adapun rumus yang digunakan untuk mencari susut bobot adalah sebagai berikut.

Susut Bobot = M2−M1 𝑊 100%

M1

Keterangan : M2 = Massa awal M1 = Massa Akhir

(33)

5

4

3

2

1

0

1 2 3

Kitosan

4 5

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji Sifat Mekanik Edible film

Sifat mekanik edible film dapat dilihat dari nilai kuat tarik dan elongasinya. Gambar di bawah ini menujukkan nilai kuat tarik dan elongasi edible film dengan adanya kitosan.

(a)

(b)

Gambar 4.1 Uji Sifat Mekanik Edible film (a) Kuat Tarik (b) Elongasi

Berdasarkan gambar 4.1(a) menujukkan bahwa nilai kuat

5

4

3

2 1

0

1 2 3

Kitosan

4 5

ElongasiKuat Tarik

(34)

25

tarik edible film yang dihasilkan pada variasi kitosan 1 gram, 2 gram, 3 gram, 4 gram dan 5 gram masing-masing sebesar 3,73 Mpa; 3,91 Mpa; 3,98 Mpa; 4,14 MPa dan 4,53 Mpa. Hal ini menandakan bahwa penambahan komposisi kitosan dapat meningkatkan nilai kuat tarik edible film. Peningkatan nilai kuat tarik disebabkan karena kitosan membentuk ikatan hidrogen antar molekul yang menyebabkan edible film lebih padat, kuat dan sulit untuk dipecah (Fathanah et al., 2018).

Komposisi kitosan yang semakin besar membuat ikatan hidrogen dalam edible film semakin banyak, sehingga memerlukan energi yang besar untuk memutus ikatan tersebut yang mengakibatkan nilai kuat tarik edible film akan semakin besar juga (Coniwanti et al., 2014)

Sementara itu, pada gambar 4.1(b) nilai elongasi edible film yang dihasilkan pada penelitian ini untuk variasi kitosan 1 gram, 2 gram, 3 gram, 4 gram dan 5 gram masing-masing sebesar 4,46%;

3,68%; 1,99%; 1,32% dan 0,81%. Hal ini menandakan bahwa penambahan komposisi kitosan membuat nilai elongasi edible film semakin kecil. Penambahan komposisi kitosan dapat membuat edible film yang dihasilkan lebih rapat dan padat karena adanya ikatan hidrogen antar rantai polimer sehingga edible film yang dihasilkan semakin kaku dan sifat elastisitas dari edible film akan menurun (Setiani, 2013).

4.2 Uji Swelling

Uji swelling dilakukan untuk mengetahui kemampuan edible film dalam menyerap air. Edible film yang baik adalah edible film yang dapat menyerap sedikit air yang ditandai dengan nilai presentasi swelling yang kecil.

(35)

ini menandakan bahwa nilai swelling dari edible film menurun seiring dengan penambahan komposisi kitosan karena kitosan memiliki sifat yang tak larut dalam air sehingga jika semakin besar komposisi kitosan, maka nilai swellingnya akan semakin kecil yang menunjukkan bahwa kemampuan edible film dalam menyerap air

(a)

Gambar 4.2 Uji Swelling Edible film

Berdasarkan gambar 4.2 didapatkan nilai swelling edible film dengan komposisi kitosan 1 gram, 2 gram, 3 gram, 4 gram dan 5 gram masing-masing sebesar 1,56%; 1,18%; 0,94%; 0,73% dan 0,53%. Hal

(Sanjaya dan Tyas, 2011).

Menurut Kusumawati dan Widya (2013), Semakin banyak kitosan yang ditambahkan maka kadar air akan semakin menurun, menurunnya kadar air edible film disebabkan oleh sifat kitosan yang hidrofobik atau tidak menyukai air. Hidrofobik adalah ketidakmampuan suatu senyawa untuk mengikat air, sehingga edible film dengan penambahan kitosan yang lebih tinggi menyebabkan kandungan air dalam bahan menurun dan kadar air yang dihasilkan edible film menjadi rendah. Menurut (Anward, dkk. 2013) Konsentrasi yang semakin tinggi menandakan pori film berkurang, sehingga cairan yang dapat terakumulasi di dalam film semakin sedikit. Inilah yang menyebabkan nilai swelling nya semakin rendah.

1,80

% 1,60

% 1,40

% 1,20

% 1,00

% 0,80

1 2 3

Kitosan

4 5

semakin kecil juga

%

(36)

27 4.3 Uji Susut Bobot

Pada penelitian ini, edible coating diaplikasikan permukaan buah tomat dilakukan dengan cara pencelupan. Metode ini paling banyak diaplikasikan pada buah dan sayur.

(a)

(b)

Gambar 4.3 Buah Tomat (a) Tanpa Coating (b) Dengan Coating

Analisa caoting yang dilakukan dengan buah tomat segar dilapisi dengan larutan edible coating dengan variasi yang berbeda dan dibiarkan pada suhu ruangan hingga 7 hari. Gambar di atas menunjukkan kondisi buah tomat tanpa pelapisan edible coating dan buah tomat dengan edible coating setelah 7 hari massa penyimpanan.

(37)

sedangkan buah tomat dengan coating pada permukaan kullit buah terlihat masih segar dan menunjukkan tidak ada perubahan warna pada buah tomat, sehingga warna buah tomat tetap kemerahan.

Pelapisan buah tomat mampu menghambat degradasi klorofil dan

kematangan mampu mempertahankan tingkat kecerahan warnanya.

pembentukan karoten. Selain itu, buah tomat yang berada pada

Menurut (Krochta et al. 1994), Edible coating berbahan dasar jamur tiram yang memiliki polisakarida berperan sebagai membran permeabel yang selektif terhadap pertukaran gas O2 dan CO2 sehingga dapat menurunkan tingkat respirasi pada buah dan sayuran. Aplikasi coating polisakarida dapat mencegah dehidrasi, oksidasi lemak, dan pencoklatan pada permukaan serta mengurangi laju respirasi dengan mengontrol komposisi gas CO2 dan O2 dalam atmosfer internal. Keuntungan lain coating berbahan dasar polisakarida adalah memperbaiki flavor, tekstur, dan warna, meningkatkan stabilitas selama penjualan dan penyimpanan, memperbaiki penampilan, dan mengurangi tingkat kebusukan

Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan kualitas buah tomat. Susut bobot pada buah dapat terjadi karena proses penurunan berat buah akibat proses respirasi, transpirasi dan aktivitas bakteri. Nilai susut bobot buah dihitung berdasarkan selisih berat awal buah dengan berat pada saat dilakukan pengukuran. Pada penelitian ini dilakukan dua perlakuan yang berbeda yaitu penambahan konsentrasi rice bran wax dan waktu sonikasi kitosan-rice bran wax agar dapat mengetahui pengaruhnya terhadap susut bobot buah tomat.

(38)

29

Hal ini terjadi karena edible coating memiliki sifat barrier yang dalam menahan laju respirasi dan transmisi uap air dari buah tomat sehingga uap air yang terkandung di dalam buah tomat akan tertahan oleh edible coating.

Selain itu, susut bobot pada buah tomat juga mengalami peningkatan (a)

(b)

(b)

Gambar 4. 4 Susut Bobot (a) Konsentrasi Rice bran wax (b) Waktu Sonikasi Pada penelitian ini konsentrasi rice bran wax divariasikan yaitu 1%, 2%, 3%, 4% dan 5%. Gambar di atas menunjukan bahwa pelapisan edible coating mampu menurunkan susut bobot buah sawo dibandingkan tanpa adanya pelapisan edible coating.

14,00

% 12,00

% 10,00

% 8,00

% 6,00

%

Tanpa Coating 1%

2%

3%

4%

1 2 3 4 5 6 7 Waktu Penyimpanan

7,00

% 6,00

% 5,00

% 4,00

% 3,00

%

10 menit 30 menit

1 2 3 4 5 6 7

Waktu Penyimpanan (Hari) Susut Bobot Susut Bobot

(39)

seiring dengan lamanya waktu penyimpanan. Peningkatan tersebut disebabkan karena proses transpirasi dimana air yang terdapat di dalam buah tomat akan berpindah ke lingkungan. Kenaikan Susut bobot terjadi karena buah tomat merupakan buah klimaterik yang dapat mengalami peningkatan respirasi seiring dengan pematangan buah (Kismaryanti, 2007dalam Lathifa, 2013).

Hal ini terjadi karena semakin lama waktu sonikasi maka ukuran partikel lebih homogen serta penggumpalan campuran semakin berkurang sehingga edible coating yang dihasilkan tercampur merata sehingga

Gambar 4.4 (a) menunjukkan nilai susut bobot tertinggi pada konsentrasi 1%, 2%, 3%, 4% dan 5% berturut-turut sebesar 7,88%;

7,71%; 5,8%; 4,57% dan 4,33%. Hal ini menandakan bahwa penambahan konsentrasi rice bran wax mengakibatkan penurunan nilai susut bobot buah tomat. Semakin besar penambahan konsentrasi rice bran wax dalam melapisi buah maka pori-pori buah semakin kecil sehingga kehilangan air pada buah tomat semakin kecil juga yang mengakibatkan penurunan nilai susut bobot (Wills, 1981).

Selain itu, dari gambar 4.4 (b) terlihat bahwa waktu sonikasi campuran kitosan dan rice bran wax mampu menurunkan nilai susut bobot buah tomat. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Eric Gustavo et al., 2020 menjelaskan bahwa perlakuan waktu sonikasi berpengaruh terhadap susut bobot dimana semakin lama waktu sonikasi maka susut bobot yang dihasilkan semakin kecil.

edible coating dapat bekerja secara optimal pada saat diaplikasikan (Delmifiana dan Astutui, 2013).

(40)

31

4.4 Uji Produksi Gas Etilen

Buah tomat merupakan buah klimaterik yang akan mengalami kenaikan laju respirasi serta kenaikan gas etilen. Konsentrasi gas etilen yang diproduksi buah pasca panen yang tinggi dapat mempercepat proses pembusukan pada buah. Produksi gas etilen dapat memicu munculnya tanda-tanda kerusakan pada buah serta dapat memicu enzim-enzim hidrofobik yang berperan dalam pelunakan dan menghasilkan warna yang tidak diinginkan oleh konsumen (Jumeri et al., 1997). Etilen merupakan salah satu senyawa yang bersifat volatil atau mudah menguap yang diproduksi pada saat proses pematangan. Pada penelitian ini dilakukan dua perlakuan yang berbeda pada saat pengujian gas etilen yaitu penambahan konsentrasi rice bran wax dan waktu sonikasi kitosan-rice bran wax agar dapat mengetahui pengaruhnya terhadap laju produksi gas etilen yang dihasilkanbuahtomat.

(a)

10 8

6 4 2

%

Tanpa 1 2

3

1 2 3 4 5 6 7

4 5 Waktu Penyimpanan

Gas Etilen

(41)

(b)

Gambar 4.5 Produksi Gas Etilen (a) Konsentrasi Rice bran wax (b) Waktu Sonikasi

Gambar 4.5(a) menunjukkan produksi gas etilen dimana buah tomat tanpa pelapisan edible coating memiliki produksi gas etilen yang lebih besar dibandingkan dengan buah tomat yang dilapisi oleh edible coating. Hal tersebut karena edible coating bersifat barrier yang mampu menahan dan mengendalikan laju respirasi dan produksi gas etilen. Penambahan konsentrasi rice bran wax terbukti mampu menurunkan laju produksi gas etilen buah tomat karena semakin besar konsentrasi rice bran wax maka pori-pori tomat akan semakin kecil sehingga hal tersebut dapat menahan laju produksi gas etilen. Selain itu, waktu sonikasi campuran kitosan dan rice bran wax pu mempengaruhi produksi gas etilen dimana semakin lama waktu sonikasi maka produksi gas etilen yang dihasilkan akan semakin kecil karena pencampuran menggunakan sonikasi dengan bantuan gelombang ultrasonik mampu membuat campuran lebih homogen sehingga edible coating yang dihasilkan lebih optimal ketika diaplikasikan.

7 6 5 4 3 2 1 0

10

menit 30 menit

1 2 3 4 5 6 7

Waktu Penyimpanan

Gas Etilen

(42)

33

4.5 Uji PH Tomat

PH buah merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas tomat (Araguez et al., 2020). PH buah selalu naik selama pematangan karena konsumsi asam organik untuk proses metabolisme selama respirasi (Wu et al., 2016; Tumwesigye, et al., 2017).

(a)

(b)

Gambar 4.6 pH tomat (a) Konsentrasi Rice bran wax (b) Waktu Sonikasi

Gambar 4.6(a) menunjukkan bahwa buah tomat tanpa edible coating mengalami perubahan pH yang sangat signifikan dibandingkan dengan buah tomat dengan edible film. Pelapisan buah

50,00

% 40,00

% 30,00

% 20,00

1 2 3 4 5 6 7

Waktu Penyimpanan (Hari) Tanpa Coating 1% 2% 3% 4%

15,00

%

10,00

%

5,00

%

1 2 3 4 5 6 7

Waktu Penyimpanan (Hari)

Penurunan PHPenurunan PH

(43)

respirasi karena edible coating berperan sebagai membran permiabel yang selektif terhadap pertukaran gas O2 dan CO2 sehingga dapat menurunkan tingkat respirasi pada buah. Nilai pH buah berkaitan dengan asam organik yang terkandung di dalamnya. Penurunan

penurunan pembentukan asam-asam selama penyimpanan.

tomat dengan pelapis edible coating mampu menurunkan laju

keasaman ditandai dengan kenaikan pH yang disebabkan oleh

Tomat merupakan salah satu buah klimaterik yang memiliki laju respirasi 35 – 70 mg CO2/Kg/Jam. Buah tomat dengan laju respirasi yang tinggi maka kandungan total asamnya lebih sedikit.

Peningkatan pH buah tomat selama penyimpanan disebakan berkurangnya asam organik sebagai akibat perombakan asam menjadi cadangan energi dalam respirasi. Saat penyimpanan, buah tomat cenderung mengalami kenaikan kandungan gula yang kemudian diiringi dengan penurunan mutu buah, perubahan kadar gula tersebut mengikuti pola respirasi buah selama penyimpanan.

(Novita, 2015)

Pada gambar 4.6(a) terlihat bahwa penambahan konsentrasi rice bran wax mampu menjaga kestabilan pH tomat. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Nuatong, 2011 menjelaskan bahwa penambahan konsentrasi rice bran wax mampu membuat stabil pH. Selain itu, lama waktu sonikasi juga mempengaruhi kestabilan pH tomat. Terlihat pada gambar 4.5(b) menunjukkan bahwa semakin lama waktu sonikasi pH tomat lebih stabil selama massa penyimpanan. Hal ini sesuai dengan penelitian Eric Gustavo et al., 2020 yang menjelaskan bahwa semakin lama waktu sonikasi maka pH akan lebih stabil karena semakin lama waktu sonikasi maka ukuran

(44)

35 partikel lebih homogen serta penggumpalan campuran semakin

berkurang sehingga edible coating yang dihasilkan tercampur merata.

Hal tersebut membuat edible coating dapat bekerja secara optimal pada saat diaplikasikan sehingga dapat menjaga kestabilan pH (Delmifiana dan Astuti, 2013).

4.6 Uji SEM

Uji Scanning Electron Microscope (SEM) dilakukan untuk mengetahui bentuk morfologi permukaan dan homogenitas dari edible film yang dihasilkan. Hasil pengujian ini juga dapa mengevaluasi homogenitas film, struktur lapisan yang terbentuk, halus dan kasarnya permukaan sehingga topografi, lekukan, tonjolan dan pori-pori permukaan dapat terlihat (Ulpa, 2011).

Gambar 4.7 Hasil Uji SEM Perbesaran 1000x

Gambar 4.7 menunjukkan hasil pengujian SEM edible film yang dilakukan pada pembesaran 1000x. Dari gambar tersebut terlihat permukaan edible film tidak berpori dan tidak ada retakan karena pada pembuatan edible film dilakukan penambahan gilserol sebagai plasticizer. Penambahan plasticizer dalam edible film dapat menghindari pori dan retakan (Garcia et al., 1999). Pada gambar 4.6 juga terlihat bahwa permukaan edible film cukup halus namun masih terdapat partikel yang belum tercampur merata karena edible film yang dibuat menggunakan kitosan konvensional yang memiliki struktur kurang halus dan masih kasar sehingga mempengaruhi edible film yang dihasilkan.

(45)

Uji FTIR merupakan pengujian berbasis serapan spektroskopi dengan menggunakan sinar infra merah. Analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk mengindentifikasi gugus fungsi yang terdapat pada edible film.

Gambar 4.8 Spektrum FTIR Edible film variasi 1% 30 menit Pada gambar 4.8 terlihat adanya pita serapan pada bilangan gelombang 3291,88 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus fungsi OH. Pita serapan pada bilangan gelombang 2915,83 cm-1 menunjukkan gugus fungsi C-H, pita serapan pada bilangan gelombang 1643,05 cm-1 menunjukkan gugus fungsi C=O, pita serapan pada bilangan gelombang 1562,05 cm-1 menunjukkan gugus fungsi N-H, pita serapan pada bilangan gelombang 1415,49 cm-1 menunjukkan gugus fungsi CH3 amida dan pita serapan pada bilangan gelombang 1033,65 cm-1 menunjukkan gugus fungsi C-O. Edible film pada penelitian ini tersusun dari dua komponen utama yaitu kitosan dan rice bran wax. Berdasarkan struktur molekulnya, kitosan mengandung gugus fungsi OH, C-H, C=O, N-H dan C-O sementara rice bran wax mengandung gugus fungsi C-H, C=O dan C-O.

(46)

37

Tabel 4.1 Puncak Serapan FTIR Kitosan dan Rice bran wax Panjang gelombang (cm-1)

Gugus fungsi

Kitosan Rice bran wax

Literatur (Kusumaningsih,2004)

Hasil penelitian

Literatur (Aminu Ishaka et

Hasil penelitian

al., 2004)

O-H 3452,3 3291,88 - -

C-O 1039,6 1033,65 1170 1033,65

C-H 2875,7 2915,83 2846 2915,83

C=O 1647,1 1643,05 1732 1643,05

N-H 1629,7 1562,05 - -

Berdasarkan perbandingan spektra IR kitosan dan rice bran wax hasil penelitian dengan nilai standar, menunjukkan gugus fungsi pada masing-masing senyawa tidak jauh berbeda dengan standar sehingga dapat disimpulkan bahwa kitosan dan rice bran wax sebagai bahan penyusun edible film tercampur dengan baik.

Gambar 4.9 Spektrum FTIR Edible film Variasi tanpa Rice Bran Wax

(47)

Pada gambar 4.8 terlihat adanya pita serapan pada bilangan gelombang 3336,23 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus fungsi OH. Pita serapan pada bilangan gelombang 2935,11 cm-1 menunjukkan gugus fungsi C-H, pita serapan pada bilangan gelombang 1590,98 cm-1 menunjukkan gugus fungsi C=O, pita serapan pada bilangan gelombang 1423,20 cm-1 menunjukkan gugus fungsi N-H, pita serapan pada bilangan gelombang 1031,72 cm-1 menunjukkan gugus fungsi C-O. Edible film pada penelitian ini tersusun dari satu komponen utama yaitu kitosan. Berdasarkan struktur molekulnya, kitosan mengandung gugus fungsi OH, C-H, C=O, N-H dan C-O.

Panjang Gelombang (cm-1) Gugus

Fungsi

Kitosan Rice Bran Wax

Literatur (Kusumaningsih,

2004)

Hasil Penelitian

Literatur (Aminu Ishaka et al,. 2004)

Hasil Penelitian

O-H 3452,3 3336,23 - -

C-O 1039,6 1031,72 1170 -

C-H 2875,7 2935,11 2846 -

C=O 1647,1 1590,98 1732 -

N-H 1629,7 1423,20 - -

Berdasarkan perbandingan spektra IR kitosan hasil penelitian dengan nilai standar, menunjukkan gugus fungsi pada masing- masing senyawa tidak jauh berbeda dengan standar.

Tabel 4.2 Puncak serapan FTIR Kitosan tanpa Rice Bran Wax

(48)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan yang didapatkan adalah sebagai berikut:

1. Aplikasi edible coating pada tomat dapat menurunkan nilai susut bobot tomat, menurunkan produksi laju gas etilen tomat serta dapa menjaga kestabilan ph tomat dibandingkan dengan tomat tanpa pelapisan edible coating. Nilai susut bobot, laju gas etilen serta perubahan ph tertinggi pada tomat tanpa pelapisan edible coatig masing-masing sebesar 7,88%; 7,08 ppm dan 18,06%. Sementara itu, nilai susut bobot, laju gas etilen serta perubahan ph tertinggi pada tomat yang dilapisi edible coatig masing- masing sebesar 12,05%; 7,89 ppm dan 39,06%

2. Edible film yang dihasilkan memiliki nilai kuat tarik pada komposisi kitosan 1, 2, 3, 4 dan 5 gram masing-masing sebesar 3,73 Mpa; 3,91 Mpa; 3,98 Mpa;

4,14 Mpa dan 4,53 Mpa. Sementara itu, nilai elongasi yang didapatkan sebesar pada komposisi kitosan 1, 2, 3, 4 dan 5 gram masing-masing sebesar 4,46%; 3,68%; 1,99%; 1,32% dan 0,81%.

5.2 Saran

Dari penelitian yang telah dilakukan, saran yang didapat diberikan penulis adalah sebagai berikut :

1. Perlu dilakukan pembuatan edible coating menggunakan metode selain sonikasi agar dapat mengetahui pengaruhnya terhadap kualitas edible coating yang dihasilkan.

2. Perlu dilakukan penggunaan plasticizer yang berbeda agar dapat mengetahui pengaruhnya terhadap edible film yang dihasilkan.

3. Perlu dilakukan pembuatan edible coating dari kitosan komersil agar dapat dibandingkan dengan edible coating dari kitosan konvensional

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Alexopoulos, C.J. 1962. Introductory Micology. Second Edition. John Wiley an Sons. Inc. New York

Achmad, etal.(2011). Karakter Morfologis dan Genetik Jamur Tiram (Pleurotus spp.).J. Hort. Vol(21) :3. Hlm 225-231

Andoko, A. dan Parjimo. 2007. Budidaya Jamur (Jamur Kuping, Jamur Tiramdan Jamur Merang). Agromedia Pustaka. Jakarta.

Anward Giovanni, dkk. 2013. Pengaruh Konsentrasi Serta

Penambahan Gliserol terhadap Karakteristik Film Alginat dan Kitosan. Vol. 2. No. 3. Hal. 51-56. Diakses pada 24 November 2022.

Asegab,Muad.(2011). JamurTiram, JamurMerang, dan Jamur Kuping.

Jakarta: PT. Agromedia Pustaka.

Bastaman S. 1989. Studies on degradation and extractionof chitin and chitosan from prawn shells. Thesis.The Depart.Of Mechanical Manufacturing, Aeronautical and Chemical Engineering.The Queen’s University of Belfast. Hal. 143.

Budiman. 2011. Aplikasi Pati Singkong sebagai Bahan Baku Edible coating untuk Memperpanjang Umur simpan Pisang Cavendish (Musa cavendishii). Skripsi Tidak Diterbitkan.

Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian InstitutPertanian Bogor.

Connie, R. 2008. Analisis Pendapatan dan Titik Impas Usaha Tani Jamur Tiram Putihpada Perusahaan Trisno Insan Mandiri Musroom (Timmush) Desa Cibunti Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor Jawa Barat. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian , Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Delmifiana, B, dan Astuti, 2013, Penagruh Sonikasi Terhadap Struktur dan Morfologi Nanopartikel Magnetik yang Disintesis dengan Metode Kopresipitasi, Jurnal Fisika Universitas Andalas, Vol.2, No.3.

Djarijah. Nunung Marlina dan Abbas Siregar Djarijah. 2001. Jamur Tiram. Yogyakarta. Penerbit Kanisius. Dwidjoseputro, D, 1991. Pengantar Mikologi. Bandung: Penerbit Alu Fauziati.

Dkk. 2016. Pemanfaatan Stearin Kelapa Sawit sebagai Edible

Referensi

Dokumen terkait

Jemaat sektor pelayanan I-XII yang akan mengikuti Katekisasi Khusus Dewasa dimohon mendaftar dan mengisi Formulir di kantor sekretariat Majelis Jemaat GPIB Pelita di Lubang Buaya

Sampai saat ini ada konsep pengelolaan stok dan belum disesuaikannya pemanfaatan dengan jumlah populasi ikan hias jenis P.kauderni terutama di Pulau

Selain itu, sebagai salah satu dari 13 kawasan kelautan nasional potensial, satu-satunya kawasan minapolitan rumput laut dengan sistem klaster di Provinsi NTT yang telah

Untuk mengetahui kelebihan muatan pada pelabuhan diperlukan pengukur berat muatan kapal berupa jembatan timbang menggunakan sensor Load Cell kapasitas 10 kg skala

Sebagai sebuah organisasi yang telah berusiasatu abad kekuatan Muhammadiyah terletak pada: 1) Fondasi Islam yang berlandaskan pada Al-Quran dan Al-Sunnah yang disertai pengembangan

Scene ini menceritakan tentang Lam yang mempertanyakan kebenaran akan berita yang diterbitkan kantornya dengan kolonel pasukan khusus Alif, sebagai

Дозвола за управљање отпадом За обављање једне или више активности управљања отпадом у постројењу у складу са овим законом, прибавља се дозвола

Ketoksikan oral akut (ujian had), dos tunggal, LD50: > 2,000 mg/kg berat badan Boleh dikatakan tidak toksik.