• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Efektivitas Peran DP2PA dalam Memberikan Perlindungan terhadap Anak Korban Kekerasan Seksual

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of Efektivitas Peran DP2PA dalam Memberikan Perlindungan terhadap Anak Korban Kekerasan Seksual"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

57

https://journal.uinsi.ac.id/index.php/mitsaq

Efektivitas Peran DP2PA Dalam Memberikan Perlindungan Anak Korban Kekerasan Seksual di Kota Samarinda

Mitsaq : Islamic Family Law Journal

Efektivitas Peran DP2PA Dalam Memberikan Perlindungan Anak Korban Kekerasan Seksual Di Kota Samarinda

Hamka Pradana1, Sulung Najmawati Zakiyya2 UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda,

1[email protected]

2[email protected]

Abstrak:

Kekerasan seksual kini telah menjadi masalah sosial yang cukup serius dan memprihatinkan. Penyebabnya antara lain adalah adanya ancaman yang didapatkan serta korban takut akan stigma buruk dan pandangan cemooh dari masyarakat terhadap dirinya sebagai orang yang sudah tercemar.Penelitian ini menggunakan penelitian lapangan (field research), dan penelitian ini bersifat kualitatif yang tata cara penelitiannya menggunakan data deskriptif, yang mana dalam penelitian ini menggambarkan keadaan di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2PA) Kota Samarinda. Sedangkan teknik pengumpulan datanya ditekankan pada observasi, wawancara, dan dokumentasi pada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2PA) Kota Samarinda.Hasil yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa upaya yang dilakukan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2PA) Kota Samarinda dalam upaya perlindungan anak korban kekerasan seksual dilakukan proses pencegahan yang diberikan dengan bentuk sosialisasi dengan memberikan edukasi ke masyarakat guna untuk mengecilkan angka kekerasan seksual pada anak dan peran pelayanan yang diberikan adalah dalam bentuk rujukan bantuan hukum, kesehatan, rehabilitasi, reintegrasi sosial dan rumah aman (shelter). Namun, dalam perjalanannya ada kendala-kendala yang terjadi dalam upaya perlindungan anak korban kekerasan seksual, diantaranya kurangnya sumber daya manusia, terbatasnya sumber dana, kurangnya fasilitas penunjang korban dan minimnya pemahaman masyarakat dalam perlindungan hak-hak anak.

Kata Kunci : DP2PA, Perlindungan Anak, Kekerasan Seksual

A. Pendahuluan

Anak adalah suatu amanat Tuhan yang diberikan kepada kedua orang tuanya. Anak lahir dalam keadaan suci dan bersih, anak dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya dan belum dapat berbuat apa-apa, sehingga masih menggantungkan diri pada orang lain yang lebih dewasa. Kelahiran anak di dunia ini merupakan akibat langsung peradaban orang tuanya, hal ini menujukkan bahwa kedua orang tuanya harus menanggung segala resiko

(2)

58

yang timbul sebagai akibat dari perbuataannya yaitu bertanggung jawab atas pemeliharaan anaknya sebagai amanat Tuhan.1

Merawat anak merupakan tanggung jawab yang berat, karena kita akan menciptakan suatu generasi yang akan melanjutkan cita-cita kita, sebagai orang tuanya yang belum tercapai. Sekali salah langkah kita maka akan terjadi kefatalan. Lebih-lebih pada zaman sekarang ini lingkungan sudah terkena polusi akhlak dan iman, karena terpengaruh kerasnya kehidupan, baik yang terjadi langsung di lingkungan masyarakat maupun dari tayangan- tayangan televisi atau media yang lainnya, dan ini akan berpengaruh pada kehidupan anak.2

Orang tua yang baik hendaknya memelihara hubungan yang harmonis antar anggota keluarga (ayah dengan ibu, orang tua dengan anak dan anak dengan anak). Hubungan yang harmonis, penuh dengan perhatian, pengertian dan kasih sayang dengan begitu akan membuahkan perilaku yang baik pada anak. Dan sebaliknya dengan ketidak harmonisan seperti sering terjadi perselisihan dan pertengkaran akan mempengaruhi perkembangan pada jiwa anak yang kurang baik, seperti keras kepala, pembohong, tidak sopan, dan juga kurang memperdulikan norma-norma yang berlaku

Kekerasan secara umum didefinisikan sebagai suatu tindakan yang bertujuan untuk melukai seseorang atau merusak barang. Dalam hal ini segala bentuk ancaman, cemooh penghinaan, mengucapkan kata-kata kasar yang terus menerus juga diartikan sebagai bentuk tindakan kekerasan. Dengan demikian kekerasan diartikan sebagai penggunaan kekuatan fisik untuk melukai manusia atau untuk merusak barang, serta pula mencakup ancaman pemaksaan terhadap kebebasan individu.3

Kekerasan seksual terhadap anak seperti fenomena gunung es, angka kekerasan seksual terhadap anak bisa jadi lebih besar namun, banyak korban tidak memiliki keberanian untuk melapor kepada Lembaga-lembaga perlindungan anak atau pihak berwajib. Penyebabnya antara lain adalah adanya ancaman yang di dapatkan serta korban takut akan stigma buruk dan pandangan cemooh dari masyarakat terhadap dirinya sebagai orang yang sudah tercemar.4

1 Bambang Sujiono, Julia Nuraini Sujiono, Mencerdaskan Perilaku Anak Usia Dini (Panduan Bagi Orang Tua Dalam Membina Perilaku Anak Sejak Dini), (Jakarta : PT. Alex Media Komputindo, 2005) h.62.

2 Faramarz bin Muh. Rahban, Selamatkan Putra-Putrimu Dari Lingkungan yang tidak Islami, Terj. Kamdani, (Yogtakarta : Mitra Pustaka, 1999). h. 2-3.

3 Purnianti, Apa dan Bagaimana Kekerasan dalam Keluarga, (Jakarta: Kongres Wanita Indonesia (KOWANI), 2000), h. 2.

4Komisi Perlindungan Anak Indonesia https://www.kpai.go.id/ diakses hari kamis, tanggal 24 februari 2022 pukul 11.51

(3)

59

Beberapa dari anak korban yang mengalami kekerasan seksual dalam diri anak muncul rasa malu, membenci diri sendiri dan depresi, sehingga untuk mengatasi perasaan tersebut, mereka menggunakan obat-obatan, bahkan ada yang melukai dirinya sendiri, agar dapat mengekspresikan sakit yang mereka rasakan. Akibatnya akan menimbulkan gangguan jiwa yang disebut ”stress pasca trauma”.5

Dalam hal ini hendaknya masyarakat sekitar memahami keadaan anak korban kekerasan seksual tersebut dan berusaha ikut serta membantu proses penyelesaian kasus tersebut dengan berdasarkan keadilan restoratif, sebagaimana konsep yang mengedepankan pemulihan, perlindungan, dan kerugian anak korban kekerasan seksual.

Perhatian Negara Indonesia terhadap anak dan perempuan permasalahan anak memang sudah begitu jelas. Ini terlihat pada dasar konstitusi sebagaimana telah tertuang pada UUD 1945. Kemudian lahir peraturan lainnya sebagai wujud kepedulian terhadap anak. Diantaranya;

Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, yang mempertegas tentang perlunya pemberatan sanksi pidana dan denda bagi pelaku kejahatan terhadap anak terutama kepada kejahatan seksual yang bertujuan untuk memberikan efek jera, serta mendorong adanya langkah konkrit untuk memulihkan kembali fisik, psikis dan sosial anak.

Berdasarkan Undang-undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak secara substansial telah memberikan perlindungan khusus terhadap anak korban kekerasan seksual, yang termuat dalam Pasal 59 ayat (1) bahwa: “Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan Perlindungan Khusus kepada Anak. “Di antara pasal 59 dan 60 disisipkan menjadi 1 (satu) pasal yakni 59A, yang berbunyi sebagai berikut:

Perlindungan khusus bagi anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) dilakukan melalui upaya:

a. Penanganan yang cepat, termasuk pengobatan dan/atau rehabilitasi secara fisik, psikis, dan sosial, serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya;

b. Pendampingan psikososisal pada saat pengobatan sampai pemulihan;

c. Pemberian bantuan sosial bagi anak yang berasal dari keluarga tidak mampu

d. Pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan

5Bambang Waluyo, Viktimologi Perlindungan Saksi dan Korban, (Jakarta: Sinar Grafika 2011), h.42.

(4)

60

Sehubung dengan perkembangan anak yang semakin dewasa, terjadi berbagai macam fenomena negatif yang mengusik kehidupan mereka.

Berbagai penyimpangan sosial yang ada dalam masyarakat kita sekarang ini semakin banyak terjadi dan sebagian besar menimpa anak-anak. Walaupun Undang-Undang tentang perlindungan tersebut telah diterbitkan dan dalam agama Islam juga dijelaskan laranagan melakukan kekerasan pada anak. Para pelaku kekerasan tetap saja berani untuk melakukan aksinya dimana pun, kapan pun dan kepada siapa pun, terutama anak-anak.

Melihat fenomena tersebut menurut penulis sangat dibutuhkan suatu kesadaran orang tua untuk tidak melakukan tindakan-tindakan kekerasan yang dapat mempengaruhi kecerdasan anak dan sebagai orang tua wajib mendidik anaknya supaya anak dapat menjadi generasi yang nantinya berguna di dunia maupun di akhirat. Di masa pandemi covid-19 yang mengharuskan belajar di rumah melalui fasilitas belajar daring, turut berperan menjadi penyumbang tingginya kasus kekerasan terhadap anak.

Kekerasan terhadap anak apapun bentuknya, mulai dari penelantaraan, eksploitasi, diskriminasi sampai pada perlakuan yang tidak manusiawi, akan terekam dalam alam bawah sadar mereka sampai mereka beranjak dewasa bahkan sepanjang hidupnya. Hal ini melatar belakangi saya ingin mengetahui tentang faktor masalah anak yang menjadi korban kekerasan seksual dan bagaimana proses yang dilakukan oleh Lembaga pemerintah DP2PA yang memegang peranan penting dalam penanganan korban kekerasan seksual agar korban diharapkan dapat kembali melakukan aktifitasnya dan berkembang seperti halnya anak yang lain, maka dari itu penulis tertarik untuk mengangkat judul penelitian tentang “Efektivitas Peran DP2PA Dalam Memberikan Perlindungan Anak Korban Kekerasan Seksual Di Kota Samarinda.”

B. Landasan Teori

1. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan anak

Perlindungan terhadap anak merupakan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat sekitarnya. Perlindungan yang diberikan pada anak merupakan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-hak anak untuk dapat hidup, tumbuh berkembang dan juga dapat bersosialisasi di lingkungan sekitarnya. Anak merupakan anugerah sekaligus amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang seharusnya kita jaga dan lindungi. Kejahatan atau tindak pidana pada dasarnya dapat terjadi pada siapapun baik itu pria, wanita maupun anak- anak. Anak sangat rentan atau rawan menjadi korban tindak

(5)

61

kekerasan fisik yang mana anak merupakan manusia yang sangat lemah dan masih membutuhkan perlindungan dari orang dewasa yang ada di sekitarnya.6

Perlindungan anak dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu :

a. perlindungan yang bersifat yuridis yang meliputi perlindungan dalam bidang hukum publik dan dalam bidang hukum keperdataan

b. perlindungan anak yang bersifat non yuridis yang meliputi perlindungan dalam bidang sosial, bidang kesehatan, dan bidang Pendidikan.7

C. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam peneltian ini adalah jenis penelitian kualitatif yang memiliki sifat deskriptif adalah metode penelitian yang digunakan untuk menjelaskan pemahaman tentang situasi nyata yang dapat mendekripsikan tentang prilaku yang nampak dan memungkinkan untuk mendeskripsikan kondisi internal manusia. Oleh karena itu, penelitian ini bersifat lapangan. Penelitian lapangan adalah sumber data yang diperoleh dari lapangan peneltian yaitu mencari data terjun kelapangan ke objek penelitian untuk memperoleh data yang konkret yang berkaitan dengan masalah tentang peran DP2PA dalam memberikan perlindungan anak korban kekerasan seksual di kota samarinda. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data dalam penelitian ini terbagi dalam beberapa tahapan di antaranya, pengumpulan data, pengurangan data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

D. Pembahasan

1. Temuan Lapangan dan Hasil Wawancara

Jumlah data kasus kekerasan terhadap terhadap perempuan dan anak di DP2PA Kota Samarinda tiga tahun terakhir, yaitu dari tahun 2019-2021

6Abu Huraerah, Kekerasan Terhadap Anak,(Bandung :Penerbit Nuansa Cendekia,2012),h.21.

7 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, (Bandung : PT. Refika Aditama, 2010),h.34.

(6)

62

TABEL I

KEKERASAN TERHADAP ANAK TAHUN 2019

Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa kekerasan terhadap anak di ranah personal terjadi dalam berbagai jenis, yang menggambarkan kekerasan yang terjadi pada korban. Bentuk-bentuk tersebut adalah kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, penelantaran rt, trafficking, eksploitasi dan lainnya.

Dari berbagai jenis kekerasan yang paling tinggi adalah kekerasan seksual sebanyak (35 kasus terdiri dari 34 anak perempuan dan 1 anak laki-laki), disusul kekerasan psikis (28 kasus terdiri dari 19 anak perempuan dan 9 anak laki-laki) lalu kekerasan fisik (8 kasus terdiri dari 2 anak perempuan dan 6 anak laki-laki).

TABEL II

KEKERASAN TERHADAP ANAK 2020

Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa sebanyak 31 kasus kekerasan seksual terjadi di tahun 2020 sama seperti tahun sebelumnya yaitu kekerasan seksual masih menjadi kasus tertinggi di kota Samarinda, disusul dengan kekerasan psikis berjumlah 16 kasus lalu kekerasan fisik yang berjumlah 14 kasus. Pola ini sama seperti pola tahun sebelumnya. Kekerasan seksual secara konsisten masih menjadi terbanyak yang dilaporkan dan memperlihatkan bahwa rumah dan relasi pribadi belum menjadi tempat yang bagi perempuan.

L P L+P L P L+P L P L+P L P L+P

1 Kekerasan Fisik 2 2 4 3 0 3 1 0 1 6 2 8

2 Kekerasan Psikis 5 8 13 2 7 9 2 4 6 9 19 28

3 Kekerasaan Seksual 0 2 2 1 13 14 0 19 19 1 34 35

4 Penelantaran RT 2 0 2 3 2 5 0 1 1 5 3 8

5 Trafficking 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

6 Eksploitasi 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1

7 Lainnya 0 0 0 0 11 5 8 3 11 19 8 27

Total 9 12 21 20 27 47 11 28 39 41 67 107

No Bentuk Kekerasan Anak 1-5 Anak 6-12 Anak 13-18 Total

L P L+P L P L+P L P L+P L P L+P

1 Kekerasan Fisik 1 0 1 5 4 9 3 2 5 9 6 14

2 Kekerasan Psikis 2 1 3 5 3 8 3 2 5 10 6 16

3 Kekerasaan Seksual 0 3 3 1 11 12 3 13 14 4 27 31

4 Penelantaran RT 0 2 2 1 1 2 0 1 1 1 4 5

5 Trafficking 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

6 Eksploitasi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

7 Lainnya 11 4 15 4 5 9 6 5 11 21 14 35

Total 14 10 24 16 24 40 15 23 38 45 57 102

Total No Bentuk Kekerasan Anak 1-5 Anak 6-12 Anak 13-18

(7)

63

TABEL III

KEKERASAN TERHADAP ANAK 2021

Dari tabel diatas menunjukan bahwasanya angka kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak menjadi kasus tertinggi dibandingkan kekerasan yang lainnya meskipun mengalami penurunan. Di tahun 2019 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak berjumlah 35 kasus.

Di tahun selanjutnya yaitu tahun 2020 terjadi penurunan menjadi 31 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak, hal itu karena adanya faktor pandemi covid19 sehingga kurangnya akses untuk melapor. Karena di tahun selanjutnya yaitu pada tahun 2021 jumlah kekerasan seksual kembali menurun menjadi 19 kasus. Adapun angka kekerasan secara keseluruhan di Kota Samarinda masih mengalami naik turun.

Berdasarkan hasil wawancara di unit pelaksana teknis daerah perlindungan perempuan dan anak (UPTD PPA) Kota Samarinda, penulis memperoleh beberapa penjelasan terkait kekerasan terhadap anak terungkap bahwa perempuan dan anak adalah kelompok yang banyak menjadi korban kekerasan seksual di kota Samarinda. Maraknya kekerasan seksual yang sebagian besar dialami oleh anak-anak dan perempuan, membuat masyarakat cemas terutama orang tua yang mengkhawatirkan anak-anaknya menjadi korban kekerasan seksual. Kekerasan seksual terhadap anak sangat mencemaskan karena sebanyak 95% terjadi pada orang terdekat, namun belum semua kasus kekerasan seksual terhadap anak dapat ditangani dan diselesaikan secara maksimal.8

Kekerasan sering terjadi terhadap anak, yang dapat merusak, berbahaya dan menakutkan. Anak yang menjadi korban kekerasan menderita kerugian, tidak saja bersifat material, tetapi juga bersifat immaterial seperti goncangan emosional dan psikologis, yang dapat mempengaruhi kehidupan masa depan anak.

8 Violeta, Kepala UPTD PPA Kota Samarinda, Wawancara, Samarinda, 14 April 2022

L P L+P L P L+P L P L+P L P L+P

1 Kekerasan Fisik 2 0 2 1 2 3 2 2 4 5 4 9

2 Kekerasan Psikis 3 2 5 10 6 16 0 18 18 13 26 39

3 Kekerasaan Seksual 0 2 2 0 4 4 0 13 13 0 19 19

4 Penelantaran RT 0 0 0 1 0 1 0 2 2 1 2 3

5 Trafficking 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1

6 Eksploitasi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

7 Lainnya 1 5 6 4 2 6 11 1 12 16 8 24

Total 6 9 15 16 14 30 13 37 50 35 60 95

Total No Bentuk Kekerasan Anak 1-5 Anak 6-12 Anak 13-18

(8)

64

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak di antaranya adalah faktor ekonomi yang masih banyak terjadi di masyarakat terutama kemiskinan, tingkat Pendidikan yang rendah, peran media sosial dan kondisi keluarga. Secara keseluruhan, korban dari kasus-kasus pelecahan seksual sama-sama masih bersekolah, tetapi latar belakang Pendidikan pelaku yang berbeda pula.

Menurut Violeta, dari data kasus di beberapa tempat memang selalu ada peningkatan kasus kekerasan terhadap anak, termasuk DP2PA Kota Samarinda data kasusnya cenderung fluktuatif. Fenomena yang muncul dari kekerasan terhadap anak sekarang ini banyak yang terjadi karena anak mencontoh apa yang dia lihat, dan juga melakukan apa yang dia alami, apa yang anak itu alami sebagai korban kekerasan cenderung melakukan lagi terhadap teman-temannya. Gejala yang muncul adalah memang dari kurangnya perhatian atau kurangnya kedekatan antara anak dengan orang tuanya, sehingga anak cenderung tidak mengetahui apa yang dilakukan atau apa yang terjadi dalam dirinya itu adalah keliru dan salah, karena anak berusaha untuk meniru, dan anak juga meyakini bahwa apa yang dilakukan oleh orang dewasa itu dianggap benar.9

Dari penjelasan tersebut, kekerasan seksual di atas tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak, tetapi saat ini juga banyak dilakukan oleh orang terdekat seperti ayah kandung dan paman, hal ini disebabkan karena pada masa covid-19 itu sistem pembelajaran dilakukan secara online sehingga anak-anak lebih banyak menghabiskan waktunya dirumah. Dampaknya korban dapat menderita ketegangan atau stress tingkat tinggi, bahkan ada yang sampai depresi tindak kekerasan yang dialaminya.

Korban akan mengalami berbagai penyimpangan kepribadian seperti menjadi pendiam, atau sebaliknya menjadi lebih agresif, konsep dirinya negatif dan mudah menyalahkan dirinya sendiri. Tidak sedikit juga korban kekerasan yang memilih jalan pintas untuk menyelesaikan masalahnya, yaitu dengan mencoba bunuh diri atau kabur dari rumah.

Berdasarkan hasil wawancara di dinas Pemberdayaan dan perlindungan anak kota Samarinda penulis memperoleh beberapa penjelasan bahwasanya kekerasan seksual di kota Samarinda mengalami peningkatan walaupun tidak banyak.10 Perlindungan terhadap hak-hak abak korban kekerasan seksual sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh korban. Karena pada dasarnya korban kekerasan seksual merupakan korban ganda yang selain mengalami kekerasan fisik secara seksual, korban juga mengalami kekerasan

9 Violeta, Kepala UPTD PPA Kota Samarinda, Wawancara, Samarinda, 14 April 2022

10 Wiyono, Kepala Bidang Perlindungan Khusus Anak, Wawancara, Samarinda, 18 Mei 2022.

(9)

65

psikis yang membutuhkan waktu yang lama untuk memulihkannya. Anak korban kekerasan seksual mengalami penderitaan yang sangat berat sebab kekerasan yang dialaminya akan menjadi trauma yang membayangi perjalanan hidupnya. Hal ini juga berdampak buruk terhadap perkembangan psikologis, emosional, fisik, dan sosial korban.11

Pada umumnya akibat dari kekerasan seksual tersebut biasanya korban akan mengalami penderitaan fisik dan psikis. Anak akan menjadi cenderung diam dan mengalami stress. Begitu juga sebaliknya anak sering menyalahkan dirinya sendiri hingga mengalami depresi. Setiap anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial. Oleh karenanya anak memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan, perhatian, kasih sayang, dan Pendidikan demi mendapatkan kesejahteraan hidup.

Proses pendampingan disini membantu korban untuk mengentaskan dan menyelesaikan permasalahan korban. Dalam pendampingan ini juga dilakukan untuk penguatan kepada keluarga dan sosialisasi pada sekolah- sekolah berupa edukasi mengenai DP2PA beserta tugas dan fungsinya. Selain sosialisasi, DP2PA Kota Samarinda juga mengadakan diskusi atau sharing tentang keluh kesah dan harapan orang tua terhadap DP2PA Kota Samarinda, penguatan keluarga dilakukan juga untuk menyiapkan keluarga agar dapat menerima kondisi korban. Selain itu, ada juga untuk pemenuhan kebutuhan korban yang nantinya digunakan dalam upaya perlindungan dan pemulihan kondisi korban. Hasil yang ingin dicapai dari kegiatan pendampingan dan proses perlindungan ini adalah anak dapat kembali ceria seperti sebelumnya.12

Dalam melaksanakan proses pendampingan tersebut, DP2PA Kota Samarinda memiliki strategi yang digunakan dalam menangani masalah kekerasan seksual. Salah satunya adalah dengan menggandeng sebuah gerakan dari jaringan atau kelompok warga pada tingkat masyarakat yang bekerja secara terkoodinasi yaitu perlindungan anak terpadu berbasis masyarakat (PATBM) di tingkat kelurahan untuk melakukan pencegahan dan respon cepat terjadinya kekerasan terhadap anak.

Berdasarkan wawancara dengan kepala bidang perlindungan khusus anak dapat diketahui bahwa pendampingan bagi korban disini adalah sebagai sumber penguatan bagi korban, karena korban merasa tidak sendirian dalam

11 Anastasia Hana Sitompul,” Kajian Hukum Tentang Tindak Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Indonesia”, Jurnal Lex Crimen, No.1, Vol.4, 2015

12 Wiyono, Kepala Bidang Perlindungan Khusus Anak, Wawancara, Samarinda, 18 Mei 2022.

(10)

66

menghadapi permasalahan. Adanya para pendamping yang senantiasa dan membantu sehingga korban menjadi semangat dan tidak putus asa dalam menghadapi permasalahan dan dapat melanjutkan masa depannya. Dengan pendampingan ini, korban akan merasa lebih nyaman mengungkapkan semua yang dia rasakan dan dia alami karena sudah tidak ada rasa canggung lagi antara korban dan pendamping. Dengan adanya pendampingan ini orang tua lebih kuat dalam menghadapi masalah yang menimpa anak mereka, karena ada para pendamping yang selalu memberikan penguatan kepada seluruh keluarga dan senantiasa membantu seta memantau perkembangan kondisi korban.

2. Efektivitas Peran (DP2PA) Kota Samarinda dalam memberikan perlindungan anak korban kekerasan seksual

Kekerasan seksual merupakan pelanggaran hak asasi manusia, kejahatan terhadap martabat kemanusiaan, serta bentuk diskriminasi yang harus dihapuskan (Penjelasan UU No. 12 Tahun 2022). Merujuk pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 (UU TPKS). Undang- Undang ini mengatur mengenai pencegahan segala bentuk tindak pidana kekerasan seksual, penanganan, perlindungan, dan Pemulihan Hak Korban, koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah agar penanganan korban kekerasan seksual dapat terlaksana dengan efektif. Selain itu diatur juga keterlibatan masyarakat dalam pencegahan dan pemulihan korban agar dapat mewujudkan kondisi lingkungan bebas dari kekerasan seksual.13

Visi dan misi yang menjadi tujuan utama yang ingin di capai oleh dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di kota samarinda tentunya menjadi tantangan untuk di capai sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang telah ditetapkan dalam peraturan walikota samarinda Nomor 31 Tahun 2016 tentang kedudukan, susunan organisasi, tugas dan fungsi serta tata kerja dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak kota samarinda maka harus melaksanakan perumusan kebijakan teknis, pelaksanaan dan pengawasan agar hak perempuan dan anak di kota samarinda terpenuhi.

Pada pelaksanaannya Undang-Undang tersebut telah sejalan dengan amanat UUD 1945 terkait jaminan hak asasi manusia, yaitu anak sebagai manusia memiliki hak yang sama untuk tumbuh dan berkembang. Namun, munculnya permasalahan-permasalahan baru seiring dengan globalisasi dan perubahan zaman yang menuntut masyarakat berubah cepat, maka beberapa

13 Eko Nurisman, Risalah Tantangan Penegakan Hukum Tindak Pidana Kekerasan Seksual Pasca Lahirnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022”, Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, No.2, Vol.4, 2022.

(11)

67

ketentuan dalam Undang-Undang yang sudah berjalan selama 12 (dua belas) tahun tersebut diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak.

Sistem penegakan hukum sangat dipengaruhi oleh aparat penegak hukum itu sendiri. Dengan kedudukan dan peranan yang dimilikinya maka, para penegak hukum dituntut untuk memiliki sikap dan perilaku professional dalam menjalankan tugasnya. Apabila dikaitkan dengan peran DP2PA dalam upaya memberikan perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan seksual, maka salah satunya ialah melalui pencegahan dan penanganan.

Sarana atau fasilitas sangat penting untuk mengekfektifkan suatu peraturan perundang-undangan tertentu. Ruang lingkup sarana tersebut terutama sarana fisik, berfungsi sebagai faktor pendukung. 14 Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu antara lain mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup serta fasilitas lainnya dalam kondisi baik dan telah dimanfaatkan secara optimal sesuai peruntukannya.

Salah satu faktor lain juga yang mengefektifkan suatu peraturan adalah masyarakat. Yang dimaksud disini adalah kesadarannya untuk mematuhi suatu peraturan perundang-undangan, yang kerap disebut derajat kepatuhan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa derajat kepatuhan hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan.15 Pada masyarakat khususnya masyarakat ekonomi lemah, persoalan yang dihadapi tidaklah mudah semakin berkembang zaman membuat orang tua semakin sulit untuk mengontrolnya anaknya, di saat sekarang ini hampir semua orang memiliki smartphone dan bisa dengan mudah berinteraksi di sosial media dan bebas mengakses segala macam konten di internet, jika pada suatu kondisi tidak ada kontrol dari orang tua, akan membuat anak semakin bebas menggunakan smartphone yang bisa mengarah kepada hal yang berunsur seksual, seperti pornografi, prostitusi online, dan lain sejenisnya

Begitu banyak kasus kekerasan seksual yang menjadikan anak sebagai salah satu korbannya, tidak lepas dari pengaruh faktor kebudayaan yang diwujudkan dalam keragaman budaya, tradisi, pola pikir, kondisi geografis, serta ekonomi sebagai akibat dari rendahnya sumber daya alam yang tersedia di suatu wilayah. Masyarakat yang tinggal di perkotaan dan pedesaan tentunya memiliki pola pikir yang berbeda. Umunya masyarakat pedesaan masih memegang teguh nilai-nilai adat istiadat/atau kebudayaan setempat.

14 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 2013), h. 37

15 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), h. 64

(12)

68

Dalam menjalankan fungsinya dinas pemberdayaan dan perlindungan anak kota samarinda sebagai fasilitator juga memberikan arahan kepada sekolah-sekolah, masyarakat umum dan pemuda-pemuda dalam bentuk sosialisasi terkait undang-undang dan perda yang mengatur terkait perlindungan anak khususnya yang ada di samarinda. Peran pemerintah saat ini terkhusus dinas pemberdayaan anak dalam melakukan penanganan terhadap korban kekerasan seksual akan diberikan jaminan hukum, jaminan kesehatan, rehabilitasi dan rumah aman sehingga korban akan merasa lebih di perhatikan.

Sehingga peran negara menjadi hal yang paling penting dalam pemberantasan tindak kekerasan seksual pada anak yang terjadi di Indonesia khususnya Kalimantan Timur bagian Samarinda yang di dukung dengan adanya PERDA NO. 10 Tahun 2013 pasal 3 yang berbunyi “ Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan, diskriminasi, dan keterlantaran demi terwujudnya anak Samarinda yang beriman dan bertaqwa, cerdas, berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.”

Adapun peran yang dilakukan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak kota Samarinda dalam pencegahan kasus kekerasan seksual anak dilalukan dengan program penanganan, pencegahan serta sosialisasi ke sekolah-sekolah dengan melibatkan semua unsur organisasi dalam masyarakat dan kegiatan dari pencegahan tersebut dilakukan secara berkesinambungan. Unsur-unsur yang bersinergi dengan Dinas merupakan bentuk perpanjangan tangan dari dinas untuk terus melakukan program pencegahan kekerasan seksual terhadap anak.

3. Kendala yang dihadapi (DP2PA) Kota Samarinda dalam memberikan perlindungan anak korban kekerasan seksual

Upaya perlindungan hukum yang dilakukan DP2PA Kota Samarinda merupakan segala tindakan yang meliputi pelayanan dan pendampingan kepada korban kekerasan seksual yang ada di Kota Samarinda. Adapun proses tersebut diberikan tidak hanya sebatas pada pemenuhan kebutuhan korban seperti penanganan medis, pendampingan psikologis, hukum, dan akan tetapi perlindungan tersebut mencakup penciptaan kondisi yang memungkinkan korban kekerasan seksual kembali berdaya secara utuh dan kembali hidup normal tanpa ada gangguan sebagaimana sebelum terjadinya tindak kekerasan yang dialami korban, sehingga korban dapat tumbuh dan berkembang dengan baik serta mampu mengambil keputusan untuk dirinya sendiri.

(13)

69

Berdasarkan hal tersebut kemudian penulis melihat adanya kendala yang masih butuh perhatian serius dari semua pihak yang terlibat dalam upaya perlindungan anak korban kekerasan seksual. Kendala tersebut berasal dari struktur masyarakat yang berkembang di Kota Samarinda stake holder yang ikut berperan dalam penanganan korban. Dalam struktur masyarakat, budaya malu merupakan salah satu faktor penghambat dalam menjalankan tugasnya untuk menangani masalah kekerasan seksual, karena kebanyakan korban yang tidak mau melapor kasus yang dialami korban kepada pihak yang berwenang.

Selain itu minimnya sumber daya manusia yang dimiliki DP2PA Kota Samarinda menjadi hambatan tersendiri dalam proses penanganan pemulihan pada korban, kemudian kurangnya kerja sama antara dinas dengan LSM/organisasi yang ada di masyarakat dan anggaran yang belum mampu memenuhi kebutuhan dari DP2PA. Besarnya biaya ini tidak diimbangi dengan kebijakan anggaran yang maksimal dari pemerintah sehingga dalam menjalankan tugasnya DP2PA Kota Samarinda perlu dana tambahan yang kiranya cukup untuk melaksanakan program yang maksimal terhadap korban.

E. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan yang dilakukan penulis diatas , maka dapat ditarik kesimpulan yakni :

a. Efektivitas Peran Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Samarinda (DP2PA) dalam mengupayakan perlindungan anak korban kekerasan seksual belum terlaksana secara efektif melihat data kekerasan seksual dari tahun 2019,2020,2021 yang menurun namun tidak menutup kemungkinan bahwa data kekerasan seksual yang tidak terjamah kemungkinan bisa lebih besar, maka dinas khususnya di bidang perlindungan hak dan bersama tim yang ada di dalamnya akan terus memberikan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat untuk melaporkan tindakan kekerasan yang menimpa dirinya, keluarga, masyarakat di sekitarnya untuk bersama-sama berani melaporkan tindakan tersebut.

b. Kendala yang terjadi di DP2PA Kota Samarinda dalam perlindungan anak korban kekerasan seksual adalah kurangnya sumber daya manusia, terbatasnya sumber dana dan minimnya pemahaman masyarakat dalam penanganan korban kekerasan seksual dan pemahaman tentang pentingnya perlindungan hak-hak anak.

Terlepas dari kendala tersebut ada beberapa upaya yang dilakukan seperti membentuk tim pendamping di tingkat kelurahan dan menjalin

(14)

70

kerjasama dengan berbagai pihak atau instansi dalam penyelenggaraan penanganan dan perlindungan korban.

DAFTAR PUSTAKA

Ali Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014)

Julia Nuraini Sujiono, Bambang Sujiono Mencerdaskan Perilaku Anak Usia Dini (Panduan Bagi Orang Tua Dalam Membina Perilaku Anak Sejak Dini), (Jakarta : PT. Alex Media Komputindo, 2005).

Faramarz bin Muh. Rahban, Selamatkan Putra-Putrimu Dari Lingkungan yang tidak Islami, Terj. Kamdani, (Yogtakarta : Mitra Pustaka, 1999).

Purnianti, Apa dan Bagaimana Kekerasan dalam Keluarga, (Jakarta: Kongres Wanita Indonesia (KOWANI), 2000).

Komisi Perlindungan Anak Indonesia https://www.kpai.go.id/ diakses hari kamis, tanggal 24 februari 2022 pukul 11.51.

Bambang Waluyo, Viktimologi Perlindungan Saksi dan Korban, (Jakarta: Sinar Grafika 2011)

Huraerah Abu, Kekerasan Terhadap Anak,(Bandung :Penerbit Nuansa Cendekia,2012)

Gultom Maidin Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, (Bandung : PT. Refika Aditama, 2010)

Hana Sitompul Anastasia” Kajian Hukum Tentang Tindak Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Indonesia”, Jurnal Lex Crimen, No.1, Vol.4, 2015

Eko Nurisman, Risalah Tantangan Penegakan Hukum Tindak Pidana Kekerasan Seksual Pasca Lahirnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022”, Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, No.2, Vol.4, 2022.

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013)

Referensi

Dokumen terkait

1) Membaca basmalah dan niat berwudu. 2) Mencuci kedua telapak tangan sampai pergelangan tangan, didahului dengan tangan kanan sebanyak tiga kali. 3) Berkumur-kumur sebanyak tiga

Kegiatan : 1.06.06.2.01 Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam dan Sosial Kabupaten/Kota. Organisasi : 1.06.2.08.0.00.02.0000 DINAS SOSIAL, PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN

“Perlindungan Sosial Terhadap Anak Korban Kekerasan Dan Pelecehan Seksual Studi di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Malang.” Sholawat

Kepala Bidang Perlindungan Hak Perempuan dan Perlindungan Khusus Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pemberdayaan Masyarakat Kota. Medan

1. Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Riau dalam melakukan perlindungan terhadap anak korban

Sedangkan faktor yang menghambat peran unit pelayanan perempuan dan perlindungan anak dalam menanggulangi kekerasan seksual yang dilakukan pada anakyakni faktor Eksternal

Perubahan pada BI Rate yang merupakan suku bunga acuan Bank Indonesia juga dapat mempengaruhi inflasi dengan transmisi kebijakan moneternya melalui jalur nilai

Mengapa diperlukan suatu teknik komunikasi data antar komp ter sat dengan komp ter ata data antar komputer satu dengan komputer atau terminal yang lain. Beberapa