• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KASUS TENTANG FAMILY QUALITY OF LIFE (FQOL) PADA KELUARGA-KELUARGA YANG MEMILIKI ANAK DOWN SYNDROME DI LEMBAGA PENDIDIKAN X BANDUNG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI KASUS TENTANG FAMILY QUALITY OF LIFE (FQOL) PADA KELUARGA-KELUARGA YANG MEMILIKI ANAK DOWN SYNDROME DI LEMBAGA PENDIDIKAN X BANDUNG."

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KASUS TENTANG FAMILY QUALITY OF LIFE (FQoL)

PADA KELUARGA-KELUARGA YANG MEMILIKI ANAK

DOWN SYNDROME DI LEMBAGA PENDIDIKAN X BANDUNG

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat

Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada

Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus

Oleh

CHRISTINE JELY HARTONO

1004794

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS

SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

=============================================================

Studi Kasus Tentang Family Quality of Life

(FQoL) Pada Keluarga-Keluarga Yang

Memiliki Anak Down Syndrome di Lembaga

Pendidikan X Bandung

Oleh

Christine Jely Hartono

S.Psi Universitas Kristen Maranatha Bandung, 2003

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus

© Christine Jely Hartono 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :

Pembimbing,

Dr, Zaenal Alimin, M.Ed. NIP. 195903241984031002

Diketahui oleh,

Ketua Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus

(4)

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Studi Kasus Tentang Family Quality of

Life (FQoL) Pada Keluarga-Keluarga Yang Memiliki Anak Down Syndrome di Lembaga Pendidikan X Bandung” ini sepenuhnya karya saya sendiri. Tidak ada

bagian di dalamnya yang merupakan plagiat dari karya orang lain dan saya tidak

melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan

etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya

siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian

ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau

ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Januari 2013

Yang membuat pernyataan,

(5)

ABSTRAK

Kehadiran anak Down Syndrome mempengaruhi pandangan akan kualitas hidup sebuah keluarga (Family Quality of Life). Judul penelitian ini adalah “Studi Kasus Tentang Family Quality of Life (FQoL) pada Keluarga-Keluarga Yang Memiliki Anak Down Syndrome di Lembaga Pendidikan X Bandung”. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan FQoL pada keluarga yang memiliki anak

Down Syndrome. Metode yang digunakan adalah metode penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Data penelitian dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Subyek penelitian adalah tiga keluarga yang terdiri dari orang tua sebagai informan utama dan saudara kandung sebagai informan pendukung. Data diolah dengan melakukan analisis isi, analisis domain, dan analisis taksonomi. Keabsahan data dengan teknik triangulasi data.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kenyataan hidup keluarga anak

Down Syndrome diwarnai oleh tekanan dan tantangan yang berat, yang dapat meningkatkan level stres orang tua. (2) harapan keluarga seringkali menjadi sulit dicapai karena keluarga tidak menyadari potensi yang mereka miliki, (3) ketidakpuasan hampir ditemukan pada seluruh dimensi FQoL, dari ketiga keluarga tersebut menghayati kepuasan hanya pada maksimal dua dimensi dari seluruh dimensi FQoL, dengan kata lain terdapat rentang kesenjangan yang lebar antara kenyataan dan harapan keluarga. (4) rumusan FQoL pada keluarga anak

Down Syndrome merupakan sebuah intisari dari kenyataan hidup, harapan keluarga, serta permasalahan dan ketidakpuasan dilihat dari rentang kesenjangan antara kenyataan dan harapan pada sembilan dimensi FQoL.

(6)

ABSTRACT

The presence of children with Down syndrome influences the view of family quality of life. The title of the research is “A Case Study of Family Quality of Life (FQoL) in Families of Children with Down Syndrome in X Educational Institution Bandung”. The research aimed to formulate Family Quality of Life (FQoL) of families of children with Down syndrome. The method used was case study with qualitative approach. The data for the research were collected through interview, observation, and documentary study. The subjects of the research were three families consisting of parents as the primary informants and siblings as secondary informants. The data were analyzed using content analysis, domain analysis, and taxonomic analysis. The data were validated using triangulation.

The results of the research show that: (1) The real life of families of children with Down syndrome is colored with stresses and difficult challenges that could raise parents’ level of stress; (2) Family’s expectation was frequently difficult to realize because families were not aware of their potentials; (3) Dissatisfaction was almost always found in all dimensions of FQoL; from the three families, satisfaction was only gained for a maximum of two dimensions out of all the dimensions of FQoL; in other words, there was a huge gap between expectations and the real situation of the families; and (4) The formulations of FQoL in families of children with Down syndrome were the essence of the real life, family expectations, and problems and dissatisfactions viewed from the range of gap between reality and expectation in the nine dimensions of FQoL.

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK i

ABSTRACT ………..…….. ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR BAGAN ……… viii

DAFTAR GAMBAR………. ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang Masalah 1

B. Fokus Masalah 6

C. Pertanyaan Penelitian 7

D. Tujuan Penelitian 8 E. Kegunaan Penelitian 8

F. Penjelasan Konsep 9

G. Metode Penelitian 12

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 14 A. Konsep Keluarga ... 14

1. Definisi Keluarga ... 14

2. Ciri-ciri Keluarga ... 14

3. Fungsi Keluarga ... 15

4. Tugas-tugas Keluarga ... 16

5. Tipe Keluarga ... 16

6. Pola Asuh Orang Tua ... 17

7. Karakteristik Anak Berdasarkan Pola Asuh ... 20

B. Anak Down Syndrome ... 20

1. Sejarah Down Syndrome.... 20

(8)

3. Karakteristik Anak Down Syndrome ... 22

4. Klasifikasi Anak Down Syndrome ... 24

5. Hambatan Belajar dan Perkembangan Anak Down Syndrome…. 25 6. Keluarga dengan Anak Down Syndrome ………. 35 C. Family Quality of Life (FQoL) ... 38

1. Definisi QoL ……… 38

2. Konsep QoL………. 39

3. Pengukuran QoL ………. 41

4. Definisi Family Quality of Life (FQoL) ……….. 42

5. Dimensi dari Family Quality of Life (FQoL) ……….. 45

6. The Family Quality of Life Survey 2006 ………...46

7. Konsep QoL Bagi Pendidikan Kebutuhan Khusus ………..47

8. Hasil Penelitian Terdahulu ………... 47

D. Kerangka Pemikiran 53

BAB III METODE PENELITIAN 57 A.Metode dan Desain Penelitian 57

B.Prosedur Penelitian 58

C.Instrumen Penelitian ……….. 61

D.Subyek Penelitian 68

E. Teknik Pengumpulan Data 74

E. Teknik Analisis Data 75

F. Validasi Data 77

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 78

A.Hasil Penelitian 78

1. Kondisi Kenyataan Yang Dialami Keluarga ………... 79

2. Harapan Keluarga ……… 171

3. Penghayatan Permasalahan dan Tingkat Kepuasan Keluarga….. 209

(9)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 306

A.Kesimpulan 306

B.Saran 317

DAFTAR PUSTAKA 327

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel

2.1 Dimensi dan Indikator dalam Family Quality of Life (FQoL)………… 45

3.1 Kisi-kisi Wawancara FQoL……….... 61

4.1 Kenyataan Yang Dialami Keluarga ………... 156

4.2 Harapan Keluarga ……….. 204

(11)

DAFTAR BAGAN

Bagan

2.1 Kerangka Pemikiran ……….. 56

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1 Pedoman Wawancara ………...……… 331

2 Pedoman Observasi ………. 345

3 Pedoman Studi Dokumentasi ……….. 348

4 Triangulasi Data ………... 349

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Memiliki anak yang sehat secara fisik dan psikologis menjadi impian dan

harapan yang sangat didambakan oleh setiap keluarga. Namun tidak semua

harapan tersebut bisa menjadi kenyataan. Sebagian keluarga memiliki anak yang

sejak lahir telah memiliki hambatan–hambatan dalam perkembangannya. Anak

yang memiliki hambatan dalam perkembangannya sering diistilahkan sebagai

anak berkebutuhan khusus.

Pengertian anak berkebutuhan khusus mengandung makna yang lebih luas,

yaitu anak-anak yang memiliki hambatan perkembangan dan hambatan belajar

(termasuk di dalamnya anak-anak penyandang cacat). Cakupan konsep anak

berkebutuhan khusus dapat dikategorikan menjadi dua kelompok besar yaitu anak

berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporer) dan anak berkebutuhan

khusus yang besifat menetap (permanen).

Anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporer) adalah

anak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan disebabkan

oleh faktor-faktor eksternal. Misalnya anak yang yang mengalami gangguan

emosi karena trauma akibat diperkosa sehingga anak ini tidak dapat belajar. Anak

berkebutuhan khusus yang bersifat permanen adalah anak-anak yang mengalami

hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang bersifat internal dan akibat

langsung dari kondisi kecacatan, yaitu seperti anak yang kehilangan fungsi

(15)

gangguan gerak (motorik), gangguan interaksi-komunikasi, gangguan emosi,

sosial dan tingkah laku. Anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanen salah

satunya adalah anak Down Syndrome dan dalam penelitian ini akan

menitikberatkan pada anak Down Syndrome.

Ketika dalam sebuah keluarga hadir seorang anak Down Syndrome, reaksi

awal orangtua biasanya kaget, kecewa berat, frustrasi, kecewa bahkan tidak

sedikit yang menolaknya. Dalam mengasuh dan membesarkan anak Down

Syndrome tentu saja banyak menghadapi tantangan, kendala-kendala tertentu

terutama pada ibu yang dianggap memiliki kedekatan emosional tertinggi dengan

anaknya, karena tugas-tugas yang saling tumpang tindih.

Berdasarkan wawancara dengan seorang ibu I yang memiliki anak Down

Syndrome, beliau menceritakan tentang respon awal saat diinformasikan anaknya

Down Syndrome adalah perasaan bingung, takut, cemas, kecewa, marah bahkan

sampai tidak bisa makan berhari-hari. “Banyak hal yang berkecamuk dalam

pikiran saya”, ujar ibu tersebut, “perasaan cemas, malu, takut dijauhi, saya merasa

bahwa segalanya akan berubah, bahwa orang-orang tidak mau lagi bergaul dengan

kami dan jujur saja, ini adalah pikiran egois akibat takut akan hal-hal yang tidak

diketahui.” (Kutipan wawancara dengan ibu I, 2012)

Menurut penuturan ibu lainnya (Ibu II) yang juga memiliki anak Down

Syndrome, beliau mengatakan, “Saya kaget sekali setelah mendengar penjelasan

dokter, saya dan suami menangis, entah menangisi anak kami atau menangisi diri

(16)

demikian Ibu II tetap ingin merangkul dan memberitahu anaknya bahwa ia selalu

menyayanginya, tidak soal apa yang akan terjadi.

Ibu III yang juga memiliki anak Down Syndrome merasa menjalani

kehidupan yang berat, di satu sisi Ibu III harus menjadi istri dan di sisi lain ia

harus menjadi ibu dengan segala kesibukan barunya. Ibu III harus mengurus

ketiga anaknya (salah satunya anak Down Syndrome) seorang diri, harus

mengantar sekolah, menyetir mobil sendiri, membereskan rumah, dan sebagainya.

Bahkan sempat suatu waktu dia merelakan waktunya hanya demi kesembuhan

sang anak pergi ke Jakarta pulang pergi dengan mengendarai mobil sendiri setiap

hari selama 30 hari (berangkat subuh hari dan pulang larut malam) hanya untuk

melakukan terapi pengobatan untuk anaknya tersebut. Ini semua dilakukan karena

keinginan agar anaknya pulih. Sedangkan di sisi lain Ibu III ini merasa bahwa

suaminya kurang mendukungnya bahkan ia merasa suaminya cuek terhadap

perkembangan anaknya, suaminya hanya bekerja mencari nafkah menghidupi

keluarga tanpa mempedulikan dirinya dan anak-anak. Hal ini tentu saja

menimbulkan kelelahan baik secara fisik maupun batinnya sehingga banyak

keluhan-keluhan yang diucapkannya khususnya mengenai kekhawatirannya akan

masa depan sang anak. (Kutipan wawancara dengan ibu III, 2012)

Itulah beberapa kenyataan hidup yang dialami ibu-ibu yang memiliki anak

Down Syndrome. Sedangkan di sisi lain, banyak harapan yang ingin dicapai bagi

anak tersebut di masa mendatang. Kesenjangan antara kenyataan hidup dan

harapan tentu saja menimbulkan banyak persoalan dalam keluarga. Keberhasilan

(17)

berpengaruh terhadap interaksi orang tua dengan anak, pola pengasuhan anak,

pendidikan anak, serta pandangan akan masa depan dan kualitas hidup anak

tersebut.

Kompleksitas kehidupan seperti itu tentu saja akan mempengaruhi kualitas

hidup setiap individu yang ada di dalam keluarga. Konsep mengenai kualitas

hidup ini disebut sebagai Quality of life (QoL). QoL dipandang sebagai suatu

kondisi antara harapan dan kenyataan yang dialami seseorang dalam jangka waktu

tertentu (Levi Anderson, et al., 1990, dalam Fakhoury, et al., 2002). Ahli lainnya

menyatakan bahwa QoL merupakan keberfungsian seseorang dibandingkan

dengan sesamanya, membandingkan kondisinya sendiri dengan kondisi yang

dihadapi orang lain (Lauer, 1999 dalam Fakhoury, et al., 2002). Konsep Qol juga

dibangun melalui aspek kognitif yang mempengaruhi penerimaan individual dan

perilakunya pada kondisi kehidupan yang obyektif (Awad, et al., 1997 dalam

Fakhoury, et al., 2002). QoL dapat dipandang sebagai sebuah konsep yang

multidimensional karena menyangkut semua bidang dalam kehidupan, yaitu

kesehatan, harapan, pekerjaan, keluarga, lingkungan sekitar, dan situasi-situasi

kehidupan lainnya.

QoL dapat diaplikasikan baik sebagai individu maupun keseluruhan

keluarga yang dikenal sebagai Family Quality of Live (FQoL). Menurut Zuna

et.al. dalam Schalock (2008), FQoL merupakan pandangan dinamis mengenai

kesejahteraan keluarga yang dihayati baik secara kolektif maupun secara subyektif

oleh setiap anggota keluarga, dimana kebutuhan-kebutuhan individual maupun

(18)

bagian dari keluarga yang saling mempengaruhi satu sama lain. Jadi, walaupun

QoL dan FQoL merupakan dua fokus pembahasan yang berbeda namun kedua

konsep itu sangat kuat berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lain

(Brown, et al, 2003 dalam Baum, 2008). Mengaplikasikan konsep QoL pada

keluarga membawa pada aspek-aspek yang lebih luas mengenai kehidupan

keluarga dalam rangka memahami pengalaman-pengalaman yang didapat

keluarga dan dalam memahami kebutuhan keluarga tersebut.

Pembahasan FQoL ini menjadi sangat penting bagi keluarga-keluarga

yang memiliki anak berkebutuhan khusus, dalam hal ini adalah anak Down

Syndrome sehingga seluruh kebutuhan yang diperlukan bagi kehidupan dan

perkembangan anak Down Syndrome dapat terpenuhi. Sebagaimana telah dibahas

diatas bahwa kehadiran seorang anak Down Syndrome dalam sebuah keluarga

membuat tekanan berat dalam keluarga tersebut, khususnya bagi sang ibu dan

kajian FQoL ini hadir agar setiap anggota keluarga dapat berfungsi secara efektif

dan lebih peka akan kebutuhan hidup anak Down Syndrome. Keluarga yang

memiliki FQoL yang baik tentu saja mampu mengakomodasikan

kebutuhan-kebutuhan setiap anggota keluarga termasuk kebutuhan-kebutuhan belajar sang anak.

Anak Down Syndrome memiliki kebutuhan belajar yang khusus sehingga

diperlukan layanan pendidikan kebutuhan khusus, sehingga bagi keluarga dan

sekolah kajian FQoL ini sangatlah penting dalam merumuskan Rencana

Pembelajaran Individual bagi anak Down Syndrome dan juga dalam merumuskan

(19)

wawasan bahwa bidang pendidikan kebutuhan khusus itu juga memerlukan warna

dari ilmu psikologi dan ilmu sosial lainnya untuk memperkaya bidang kajiannya.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut peneliti merasa tertarik

untuk meneliti lebih mendalam mengenai FQoL pada keluarga yang memiliki

anak Down Syndrome. Kajian ini menjadi lebih penting lagi karena FQoL

berkaitan erat terhadap pemenuhan kebutuhan belajar anak Down Syndrome

sehingga dengan kajian mendalam mengenai FQoL pada keluarga yang memiliki

anak Down Syndrome akan dapat mengakomodir kebutuhan belajar anak mereka

dalam rangka mengoptimalkan potensi dalam diri anak.

B. FOKUS MASALAH

Quality of Life (QoL) merupakan konsep yang berlaku bagi setiap individu

manusia termasuk juga bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Anak Down Syndrome

merupakan salah satu diantaranya, mereka memiliki hambatan-hambatan dalam

perkembangannya yang membuat mereka perlu mendapat bantuan dari

lingkungan dalam seluruh aspek kehidupannya. Bantuan tersebut banyak

diberikan dari lingkungan terdekat anak yaitu lingkungan keluarga. Oleh karena

itu perlu melihat QoL keluarga secara keseluruhan yang disebut sebagai Family

Quality of Life (FQoL).

Kompleksitas persoalan yang dihadapi oleh para keluarga yang memiliki

anak Down Syndrome dalam studi pendahuluan diantaranya adanya penolakan

terhadap kehadiran anak Down Syndrome, perasaan kecewa yang mendalam,

(20)

secara fisik maupun mental dari orang tua dalam mendidik anak Down Syndrome,

adanya ketidakseimbangan peran masing-masing anggota keluarga dan

sebagainya. Semuanya itu merupakan kenyataan yang dialami dan dirasakan oleh

keluarga saat ini, sementara di sisi lain banyak pula harapan-harapan dalam

keluarga yang juga belum dapat terpenuhi. Hal ini tentu saja menyebabkan

munculnya kesenjangan yang menimbulkan banyak persoalan dalam keluarga

tersebut. Kompleksitas dinamika interaksi dan masalah-masalah yang muncul

tentu saja berpengaruh terhadap FQoL pada keluarga-keluarga tersebut.

Berdasarkan hal tersebut, maka yang menjadi fokus dalam penelitian ini

adalah bagaimana sebuah keluarga yang memiliki anak Down Syndrome

membangun FQoL keluarga tersebut secara komprehensif.

C. PERTANYAAN PENELITIAN

Berdasarkan fokus masalah di atas dapat diuraikan pertanyaan penelitian

sebagai berikut:

1. Bagaimana kenyataan hidup yang dialami keluarga yang memiliki anak

Down Syndrome ?

2. Bagaimana harapan keluarga yang memiliki anak Down Syndrome ?

3. Permasalahan apa yang muncul dari kesenjangan antara kenyataan dan

harapan keluarga serta tingkat kepuasan yang dihayati oleh keluarga ?

4. Bagaimana rumusan FQoL pada keluarga yang memiliki anak Down

(21)

D. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian bertujuan untuk merumuskan FQoL pada keluarga-keluarga yang

memiliki anak Down Syndrome.

E. KEGUNAAN PENELITIAN

Penelitian mengenai Family Quality of Life (FQoL) ini diharapkan

memberikan manfaat sebagai:

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat membangun wacana

didaktif dalam bidang pendidikan umum dan pendidikan kebutuhan khusus

yang bersinggungan dengan disiplin ilmu psikologi dan ilmu sosial

lainnya.

2. Secara praktis, pemahaman mengenai FQoL sangat penting bagi keluarga

dan lembaga pendidikan dalam merumuskan Rencana Pembelajaran

Individual pada anak Down Syndrome dan merumuskan Rencana Layanan

Individual Keluarga bagi keluarga anak Down Syndrome yang mengalami

masalah yang berkaitan dengan FQoL.

F. PENJELASAN KONSEP

Untuk menghindari adanya kesalahpahaman mengenai istilah-istilah yang

digunakan dalam penelitian ini, penulis memberikan penjelasan pada istilah-istilah

(22)

1. Keluarga

Yang dimaksud dengan keluarga menurut Bailon dan Maglaya (1989)

dalam Zaidin Ali (2006) adalah dua atau lebih individu yang bergabung

karena hubungan darah, perkawinan, dan adopsi dalam satu rumah

tangga, yang berinteraksi satu dengan lainnya dalam peran dan

menciptakan serta mempertahankan suatu budaya. Keluarga dalam

penelitian ini merupakan sekumpulan orang yang terikat dengan

hubungan darah yang terdiri dari ayah, ibu dan anak.

2. Family Quality of Life (FQoL)

Quality of life (QoL) merupakan sebuah kesenjangan, dalam kurun

waktu tertentu, antara harapan dan kenyataan yang dipersepsikan

seseorang. (Levi & Anderson, 1975; Andrews & Withey, 1976, United

Nations, 1990 dalam Walid.K.H. Fakhoury. et al., 2002). Sedangkan

FQoL digambarkan sebagai sebuah derajat dimana

kebutuhan-kebutuhan setiap anggota keluarga saling bertemu, dimana mereka

saling menikmati waktu-waktu kebersamaan dan dimana mereka dapat

bersama-sama melakukan aktifitas yang bermakna bagi keluarga

tersebut (Turnbull, et al., 2000).

Pengertian FQoL dalam penelitian ini adalah pandangan akan

kualitas hidup keluarga secara keseluruhan dilihat dari kenyataan yang

dialami, harapan yang ingin dicapai serta penghayatan setiap anggota

keluarga atas dimensi-dimensi yang ada dalam FQoL. Penghayatan

(23)

antara kenyataan dan harapan serta tingkat kepuasan terhadap

dimensi-dimensi tersebut. Dimensi-dimensi-dimensi dalam FQoL menurut Brown, et al.

(2006) adalah :

a) Dimensi kesehatan keluarga

b) Dimensi kesejahteraan ekonomi keluarga

c) Dimensi relasi dalam keluarga

d) Dimensi dukungan orang lain

e) Dimensi dukungan kelembagaan bagi anak berkebutuhan khusus

f) Dimensi pengaruh sistem nilai

g) Dimensi karir dan persiapan karir

h) Dimensi pemanfaatan waktu luang dan rekreasi

i) Dimensi interaksi dengan masyarakat

3. Anak Down Syndrome

Yang dimaksud dengan anak Down Syndrome dalam penelitian ini

adalah anak yang telah didiagnosa oleh dokter ahli memiliki hambatan

perkembangan yaitu Down Syndrome. Down Syndrome adalah suatu

kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang

diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom

ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling

memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Menurut Papalia, et al (),

bahwa terjadi ke-abnormalan pada kromosom 21 ekstra atau disebut

translokasi kromosom 21. Karakteristik fisik dan perilaku anak Down

(24)

a) Tubuh yang pendek, wajah membulat, mulut selalu terbuka, bidang

lebar dan datar.

b) Kemampuan bicara terhambat karena lidah tebal dan otot mulutnya

lemah.

c) Mengalami masalah dengan pengelihatannya sering juling dan

mengalami hypermetripia dan kadang-kadang menderita

astigmatisme, serta memiliki lipatan epikantus pada kelopak mata.

d) Keterlambatan pertumbuhan, seperti perkembangan fisik dan

motorik yang lambat, beberapa tidak dapat berjalan sampai usia

3-4 tahun, dan dapat terjadi kegemukan.

e) Mengalami kelainan jantung bawaan selama masa pertumbuhan.

f) Mengalami penyempitan kanal telinga sehingga memiliki resiko

yang tinggi mengalami infeksi pernafasan.

g) Selalu tampak gembira, karena tidak sadar akan cacat yang

dideritanya.

h) Emosinya kurang stabil, kurang percaya diri, gembira dan

bersemangat apabila diberi suatu pujian dan mudah marah.

i) Perilaku anak Down Syndrome cenderung suka menyendiri, kurang

dapat berkonsentrasi, belajar dari sesuatu yang diulang-ulang,

terkadang tidak mau didekati, kesehariannya diperlukan

pendamping untuk mengawasi dan mengajari.

4. Family Quality of Life (FQoL) pada Keluarga-Keluarga Yang

(25)

Yang dimaksudkan dengan istilah diatas adalah pandangan akan

kualitas hidup keluarga-keluarga yang memiliki anak Down Syndrome

secara keseluruhan dilihat dari kenyataan yang dialami, harapan yang

ingin dicapai serta penghayatan setiap anggota keluarga secara

individual atas dimensi-dimensi yang ada dalam FQoL.

G. STRUKTUR ORGANISASI TESIS

Untuk memahami alur pikir dalam penulisan tesis ini, maka perlu adanya

struktur organisasi yang berfungsi sebagai pedoman penyusunan laporan

penelitian ini, yaitu :

Bab I berisi Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang penelitian, fokus

masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penjelasan

konsep dan struktur organisasi tesis. Latar belakang penelitian dimaksudkan untuk

menjelaskan alasan peneliti melaksanakan penelitian dan pentingnya masalah itu

untuk diteliti. Fokus masalah menjelaskan tentang apa yang menjadi rumusan

masalah dalam penelitian ini dan diakhiri dengan pertanyaan penelitian yang

dinyatakan dalam bentuk kalimat tanya. Tujuan penelitian menyajikan tentang

hasil yang ingin dicapai setelah penelitian selesai dilakukan, tujuan penelitian

dirumuskan dalam bentuk kalimat kerja operasional. Kegunaan penelitian

diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi anak Down Syndrome, keluarga,

sekolah, peneliti sendiri dan bagi peneliti lain. Penjelasan konsep menuajikan

(26)

Bab II berisi kajian pustaka. Kajian pustaka ini berfungsi sebagai landasan

teoritik dalam menyusun rumusan masalah dan tujuan penelitian.

Bab III berisi metode penelitian. Metode penelitian ini berisi penjelasan

rinci mengenai komponen dari metode penelitian, terdiri dari desain penelitian,

prosedur penelitian, instrumen penelitian, subjek penelitian, teknik pengumpulan

data, teknik analisis data dan validasi data.

Bab IV berisi hasil penelitian dan pembahasan. Pada bagian hasil penelitian

memaparkan tentang hasil-hasil yang didapat dalam penelitian berdasarkan

masalah dan pertanyaan penelitian dan pada bagian pembahasan dilakukan analisa

hasil penelitian yang dikaitkan dengan kajian pustaka.

Bab V berisi tentang kesimpulan dan saran yang menyajikan tentang

penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisa temuan penelitian dan

diakhiri dengan rumusan FQoL untuk keluarga anak Down Syndrome. Saran pada

penelitian ini ditujukan pada keluarga (khususnya bagi orang tua), lembaga

pendidikan, praktisi pendidikan dan bagi penelitian selanjutnya.

Daftar pustaka memuat semua sumber yang pernah dikutip dan digunakan

dalam penulisan tesis. Lampiran berisi semua dokumen yang digunakan dalam

(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. METODE DAN DESAIN PENELITIAN

Metode yang digunakan adalah metode penelitian studi kasus. Menurut

Cresswell (2007), penelitian studi kasus merupakan penelitian dengan

pendekatan kualitatif dimana peneliti melakukan penelitian dalam sistem yang

dibatasi (satu kasus) atau beberapa kasus, menggalinya secara terperinci,

mengumpulkan data secara mendalam melalui berbagai sumber-sumber data

(melalui observasi, wawancara, pengamatan audiovisual, dokumentasi), dan

melaporkan kasus secara deskripsi dan berdasarkan topik penelitian.

Fokus dari penelitian ini adalah Family Quality of Life (FQoL) dari

keluarga-keluarga anak Down Syndrome. Metode studi kasus ini dipilih karena

dalam penelitian ini membutuhkan penelusuran yang mendalam untuk dapat

mengungkapkan mengapa dan bagaimana setiap anggota keluarga saling

berkaitan untuk membentuk FQoL keluarga tersebut. Melalui metode studi

kasus ini dapat tergali fakta dari berbagai sumber data, dianalisis dan

diinterpretasikan untuk mengangkat substansi dasar yang terdapat dibalik

kasus yang diteliti. Dengan demikian penelitian studi kasus yang dilakukan

bersifat eksplanatori, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk menggali sebab

dan akibat yang terkandung dalam obyek yang diteliti (Yin, 2003a; 2009).

(28)

B. PROSEDUR PENELITIAN

Prosedur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tahap I

Penelitian ini dilakukan pada keluarga-keluarga yang memiliki

anak Down Syndrome yang mengikuti pendidikan di Lembaga Pendidikan

X di Bandung. Untuk menggali mengapa dan bagaimana sebuah keluarga

dengan anak Down Syndrome membangun Family Quality of Life (FQoL)

diawali dengan menggali Quality of Life (QoL) secara individual dengan

menggali kenyataan-kenyataan yang dialami oleh keluarga-keluarga

tersebut baik saat sekarang maupun masa lampau. Dan juga menggali

harapan-harapan dari setiap anggota keluarga berkaitan dengan adanya

anak Down Syndrome dalam keluarga.

Data mengenai kenyataan yang dialami oleh keluarga dikumpulkan

melalui teknik wawancara mendalam, observasi dan studi dokumentasi.

Sedangkan data mengenai harapan anggota keluarga serta data mengenai

permasalahan dan tingkat kepuasan keluarga dikumpulkan melalui teknik

wawancara mendalam. Setelah diketahui kenyataan yang dialami keluarga,

harapan-harapan keluarga, permasalahan dalam keluarga dan tingkat

kepuasan atas setiap dimensi-dimensi Family Quality of Life (FQoL).

maka dapat diketahui bagaimana FQoL keluarga tersebut secara

(29)

2. Tahap 2

Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah membuat rumusan FQoL

dari keluarga-keluarga yang memiliki anak Down Syndrome. Kemudian

dilakukan validasi terhadap rumusan yang telah dibuat. Proses validasi ini

dilakukan melalui peningkatan ketekunan dan triangulasi. Sebagai bahan

masukan bagi penelitian berikutnya, rumusan FQoL ini untuk selanjutnya

dapat menjadi referensi dan acuan dalam rancangan program bimbingan

konseling bagi keluarga-keluarga yang juga memiliki anak Down

Syndrome. Untuk lebih jelas, tahapan prosedur penelitian ini digambarkan

(30)

Bagan 3.1

Bagan Prosedur Penelitian

Keluarga dengan anak Down Syndrome

Kenyataan Yang Dihadapi

Keluarga Yang Memiliki

Anak Down Syndrome

Harapan Keluarga Yang

Memiliki Anak Down

Syndrome

Pengumpulan data melalui :

 Wawancara mendalam

 Observasi

 Studi Dokumentasi

Rumusan FQoL Pada

Keluarga Yang Memiliki

Anak Down Syndrome

Pengumpulan data melalui wawancara mendalam

Rencana Pembelajaran

Individual pada anak Down

Syndrome

Rencana Layanan Individual

Keluarga anak Down

Syndrome

Permasalahan

dan Tingkat

(31)

C. INSTRUMEN PENELITIAN

Instrumen penelitian dibuat berdasarkan dimensi dari Family Quality of

Life (FQoL), berupapedoman wawancara, pedoman observasi dan pedoman studi

dokumentasi. Pedoman wawancara berpatokan pada The Family Quality of Life

Survey (FQoLS-2006) dari Brown & Brown et al. (2006) yang telah dibuat

penyesuaian dalam hal bahasa dan disesuaikan dengan tujuan penelitian ini.

Adapun kisi-kisi instrumen penelitian adalah sebagai berikut :

(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)

dengan

pendidikan di Lembaga Pendidikan X di Bandung. Penentuan subyek penelitian

adalah terbatas pada keluarga-keluarga tertentu yang bisa memberikan informasi

yang dibutuhkan dan memenuhi kriteria yang ditetapkan peneliti. Adapun kriteria

utama dari subyek penelitian adalah :

1. Keluarga memiliki anak Down Syndrome

(38)

Secara garis besar, informan dapat dibedakan dalam dua kelompok, yaitu:

1. Informan utama, yaitu orang tua anak Down Syndrome.

2. Informan pendukung, yaitu saudara kandung anak Down Syndrome.

Informasi dan data yang diberikan oleh informan pendukung ini

diharapkan dapat melengkapi informasi dan data yang diperoleh dari

informan utama.

Berdasarkan kriteria subyek penelitian yang telah ditentukan maka diambil tiga

keluarga yang akan dijadikan subyek dalam penelitian ini. Ketiga keluarga itu

untuk selanjutnya disebut sebagai keluarga A, keluarga B, dan keluarga C. Kasus

yang terjadi dalam keluarga-keluarga tersebut adalah :

1. Keluarga A

Keluarga ini terdiri dari ayah, ibu dan tiga orang anak. Saat ini

ayah berusia 58 tahun dan ibu berusia 53 tahun. Sang ayah bekerja

wiraswata dan sang ibu merupakan ibu rumah tangga. Anak pertama

berusia 23 tahun, anak kedua berusia 19 tahun dan kedua anak ini saat ini

berada di Malaysia. Anak pertama telah menyelesaikan pendidikan di

salah satu universitas ternama di Malaysia dan saat ini sedang bekerja di

sebuah perusahaan komputer. Anak kedua sedang menempuh pendidikan

juga di Malaysia.

Anak ketiga (anak A) berusia 13 tahun, anak ini didiagnosa sebagai

anak Down Syndrome sejak lahir. Saat ini anak ini menjadi anak semata

wayang bagi kedua orangtuanya dikarenakan kedua kakaknya tinggal di

(39)

ini. Sedangkan di pihak lain, ada perbedaan cara pandang dan perlakuan

dari orang tua dalam mendidik dan mengasuh anak ini.

Sang ayah memiliki cara pandang yang lebih kuno dan cenderung

pesimis terhadap perkembangan anak A sehingga perkembangan belajar

yang ditampilkan oleh anak A kurang mendapat penghargaan dan

pengakuan dari sang ayah. Sedangkan sang ibu memiliki cara pandang

yang positif dan optimis terhadap perkembangan anak A dan ia pun sangat

memantau perkembangan belajar anak A. Dikarenakan adanya perbedaan

perlakuan dari kedua orang tua membuat anak A seringkali menampilkan

perilaku-perilaku yang mencari perhatian dari kedua orang tua. Misalnya

beberapa perabot di rumah tanpa alasan dibuang ke kolam ikan, tempat

tidur orang tua disiram dengan air, sabun mandi dituangkan ke dalam bak

mandi, dan sebagainya. Akibat perilaku tersebut seringkali membuat

kedua orang tua kewalahan dalam menangani anak A, sehingga orang tua

seringkali menghukum anak A bila perilaku tersebut ditampilkan.

Berdasarkan kisah tersebut di atas maka keluarga A ini dipilih

untuk menjadi subyek penelitian, untuk melihat apakah perbedaan

perlakuan antara ayah dan ibu terhadap anak A dikarenakan karena adanya

kesenjangan antara harapan dengan kenyataan yang dialami khususnya

bagi sang ayah. Kesenjangan ini tentu saja akan mempengaruhi pandangan

(40)

2. Keluarga B

Keluarga ini terdiri dari ayah, ibu dan dua orang anak. Saat ini

ayah berusia 53 tahun dan ibu berusia 48 tahun. Ayah memiliki usaha

wiraswasta dan sang ibu bekerja penuh waktu pada sebuah perusahaan di

Bandung. Anak pertama berusia 23 tahun, saat ini ia memutuskan untuk

berhenti kuliah dan sedang mencari pekerjaan. Anak kedua (anak B)

berusia 18 tahun dan anak ini didiagnosa sebagai anak Down Syndrome

sejak lahir. Anak B ini memiliki riwayat kesehatan yang rumit, ia pernah

didiagnosa mengalami kebocoran jantung sebesar 8 milimeter, mengalami

tumor otak dan pernah delapan kali rawat inap dengan diagnosa demam

berdarah.

Dengan riwayat kesehatan yang demikian rumit membuat perhatian

dan kasih sayang orang tua tercurah penuh pada anak B. Sedangkan di satu

sisi, sang kakak merasa orang tua tidak memperhatikan dirinya. Perasaan

dibedakan ini telah dirasakan sejak kecil sampai sekarang, yang akhirnya

memunculkan banyak pertentangan, keributan, pertengkaran antara kakak

dengan kedua orang tua, khususnya dengan sang ayah. Banyak

perilaku-perilaku kenakalan yang ditampilkan sang kakak, misalnya menolak

meneruskan kuliah dan memilih untuk berhenti kuliah padahal keinginan

orang tua adalah supaya kakak ini melanjutkan kuliah sampai selesai.

Ketidakharmonisan hubungan yang terjadi antara kakak dengan

orang tua ini berbanding terbalik dengan hubungan orang tua dengan anak

(41)

memanjakan anak B. Hubungan yang terbangun antara ayah dan anak B

ini sangat akrab sekali bila dibandingkan hubungan ibu dengan anak B.

Berdasarkan kisah tersebut di atas maka keluarga B ini dipilih

untuk menjadi subyek penelitian, untuk melihat bagaimana

permasalahan-permasalahan yang keluarga berkaitan dengan keberadaan anak B,

masalah perilaku sang kakak, dapat mempengaruhi pandangan akan FqoL

keluarga tersebut.

3. Keluarga C

Keluarga ini terdiri dari ayah, ibu dan dua orang anak. Saat ini

ayah berusia 53 tahun dan ibu berusia 42 tahun. Perbedaan usia yang

cukup jauh ini mempengaruhi cara pandang orangtua dalam mendidik dan

membesarkan anak. Sang ayah memiliki usaha wiraswasta dan sang ibu

bekerja penuh waktu pada sebuah perusahaan di Bandung. Banyak waktu

sang ibu tersedot untuk pekerjaannya, hampir setiap hari ia bekerja sampai

malam, sehingga praktis pengasuhan anak diserahkan pada pengasuh.

Anak pertama berusia 11 tahun dan saat ini duduk di kelas V

Sekolah Dasar. Anak kedua (anak C) berusia 8 tahun dan sejak lahir anak

ini telah didiagnosa sebagai anak Down Syndrome. Anak C ini juga

memiliki hambatan dalam pengelihatan dan pendengarannya. Kedua

matanya strabismus dan diduga memiliki hambatan dalam jarak

pengelihatannya karena bila ingin melihat ia selalu mendekatkan benda ke

(42)

oleh dokter ahli dikarenakan kesulitan dalam mengontrol perilaku dan

gerak bola matanya.

Anak C ini juga diduga mengalami hambatan dalam

pendengarannya dikarenakan sampai saat ini anak C belum menengok

ketika dipanggil namanya dan juga belum ada satu kata pun yang

diucapkannya (masih bergumam tanpa makna). Kedua orang tua,

khususnya ibu terus berusaha untuk menemukan dokter ahli yang tepat

untuk memeriksakan kondisi anak C, walau masih belum menemukan

dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu.

Sang kakak memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan

anak C. Kakak sering merasa iri bila ayah dan ibunya lebih

memperhatikan adik dibandingkan dirinya. Seringkali sang kakak

membuat nangis anak C karena dipukul atau dicubit oleh kakak. Dan bila

anak C membuat keributan dirumah (dengan menangis keras atau

bergumam keras) sang kakak akan memarah-marahi anak C dengan

kata-kata yang keras juga.

Berdasarkan kisah tersebut di atas maka keluarga C ini juga dipilih

untuk menjadi subyek penelitian, untuk melihat apakah masalah-masalah

yang hadapi keluarga khususnya berkaitan dengan adanya anak C dalam

(43)

E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

wawancara mendalam, observasi dan studi dokumentasi. Ketiga teknik ini

digunakan untuk memperoleh informasi yang saling melengkapi untuk menjawab

pertanyaan-pertanyaan penelitian.

1. Wawancara Mendalam

Teknik wawancara mendalam digunakan untuk mengumpulkan informasi

yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Wawancara dilakukan

terhadap orang tua dan saudara kandung dari keluarga-keluarga yang

menjadi subyek penelitian. Wawancara mendalam berlangsung secara

bertahap dan dilakukan secara bertatap muka serta individual dengan

menggunakan pedoman wawancara. Pedoman wawancara yang digunakan

bertujuan untuk mendapatkan ketajaman serta keabsahan data. Wawancara

dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai dimensi dalam FQoL.

2. Observasi

Peneliti melakukan observasi atau pengamatan langsung terhadap subyek

penelitian. Observasi meliputi pengamatan terhadap perilaku yang

ditampilkan anggota keluarga saat wawancara berlangsung serta

bagaimana perlakuan keluarga terhadap anak Down Syndrome selama

proses wawancara, aset personal anggota keluarga, karakteristik

lingkungan rumah, dan interaksi antar anggota keluarga. Observasi juga

dilakukan dalam setting sekolah yaitu saat anak mengikuti proses belajar

(44)

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi digunakan untuk memperoleh data pelengkap guna

mendapatkan gambaran lengkap tentang keluarga khususnya bagi anak

Down Syndrome. Dokumentasi bisa berupa data tentang dokumen

pemeriksaan psikologi, pemeriksaan medis anak, dokumen hasil belajar

anak, dan sebagainya.

F. TEKNIK ANALISIS DATA

Setelah melalui tahap pengumpulan data yang menghasilkan transkrip

wawancara, catatan lapangan dan dokumen-dokumen pendukung, peneliti

selanjutnya mengolah dan menganalisis temuan lapangan sehingga menjadi hasil

yang bermakna. Peneliti menggabungkan metode analisis, yaitu analisis isi,

analisis domain dan analisis taksonomi.

1. Analisis Isi

Menurut Berelson (dalam Bungin, 2007: 155), metode analisis isi

adalah teknik untuk memperoleh deskripsi kuantitatif yang obyektif dan

sistematis dari suatu komunikasi atau isi komunikasi. Dalam penelitian

kualitatif, analisis isi ditekankan pada bagaimana peneliti melihat keajekan

isi komunikasi secara kualitatif, memberikan makna pada isi komunikasi,

memaknai simbol-simbol dan memaknai isi interaksi simbolis yang terjadi

dalam komunikasi.

Sebagai langkah awal dalam penelitian ini, peneliti memberikan

(45)

dari transkrip wawancara, catatan lapangan dan dokumen diberi kode

untuk menemukan atau memberikan makna pada isi komunikasi. Setelah

itu peneliti membuat klasifikasi-klasifikasi terhadap hasil pengkodean

tersebut hingga terbentuklah kategori-kategori.

2. Analisis Domain

Teknik analisis domain digunakan untuk memperoleh gambaran

utuh dari subyek yang diteliti melalui domain-domain atau kategori

simbolis. Model analisa studi kasus menggunakan teknik analisis ini

untuk menemukan domain-domain analisis dan membuat pemetaan

terhadap domain-domain tersebut sehingga diketahui domain yang

memberikan gambaran menyeluruh terhadap objek penelitian.

Pada saat melakukan analisis isi, peneliti menghasilkan

kategori-kategori yang telah dikelompok berdasarkan pengkodean data.

Berdasarkan kategori tersebut, peneliti memformulasikan konsep-konsep

induk atau domain-domain berdasarkan hubungan-hubungan semantik.

Perbedaan analisis isi dan analisis domain terletak pada logika analisis

yang digunakan. Analisis isi menggunakan logika verifikasi untuk

menjelaskan data, sedangkan analisis domain lebih menekankan pada

penggunaan logika deskriptif (Bungin, 2007: 206).

3. Analisis Taksonomi

Pemilihan teknik analisis taksonomi untuk memperoleh analisis

yang terfokus dan terperinci dari domain-domain yang telah diperoleh

(46)

menjadi sub-sub domain serta bagian-bagian yang lebih khusus dan

terperinci yang umumnya berasal dari domain yang memiliki kesamaan.

Ada dua sifat domain, yaitu domain superior dan domain inferior.

Domain superior adalah domain yang amat penting sekaligus

mendominasi hampir seluruh deskripsi tujuan penelitian. Domain ini

juga menghasilkan sub-sub domain yang banyak dan dapat

dikembangkan menjadi sub-sub domain yang baru pula. Sedangkan

domain inferior adalah merupakan kebalikan dari domain superior, yaitu

kurang atau tidak menghasilkan sub-sub domain yang banyak (Bungin,

2007).

G. VALIDASI DATA

Rencana validasi data dalam penelitian ini menggunakan uji kepercayaan

data. Pengujian kepercayaan data menurut Sugiono (2006 : 368) dapat dilakukan

melalui perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan, triangulasi, diskusi

dengan teman, analisis kasus dan member cek. Dalam penelitian ini uji

kepercayaan data dilakukan diantaranya melalui :

1. Peningkatan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat

dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan

urutan peristiwa dapat direkam secara pasti dan sistematis.

2. Triangulasi, dalam pengujian validasi ini diartikan pengecekan data dari

berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Triangulasi

(47)

Gambar 3.1

Triangulasi dengan Tiga Teknik Pengumpulan Data

Wawancara Observasi

(48)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pada bab ini terdapat empat kesimpulan berdasarkan hasil temuan penelitian

dan pembahasan. Kesimpulan pertama berkaitan dengan kenyataan yang dialami

keluarga, kesimpulan kedua berkaitan dengan harapan yang ingin dicapai

keluarga, kesimpulan ketiga berkaitan dengan permasalahan dan tingkat kepuasan

yang dicapai dan kesimpulan keempat berkaitan dengan rumusan FQoL pada

keluarga yang memiliki anak Down Syndrome. Kesimpulan yang diambil ini

merupakan kesimpulan berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tiga keluarga

sebagai subyek dalam penelitian ini yaitu keluarga A, keluarga B dan keluarga C.

Kesimpulan ini hanya berlaku bagi ketiga keluarga tersebut. Kesimpulan tersebut

adalah sebagai berikut :

1. Kenyataan yang dialami keluarga

Kehadiran anak Down Syndrome dalam keluarga mempengaruhi seluruh

sistem sebuah keluarga secara keseluruhan. Kenyataan hidup yang dialami

bukanlah hal yang mudah, banyak tantangan dan hambatan seiring dengan

perkembangan anak Down Syndrome. Kompleksitas masalah menimbulkan

meningkatnya level stres keluarga, khususnya bagi orang tua. Stres orang tua

dapat bersumber dari beberapa hal, yaitua : (1) kelahiran tak terduga dari anak

Down Syndrome, (2) tingkat penerimaan terhadap anak Down Syndrome, (3)

kebutuhan-kebutuhan yang menyangkut anak Down Syndrome, (4)

(49)

Down Syndrome, (6) pengaruh kehadiran anak Down Syndrome terhadap

hubungan pernikahan, serta (7) pembatasan sosial terhadap anak Down

Syndrome.

Semua hal tersebut diatas dapat menimbulkan stres dalam diri orang tua

dan saudara kandung dari anak Down Syndrome. Dampak dari stres ini

diduga akan mempengaruhi tingkat pencapaian FQoL sebuah keluarga.

Keluarga yang berhasil mengatasi stres diduga akan mendapatkan kepuasan

yang lebih dalam dimensi-dimensi FQoL. Keluarga akan memaknai

kesehatan yang lebih baik, kesejahteraan ekonomi yang lebih tinggi,

menikmati keharmonisan dalam relasi keluarganya, mendapat dukungan

sosial dan dukungan kelembagaan secara optimal, mendapat manfaat dari

sistem nilai yang keluarga anut, meluangkan waktu bagi keluarga untuk

menikmati kebersamaan dan rekreasi keluarga, serta memiliki interaksi sosial

yang lebih memuaskan dengan komunitasnya.

Namun yang terjadi sebaliknya bagi keluarga-keluarga yang tidak

berhasil keluar dari tekanan hidup dan memiliki level stres yang tinggi diduga

akan mempengaruhi pandangan FQoL sebuah keluarga. Mereka akan

memaknai kesehatan keluarga yang buruk, kesejahteraan ekonomi yang

rendah, relasi keluarga yang kurang harmonis, sedikit mendapat dukungan

sosial dan dukungan kelembagaan bagi anak, keragu-raguan terhadap sistem

nilai yang dianut, sedikit meluangkan waktu bagi keluarga untuk kegiatan

kebersamaan serta interaksi sosial yang terbatas dengan komunitas.

(50)

Harapan yang ingin dicapai sebuah keluarga dapat dengan mudah

dicapai oleh keluarga tersebut, artinya bahwa keluarga mempunyai akses dan

potensi untuk meraih harapan tersebut. Semakin sempit rentang kesenjangan

dengan kenyataan yang dialami maka tingkat pencapaian harapan semakin

mudah untuk diraih oleh keluarga tersebut. Namun sebaliknya rentang

kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang dialami semakin lebar maka

tingkat pencapaian harapan semakin sulit untuk dicapai oleh keluarga

tersebut.

3. Permasalahan dan tingkat kepuasan yang dihayati oleh keluarga

Kenyataan yang dialami oleh keluarga yang memiliki anak Down

Syndrome, harapan-harapan yang ingin dicapai keluarga serta penghayatan

setiap anggota keluarga secara individual atas dimensi-dimensi yang ada

dalam FQoL berperan serta dalam membangun rumusan akan FQoL keluarga

tersebut. Penghayatan yang muncul berkaitan dengan adanya permasalahan

dan tingkat kepuasan yang dihayati oleh anggota keluarga untuk setiap

dimensi FQoL. Rentang kesenjangan antara kenyataan dan harapan keluarga

mempengaruhi tingkat permasalahan yang dialami keluarga. Semakin lebar

rentang kesenjangan berarti keluarga memaknai banyak permasalahan yang

terjadi dan sulit mencapai kepuasan dalam dimensi FQoL. Dan sebaliknya

semakin sempit rentang kesenjangan berarti keluarga memaknai sedikit

permasalahan yang terjadi dan dimungkinkan meraih kepuasan dalam

(51)

Hasil dari penelitian ini yaitu tiga keluarga yang memiliki anak Down

Syndrome menghayati adanya permasalahan dan ketidakpuasan hampir di

semua dimensi-dimensi dalam FQoL tersebut. Keluarga A menghayati

adanya permasalahan dalam tujuh dimensi FQoL dan menghayati adanya

kepuasan hanya pada dua dimensi FQoL. Sedangkan keluarga B dan C

menghayati adanya permasalahan dalam delapan dimensi FQoL dan

menghayati adanya kepuasan hanya pada satu dimensi FQoL.

4. Rumusan FQoL pada keluarga-keluarga yang memiliki anak Down Syndrome

a) Dimensi kesehatan keluarga

1) Kepuasan pada dimensi kesehatan keluarga diraih keluarga ketika

kesenjangan antara kenyataan yang dialami keluarga dengan harapan

yang ingin dicapai memiliki rentang yang sempit, kondisi ini akan

meningkatkan FQoL keluarga. Kenyataan bahwa kesehatan keluarga

terpelihara dengan baik, kebutuhan kesehatan anggota keluarga

terpenuhi, serta aksesibilitas pelayanan kesehatan mudah dicapai

dimana hal ini sejalan dengan harapan dari keluarga tersebut.

2) Beberapa faktor yang turut mempengaruhi kepuasan pada dimensi

kesehatan keluarga salah satunya adalah derajat keparahan dari

hambatan yang dimiliki oleh anak Down Syndrome. Semakin berat

derajat keparahan hambatan yang dimiliki anak maka kenyataan hidup

(52)

untuk mencapai harapan keluarga sehingga rentan menimbulkan

ketidakpuasan akan kondisi kesehatan keluarga.

3) Dimensi kesehatan fisik ini berkaitan erat dengan dimensi dukungan

kelembagaan khususnya dukungan layanan kesehatan. Aksesibilitas

layanan kesehatan sesuai kebutuhan keluarga khususnya layanan

kesehatan bagi anak Down Syndrome, mendukung keluarga dalam

mencapai harapan keluarga sehingga kepuasan dalam dimensi

kesehatan semakin mudah dicapai.

b) Dimensi kesejahteraan ekonomi keluarga

1) Kepuasan pada dimensi kesejahteraan ekonomi ini tercapai ketika

kenyataan yang dialami keluarga sejalan dengan harapan yang ingin

diraih keluarga tersebut. Dengan kata lain rentang antara kenyataan

dengan harapan keluarga adalah sempit. Kenyataan akan pendapatan

keuangan yang diperoleh keluarga setiap bulan dapat digunakan untuk

memenuhi semua kebutuhan keluarga termasuk kebutuhan keuangan

perawatan dan pendidikan anak Down Syndrome yang demikian besar.

Ketika semua kebutuhan terpenuhi dan hal ini sejalan dengan harapan

keluarga maka tercapai kepuasan untuk dimensi kesejahteraan

ekonomi keluarga yang akan meningkatkan FQoL. Namun demikian

hal-hal apa saja yang menjadi kebutuhan sebuah keluarga bersifat

relatif, ditentukan oleh keluarga itu sendiri.

2) Dimensi kesejahteraan ekonomi ini berkaitan erat dengan dimensi

(53)

kesejahteraan ekonomi keluarga maka akan diiringi dengan kepuasan

dalam hal karir dan persiapan karir. Keluarga yang menghayati adanya

permasalahan dalam pendapatan keuangan maka kepuasan dalam hal

dimensi karir dan persiapan juga mengalami penurunan.

c) Dimensi relasi dalam keluarga

1) Dinamika relasi dalam keluarga menjadi semakin kompleks dengan

kehadiran anak Down Syndrome dalam keluarga tersebut. Ketika

kenyataan yang terjadi dalam keluarga tercipta kondisi dimana antara

anggota keluarga saling mendukung, saling membantu untuk

memecahkan masalah, memiliki kepercayaan satu dengan lainnya,

mampu bekerjasama mencapai tujuan keluarga, memiliki rasa

kepemilikan bersama, dan setiap anggota keluarga melakukan tugas

dan tanggungjawabnya masing-masing; dan hal tersebut sejalan

dengan harapan keluarga maka kepuasan dalam hal relasi keluarga

semakin mudah dicapai. Dengan kata lain rentang kesenjangan yang

sempit antara kenyataan dan harapan keluarga memungkinkan

tercapainya kepuasan dalam dimensi relasi keluarga.

2) Dimensi relasi dalam keluarga berkaitan erat dengan dimensi

pemanfaatan waktu luang dan rekreasi, dimensi karir orang tua, dan

dimensi sistem nilai. Keluarga yang dapat meluangkan banyak waktu

untuk menikmati kebersamaan, melakukan sesuatu aktifitas secara

bersama-sama sebagai sebuah keluarga, memiliki kesamaan sistem

(54)

d) Dimensi dukungan orang lain

Keluarga yang memiliki anak Down Syndrome merasakan sedikit

pihak yang memberikan dukungan terutama dukungan yang bersifat

praktis bagi keluarga. Kenyataan bahwa sedikit dukungan yang keluarga

terima dan hal ini tidak sesuai dengan harapan keluarga maka rentang

kesenjangan antara kenyataan dan harapan semakin lebar sehingga

menimbulkan ketidakpuasan dalam dimensi dukungan orang lain ini.

Dukungan secara emosional lebih banyak didapat keluarga dibandingkan

dukungan praktis. Dukungan emosional berupa penghiburan dan nasehat

ketika masa-masa sulit, pelukan dan dukungan doa ketika beban dirasakan

sangat berat menekan batin dan sebagainya. Sedang dukungan praktis

hanya didapat dari pengasuh anak Down Syndrome dan pembantu rumah

tangga yang membantu tugas-tugas rutin rumah tangga.

e) Dimensi dukungan kelembagaan bagi anak berkebutuhan khusus

1) Dukungan kelembagaan dirasakan menjadi sangat penting maknanya

bagi perkembangan anak Down Syndrome. Namun kenyataannya

aksesibilitas keluarga untuk mendapatkan dukungan kelembagaan yang

sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak Down Syndrome tidak

semudah yang diharapkan keluarga. Ini berarti bahwa terdapat

kesenjangan antara kenyataan dengan harapan keluarga sehingga

menimbulkan ketidakpuasan dalam dimensi ini.

2) Dimensi dukungan kelembagaan ini juga dipengaruhi oleh keuangan

(55)

maka memungkinkan anak Down Syndrome mendapat layanan sesuai

kebutuhan perkembangannya. Namun demikian, aksesibilitas layanan

tersebut tetap menjadi faktor utama yang menentukan, walaupun

keluarga memiliki sumber dana yang cukup namun bila tidak ada akses

untuk mendapatkannya maka semuanya menjadi sia-sia.

f) Dimensi pengaruh sistem nilai

1) Sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat Indonesia pada umumnya

adalah nilai-nilai keagamaan. Bagi keluarga yang memiliki anak

berkebutuhan khusus, pengembangan nilai-nilai spiritualitas, salah

satunya melalui nilai-nilai keagamaan menjadi hal yang sangat penting

maknanya bagi keluarga. Manfaat nilai-nilai spiritualitas adalah

menjadi sumber kekuatan, pegangan hidup yang memampukan

keluarga menghadapi kompleksitas dalam kehidupan berkaitan adanya

anak Down Syndrome dalam keluarga.

2) Semakin banyak manfaat yang keluarga dapat dari sistem nilai yang

dianut dan semakin mudah sebuah keluarga mendapat akses

pengembangan spiritualitas khususnya keterlibatan anak Down

Syndrome dalam aktifitas keagamaan maka rentang kesenjangan

dengan harapan yang ingin dicapai semakin sempit sehingga keluarga

memaknai kepuasan dalam dimensi ini. Pengembangan nilai-nilai

spiritualitas ini berlaku baik untuk orang tua, kakak maupun bagi anak

Down Syndrome itu sendiri.

(56)

1) Dalam hal karir orang tua, tuntutan untuk memenuhi kebutuhan

keuangan yang besar membuat kedua orang tua anak Down Syndrome

merasa perlu untuk sama-sama bekerja mencari nafkah. Walaupun ada

pula orang tua yang rela menyerahkan karir dengan berhenti kerja demi

perkembangan anak Down Syndrome.

2) Dimensi karir ini berkaitan erat dengan dimensi kesejahteraan ekonomi

keluarga. Karir yang cenderung meningkat dengan pendapatan

keuangan keluarga yang juga cenderung meningkat merupakan

harapan yang ingin diraih oleh keluarga anak Down Syndrome

mengingat kebutuhan hidup yang sangat besar berkaitan dengan

adanya anak Down Syndrome dalam keluarga. Namun bila kenyataan

yang terjadi tidaklah demikian maka rentang kesenjangan antara

kenyataan dan harapan pun semakin lebar sehingga menimbulkan

ketidakpuasan dalam dimensi karir yang mempengaruhi pandangan

akan FQoL.

3) Dalam hal persiapan karir, khususnya bagi persiapan karir anak Down

Syndrome, orang tua merasa perlu mempersiapkan karir seoptimal

mungkin, apalagi bagi anak yang usianya mulai menginjak dewasa

maka persiapan karir merupakan prioritas utama bagi anak tersebut. Semakin optimal persiapan karir yang dilakukan bagi anak maka rentang kesenjangan dengan harapan yang ingin dicapai semakin

sempit sehingga tingkat kepuasan dalam dimensi ini akan meningkat.

(57)

1) Dimensi pemanfaatan waktu luang dan rekreasi ini berkaitan erat

dengan dimensi relasi dalam keluarga. Keluarga yang menghayati

adanya kepuasan dalam relasi antara anggota keluarga, mereka akan

sering meluangkan waktu untuk pergi bersama, menikmati

kebersamaan, dan melakukan sesuatu aktifitas secara bersama-sama

sebagai sebuah keluarga.

2) Faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan pada dimensi

pemanfaatan waktu luang dan rekreasi ini adalah adanya

ketidakharmonisan dalam relasi antar anggota keluarga. Selain itu

dimensi karir orang tua juga turut mempengaruhi dimensi ini. Semakin

sibuk orang tua dengan pekerjaannya dalam rangka tuntutan pemenuhan

kebutuhan keluarga yang amat besar, maka semakin banyak waktu

tersedot untuk mengerjakan tugas-tugas pekerjaan, ini berarti bahwa

rentang kesenjangan dalam hal pemanfaatan waktu luang dan rekreasi

semakin lebar sehingga kepuasan pada dimensi ini mengalami

penurunan.

i) Dimensi interaksi dengan masyarakat

1) Beberapa faktor yang mempengaruhi interaksi keluarga dengan

masyarakat, salah satunya adalah kesibukan orang tua dalam

pekerjaannya sehingga sedikit waktu diluangkan untuk membina

interaksi dengan komunitasnya, membuat lingkungan pergaulan orang

tua terbatas hanya pada pihak-pihak yang berkaitan dengan pekerjaan

(58)

interaksi dengan komunitasnya yang muncul karena ada perasaan gagal

dalam membangun keluarga yang sesuai dengan harapan mereka

dikarenakan kompleksitas masalah berkaitan adanya anak Down

Syndrome dalam keluarga. Perasaan-perasaan seperti itu seringkali

menghalangi keluarga untuk membangun interaksi dengan komunitas.

2) Dari hal tersebut diatas dapat dikatakan bahwa semakin banyak

kesempatan untuk berinteraksi dan semakin percaya diri keluarga

untuk berinteraksi dengan komunitas maka rentang kesenjangan

dengan harapan yang ingin dicapai semakin sempit sehingga tingkat

(59)

B. Saran

Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan yang berkenaan dengan

FQoL pada keluarga-keluarga yang memiliki anak Down Syndrome, maka

diberikan saran kepada pihak-pihak yang terkait, sebagai berikut :

1. Saran bagi keluarga

Sangat sulit bagi sebuah keluarga untuk mencapai kepuasan dalam

dimensi-dimensi FQoL ketika keluarga tersebut mengalami stres dan tantangan yang

berat dalam realita hidup sehari-hari. Beberapa saran konkrit bagi keluarga,

khususnya bagi orang tua diharapkan keluarga mampu mengadakan

perubahan dalam keluarganya.

a) Menghubungi tenaga profesional bidang bimbingan konseling keluarga

yang keluarga percayai untuk mengkonsultasikan permasalahan yang

keluarga hadapi sehingga dapat dirancang program bimbingan konseling

yang spesifik dalam meningkatkan FQoL keluarga dan sesuai dengan

kebutuhan keluarga tersebut. Antara pihak keluarga dan konselor

hendaknya memiliki keterbukaan dan rasa saling percaya sehingga proses

bimbingan berlangsung dengan baik.

b) Bekerjasama dengan pihak sekolah khususnya dalam memantau

perkembangan anak serta mengkonsultasikan kebutuhan belajar dan

perkembangan anak Down Syndrome. Adanya keterbukaan dengan pihak

sekolah dalam mengkomunikasikan masalah-masalah yang berkaitan

dengan kebutuhan dan harapan yang ingin diraih keluarga berkaitan

(60)

c) Membina interaksi yang harmonis dengan komunitas masyarakat tertentu

yang dapat memberikan dukungan praktis maupun dukungan emosional

bagi keluarga, misalnya dengan lembaga keagamaan atau organisasi

perkumpulan orang tua anak Down Syndrome sebagai media berbagi

pengalaman antara sesama orang tua dan sebagai perluasan wawasan serta

informasi yang berguna bagi keluarga dan secara spesifik bagi

perkembangan anak Down Syndrome.

d) Menyatukan kekuatan sebagai sebuah tim dan dengan kebersamaan

sebagai sebuah keluarga membantu perkembangan anak Down Syndrome,

dan membantu anak berjuang mengatasi keterbatasannya. Komunikasi

dalam keluarga merupakan kunci kebersamaan. Komunikasi tidak hanya

berarti sekedar berbicara, namun arti yang lebih dalam adalah mendengar

dengan empati, hal ini akan memberikan dukungan bagi setiap anggota

keluarga sehingga mereka dapat bertoleransi dan mengakomodasikan

kebutuhan dari anggota keluarga yang memiliki kebutuhan khusus.

e) Mencari informasi dan pengetahuan-pengetahuan baru seputar kebutuhan

perkembangan anak Down Syndrome juga mencari tahu berbagai layanan

apa yang dibutuhkan oleh anak.

2. Saran bagi tenaga ahli bimbingan konseling

Salah satu layanan yang sangat diperlukan oleh keluarga untuk meningkatkan

FQoL keluarga adalah melalui layanan bimbingan konseling keluarga.

(61)

mengacu pada rumusan FQoL yang telah diperoleh dalam penelitian ini

berdasarkan sembilan dimensi dalam FQoL. Tujuan dari program bimbingan

konseling ini adalah untuk mempersempit rentang kesenjangan antara

kenyataan dan harapan keluarga dalam sembilan dimensi FQoL dengan

tujuan akhir adalah peningkatan FQoL keluarga tersebut. Adapun saran

berdasarkan sembilan dimensi FQoL tersebut adalah :

a) Dimensi kesehatan keluarga

Dalam dimensi kesehatan ini melingkupi kesehatan fisik dan juga

kesehatan mental. Dalam hal pemeliharaan kesehatan fisik dapat dibantu

dengan memberikan informasi yang tepat dalam hal perawatan medis oleh

dokter ahli dan berbagai informasi mengenai kesehatan fisik lainnya.

Sedangkan untuk usaha pemeliharaan kesehatan mental perlu dibuatkan

program bimbingan konseling yang hendaknya dirancang untuk

meningkatkan kesehatan mental setiap anggota keluarga berupa bimbingan

untuk orang tua keluar dari tekanan batin, meningkatkan kemampuan

untuk mengatasi stres akibat kompleksitas permasalahan yang dihadapi

berkaitan adanya anak Down Syndrome dalam keluarga serta membantu

keluarga dalam menerima kenyataan yang dialami sehingga rentang

kesenjangan dengan harapan yang ingin dicapai semakin sempit dan

kepuasan keluarga atas kesehatan akan meningkat.

b) Dimensi kesejahteraan ekonomi keluarga

Ketika sebuah keluarga merasa adanya ketidakpuasan dengan kondisi

Gambar

Tabel 2.1 Dimensi dan Indikator dalam Family Quality of Life (FQoL)………… 45
Gambar
Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen Penelitian FQoL
Gambar 3.1

Referensi

Dokumen terkait