PAIKEM BAGI ANAK TUNARUNGU DI KELAS V SEKOLAH DASAR
DEWI SARTIKA KOTA BANDUNG
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian dari
Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Jurusan Pendidikan Khusus
Oleh
RIZKI PANJI RAMDANA
0903902
JURUSAN PENDIDIKAN KHUSUS
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
Pelaksanaan Pembelajaran Melalui Pendekatan
PAIKEM bagi Anak Tunarungu di Kelas V Sekolah
Dasar Dewi Sartika Kota Bandung
Oleh
Rizki Panji Ramdana
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan
© Rizki Panji Ramdana 2012 Universitas Pendidikan Indonesia
Desember 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MELALUI PENDEKATAN PAIKEM BAGI ANAK TUNARUNGU DI KELAS V SEKOLAH DASAR DEWI SARTIKA KOTA
BANDUNG
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING
Pembimbing I
Drs. Endang Rusyani, M.Pd
NIP.19570510 198503 1 003
Pembimbing II
Dr. H. Dedy Kurniadi, M.Pd.
NIP. 19560322 198203 1 001
Mengetahui
Ketua Jurusan Pendidikan Khusus Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia
Pelaksanaan Pembelajaran Melalui Pendekatan PAIKEM Bagi Anak Tunarungu di Kelas V Sekolah Dasar Dewi Sartika Kota Bandung
Fokus penelitian ini adalah ”Bagaimana pembelajaran bagi anak tunarungu melalui pendekatan pembelajaran PAIKEM di Sekolah Dasar Dewi Sartika Kota Bandung ?”. Hasil temuan dari penelitian ini adalah : Pertama. (RPP) yang disusun hanya satu yaitu sama dengan rencana pelaksanaan pembelajaran untuk siswa pada umumnya. Kedua Pelaksanaan pembelajaran PAIKEM bagi siswa tunarungu yaitu dengan mengatur tempat duduk secara bervariasi. Kelas dikelola sedemikian rupa sehingga cahaya dan ventilasi ruang kelas termasuk pula alat-alat dan media sumber belajar ukuran dan warnannya disesuaikan dengan ketentuan. Di kelas disiapkan tempat pemajangan hasil karya siswa. Di kelas tersedia pojok belajar yang belum ada adalah perpustakaan kelas. Ketiga Hal-hal yang mendukung pembelajaran PAIKEM antara lain pendukung sarana dan prasarana seperti ruangan kelas, mebeuler, alat-alat perlengkapan lainnya atau sarana fisik/perangkat keras (hardware) dan non fisik atau perangkat lunak (software). Keempat Hambatan yang dihadapi guru dalam proses pembelajaran PAIKEM bagi siswa tunarungu antara lain penyusunan instrumen asesmen dan pelaksanaannya yang kurang dikuasai oleh Guru Kelas dan Guru Mata Pelajaran dan kemampuan bahasa ada yang sulit dimengerti oleh beberapa siswa tunarungu. Kelima Upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan dalam pembelajaran PAIKEM adalah dengan konsultasi dengan ahli pendidikan inklusif dan forum independent, membaca buku sumber, diskusi dan lesson study dan menyusun instrumen berdasarkan kisi-kisi dan kebutuhan khusus siswa tunarungu. Keenam Penilaian pembelajaran PAIKEM dilakukan disaat pembelajaran (penilaian proses) dan setelah selesai pembelajaran selesai (penilaian hasil belajar).
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
DAFTAR ISI... v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Fokus Masalah ... 5
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6
BAB II LANDASAN TEORI A.Anak Tunarungu ... 8
1. Pengertian Anak Tunarungu ... 8
2. Dampak Ketunarunguan ... ... 8
3. Klasifikasi Anak Tunarungu ... 10
B.PAIKEM ... 10
C.Pendidikan Inklusif ... 18
1. Pengertian Pendidikan Inklusif ... 18
2. Landasan Pendidikan Inklusif ... ... 20
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 24
1. Lokasi Penelitian ... 24
2. Subjek Penelitian ... 24
B. Metode Penelitian ... 25
C. Definisi Operasional ... 25
D. Instrumen Penelitian ... 26
E. Teknik Pengumpulan Data ... 31
1. Observasi ... 31
2. Wawancara ... 31
3. Studi Dokumentasi ... 31
4. Teknik Analisis Data... 31
F. Pengujian Keabsahan Data ... 32
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 34
B. Pembahasan Penelitian... 50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 61
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan hak dasar bagi setiap Warga Negara Indonesia, tak
terkecuali bagi anak berkebutuhan khusus. Semua anak berhak mendapatkan
pendidikan. Pendidikan menjadi satu modal bagi seseorang agar dapat berhasil
dan mampu meraih kesuksesan dalam kehidupannya. mengingat akan
pentingnya pendidikan, maka pemerintah pun mencanangkan program wajib
belajar 9 tahun dan melakukan perubahan kurikulum yang mampu
mengakomodasi kebutuhan siswa. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5 mengemukakan bahwa:
(1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
(2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. (3) Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat
adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus. (4) Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa
berhak memperoleh pendidikan khusus.
(5) Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.
Anak berkebutuhan khusus memiliki hak yang sama dengan anak pada
umumnya untuk memperoleh pendidikan. Pendidikan bagi anak berkebutuhan
khusus yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau
bakat istimewa disebut pendidikan khusus, seperti dijelaskan pada Pasal 32
ayat (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, bahwa :
Saat ini muncul perubahan mendasar dalam dunia pendidikan khusus di
Indonesia. Perubahan tersebut lahirnya paradigma pendidikan inklusif yang
sarat dengan muatan kemanusiaan dan penegakan hak-hak asasi manusia.
Perubahan ini sesuai dengan Penjelasan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 sebagai berikut.
Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.
Penyelenggaraan pendidikan khusus secara inklusif yang selanjutnya
disebut pendidikan inklusif menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang
Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa,
Pasal 1 sebagai berikut.
Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.
Anak berkebutuhan khusus dididik bersama-sama dengan anak pada
umumnya dalam setting pendidikan inklusif, bertujuan untuk mengoptimalkan
potensi yang dimilikinya. Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam
masyarakat terdapat anak pada umumnya dan anak berkebutuhan khusus yang
tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas. Implementasi pendidikan
inklusif di Provinsi Jawa Barat berimplikasi terhadap penyelenggaraan
pendidikan di sekolah regular, antara lain sekolah harus lebih terbuka, ramah
terhadap anak, dan tidak diskriminatif. Oleh karena itu, setiap anak
berkebutuhan khusus termasuk anak tunarungu berhak mendapatkan
pendidikan dalam setting pendidikan inklusif.
Anak tunarungu memiliki hambatan perkembangan dan hambatan belajar,
pendengaran, maka berpengaruh dalam penerimaan informasi, lambatnya anak
berbahasa, kosa kata anak yang kurang dan lain-lain. sehingga mereka
memerlukan pelayanan pendidikan yang bersifat khusus. .
Anak tunarungu merupakan anak yang mengalami hambatan
perkembangan bahasa dan komunikasi, ini disebabkan karena kurangnya
stimulus sejak dini yang dapat ditangkap oleh anak, ketidak mampuan anak
untuk menerima informasi yaitu berupa suara, ini berdampak pada lambatnya
perkembagan bahasa dan komunikasinya sehingga berdampak juga pada
perkembangan yang lainnya seperti perkembangan sosial, kognitif dan
lain-lain. Didalam pembelajarannya tentunya anak tunarungu membutuhkan
beberapa modifikasi untuk menunjang kelancaran belajarnya.
Anak tunarungu yang bersekolah di sekolah inklusif tentunya akan
menemui beberapa permasalahan, baik dari aspek bahasa, komunikasi,
penerimaan informasi dari guru dan temannya. Persoalan tersebut bisa
diakibatkan karena beberapa hal, bisa dari ketidaktahuan pendidik tentang
bagaimana cara pembelajaran anak tunarungu, penyedian media pembelajaran
dan alat peraga yang tidak sesuai dengan kebutuhan anak, penyampaian materi
yang tidak menggunakan metode yang sesuai dengan isi materi dan situasi
peserta didik. Untuk itu diperlukan beberapa penyesuaian untuk pembelajaran
anak tunarungu, baik dalam penyesuaian isi, penyesuaian cara dan penyesuaian
evaluasi. Dalam pembelajarannya diperlukan pendekatan yang dapat
merangsang motivasi dan stimulus anak untuk belajar. Kegiatan pembelajaran
dalam setting inklusif harus berpusat kepada anak (child centered), anak harus
aktif belajar (active learning). Maka seyogyanyalah kegiatan pembelajaran
menjadi fokus utama untuk terus menerus ditingkatkan kualitasnya. Untuk itu
pendekatan pembelajaran PAIKEM harus dilaksanakan di dalam setting
pendidikan inklusif. PAIKEM merupakan singkatan dari Pembelajaran Aktif,
Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Dalam PAIKEM digunakan
kompetensi adalah pembelajaran yang dilakukan dengan orientasi pencapaian
kompetensi peserta didik.
Kegiatan pembelajaran dalam setting pendidikan inklusif harus aktif.
Aktif dimaksudkan bahwa dalam kegiatan pembelajarannya guru perlu
menciptakan suasana sedemikian rupa, guru tidak hanya berdiri didepan, dan
kemudian menceramahi para siswa. Jika suasana yang tercipta kondusif, siswa
dapat lebih aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan pendapat.
Anak tidak menjadi pasif ketika berada dalam kelas. Peran aktif dari siswa
amat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu
menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Inovatif,
Pembelajaran inovatif bisa mengadaptasi dari model pembelajaran yang
menyenangkan. Learning is fun merupakan kunci yang diterapkan dalam
pembelajaran inovatif. Jika siswa sudah menanamkan hal ini di pikirannya
tidak akan ada lagi siswa yang pasif di kelas, anak dapat lebih leluasa ketika
sedang mengerjakan tugas dan anak tidak cepat merasa ketika sedang belajar.
Selain pembelajaran harus aktif dan inovatif pembelajaran pun harus kreatif,
efektif dan menyenangkan. Kreatif, dimaksudkan agar guru menciptakan
kegiatan belajar yang beragam, tidak hanya menggunakan satu metode
pembelajaran saja, sehingga memenuhi berbagai tingkat kompetensi siswa dan
kelainan siswa. Efektif, dalam pembelajarannya guru harus sedemikian rupa
menyampaikan materi seefektif mungkin. Keadaan aktif dan menyenangkan
tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan
apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung.
Menyenangkan, adalah suasana belajar-mengajar yang menyenangkan, anak
dpat lebih nyaman dan aman, sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara
penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya tinggi,
Pembelajaran berbasis PAIKEM membantu siswa mengembangkan
kemampuan berpikir tahap tinggi, berpikir kritis dan berpikir kreatif. Berpikir
kritis merupakan kemampuan siswa yang dapat memecahkan masalah, menarik
kecakapan sistematis dalam menilai, menganalisis asumsi dan pencarian
ilmiah. Berpikir kreatif adalah suatu kegiatan mental untuk meningkatkan
kemurnian, ketajaman pemahaman dalam mengembangkan sesuatu.
Kemampuan memecahkan masalah merupakan berpikir tingkat tinggi. Disini
dibutuhkan dorangan dan motivasi dari guru yang terus menerus, agar siswa
dapat lebih termotivasi dalam pembelajarannya.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dan mengetahui lebih dalam lagi mengenai bagaimana pembelajaran bagi anak
tunarungu melalui pendekatan pembelajaran PAIKEM di sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif. Peneliti ingin mengangkat judul
“Pelaksanaan Pembelajaran Melalui Pendekatan PAIKEM Bagi Anak
Tunarungu di Kelas V Sekolah Dasar Dewi Sartika Kota Bandung (Studi
Deskriptif Tentang Pembelajaran Anak Tunarungu Melalui Pendekatan PAIKEM )”.
B.Fokus Masalah
Fokus dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui ”bagaimana
pembelajaran bagi anak tunarungu melalui pendekatan PAIKEM di kelas V
sekolah dasar Dewi Sartika kota Bandung ?”.
Setelah ditentukan fokus penelitian, selanjutnya dirumuskan beberapa
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana perencanaan PAIKEM bagi anak tunarungu di kelas V Sekolah
Dasar Dewi Sartika Kota Bandung ?
2. Bagaimana pelaksanaan PAIKEM bagi anak tunarungu di kelas V Sekolah
Dasar Dewi Sartika Kota Bandung ?
3. Hal-hal apa saja yang mendukung dalam proses PAIKEM bagi anak
tunarungu di kelas V Sekolah Dasar Dewi Sartika Kota Bandung ?
4. Hambatan apa saja yang dihadapi guru dalam proses PAIKEM bagi anak
5. Bagaimana upaya guru dalam mengatasi hambatan proses PAIKEM bagi
anak tunarungu di kelas V Sekolah Dasar Dewi Sartika Kota Bandung ?
6. Bagaimanakah hasil PAIKEM bagi anak tunarungu di kelas V Sekolah
Dasar Dewi Sartika Kota Bandung ?
C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan penelitian
a. Tujuan umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran
mengenai Pelaksanaan Pembelajaran Bagi Anak Tunarungu Melalui
Pendekatan PAIKEM di Kelas V Sekolah Dasar Dewi Sartika Kota
Bandung.
b. Tujuan khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui perencanaan PAIKEM bagi anak tunarungu di Kelas V
Sekolah Dasar Dewi Sartika Kota Bandung ?
2. Mengetahui pelaksanaan PAIKEM bagi anak tunarungu di Kelas V
Sekolah Dasar Dewi Sartika Kota Bandung ?
3. Mengetahui hal-hal apa saja yang mendukung dalam proses
PAIKEM bagi anak tunarungu di Kelas V Sekolah Dasar Dewi
Sartika Kota Bandung ?
4. Mengetahui hambatan apa saja yang dihadapi guru dalam proses
PAIKEM bagi anak tunarungu di Kelas V Sekolah Dasar Dewi
Sartika Kota Bandung ?
5. Mengetahui upaya guru dalam mengatasi hambatan proses PAIKEM
bagi anak tunarungu di Kelas V Sekolah Dasar Dewi Sartika Kota
Bandung ?
6. Mengetahui hasil PAIKEM bagi anak tunarungu di Kelas V Sekolah
2. Kegunaan penelitian
a. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai suatu pengembangan ilmu yang
dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi ilmu pendidikan,
khususnya pendidikan khusus.
b. Kegunaan Praktis
Secara praktis diharapkan hasil penelitian dapat dijadikan sabagai salah
satu panduan dalam mengoptimalkan pendekatan PAIKEM bagi anak
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di sekolah penyelenggara pendidikan
inklusif SD Dewi Sartika Kota Bandung. Sekolah ini dipilih karena
merupakan salah satu sekolah penyelenggara pendidikan inklusif yang
terdapat siswa tunarungu dan juga menurut rekomendasi dari Ketua
Asosiasi Pendidikan Inklusif dan Sekretaris Kelompok Kerja
Pendidikan Inklusif Jawa Barat, sistem pendekatan pembelajaran di
sekolah ini menggunakan pendekatan PAIKEM. Sehingga tepat sekali
menjadi lokasi penelitian, untuk menjelaskan bagaimana pendekatan
PAIKEM bagi siswa tunarungu dalam setting pendidikan inklusif serta
tantangan-tantangannya.
2. Subjek Penelitian
Pemilihan subjek penelitian dalam peneltian ini menggunakan
teknik purposive sampling, dimana penelitian ini tidak dilakukan pada
seluruh populasi, tetapi terfokus pada sebagiannya yang dianggap
paling penting.
Menurut Sugiyono (2010: 218-219):
Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang diharapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi objek/situasi sosial yang diteliti.
Subjek Penelitian dalam penelitian ini adalah siswa tunarungu
kelas 5 SD sebanyak 6 orang, guru kelas 5 SD 1 orang, guru mata
B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini metode deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Sudjana (1997:52) menjelaskan bahwa deskriptif
adalah “Metode penelitian yang digunakan apabila bertujuan untuk
mendeskripsikan atau menjelaskan peristiwa dan kejadian yang ada pada masa sekarang.” Metode ini sejalan dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai, yaitu untuk memperoleh data dan informasi yang dapat
menggambarkan pembelajaran berbasis
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif.
Moleong (1997: 3) menjelaskan penelitian kualitatif sebagai sebagai
berikut:
Sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati, pengenalan diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasi individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandang sebagai bagian dari suatu keutuhan.
C. Definisi Operasional
Kegiatan pembelajaran dalam setting inklusif harus berpusat kepada
anak (child centered), anak harus aktif belajar (active learning). Maka
seyogyanyalah kegiatan pembelajaran menjadi fokus utama untuk terus
menerus ditingkatkan kualitasnya. Untuk itu pendekatan pembelajaran
PAIKEM harus dilaksanakan di dalam setting pendidikan inklusif.
PAIKEM merupakan singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif,
Efektif, dan Menyenangkan. Dalam PAIKEM digunakan prinsip-prinsip
pembelajaran berbasis kompetensi. Pembelajaran berbasis kompetensi
adalah pembelajaran yang dilakukan dengan orientasi pencapaian
kompetensi peserta didik. Rencana pelaksanaan pembelajaran harus
mengedepankan kebutuhan anak, terlebih anak tunarungu, serta berfokus
pada siswa, makna, aktivitas, pengalaman dan kemandirian siswa. Dalam
macam strategi pembelajaran, menggunakan berbagai macam media,
bagaimana cara mengelola kelas yang baik, agar kreatifitas pada diri anak
muncul. Di sini kreatifitas dimaknai sebagai sebuah kemampuan untuk
memberikan gagasan-gagasan baru dengan menemukan banyak
kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, yang menekankan pada
segi kuantitas, ketergantungan dan keragaman jawaban dan
menerapkannya dalam pemecahan masalah. Interaksi guru dan anak
tunarungu tentunya akan berbeda jika dibandingkan dengan interaksi guru
dengan anak pada umumnya. Interaksi anak tunarungu dengan guru dapat
menjadi hambatan dalam proses belajarnya. Peran guru dalam pelaksanaan
pembelajaran sangat penting, guru perlu memberikan dorongan kepada
siswa untuk menggunakan otoritas atau haknya dalam membangun
gagasan. Tanggung jawab belajar, memang berada pada diri siswa, tetapi
guru bertanggung jawab dalam memberikan situasi yang mendorong
prakarsa, motivasi, perhatian, persepsi, retensi, dan transfer dalam belajar,
sebagai bentuk tanggung jawab siswa untuk belajar sepanjang hayat.
D. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan peneliti adalah:
1. Pedoman observasi dengan beberapa aspek yang akan diamati, yaitu:
Pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi pembelajaran.
2. Pedoman wawancara yang didalamnya terdapat pertanyaan-pertanyaan
tentang perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran,
evaluasi pembelajaran, hanbatan dan juga upaya yang dilakukan dalam
mengatasi hambatan.
3. Pedoman dokumentasi tentang data-data yang bersifat tertulis, seperti
data hasil asesmen siswa tunarungu, lesson plan (silabus dan rencana
pelaksanaan pembelajaran), catatan pelaksanan pembelajaran harian
Tabel 3.1
KISI-KISI INSTRUMEN PENELITIAN
PEMBELAJARAN
ANAK TUNARUNGU DI SEKOLAH INKLUSIF
NO Pertanyaan
Asesmen - Wawancara
) dalam
tunarungu di
sekolah
inklusif?
siswa - Pedoman
dokumentasi
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi dilakukan untuk mengamati dan mencatat secara cermat
perilaku informan pada waktu pelaksanaan kegiatan belajar mengajar,
baik di kelas, ruang praktek (dapur) maupun lapangan. Selain itu,
observasi ini dilakukan untuk check dan re-check terhadap hasil
wawancara.
Peneliti mengikuti semua kegiatan pembelajaran, evaluasi
pembelajaran, hambatan yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran
dan bagaimana cara mengatasi hambatan dalam pembelajaran
tersebut.
2. Wawancara
Peneliti menggunakan jenis wawancara terstuktur dengan menyiapkan
pedoman wawancara dan wawancara tidak terstuktur untuk
memperoleh informasi dari subjek penelitian. Wawancara ini
dilakukan untuk memperoleh informasi tentang perencanaan
pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran,evaluasi pembelajaran.
Hambatan dan juga upaya yang dilakukan guru mengenai hambatan
dalam pendekatan pembelajaran PAIKEM.
Studi dokumentasi digunakan untuk memperoleh data-data yang
bersifat tertulis, seperti data hasil asesmen siswa tunarungu, lesson
plan dan hasil kerja siswa tunarungu.
4. Teknik analisis data
Menurut Patton (Moleong, 2010:103) analisis data adalah proses
mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola,
kategori dan satuan uraian besar. Data hasil penelitian ini akan
dianalisis secara kualitatif dengan melakukan:
a. Reduksi Data
Yaitu menyeleksi, menyingkat data, menyederhanakan data yang
sesuai dengan tujuan penelitian. Dengan mentraskrip data atau
menuliskan kembali hasil wawancara berdasarkan
jawaban-jawaban pertanyaan penelitian. Transkip data kemudian
dipilah-pilah untuk dikelompokan ke dalam aspek-aspek berdasarkan
pertanyaan penelitian.
Hasil observasi dirangkum oleh peneliti menjadi hal-hal yang lebih
bermakna dan mudah dipahami oleh peneliti. Hasil dokumentasi
dikumpulkan oleh peneliti dan disusun berdasarkan aspek-aspek
yang berhubungan dengan pembelajaran siswa tunarungu.
b. Penyajian data
Data yang dikelompokan, peneliti lengkapi dengan hasil observasi
dan dokumentasi, kemudian disajikan dalam bentuk matrik
sehingga data mudah dibaca dan dipahami. Dengan cara ini akan
menggambarkan pembelajaran siswa tunarungu dalam setting
pendidikan inklusif.
c. Menarik kesimpulan atau verifikasi (conclusin
drawing/verification)
Dimaksudkan untuk mencari makna dari data yang dikumpulkan
hubungan dan hal-hal yang sering timbul dari menyusun rangkaian
logis dari data yang diperoleh.
F. Pengujian Keabsahan Data
Peneliti menggunakan teknik triangulasi dalam melakukan pemeriksaan keabsahan data. “Teknik triangulasi dapat diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu” (sugiyono, 2010:273).
Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang telah
diperoleh melalui beberapa sumber yang menjadi subjek penelitian.
Sementara triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data kepada
sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Dalam triangulasi ini
dilakukan pengecekan atau perbandingan data yang diperoleh melalui
observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Triangulasi dalam peneltian ini dilakukan melalui:
1. Membandingkan data hasil observasi dengan data hasil wawancara
2. Membandingkan data hasil wawancara dengan hasil dokumentasi
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data pada Bab IV maka dapat
disimpulkan bahwa temuan dari penelitian ini adalah:
1. Perencanaan PAIKEM bagi anak tunarungu.
Penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran dilakukan
sebelum pembelajaran berlangsung, yaitu ketika memasuki semester
baru. RPP ini disusun berdasarkan kurikulum standar yang digunakan
di SDN Dewi Sartika. Dalam pelaksanaanya dilakukan beberapa
penyesuaian, seperti menempatkan posisi duduk anak tunarungu paling
depan, adanya keterarahwajahan, penyesuaian evaluasi pembelajaran,
pemilihan strategi dan media pembelajaran yang sesuai dengan
kebutuhan anak tunarungu. Setelah kegiatan belajar mengajar berakhir
dilakukan tambahan belajar untuk anak tunarungu.
2. Pelaksanaan PAIKEM bagi anak tunarungu.
Pelaksanaan pembelajaran PAIKEM bagi siswa tunarungu yaitu
dengan mengatur tempat duduk secara bervariasi. Siswa tunarungu
diupayakan untuk duduk paling depan hal ini untuk memudahkan untuk
berkomunikasi dan keterarahwajahan dengan guru. Kelas dikelola
sedemikian rupa sehingga cahaya dan ventilasi ruang kelas termasuk
pula alat-alat dan media sumber belajar ukuran dan warnannya
disesuaikan dengan ketentuan. Di kelas disiapkan tempat pemajangan
hasil karya siswa. Hasil karya siswa dipajangkan dan secara periodik
diganti dengan yang baru. Di kelas tersedia pojok belajar yang belum
ada adalah perpustakaan kelas.
Guru Kelas dan guru Mata Pelajaran memberi dorongan atau
memotivasi siswa untuk aktif belajar agar siswa pada umunya termasuk
melakukan beberapa inovasi antara lain inovasi media dan metode yang
sesuai bagi anak tunarungu.
Guru Kelas dan Guru Mata Pelajaran berupaya untuk
menciptakan kegiatan pembelajaran yang beragam untuk memenuhi
berbagai tingkat kemampuan siswa tunarungu (koginitif, apektif dan
psikomotorik) agar siswa kreatif.
Guru Kelas dan Guru Mata Pelajaran memperhatikan efisiensi
waktu, mengakomodasi gaya belajar (learning style) dan memberi tugas
dengan jelas agar pembelajaran bagi anak tunarungu terlaksana secara
efektif.
Guru Kelas dan Guru Mata Pelajaran berupaya menciptakan
suasana kegiatan pembelajaran yang menyenangkan dengan cara
mengajar dengan penuh semangat, gembira dan ramah. Lingkungan
pembelajaran diciptakan untuk kondusif dan tugas-tugas yang diberikan
menantang dan menarik.
Guru Kelas dan Guru Mata Pelajaran senantiasa memberikan
tugas mengobservasi lingkungan dan tugas ke perpustakaan, tugas
membaca dan melaporkan intisari materi yang telah dibacanya. Cara
memberikan umpan balik yang positif dan pemberian penguatan
tentang materi yang dipelajari dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat
maupun hadiah terhadap keberhasilan siswa termasuk siswa tunarungu.
Guru Kelas dan Guru Mata Pelajaran memanfaatkan semua
sumber belajar yang ada di sekolah. Media pembelajaran yang
digunakan bagi siswa tunarungu disesuaikan dengan hambatan yang
dialami siswa tunarungu (penyesuaian cara) sehingga lebih
memanfaatkan media pandang dan multimedia.
Guru Kelas dan Guru Mata pelajaran berupaya untuk
menyampaikan materi sebaik mungkin, menyusun instrumen yang
sesuai dan melaksanakan penilaian dengan baik agar indikator
yaitu dengan membandingkan nilai yang diperoleh siswa tunarungu
dengan KKM indikator yang ditentukan.
Interaksi guru dengan siswa tunarungu dengan adanya
keterarahwajahan dan bicara dengan jelas agar siswa tunarungu
mengerti apa-apa yang diucapkan atau pesan yang disampaikan.
Interaksi siswa tunarungu dengan siswa tunarungu lainnya dibiasakan
berkomunikasi secara lisan/oral. Ketika ada kesulitan dalam memahami
apa-apa yang diucapkan atau yang dikomunikasikan maka dengan cara
menyuruh siswa tunarungu menuliskannya. Interaksi siswa tunarungu
dengan siswa pada umumnya dengan cara lisan/oral. Dalam
berinteraksi tersebut secara umum Guru Kelas dan Guru Mata Pelajaran
memahami apa-apa yang diucapkan siswa tunarungu dan dibiasakan
untuk memberi motivasi kepada siswa tunrungu untuk berinterkasi
secara baik.
3. Hal-hal yang mendukung dalam proses PAIKEM bagi anak tunarungu.
Hal-hal yang mendukung pembelajaran PAIKEM antara lain
pendukung sarana dan prasarana seperti ruangan kelas, mebeuler,
alat-alat perlengkapan lainnya atau sarana fisik/perangkat keras (hardware)
dan non fisik atau perangkat lunak (software). Pendukung lainnya yaitu
penyediaan biaya yang memadai atau cukup dengan kebutuhan guna
lancarnya kegiatan pembelajaran PAIKEM bagi siswa tunarungu dan
siswa pada umumnya.
4. Hambatan yang dihadapi guru dalam proses PAIKEM bagi anak
tunarungu.
Hambatan yang dihadapi guru dalam proses pembelajaran
PAIKEM bagi siswa tunarungu antara lain penyusunan instrumen
asesmen dan pelaksanaannya yang kurang dikuasai oleh Guru Kelas
dan Guru Mata Pelajaran dan kemampuan bahasa ada yang sulit
dimengerti oleh beberapa siswa tunarungu. Hambatan lainya adalah
Kelas dan Guru Mata pelajaran dalam penyusunan instrumen evaluasi
karena perlu adanya penyesuaian cara yang beragam yang disesuaikan
dengan kebutuhan atau karakteristik siswa tunarungu.
5. Upaya guru dalam mengatasi hambatan proses PAIKEM bagi anak
tunarungu.
Upaya yang dilakukan oleh Guru Kelas dan Guru Mata
pelajaran dalam mengatasi hambatan dalam pembelajaran PAIKEM
adalah dengan memahami hasil asesmen awal yang dilakukan oleh
team ahli untuk mengetahui baseline siswa tunarungu, konsultasi
dengan ahli pendidikan inklusif dan forum independent, membaca buku
sumber, diskusi dan lesson study dan menyusun instrumen berdasarkan
kisi-kisi dan kebutuhan khusus siswa tunarungu.
6. Hasil PAIKEM bagi siswa tunarungu
Penilaian PAIKEM dilakukan disaat pembelajaran (penilaian
proses) dan setelah selesai pembelajaran selesai (penilaian hasil
belajar). Penilaian dan evaluasi pembelajaran dalam bentuk ulangan
harian (UH), ulangan tengah semester (UTS), ulangan akhir semester
(UAS) dan ulangan kenaikan kelas (UKK). Evaluasi yang dilakukan
pada siswa tunarungu dan siswa pada umumnya ada perbedaan. Pada
pelaksanannya siswa tunarungu diberikan penanganan yang khusus.
Pada soal esay siswa tunarungu diberikan pilihan jawaban, ini berguna
agar siswa tunarungu dapat lebih cepat mengingat jawaban yang sesuai.
Evaluasi yang dibuat pun mencakup keseluruhan aspek, baik afektif,
kognitif dan psikomotor. Hasil evaluasi yang sudah dilakukan
diinformasikan kepada orang tua siswa.
B. Saran
1. Bagi guru
a. Sebaiknya Guru Kelas dan Guru Mata Pelajaran melaksanakan
untuk mengetahui kekuatan, kelemahan dan kebutuhan siswa
tunarungu, sehingga RPP yang disusun berdasarkan kebutuhan
siswa tunarungu. Asesmen tidak hanya pada awal anak masuk,
tetapi pada setiap guru menentukan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran. Pihak sekolah dapat mengundang pembicara dari ahli
pendidikan inkusif ataupun pendidikan khusus untuk memberikan
pelatihan asesmen bagi anak tunarungu.
b. Sebaiknya dalam pelaksanaan PAIKEM Guru Kelas dan Guru Mata
lebih memperhatikan pentingnya pojok belajar. Di kelas perlu
disediakan pojok belajar yang penataannya lebih teratur atau lebih
baik lagi dan perlu adanya perpustakaan kelas. Guru dan siswa
dapat bersama-sama membuat perpustakaan kelas. Alat-alat bisa
dari barang bekas yang tidak terpakai, yang bisa difungsikan seperti
rak buku. Benda-benda atau hasil tugas/karya diberi label, dipajang
di pojok belajar dan digunakan oleh siswa. Pojok belajar merupakan
tempat untuk mewadahi berbagai bahan bacaan seperti buku,
majalah, cerita koran atau yang lainnya yang dapat dimanfaatkan
oleh siswa dalam belajar. Pojok belajar dapat dibuat dari bahan
sederhana seperti papan kayu yang disangga dengan plat L atau
berbentuk rak-rak buku. Jika masih tersedia tempat, sudut baca
dapat dilengkapi dengan beberapa kursi, bangku, karpet atau tikar
untuk membaca sambil lesehan. Semua diatur diatur untuk
berpartisipasi penuh dalam mengelola kelas termasuk pemeliharaan
dan pengelolaan bahan pembelajaran di pojok belajar ini.
c. Di kelas sebaiknya disediakan atau diadakan perpustakaan kelas.
Rak buku pada perpustakaan kelas harus diatur ketinggianya. Rak
buku harus mudah dijangkau oleh semua peserta didik termasuk
peserta didik yang menggunakan kursi roda. Ruang antar rak buku
harus lebar hal ini agar memudahkan peserta didik untuk bergerak.
di ruang perpustakaan yaitu ada yang aksesibel bagi pengguna kursi
roda. Penomoran buku yang mudah dimengerti dan ketersediaan
buku dalam tulisan Braile. Hasil karya atau buku buatan siswa dapat
dipajangkan/disimpan pada perpustakaan kelas. Kumpulan tugas
kliping, kumpulan puisi dan tulisan lainnya disimpan dalam
perpustakaan kelas, sehingga manfaat perpustakaan kelas menjadi
lebih bermakna.
2. Bagi kepala sekolah
a. Kepala sekolah sebaiknya mengadakan atau menyediakan Guru
Pembimbing Khusus, dengan cara pihak sekolah menginformasikan
kepada para lulusan pendidikan khusus untuk dapat menjadi guru
pembimbing khusus di sekolah dasar Dewi Sartika, cara memberikan
informasi dapat menggunakan pemasangan pamflet pengumuman,
ataupun memanfaatkan media elektronik, seperti memasang
informasi lowongan pekerjaan di internet dan lain-lain. pemilihan
lulusan pendidikan khusus agar dapat lebih mengetahui jenis,
tingkat, kebutuhan dan potensi anak berkebutuhan khusus.
b. Kepala sekolah sebaiknya mengadakan pelatihan atau in house
training mengenai asesmen bagi siswa tunarungu, pembicara bisa
dari ahli pendidikan inklusif ataupun ahli pendidikan khusus.
Pembicara pun bisa dari ahli yang mengerti asesmen untuk anak
tunarungu. Pelatihan atau in house training ini bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan atau wawasan guru dan keterampilan
guru dalam perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan hasil asesmen.
3. Bagi peneliti selanjutnya.
Sebaiknya diadakan penelitian berikutnya berkenaan dengan
Pelaksanaan Pendekatan Pembelajaran PAIKEM bagi Anak Tunarungu
DAFTAR PUSTAKA
Bahri, S. (2000). Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta : Rineka Cipta.
Budiyanto. (2012). Modul Pelatihan Pendidikan Inklusif. Jakarta: Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Direktorat Pembinaan Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar.
Budimansyah, D., Suparlan. & Meirawan, D. (2010). Pembelajaran Aktif,
Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan.Bandung: PT Genesindo.
Bunawan, L. (2000). Penguasaan Bahasa Anak Tunarungu. Jakarta: Yayasan Santi Rama.
Bunawan, L. (2004). Hakekat Ketunarunguan & Implikasi dalam
Pendidikan. Jakarta: Yayasan Santi Rama.
Chatib, M & Said, A. (2012). Sekolah Anak – Anak Juara Berbasis Kecerdasan Jamak dan Pendidikan Berkeadilan. Bandung: Kaifa
PT Mizan Pustaka.
Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa. (2005). Kegiatan Belajar
Mengajar di Sekolah Inklusif. Jakarta: Depdiknas.
Freiberg, H.J. (1995) Measuring school climate, education leadership.
Gregory, S. (1998). Permasalahan-Permasalahan bagi Pendidikan Anak
Tunarungu. London: David Fulton.
Hallahan. & Kauffman. (1991). Exceptional Children. Boston: Allyn and Bacon.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2012). Modul Pelatihan
Pendidikan Inklusif. Jakarta : Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Kustawan, D. (2012). Pendidikan Inklusif dan Upaya Implementasinya. Jakarta: Luxima
Kustawan, D. (2013). Pendidikan Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan
Menyenangkan. Jakarta: Luxima
Kustawan. & Hermawan. (2013). Model Implementasi Pendidikan Inklusif
Ramah Anak. Jakarta: Luxima
Margono, W. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Mulyasa, E. (2005). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Rosda.
P4TKTKPLB. (2011). Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Jakarta: Depdiknas.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 32 Tahun 2008 tentang
Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Pendidimjan Khusus.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang
Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.
Smith, D. (2006). Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua. Bandung : Nuansa
Somad, P. (2009). Dampak Ketunarunguan. [online]. Tersedia:
http://permanariansomad.blogspot.com/2009/11/dampketunarunguan .html [26 Januari 2013]
Sowars, J. (2000). Language Arts Learning 101 Strategi to Teach Any
Staincak.W. & Stainback,S. (1990). Support networks for inclusive
schooling: independent integrated education. Baltimore: Paul
H.Brooks.
Sudjana. (1997). Metode Statistika. Bandung: Tarsito
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: ALFABETA.
Sunardi. & Sunaryo. (2006). Intervensi Dini Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan dan Tenaga Kependidikan.
Syahrul, F. (2012). Menggali Potensi di Sekolah Inklusif. Jakarta: Lentera Insan.
Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi
Kontruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Universitas Pendidikan Indonesia. (2012). Pedoman Penulisan Karya
Ilmiah. Bandung: UPI Press.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Yamin, M & Ansari, B. (2008). Taktik Mengembangkan Kemampuan
Individual Siswa. Jakarta: Gaung Persada Press