• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Komparatif Tentang Self Disclosure dalam Menggunakan Path dan Tatap Muka: Studi pada Komunitas Youth di Gereja Sidang Jemaat Allah Calvary Charismatic Bogor.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Komparatif Tentang Self Disclosure dalam Menggunakan Path dan Tatap Muka: Studi pada Komunitas Youth di Gereja Sidang Jemaat Allah Calvary Charismatic Bogor."

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

ii Universitas Kristen Maranatha

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan perilaku self disclosure pada media sosial Path dan tatap muka pada komunitas youth di GSJA Calvary Charismatic Bogor, berdasarkan dimensi–dimensi self disclosure, yaitu jumlah, valensi (positif atau negatif), kedalaman, pemilihan waktu, dan target orang, serta dilihat juga dari faktor–faktor yang mempengaruhinya.

Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner yang disusun oleh peneliti berdasarkan dimensi-dimensi self disclosure yang diperoleh dari teori Judy Pearson (1983). Alat ukur ini terbagi menjadi 2 kuesioner, yaitu kuesioner self disclosure pada media sosial Path (online) dan kuesioner self disclosure dalam keadaan tatap muka.

Berdasarkan pengolahan data didapatkan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan perilaku self disclosure pada media sosial Path dan dalam keadaan tatap muka pada komunitas youth GSJA Calvary Charismatic Bogor. Perbedaan signifikan terdapat pada dimensi jumlah, kedalaman, dan target orang. Sedangkan pada dimensi valensi dan pemilihan waktu tidak ditemukan perbedaan yang signifikan.

(2)

iii Universitas Kristen Maranatha

Abstract

This research’s purpose is to know the difference between self disclosure

behavior in Path and self disclosure behavior in real life of GSJA Calvary

Charismatic Bogor’s youth community according to the self disclosure

dimensions. These dimensions are amount, valency (positive or negative), depth, selection of time, person target, and also other affecting factors.

The instrument for this research is a questionnaire contruct by the researcher based on the dimensions of self disclosure by Judy Pearson (1983). The questionnaire is divided into two, one that measure online self disclosure through Path and the other measure real life self disclosure.

According to the processed data, shows that there is a difference between online self disclosure behavior through Path and real life self disclosure of GSJA

Calvary Charismatic Bogor’s youth community. There are significant differences in the dimensions of the amount, depth, and person target. While the dimensions of valency and selection of time was not significant differences.

(3)

vii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR BAGAN ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 9

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 9

1.3.1 Maksud Penelitian ... 9

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Kegunaan Penelitian ... 9

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 9

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 10

1.5 Kerangka Pikir ... 10

1.5.1 Bagan Kerangka Pikir ... 18

(4)

viii Universitas Kristen Maranatha

1.7 Hipotesis Penelitian ... 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 21

2.1 Komunikasi ... 21

2.1.1 Pengertian Komunikasi ... 21

2.1.2 Fungsi Komunikasi ... 21

2.1.3 Komunikasi yang Efektif ... 22

2.1.4 Model Komunikasi dalam Hubungan yang Dekat ... 23

2.2 Self Disclosure ... 24

2.2.1 Pengertian Self Disclosure ... 24

2.2.2 Self Disclosure Online dan Tatap Muka ... 25

2.2.3 Dimensi Self Disclosure ... 25

2.2.4 Faktor–faktor yang Mempengaruhi Self Disclosure ... 28

2.2.5 Lima Alasan Utama Self Disclosure ... 30

2.2.6 Resiko Self Disclosure ... 31

2.2.7 Pentingnya Self Disclosure ... 32

2.3 Dewasa Awal ... 32

2.3.1 Pengertian Dewasa Awal ... 32

2.3.2 Teori Sosio Emosi dan Kognisi ... 33

2.3.3 Tahap Perkembangan Sosial–Emosional ... 33

(5)

ix Universitas Kristen Maranatha

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 39

3.1 Metode Penelitian ... 39

3.2 Bagan Rancangan Penelitian ... 39

3.3 Definisi Konseptual dan Definisi Operasional ... 40

3.3.1 Definisi Konseptual ... 40

3.3.2 Definisi Operasional ... 40

3.4 Alat Ukur ... 41

3.4.1 Kisi–kisi Alat Ukur ... 41

3.4.2 Sistem Penilaian Alat Ukur ... 43

3.4.3 Data Pribadi dan Data Penunjang ... 43

3.5 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 44

3.5.1 Validitas Alat Ukur ... 44

3.5.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 45

3.6 Populasi dan Karakteristik Sampel ... 47

3.6.1 Populasi ... 47

3.6.2 Karakteristik Sampel ... 47

3.7 Teknik Penarikan Sampel ... 48

3.8 Teknik Analisis Data ... 48

3.9 Hipotesis Statistik ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50

4.1 Hasil Penelitian ... 50

(6)

x Universitas Kristen Maranatha

4.1.2 Hasil Pengukuran ... 51

4.1.3 Uji Hipotesis Penelitian ... 53

4.2 Pembahasan ... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

5.1 Kesimpulan ... 59

5.2 Saran ... 60

5.2.1 Saran Teoritis ... 60

5.2.2 Saran Praktis ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 62

(7)

xi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi–kisi Alat Ukur ... 42

Tabel 3.2 Skala Interval ... 43

Tabel 4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia ... 50

Tabel 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 51

Tabel 4.3 Hasil Uji Beda t-Test Berdasarkan Dimensi Jumlah Path dan Tatap Muka ... 51

Tabel 4.4 Hasil Uji Beda t-Test Berdasarkan Dimensi Valensi Path dan Tatap Muka ... 54

Tabel 4.5 Hasil Uji Beda t-Test Berdasarkan Dimensi Kedalaman Path dan Tatap Muka ... 54

Tabel 4.6 Hasil Uji Beda t-Test Berdasarkan Dimensi Pemilihan Waktu Path dan Tatap Muka ... 55

Tabel 4.7 Hasil Uji Beda t-Test Berdasarkan Dimensi Target Orang Path dan Tatap Muka ... 55

(8)

xii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

(9)

xiii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 : SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN LAMPIRAN 2 : KISI-KISI ALAT UKUR

LAMPIRAN 3 : KATA PENGANTAR KUESIONER LAMPIRAN 4 : PENDAHULUAN KUESIONER

LAMPIRAN 5 : PETUNJUK PENGISIAN LEMBAR KUESIONER LAMPIRAN 6 : KUESIONER

LAMPIRAN 7 : VALIDITAS ALAT UKUR

LAMPIRAN 8 : RELIABILITAS ALAT UKUR LAMPIRAN 9 : HASIL TABULASI SILANG

LAMPIRAN 10 : HASIL UJI BEDA LAMPIRAN 11 : MEDIA SOSIAL PATH

LAMPIRAN 12 : PROFIL GSJA CALVARY CHARISMATIC BOGOR

(10)

1

Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada jaman sekarang kemajuan internet sungguhlah pesat, terutama di jaringan sosial. Jaringan sosial itu sendiri terdiri dari berbagai macam media sosial yang terus berkembang dan semakin banyak diminati oleh banyak orang, terutama

anak muda. Hasil survei lembaga riset pasar e-Marketer, pengguna internet di Tanah Air mencapai 83,7 juta orang pada tahun 2014 (Kompas.com, 2014).

Berdasarkan data dari dailysocial.net (2012), perkembangan internet sampai hari ini membawa Indonesia berada pada peringkat teratas dalam penggunaan internet untuk sosial media, termasuk forum dan blog. Sebanyak 83%

pengguna internet Indonesia mengunjungi Social Networking Site (SNS) saat

online. Menurut Boyd dan Ellison (2007), Gotta (2008), dan Beer (2008), SNS

didefinisikan sebagai layanan yang memungkinkan individu untuk membangun hubungan sosial dengan sesamanya melalui dunia maya yang berguna untuk memperluas jaringan sosial mereka, menunjukkan koneksi seseorang,

memperlihatkan hubungan yang ada antar satu penggunanya, dan memungkinkan penggunanya untuk mendefinisikan profil mereka di dunia maya, dapat juga

secara cepat melakukan pemberitahuan tentang suatu kegiatan, dan melakukan pengaturan privasi.

Salah satu media sosial yang digemari di masa kini adalah jejaring sosial

(11)

2

Universitas Kristen Maranatha popularitas Path melejit di Tanah Air menempatkan Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah pengguna Path terbesar di dunia. "Jumlah pengguna Path

di sini (Indonesia) bahkan lebih besar dari Amerika Serikat. Kurang lebih 4 juta pengguna aktif," ujar Dave Morin, pendiri Path, saat diwawancarai

oleh VIVAnews.

Saat ini, Path memiliki 20 juta pengguna aktif di dunia. Pengguna Path di Indonesia, kata Morin, menyumbang trafik Path global dalam bulanan, dan

sekitar ¼ trafik Path dalam harian (VIVAnews, 2013). Artinya, kurang lebih tujuh juta pengguna Path mengaksesnya dari Indonesia. "Itu membuat Indonesia jadi

pasar nomor satu untuk Path sekarang. Itu membuat saya datang ke sini (Jakarta). Saya ingin mempelajari karakter orang-orang di sini. Apa yang mereka suka dan mereka inginkan. Setelah itu kami buatkan inovasinya di Path," jelas Morin.

"Bagi saya, Indonesia memiliki banyak orang yang melek inovasi dan teknologi," kata pria yang membesarkan Path sejak tahun 2010 itu. Media sosial ini unik

karena menyasar segmen muda agar mereka tetap terhubung dengan keluarga dan teman sampai teman dekat, sehingga jumlah teman dibatasi hanya 150 per akun, namun kini jumlah temannya telah ditambah menjadi 500 per akun.

Media sosial Path adalah salah satu wadah untuk mengekspresikan keluh kesah seseorang karena Path mempunyai fasilitas yang sedikit berbeda dengan

media sosial lainnya. Fungsi dari Path bukan hanya menulis status berupa tulisan saja, tetapi penggunanya juga bisa membagikan postingan lain, misalnya mengunggah foto dan video, mengunggah lokasi dan bersama dengan siapa di

(12)

3

Universitas Kristen Maranatha sedang ditonton, atau buku yang sedang dibaca oleh pengguna. Path juga memungkinkan pengguna untuk mengunggah status atau memberikan komentar

pada postingan pengguna lain dengan memanfaatkan emoticon yang ada (emoticon merupakan lambang yang terdapat di Path untuk diberikan pada

moment/ postingan orang lain. Terdapat 5 lambang emoticon di Path antara lain

smile, laugh, gasp, frown, and love).

Pada umumnya pengguna Path selain mempunyai tujuan untuk

mendapatkan perhatian, pengguna juga mempunyai tujuan menjalin relasi dan berinteraksi dengan orang lain dalam mengungkapkan diri. Menurut Judy Pearson

(1983), pengungkapan diri (self disclosure) adalah komunikasi dimana seseorang secara sukarela dan sengaja menyingkapkan informasi yang akurat tentang dirinya sendiri bahwa orang lain tidak mungkin untuk mengetahui atau mencari tahu dari

sumber lain. Self disclosure memainkan peran sentral dalam memelihara, mengembangkan, dan membangun kedekatan hubungan pertemanan (Breket–

Bojmel dan Shahar, 2011).

Penggunaan perangkat komputer dan jaringan internet membuat komunikasi tidak hanya dilakukan melalui tatap muka saja, saat ini komunikasi

juga dapat dilakukan melalui media sosial (online). Seseorang menjadikan media sosial sebagai wadah untuk melakukan disclosure. Barak dan Bloch (2006),

McCoyd dan Schwaber Kerson (2006) dalam Blau (2011) melakukan studi terhadap remaja yang menunjukan bahwa self disclosure lebih sering terjadi pada saat seseorang berada dalam kondisi online dibandingkan offline. Self disclosure

(13)

4

Universitas Kristen Maranatha mempunyai hubungan timbal balik, pengungkapan diri yang dilakukan secara personal, sensitif dan intim. Keintiman pengungkapan diri secara langsung atau

tatap muka terlihat pada self disclosure online dimana interaksi yang terjadi memiliki implikasi dalam membangun hubungan antar pribadi (Schiffrin dan

Falkenstern, 2010). Menurut Derlega dan Matthews (2003), hal tersebut dikarenakan lingkungan mempengaruhi seseorang dalam mengungkapkan dirinya. Saat dalam kondisi online seseorang melakukan pengungkapan diri lebih sering

daripada kondisi tatap muka (Suler, 2004).

Kedalaman self disclosure seseorang tergantung pada situasi dan orang

yang diajak untuk berinteraksi. Jika orang yang berinteraksi menyenangkan dan membuat merasa aman serta dapat membangkitkan semangat, maka kemungkinan bagi individu untuk lebih membuka diri amatlah besar. Sebaliknya pada beberapa

orang tertentu dapat menutup diri karena merasa kurang percaya (Devito, 1992). Bila seseorang menceritakan sesuatu yang bersifat pribadi, maka cenderung akan

memberikan reaksi yang sepadan. Pada umumnya, mereka mengharapkan orang lain memperlakukan sama seperti yang mereka lakukan (Raven dan Rubin, 1983). “Seseorang yang mengungkapkan informasi pribadi yang lebih akrab daripada

yang kita lakukan akan membuatnya merasa kawatir dan kita akan lebih senang mengakhiri hubungan semacam ini, dan juga sebaliknya ” (Sears, dkk., 1988).

Self disclosure terdiri dari lima dimensi berdasarkan teori Judy Pearson

(1983), yaitu dimensi yang pertama adalah jumlah, menjelaskan bahwa setiap orang tidak mengungkapkan jumlah informasi yang sama tentang dirinya.

(14)

5

Universitas Kristen Maranatha diinginkan dari pengungkapan diri, melainkan penelitian menunjukkan bahwa pengungkapan diri harus bersifat timbal balik. Dimensi kedua adalah valensi

(positif atau negatif). Pengungkapan diri positif dapat dikategorikan sebagai pujian, sedangkan pengungkapan diri negatif yang bersifat kritis merupakan

pernyataan evaluatif tentang diri.

Dimensi ketiga adalah kedalaman, yaitu terdapatnya komunikasi yang dianggap mendalam. Pengungkapan yang dangkal melibatkan pernyataan–

pernyataan tentang diri sendiri bahwa hal tersebut dangkal dan tidak intim. Dimensi keempat adalah pemilihan waktu. Pengungkapan diri cenderung lebih

sering terjadi ketika sedang berhadapan dengan orang asing dan meningkat seiring waktu dalam berhubungan juga meningkat. Dimensi yang terakhir adalah target orang, kebanyakan orang cenderung mengungkapkan dirinya kepada orang-orang

yang dekat dengannya atau kepada orang yang disayang.

Menurut Devito (1986) ada beberapa faktor dari self disclosure, antara lain

menyingkapkan diri kepada orang lain, ukuran audiens, topik, valensi (positif dan negatif), seks, ras, kewarganegaraan, umur, dan penerimaan hubungan (receiver

relationship). Faktor yang cukup relevan dan tergambar dalam penelitian ini

adalah topik dan seks (jenis kelamin). Topik yang dibahas mempengaruhi jumlah

self disclosure. Pengungkapan diri mengenai uang, kepribadian, dan fisik lebih

jarang dibicarakan daripada berbicara mengenai rasa, minat, dan juga pekerjaan. Dalam faktor jenis kelamin, penelitian mengindikasikan bahwa wanita lebih terbuka daripada pria dan keduanya membuat disclosure (penyingkapan) negatif

(15)

6

Universitas Kristen Maranatha Berdasarkan berbagai macam fungsi dan kegunaan yang ditawarkan oleh

Path, kini media sosial tersebut menjadi sasaran anak muda (youth). Menurut

Santrock (1999), youth adalah orang dewasa muda yang termasuk masa transisi, baik transisi secara fisik (physically trantition), transisi secara intelektual

(cognitive trantition), serta transisi peran sosial (social role trantition). Maka dari itu, peneliti tertarik melakukan survei awal pada komunitas youth di Gereja Sidang Jemaat Allah (GSJA) Calvary Charismatic Bogor yang berjumlah 40

orang dengan rentang usia 18 sampai 31 tahun.

Komunitas youth GSJA Calvary Charismatic Bogor ini mempunyai jadwal

pertemuan satu kali dalam seminggu. Salah satu fungsi dari pertemuan komunitas tersebut yaitu setiap anggota diharapkan dapat berbagi cerita tentang dirinya (self

disclosure) kepada anggota yang lain. Komunitas ini sudah berdiri lebih dari 10

tahun, maka dari itu para anggota youth di GSJA Calvary Charismatic Bogor ini seharusnya sudah memiliki kedekatan dan rasa percaya terhadap satu sama lain.

Peneliti menemukan adanya perbedaan dalam perilaku self disclosure yang ditampilkan oleh komunitas youth GSJA Calvary Charismatic ketika berkomunikasi secara tatap muka dan pada media sosial Path (online). Peneliti

juga melakukan pengamatan terhadap akun Path yang dimiliki oleh setiap anggota komunitas youth GSJA Calvary Charismatic. Maka dari itu, hal tersebut dijadikan

alasan untuk peneliti memilih komunitas youth GSJA Calvary Charismatic sebagai sampel penelitian.

Peneliti melakukan survei awal kepada semua anggota youth gereja

(16)

7

Universitas Kristen Maranatha perilaku self disclosure di media sosial Path secara online. Berdasarkan data dari survei awal yang telah dilakukan diperoleh hasil sebanyak 95% responden

memiliki akun untuk media sosial Path dan sebanyak 87,5% aktif dalam menggunakannya. Rentang waktu yang responden habiskan untuk membuka Path

berkisar antara 15 menit sampai 4 jam dalam sehari.

Dalam Path, ditemukan bahwa 65% responden membagikan postingan berupa check in tempat dimana dan bersama siapa responden berada. Sebanyak

27,5% responden membuat status berupa tulisan mengenai perasaan, pikiran, atau kejadian yang responden alami. Kemudian, diperoleh 75% responden yang suka

memberikan komentar atau memberikan emoticon pada postingan temannya. 72,5%lainnya membagikan postingan berupa mengunggah foto pada media sosial

Path. Sebanyak 55% responden melakukan aktivitas di Path berupa membagikan

gambar yang berisikan kata–kata bijak, kata–kata motivasi, renungan atau hal lainnya yang bersifat candaan. Dalam sehari sebanyak 62,5% responden

membagikan postingan sebanyak 1 sampai 5 kali, 17,5% responden membagikan postingan sebanyak 6 sampai 10 kali, dan sebanyak 7,5% responden membagikan postingan lebih dari 10 kali.

Peneliti juga melakukan wawancara singkat kepada 10 dari 40 responden yang telah diambil datanya dalam survei awal untuk mendapatkan gambaran

mengenai perilaku self disclosure yang dilakukan responden di media sosial Path. Peneliti mendapatkan berbagai alasan responden ketika tidak membagikan postingan di Path diantaranya sebanyak 60% responden sedang merasa tidak ada

(17)

8

Universitas Kristen Maranatha atau sedang kehabisan paket data internet, 20 % responden merasa tempat yang mereka kunjungi kurang bergengsi untuk di share di Path, dan 10% responden

lainnya beralasan tidak semua hal harus dibagikan kepada orang lain (bersifat pribadi).

Peneliti juga melakukan wawancara kepada 10 responden tersebut untuk melihat self disclosure yang terjadi dalam tatap muka. Sebanyak 90% responden merasa lebih memilih berkomunikasi secara tatap muka dengan lawan bicaranya

dibandingkan melalui media sosial Path. Menurut mereka berkomunikasi melalui media sosial Path sifatnya dibatasi dengan tulisan dan emoticon, serta tidak dapat

melihat gesture tubuh dalam mengungkapkan apa yang ingin disampaikan sehingga sangat memungkinkan terjadinya kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Selain itu, Path juga dapat dibaca oleh pengguna lainnya.

Didapatkan pula sebanyak 90% responden biasanya suka berbagi cerita mengenai apa yang dirasakannya kepada lawan bicaranya secara tatap muka, 70%

responden membagikan cerita mengenai apa yang dipikirkannya, 80% responden membagikan cerita tentang kejadian atau pengalaman yang dialaminya, dan sebanyak 40% responden meminta pendapat mengenai pengambilan keputusan

dan mencari informasi dari lawan bicaranya.

Dilihat dari hasil wawancara dalam melengkapi survei awal yang

dilakukan peneliti, ditemukan bahwa komunitas youth GSJA Calvary Charismatic lebih merasa nyaman melakukan self disclosure secara tatap muka dibandingkan di media sosial Path (online). Hal ini bertolak belakang dengan teori yang

(18)

9

Universitas Kristen Maranatha pengungkapan diri lebih banyak daripada kondisi tatap muka (Suler, 2004). Perbedaan antara teori dengan fenomena yang terjadi tersebut, membuat peneliti

semakin tertarik untuk melakukan penelitian mengenai perilaku self disclosure pada komunitas youth GSJA Calvary Charismatic Bogor.

1.2 Identifikasi Masalah

Penelitian ini ingin melihat bagaimana perbandingan perilaku self

disclosure pada pengguna situs media sosial Path dan tatap muka pada komunitas

youth di GSJA Calvary Charismatic Bogor.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah ingin melihat gambaran perbandingan perilaku self disclosure pada pengguna media sosial Path dan tatap muka pada

komunitas youth GSJA Calvary Charismatic Bogor. 1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah ingin melihat seberapa besar perbedaan

yang ada antara perilaku self disclosure pada media sosial Path dan tatap muka pada komunitas youth di GSJA Calvary Charismatic Bogor, dilihat dari dimensi–

dimensi self disclosure dan faktor–faktor yang mempengaruhinya.

1.4 Kegunaan Penelitian

(19)

10

Universitas Kristen Maranatha • Penelitian ini diharapkan mampu memperluas dan memperkaya pengetahuan

khususnya Psikologi Sosial mengenai self disclosure.

• Penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan informatif yang bisa

digunakan untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan self disclosure terutama pada media sosial (online) dan tatap muka.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Memberikan informasi bagi komunitas youth GSJA Calvary Charismatic

tentang perilaku self disclosure.

Memberikan informasi dan pemahaman pola self disclosure kepada komunitas

youth GSJA Calvary Charismatic tentang perilaku yang sesuai dan yang tidak

sesuai dalam komunikasi yang efektif.

Memberikan pengetahuan tentang diri (self) bagi para pembacanya mengenai

perilaku self disclosure di media sosial (online).

1.5 Kerangka Pikir

Komunitas youth GSJA Calvary Charismatic adalah sekelompok pemuda

yang menjalankan kegiatan–kegiatan rohani untuk kebersamaan yang sudah berdiri lebih dari 10 tahun. Anggota komunitas youth GSJA Calvary Charismatic

berkisar dari usia 18 sampai 31 tahun yang termasuk ke dalam kategori dewasa awal (Santrock, 1999).

Kekhasan dari usia dewasa awal bila dilihat dari perspektif teoritis yaitu

(20)

11

Universitas Kristen Maranatha wadah untuk mengekspresikan dirinya, baik melalui berkomunikasi dengan sesamanya secara tatap muka atau pada media sosial (online), salah satunya

adalah media sosial Path. Cara mengekspresikan diri di media sosial dan tatap muka pun bervariasi, yaitu terdapat pengguna yang lebih aktif berkomunikasi

secara tatap muka dengan lawan bicara dibandingkan dengan berkomunikasi melalui media sosial Path, ada juga pengguna yang lebih nyaman berkomunikasi menggunakan media sosial Path dibandingkan dengan tatap muka, dan ada juga

yang merasa nyaman dikeduanya.

Media Sosial Path mempunyai manfaat bagi para penggunanya. Salah

satunya adalah untuk menjalin hubungan sosial dengan sesama penggunanya. Hubungan dengan sesama tersebut bisa didapatkan yaitu dengan cara berkomunikasi. Menurut Edward Depari dalam buku Ermawati dkk (2008),

komunikasi secara umum diartikan sebagai proses penyampaian gagasan, harapan dan pesan yang disampaikan melalui lambang-lambang tertentu, mengandung arti,

dilakukan oleh penyampai pesan ditujukan kepada penerima pesan. Komunikasi berperan penting dalam kehidupan manusia karena tujuan manusia melakukan komunikasi yaitu untuk membagi pengetahuan dan pengalaman. Melalui

komunikasi, sikap dan perasaan seseorang atau sekelompok orang dapat dipahami oleh pihak lain. Akan tetapi, komunikasi akan efektif jika pesan yang disampaikan

dapat ditafsirkan sama oleh penerima pesan tersebut.

Salah satu bentuk komunikasi adalah pengungkapan diri (self disclosure) yaitu seberapa besar komunitas youth GSJA Calvary Charismatic

(21)

12

Universitas Kristen Maranatha Pearson (1983) adalah adalah komunikasi di mana komunitas youth GSJA Calvary Charismatic secara sukarela dan sengaja menyingkapkan informasi yang

akurat tentang dirinya karena orang lain tidak mungkin untuk mengetahui atau mencari tahu dari sumber lain.

Barak dan Bloch (2006), McCoyd dan Schwaber Kerson (2006) dalam Blau (2011) menyatakan studi terhadap remaja menunjukan bahwa self disclosure lebih dalam terjadi pada saat seseorang berada dalam kondisi online dibandingkan

offline. Menurut Werner, Altman dan Brown (1992), Derlega dan Matthews

(2003), hal tersebut dikarenakan lingkungan mempengaruhi seseorang dalam

mengungkapkan dirinya. Saat dalam kondisi online seseorang melakukan pengungkapan diri lebih banyak daripada kondisi tatap muka (Suler, 2004).

Saat ini cara seseorang mengungkapkan diri sudah berkembang dan bisa

menggunakan media sosial (online). Dalam mengungkapkan diri, terdapat perbedaan antara self disclosure yang dilakukan secara online dan tatap muka,

diantaranya terdapat komunitas youth GSJA Calvary Charismatic yang lebih aktif berkomunikasi atau mengungkapkan dirinya (self disclosure) kepada lawan bicara secara online (pada media sosial Path) daripada secara tatap muka. Selain itu,

beberapa komunitas youth GSJA Calvary Charismatic lain lebih nyaman dan aktif berkomunikasi secara tatap muka dibandingkan di media sosial Path. Terdapat

(22)

13

Universitas Kristen Maranatha Untuk melihat tingkah laku seseorang dalam melakukan pengungkapkan diri dilihat dari dimensi self disclosure yang terdapat dalam teori Judy Pearson

(1983). Dimensi yang pertama adalah jumlah, yaitu pengungkapan diri dapat diperiksa dalam hal jumlah total. Pada komunitas youth GSJA Calvary

Charismatic mengungkapkan informasi tentang dirinya minimal 1 kali dalam sehari di media sosial, bahkan ada juga yang lebih dari 10 kali dalam sehari. Komunitas youth GSJA Calvary Charismatic setiap harinya mengungkapkan

sejumlah informasi tentang dirinya melalui berkomunikasi dengan temannya secara tatap muka.

Dimensi kedua adalah valensi positif atau negatif, yaitu pengungkapan diri yang positif termasuk pernyataan yang dikategorikan sebagai pujian dan pengungkapan diri negatif merupakan pernyataan yang berisi tentang keluhan.

Pada komunitas youth GSJA Calvary Charismatic mengungkapkan informasi tentang dirinya kepada orang lain pada media sosial Path, seperti membagikan

foto yang berisikan kata–kata bijak atau kata–kata motivasi, meng-update status yang berisi tentang keluhan atau masalah yang dialaminya. Dalam tatap muka, komunitas youth GSJA Calvary Charismatic cenderung lebih sering menceritakan

pengalaman atau hal sampai hal positif tentang dirinya daripada masalah atau beban pikiran yang sedang dirasakan.

Dimensi ketiga adalah kedalaman. Komunikasi mengenai aspek-aspek dari diri sendiri yang unik dan bisa membuat diri menjadi rentan, termasuk tujuan yang spesifik dan kehidupan yang lebih intim, dianggap mendalam, dimana

(23)

14

Universitas Kristen Maranatha dangkal dan tidak intim. Pada komunitas youth GSJA Calvary Charismatic ketika menggunakan media sosial Path cenderung mengungkapkan informasi yang

dangkal atau tidak begitu intim tentang dirinya kepada orang lain karena menyadari bahwa media sosial Path bersifat umum dan memungkinkan terjadinya

kesalahpahaman. Berbeda halnya dengan tatap muka, komunitas youth GSJA Calvary Charismatic biasanya lebih bersifat terbuka dalam mengungkapkan informasi yang intim tentang dirinya kepada orang lain.

Dimensi keempat adalah pemilihan waktu. Pengungkapan diri cenderung lebih sering terjadi ketika sedang berhadapan dengan orang asing, dan pada tahap

awal perkenalan, jarang terjadi selama tahap pertengahan hubungan, dan pengungkapan diri meningkat seiring waktu dalam berhubungan juga meningkat. Komunitas youth GSJA Calvary Charismatic pun ketika menggunakan media

sosial Path cenderung mengungkapkan informasi yang kurang tepat tentang dirinya kepada orang lain dibandingkan dengan tatap muka. Komunitas youth

GSJA Calvary Charismatic biasanya akan lebih memilih ketepatan informasi tentang dirinya yang diungkapkan ketika berbicara dengan orang lain secara tatap muka.

Dimensi yang terakhir adalah target orang. Orang-orang mengungkapkan diri kepada orang asing menunjukkan preferensi yang sedikit karena relatif

(24)

15

Universitas Kristen Maranatha mengungkapkan informasi tentang dirinya kepada orang–orang yang dekat atau kepada orang–orang yang mereka sayangi.

Faktor-faktor yang paling mempengaruhi self disclosure yaitu faktor yang pertama adalah topik, dimana topik yang dibahas mempunyai pengaruh terhadap

pengungkapan diri yang dilakukan oleh komunitas youth GSJA Calvary Charismatic.Dilihat dari dimensi self disclosure yang pertama yaitu jumlah, topik yang sedang hangat diperbincangkan mempunyai daya tarik sendiri dan

menghasilkan jumlah yang banyak dalam mengungkapkan informasi tentang dirinya yang dilakukan komunitas youth GSJA Calvary Charismatic pada media

sosial Path dan tatap muka. Topik yang dibahas juga dapat mempengaruhi dimensi valensi positif atau negatif. Komunitas youth GSJA Calvary Charismatic pada media sosial Path dapat membahas topik dalam mengungkapkan informasi

positif atau negatif tentang dirinya. Berbeda halnya dalam tatap muka, komunitas

youth GSJA Calvary Charismatic cenderung lebih banyak membahas topik yang

mengungkapkan informasi positif dibandingkan dengan informasi negatif tentang dirinya kepada orang lain.

Berdasarkan dimensi kedalaman, topik yang dibahas dalam pengungkapan

diri yang dilakukan komunitas youth GSJA Calvary Charismatic pada media sosial Path cenderung bersifat lebih dangkal dibandingkan secara tatap muka yang

memungkinkan komunitas youth GSJA Calvary Charismatic cenderung lebih terbuka terhadap topik yang dibahas kepada orang lain karena terdapat proses timbal balik. Topik dapat mempengaruhi dimensi pemilihan waktu, pada

(25)

16

Universitas Kristen Maranatha

Path cenderung tidak begitu mementingkan ketepatan topik yang dibahas dalam

mengungkapkan dirinya kepada orang lain dibandingkan dengan tatap muka.

Topik juga mempengaruhi dimensi target orang. Komunitas youth GSJA Calvary Charismatic ketika menggunakan media sosial Path lebih memungkinkan

mengungkapkan informasi tentang dirinya kepada orang lain yang tidak dekat dengannya. Dalam tatap muka, komunitas youth GSJA Calvary Charismatic cenderung memilih orang yang tepat dalam membahas topik, seperti orang yang

dekat dengannya untuk mengungkapkan informasi tentang dirinya.

Faktor yang kedua adalah jenis kelamin. Seseorang yang berjenis kelamin,

wanita lebih banyak melakukan self disclosure dibandingkan dengan yang berjenis kelamin pria. Berdasarkan dimensi jumlah, komunitas youth GSJA Calvary Charismatic yang berjenis kelamin wanita mengungkapkan jumlah

informasi yang lebih banyak dibandingkan pria pada media sosial Path maupun tatap muka. Jenis kelamin juga mempengaruhi dimensi valensi positif atau negatif.

Komunitas youth GSJA Calvary Charismatic yang berjenis kelamin wanita lebih sering mengungkapkan informasi yang positif mengenai dirinya pada media sosial

Path dan tatap muka. Dalam mengungkapkan informasi yang negatif, baik pria

maupun wanita pada media sosial Path dan tatap muka mempunyai segi dan tingkatan yang sama.

Jenis kelamin berpengaruh terhadap dimensi kedalaman. Komunitas youth GSJA Calvary Charismatic yang berjenis kelamin wanita lebih intim dalam mengungkapkan informasi tentang dirinya pada media sosial Path dan tatap muka

(26)

17

Universitas Kristen Maranatha Charismatic yang berjenis kelamin pria cenderung mengungkapkan informasi lebih dangkal mengenai dirinya pada media sosial Path dibandingkan tatap muka

yang memungkinkan mengungkapkan informasi lebih intim kepada orang lain. Faktor jenis kelamin berpengaruh pula terhadap dimensi pemilihan waktu. Pada

komunitas youth GSJA Calvary Charismatic yang berjenis kelamin wanita cenderung tidak begitu memperhatikan ketepatan informasi yang diungkapkannya pada media sosial Path dan tatap muka. Informasi yang diungkapkan oleh

komunitas youth GSJA Calvary Charismatic yang berjenis kelamin pria cenderung memperhatikan ketepatan dalam mengungkapkan diri kepada orang

lain. Jenis kelamin juga berpengaruh terhadap dimensi target orang. Komunitas

youth GSJA Calvary Charismatic yang berjenis kelamin wanita pada media sosial

Path cenderung mengungkapkan informasi tentang dirinya baik kepada orang

yang dekat atau tidak dekat dengannya. Dalam tatap muka, komunitas youth GSJA Calvary Charismatic yang berjenis kelamin wanita dan pria mempunyai

(27)

18

Universitas Kristen Maranatha 1.5.1 Bagan Kerangka Pikir

Bagan 1.1 Kerangka Pikir

Bagan 1.1 Kerangka Pikir

Faktor–faktor yang mempengaruhi : 1. Topik

2. Jenis kelamin

Pengguna Path pada Komunitas Youth di

GSJA Calvary Charismatic Bogor

Self Disclosure

di Path dan tatap muka

Berbeda

Sama

Dimensi Self Disclosure (Judy Pearson, 1983) : a. Jumlah

b. Valensi (positif dan negatif) c. Kedalaman

(28)

19

Universitas Kristen Maranatha

1.6 Asumsi

Adapun asumsi yang mengkaitkan fenomena ini dengan teori yang

dimiliki, yaitu :

1. Komunitas youth GSJA Calvary Charismatic melakukan self dsiclosure pada

media sosial (online) karena merasa bahwa mereka bisa sesuka hati mereka mengekspresikan pikiran, perasaan, dan apa saja karena tidak berhadapan langsung dengan lawan bicaranya.

2. Komunitas youth GSJA Calvary Charismatic melakukan self dsiclosure secara

tatap muka karena ada beberapa orang yang menyukai komunikasi timbal balik

(dua arah) dari lawan bicaranya. Selain itu, apabila lawan bicaranya menyenangkan dan membuat merasa aman maka dapat membangkitkan semangat bagi idividu sehingga kemungkinan untuk lebih membuka diri

amatlah besar.

3. Faktor yang mempengaruhi self dsiclosure secara online antara lain komunitas

youth GSJA Calvary Charismatic bisa melakukannya dengan bebas tanpa

memikirkan ekspresi yang dikeluarkan ketika menanggapi lawan bicara dan tidak dikejar waktu dalam memberikan respon secara cepat.

4. Faktor yang mempengaruhi self dsiclosure secara offline antara lain komunitas

youth GSJA Calvary Charismatic bisa melakukannya dengan bantuan ekspresi

serta ungkapan nonverbal yang mendukung maksud dari komunikasi yang disampaikan kepada lawan bicara. Selain itu, komunitas youth GSJA Calvary Charismatic dapat memilih bahasa yang tepat untuk digunakan dalam

(29)

20

Universitas Kristen Maranatha 5. Komunitas youth GSJA Calvary Charismatic melakukan self dsiclosure di

akunnya berkaitan dengan faktor–faktor yang mempengaruhi alasan dalam

melakukan self dsiclosure.

1.7 Hipotesis Penelitian

(30)

59

Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini peneliti akan memaparkan kesimpulan hasil analisa dan

pengolahan data dari 40 responden pada komunitas youth di GSJA Calvary Charismatic Bogor beserta saran yang bernilai teoritis dan praktis terarah sesuai dengan hasil penelitian.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan mengenai perbandingan perilaku self

dsiclosure ketika menggunakan Path dan tatap muka pada komunitas youth di

GSJA Calvary Charismatic Bogor, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Terdapat perbedaan perilaku self disclosure di media sosial Path dan dalam

keadaan tatap muka pada komunitas youth GSJA Calvary Charismatic Bogor. Secara spesifik, responden merasa lebih memilih mengungkapkan informasi

tentang dirinya di Path dibandingkan tatap muka. Akan tetapi, responden lebih memilih menceritakan informasi yang bersifat personal dan mendalam secara tatap muka dan tetap memilih lawan bicaranya.

2. Tidak terdapat perbedaan pada perilaku self disclosure di media sosial Path dan

dalam keadaan tatap muka pada komunitas youth GSJA Calvary Charismatic

Bogor. Responden memilih menceritakan hal yang bersifat positif tentang dirinya dibandingkan hal-hal memalukan dan kurang dapat memilih waktu yang tepat dalam bercerita kepada lawan bicaranya baik di media sosial Path

(31)

60

Universitas Kristen Maranatha 3. Tingkah laku responden dalam menggunakan Path dengan pengungkapan diri

yang ditampilkan di media sosial Path dan tatap muka dimana responden yang

tingkat membuka Path dan memberikan komentar tergolong tinggi biasanya lebih nyaman menceritakan dirinya termasuk yang bersifat personal dan lebih

memilih lawan bicaranya. Akan tetapi, responden tersebut dalam melakukan

check-in dan mengunggah foto atau video di Path tergolong kategori rendah.

5.2 Saran

Penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, maka peneliti memandang

perlu mengajukan beberapa saran sebagai berikut : 5.2.1 Saran Teoritis

Dapat dipertimbangkan untuk penelitian selanjutnya dengan menghubungkan

tipe kepribadian, seperti ekstrovert dan introvert yang dapat menentukan penyesuaian diri individu terhadap lingkungan.

Dalam melakukan penelitian selanjutnya mengenai self disclosure agar

menggunakan data penunjang dengan lebih dalam dan lebih spesifik sehingga dapat lebih jelas terlihat pengaruhnya terhadap self disclosure.

5.2.2 Saran Praktis

Bagi komunitas youth GSJA Calvary Charismatic dapat memperoleh informasi

secara jelas mengenai self dsiclosure, baik dalam kondisi online atau tatap

(32)

61

Universitas Kristen Maranatha • GSJA Calvary Charismatic dapat mengadakan pertemuan atau seminar yang

(33)

62

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Archer, R. L. (1979). Role of personality and the social situation. In G. J. Chelune (Ed.), Self-disclosure (pp. 25 – 28). San Fransisco: Jossey – Bass.

Brooks, L. (1974). Interactive effects of sex and status on self-disclosure. Journal

od Counseling Psychology, 21, 469 – 474.

Cash, T. F (1975). Self-disclosure in the acquaintance process. Effect of sex, physical attractiveness, and approval motivation (Doctoral dissertation, George Peabody College for Teachers, 1975). Dissertation Abstract

Internastional, 35, 3572B.

Chelune, G. J., Robison, J. T., & Kommor, M. J. (1984). A cognitive interational model of intimate relationships. In V. J. Derlega (Ed.), Communication,

intimacy, and close relationships (pp. 11 – 40). Orlando, FL: Academic

Press.

Derlega, V. J., Harris, M. S., & Chaikin, A. L. (1973). Self-disclosure and reciprocity, liking, and the deviant. Journal of Experimental Social

Psychology, 9, 227 – 284.

John W. Santrock, Life-Span Development, University of Texax at Dallas, 1995.

Mappiare, Andi. 1983. Psikologi Orang Dewasa. Surabaya: Usaha Nasional Miller, L. C., Berg, J. H., & Archer, R. L. (1983). Openers: Individuals who elicit

intimate self-disclosure. Journal of Personality and Social Psychology,

44,1234 – 1244.

Shirley J. Gilbert, “The Communication of Self-Disclosure : Level Versus Valence,” Human Communication ResearchI, 1 (1975): 316 – 321; Shirley J. Gilbert and Gale G. Whiteneck, “Toward a Multidimentional Approach to the Study of Self-Disclosure,” Human Communication Research, 2 (1976): 347 – 355; George A. Gitter and Harvey Black, “Is Self-Disclosure Revealing?” Journal of Counseling Psychology, 23 (1976): 327 – 332; and Lawrence R. Wheeless and Janis Grotz, “Conseptualization and Measurement of Reported Self-Disclosure,” Human Communication

(34)

63

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

https://astygk9108havier.wordpress.com/category/news/page/2/, diakses tanggal 1 Desember 2013

http://library.umn.ac.id/eprints/136/2/michel%20N%20lie-bab1-wm.pdf, diakses tanggal 5 Maret 2014

http://thesis.binus.ac.id/Doc/Bab1Doc/2012-1-00316-PS%20Bab1001.doc. diakses tanggal 5 Maret 2014

http://dokotheo.wordpress.com/2010/11/03/konsep-social-networking-site-sns/, diakses tanggal 5 Maret 2014

http://jurnal-sdm.blogspot.com/2007/12/komunikasi-arti-fungsi-dan-bentuk.html, diakses tanggal 21 Maret 2014

http://mariberkomunikasi.blogspot.com/2009/08/faktor-yang-mempengaruhi-self.html, diakses tanggal 21 Maret 2014

http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00316-PS%20Bab2001.pdf, diakses tanggal 3 Mei 2014

http://id.m.wikipedia.org/wiki/Path_%28jejaring_sosial%29, diakses tanggal 9 Mei 2014

http://blogging.co.id/fungsi-path-dan-fitur-fiturnya, diakses tanggal 9 Mei 2014

http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/455472--indonesia--pengguna-path-terbesar-di-dunia-, diakses tanggal 18 September 2014

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23491/4/Chapter%20II.pdf, diakses tanggal 14 Oktober 2014

http://kongkoh.blogspot.com/2010/01/teori-perkembangan-psikososial-erik.html, diakses tanggal 17 Oktober 2014

http://psikologisosialterapan-stain.blogspot.com/2012/12/teori-perkembangan psikososial-erik.html, diakses tanggal 17 Oktober 2014

http://tekno.kompas.com/read/2014/11/24/07430087/Pengguna.Internet.Indonesia. Nomor.Enam.Dunia, diakses pada tanggal 28 Januari 2015

(35)

64

Universitas Kristen Maranatha https://freelearningji.wordpress.com/2013/04/06/uji-t-dua-sampel/, diakses pada

tanggal 10 Maret 2015

Wikipedia. Gereja di Indonesia menurut Denominasi.

(http://id.wikipedia.org/wiki/ Gereja_di_Indonesia#Menurut_Denominasi), diakses tanggal 20 Maret 2015

Referensi

Dokumen terkait

Jenis penelitian ini yakni penelitian kuantitatif dengan sumber data sekunder yaitu sumber data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara, dengan

Penelitian ini mengkompositkan variabel tentang penatalaksanaan garam dari pertanyaan tentang cara responden menyimpan garam beryodium apakah dalam wadah yang

concern the interests of the ind igenous villages should he: completed in force in e\'o :v d istricts, sinc e the viI/ag es not oJ/ /Y be understood as a territ orial quallty, hilt

Energi listrik di gedung perpustakaan ini digunakan untuk instalasi penerangan, air conditioning (AC), kipas angin, komputer, dan mesin-mesin lain yangn dioperasikan dengan

kedua berisi tentang tingkat tutur antara majikan dengan karyawan dan karyawan dengan karyawan mebel tersebut yang menjadi sumber data dalam penelitian register proses

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama penyimpanan konsentrat pronutrion yang di simpan secara anaerob terhadap kandungan bahan kering dan bahan

analisa statistik terhadap 145 responden diperoleh hasil p = 0,00, yang berarti p < 0,05 sehingga ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan wanita tentang