• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS Rachmawati P F (A131208007)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TESIS Rachmawati P F (A131208007)"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

Nostoc commune Vaucher ex Bornet & Flahault

SEBAGAI FIKOREMEDIATOR LOGAM BERAT KADMIUM (Cd (II))

TESIS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Lingkungan

Oleh

Rachmawati Prihantina Fauzi NIM A131208007

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

ii

Nostoc commune Vaucher ex Bornet & Flahault

SEBAGAI FIKOREMEDIATOR LOGAM BERAT KADMIUM (Cd (II))

TESIS

Rachmawati Prihantina Fauzi NIM A131208007

Komisi

Pembimbing

Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Dr. M. Masykuri, M.Si.

NIP 19681124 199403 1 001 ………. ………

pembimbing II Dr. Sunarto, M.S.

NIP 19540605 199103 1 002 ………. ………

Telah dinyatakan memenuhi syarat pada tanggal...2014

Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan

Program Pascasarjana UNS

Dr. Prabang Setyono, M.Si.

NIP 19720524 199903 1 002

(3)

iii

Nostoc commune Vaucher ex Bornet & Flahault

SEBAGAI FIKOREMEDIATOR LOGAM BERAT KADMIUM (Cd (II))

TESIS

Rachmawati Prihantina Fauzi NIM A131208007

Telah dipertahankan di depan penguji dan dinyatakan telah memenuhi syarat

pada tanggal... 2014

Tim Penguji :

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua Dr. Prabang Setyono, M.Si.

(4)

iv

PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Rachmawati Prihantina Fauzi

NIM : A131208007

Program Studi : Ilmu Lingkungan

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul “Nostoc commune

Vaucher ex Bornet & Flahault Sebagai Fikoremediator Logam Berat Kadmium (Cd (II))” adalah benar-benar karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi. Sepanjang pengetahuan

saya, tidak terdapat suatu karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan

oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan

dalam pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia

menerima sanksi akademik, berupa pencabutan gelar yang saya peroleh dari tesis

ini.

Surakarta, Agustus 2014

Rachmawati Prihantina Fauzi

(5)

v

MOTTO

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia

amat baik bagimu dan boleh jadi pula kamu

menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk

bagimu. Allah mengatahui, sedang kamu tidak

mengetahui”

-Qs: AL-Baqarah:216-

“Never regret anything that has happened in our

life. It can‟t be changed, undone or forgotten. So

take it as a lesson learned and move o

n”

-Motto pribadi-

“Qodarullahi wama sya‟a fa‟al, Alhamdulillah

„ala kulli hal”

-Doa & Dzikir Rasullullah-

“Ada malaikat yang ditugaskan untuk

mengamini apa yang kita katakan, maka

katakan kata-kata yang baik, indah, optimis,

dan jadikan itu sebagai ke

biasaan”

-Dr. Salman Al-Audah-

(6)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ilmiah ini penulis persembahkan untuk:

 Kedua orang tua yang kuhormati (Hasan Fauzi, MBA.Ak., Ph.D. dan Dra.

Isnawati) atas seluruh cinta, pengorbanan, nasehat, dukungan dan doa

yang tak pernah putus.

 Adik-adik yang kusayangi (dr. Cholifatur Ravita Fauzi dan Khoirul Nasrullah Fauzi) atas kasih sayang, pengertian dan dukungannya serta

bantuannya selama penelitian di Laboratorium.

 Sahabat-sahabatku (Lila imami, S.Si., Indriana Saraswati, S.Si., dan Farida Nur Fuadiyah, S.Si.) atas persahabatan, nasehat, dukungan dan

kesediaannya berbagi dalam suka maupun duka.

 Teman-temanku tersayang (Dhina Selvia, S.Si. dan Siti Rachmawati, M.Si.) atas kebersamaan, pesaudaraan dan bantuan yang senantiasa

diberikan.

 Teman-teman seperjuangan di Program Studi Ilmu Lingkungan

Pascasarjana UNS angkatan 2012 (Pak Sammy, Mbak Novi, Bu Yuni, Mas

Danang, Pak SBY, Mas Hendro, Pak Firman, Pak Alex, Mommy Lerato

dan Akmal) atas kebersamaan, nasehat dan persaudaraannya selama 2

tahun ini.

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang merupakan Tuhan

semesta alam atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan penyusunan naskah tesis yang berjudul “Nostoc commune Vaucher ex Bornet & Flahault Sebagai Fikoremediator Logam Berat

Kadmium (Cd (II))”. Naskah Tesis ini disusun untuk memenuhi sebagian

persyaratan guna mencapai derajat Magister pada Program Studi Ilmu

Lingkungan di Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan penelitian hingga

penyusunan naskah ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan dan dukungan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

2. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S., selaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Dr. Prabang Setyono, M.Si. selaku Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan,

Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus dosen

penguji atas kesediaanya dalam memberikan arahan dan masukan selama

penyusunan naskah sehingga naskah tesis ini dapat terwujud.

4. Dr. Wiryanto, M.Si. selaku dosen penguji atas kesediaanya dalam

memberikan arahan dan masukan selama penyusunan naskah sehingga

naskah tesis ini dapat terwujud.

5. Dr. M. Masykuri, M.Si. selaku dosen pembimbing I tesis ini atas kesabaran,

bantuan, bimbingan dan arahan selama penyusunan proposal, penelitian

hingga naskah tesis ini dapat terwujud.

6. Dr. Sunarto, M.S. selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Lingkungan

(8)

viii

dengan penuh kesabaran selama penyusunan proposal, penelitian hingga

naskah tesis ini dapat terwujud.

7. Prof. Dr. MTh. Sri Budiastuti, M.Si. atas motivasi yang terus diberikan dari

penyusunan proposal hingga penulisan naskah Tesis.

8. Kepada seluruh dosen dan staf Program Studi Ilmu Lingkungan Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

9. Keluarga tercinta, terutama mamah dan papah, atas cinta, pengorbanan, doa,

nasehat dan dukungannya yang tak pernah putus sehingga penulis mampu

menyelesaikan penulisan naskah ini sesuai waktu yang diinginkan.

10.Seluruh staf laboratorium kimia dan biologi, laboratorium pusat MIPA UNS

atas kerjasama dan bantuannya selama penelitian berlangsung.

11.Semua pihak lain yang telah membantu, yang tidak dapat penulis sebutkan

satu persatu.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa naskah ini masih jauh dari sempurna.

Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Semoga

naskah tesis ini dapat bermanfaat dan menambah khasanah pengetahuan bagi kita

semua.

Surakarta, Agustus 2014

Penulis

Rachmawati Prihantina Fauzi

NIM A131208007

(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING TESIS ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI TESIS ... iii

PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS ... iv

MOTTO ... v

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Kajian Teori ... 7

1. Fikoremediasi ... 7

(10)

x

b. Fikoremediasi oleh Nostoc commune Vaucher ex Bornet & Flahault .. 18

1) Mekanisme Adsorbsi ... 18

2) Mekanisme Fikoremediasi ... 19

3) Kapasitas dan Efisiensi Fikoremediasi ... 21

4) Isoterm Adsorbsi ... 22

2. Logam Berat Kadmium (Cd) ... 24

a. Bahaya Logam Berat Kadmium (Cd) ... 25

b. Metode Pengukuran Kadmium (Cd) dengan Atomic Adsorption Spectrometer-Flame (FAAS) ... 26

3. Asas Lingkungan ... 29

B. Kerangka Berpikir ... 31

C. Hipotesis ... 33

BAB III. METODE PENELITIAN... 34

A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

B. Alat ... 34

C. Bahan ... 35

D. Cara Kerja ... 35

E. Analisis Data ... 39

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 41

A. Pengaruh pH Larutan Terhadap Remediasi Logam Berat Kadmium (Cd (II)) oleh Nostoc Commune ... 41

B. Pengaruh Lama Waktu Kontak Larutan Terhadap Remediasi Logam Berat Kadmium (Cd (II)) oleh Nostoc commune ... 44

C. Pengaruh Konsentrasi Ion Kadmium Terhadap Remediasi Logam Berat Kadmium (Cd (II)) oleh Nostoc commune ... 48

D. Pengaruh Massa Fikoremediator Terhadap Remediasi Logam Berat Kadmium (Cd (II)) oleh Nostoc commune ... 52

E. Efisiensi Remediasi dan Kapasitas Remediasi Nostoc commune Terhadap Logam Berat Kadmium (Cd (II)) Pada Kondisi Optimum ... 55

F. Penentuan Isoterm Adsorbsi ... 57

(11)

xi

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

A. Kesimpulan ... 87

B. Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 89

LAMPIRAN ... 96

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Variabel Pengamatan Koloni dan Struktur Morfologi Sel N.

commune... 40 2. Efisiensi Remediasi dan Kapasitas Remediasi Logam Berat

Kadmium (Cd (II)) Pada Variasi pH Larutan 4 – 9 ………….. 42

3. Efisiensi Remediasi dan Kapasitas Remediasi Logam Berat

Kadmium (Cd (II)) Pada Variasi Waktu Kontak 5 – 60

Menit... 46

4. Efisiensi Remediasi dan Kapasitas Remediasi Logam Berat

Kadmium (Cd (II)) Pada Variasi Konsentrasi Larutan

Kadmium 100 – 600 mg/L... 50 5. Efisiensi Remediasi dan Kapasitas Remediasi Logam Berat

Kadmium (Cd (II)) Pada Variasi Massa Fikoremediator 0,1 –

0,6 gram... 54

6. Nilai Efisiensi dan Kapasitas Remediasi N. commune Terhadap

Logam Berat Kadmium ( Cd (II))... 55

7. Variabel Pengamatan Koloni dan Struktur Morfologi Sel N.

commune Pada Berbagai Variasi pH... 66 8. Variabel Pengamatan Koloni dan Struktur Morfologi Sel N.

commune Pada Berbagai Variasi Waktu Kontak... 71 9. Variabel Pengamatan Koloni dan Struktur Morfologi Sel N.

commune Pada Berbagai Variasi Konsentrasi... 77 10.Penggolongan Tingkat Kerusakan Trikoma N. commune... 79 11.Variabel Pengamatan Koloni dan Morfologi Sel N. commune

Pada Berbagai Variasi Massa ... 85

12.Data Pengukuran Kadmium Pada Perubahan Berbagai Variasi

pH Terhadap Penyerapan Logam Berat Kadmium (Cd (II))

(13)

xiii

13.Data Pengukuran Kadmium Pada Perubahan Berbagai Variasi

Waktu Kontak Terhadap Penyerapan Logam Berat Kadmium

(Cd (II)) oleh N. commune... 97

14.Data Pengukuran Kadmium Pada Perubahan Berbagai Variasi

Konsentrasi Terhadap Penyerapan Logam Berat Kadmium (Cd

(II)) oleh N. commune... 98 15.Data Pengukuran Kadmium Pada Perubahan Berbagai Massa

Fikoremediator Terhadap Penyerapan Logam Berat Kadmium

(Cd (II)) oleh N. commune... 99 16.Data Perhitungan Isoterm Langmuir Untuk Adsorbsi Logam

Berat Kadmium (Cd (II)) oleh N. commune... 100 17.Data Perhitungan Isoterm Freundlich Untuk Adsorbsi Logam

Berat Kadmium (Cd (II)) oleh N. commune... 100

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Koloni Nostoc commune (Jamur Selo) di Hutan Wanagama,

Gunung Kidul (Fauzi, 2011)... 8

2. Morfologi Sel Nostoc commune (Wahyudewi, 2009)... 11

3. Koloni Nostoc commune Pada Kondisi Segar dan Kering (Fauzi, 2011)... 12

4. Kurva Pertumbuhan N. commune Pada Batch Kultur (Fogg & Thake,1987; Zoechrova, 2011)... 14

5. Skema Komponen Alat Atomic Adsorption Spectrometer-Flame (FAAS)... 28

6. Empat Belas Asas Lingkungan (Sastrawijaya, 2000)... 30

7. Kerangka Berpikir... 33

8. Skema Alur Kerja Penelitian... 35

9. Efisiensi Remediasi Cd (II) oleh N. commune Sebagai Fungsi dari Perubahan pH Larutan (Volume 20 mL, Konsentrasi 100 mg/L, Massa N. commune 0,2 gram)... 41

10. Kapasitas Remediasi Cd (II) oleh N. commune Sebagai Fungsi dari Perubahan pH Larutan (Volume 20 mL, Konsentrasi 100 mg/L, Massa N. commune 0,2 gram)... 42

11. Efisiensi Remediasi Cd (II) oleh N. commune Sebagai Fungsi dari Perubahan Waktu Kontak (Volume 20 mL, Konsentrasi 100 mg/L, Massa N. commune 0,2 gram)... 45

12. Kapasitas Remediasi Cd (II) oleh N. commune Sebagai Fungsi dari Perubahan Waktu Kontak (Volume 20 mL, Konsentrasi 100 mg/L, Massa N. commune 0,2 gram)... 45 13.Efisiensi Remediasi Cd (II) oleh N. commune Sebagai Fungsi

dari Perubahan Konsentrasi Larutan (Volume 20 mL, Massa N.

(15)

xv

14.Kapasitas Remediasi Cd (II) oleh N. commune Sebagai Fungsi

dari Perubahan Konsentrasi Larutan (Volume 20 mL, Massa N.

commune 0,2 gram)... 49 15.Efisiensi Remediasi Cd (II) oleh N. commune Sebagai Fungsi

dari Perubahan Massa Fikoremediator (Volume 20 mL,

Konsentrasi Ion Kadmium 100 mg/L)... 53

16.Kapasitas remediasi Cd (II) oleh N. commune Sebagai Fungsi dari Perubahan Massa Fikoremediator (Volume 20 mL,

Konsentrasi Ion Kadmium 100 mg/L)... 53

17.Isoterm Langmuir Adsorbsi Logam Berat Kadmium (Cd (II))

oleh N. commune... 58 18.Isoterm Freundlich Adsorbsi Logam Berat Kadmium (Cd (II))

oleh N. commune... 58 19.Struktur Morfologi Sel N. commune Pada Perlakuan Berbagai

Variasi pH Larutan Ion Kadmium (Cd (II)) Pada Konsentrasi

100 mg/L. Perbesaran 400X... 63

20.Perubahan Warna Koloni N. commune Pada Perlakuan

Berbagai Variasi pH Larutan Ion Kadmium (Cd (II)) Pada

Konsentrasi 100 mg/L... 64

21.Struktur Morfologi Sel N. commune Pada Perlakuan Berbagai Variasi Waktu Kontak Pada Larutan Kadmium Konsentrasi 100

mg/L dan pH 8. Perbesaran 400x... 68

22.Perubahan Warna Koloni N. commune Pada Perlakuan

Berbagai Variasi Waktu Kontak dengan Larutan Kadmium

Pada Konsentrasi 100 mg/L dan pH 8... 69

23.Struktur Morfologi Sel N. commune Pada Perlakuan Berbagai Variasi Konsentrasi Larutan Kadmium dengan pH 8 dan Lama

Kontak 10 menit. Perbesaran 400x... 73

24.Perubahan Warna Koloni N. commune Pada Perlakuan

Berbagai Variasi Konsentrasi Larutan Kadmium dengan pH 8

(16)

xvi

25.Struktur Morfologi Sel N. commune Pada Perlakuan Berbagai Variasi Massa Fikoremediator dalam Larutan Kadmium dengan

pH 8 dan Lama Kontak 10 menit. Perbesaran 400x... 82

26.Perubahan Warna Koloni N. commune Pada Perlakuan

Berbagai Massa Fikoremediator dalam Larutan Kadmium

dengan pH 8 dan Lama Kontak 10 menit... 83

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran. Halaman

1. Data Pengukuran Kadmium... 96

2. Alat, Bahan Dan Hasil Penelitian... 101

3. Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001

Tentang Pengelolan Kualitas Air Dan Pengendalian

Pencemaran

Air... 106

(18)

xviii

Rachmawati Prihantina Fauzi. NIM A.131208007. 2014. Nostoc commune

Vaucher ex Bornet & Flahault Sebagai Fikoremediator Logam Berat Kadmium (Cd (II)), TESIS, Pembimbing I: Dr. M. Masykuri, M.Si., II: Dr.

Sunarto, M.S., Program Studi Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

ABSTRAK

Nostoc commune Vaucher ex Bornet & Flahault diketahui mengandung berbagai gugus anion seperti amino, karboksil, hidroksi dan karbonil serta EPS (Ektraseluller Polymer Substance) yang menyediakan permukaan absorbsi spesifik untuk ion logam berat sehingga spesies ini dapat dimanfaatkan sebagai biomaterial penyerap bahan pencemar, khususnya logam berat. Penggunaan algae untuk menghilangkan bahan pencemar dari lingkungan disebut fikoremediasi. Fikoremediasi adalah salah satu upaya untuk mengatasi pencemaran Cd (II) di lingkungan. Kadmium merupakan salah satu logam berat non esensial yang bersifat toksik. Keberadaaanya yang berlebihan di dalam lingkungan akan membahayakan organisme disekitarnya, oleh karena itu keberadaannya di lingkungan harus di minimalkan atau dihilangkan. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui kemampuan N. commune dalam meremediasi Cd (II) dan mempelajari

gambaran morfologi N. commune setelah terpapar kadmium.

Penelitian dilakukan dalam skala laboratorium menggunakan metode

batch. Penentuan kondisi optimum meliputi pH, waktu kontak, konsentrasi logam berat dan massa fikoremediator. Analisis Cd (II) diukur dengan menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom Nyala (SSA Nyala). Setelah proses remediasi selesai, dilakukan pengamatan terhadap morfologi sel N. commune dengan membuat preparat squash.

Hasil menunjukkan bahwa kondisi optimal remediasi Cd (II) oleh N. commune diperoleh pada konsentrasi kadmium 100 mg/L pada pH 8 dengan waktu kontak 10 menit dan massa fikoremediator 0,6 gram. Analisis SSA menunjukan efisiensi remediasi tertinggi sebesar 98,92% dengan kapasitas remediasi sebesar 3,927 mg/g. N. commune mengalami kerusakan pada struktur sel setelah terpapar Cd (II) pada konsentrasi 200 mg/L – 600 mg/L.

Kata kunci: N. commune Vaucher ex Bornet & Flahault, fikoremediasi, logam berat, kadmium

(19)

xix

Rachmawati Prihantina Fauzi. NIM. A131208007. 2014. Ficoremediation of

Cadmium (Cd (II)) by Nostoc commune Vaucher ex Bornet & Flahault.

THESIS. Supervisor I: Dr. M. Masykuri, M.Si., II: Dr. Sunarto, M.S., Program Study of Environmental Science. Postgraduate Program of Sebelas Maret University, Surakarta.

ABSTRACT

Nostoc commune Vaucher ex Bornet & Flahault containing various anionic groups such as amino, carboxyl, hydroxyl and carbonyl and EPS (Ektraseluller Polymer Substance) that provides surface absorption. Therefore this species can be used as biomaterials absorbing pollutants, especially heavy metals. The usage of algae to remove pollutants from the environment is called phycoremediation. Phycoremediation is one of effort to eliminate the pollution of Cd (II) in the environment. Cadmium which is a non-essential heavy metal is toxic. Its presence excessively in the environment will harm the organism, therefore its should minimize or eliminated. This study aimed to determine the ability of N. commune

in remediation of cadmium (Cd (II)) and studied the morphological description of

N. commune after exposure to cadmium.

The study was conducted in a laboratory scale using the batch method. Determination of optimum conditions include pH, contact time, the concentration of heavy metals and mass ficoremediator. Cadmium was measured using Atomic Absorption Spectrophotometry-Flame (FAAS). After the remediation process is complete, then made morphologically observation of N. commune by making squash preparations.

The results showed that the optimal conditions remediation of kadmium (Cd (II)) by N. commune obtained on cadmium concentration of 100 mg /L at pH 8 with a contact time of 10 minutes and 0,6 gram mass of ficoremediator. AAS analysis showed the highest remediation efficiency as much as 98.92% with the remediation capacity of 3.927 mg/g. Cell structure of N. commune was damage after exposure to cadmium (Cd (II)) at a concentration of 200 mg/L -600 mg/L.

Keywords: N. commune Vaucher ex Bornet & Flahault, ficoremediation, heavy metals, cadmium

(20)

1

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nostoc commune Vaucher ex Bornet & Flahault yang selanjutnya disebut N. commune diketahui memiliki banyak manfaat, baik bagi manusia maupun bagi lingkungan. Oleh karena kandungan proteinnya yang tinggi (20 – 60% per gram berat kering) dan kandungan asam amino esensial yang cukup lengkap (mensintesis 8 asam amino esensial, yaitu: metionin, valin, fenilalanin, histidin, isoleusin, leusin, arginin, dan lisin), N. commune telah lama dikenal dan dimanfaatkan oleh beberapa negara seperti China, Jepang,

Filipina, Amerika dan Indonesia sebagai bahan makanan kaya protein

(Trainor, 1978; Lee, 1989; Van Reine & Trono, 2001). N. commune dapat dimanfaatkan untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah (Mujib, 2012).

Hal ini dikarenakan adanya kandungan serat dan fitosterol pada N. commune

yang dapat menurunkan kelarutan kolesterol dan menghambat readsorbsi

asam empedu (Rasmussen et al., 2009). Penghambatan readsorbsi akan berakibat pada peningkatan sintesis asam empedu untuk memenuhi

kebutuhan tubuh. Asam empedu disintesis dari kolesterol, oleh karena itu

peningkatan sintesis asam empedu akan mengakibatkan penurunan kolesterol

dalam darah.

Bagi lingkungan, N. commune memiliki peran dalam perbaikan

kesuburan tanah, khususnya sebagai penyedia nitrogen dalam tanah. Peran N. commune sebagai penyedia nitrogen dalam tanah disebabkan karena kemampuannya dalam memfiksasi nitrogen bebas di alam dan mengubahnya

menjadi senyawa amonia, yang kemudian dilepaskan ke tanah sekelilingnya

untuk kemudian dapat digunakan oleh organisme lain sebagai sumber

nitrogen. N. commune juga dapat dimanfaatkan sebagai biomaterial penyerap bahan-bahan pencemar, khususnya logam berat, sebab spesies ini

mengandung berbagai gugus anion seperti amino, karboksil, hidroksil dan

(21)

berat (Morsy et al., 2011). Berdasarkan penelitian Volesky (2004) dalam Apriliani (2010) diketahui bahwa biomaterial yang mengandung gugus fungsi

amino, karboksil, sulfihidril, sulfat dan polisakarida memiliki kemampuan

adsorbsi yang baik (Apriliani, 2010). Oleh karena itu, perlu dilakukan

penelitian lebih lanjut mengenai potensi N. commune sebagai algae penyerap logam berat atau yang bisa disebut sebagai fikoremediator.

N. commune merupakan anggota dari Divisi Cyanophyta (algae biru), yang juga dikenal sebagai anggota dari Cyanobacteria (bakteri

hijau-biru). Penggolongan N. commune ke dalam Cyanobacteria dikarenakan anggota dari divisi Cyanophyta ini memiliki hubungan kekerabatan yang

lebih dekat dengan bakteri dibanding dengan algae eukariotik (Lee, 1989).

Anggota dari Divisi Cyanophyta ini banyak ditemukan tersebar luas di alam,

salah satu diantaranya adalah N. commune. Spesies ini memiliki cakupan distribusi yang sangat luas yaitu dari daerah tropis hingga ke kutub (Whitton

& Potts, 2000). Di Indonesia, N. commune dapat ditemukan di daerah Hutan Wanagama, Gunung Kidul. Di tempat tersebut, spesies ini banyak ditemukan

hidup secara berkoloni membentuk struktur makroskopis menyerupai Jamur Kuping yang menempel pada tanah atau bebatuan. Oleh masyarkat sekitar, koloni makroskopis N. commune disebut dengan sebutan Jamur Selo. Nama lokal tersebut diberikan karena strukturnya yang menyerupai Jamur Kuping

dan banyak ditemukan menempel di bebatuan (dalam bahasa Jawa, Selo

berarti batu), namun demikian penyebutan ini dirasa kurang tepat sebab

koloni ini tampak berwarna hijau-kebiruan yang menandakan adanya klorofil

sebagai pigmen fotosintesis yang tidak dimiliki oleh anggota Fungi

(Wahyudewi, 2009).

Pencemaran logam berat di lingkungan telah menjadi isu global,

dikarenakan perkembangan industri yang sangat pesat. Limbah buangan

industri, baik limbah cair, limbah padat maupun limbah gas memberikan

kontribusi dalam pelepasan logam berat di lingkungan. Salah satu logam berat

yang merupakan sumber polusi dan perlu dihilangkan adalah logam kadmium

(22)

keberadaanya tidak dibutuhkan sama sekali dalam tubuh dan cenderung

bersifat toksik. Kadmium memiliki sifat lentur, tahan tekanan, dan tahan

panas sehingga banyak dimanfaatkan untuk bahan campuran logam lain, dan

bahan campuran pembuatan keramik, enamel dan plastik. Logam ini juga

seringkali dimanfaatkan untuk melapisi plat besi dan baja karena kadmium

memiliki sifat tahan terhadap korosi (Lu, 2006). Selain itu, kadmium juga

dimanfaatkan untuk pembuatan pigmen cat dengan membentuk beberapa

garamnya seperti kadmium oksida yang dikenal sebagai kadmium merah dan

dalam pembuatan batu baterai, terutama baterai Ni-Cd (Sarjono, 2009).

Sumber pencemaran kadmium dapat berasal dari limbah industri baterai,

limbah industri plastik, limbah industri cat, limbah pabrik minyak, limbah

penyepuhan logam dan sedikit berasal dari pupuk fosfor. Limbah cair pada

industri-industri tersebut berkontribusi pada pelepasan logam kadmium ke

dalam lingkungan perairan. Keberadaan logam kadmium yang bersifat toksik

di lingkungan tentunya akan berdampak negatif pada makhluk hidup di

sekitarnya. Menurut Peraturan Pemerintah Nomer 82 tahun 2001 tentang

Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air diketahui bahwa

baku mutu kadmium yang boleh dialirkan ke air permukaan adalah sebesar

0,01 mg/L. Oleh karena itu, kandungan logam berat khususnya kadmium

dalam limbah yang melebihi ambang batas seharusnya diminimalkan atau

bahkan dihilangkan terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan.

Keberadaan logam kadmium dalam lingkungan secara berlebihan

akan menimbulkan dampak yang luas baik secara langsung maupun tidak

langsung, sebab logam ini mudah diadsorbsi dan terakumulasi oleh tubuh

organisme. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) & World Health Organization (WHO) kadar kadmium yang dapat ditoleransi oleh manusia adalah sebesar 7 µ/kg berat badan (Sarjono, 2009). Keracunan logam

berat kadmium dapat menyebabkan kanker, kerusakan sebagian sistem saraf

yang menyebabkan kelumpuhan, serta menyebabkan kerusakan pada organ

vital manusia yaitu hepar dan ren.

(23)

Upaya untuk mengatasi pencemaran logam berat di lingkungan telah

banyak dilakukan, salah satunya adalah dengan fikoremediasi. Fikoremediasi

merupakan salah satu aplikasi bioremidiasi. Bioremediasi adalah upaya

membersihkan lingkungan dari bahan pencemar dengan mengunakan

agen-agen biologis. Pada fikoremediasi, agen-agen biologis yang digunakan adalah

algae, baik mikroalgae maupun makroalgae. Pemanfaatan algae sebagai

fikoremediator untuk menyerap bahan-bahan pencemar, khususnya logam

berat telah banyak diteliti. Beberapa diantaranya yaitu penggunaan Nostoc muscorum sebagai fikoremediator logam-logam berat Chromium (Cr), Timbal (Pb), Nikel (Ni) dan Perak (Ag) (Rai et al., 1990), penggunaan

Spirogyra sp. sebagai fikoremediator logam selenium (Se) (Mane et al., 2011) dan Penggunaan Anabaena variabilis, Aulosira sp., Nostoc muscorum,

Oscillatoria sp. dan Westiellopsis sp. sebagai fikoremediator logam kromiun (Cr) dn nikel (Ni) (Prameswari et al., 2009). Pemanfaatan algae sebagai fikoremediator memiliki beberapa kelebihan yaitu bahan bakunya mudah

diperoleh karena banyak terdapat di alam, mudah dibudidayakan, dan

memiliki biaya operasional rendah. Menurut Arifin (2003), suatu

fikoremediator dapat dikatakan murah apabila bahannya mudah didapat dan

memerlukan sedikit proses sehingga memiliki biaya operasional yang murah.

Dengan demikian metode fikoremediasi dapat digunakan sebagai salah satu

metode remediasi yang murah dan ramah lingkungan.

Pemanfaatan Nosctoc commune Vaucher ex Bornet & Flahault sebagai fikoremediator logam Timbal (Pb) telah dilaporkan oleh Zoechrova (2011).

Spesies ini memiliki potensi dalam mengadsorbsi logam timbal pada

konsentrasi 700 ppm tanpa menghambat pertumbuhannya. Sementara itu,

penelitian mengenai pemanfaatan N. commune sebagai fikoremediator logam kadmium (Cd) telah dilakukan sebelumnya dan dilaporkan bahwa biomassa

(24)

morfologi selnya setelah terpapar kadmium. Oleh karena itu perlu dilakukan

penelitian mengenai potensi N. commune sebagai fikoremediator logam berat kadmium (Cd) secara lebih lanjut. Dalam penelitian ini akan dipelajari

potensi N. commune dalam meremediasi logam berat, khususnya terhadap logam berat kadmium (Cd (II)).

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:

1. Berapakah nilai pH, waktu kontak, konsentrasi logam kadmium dan

massa fikoremediator optimum dalam meremediasi logam berat

kadmium (Cd (II))?

2. Berapakah efisiensi remediasi dan kapasitas remediasi N. commune

dalam meremediasi logam berat kadmium (Cd (II))?

3. Bagaimanakah struktur morfologi sel N. commune setelah terpapar logam berat kadmium (Cd (II)) sebagai fungsi dari perubahan derajat keasaman

(pH), waktu kontak, konsentrasi logam kadmium dan massa

fikoremediator?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan

untuk:

1. Mengetahui nilai pH, waktu kontak, konsentrasi logam kadmium dan

massa fikoremediator optimum dalam meremediasi logam berat

kadmium (Cd (II)).

2. Mengetahui efisiensi remediasi dan kapasitas remediasi N. commune

dalam meremediasi logam berat kadmium (Cd (II)).

3. Mengetahui struktur morfologi sel N. commune setelah terpapar logam berat kadmium (Cd (II)) sebagai fungsi dari perubahan derajat keasaman

(pH), waktu kontak, konsentrasi logam kadmium dan massa

(25)

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan di

bidang biologi lingkungan, khususnya dalam aplikasi penggunaan

agen biologis sebagai upaya pembersihan lingkungan dari pencemaran

logam berat.

b. Hasil penelitian ini diharapkan akan diperoleh informasi mengenai

kemampuan fikoremediasi N. commune terhadap logam berat

kadmium (Cd (II)) dengan melihat kondisi optimum, efisiensi,

remediasi, kapasitas remediasi sebagai fungsi dari variasi waktu

kontak, pH, konsentrasi logam berat kadmium dan massa

fikoremediator serta efeknya terhadap struktur morfologi sel N. Commune, dengan demikian akan diperoleh tambahan informasi

mengenai kemampuan N. Commune sebagai fikoremediator logam

bera tkadmium (Cd (II)) yang selanjutnya dapat digunakan sebagai

dasar penelitian lebih lanjut mengenai aplikasi N. commune.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi untuk

pemanfaatan N. commune sebagai fikoremediator logam berat

kadmium (Cd (II)) untuk diterapkan pada limbah cair industri-industri

yang mengandung logam berat kadmium (Cd (II)) seperti industri

penyepuhan logam, industri batu baterai, industri plastik dan industri

cat sebelum di buang ke lingkungan.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi

kepada masyarakat dalam memilih dan memilah N. commune yang akan digunakan sebagai bahan makanan.

(26)

7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori 1. Fikoremediasi

Fikoremediasi merupakan salah satu aplikasi bioremediasi dalam

membersihkan bahan pencemar dari lingkungan dengan menggunakan agen

biologis berupa algae. Lebih lanjut oleh Priadie (2012) bioremediasi

didefinisikan sebagai upaya pembersihan lingkungan dari bahan pencemar

dengan memanfaatkan proses biologis dan agen-agen biologis. Agen biologis

yang dapat digunakan untuk meremediasi yaitu mikroorganisme, fungi,

tumbuhan dan algae. Penggunaan fungi dalam remediasi lingkungan disebut dengan “Mikoremediasi” (berasal dari kata, Mykes = fungi dan remediasi = proses perbaikan lingkungan). Penggunaan tumbuhan untuk meremediasi lingkungan tercemar disebut dengan “Fitoremediasi” (berasal dari kata,

phyton= tumbuhan dan remediasi = proses perbaikan lingkungan), sedangkan penggunaan algae dalam meremediasi lingkungan disebut dengan “Fikoremediasi” (berasal dari kata phycos = algae dan remediasi = proses perbaikan lingkungan). Mikoremediasi, Fitoremediasi dan Fikoremediasi

merupakan aplikasi dari bioremediasi. Oleh karena itu, fikoremediasi dapat

didefnisikan sebagai salah satu aplikasi bioremediasi yang menggunakan

agen biologis yang berupa algae, baik itu mikroalgae maupun makroalgae

untuk membersihkan bahan-bahan pencemar dari lingkungan

Penelitian yang memanfaatkan algae sebagai fikoremediator telah

banyak dilakukan sebelumnya. Beberapa algae yang dapat digunakan sebagai

fikoremediator logam-logam berat yaitu Nostoc muscorum yang berpotensi sebagai adsorben logam-logam berat Kromium (Cr), Timbal (Pb), Nikel (Ni)

dan Perak (Ag) (Rai et al.,1990); Spirulina (Arthrospira) platensis berpotensi

dalam mengakumulasi timbal tanpa menghambat pertumbuhannya

(Zoechrova, 2011); dan Anabaena variabilis, Aulosira sp., Nostoc muscorum,

(27)

and Ni (II) dalam kondisi segar dibandingkan dalam kondisi “dorman”

(kering) (Prameswari et al., 2009). Selain algae yang telah disebutkan di atas, salah satu algae yang dapat dimanfaatkan sebagai fikoremediator logam berat

yaitu Nostoc commune Vaucher ex Bornet & Flahault.

a. Nostoc commune Vaucher ex Bornet & Flahault Sebagai Fikoremediator

1) Klasifikasi Nostoc commune

Jamur Selo adalah sebutan untuk koloni N. commune yang ditemukan di wilayah Hutan Wanagama, Gunung kidul. Spesies ini dapat

ditemukan hampir di seluruh wilayah Hutan Wanagama di Gunung

Kidul. Penyebutan Jamur Selo diberikan oleh masyarakat di sekitar

Hutan Wanagama karena melihat kenampakannya seperti Jamur Kuping

yang menempel di permukaan tanah dan bebatuan (dalam bahasa Jawa,

Selo berarti batu). Namun demikan, penyebutan ini sebenarnya dirasa kurang tepat sebab Jamur Selo (koloni N. commune) tampak bewarna hijau-kebiruan yang menandakan adanya klorofil sebagai pigmen

fotosintesis yang tidak dimiliki oleh anggota Fungi (Wahyudewi, 2009).

Gambaran koloni yang ditemukan di Hutan Wanagama, Gunung Kidul N.

commune disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Koloni Nostoc commune (Jamur Selo) di Hutan Wanagama, Gunung Kidul (Fauzi, 2011)

Keterangan:

(28)

Berdasarkan identifikasi serta karakterisasi sel dan koloni yang

dilakukan oleh Wahyudewi (2009) diketahui bahwa algae hijau-biru

penyusun struktur Jamur Selo adalah spesies Nostoc commune Vaucher ex Bornet & Flahault. Berikut ini adalah klasifikasinya menurut Van

Spesies : Nostoc commune Vaucher ex Bornet & Flahault

N. commune merupakan spesies yang masih diperdebatkan klasifikasinya karena spesies ini juga dimasukkan kedalam Kingdom

Bacteria. Algae hijau-biru (Cyanophyta) lebih dikenal dengan sebutan

bakteri hijau-biru (Cyanobacteria), hal ini dikarenakan algae ini memiliki

hubungan yang lebih dekat dengan bakteri prokariotik dibandingkan

dengan algae eukaryotik (Lee, 1989). Berikut adalah klasifikasinya

menurut Guiry (2010):

Spesies : Nostoc commune Vaucher ex Bornet & Flahault Pengklasifikasian N. commune ke dalam Cyanobacteria mengacu pada organisasi sel algae yang bersifat prokaryotik serta hubungan

kekerabatan yang dekat dengan Eubacteria, sedangkan pengklasifikasian

(29)

algae yang dapat melakukan fotosintesis karena memiliki struktur

tilakoid yang menyerupai kloroplas pada sel tumbuhan (Hock et al.,

1995; Campbell et al., 2002). Menurut Lee (2008) anggota

Cyanobacteria memiliki beberapa karakteristik, yaitu: 1) sebagian besar

memiliki pigmen fotosintesis berupa klorofil a dan fikobiliprotein, 2)

memiliki produk simpanan dalam betuk glikogen, 3) memiliki dinding

sel yang menyerupai dinding sel bakteri gram negatif dan 4) memiliki

kapsul atau EPS (Extracellular Polymere Substance) berupa selebung lendir (mucilage) dan sedikit selulosa.

2) Nostoc commune

Nostoc merupakan spesies kosmopolitan yang dapat ditemukan pada habitat terestrial maupun akuatik; sebagai fitoplankton maupun

secara berkoloni; ditemukan menempel secara berkoloni di tanah yang

tidak tertutup oleh kanopi bersama dengan rumput-rumput yang lebat dan

lumut; maupun ditemukan berasosiasi dengan fungi sebagai komponen

fikobion dari lichen (Smith, 1966; Lee, 1989; Meeks, 1998, Dembitsky & Rezanka, 2005). N. commune dapat tumbuh optimal pada lingkungan dengan suhu 25 °C dan pH 6 – 7 (Whitton & Potts, 2000). Pada derajat

keasaman (pH) asam (pH kurang dari 4) spesies ini tidak mampu hidup

(Wahyudewi, 2009).

Menurut Trainor (1978), Casteholz & Waterbury (1989) dan Lee

(2008), N. commune merupakan algae filamentous dengan karakteristik filamen tidak bercabang yang merupakan ciri dari anggota Ordo

memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan sel

(30)

vegetatif. Pada pengamatan dengan mikroskop cahaya, heterokis

tampak lebih jernih dibanding sel vegetatif (Gambar 2).

3. Akinet merupakan sel yang berperan sebagai spora istirahat pada

kondisi yang tidak menguntungkan dan akan berkecambah

membentuk filamen baru apabila kondisi lingkungan telah sesuai.

Secara umum, akinet juga memiliki ukuran yang lebih besar

dibanding dengan sel vegetatif. Pada pengamatan dengan

mikroskop cahaya akinet tampak jauh lebih gelap dibanding

dengan sel vegetatif. Morfologi sel N. commune disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Morfologi sel Nostoc commune (Wahyudewi, 2009)

Keterangan:

A. Kenampakan di bawah mikroskop cahaya perbesaran 1000X B. Kenampakan di bawah mikroskop cahaya perbesaran 400X ak = akinet; ht = heterokis; v = sel vegetatif

Struktur makroskopis Jamur Selo terbentuk karena adanya

selubung lendir (mucilage) berupa gelatin yang menyatukan filamen-filamen N. commune (Dodds et al., 1995; Wahyudewi, 2010). Selain berfungsi membentuk struktur makroskopis, selubung lendir tersebut

juga berfungsi melindungi sel dari kekeringan (Smith, 1966; Whitton &

Potts, 2000). Spesies ini melakukan reproduksi dengan pembelahan biner

yang dapat terjadi dengan cara perkecambahan akinet dan pembentukan

hormogonia (Trainor, 1978; Lee, 1989).

(31)

selama bertahun-tahun. Organisme seperti ini seringkali disebut sebagai

anhydrobiotics, yaitu organisme yang dapat bertahan untuk waktu yang lama pada kondisi kehilangan sebagian besar air di cairan intraselulernya

(Lee, 2008). Pada kondisi kekeringan, N. commune ini akan mengalami “dormansi”. Spesies ini mampu bertahan hidup karena adanya akinet sebagai spora istirahat, dimana pada protoplasmanya berisi penuh

cadangan makanan berupa glikogen. Selama dormansi, sel ini

memanfaatkan cadangan makanan dalam akinet untuk terus hidup. Pada

saat kondisi lingkungan cukup air, atau pada saat musim penghujan atau

dengan merendam algae ini dengan air selama 30 menit (rehidrasi), maka

akinet akan berkecambah membentuk filamen baru. Kemampuan akinet

beristirahat dapat mencapai 70 tahun dengan tetap memiliki kemampuan

untuk kembali berkecambah (Smith, 1996; Lee, 1989; Lee, 2008).

Menurut Wahyudewi (2009), pada musim kemarau, N. commune yang ditemukan di hutan wanagama dalam kondisi kering berwarna hitam dan

membentuk struktur seperti kerak (Gambar 3).

Gambar 3. Koloni Nostoc commune pada Kondisi Segar dan Kering (Fauzi, 2011)

Keterangan:

A. Kondisi segar yang ditemukan pada musim hujan B. Kondisi kering yang ditemukan pada Musim Kemarau

(32)

3) Manfaat Nostoc commune

N. commune telah lama dikenal dan dimanfaatkan sebagai bahan makanan oleh manusia. Sejak 1500 tahun lalu N. commune telah dimanfaatkan oleh masyarakat China sebagai bahan penyedap masakan

untuk makanan di kalangan kerajaan (Lee, 1898). Di Filipina dan Jepang

spesies ini dijadikan campuran mie dan salad. Di Amerika Serikat N. commune dijadikan bahan makanan dalam bentuk bola berwarna gelap yang disebut Nostoc ball (Trainor, 1978). Di Indonesia, oleh masyarakat

Gunung Kidul N. commune banyak dimanfaatkan sebagai bahan

makanan (Wahyudewi, 2009). Pemanfaatan N. commune sebagai bahan makanan kaya protein dikarenakan spesies ini memiliki kandungan

protein tinggi dan asam amino essensial yang penting bagi tubuh (Van

Reined & Trono, 2001). Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian

Susilowati (2010) yang menyatakan bahwa N. commune mengandung 20,00 – 68,78% protein per gram berat keringnya. Spesies ini juga

mensintesis delapan asam amino essensial yang meliput: metionin, valin, fenilalanin, histidin, isoleusin, leusin, arginin dan lisin sehingga dapat dikatakan bahwa protein pada N. commune memilliki kualitas yang baik karena dapat menyediakan asam amino esensial yang dibutuhkan

manusia.

4) Pertumbuhan Nostoc commune dalam Batch Kultur

Kultur yang umum digunakan untuk percobaan dengan algae

adalah batch culture atau kultur sekali unduh. Hal ini dikarenakan sistem operasi batch culture tergolong sederhana dan cukup mudah dilakukan.

Batch culture merupakan kultur pada medium yang mengandung nutrien yang dibutuhkan dalam jumlah tertentu, tanpa ada pengurangan dan

penambahan dari luar. Pada kultur ini inokulan berupa sebagian kecil

populasi algae yang ditempatkan pada wadah kultur berisi medium

dengan jumlah tertentu dan diinkubasikan pada kondisi lingkungan yang

(33)

algae membutuhkan kondisi lingkungan yang cocok untuk dapat tumbuh

(Fogg & Thake, 1987; Lee et al., 2013). Oleh karena itu medium yang digunakan komposisinya disesuaikan dengan kebutuhan algae yang

dikulturkan (Fauzi, 2010). Pada metode batch seringkali terdapat endapan nutrien atau inokulan didasar wadah kultur jika dibiarkan dalam

waktu yang lama, oleh karena itu pengadukan atau mixing sangatlah penting. Pengadukan diperlukan untuk menjamin pertukaran nutrien dan

oksigen secara merata pada medium (Lee et al., 2013).

Batch culture memiliki persyaratan sterilasi yang rendah, yaitu tidak perlu dilakukan sterilisasi secara lengkap dengan membunuh semua

kontaminan yang ada. Metode yang digunakan adalah kultur unialgal, yaitu kultur satu jenis algae namun tidak bebas dari jamur dan bakteri.

Hal ini dikarenakan algae membutuhkan bantuan jamur dan bakteri untuk

dapat tumbuh optimal (Bouterfaz, 2002).

Gambar 4. Kurva Pertumbuhan N. commune Pada Batch Kultur (Fogg & Thake,1987; Zoechrova, 2011)

Keterangan:

1. Fase lag; 2. Fase eksponensial; 3. Fase stasioner; 4. Fase kematian

Dinamika populasi N. commune pada batch kultur dapat

digambarkan dengan kurva sigmoid (Gambar 4). Secara umum dinamika

populasi algae pada batch kultur dapat digambarkan melalui empat fase yaitu (Fogg & Thake, 1987):

(34)

1. Fase Lag

Berdasarkan penelitian Zoechrova (2011), N. commune mengalami fase lag pada hari pertama setelah inokulasi. Fase lag pada N. commune berlangsung selama beberapa jam setelah inokulasi dilakukan. Pada fase ini, algae mengalami perubahan lingkungan

(lingkungan kultur) yang berbeda dengan lingkungan sebelumnya.

Selama fase lag ini, algae menyesuaikan diri terhadap kondisi

lingkungan yang baru sehingga laju pertumbuhan menjadi rendah.

Organisme sering tidak mudah beradaptasi dengan lingkungan baru.

Sel menjadi sensitif terhadap suhu atau perubahan lingkungan

lainnya (Fogg & Thake, 1987). Pada saat fase lag, organisme tidak

mengalami penambahan jumlah yang signifikan, karena pada fase ini

terjadi stres fisiologis yang disebabkan terjadinya perbedaan

lingkungan tempat hidup. Lamanya fase ini tergantung dari jenis

algae dan jenis mediumnya. Hal in berkaitan dengan adaptasi algae

terhadap medium yang digunakan (Black, 2008).

2. Fase Eksponensial

Setelah algae beradaptasi terhadap kondisi medium yang diberikan,

sel masuk ke fase pertumbuhan. Dalam sebuah kultur, dimana ada

persediaan nutrien dan cahaya, maka biomassa algae akan bertambah

per waktu secara proposional. Pada fase ini jumlah nutrien masih

cukup banyak, oleh karena itu pertumbuhan terjadi secara

eksponensial yang ditandai dengan jumlah massa sel meningkat

seiring terhadap waktu dan sel-sel membelah pada laju yang konstan.

Keadaan ini sangat penting dalam menentukan keadaan kultur (Fogg

& Thake, 1987; Black, 2008; Zoechrova, 2011). Berdasarkan

penelitian Zoechrova (2011), N. commune mulai mengalami fase eksponensial pada hari pertama setelah inokulasi. Fase eskponensial

berlangsung selama 5 hari hingga hari ke-5.

(35)

3. Fase Stasioner

Pada fase ini suplai cahaya untuk sel algae menjadi terbatas yang

dikarenakan kepadatan kultur. Pada fase ini pembelahan sel mulai

berkurang. Jumlah sel baru sama dengan jumlah sel yang mati

sehingga pertumbuhan sel akan berlangsung secara konstan. Kurva

pertumbuhan menunjukkan mendekati nilai limit, yaitu fase stasioner

(Fogg & Thake, 1987; Black, 2008). Berdasarkan penelitian

Zoechrova (2011), tidak ditemukan adanya stasioner pada kurva

pertumbuhan N. commune. Hal ini dikarenakan, kemungkinan fase ini hanya terjadi selama beberapa jam pada hari 5 menuju hari

ke-6, sedangkan pengamatan yang dilakukan oleh Zoechrova adalah per

24 jam.

4. Fase Kematian

Fase ini merupakan berakhirnya fase stasioner, yaitu fase dimana

pertumbuhan terhambat dan populasi sel berkurang. Terjadinya fase

ini disebabkan oleh umur kultur yang sudah tua, suplai cahaya dan

nutrien yang terbatas sehingga tidak mendukung terjadinya

pembelahan sel. Pada fase ini laju kematian menjadi tinggi, jumlah

sel akan berkurang secara logaritmik yang diindikasikan dengan

garis lurus atau garis miring yang menurun dan populasi algae

menjadi rusak secara sempurna (Fogg & Thake, 1987; Black, 2008).

Berdasarkan penelitian Zoechrova (2011), N. commune mulai mengalami fase kematian pada hari ke 6. Fase kematian N. commune

terus berlangsung hingga hari ke-9.

Pertumbuhan algae dalam laboratorium sangat dipengaruhi oleh

beberapa faktor lingkungan, yaitu:

a. Suhu

Secara umum, algae dapat tumbuh pada kisaran suhu 16 – 17ºC.

Namun demikian, sebagian besar kultur algae diletakkan pada

(36)

algae dapat tumbuh optimal dalam ruangan dengan temperatur yang

konstan atau dengan variasi temperatur yang rendah (Trainor, 1978).

Menurut Whitton & Potts (2000), N. commune dapat tumbuh dengan optimal pada suhu 25ºC.

b. Cahaya

Cahaya memiliki peran penting bagi pertumbuhan algae, sebab

cahaya merupakan sumber energi bagi proses fotosintesis. Secara

umum algae mampu tumbuh pada kisaran cahaya dengan intensitas

1.000 – 10.000 Lux. Namun demikian algae dapat tumbuh optimal

dengan intensitas cahaya 2.500 – 5.000 Lux. Cahaya buatan yang

biasa digunakan di laboratorium ialah cahaya fluorescent dari lampu

pijar. Lampu ini akan menyediakan cahaya dengan kekuatan 4000 -

6000 Lux (Zoechrova, 2011).

c. Derajat Keasaaman (pH)

Setiap mikroorganisme memiliki pH optimum untuk dapat tumbuh

dengan optimal. Sebagian besar algae hanya dapat tumbuh optimal

pada kondisi lingkungan yang netral, yaitu dg pH berkisar antara 6 –

7 dan tidak dapat hidup pada pH yang lebih rendah, bahkan hanya 1

unit dari pH optimumnya. N. commune dapat tumbuh optimal pada kisaran pH 6 – 7 dan tidak dapat tumbuh pada kondisi pH Asam (di

bawah pH 4) (Whitton & Potts, 2000; Black, 2008).

d. Nutrisi

Pertumbuhan suatu organisme sangat dipengaruhi oleh nutrisi. Oleh

karena itu kultur algae harus diperkaya dengan nutrien untuk

melengkapi kekurangan nutrisi dalam medium kultur (Black, 2008;

Zoechrova, 2011).

e. Mixing

Mixing diperlukan untuk mencegah sedimentasi sel algae, menjamin pemerataan cahaya, pemerataan nutrien, dan meningkatkan

(37)

pertukaran gas antara medium kultur dan udara (Zoechrova, 2011;

Ariono, 1996).

b. Fikoremediasi oleh Nostoc commune Vaucher ex Bornet & Flahault 1) Mekanisme Adsorbsi

Adsorbsi merupakan suatu proses penyerapan zat tertentu oleh

suatu padatan yang terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya

tarik atom atau molekul pada permukaan zat padat tersebut (Atkins,

1999). Ikatan yang bertanggung jawab dalam adsorbsi adalah gaya tarik

Van Der Waals, pembentukan ikatan nitrogen, pertukaran ion dan pembentukan ikatan kovalen (Apriliani 2010). Adsorbsi dapat terjadi

pada antarfasa, padat-cair, padat-gas atau gas-cair. Molekul yang terikat

pada bagian permukaan di sebut adsorbat, sedangkan permukaan yang

menyerap molekul-molekul adsorbat disebut adsorben.

Menurut Apriliani (2010) berdasarkan besarnya interaksi antara

adsorben dan adsorbat, adsorbsi dibedakan menjadi 2 macam, yaitu

adsorbsi fisika dan kimia.

a) Adsorbsi Fisika

Dalam adsorbsi fisika, molekul-molekul teradsorbsi pada permukaan

adsorben dengan ikatan yang lemah. Adsorbsi ini terjadi karena

adanya gaya tarik menarik yang lemah antara adsorbat dengan

permukaan adsorben, gaya ini disebut gaya Van Der Waals. Akibatnya adsorbat dapat bergerak dari satu bagian permukaan ke

bagian permukan lain dari adsorben. Adsorbsi ini berlangsung secara

cepat, dapat membentuk banyak lapisan dan bersifat balik

(reversible). Oleh karena itu molekul-molekul yang teradsorbsi mudah dilepaskan kembali.

b) Adsorbsi Kimia

Pada adsorbsi kimia, molekul-molekul yang teradsorbsi pada

permukaan adsorben bereaksi secara kimia, karena adanya reaksi

(38)

ikatan kovalen dengan ion sehingga terjadi pemutusan dan

pembentukan ikatan. Adsorbsi ini bersifat tidak balik (irreversible)

dan hanya membetuk lapisan tunggal.

Proses adsorbsi melalui pertukaran ion dan komplekasi hanya

berlangsung pada lapisan permukaan sel yang mempunyai situs-situs

yang bermuatan berlawanan dengan muatan ion logam sehingga

interaksinya merupakan reaksi pasif dan relatif cepat. Molekul adsorbat

secara kimiawi dianggap mempunyai situs aktif yang mampu berinteraksi

dengan logam permukan sel seperti fosfat, karboksil, amina dan amida.

Proses adsorbsi melalui pertukaran ion ini dipengaruhi oleh banyaknya

proton dalam larutan yang berkompetisi dengan ion logam pada

permukaan adsorben. Pada pH rendah kemelimpahan proton melimpah,

sehinga peluang terjadinya pengikatan logam relatif kecil (Apriliani,

2010).

2) Mekanisme Fikoremediasi

Fikoremediasi adalah upaya pembersihan lingkungan dari

bahan-bahan pencemar dengan menggunakan agen biologi berupa algae, baik

mikroalgae maupun makroalgae sebagai adsorben. Algae yang berperan

sebagai adsorben dapat disebut sebagai fikoremediator. Menurut

Apriliani (2010), pembersihan bahan pencemar dari lingkungan oleh

fikoremediator dapat terjadi melalui 2 cara, yaitu pengikatan aktif dan

pengikatan pasif. Pengikatan aktif melibatkan reaksi metabolisme yang

hanya terjadi pada fikoremediator dalam keadaan hidup (algae segar),

sedangkan pengikatan pasif tidak melibatkan reaksi metabolisme yang

terjadi pada penggunaan fikoremediator yang telah mati (algae kering).

Metode ini dilakukan dengan menggunakan cara batch atau statis, sebab kultur yang paling umum yang digunakan untuk percobaan dengan

algae adalah batch culture atau kultur statis. Metode ini tergolong mudah dan sederhana sehingga tidak membutuhkan biaya operasional yang

tinggi. Penggunaan algae sebagai agen biologis yang mudah diperoleh

(39)

serta metode batch sesuai dengan konsep fikoremediasi sebagai salah satu upaya penghilangan logam berat yang murah dan ramah lingkungan.

Proses fikoremediasi ini dilakukan dengan memasukan algae kedalam

suatu wadah berisi larutan dengan komponen logam berat yang

diinginkan, kemudian diaduk dalam waktu tertentu, dan dipisahkan

dengan cara penyaringan (Apriliani, 2010).

Mekanisme interaksi antara ion logam dan algae sangatlah

kompleks, namun pemahaman mengenai proses ini belum banyak

diketahui. Dinding sel algae mengandung berbagai gugus kation dan

anion termasuk gugus hidroksil, sulfihidril, karboksil dan amino.

Komponen dinding sel tersebut dan EPS (Extracellular Polymere Substance) menyediakan permukaan adsorpsi yang spesifik untuk ion logam yang ada dalam suatu larutan. Mekanisme ini melibatkan berbagai

interaksi seperti adsorpsi fisik, kimiawi, ion-exchange,dan complexation

(Wong & Tam, 1998; Crawford & Crawford, 1996).

Secara umum, proses pengambilan ion logam pada mikroalgae

melewati dua tahap yaitu rapid stage dan slow stage.

1) Rapid stage

Pada rapid stage, ion logam diadsorbsi secara langsung oleh permukaan sel dan EPS (Extracellular Polymere Substance) melalu mekanisme passive uptake atau biosorbsi yang terjadi secara cepat. Proses ini bersifat bolak baik dan cepat serta dapat terjadi pada sel

mati dan sel hidup dari suatu biomassa. Pada proses ini, ion logam

berat mengikat dinding sel dengan dua cara yang berbeda, yaitu:

a. Pertukaran ion monovalen dan divalen seperti Na, Mg, dan Ca

pada dinding sel yang digantikan oleh ion-ion logam berat

b. Formasi kompleks antara ion-ion logam berat dengan gugus

fungsional seperti karbonil, karboksil, amino, sulfihidril,

phospat, hidroksil dan fosfatyang berada pada dinding sel.

Pada tahap ini ion logam menjadi terakumulasi pada permukaan sel

(40)

2) Slow stage

Slow stage merupakan tahap selanjutnya yang membutuhkan waktu yang lebih lama. Pada tahap ini, ion logam yang terakumulasi di

permukaan sel ditranspor melalui membran sel menuju sitoplasma

dengan mekanisme active uptake. Active uptake dapat terjadi pada berbagai sel hidup. Mekanisme ini secara simultan terjadi dalam

proses konsumsi ion logam untuk pertumbuhan mikroorganisme

(Onrizal, 2005). Sebagai contoh yaitu logam kadmium (Cd)

Staphylococcus aureus yang ikut masuk kedalam sitoplasma bersamaan dengan transport aktif logam Mg. Pada tahap ini ion logam

menjadi terakumulasi di sitoplasma sebagai granula intraseluler.

Bioakumulasi intraselular terjadi karena adanya makromolekul berupa

peptida pengikat logam (metal-binding peptida) seperti

metallothioneins (MTs) dan fitokhelatin. Peptida pengikat logam merupakan peptida yang memiliki banyak mengandung asam amino

sistein dan memiliki berat molekul rendah. Akumulasi ion logam berat

terjadi karena adanya sisi pengikat ion logam dengan afinitas yang

tinggi (high affinity binding sites), yaitu Thiol (Sulfihidril, -SH). (Prasetyawati, 2009; Chen & Pan, 2005)

Proses biosorpsi logam berat oleh algae dipengaruhi oleh

beberapa faktor lingkungan seperti: pH media, konsentrasi logam berat,

waktu kontak antara algae dengan logam, sifat ion logam yang

digunakan, kehadiran ion logam lain, dan sistem biologis organisme yang

digunakan serta lingkungan tempat berlangsungnya proses tersebut

(Pinaz & Bonilla, 1991; Zoechrova, 2011).

3) Kapasitas dan Efisiensi Fikoremediasi

Kemampuan remediasi merupakan sebuah parameter yang

menunjukkan kerja sistem adsorbsi suatu adsorben dalam menyerap

adsorbat. Kemampuan remediasi suatu adsorben dapat diketahui dengan

(41)

remediasi. Menurut Apriliani (2010), fikoremediator yang baik adalah

adsorben yang memiliki kapasitas adsorbsi dan presentase penyerapan

tertinggi.

Presentase adsorbsi (Efisiensi adsorbsi) dapat dihitung dengan

menggunakan rumus:

=

�1−�2

�1

× 100%

...(1) Sedangkan kapasitas adsorbsi dapat dihitung dengan menggunakan

rumus:

=

�1−�2

×

...(2)

Keterangan:

Q = Kapasitas adsorbsi per bobot molekul (mg/g)

C1 = Konsentrasi awal larutan (mg/L)

C2 = Konsentrasi akhir larutan (mg/L)

m = Massa fikoremediator (g)

V = Volume larutan (L)

E = Efisiensi adsorbsi (%)

4) Isoterm Adsorbsi

Isoterm adsorbsi merupakan fungsi konsentrasi zat terlarut yang

terserap pada padatan terhadap konsentrasi larutan. Persamaan yang

digunakan untuk menjelaskan data percobaan isoterm dikaji oleh

Freundlich, Langmuir, serta Brauner, Emmet dan Teller (BET). Tipe

isoterm adsorbsi untuk mempelajari mekanisme adsorbsi pada fase

cair-padat pada umumnya menganut tipe isoterm Langmuir dan Freundlich

(Atkins, 1999).

Isoterm adsorbsi Langmuir merupakan proses adsorbsi yang

berlangsung secara kimisorpsi satu lapisan. Kimisorpsi adalah adsorbsi

yang terjadi melalui ikatan kimia yang sangat kuat antara sisi aktif

permukaan dengan sisi aktif molekul adsorbat dan dipengaruhi oleh

densitas elektron. Adsorbsi terjadi karena ikatan kimia biasanya bersifat

(42)

spesifik, sehingga permukaan adsorben mampu mengikat adsorbat

dengan satu lapisan (Apriliani, 2010).

Menurut Atkins (1999), isoterm Langmuir dapat diperoleh dari

persamaan:

C = konsentrasi adsorbat dalam larutan (mg/L)

Model isoterm Langmuir mendefinisikan bahwa kapasitas maksimum

terjadi akibat adanya lapisan tunggal (monolayer) adsorbat di

permukaan adsorben, dengan asumsi bahwa semua memiliki energi

yang sama dan adsorbsi bersifat dapat balik (irreversible) (Atkins, 1999; Handayani & Sulistiyono, 2009).

Isoterm Freundlich menggambarkan antara sejumlah komponen

yang teradsorbsi per unit adsorben dan konsentrasi komponen tersebut

pada kesetimbangan. Isoterm Freundlich dapat diperoleh dari

persamaan:

log

= log

+

1

log

...(4)

dimana:

x/m = berat zat yang diadsorbsi (mg/g)

C = konsentrasi adsorbat dalam larutan (mg/L)

k, n = tetapan

Isoterm Freundlich menganggap bahwa semua sisi permukaan adsorben

akan terjadi adsorbsi pada kondisi yang diberikan. Isoterm ini

berdasarkan asumsi bahwa adsorben memiliki permukaan heterogen

dan tiap molekul mempunyai potensi adsorbsi yang berbeda-beda

(Apriliani, 2010; Handayani & Sulistiyono, 2009).

(43)

2. Logam Berat Kadmium (Cd)

Logam berat adalah semua jenis logam yang mempunyai berat jenis ≥

5g/cm3. Istilah logam berat secara khas mencirikan suatu unsur yang

merupakan konduktor yang baik, mudah ditempa, bersifat toksik dalam

biologi dan mempunyai nomor atom 22-92 dan terletak pada periode III dan

IV dalam sistem periodik unsur (Apriliani, 2010; Cotton &Wilkinson, 1986).

Kadmium (Cd) adalah logam berwarna putih keperakan, mengkilap

dan lunak dengan massa atom 112,41 g/mol dengan titik cair 594,26ºC dan

titik didih 1040ºC. Di dalam persenyawaan yang dibentuknya pada umumnya

memiliki bilangan valensi 2+ (Sunardi, 2006). Logam ini adalah salah satu

logam yang dikelompokkan dalam jenis logam berat non-esensial. Secara

alami kadmium dapat ditemukan pada lapisan kerak bumi dalam jumlah yang relatif sedikit (0,15 – 0,20 g/g) (WEAST, 1981). Logam kadmium ditemukan di alam dalam mineral Greennockite (CdS) dan pada mineral spalerite (ZnS) (Bijih seng). Greennockite (CdS) ini jarang ditemukan di alam, sehingga sebagian besar logam kadmium diperoleh dari produk samping peleburan

bijih seng. Biasanya pada konsentrat bijih seng dapat diperoleh 0,2 – 0,4%

logam kadmium (Darmono, 1999). Kandungan kadmium di alam dapat

meningkat karena proses alamiah, seperti letusan gunung berapi dan

kebakaran hutan, maupun karena aktivitas manusia seperti penggunaan bahan

bakar fosil, pertambangan, aktivitas industri, dan penggunaan pupuk

anorganik (Agency for Toxic Substance and Disease Registry selanjutnya disebut ATSDR, 1999).

Sifat kadmium yang lentur, tahan tekanan dan mempunyai titik lebur

yang rendah menyebabkan unsur ini seringkali dimanfaatkan sebagai bahan

campuran logam lain seperti nikel, perak, tembaga dan besi. Selain itu, karena

sifatnya yang tahan panas, logam ini baik untuk campuran pembuatan

bahan-bahan keramik, enamel dan plastik. Logam ini juga seringkali dimanfaatkan

untuk melapisi plat besi dan baja karena logam ini tahan terhadap korosi (Lu,

2006). Selain itu, logam ini juga dimanfaatkan untuk aplikasi sepuhan listrik

(44)

pigmen cat dengan membentuk beberapa garamnya seperti kadmium oksida

yang dikenal sebagai kadmium merah dan dalam pembuatan batu baterai,

terutama baterai Ni-Cd (Sarjono, 2009).

a. Bahaya Logam Berat Kadmium (Cd)

Kadmium merupakan salah satu jenis logam yang berbahaya

karena unsur ini memiliki efek toksisitas yang tinggi, bahkan pada

konsentrasi yang rendah. Hal ini dikarenakan logam ini mudah diadsorbsi

dan terakumulasi pada organisme hidup (manusia, hewan dan tumbuhan).

Dalam tubuh organisme, kadmium (Cd (II)) akan mengalami proses

biotransformasi dan bioakumulasi. Jika kadmium teradsorpsi ke dalam

tubuh, logam ini akan membentuk kompleks dengan protein sehingga

mudah diangkut dan terakumulasi ke hepar dan ren bahkan sejumlah kecil dapat sampai ke pankreas, usus, dan tulang. (Szymczyk &

Zalewski, 2003).

Kadmium dalam tubuh dapat terakumulasi dalam hati dan ginjal,

dimana logam berat kadmium (Cd (II)) terikat dengan gugus sufhidril

(-SH) pada protein-non enzim dengan berat molekul rendah, thionein, yang

membentuk gugus protein logam yang disebut metalothionein, serta

terikat dengan gugus karboksil sisteinil, histidil, hidroksil, dan fosfatil

dari protein purin. Kemungkinan besar pengaruh toksisitas disebabkan

oleh interaksi antara logam berat kadmium (Cd (II)) dan protein tersebut,

sehingga menimbulkan hambatan terhadap aktivitas kerja enzim dalam

tubuh (Darmono, 1995).

Keracunan kadmium bersifat akut dan kronis. Keracunan akut

muncul setelah 4 – 10 jam sejak penderita terpapar oleh logam berat

kadmium (Cd (II)). Paparan kadmium secara akut dapat menyebabkan

kehilangan nafsu makan, daya tahan tubuh melemah, kerusakan hepar, kerusakan ginjal, sakit kepala, kedinginan hingga menggigil, nyeri otot,

menimbulkan penyakit paru-paru akut, diare, dan bahkan bisa

(45)

kronis dapat merusak sistem fisiologis tubuh, antara lain: sistem

pernafasan, sistem respirasi, sistem sirkulasi, sistem reproduksi, sistem

saraf, bahkan dapat menyebabkan kerusakan jantung dan kerapuhan

tulang (Widowati dkk., 2008).

Bagi manusia, kadmium merupakan zat karsinogenik yang dapat

menyebabkan kanker paru-paru, prostat, hepar, pankreas dan ren. Sifat karsinogenik kadmium menyebabkan logam berat tersebut diurutkan

sebagai peringkat pertama agen mutagenik bagi organisme hidup.

Toksisitas kadmium di sebebabkan karena unsur ini tidak diketahui

memiliki fungsi biologis di dalam sel tetapi memiliki sifat reaktif yang

sangat tinggi dan dapat menginaktivasi berbagai macam aktivitas enzim

yang diperlukan oleh sel (Rumahlatu dkk., 2012).

b. Metode Pengukuran Kadmium (Cd) dengan Atomic Adsorption Spectrometer-Flame (FAAS)

Untuk pemeriksaan logam kadmium secara kuantitatif dilakukan

dengan metode Atomic Adsorption Spectrometer (AAS) atau

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA). AAS merupakan metode yang

memanfaatkan fenomena penyerapan energi sinar oleh atom netral dalam

bentuk gas sebagai dasar pengukuran. Metode ini sangat tepat digunakan

untuk analisis zat pada konsentrasi rendah (Apriliani, 2010).

Dalam analisis AAS, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan

menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan dasar. ada berbagai

alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi atom

bebasnya, yaitu:

1) Nyala (Flame)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau

cairan menjadi bentuk uap atomnya dan juga berfungsi untuk

atomisasi. Pada cara ini, nyala berfungsi untuk mengeksitasikan atom

dari tingkat dasar ke tingkat yang lebih tinggi. Suhu yang dapat

(46)

bara suhunya 1800ºC; gas alam-udara suhunya 1700ºC; asitelin-udara

suhunya 2200ºC; dan asitelin-dinitrogen oksida suhunya 3000ºC.

Pemilihan macam bahan bakar dan gas pengoksidasinya serta

komposisis perbandinganya sangat mempengaruhi suhu nyala. Untuk

logam kadmium (Cd (II)) sumber nyala yang digunakan adalah

campuran asitelin sebagai bahan pembakar dan udara sebagai

pengoksidasi (Sudjadi, 2012).

2) Tanpa nyala (Flameless)

Pada metode ini pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit yang

dikembangkan oleh Masmann. Tungku grafit ini selanjutnya

dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik

pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis

berubah menjadi atom-atom netral.

Menurut Apriliani (2010), metode AAS berprinsip pada adsorbsi

cahaya oleh atom. Atom-atom tersebut akan menyerap cahaya pada

panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Kadmium

menyerap cahaya pada panjang gelombang 228,28 nm (Stoeppler, 1992).

AAS adalah cara analisis yang didasarkan pada proses penyerapan energi

radiasi gelombang elektromagnetik oleh populasi atom yang berbeda

pada tingkat energi yang lebih tinggi. Jika pada sejumlah populasi atom

yang berada pada tingkat energi dasar (E0) diberikan seberkas radiasi

gelombang elektromagnetik dengan tingkat energi tertentu (sesuai

dengan besarnya energi untuk menaikkan tingkat energi atom dari

E0→E1) maka sebagian energi radiasi akan diserap oleh atom dan tingkat

energi atom akan naik dari E0→E1. Energi radiasi yang tidak terserap

akan keluar dari populasi atom dan intensitasnya akan berkurang sesuai

dengan jumah atom yang mengalami perpindahan tingkat energi

(Apriliani, 2010). Analisa ini didasarkan pada hukum Lambert-Beer,

yaitu apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada

Gambar

Gambar 2.
Gambar 3. Koloni Nostoc commune pada Kondisi Segar dan Kering (Fauzi, 2011) Keterangan:  A
Gambar 4. Kurva Pertumbuhan  N. commune Pada Batch Kultur (Fogg & Thake,1987; Zoechrova, 2011)
Gambar 5. Skema Komponen Alat Atomic Adsorption Spectrometer-Flame (FAAS)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini akan dilakukan uji untuk mengetahui resistensi bakteri termofilik terhadap logam tembaga (Cu), kadmium (Cd), dan timbal (Pb) pada berbagai konsentrasi.

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa hasil pengujian konsentrasi logam berat kadmium (Cd) menunjukkan bahwa sampel air dan ikan nila pada

Jika dibandingkan dengan standar baku mutu tersebut, maka konsentrasi logam berat kadmium (Cd) pada sedimen sekitar Perairan Pelabuhan Kapal Barang Talumolo Kota

Wukirsari Gunungkidul pada tanggal 11 September 2015 menunjukan penyebaran logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd) memiliki konsentrasi yang bervariasi, dimana

Abstrak: Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui konsentrasi logam berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada Eceng Gondok ( Eichhornia crassipes ) di Perairan Sungai Indragiri

Pada penelitian ini akan dilakukan uji untuk mengetahui resistensi bakteri termofilik terhadap logam tembaga (Cu), kadmium (Cd), dan timbal (Pb) pada berbagai konsentrasi.

Jika dibandingkan dengan standar baku mutu tersebut, maka konsentrasi logam berat kadmium (Cd) pada sedimen sekitar Perairan Pelabuhan Kapal Barang Talumolo Kota

Seperti Seperti halnya halnya salah salah satusatu logam berat yaitu kadmium Cd yang dapat dengan mudah ditemukan di limbah logam berat yaitu kadmium Cd yang dapat dengan mudah