Hubungan antara Self-Disclosure dan Social Support pada
Emerging Adult yang menggunakan Instagram
SkripsiDiajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh: Sylvester Sylvario
139114136
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2020
iv
HALAMAN MOTTO
“Okay Okay Okay”
-Tyler Okonma-
“I am > I was”
-21 Savages-
“Nothing comes without sacrifes”
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ilmiah ini saya persembahkan untuk:
Kedua Orangtua, adik, keluarga besar dan teman saya yang selalu mendoakan dan tidak pernah lelah menuntun dalam setiap langkah saya.
Bapak Paulus Eddy Suhartanto, S. Psi., M. Si. yang selalu bersedia menambah pikiran dengan meluangkan waktu dan tenaga dalam membimbing pembuatan
vii
HUBUNGAN ANTARA SELF-DISCLOSURE DAN SOCIAL SUPPORT PADA EMERGING ADULT YANG MENGGUNAKAN INSTAGRAM
Sylvester Sylvario
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara self-disclosure dan social support pada emerging adult yang menggunakan instagram. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu adanya hubungan positif antara self-disclosure dan social support pada emerging adult yang menggunakan instagram. Subjek yang terlibat dalam penelitian ini sebanyak 263 emerging adult
yang menggunakan instagram yang lahir antara tahun 1995-2002 (18-25 tahun). Reliabilitas pada skala self-disclosure dan social support diuji menggunakan teknik Alpha Cronbach. Skala self-disclosure dalam penelitian ini memiliki koefisien Alpha sebesar 0,750 dan skala social support
memiliki koefisien Alpha sebesar 0,949. Berdasarkan hasil uji normalitas, data self-disclosure dan data social support keduanya tidak terdistribusi normal. Hasil uji linearitas menunjukkan bahwa hubungan antara self-disclosure dan social support bersifat linear. Teknik analisa data penelitian ini menggunakan Spearman, karena data tidak terdistribusi normal. Hasil korelasi antara self-disclosure
dan social support sebesar 0,431 dengan p = 0,000 (p > 0,05), yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara self-disclosure dan social support
viii
CORRELATION BETWEEN SELF DISCLOSURE AND SOCIAL SUPPORT ON EMERGING ADULT WHO USE INSTAGRAM
Sylvester Sylvario
ABSTRACT
This research aimed to find out the correlation between self-disclosure and social support on emerging adult who use Instagram. The hypothesis of this research is the existence of positive connection between self-disclosure and social support on emerging adult who use Instagram. The subjects of this research were 263 emerging adults who using Instagram who were born in 1995-2002 (18-25 years). The reliability scale of self-disclosure and social support can be examined with the technique of Alpha Cronbach. The self-disclosure scale in this research has an Alpha coefficient of 0.750 and the social support scale has an Alpha coefficient of 0.949. Based on the normality test, the data of self-disclosure and social support were not normally distributed. The result of linearity test showed that the connection between self-disclosure and social support is linear. The analysis technique that was used in this research is Spearman, since the data was not normally distributed. The correlation result between self-disclosure and social support was 0,431 with p = 0,000 (p > 0,05), which shows that there is a positive connection between self-disclosure and social support.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah menyertai dan memdapingi proses pengerjaan skripsi ini dari awal sampai akhir. Hasil penulisan skripsi ini tidak dapat penulis selesaikan tanpa bantuan berupa dukungan maupun doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia dalam setiap pengerjaan. 2. Kelurga besar terkasih yang telah mendukung saya secara moral
maupun materi.
3. Bapak P. Eddy Suhartanto, M. Si, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah mendampingi, membimbing, dan memotivasi dalam menyelesaikan skripsi.
4. Ibu Dr. Titik Kristiyani, M. Psi, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
5. Ibu Monica Eviandaru M., M. Psych, Ph.D., selaku Ketua Program Studi dan Dosen Pembimbing Akademik Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
6. Seluruh Dosen dan Sekretariat Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
7. Seluruh partisipan yang sudah mau meluangkan waktu untuk mengerjakan Skala penelitian ini.
xi
9. Teman-teman terkasih yang telah bersedia mendampingi dan membimbing selama proses pengerjaan skripsi, Kevin Irwanto, Bernadea Linawati, GM Surya.
10.Teman-teman Fakultas Sastra Inggris, Grup Barbie, Grup Furla yang telah menemani dan mengayomi.
11.Budhe Maria Ana Sri Ismani, atas kepercayaan dan dukungan berupa moral dan materi tanpa hentinya.
12.UD Mitra Kopi, Ethikopia, dan Kedai telah menjadi tempat pengerjaan skripsi.
13.Rizky Wandani Putri yang telah menemani dengan sabar dalam pengerjaan skripsi.
14.Seluruh teman yang sudah membantu dalam proses penyelesaian skripsi yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu.
Yogyakarta, 30 November 2020 Penulis,
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ...v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN... ix
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .... ix
KATA PENGANTAR ...x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...xv BAB I ...1 PENDAHULUAN ...1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 8 C. Tujuan Penelitian ... 8 D. Manfaat Penelitian ... 8 1. Manfaat Teoritis ... 8 2. Manfaat Praktis ... 8 BAB II ...9 LANDASAN TEORI ...9 A. Social Support ... 9
1. Definisi Social Support ... 9
2. Dimensi Social Support ... 10
3. Faktor Social Support ... 11
4. Dampak Social Support ... 12
B. Self-Disclosure ... 13
1. Definisi Self-Disclosure ... 13
xiii
3. Faktor Self-Disclosure... 15
4. Dampak Self-Disclosure ... 16
5. Emerging Adult ... 17
6. Dinamika Hubungan Antara Self-Disclosure dengan Social Support di Instagram pada Emerging Adult... 18
7. Skema Penelitian ... 22 8. Hipotesis Penelitian ... 23 BAB III ...24 METODE PENELITIAN ...24 A. Jenis Penelitian ... 24 B. Variabel penelitian ... 24 C. Definisi Operasional ... 25 1. Self-Disclosure ... 25 2. Social Support ... 26 D. Subjek Penelitian ... 26
E. Metode dan Pengumpulan Data ... 27
1. Skala Self-Disclosure ... 28
2. Skala Social Support ... 30
F. Validitas dan Reliabilitas alat Ukur. ... 31
1. Validitas ... 31
2. Uji coba dan Seleksi item... 32
3. Reliabilitas ... 32
4. Analisis Data ... 33
BAB IV ...35
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...35
A. Pelaksanaan Penelitian ... 35
B. Demografi Subjek Penelitian ... 35
C. Deskripsi Data Penelitian ... 35
1. Self-disclosure ... 36
2. Social support ... 36
D. Hasil Penelitian ... 37
1. Uji Asumsi ... 37
xiv
3. Pembahasan ... 40
BAB V ...43
KESIMPILAN DAN SARAN ...43
A. Kesimpulan ... 43
B. Keterbatasan Penelitian ... 43
C. Saran ... 43
1. Bagi Emerging Adult Pengguna Instagram ... 43
2. Bagi Peneliti Selanjutnya... 44
DAFTAR PUSTAKA ...45
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Skor Skala Likert...25
Tabel 2. Distribusi Sebaran Item Skala Self-Disclosure...26
Tabel 3. Distribusi Sebaran Item skala Social Support...27
Tabel 4. Koefisien Reliabilitas...28
Tabel 5. Data Menurut Usia...30
Tabel 6. Deskripsi Data Penelitian...33
Tabel 7. Hasil Uji Normalitas Kolmogoroc-smirnov...34
Tabel 8. Skor Linearitas Self-Disclosure dan Social Support...35
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Permohonan Pengunaan Skala Self-disclosure...49
Lampiran 2. Permohonan Penggunaan Skala Social support...49
Lampiran 3. Kuisioner Skala Penelitian Online...50
Lampiran 4. Reliabilitas dan Korelasi antar Item Skala Penelitian...67
Lampiran 5. Hasil uji antara Mean Teoritik dan Mean Empirik...69
Lampiran 6. Uji Normalitas...70
Lampiran 7. Uji Linearitas...71 Lampiran 8. Uji Hipotesis...
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang hidup dengan cara berkelompok dan berinteraksi dengan manusia lain. salah satu bentuk dari interaksi adalah
social support, yaitu perilaku memberikan dukungan kepada orang lain begitupun sebaliknya individu dapat menerima social support dari orang lain.
Social support pada era globalisasi ini menjadi lebih beragam dan melalui berbagai media, salah satunya adalah Instagram. Dewasa ini orang-orang telah akrab dengan sosial media. Media sosial merupakan cara baru untuk berkomunikasi dengan sesama, dan memudahkan antar individu untuk bisa tetap terhubung walaupun mereka tidak bertemu satu sama lain. Media sosial adalah situs atau layanan daring (dalam jaringan) dimana pengguna tidak hanya bisa mengkonsumsi akan tetapi bisa juga membuat, memberikan komentar, dan membagi konten ke sesama pengguna dalam berbagai format seperti gambar, video, teks, audio (Hidayatullah, 2020). Pada era globalisasi ini media sosial sudah bisa di akses oleh individu di berbagai negara. Media sosial memungkinkan individu untuk membangun jaringan sosial serta relasi media diantara individu (Boyd & Ellison 2008). Media sosial adalah kumpulan aplikasi berbasis internet yang memperbolehkan pengguna untuk membuat dan bertukar konten (Kaplan & Haenlein, 2010). Sosial media digunakan untuk
berbagai macam tujuan seperti m encari informasi, hiburan, hubungan sosial, menghabiskan waktu, dan mengekspresikan diri (Gulnar et al, 2010)
Salah satu platform smedia sosial ialah instagram, instagram lahir dari perusahaan Burbn, Inc. Berdiri pada 6 oktober 2010 dengan Kevin Systrom dan Mike Krieger sebagai CEO. Fungsi utama dari instagram adalah berbagi foto dan video, pengguna bisa menambahkan caption dan filter pada foto-foto atau video yang di unggah. Pengguna instagram juga bisa memberikan komentar maupun like pada foto dan video. Lama-kelamaan fitur-fitur instagram
bertambah seperti explore, instagram story, dan IG TV. Fitur explore
ditambahkan pada Juni 2012, fitur ini membantu pengguna melihat berbagai foto populer dan foto yang diambil di lokasi terdekat. Di ikuti pada April 2016 ditambahkan saluran “videos you might like” dan “events” pada bulan Agustus
yang menampilkan video konser, permainan olahraga, dan acara langsung lainya. Instagram stories juga muncul pada bulan Agustus 2016, fitur ini memungkinkan pengguna untuk mengambil foto dan video serta menambahkan efek lalu mengunggahnya pada instagram mereka. Di tambah lagi pada juni 2018 fitur IGTV diluncurkan dan memungkinkan penguna untuk mengunggah video berdurasi 10 menit, bahkan untuk akun yang sudah terverifikasi atau populer bisa mengunggah video berdurasi 60 menit (Sendari, 2019). Instagram
patut di teliti karena aplikasi ini digunakan oleh mayoritas individu pengguna media sosial. Menurut statista.com Indonesia tercatat menempati peringkat ke 4 pengguna Instagram terbesar dengan angka 60 juta per bulan oktober 2019 (Hamdan, 2019).
Dari peristiwa di atas para pengguna Instagram menunjukan. keterbukaan pada followersnya dengan mengunggah foto dan video yang bertujuan untuk mendapatkan social support dari orang lain. Social support
menurut teori Lee, Noh, Koo (2013) adalah proses untuk memulai, berpartisipasi, dan mengembangkan interaksi sosial untuk mendapatkan keuntungan yang menyangkut keterlibatan aspek kognitif, persepsi, dan transaksional. Individu mengharapkan untuk mendapatkan respon dari
followers mereka yang setuju dengan apa yang individu tersebut unggah. Hal ini terjadi ketika individu mengungkapkan permasalahan mereka pada
followersnya maka followers akan memberikan respon berupa informasi, saran, atau menawarkan bantuan (Darlega et al, 1993; dalam Huang, 2016). Sekalipun masalah tersebut tidak mudah untuk diselesaikan, pendengar masih bisa memberikan motivasi. Bentuk dukungan berupa komentar positif yang diberikan followers untuk menyemangati individu tersebut merupakan salah satu bentuk dari social support. Peristiwa diatas menunjukan self-disclosure
membantu individu untuk mendapatkan social support dengan menceritakan permasalahannya di Instagram.
Social support pada dasarnya mengacu pada kegiatan membantu individu lain yang sedang dalam stress tetapi sekarang lebih berkembang dan mencakup menolong individu yang tidak sedang dalam stress (Cohen et al., 1985). Merasakan online social support membantu mengurangi stress, sakit, dan kesejahteraan (Nabi et al, 2013). Unggahan pada sosial media bisa menjamah banyak audiences dan memperluas komunikasi (Treem &
Leonardi,2013). Social support melalui instagram sering diberikan, contohnya ketika Dian Sastro memberikan dukungan pada Awkarin melalui unggahan Instastorynya “Don’t stop doing that you do, girl! @awkarin” atas aksinya dalam banyak terlibat dalam banyak aksi kemanusiaan seperti membagikan nasi kotak hingga menjadi relawan korban gempa (Yumna, 2019). Dikutip dari TribunStyles.com Jefri Nichol yang tengah mendapat masalah karena penggunaan ganja mendapat dukungan dari selebgram Eva jaya putri, dimana Eva mengunggah foto selfie bersama Jefri di instastory dan foto bayangan dua orang di beranda instagram dengan caption “Godspeed” sebagai bentuk dukungannya kepada Jefri Nichol (Nilawati, 2019).
Sehubungan dengan fenomena social support pada Instagram di atas, Keberanian Dian Sastro untuk memberikan dukungan pada Awkarin dan Eva Jaya putri pada Jefri Nichol di social media Instagram tersebut sesuai dengan definisi Self-disclosure menurut (Lee, Noh, Koo; 2013), yaitu keterbukaan individu dalam mengkomunikasikan informasi pribadi, pemikiran, dan perasaan. Self-disclosure (Archer, 1979) sudah menjadi kebiasaan dimana individu membagi informasi pribadi ke individu lain. Di fitur Instagram
individu dengan bebas bisa memilih bagaimana membuka diri. Seperti melalui
Instagram Story, individu bisa membagikan kegiatan mereka sehari-hari, membagikan keluh kesah, membagikan lagu apa yang sedang di dengarkan, bahkan informasi-informasi yang mereka dapat di sosial media. Tidak berbeda dengan Instagram story, pada penelusuran Kompas.com tercatat 500 juta pengguna instagram menggunakan Instagram story setiap harinya (Pertiwi,
2019) fitur-fitur lain juga mendukung individu untuk terbuka pada followersnya dengan menggunggah foto maupun video yang bisa di tambahkan caption. Mereka secara sukarela memberitahu informasi atau siapakah sebenarnya mereka dari mulai pikiran, perasaan, dan pengalaman (Darlega, 1993). Salah satu contoh Pengguna Instagram yang membagikan kisahnya adalah kasus selebgram Salmafina Sunan ketika terjadi konflik dengan suaminya yaitu Taqi Malik. Ketika Taqi mengkonfrontasi Salma karena pakaian yang di kenakan pada saat berlibur ke Swiss tidak sesuai dengan norma islam yang Taqi pegang, Salma membagikan curahan hatinya melalui screenshot dan caption pada media sosial Instagram. Hal ini mengakibatkan terjadinya validasi dari eksternal seperti simpati, dukungan, dan bahkan popularitas di media sosial. Hal ini mendasari alasan seorang individu dalam bercerita di media sosial. Individu mencari kekuatan dengan orang-orang yang sependapat dengan pendapatnya (Kirnandita, 2017). Kasus tersebut dalam Self-disclosure mencakup beberapa karakteristik menurut Devito (2011) yang mencakup keterbukaan diri dalam memberikan informasi (pikiran, perasaan, dan perilaku seseorang), memberikan informasi yang biasanya disembunyikan, dan memberikan informasi yang melibatkan orang lain.
Pada penelitian ini, subjek yang menjadi fokus adalah individu yang memasuki tahap perkembangan emerging adulthood . Tahap perkembangan ini mulai pada usia 18-25 tahun. Latar belakang teoritis yang disajikan untuk mendukung gagasan yang menyebutkan bahwa emerging adulthood adalah masa pembeda secara demografis, subyektif, dan pencarian identitas. Konteks
budaya dari gagasan emerging adulthood telah ditentukan bahwa emerging adulthood hanya ada dalam budaya yang memperbolehkan anak muda untuk menjadi independen dalam waktu yang lama selama akhir remaja dan awal 20 (Arnett, 2000).
Self-disclosure menjadi konsep penting yang berhubungan dengan
social support, karena individu perlu membuka diri pada orang lain (Darlega, 1993) sehingga terjalin relasi antar dua individu dan terjadi social support.
Self-disclosure dapat menjadi pesan tentang individu itu sendiri yang
dikomunikasikan kepada orang lain (Cozby,1973) individu perlu membuka diri untuk mendapat respon dari orang lain, karena ketika individu membuka diri orang lain akan tahu apa yang dialami oleh individu tersebut. Individu mungkin akan menerima support dari jejaring sosial mereka setelah mereka membuka emosi, perasaan, dan situasi yang menyulitkan mereka (Darlega et al., 1993).
Melihat dari penjelasan diatas, masalah yang timbul pada dukungan sosial adalah susahnya seseorang untuk memberikan social support yang tepat. Motivasi individu membuka diri di instagram adalah untuk mengekspresikan diri pada setiap unggahanya mengenai perasaan, hal yang disukai, pendapat, dll. Tidak bisa dipungkiri ketika individu menggunggah foto atau video kemungkinan mendapatkan komentar negatif selalu ada, terdapat lebih dari 40% komen dari pengguna yang mengandung kata-kata negatif (Hosseinmardi, 2015). Namun komentar positif akan membantu individu tetap percaya diri dan dapat melakukan self-disclosure sekaligus menjadi social support bagi individu tersebut (Mclaren et al, 2004). Self-disclosure akan membuat seseorang dapat
memberikan social support yang tepat karena individu memberitahu apa yang sedang individu tersebut alami, maka social support dan hubungannya dengan
self-disclosure dapat diteliti karena berdampak pada bagaimana persepsi individu terhadap dukungan dari individu lain disekitarnya.
Sebelumnya social support dijadikan mediator dalam penelitian-penelitian mengenai self-disclosure dan subjective well being. Pada penelitian Lee, Noh, dan Koo (2013) yang berjudul ‘Lonely people Are No Longer Lonely
on Social Network Sites: The Mediating Role of Self-Disclosure and Social Support” mengatakan bahwa social support sebagai perantara antara self-disclosure dan subjective well being. Ko dan Kuo (2009) dalam jurnalnya yang berjudul “Can Blogging Enhance Subjective Well-being Through Self-Disclosure” juga menempatkan social support sebagai mediator dimana ketika
individu melakukan self-disclosure memungkinkan individu mendapatkan
social support lebih besar dan meningkatkan subjective well being. Pada Luo dan Hancock (2019) dalam “Self-Disclosure and Social Support: motivation,
mechanism, and psychological well-being” mengatakan bahwa social support
menjadi mediator untuk mendapatkan well-being. Pada penelitian tahun 2010 sampai 2020 juga jarang ditemukan jurnal yang berfokus pada self-disclosure
dan social support di Instagram. Pada penelitian sebelumnya (Kim dan Lee, 20011) menyebutkan bahwa self-disclosure hanya memiliki hubungan yang signifikan dengan social support, tetapi self-disclosure tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan well being. Social support tidak hanya
sebagai mediator antara self-disclosure dan well-being, namun perlu diteliti sebagai variabel sendiri.
B. Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan antara self-disclosure dengan social support
melalui instagram pada emerging adult.
C. Tujuan Penelitian
Melihat hubungan antara self-disclosure dan social support melalui
instagram pada emerging adult.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pengetahuan yang berkaitan dengan social support dan self-disclosure.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi individu untuk melakukan refleksi atau tinjauan kembali terhadap perilaku bersosial media yang baik seperti memberikan komentar yang positif, karena hal tersebut dapat menjadi social support pada sosial media Instagram.
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Social Support
1. Definisi Social Support
Menurut Lee, Noh, Koo, (2013) social support adalah proses untuk memulai, berpartisipasi, dan mengembangkan interaksi sosial untuk mendapatkan keuntungan yang menyangkut keterlibatan aspek kognitif, persepsi, dan transaksional. Pada tingkat ini individu dapat lebih bijaksana dalam membuka dirinya. Menurut Sarafino dan Smith (2008), social support merupakan rasa peduli, kenyamanan, penghargaan, atau bantuan yang diterima individu dari orang lain ataupun kelompok. Social support
menurut Riskind (2012) merupakan ketersediaan orang lain yaitu teman dan keluarga yang memberikan dukungan secara psikis maupun material. King (2010, dalam Marni & Yuniawati 2015) mengatakan social support adalah suatu informasi dan tanggpan dari orang lain yang menunjukan bahwa individu diperhatikan, dicintai, dihargai, dihormati, dan terlibat pada suatu jaringan komunikasi.
Melihat definisi diatas dapat disimpulkan bahwa social support
adalah bentuk partisipasi aktif dari individu kepada individu lain yang dimaksudkan untuk mendukung individu lain karena individu tersebut sedang membutuhkan dukungan.
2. Dimensi Social Support
Penelitian ini berfokus pada receiving support akan tetapi giving support ikut di pakai karena pada alat ukurnya disebutkan untuk memakai
giving support dan receiving support. Berdasarkan Shakespeare (2011),
social support mempunyai 4 dimensi, yaitu:
a. Receiving Emotional Support
Dimana individu menerima dukungan dari orang lain ketika individu itu membutuhkannya. Individu mendapatkan dukungan emosional dari orang lain berupa pujian, pendampingan, dan pemahaman.
b. Giving Emotional Support
Dimana individu memberikan dukungan kepada orang lain ketika dia membutuhkannya. Individu memberikan dukungan emosional kepada orang lain berupa pujian, pendampingan, dan pemahaman.
c. Receiving Instrumental Support
Dimana individu mendapatkan bantuan berupa material atau benda yang bisa digunakan untuk mendukungnya. Individu mendapatkan dukungan instrumental berupa finansial, pekerjaan, dan pendampingan.
d. Giving Instrumental Support
Dimana individu memberikan bantuan berupa material atau benda yang bisa digunakan untuk mendukung orang lain. individu
memberikan dukungan kepada instrumental kepada orang lain berupa finansial, pekerjaan, dan pendampingan.
3. Faktor Social Support
Menurut Weiss (dalam Cutrona & Russell, 1987) sosial support
dibagi menjadi enam faktor, yaitu: guidance, reliable alliance attachment, reassurance of worth, social integration, dan opportunity to provide nurturance. Penelitian ini berfokus pada receiving support akan tetapi pada teori juga terdapat giving support, oleh karena itu giving support juga disertakan. Berikut adalah penjelasan di tiap komponen tersebut:
a. Reliable Alliance
Reliable Alliance Adalah ketika orang lain dapat memberikan bantuan nyata dan dapat diandalkan ketika sedang dibutuhkan (Cutrona & Russel, 1987).
b. Guidance
Guidance Merupakan social support yang berbentuk informasi dan nasehat (Cutrona & Russell, 1987).
c. Reassurance of Worth
Reassurance of worth Merupakan dukungan sosial berupa
pengakuan atau penghargaan terhadap kompetensi, keterampilan yang dicapai oleh individu (Cutrona & Russell, 1987).
Attachment merupakan dukungan berbentuk kedekatan emosi dari orang lain yang dapat memberikan rasa aman (Cutrona & Russell, 1987)
e. Social Integration
Social Integration adalah dukunganberbentuk kesamaan rasa, minat dan keprihatian yang dimiliki di suatu kelompok (Cutrona & Russell, 1987)
f. Opportunity for Nurturance
Opportunity for nurturance merupakan perasan yang berasal dari individu bahwa dirinya dibutuhkan oleh orang lain untuk kesejahteraan mereka (Cutrona & Russell, 1987).
4. Dampak Social Support
Menurut Sarafino (2008) dampak dari social support, yaitu:
a. Dapat meningkatkan produktivitas individu dalam bekerja. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sarafino (2008). Yang menjelaskan bahwa pekerja memiliki ketersediaan dukungan sosial tinggi membantu menurunkan stress individu dalam berkerja.
b. Dapat mengelola stress dan tekanan sehingga kemampuan fisik meningkat dan terpelihara. Dalam penelitian dijelaskan bahwa seseorang yang memiliki social support tinggi, memiliki resiko serangan jantung yang lebih rendah (Lett et al., 2005, dalam Sarafino, 2008). Penelitian lain juga menunjukan bahwa individu yang memiliki dukungan sosial rendah yang memiliki kecenderungan kematian yang
tinggi (Sarafino, 2008). Selain itu individu yang sedang sakit fisik akan lebih cepet sembuh jika mendapatkan social support yang tinggi daripada yang mendapat social support yang rendah (Sarafino, 2008).
c. Dapat mengurangi stres dan menambah harga diri individu. Dukungan sosial mampu mengurangi stres dari beberapa sember stres, seperti tinggal di dekat area yang berbahaya (Fleming et al., 1982 dalam Sarafino. 2008). Selain itu, individu yang memiliki relasi positif dengan pasangan, akan mengurangi stres kerja yang dialami individu (Ditzen et al., 2008, dalam Sarafino, 2008).
B. Self-Disclosure
1. Definisi Self-Disclosure
Self-disclosure adalah wadah individu untuk mengekspresikan diri dari pengalaman seputar tantangan, serta dampak dari pengalaman tersebut pada pekerjaan, kehidupan, dan hubungan mereka (De Choudury, M., & De, S. (2014). Individu melakukan self-disclosure dengan mengajak bicara orang lain atau dengan perilaku non verbal seperti berjabat tangan, merangkul, dan gestur.
Dalam Masaviru (2016), self-disclosure adalah perilaku mengungkapkan diri individu kepada orang lain. Pada saat membuka diri dengan orang lain dapat dimulai dari pembicaraan umum hingga bersifat pribadi. Self-disclosure tidak harus mendalam agar mendalam dan bermakna. Self-disclosure yang dangkal seperti “obrolan ringan” sering kali
menjadi kunci dalam memulai hubungan dengan orang lain yang kemudian dapat beralih ke tahap self-disclosure yang lebih dalam (Masaviru, Rose, dan Peter, 2015)
Menurut Cozby (1973), Self-disclosure didefinisikan sebagai berbagai informasi tentang individu, dimana seorang individu berkomunikasi secara verbal dengan individu lain. Definisi ini mengarah kepada istilah seperti social accessibility Rickers-Ovsiankina (1956), dan verbal accessibility Polansky (2010), pada konteks ini definisi Cozby menyediakan konseptualisasi self-disclosure yang dapat diadaptasi. Menurut Wheeless dan Grotz (dalam Vitak, 2012), Self-disclosure adalah pesan mengenai diri individu yang di komunikasikan kepada individu lain. Oleh karena itu, pesan apapun yang dalam penyampaian self-disclosure
dapat bervariasi, tergantung persepsi dari yang individu terlibat.
Melihat dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa self-disclosure adalah pengungkapan jati diri, pendapat, dan perasaan oleh seorang individu kepada individu lain yang dilakukan dengan cara komunikasi secara langsung maupun tidak langsung.
2. Dimensi Self-Disclosure
Berdasarkan Wheeless dan Grotz (1976), Self-disclosure
mempunyai 6 dimensi, yaitu: a. Intended Disclosure Factor
Ketepatan dalam membuka diri dan mengungkapkan apa yang ingin disampaikan kepada individu lain. individu dapat mengutarakan dan menyampaikan perasaan dengan tepat.
b. Amount Factor
Seberapa sering seorang individu mengutarakan pendapatnya, mengekpresikan apa yang dirasakan, dan membicarakan tentang dirinya kepada individu lain.
c. Positive-Negative Factor
Bagaimana individu menggambarkan dirinya kepada individu lain, apakah sisi positif dari diri individu atau negatif.
d. Honesty-Accuracy Factor
Bagaimana individu yakin dan jujur tentang apa yang individu ungkapkan pada individu lain mengenai dirinya.
e. Control of General Depth Factor
Seberapa dalam individu mengungkapkan dirinya kepada individu lain.
f. Relevance-Message Nature Factor
Bagaimana individu menyampaikan isi dari percakapan untuk sesuai dengan apa yang individu ingin komunikasikan pada individu lain.
3. Faktor Self-Disclosure
Berdasarkan Cozby (dalam Bae, 2013) Menurut tingkat self-disclosure
a. High level of Disclosure,
Pada tingkatan high individu dapat mengekspresikan emosi internalnya. Individu dapat terbuka kepada individu lain tanpa menyembunyikan emosinya. Pada tingkat ini individu akan mengalami kecemasan karena telah menunjukan emosi internalnya pada individu lain.
b. Medium level of Disclosure
Pada tingkatan medium individu memperlihatkan kondisinya melalui sikap dan watak. Tingkah laku dan sikap yang diambil seorang individu dapat memperlihatkan inteligensinya. Pada tingkat ini individu dapat mengungkapkan sikap dan watak secara jujur.
c. Low level of Disclosure
Pada tingkatan low individu hanya membuka dirinya dengan memperlihatkan preferensi dan fakta yang dia ketahui. Pada tingkatan low individu dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan.
4. Dampak Self-Disclosure
Dalam Tamara (2016), dampak positif self-disclosure yaitu hubungan dengan orang tua menjadi lebih dekat, dapat menjadi diri sendiri, tidak menyimpan beban dalam hati, dan mengubah cara pandang orang lain terhadap individu. Individu dapat terbuka dengan orang lain dan mendapatkan respon positif.
Dampak lain yang individu dapatkan dari self-disclosure adalah mengurangi gejala depresi saat stres dan akan mendapatkan peningkatan
kepuasan hidup (Zhang, 2017). Hal ini tidak terlepas juga karena manusia merupakan makhluk sosial yang memerlukan dan membutuhkan orang lain, termasuk ketika sedang dalam masalah maupun tekanan yang dapat menimbulkan stres (Gamayanti, 2018)
5. Emerging Adult
Subjek penelitian ini adalah laki-laki dan perempuan yang berusia 18 sampai 25 tahun di Indonesia. Usia menuju masa kedewasaan atau
emerging adulthood merupakan masa peralihan dari remaja menuju dewasa yang dimulai pada usia 18 tahun dan berakhir pada usia 25 tahun (Arnett, 2000). Masa ini dikarakteristikan dengan masa eksplorasi diri dalam hal cinta, pekerjaan, dan pandangan terhadap dunia. Individu pada masa ini juga mengalami perasaan in-between atau di antara yaitu bukan lagi sebagai anak-anak namun juga belum sepenuhnya dewasa. Selain itu, individu dalam usia menuju kedewasaan akan lebih berfokus pada dirinya serta merasa sangat positif dan optimis mengenai masa depan.
Pada masa usia menuju kedewasaan, individu akan menghabiskan paling banyak waktunya untuk menggunakan media dibanding aktvitas lain (Alloy Media & Marketing, 2009 dalam Coyne, Walker, & Howard, 2013). Pada zaman sekarang individu dihadapkan pada salah satu bentuk media terbaru yaitu media sosial. Sesuai dengan teori Using and Gratification Effect, peneliti menemukan tiga alasan utama mengapa individu pada masa ini memilih untuk menggunakan berbagai bentuk media, salah satunya media sosial (Coyne, Walker, & Howard, 2013):
a. Autonomy (Kemandirian): pada transisi menuju kedewasaan, orangtua tidak lagi mengawasi secara penuh pemilihan media oleh individu. Oleh sebab itu, masa ini paling cocok digunakan individu untuk melatih proses autonominya sehingga ia dapat bertanggung jawab secara penuh terhadap pilihannya dalam menggunakan media. b. Intimacy (Keintiman): individu pada masa menuju kedewasaan mulai membentuk hubungan pertemanan mau pun hubungan romantis di luar peran orangtua sebagai sumber kedekatan dan dukungan sosial. Oleh karena itu, individu banyak menghabiskan waktunya untuk berkomunikasi melalui media sosial atau saling berkirim pesan. Media sosial digunakan untuk terus membangun dan mempertahankan hubungan mereka dengan teman-temannya. c. Identity (Identitas): transisi menuju kedwasaan merupakan masa di
mana individu mengeksplorasi jati diri atau identitasnya. Identitas tersebut berkaitan dengan beberapa aspek kehidupan, seperti gender, seksualitas, agama, bahkan pilihan politik. Media sosial digunakan individu untuk mengekspresikan dirinya dengan menunjukkan diri melalu konten berupa foto mau pun informasi yang diunggahnya.
6. Dinamika Hubungan Antara Self-Disclosure dengan Social Support di
Instagram pada Emerging Adult
Emerging adulthood adalah transisi menuju kedewasaan dimana seorang individu bukan lagi anak-anak tetapi juga belum memasuki kedewasaan sepenuhnya. Arnett, (2000) mengatakan bahwa masa emerging
adulthood mulai dari usia 18 sampai 25 tahun. Pada masa emerging adult
ini individu menjelajahi 3 hal yaitu cinta, pekerjaan, dan persepsi terhadap masa depan. Individu akan membangun relasi-relasi baru untuk menjelajahi dalam pencarian akan jati diri dengan cara berelasi dengan orang lain.
Salah satu cara pencarian jati diri yang dilakukan individu dengan cara membuka dirinya pada orang lain. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk dari self-disclosure. Self-disclosure merupakan berbagai informasi mengenai individu yang dikomunikasikan kepada orang lain Cozby (1973). Menurut Wheeless (1976) ada 6 dimensi pada self-disclosure yaitu Intended Disclosure Factor, Amount Factor, Positive-Negative Factor, Honestly-Accuracy Factor, Control of General Depth Factor, dan
Relevance-Message Nature Factor. Individu dapat membuka diri dan mengungkapkan
apa yang ingin disampaikan kepada individu lain dengan tepat (Intended
Disclosure Factor). Individu sering mengutarakan pendapatnya,
mengekpresikan apa yang dirasakan, dan membicarakan tentang dirinya kepada individu lain (Amount Factor). Bagaimana individu menggambarkan dirinya kepada individu lain, apakah sisi positif dari diri individu atau negatif (Positive-Negative Factor). Bagaimana individu yakin dan jujur tentang apa yang individu ungkapkan pada individu lain mengenai dirinya (Honesty-Accuracy Factor). Seberapa dalam individu mengungkapkan dirinya kepada individu lain (Control of General Depth Factor). Bagaimana individu menyampaikan isi dari percakapan untuk sesuai dengan apa yang individu ingin komunikasikan pada individu lain
(Relevance-Message Nature Factor). Perilaku-perilaku ini dapat memudahkan individu untuk mendapatkan social support karena individu mengkomunikasikan informasi tentang dirinya sehingga orang lain dapat mengerti apa yang individu tersebut butuhkan. Social support adalah proses untuk memulai, berpartisipasi, dan mengembangkan interaksi antar individu Lee, Noh, Koo. (2013). Menurut Shakespeare (2011) social support
mempunyai 4 dimensi berupa receiving emotional support, giving emotional support, receiving instrumental support, dan giving instrumental support. Individu mendapatkan bantuan dari orang lain secara verbal ketika individu itu membutuhkanya (receiving emotional support). Individu memberikan dukungan kepada orang lain secara verbal ketika dia membutuhkan (giving emotional support). Individu mendapatkan dukungan dari orang lain secara material ketika individu membutuhkanya (receiving instrumental support). Individu memberikan dukungan material kepada orang lain ketika dia membutuhkanya (giving instrumental support).
Sebaliknya ketika individu memiliki kemampuan self-disclosure
rendah maka individu kurang mampu untuk sering mengutarakan pendapat yang dirasakanya kepada orang lain (intended disclosure factor). Individu kurang mampu untuk mengutarakan pendapat, mengekspresikan dirinya, dan menceritakan tentang dirinya (amount factor). Individu kurang mampu mengungkapkan sisi positif atau negatifnya (positive-negative factor). Individu kurang mampu untuk yakin dan jujur mengungkapkan tentang dirinya kepada orang lain (honesty-accuracy factor). Individu kurang
mampu untuk mengungkapkan dirinya secara dalam kepada orang lain (control of general depth factor). Individu kurang mampu untuk menyampaikan isi dari percakapan yang diutarakan untuk orang lain (relevance-message nature factor). Karena itu juga individu akan mengalami hambatan pada social support. Individu kurang mendapat dukungan dari orang lain secara verbal (receiving emotional support). Individu kurang dapat memberikan dukungan kepada orang lain secara verbal (giving emotional support). Individu kurang mendapat dukungan dari orang lain secara material (receiving material support). Individu kurang mampu untuk mendukung orang lain secara material (giving material support).
Self-disclosure 7. Skema Penelitian
Bagan Penelitian Hubungan antara Self-Disclosure dengan
Social Support di Instagram pada Emerging Adult
Self diclosure tinggi Self disclosure rendah
1. Kurang mampu membuka diri.
2. Kurang mampu mengutarakan
pendapat dan mengekspresikan perasaan.
3. Kurang mampu menggambarkan sisi positif dan negatifnya.
4. Kurang mampu jujur tentang dirinya
5. Kurang mampu mengungkapkan dirinya secara mendalam.
6. Kurang mampu menyampaikan isi percakapan.
1. Mampu membuka diri.
2. Mampu mengutarakan pendapat dan mengekspresikan perasaan. 3. Mampu menggambarkan sisi
positif dan negatifnya. 4. Mampu jujur tentang dirinya. 5. Mampu mengungkapkan dirinya
secara mendalam.
6. Mampu menyampaikan isi
percakapan
Social Support Tinggi Social Support Rendah
Emerging adult
Termotivasi untuk membuka diri, berkomunikasi, dan memberikan informasi mengenai dirinya kepada
orang lain
Kurang termotivasi untuk membuka diri, berkomunikasi, dan memberikan informasi
mengenai dirinya kepada orang lain
Sulit untuk mengungkapkan jati diri kepada orang lain
Mudah untuk mengungkapkan jati diri kepada orang lain
8. Hipotesis Penelitian
Peneliti merumuskan hipotesis bahwa terdapat hubungan yang positif antara self-disclosure dengan social support pada emerging adult
pada pengguna instagram. Hubungan positif menandakan bahwa semakin tinggi self-disclosure individu maka semakin tinggi juga social support
yang akan diterima oleh individu. Sebaliknya ketika self-disclosure semakin rendah maka individu mendapatkan social support yang semakin rendah.
24
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif. Azwar (2013) mengatakan bahwa kuantitatif adalah jenis penelitian yang menekankan analisis data pada angka yang diolah dengan metode statistika. Tujuan dari penelitian kuantitatif adalah menguji suatu teori secara objektif dengan melakukan penelitian hubungan antar variabel yang dapat diukur sehingga data yang dihasilkan dapat dianalisis secara statistika (Supratiknya, 2015). Dalam (Santoso, 2010) analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi. Korelasi melihat pola dalam satu variabel berdasarkan pola dalam variabel lain. Satu variabel memiliki kecenderungan untuk naik atau turun, kemudian melihat kecenderungan dalam variabel lain juga naik atau turun bahkan tak menentu.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian survei. Desain penelitian ini meneliti secara kuantitatif mengenai beberapa perilaku, kecenderungan atau opini sampel dari suatu populasi. Hasil dari sampel dapat digeneralisasikan menjadi hasil dari populasi (Creswell, 2014).
B. Variabel penelitian
Creswell (2014) mengatakan bahwa variabel adalah ciri khas atau atribut individu atau organisasi yang dapat diukur maupun di observasi dan
bervariasi antar individu atau organisasi yang diteliti. Dalam Supratiknya (2015), variabel independen adalah variabel yang menjelaskan variasi yang memopengaruhi atau berdampak pada variabel dependen. Variabel dependen adalah variabel yang tergantung pada variabel independen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah self-disclosure dan variabel dependen adalah social support.
C. Definisi Operasional
Variabel penelitian harus diberi batasan yaitu definisi operasional supaya tidak terjadi ambiguitas. Definisi operasional adalah variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik variabel yang dapat diamati dan diterima secara objektif ketika indikator variabel tersebut tampak (Azwar, 2013).
1. Self-Disclosure
Self-Disclosure adalah wadah individu untuk mengekspresikan diri dari pengalaman seputar tantangan, serta dampak dari pengalaman tersebut pada pekerjaan, kehidupan, dan hubungan mereka (De Choudury, M., & De, S. (2014). Self-disclosure mempunyai 6 dimensi (Wheeless, 1976) yaitu
intended disclosure factor, amount factor, positive-negative factor, honesty-accuracy factor, control of general depth factor, relevance-message factor.
Self-disclosure pada emerging adult diukur menggunakan skala self-disclosure. semakin tinggi skor pada skala self-disclosure, maka semakin tinggi tingkat self-disclosure yang dimiliki oleh emerging adult. Semakin
rendah skor pada skala self-disclosure, maka semakin rendah tingkat self-disclosure yang dimiliki emerging adult.
2. Social Support
Menurut Lee, Noh, Koo, (2013) social support adalah proses untuk memulai, berpartisipasi, dan mengembangkan interaksi sosial untuk mendapatkan keuntungan yang menyangkut keterlibatan aspek kognitif, persepsi, dan transaksional.
Social support pada emerging adult diukur menggunakan skala
social support. Semakin tinggi skor pada skala self-disclosure, maka tingkat
social support yang dimiliki emerging adult. Sebaliknya, semakin rendah skor pada skala social support, maka semakin rendah tingkat social support
pada emerging adult.
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah emerging adult yang menggunakan instagram. Emerging adult yang menggunakan
instagram berusia 18-25 tahun atau yang lahir antara tahun 1995-2002 (Arnett, 2000).
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
nonprobability sample. Nonprobability sample merupakan teknik yang tidak memberikan kesempatan yang sama pada semua populasi. Pengambilan sampel dalam nonprobability sample menggunakan teknik convenience sample, responden dipilih berdasarkan kemudahan dan ketersediaanya (Creswell, 2014)
E. Metode dan Pengumpulan Data
Metode yang digunakan peneliti dalam pengumpulan data penelitian ini adalah dengan menyebarkan skala penelitian secara online pada subjek yang sudah ditentukan. Menurut (Brislin, 1970 dalam Supratiknya 2019) Peneliti mengadaptasi alat ukur menggunakan metode back-translation, yang merupakan terjemahan dari bahasa asli ke bahasa sasaran untuk menyamakan makna dari bahasa tersebut. Skala dalam penilitian ini disusun menggunakan model likert. Skala likert merupakan skala yang digunakan untuk mengukur atribut psikologis individu atau perilaku terhadap atribut psikologis tertentu.
Terdapat dua skala dalam penelitian ini yaitu skala self-disclosure dan skala social support.
Tabel 1.
Skor Skala Likert Self-Disclosure
Skala pada penelitian in self-disclosure merupakan skala adaptasi milik Wheeless (1976) yang menggunakan tujuh respon jawaban yang tersedia yaitu Sangat Tidak Setuju Sekali (STSS); Sangat Tidak Setuju (STS); Tidak Setuju (TS); Netral (N); Setuju (S); Sangat Setuju (SS); dan Sangat Setuju Sekali (SSS). Skala likert bergerak dalam rentang 1 (STSS)
Respon Favorable Unfavorable
Sangat Setuju Sekali (SSS) 7 1
Sangat Setuju (SS) 6 2
Setuju (S) 5 3
Netral (N) 4 4
Tidak Setuju (TS) 3 5
Sangat Tidak Setuju (STS) 2 6
sampai 7 (SSS). Beberapa contoh aitem dari self-disclosure adalah “Saya membuka diri saya sesuai dengan diri saya yang sebenarnya”, “Ketika saya mengungkap perasaan tentang diri saya, saya sadar saat melakukannya”, “Saya biasanya menunjukan hal positif tentang diri saya”.
Pada pernyataan favorable, tingginya skor mengindikasikan bahwa subjek memiliki self-disclosure yang tinggi. Sebaliknya, skor rendah mengindikasikan bahwa subjek memiliki self-disclosure yang rendah.
1. Skala Self-Disclosure
Skala self-disclosure dalam penelitian ini dibuat menggunakan skala dari Wheeless (1976). Peneliti menggunakan skala tersebut karena dimensinya memiliki reliabilitas yang baik, yaitu . Skala tersebut terdiri dari 6 dimensi yaitu intended disclosure factor, amount factor, positive-negative factor, honesty-accuracy factor, control of general depth factor, relevance-message factor. Skala ini memiliki 18 pernyataan dengan 13 item favorable
dan 5 item unfavorable. Berikut adalah sebaran itemnya:
Tabel 2.
Distribusi Sebaran Item Skala Self-Disclosure
Dimensi Sebaran item Jumlah Item Bobot Favorable Unfavorable Intended Disclosure Factor 1, 2, 3 3 Amount Factor 5, 7 4, 6 4 Positive-Negative Factor 8, 9 2
Honesty-Accuracy Factor 11 10, 12, 13 4 Control of General Depth Factor 14, 15, 16 3 Relevance-Message Factor 17, 18 2 Jumlah item 13 5 18
Skala pada penelitian social support menggunakan 5 respon jawaban yang tersedia yaitu Sangat Tidak Pernah (TP); Terkadang (Tr); Lumayan Sering (LS); Sering (S); Sangat Sering (SS). Skala likert bergerak dalam rentang 1 (TP) sampai 5 (SS). Beberapa contoh aitem social support
adalah “Saya memiliki seseorang yang dapat diajak bicara tentang masalah
hidup”, “Saya ada untuk mendengarkan masalah orang lain”. “Ada seseorang yang memberi saya bantuan finansial”
Tabel 3.
Skor Skala Likert Social Support
Respon Favorable Unfavorable
Sangat Sering (SS) 5 1 Sering (S) 4 2 Lumayan sering (Ls) 3 3 Terkadang (Tr) 2 4 Tidak pernah (TP) 1 5
Pada pernyataan favorable dengan skor tinggi mingindikasikan bahwa social support memiliki tingkat yang tinggi. Sebaliknya, skor rendah mengindikasikan bahwa social support memiliki tingkat yang tinggi.
2. Skala Social Support
Skala pengambilan data yang digunakan untuk mengukur perilaku
social support dalam bentuk skala likert. Penelitian ini mengadaptasi skala
social support yang dibuat oleh Shakespeares (2011). Skala tersebut menggunakan 4 dimensi yang dimiliki social support yaitu receiving emotional support, giving emotional support, receiving instrumental support, giving instrumental support. Skala ini memiliki 21 item favorable
dan 0 item unfavorable. Berikut ini adalah sebaran itemnya:
Tabel 4.
Distribusi Sebaran Item Skala Social Support Dimensi Sebaran item Jumlah item Bobot Favorable Unfavorable Receiving Emotional Support 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 0 7 Giving Emotional Support 8, 9, 10, 11, 12, 0 5 Receiving Instrumental Support0 13, 14, 15, 16 0 4 Giving Instrumental Support 17, 18, 19, 20, 21 0 5 Jumlah item 21 0 21
F. Validitas dan Reliabilitas alat Ukur. 1. Validitas
Validitas yaitu sejauh mana akurasi suatu tes atau skala dalam menjalankan fungsi pengukurannya (Azwar, 2008). Supratiknya (2014) mengatakan uji validitas ini mengukur sejauh mana suatu tes sungguh-sungguh mengukur atribut psikologis yang hendak diukur. Penelitian ini menggunakan validitas isi yang mewakili isi dan skala yang diukur (Supratiknya, 2014). Evidensi terkait isi diperoleh melalui penilaian pakar atau ahli terhadap kesesuaian antara bagian tes dan skala yang diukur (Supratiknya, 2014). Peneliti kemudian menggunakan metode indeks validitas isi (IVI) miliki Lynn (1986, dalam Supratiknya, 2016) yang dibagi menjadi empat taraf relevansi yaitu tidak relevan (1), kurang relevan (2), agak relevan (3), dan sangat relevan (4). Nilai 1 dan 2 dikelompokkan lagi sebagai tidak relevan, sedangkan 3 dan 4 sebagai relevan. IVI tiap item = penilai yang memberikan nilai 3 dan 4 dibagi jumlah total penilai, dan disarankan nilai minimum sebesar 0,78. Informasi IVI tiap item dapat menjadi pedoman dalam mengambil beberapa tindakan terhadap masing-masing item seperti dipakai, dipakai dengan perbaikan, digugurkan, atau diganti dengan item baru (Supratiknya, 2016). Berdasarkan metode IVI, tidak terdapat pengurangan item pada skala self-disclosure dan social support.
2. Uji coba dan Seleksi item
Pengukuran uji coba dan seleksi menggunakan koefisien korelasi item total yang dihasilkan melalui seleksi item yang bertujuan untuk memilih item yang sama dengan yang diukur secara keseluruhan dengan melakukan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor item dengan distribusi skor skala itu sendiri (Azwar, 2008). Peneliti menggunakan batasan koefisien korelasi item total yang ditetapkan oleh Azwar (2008) sebagai syarat terpilihnya item yaitu lebih besar dari 0,25 ( ≥ 0,25).
3. Reliabilitas
Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu proses pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2008). Pengukuran reliabilitas melalui pendekatan konsistensi internal yang diperoleh melalui pengenaan satu tes kepada sekelompok individu sebagai subjek menggunakan teknik analisis Alpha Cronbach. Metode pendekatan ini mempunyai nilai praktis dan efisien yang tinggi. Koefisien reliabilitas berkisar dari 0,0 sampai dengan 1,0, semakin mendekati 1,0 menandakan bahwa adanya konsistensi yang mendekati sempurna pada hasil ukur (Azwar, 2008), dengan skor koefisien minimal sebesar 0,70 (Supratiknya, 2014).
Tabel 5.
Koefisien Reliabilitas Data Try Out
NO Variabel Koefisien reliabilitas Jumlah item
1 Self-disclosure 0,750 12
Koefisien Reliabilitas Data Penelitian
NO Variabel Koefisien reliabilitas Jumlah item
1 Self-disclosure 0,517 12
2 Social support 0,894 21
Diketahui bahwa uji reliabilitas pada skala try out self-disclosure
memperoleh skor koefisien Alpha Cronbach yang tinggi yaitu 0,750. Pada skala try out social support juga memperoleh skor koefisien Alpha Cronbach yang tinggi yaitu 0,949.
Setelah melakukan pengambilan data untuk uji reliabilitas pada skala penelitian self-disclosure memperoleh skor koefisien Alpha Cronbach
yang rendah yaitu 0,517. Sedangkan pada skala penelitian social support
memperoleh skor koefisien Alpha Cronbach yang tinggi yaitu 0,894.
4. Analisis Data a. Uji Asumsi
i. Uji Normalitas
Menurut Santoso (2010), uji normalitas adalah uji yang digunakan untuk mengecek apakah data penelitian berasal dari populasi yang sebaranya normal. Data dapat dikatakan normal apabila p (sig.) lebih besar 0,05 (p> 0,05).
ii. Uji Linearitas
Menurut Santoso (2010), uji linearitas adalah uji yang dilakukan untuk menyatakan apakah hubungan antar variabel yang akan di analisis itu mengikuti garis lurus. Peningkatan atau
penurunan suatu variabel akan diikuti secara linear oleh variabel lainya, baik itu meningkat atau menurun. Data dikatakan linear jika p (sig.) dalam kolom linearity kurang dari 0,05 (p < 0,05).
b. Uji hipotesis
Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis korelasi. Santoso (2010) mengatakan bahwa teknik korelasi adalah teknik analisis yamg melihat kecenderungan pola dalam satu variabel berdasarkan pola variabel lain. Teknik analisis korelasi digunakan untuk melihatb hubungan antara self-disclosure dan social support pada emerging adult yang menggunakan instagram. Jika asumsi terpenuhi maka koefisien korelasi yang digunakan pada penelitian ini adalah milik pearson, apalbila tidak terpenuhi maka menggunakan koefisien korelasi milik Spearman.
H0: tidak terdapat hubungan antara self-disclosure dengan
social support melalui instagram pada emerging adult.
H1 : Terdapat hubungan antara self-disclosure dengan social support melalui instagram pada emerging adult.
35
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tangggal 7 November 2020 hingga 9 November 2020. Data penelitian ini diperoleh dengan menyebarkan kuisioner secara online kepada subjek yaitu emerging adult yang menggunakan instagram
dengan rentang usia 19-25 tahun. Peneliti juga menyebar kuisioner melalui media sosial seperti Instagram, WhatsApp, dan Twitter. Peneliti mendapat 307 responden mengisi kuisioner tersebut.
B. Demografi Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini memiliki kriteria yaitu seseorang berusia 18-25 tahun. Emerging adult merupakan generasi dengan pada rentang usia 18-25 tahun (Arnett, 2000). Berikut adalah data demografik subjek:
Tabel 6.
Data Subjek menurut Usia
Usia Jumlah Subjek
19 - 22 130
23 – 25 159
Total 263
C. Deskripsi Data Penelitian
Berdasarkan data penelitian tersebut, didapat hasil mean empirik sebagai berikut:
1. Self-disclosure Jumlah item : 12 Nilai minimum : 12 x 1 = 12 Nilai maksimal : 12 x 7 = 84 Rentang nilai : 12 – 84 Jarak : 12 + 84 = 96 Mean teoritik :(𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙+𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙) 2 = (12+84) 2 = 48 2. Social support Jumlah item : 21 Nilai minimum : 21 x 1 = 21 Nilai maksimal : 21 x 5 = 105 Rentang nilai : 21 – 105 Jarak : 21 + 105 = 126 Mean teoritik : (𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙+𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙) 2 = 21+105 2 = 73,5 Tabel 7.
Deskripsi Data Penelitian
Variabel N Min Max Mean Teoritik Mean Empirik Std. Deviation Sig. Self-disclosure 263 12 84 48 52,59 5,876 0,000 Social support 263 21 105 73,5 79,79 10,613 0,000
Hasil uji t pada tabel self-disclosure mempunyai nilai signifikasi sebesar 0,000 yang menujukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara mean empirik dan teoritik. Nilai mean teoritik pada self-disclosure
yaitu sebesar 48, sedangkan mean empirik sebesar 52,59 (SD = 5,876). Berdasarkan data tersebut nilai mean teoritik lebih kecil dibanding dengan
nilai mean empirik, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat self-disclosure
subjek penelitian ini tinggi.
Hasil uji t pada tabel social support mempunyai nilai signifikasi sebesar 0,000 yang menujukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara mean empirik dan teoritik. Nilai mean teoritik pada social support
yaitu sebesar 73,5, sedangkan mean empirik sebesar 79,79 (SD = 10,613). Berdasarkan data tersebut nilai mean teoritik lebih kecil dibanding dengan nilai mean empirik, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat social support
subjek penelitian ini tinggi.
D. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Menurut Santoso (2010), uji Normalitas dalam penelitian ini menggunakan analisis dari Kolmogorov-Smirnov. Data dapat dikatakan normal (distribusi normal) bila p lebih besar daripada 0,05 (p > 0,05).
Tabel 8.
Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov
Variabel Signifikansi Keterangan
Self-disclosure 0,020 Tidak normal
Social support 0,000 Tidak normal
Berdasarkan tabel diatas, diketahui nilai p pada variabel self-disclosure sebesar 0,020 dan pada variabel social support sebesar 0,000. Variabel self-disclosure dan social support dapat dikatakan memiliki
distribusi data yang tidak normal karena nilai p keduanya lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05)
b. Uji Linearitas
Uji linearitas adalah uji yang dilakukan untuk menyatakan apakah hubungan antar variabel yang hendak dianalisis itu mengikuti garis lurus. Peningkatan atau penurunan suatu variabel akan diikuti secara linear oleh variabel lainnya, baik itu meningkat atau menurun. Data dapat dikatakan linear bila p dalam kolom linearity kurang dari 0,05 (Santoso, 2010). Penelitian ini menggunakan bantuan SPSS dalam mengukur linearitas, berikut ini hasil uji normalitasnya:
Tabel 9.
Skor Linearitas Self-disclosure dan Social Support
Sum of Squares Df Mean Square F Sig Social support Between (Combined) 9150,820 30 305,027 3,476 ,000 Self-disclosure Groups Linearity 5976,235 1 5976,235 68,094 ,000 Deviation 3174,584 29 109,468 1,247 ,188 From Linearity Within Groups 20361,256 232 87,764 Total 29512,076 232
Berdasarkan hasil uji linearitas terdapat pada tabel 10, dapat diliat nilai p dalam kolom linearity sebesar 0,000. Hal ini menunjukan bahwa hubungan antar variabel bersifat linear karena nilai p kurang dari 0,05 (p < 0,005).
2. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis korelasi Spearman. Penelitian ini menggunakan teknik korelasi milik Spearman karena distribusi data tidak normal yaitu dibawah 0,05 (p < 0,05). Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara self-disclosure dengan social support pada emerging adult pengguna Instagram. Hubungan yang positif menandakan bahwa semakin tinggi tingkat self-disclosure seseorang maka semakin tinggi social support pada emerging adult pengguna instagram. Sebaliknya, semakin rendah tingkat self-disclosure seseorang maka semakin rendah social support pada emerging adult pengguna instagram. Berikut ini adalah hasil uji hipotesis menggunakan SPSS:
Tabel 10.
Skor Korelasi antara Self-disclosure dan Social support
Self-disclosure Social support Spearman’s rho Self-disclosure Correlation Coefificient 1,000 ,431 Sig (1-tailed) ,000 N 263 263 Social support Correlation Coefficient ,431 1,000 Sig (1-tailed) ,000 N 263 263
Menurut tabel 11, hasil uji hipotesis Spearman’s rho antara Self-disclosure dan Social support sebesar 0,431 dan nilai signifikansi (1 tailed)
positif antara Self-disclosure dan Social support pada Emerging adult
pengguna instagram. Hasil ini sesuai dengan hipotesis penelitian, maka hipotesisi dalam penelitian ini diterima.
3. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara self-disclosure dan social support pada emerging adult
yang menggunakan instagram (r=0,431, p=0,000). Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi self-disclosure pada emerging adult yang menggunakan instagram, maka semakin tinggi social support yang dimiliki oleh emerging adult yang menggunakan instagram. Demikian juga sebaliknya, semakin rendah self-disclosure pada emerging adult yang menggunakan instagram, maka semakin rendah juga social support pada
emerging adult pada pengguna instagram.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat korelasi antara self-disclosure dan social support. Hal tersebut ditunjukan dengan adanya aitem pada self-disclosure yang mendukung social support. Aitem pada
self-disclosure menyangkut 6 dimensi yaitu, intended disclosure factor, amount factor, positive-negative factor, honesty-accuracy factor, control of general depth factor, relevance-message factor (Wheeless, 1976). Berikut beberapa contoh self-disclosure mendukung social support.
Intended disclosure factor mendukung adanya receiving emotional support
dan receiving instrumental support, dengan individu membuka diri dan mengungkapkan perasaanya membantu orang lain untuk memahami
dirinya dan dapat memberikan emotional support dan instrumental support
kepada individu tersebut. Hal ini membuat individu bisa membuka diri dengan orang lain secara lebih baik dan efektif. Sesuai dengan dimensi pada skala social support yaitu receiving emotional support, giving emotional support, receiving instrumental support, dan giving instrumental support (shakespaere, 2011). Individu membuka diri pada orang lain akan memberikan rasa percaya diri dan membantu individu untuk menjalin komunikasi. Individu lebih dapat mengungkapkan perasaan dan mengungkapkan pendapatnya untuk mendapatkan dukungan. Hal ini memberikan pengaruh yang positif kepada seorang individu untuk menjalin relasi dengan orang lain. Hal-hal tersebut menguatkan dimensi-dimensi pada social support, sesuai dengan Shakespeare (2011), bahwa mendapat dukungan dari orang lain secara emosional atau instrumental berdampak positif pada seorang individu dan mudah terjadi ketika individu dapat secara jelas mengutarakan perasaanya.
Hal tersebut sejalan dengan Nurullah (2012) yang mengatakan bahwa relasi antar individu membantu adanya social support yang bagus. Seorang individu akan mengalami kontak dengan orang lain, pada emerging adult ini individu sedang dalam tahap pencarian jati diri dan eksplorasi pada dunia di sekitarnya (Arnett, 2000). Maka individu disini akan banyak memiliki peluang untuk bisa berelasi dengan orang lain, dengan kata lain individu akan melakukan self-discolsure dan social support. Semakin baik
yang didapatkan oleh individu tersebut. Hal ini menyangkut intended disclosure factor, amount factor, positive-negative factor, honesty-accuracy factor, control of general depth factor, relevance-message factor
(Wheeless, 1976).
Pada penghitungan skala self-disclosure memiliki mean empirik sebesar 52,59, sedangkan nilai mean teoritik sebesar 48 dengan signifikasi 0,000. Hal tersebut menunjukan bahwa nilai mean teoritik lebih kecil dibandingkan nilai mean empirik. Maka dapat disimpulkan bahwa tingkat
self-disclosure pada subjek penelitian ini tinggi. Hal itu sesuai dengan teori Bazarova (2014), bahwa di instagram individu terbiasa untuk melakukan
self-disclosure dengan orang lain melalui fitur-fitur yang tersedia. Orang dengan self-disclosure yang tinggi akan dapat menyampaikan pesan yang ingin disampaikan dengan lebih jelas, maka ketika meminta pertolongan maupun berkeluh kesah akan lebih banyak orang yang ingin membantu (Andalibi, 2017).
Pada hasil perhitungan skala social support memiliki mean empirik sebesar 79,79, sedangkan nilai mean teoritik sebesar 73,5. Berdasarkan data tersebut menggunakan nilai signifikasi 0,000 dan menunjukan bahwa mean teoritik lebih kecil secara signifikan dibanding dengan nilai mean empirik. Maka dapat disimpulkan bahwa tingkat social support pada subjek penelitian ini tinggi. Hal tersebut menunjukan bahwa individu dengan tingkat social support tinggi akan lebih bahagia karena individu menerima bantuan dari orang lain ketika dalam situasi terdesak atau stress (Lin, 2002).