• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS SUMATERA UTARA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA (STUDI DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II B KOTA LANGSA)

JURNAL

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

KRISTINA SITANGGANG NIM : 100200323

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014

(2)

PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA (STUDI DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II B KOTA LANGSA)

JURNAL

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

KRISTINA SITANGGANG NIM : 100200323

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Pidana

Dr. M. Hamdan, SH., M.H NIP 195703261986011001 EDITOR : Prof. Dr. Suwarto, SH.,MH 197503072002122002 FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

ABSTRAK

Kristina Sitanggang* Prof. Dr. Suwarto, SH, MH **

Dr. Marlina, SH, M.Hum ***

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa sebagai salah satu sub sistem peradilan pidana berdasarkan UU No. 12 Tahun 1995 ikut berperan dalam proses penanggulangan kejahatan yang terjadi di masyarakat dengan cara memberikan pembinaan terhadap narapidana, melakukan pengayoman, dan membimbing narapidana. Gambaran mengenai Lembaga pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa sebagai salah satu sub sistem peradilan pidana terpadu yang berperan dalam proses pembinaan terhadap narapidana tidak sesuai atau tidak sejalan dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Secara umum jumlah penghuni di lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa telah melebihi daya tampung atau overcapacity, tidak adanya pengkhususan lembaga pemasyarakatan seperti lembaga pemasyarakatan khusus wanita, lembaga pemasyarakatan khusus anak atau lembaga pemasyarakatan khusus narkotika.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bersifat menemukan fakta-fakta seadanya (fact finding). Dalam melakukan langkah-langkah penelitian deskriptif tersebut perlu diterapkan pendekatan masalah sehingga masalah yang akan dikaji menjadi lebih jelas dan tegas. Pendekatan masalah tersebut dilakukan melalui cara Yuridis Normatif dan Yuridis Empiris. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian studi kepustakaan (library research), untuk memperoleh data primer, data ini diperoleh dengan menggunakan teknik wawancara dan menggunakan teknik sampel (sampling).

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang proses pembinaan warga binaan pemasyarakatan diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999, serta Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M. 02-PK.04.10 Tahun 1990. Proses pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa dilakukan sebagian besar sesuai dengan apa yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang proses pembinaan warga binaan pemasyarakatan. Proses pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan dilakukan dengan memperhatikan hak-hak yang dimiliki oleh setiap narapidana dan prinsip-prinsip pemasyarakatan yang sesuai dengan Pancasila dan memperhatikan Hak Asasi Manusia yang dimiliki oleh tiap-tiap warga binaan pemasyarakatan.

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Pembimbing I

(4)

1 A. PENDAHULUAN

Kejahatan atau tindak kriminal merupakan salah satu bentuk dari “perilaku menyimpang” yang selalu ada dan melekat pada tiap bentuk masyarakat, tidak ada masyarakat yang sepi dari kejahatan. Menurut Saparinah Sadli, perilaku menyimpang itu merupakan suatu ancaman yang nyata atau ancaman terhadap norma-norma sosial yang mendasari kehidupan atau keteraturan sosial, dapat menimbulkan ketegangan individual maupun ketegangan-ketegangan sosial dan merupakan ancaman riil atau potensiil bagi berlangsungnya ketertiban sosial. Dengan demikian, kejahatan di samping merupakan masalah kemanusiaan, kejahatan juga merupakan masalah sosial. Menurut Benedict S. Alper merupakan

“the oldest social problem”1

Sistem peradilan pidana atau Criminal Justice System merupakan sebagai suatu sistem dalam masyarakat untuk menanggulangi kejahatan agar kejahatan yang terjadi di lingkungan masyarakat berada dalam batas-batas toleransi masyarakat. Selain itu, sistem peradilan pidana mempunyai tugas, yaitu mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan, menyelesaikan kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat menjadi puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan pelaku kejahatan telah dipidana dan berusaha agar masyarakat yang pernah melakukan kejahatan itu tidak mengulangi perbuatannya lagi.2

Sebagai suatu sistem, sistem peradilan pidana mempunyai komponen-komponen penyelenggara, diantaranya kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan, yang kesemuanya akan saling terkait dan diharapkan adanya suatu kerjasama yang terintegrasi. Sistem peradilan pidana dapat dilihat dari berbagai perspektif, antara lain Polisi, Jaksa, Hakim, Tersangka/Terdakwa atau Narapidana dan korban kejahatan.3

Lembaga pemasyarakatan sebagai salah satu sub sistem peradilan pidana terpadu ikut berperan dalam proses penanggulangan kejahatan yang terjadi di masyarakat, dengan cara memberikan pembinaan terhadap narapidana, melakukan pengayoman, dan membimbing narapidana. Supaya narapidana tersebut menyadari kesalahannya dan tidak akan mengulangi lagi kejahatan yang pernah dilakukannya, dapat berperan lebih aktif dan kreatif dalam lingkungan masyarakat, bangsa dan negara, mampu mendekatkan diri kepada Tuhan yang Maha Esa dan mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat dan taat kepada hukum yang berlaku di masyarakat.

Kedudukan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa yang merupakan salah satu unit pelaksanaan dalam mengayomi serta memasyarakatkan warga binaan pemasyarakatan yang berkedudukan di Kota Langsa dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Langsa yang sangat diharapkan peran sertanya di dalam mengayomi serta memasyarakatkan warga binaan yang merupakan salah satu sumber daya manusia sesuai dengan program pemerintah. Selaras dengan

1

Teguh Prasetyo, Kriminalisasi Dalam Hukum Pidana, (Bandung : Cetakan Kedua, Nusa Media, Ujungberung, 2011) hlm 20.

2

Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana Kajian Kebijakan

Kriminalisasi dan Dekriminalisasi, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005), hlm 116.

3

(5)

2

perkembangan sistem pembinaan narapidana tersebut bahwa lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa masih menggunakan pola “Top Down

Approch”, dimana pelaksanaan pembinaan sepenuhnya masih sesuai dengan

kebijakan yang ditentukan oleh pembuat kebijakan tanpa memperhatikan apa yang menjadi tuntutan isi dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, bahwa pada hakikatnya warga binaan pemasyarakatan harus diperlakukan secara baik dan manusiawi atau tidak diperkenankan terhadap warga binaan diperlakukan secara sewenang-wenang yang melanggar harkat dan martabat kemanusiaan.

Gambaran mengenai Lembaga pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa sebagai salah satu sub sistem peradilan pidana terpadu yang berperan dalam proses pembinaan terhadap narapidana tidak sesuai atau tidak sejalan dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Secara umum jumlah penghuni di lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa telah melebihi daya tampung atau overcapacity, tidak adanya pengkhususan lembaga pemasyarakatan seperti lembaga pemasyarakatan khusus wanita, lembaga pemasyarakatan khusus anak atau lembaga pemasyarakatan khsusus narkotika hal ini sangat berpengaruh sekali dalam pelaksanaan proses pembinaan yang di dalamnya sangat berkaitan erat dengan perlindungan terhadap hak-hak narapidana, hak-hak dari narapidana yang belum dapat diberikan sesuai dengan hak narapidana di lembaga pemasyarakatan, bangunan lembaga pemasyarakatan yang tidak sebanding dengan jumlah atau kapasitas penghuninya, yang mana dalam lembaga pemasyarakatan tersebut juga masih kekurangan sarana dan prasarana pendukung dalam proses pembinaan narapidana, jumlah petugas atau pegawai pemasyarakatan yang tidak sebanding dengan jumlah atau kapasitas penghuni narapidana, jumlah petugas keamanan yang masih sangat minim dibanding dengan jumlah atau kapasitas penghuni narapidana, masih adanya terjadinya praktek penyuapan antara narapidana dan petugas kemanan dan Tamping di Lembaga Pemasyarakatan, dan berdasarkan hasil penelitian di Lapas tersebut setiap tahunnya ada narapidana yang berhasil melarikan diri dari lembaga pemasyarakatan tersebut.4

B. PERMASALAHAN

Adapun yang menjadi pokok permasalahan sehubungan dengan judul skripsi ini adalah :

1) Bagaimana pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana di lembaga pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa ?

2) Bagaimana hambatan dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana di Lembaga pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa ?

3) Bagaimana upaya yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa dalam mengatasi hambatan pembinaan narapidana ?

C. METODE PENELITIAN 1. Metode Pendekatan

4

Penelitian Pendahuluan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 28 Februari 2014.

(6)

3

Adapun dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian dan pembahasan yang didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan serta melakukan survey kelapangan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Langsa, dan objek penelitian ini adalah pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa, dengan pertimbangan bahwa lembaga ini memenuhi kriteria untuk mendapatkan gambaran tentang pembinaan terhadap narapidana berdasarkan aturan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan dan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa yang masih berada dalam Lingkungan Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang berkenaan dengan bidang penegakan hukum sub bidang pemasyarakatan.

3. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah : a. Data Primer

Data yang diperoleh secara langsung dari informan yang berhubungan dengan permasalahan yang dikaji tentang Pembinaan terhadap Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa. Informan tersebut meliputi : Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa, Pegawai pemasyarakatan, Narapidana, Hakim Pengawas dan Pengamat di Pengadilan Negeri Kota Langsa, Mantan Narapidana dan masyarakat.

b. Data Sekunder

Data kepustakaan yang mendukung data primer yang merupakan pedoman dalam melanjutkan penelitian terhadap data primer yang ada dilapangan. Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan yaitu dengan melakukan pengumpulan data dari berbagai sumber dan literatur yang berkaitan dengan pembinaan terhadap narapidana di Lapas.

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Untuk Data Primer dilakukan dengan cara Wawancara dan Penarikan Sampel (Sampling)

Wawancara merupakan situasi peran antar pribadi bertatap muka (face

to face), ketika seseorang, yakni pewawancara mengajukan

pertanyaan-pertanyaan kepada seseorang responden dimana pertanyaan-pertanyaan itu dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian.5 Tipe wawancara yang dilakukan dalam penulisan ini melalui wawancara berencana (standardized interview) yaitu suatu wawancara yang disertai dengan suatu daftar pertanyaan yang disusun sebelumnya. Selain wawancara (interview) juga dilakukan penarikan sampel (sampling).

Sampling merupakan salah satu langkah yang penting dalam penelitian karena

5

Fred N. Kerlinger, Asas-Asas Penelitian Behavourial, (Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1996), hlm 770.

(7)

4

sampling menentukan validitas eksternal dari suatu hasil penelitian, dalam arti menentukan seberapa besar atau sejauh mana keberlakuan generalisasi hasil penelitian tersebut.6 Penarikan sampel (sampling) yang dilakukan dalam penulisan ini ialah populasi atau seluruh narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa yang berjumlah 271 narapidana yang terdiri dari laki-laki sebanyak 251 orang, perempuan 14 orang, dan narapidana anak 6 orang. Penarikan sampel yang digunakan adalah Simple

Random Sampling, yaitu intinya bahwa setiap orang atau unit dalam populasi

mendapatkan kesempatan yang sama untuk terpilih dalam sampel.7 Di lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa terdapat 271 Narapidana, dan peneliti akan mengadakan penelitian terhadap 6 masing-masing narapidana.

b. Untuk data sekunder dilakukan dengan cara studi pustaka

Studi pustakan adalah mencari data tersedia yang pernah ditulis peneliti sebelumnya dimana ada hubungan dengan masalah yang akan dipecahkan dan informasi lain yang bersifat umum.8 Studi pustaka ini dilakukan dengan mengumpulkan data melalui penelusuran bahan pustaka yang dipelajari dan dikutip dari data sumber yang ada, berupa catatan literatur yang berhubungan dengan pembinaan narapidana di Lapas.

5. Analisis Data

Teknik analisa data ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif yaitu menggambarkan secara lengkap kualitas dari data-data yang telah dikumpulkan dan telah diolah, selanjutnya dibuat kesimpulan. Data yang telah diperoleh melalui studi lapangan (wawancara) dan studi pustaka dikualifikasikan dan diurutkan ke dalam pola, kategori dan suatu uraian dasar. Keseluruhan data akan diuraikan secara deskriptif yang kemudian akan dianalisa secara kualitatif.

D. HASIL PENELITIAN

D.1. Proses Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemassyarakatan Kelas II B Kota Langsa

Pembinaan yang diterapkan di lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa mencakup pembinaan kepribadian (mental dan spritual) serta pembinaan kemandirian. Pembinaan kepribadian diarahkan pada pembinaan mental dan watak agar warga binaan pemasyarakatan menjadi manusia seutuhnya, bertakwa dan bertanggung jawab kepada diri sendiri, keluarga dan masyarakat. pembinaan kemandirian diarahkan pada pembinaan bakat dan keterampilan agar warga binaan pemasyarakatan dapat kembali berperan sebagai anggota masyarakat

6

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002), hlm 105. hlm 118. 7 Ibid, hlm 29. 8 Ibid, hlm. 55

(8)

5

yang bebas dan bertanggung jawab. Dua pola pembinaan tersebut merupakan realisasi dari Pasal 14 dan 15 UU No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Bila melihat pembinaan yang sesungguhnya, yaitu berdasarkan ketentuan Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, dinyatakan bahwa pembinaan warga binaan pemasyarakatan (narapidana) dilakukan di lembaga pemasyarakatan. Ada dua proses pembinaan yang dilakukan di lembaga pemasyarakatan, diantaranya secara internal (di dalam lembaga pemasyarakatan) dan secara eksternal (di luar lembaga pemasyarakatan).

1. Pembinaan di dalam Lembaga Pemasyarakatan (internal)

Pembinaan yang diterapkan di dalam lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa ini mencakup pembinaan kepribadian (mental dan spritual) serta pembinaan kemandirian. Adapun target yang hendak dicapai dari pembinaan ini ialah agar narapidana menjadi insaf atau menyadari akan kesalahannya dan supaya narapidana tidak mengulangi lagi perbuatannya dan setelah selesai menjalani hukuman di lapas narapidana memiliki keterampilan dan dapat lebih berguna bagi keluarga dan masyarakat sekitar.9

a. Pembinaan kepribadian

Pembinaan kepribadian selama waktu tertentu, agar narapidana dikemudian hari tidak melakukan kejahatan lagi dan taat terhadap terhadap hukum yang berlaku di dalam masyarakat. pembinaan narapidana dipengaruhi masyarakat luar yang menerima narapidana menjadi anggotanya. Arah pembinaan bertujuan membina pribadi narapidana agar jangan sampai mengulangi kejahatan dalam menaati peraturan hukum, membina hubungan antara narapidana dengan masyarakat luar, agar dapat berdiri sendiri dan dapat menjadi anggotanya.10 Adapun yang menjadi pembinaan kepribadian ini yaitu : 1) Pembinaan Kesadaran Beragama

Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang menyatakan bahwa setiap Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan wajib mengikuti program pendidikan dan bimbingan agama sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Usaha ini dilakukan agar narapidana dan anak didik pemasyarakatan menjauhkan dari tindakan tidak terpuji, dan tindakan melanggar hukum oleh sebab itu, pendidikan agama di lembaga pemasyarakatan sangat penting sekali, terutama dalam menggugah kesadaran beragama bagi narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Pendalaman ajaran agama, harus disertai dengan praktek-praktek keagamaan yang diwajibkan oleh agama yang dianutnya. Kehidupan beragama bagi narapidana dan anak didik pemasyarakatan, haruslah mewarnai kehidupan di dalam lembaga pemasyarakatan, karena kehidupan beragama akan menggugah narapidana yang lain untuk ikut serta memperdalam ajaran agama yang dianutnya. Kewajiban untuk menjalankan ajaran agama yang dianutnya selama menjalani

9

Wawancara dengan Bapak Effendi, SH, Kasi Bimbingan dan Kegiatan Kerja Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa, pada tanggal 03 Maret 2014.

10

Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan, (Bandung : Refika Aditama, 2012), hlm. 155.

(9)

6

pidana, akan sangat berguna sekali bagi narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Menurut Bapak Effendi, penerapan pembinaan tersebut dilakukan dengan cara-cara antara lain : untuk narapidana dan anak didik pemasyarakatan yang beragama islam yaitu dengan cara pengajian dan siraman rohani. Jadwal kegiatan tersebut dilakukan setiap hari senin sampai hari jumat. Pembinaan kesadaran beragama ini Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa mengadakan hubungan kerja sama dengan Dinas Syariat Islam dan Departemen Agama di Kota Langsa.

2) Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara

Usaha ini dilaksanakan melalui pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila termasuk menyadarkan para narapidana dan anak didik pemasyarakatan agar dapat menjadi warga negara yang baik dan dapat berbakti kepada bangsa dan negaranya. Berdasarkan hasil wawancara dengan Effendi penerapan pembinaan tersebut dilakukan dengan cara-cara, yaitu dilakukannya upacara bendera setiap proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus dan pada hari Lembaga Pemasyarakatan. Setiap warga negara termasuk narapidana harus memahami pengertian kesadaran berbangsa dan bernegara secara benar sehingga mampu menerapaknnya dalam kehidupan di masyarakat.11

3) Pembinaan kemampuan intelektual

Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dinyatakan bahwa setiap Lapas wajib melaksanakan kegiatan pendidikan dan pengajaran bagi Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan dan berdasarkan Pasal 10 Ayat (1) dan Ayat (2) yang menyatakan bahwa setiap Lapas wajib disediakan petugas pendidikan dan pengajaran dan dalam melaksanakan pendidikan dan pengajaran, Kepala Lapas dapat bekerjasama dengan instansi Pemerintah yang lingkup tugasnya meliputi bidang pendidikan dan kebudayaan, dan atau badan-badan kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan dan pengajaran. Amanat Pasal dalam Peraturan Pemerintah tersebut tidak demikian halnya yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa, berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Effendi bahwa pembinaan kemampuan intelektual di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa hanya berjalan di bidang pendidikan non formal, seperti kegiatan-kegiatan ceramah umum dan membuka kesempatan bagi narapidana dan anak didik pemasyarakatan untuk membaca buku yang tersedia di perpustakaan Lapas dan memperoleh informasi yang seluas-luasnya dari luar, misalnya dengan membaca koran atau majalah, dan sebagainya.12

4) Pembinaan kesadaran hukum

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Effendi yang menyatakan bahwa pembinaan kesadaran hukum ini dilakukan dengan mengadakan kerjasama dengan pihak Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Langsa untuk memberikan penyuluhan hukum tentang bahaya akibat penyalahgunaan

11

Ibid.

12

Wawancara dengan Bapak Effendi, SH, Kasi Bimbingan dan Kegiatan Kerja Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa, pada tanggal 03 Maret 2014.

(10)

7

Narkotika dan obat-obat terlarang lainnya dan mengadakan kerjasama dengan pihak Polresta Kota Langsa yang memberikan penyuluhan hukum secara umum kepada narapidana.13 Pembinaan kesadaran hukum yang berjalan di lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa tidaklah berjalan dengan lancar dikarenakan warga binaan pemasyarakatan (Narapidana) tidak banyak yang berminat dalam mengikuti proses pembinaan kesadaran hukum.14

5) Pembinaan Jasmani

Bentuk pembinaan jasmani dilaksanakan melalui beberapa cabang olahraga, diantaranya bagi narapidana dewasa dilaksanakan dengan : sepak bola dilakukan pada setiap hari (sore), badmintoon dilakukan pada hari senin dan rabu, tenis meja dilakukan pada hari selasa dan kamis, volley ball dilakukan pada hari jumat, sabtu dan minggu. Bagi anak didik pemasyarakatan dilaksanakan dengan cabang olahraga seperti sepak bola dilakukan pada hari senin sampai hari kamis, sedangkan cabang olahraga volley dilakukan pada hari jumat sampai hari minggu. Bagi narapidana wanita tidak ada dilakukan pembinaan jasmani dengan melakukan senam atau olahraga. Pembinaan jasmani di lembaga pemasyarakatan juga mengadakan pertandingan olahraga yang dilakukan antar kamar sesama narapidana.

b. Pembinaan Kemandirian

Menurut Bapak Ramli selaku Kepala Sub Seksi Kegiatan Kerja bahwa pembinaan kemandirian adalah sebagai bekal narapidana agar bisa hidup mandiri (minimal bisa menghidupi dirinya sendiri dan keluarga) dan mampu menciptakan lapangan kerja ketika selesai menjalani masa pidananya. Pembinaan kemandirian diberikan melalui program-program, yaitu :15

Bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa diadakan pembagian bimbingan kerja diantaranya bagi narapidana wanita membuat kerajinan dompet, membuat kotak tisu. Bagi narapidana laki-laki dengan bimbingan kerja di bengkel las dan bimbingan kerja di bidang kerajinan kayu (membuat kursi, lemari dan meja), membuat sangkar burung dan asbak rokok, membuat tudung saji. Bagi anak didik pemasyarakatan membuat kerajian kayu seperti membuat sangkar burung. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu narapidana wanita yang menyatakan bahwa kurangnya bimbingan kerja yang diterima di Lapas, dikarenakan narapidana wanita terkendala dana dalam membeli perlengkapan untuk membuat alat-alat keterampilan, narapidana wanita banyak yang kurang kreatif dalam menghasilkan keterampilan, rendahnya minat atau keinginan dari narapidana wanita dalam membuat keterampilan, tidak adanya dorongan atau motivasi bimbingan kerja kepada narapidana wanita dari pembina.16 Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu anak didik pemasyarakatan yang menyatakan bahwa 13 Ibid. 14 Ibid. 15

Wawancara dengan Bapak Ramli Kepala Sub Seksi Kegiatan Kerja Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa, pada tanggal 03 Maret 2014.

16

Wawancara dengan Ibu Zuliana Narapidana Wanita dengan Klasifikasi Tindak Pidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 03 Maret 2014.

(11)

8

kurangnya bimbingan kerja yang diterima anak didik selama di Lapas, hal ini dikarenakan rendahnya minat anak didik untuk mengikuti bimbingan kerja, lembaga pemasyarakatan sendiri jarang untuk memberikan program bimbingan kerja kepada anak didik.17 Berdasarkan hasil wawancara dengan narapidana yang menyatakan bahwa bimbingan kerja yang diterapkan di Lapas sudah cukup baik, hanya saja banyak diantara narapidana yang tidak mengikuti proses bimbingan kerja tersebut, keterbatasan jumlah dan kualitas bahan baku yang nantinya akan diolah oleh narapidana di bengkel kerja. Berdasarkan hasil wawancara dengan narapidana bahwa seringkali bahan yang dipakai untuk kegiatan kerja adalah bahan yang tidak layak pakai, seperti kayu yang akan dipakai untuk membuat kusen atau meja berasal dari kayu dengan kualitas biasa dan seadanya, bahkan narapidana juga pernah membuat barang dengan bahan baku bekas atau sudah mulai rusak yang layaknya sebagai sisa-sisa pertukangan, tidak adanya tempat untuk memasarkan hasil-hasil karya yang dihasilkan narapidana, banyak hasil karya dari narapidana yang tidak menghasilkan uang sehingga hal ini membuat minat dari narapidana semakin rendah.18

2. Pembinaan di luar Lembaga Pemasyarakatan (eksternal)

Menurut Bapak Effendi bahwa tujuan pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan supaya narapidana dan anak didik pemasyarakatan dapat berintegrasi dengan baik di lingkungan masyarakat, yang mana hal ini sesuai dengan konsep pemasyarakatan yaitu bahwa narapidana dan anak didik pemasyarakatan tidak boleh diasingkan dari kehidupan masyarakat. Pembinaan secara eksternal yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan disebut Pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas, yaitu proses pembinaan narapidana yang telah memenuhi syarat-syarat pengawasannya dilaksanakan oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas), karena Bapas merupakan suatu pranata untuk melaksanakan bimbingan klien pemasyarakatan (Pasal 1 Angka 4 undang-undang pemasyarakatan).19 Narapidana atau anak didik pemasyarakatan dapat diberikan pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas apabila telah memenuhi persyaratan substantif dan administratif. Berdasarkan Pasal 6 Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.2.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang syarat dan tata cara pelaksanaan asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan cuti bersyarat adapun yang menjadi persyaratan substantif yaitu :

17

Wawancara dengan salah satu Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada Tanggal 03 Maret 2014.

18

Wawancara dengan Bapak Safri Hamdani Narapidana dengan klasifikasi tindak pidana pencurian di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 03 Maret 2014.

19

Wawancara dengan Bapak Effendi, SH, Kasi Bimbingan dan Kegiatan Kerja Lembaga

(12)

9

a. telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebabkan dijatuhi pidana ;

b. telah menunjukkan budi pekerti dan moral yang positif ;

c. masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan narapidana dan anak pidana yang bersangkutan ;

d. berkelakuan baik selama menjalani pidana dan tidak pernah mendapat hukuman disiplin.

Selain persyaratan substantif di atas, berdasarkan ketentuan Pasal 7 dari peraturan Menteri Hukum dan HAM di atas, maka narapidana atau anak didik pemasyarakatan juga harus memenuhi persyaratan administratif, diantaranya :

1. Kutipan putusan hakim (ekstrak vonis) ;

2. Laporan penelitian kemasyarakatan yang dibuat oleh pembimbing kemasyarakatan atau laporan perkembangan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan yang dibuat oleh wali pemasyarakatan ;

3. Surat pemberitahuan ke kejaksaan negeri tentang rencana pemberian pembebasan bersyarat, cuti bersyarat dan cuti menjelang bebas terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan ;

4. Salinan register F (daftar yang memuat pelanggaran tata tertib yang dilakukan narapidana dan anak didik pemasyarakatan selama menjalani masa pidana) dari kepala lapas ;

5. Salinan daftar perubahan atau pengurangan masa pidana, seperti grasi, remisi, dan lain-lain dari kepala Lapas ;

6. Surat pernyataan kesanggupan dari pihak yang akan menerima narapidana dan anak didik pemasyarakatan, seperti pihak keluarga, sekolah, instansi pemerintah atau swasta dengan diketahui oleh Pemerintah Daerah setempat serendah-rendahnya lurah atau kepala desa.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Effendi yang menyatakan bahwa khusus bagi narapidana yang menjalani pembebasan bersyarat, disamping mendapatkan bimbingan dari Balai Pemasyarakatan juga mendapatkan pengawasan dari pihak kejaksaan, sebab sebelum pembebasan bersyarat tersebut dilaksanakan pihak kejaksaanlah yang akan menjadi pelaksana keputusan pembebasan bersyarat tersebut layaknya sebuah eksekusi terhadap vonis pengadilan, jadi dengan kata lain setiap pelaksanaan pembebasan bersyarat tersebut akan dikoordinasikan dengan pihak kejaksaan selaku pengawas dan pelaksananya. 20

Proses pembinaan di luar lembaga ini juga mengalami hambatan, sebagaimana hasil wawancara dengan Bapak Effendi yang menyatakan hambatan dalam pemberian pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan ialah dari pihak narapidana yang sering tidak mendukung pelaksanaan

20

Wawancara dengan Bapak Effendi, SH, Kasi Bimbingan dan Kegiatan Kerja Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa, pada tanggal 03 Maret 2014.

(13)

10

karena tidak menunjukkan sikap dan moral yang positif, adanya kekhawatiran masyarakat akan gangguan keamanan tertib masyarakat (kamtibmas), masih kurangnya pengetahuan aparat pemerintah setempat tentang program pembinaan di Lapas.21

Salah satu persyaratan administratif yang terlebih dahulu harus dipersiapkan oleh narapidana untuk dapat diberikan program pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan adalah surat jaminan dari pihak keluarga terdekat dari narapidana tersebut. Surat jaminan yang dibuat oleh keluarga narapidana yang menyatakan bahwa keluarga narapidana bersedia untuk menerima kembali narapidana yang bersangkutan untuk bertempat tinggal di alamat penjamin dan akan membantu penghidupan narapidana baik moril maupun materil. Surat jaminan yang dibuat oleh keluarga narapidana nantinya akan dibawa ke kelurahan setempat yang dimaksudkan agar pihak pemerintah setempat dapat mengetahui bahwa ada dari warga kelurahan setempat yang sedang menjalani pidana di Lapas dan akan dilaksanakan program pembinaan bebas bersyaratnya oleh pihak Lapas.

Hasil wawancara dengan salah satu pihak dari keluarga narapidana yang menyatakan bahwa ada sedikit menemui kendala di kantor kelurahan setempat begitu meminta persetujuan atau tanda tangan dari lurah tempat kediaman keluarga narapidana yang bersangkutan.22 Berdasarkan hasil wawancara dengan Reza keluarga seorang narapidana yang tinggal di Kampung Paya Bujuk Seulemak yang mengatakan bahwa ia kesulitan untuk meyakinkan lurah tempat ia tinggal untuk menandatangani surat jaminan keluarga tersebut. Seolah-olah lurah tersebut akan ikut terlibat dalam proses narapidana yang bersangkutan. Selain itu, hambatan yang lain ialah tenggang waktu mulai dari pelaksanaan pengusulan pembebasan bersyarat sampai kepada turunnya surat keputusan pembebasan bersyarat yang realitanya berkisar kurang lebih 6 (enam) bulan dan panjangnya birokrasi yang ditempuh dalam pemberian pembebasan bersyarat ini.

Hasil wawancara dengan Bapak Effendi yang menyatakan bahwa dalam proses pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan ini petugas atau pembina harus benar-benar selektif dalam memberikan pembinaan di luar lembaga pemasyarakan, dikarenakan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa kurang memiliki kesadaran diri atau keinginan dari dalam diri narapidana dalam mendukung proses pembinaan yang ada di lembaga pemasyarakatan. Bapak Effendi juga menambahkan bahwa, apa yang diharapkan oleh undang-undang pemasyarakatan yang mengharapkan masyarakat narapidana yang selama berada di lembaga pemasyarakatan dalam menjalani proses pidana dibina, dibimbing dan diayomi dan setelah keluar dari lembaga

21

Wawancara dengan Bapak Effendi, SH, Kasi Bimbingan dan Kegiatan Kerja Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa, pada tanggal 03 Maret 2014.

22

Wawancara dengan keluarga Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 03 Maret 2014.

(14)

11

pemasyarakatan narapidana dapat berintegrasi dengan lingkungan masyarakat, dapat menyadari kesalahan, patuh terhadap aturan-aturan hukum yang berlaku dan tidak mengulangi perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum, hal yang seperti ini sulit untuk dicapai, dikarenakan tidak adanya dukungan atau partisipasi baik dari narapidana itu sendiri, petugas atau pembina di lembaga pemasyarakatan, keluarga dari narapidana yang kurang memberikan perhatian, pemerintah yang tidak peduli dengan kehidupan narapidana di lembaga pemasyarakatan dan masyarakat yang selalu berpikiran atau bersikap apatis.23

D.2. Hambatan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa Dalam Memberikan Pembinaan Terhadap Narapidana

Pelaksanaan pola pembinaan narapidana di Lapas Kelas II B Kota Langsa terdapat beberapa faktor yang menjadi penghambat, yaitu24 :

1. Sarana atau bangunan Lapas yang tidak sesuai dengan kapasitas atau jumlah narapidana dan hal ini ditandai dengan bercampurnya dalam satu bangunan antara narapidana laki-laki, narapidana wanita dan anak didik pemasyarakatan, sehingga hal ini sangat berpengaruh dalam proses pemberian hak-hak narapidana dan proses pembinaan yang berlangsung di Lapas

2. Kekurangan petugas atau pembina pemasyarakatan baik dari segi kuantitas maupun kualitas petugas pemasyarakatan dan hal ini ditandai dengan tidak adanya petugas yang khusus dalam memberikan proses pembinaan terhadap narapidana laki-laki, narapidana wanita dan anak didik pemasyarakatan

3. Hambatan dalam segi pembinaan pendidikan (intelektual) yaitu tidak berjalannya proses pembinaan pendidikan di Lapas dikarenakan tidak tersedianya ruangan khusus untuk belajar dan tidak adanya tenaga pengajar yang memberikan didikan dan bimbingan. Pembinaan pendidikan ini hanya pendidikan non formal hal ini pun, sarana dan prasarana yang mendukung pendidikan non formal masih sangat minim, yaitu yang ditandai dengan kurangnya perlengkapan buku-buku yang tersedia di perpustakaan dan rendahnya minat baca dari narapidana

4. Pembinaan kesadaran hukum bagi narapidana di Lapas Kelas II B Kota Langsa masih sangat kurang, yaitu pihak aparat penegak hukum seperti Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Langsa dan Polresta Kota Langsa tidak memberikan perhatian dalam memberikan penyuluhan hukum terhadap narapidana.

23

Wawancara dengan Bapak Effendi, SH, Kasi Bimbingan dan Kegiatan Kerja Lembaga

Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa, pada tanggal 03 Maret 2014.

24

Wawancara dengan Bapak Effendi, SH, Kasi Bimbingan dan Kegiatan Kerja Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa, pada tanggal 10 Maret 2014.

(15)

12

5. Lapas Kelas II B Kota Langsa juga mengalami hambatan dalam proses pembinaan di bidang jasmani, yaitu tidak adanya kegiatan senam atau olahraga yang diberikan kepada narapidana wanita di lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa.

6. Hambatan di bidang pembinaan kesehatan yaitu kurangnya tenaga medis yang tersedia dalam melayani kebutuhan kesehatan narapidana, anak didik pemasyarakatan dan kurangnya tersedia perlengkapan obat-obatan di Klinik Lembaga Pemasyarakatan tersebut. Perawat yang melayani di Klinik tersebut hanya bekerja sampai pukul 17.00 Wib. 7. Hambatan pembinaan keterampilan dan bimbingan kerja ialah sarana

dan prasarana dalam pembinaan keterampilan dan bimbingan kerja yang masih sangat minim, minimnya dana yang tersedia, sehingga pelaksanaan pembinaan keterampilan dan bimbingan kerja ini tidak berjalan dengan lancar, rendahnya minat narapidana yang mengikuti pembinaan keterampilan dan bimbingan kerja, kurangnya keterampilan yang dimiliki oleh narapidana dan petugas pembina dalam menciptakan keterampilan dan dalam hal pemasaran keterampilan yang dihasilkan oleh narapidana di Lapas tidak adanya tempat khusus untuk melakukan pemasaran atas hasil karya narapidana tersebut, sehingga hasil karya yang diciptakan banyak yang tersimpan di Lembaga Pemasyarakatan dan hasil karya tersebut tidak menghasilkan uang.

8. Hambatan pelaksanaan asimilasi diantaranya tidak semua masyarakat memahami sistem atau proses pemasyarakatan, lembaga-lembaga sosial atau dinas-dinas pemerintahan belum pro aktif mempedulikan warga binaan pemasyarakatan, belum ada kerja sama yang baik, teratur, dan berkesinambungan atau kerja sama pembinaan dengan isntansi terkait belum terprogram secara maksimal, peranan petugas pemasyarakatan begitu besar sehingga tidak diimbangi dengan keprofesionalan petugas itu sendiri sehingga kurang pengawasan dalam pelaksanaan asimilasi, dan belum ada petugas pemasyarakatan yang mempunyai keahlian dan bertugas khusus dalam pembinaan. 9. hambatan dalam proses pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan

diantaranya hak untuk mendapatkan pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas. Hak ini akan diberikan kepada warga binaan pemasyarakatan apabila syarat-syaratnya telah terpenuhi, tetapi implementasi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa ialah warga binaan pemasyarakatan harus memberikan sejumlah uang untuk memudahkan proses adminitrasi pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas

10. proses pembinaan di Lapas juga mengalami hambatan yang datang dari luar Lapas diantaranya komponen keluarga dari narapidana yang kurang memberikan perhatian kepada narapidana, komponen masyarakat yang mempunyai anggapan atau stigma negatif terhadap mantan narapidana, sehingga hal ini berpengaruh dalam proses adaptasi mantan narapidana di tengah-tengah lingkungan masyarakat,

(16)

13

dan komponen penghambat lainnya yaitu pihak organisasi sosial yang bergerak di bidang kemasyarakatan juga tidak memberikan perhatian kepada kehidupan narapidana di Lapas, seperti melakukan kunjungan ke Lapas

D.3. Upaya yang Dilakukan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa Dalam Memberikan Proses Pembinaan Terhadap Narapidana.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa adapun cara yang ditempuh oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa dalam mengatasi hambatan atau kendala yang muncul dalam proses pembinaan adalah sebagai berikut :25 1. mengatasi jumlah narapidana yang melebihi kapasitas (overcapacity)

di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa adalah dengan cara sistem peradilan pidana di Kota Langsa dapat menerapkan diskresi atau kebijakan dalam menangani pelaku tindak pidana, kepolisian sebagai salah satu sistem peradilan pidana seharusnya dapat menjadi penyaring utama pelaku tindak pidana yang akan diteruskan ke tahap peradilan selanjutnya. Terhadap pelaku remaja atau anak-anak Polisi dapat melakukan diskresi dengan pertimbangan kemanusiaan, setidaknya terhadap kejahatan yang tidak terlalu serius, hal ini tidak tertutup kemungkinan dilakukan terhadap pelaku dewasa. Dua dampak positif yang kemudian muncul dari penyaringan ini adalah berkurangnya beban kapasitas lapas dan dapat dicegahnya first

offender (pelaku kejahatan untuk pertama kali) dan dapat diatasi

dengan cara memindahkan narapidana dengan klasifikasi tindak pidana Narkotika ke Lapas Narkotika yang berkedudukan di Jalan Alur Pinang Kota Langsa

2. Lapas Kelas II B Kota Langsa melakukan upaya dalam mengatasi hambatan kekurangan petugas pembina pemasyarakatan, yaitu melakukan pengrekrutan petugas atau personil pembina di lembaga pemasyarakatan berdasarkan ketentuan yang berlaku, dan juga bisa diatasi dengan jalan peningkatan kualitas dan pengorganisasian yang tertib dan teratur dengan cara memberikan pelatihan kepada pembina dalam pengetahuan pembinaan karena petugas pembina merupakan motor penggerak bagi narapidana, sehingga sangat penting dan mutlak untuk melakukan penambahan petugas pembina pemasyarakatan. 3. Lapas Kelas II B Kota Langsa juga melakukan upaya dalam mengatasi

hambatan pembinaan pendidikan (intelektual) adalah dengan cara Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa melakukan pembinaan pendidikan formal di Lapas dan melakukan kerjasama dengan instansi pendidikan di Kota Langsa, supaya narapidana dan anak didik pemasyarakatan yang putus sekolah atau yang buta huruf

25

Wawancara dengan Bapak Effendi, SH, Kasi Bimbingan dan Kegiatan Kerja Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa, pada tanggal 14 Maret 2014.

(17)

14

dapat mengeyam pendidikan, upaya yang dilakukan Lapas dalam meningkatkan kualitas pendidikan non formal dapat ditingkatkan dengan cara melakukan penambahan terhadap sarana di perpustakaan seperti penambahan jumlah buku, majalah dan koran supaya narapidana dan anak didik pemasyarakatan dapat lebih leluasa dalam membaca buku-buku yang tersedia.

4. Lapas Kelas II B Kota Langsa melakukan upaya dalam mengatasi hambatan kesadaran hukum ialah menjalin kerjasama dengan sistem peradilan pidana di Kota Langsa, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan Negeri dalam memberikan pembinaan terhadap narapidana seperti memberikan penyuluhan hukum kepada narapidana yang bertujuan supaya narapidana dapat lebih sadar hukum atau mengetahui tentang aturan-aturan hukum yang berlaku dan supaya narapidana juga menyadari bahwa tindak pidana yang dilakukannya merupakan perbuatan yang bertentangan dengan kehidupan masyarakat. Terkhusus bagi Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Langsa lebih ditingkatkan lagi dalam hal memberikan penyuluhan hukum tentang bahaya penggunaan Narkotika dan obat-obat terlarang lainnya karena berdasarkan jumlah narapidana dengan klasifikasi tindak pidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa setiap tahunnya meningkat.

5. Lapas Kelas II B Kota Langsa dalam mengatasi hambatan tidak berjalannya pembinaan jasmani kepada narapidana wanita ialah dengan cara membuat jadwal senam atau olahraga secara sistematis yang akan diberlakukan kepada narapidana wanita dan menunjuk salah satu ketua dari narapidana wanita untuk mengarahkan atau mengkordinasikan berjalannya proses pembinaan jasmani terhadap narapidana wanita di dalam lembaga pemasyarakatan.

6. Lapas Kelas II B Kota Langsa melakukan upaya dalam mengatasi hambatan pembinaan kesehatan adalah dengan cara melakukan penambahan terhadap tenaga medis seperti penambahan dokter dan perawat untuk bekerja di Klinik lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa karena hanya 2 (dua) perawat yang tersedia untuk melayani kebutuhan kesehatan 271 narapidana adalah tidak sebanding dan mengenai peralatan obat-obat yang tersedia di lapas yang sangat minim dilakukan penambahan obat-obatan dan Lapas juga menjalin hubungan kerja sama dengan Dinas Kesehatan di Kota Langsa dalam memberikan perhatian kesehatan narapidana.

7. Lapas Kelas II B Kota Langsa melakukan upaya dalam mengatasi hambatan pembinaan keterampilan dan bimbingan kerja diantaranya mendayagunakan narapidana yang memiliki keterampilan atau kreatifitas yang tinggi untuk membimbing atau mengajarkan teman-teman narapidana yang lain untuk menciptakan keterampilan yang baru, Lapas juga menyediakan tempat yang khusus untuk memasarkan hasil karya narapidana dan dapat menjalin kerja sama dengan dengan pusat pertokoan yang ada di kota langsa untuk membantu pemasaran

(18)

15

atau penjualan hasil kerja atau karya yang telah diciptakan oleh narapidana, sehingga hasil karya tersebut dapat menghasilkan uang dan narapidana pun dapat lebih menghargai atau dapat lebih berusaha kembali dalam menciptakan atau mengkreasikan ciptaan atau hasil karya yang baru.

8. Lapas Kelas II B Kota Langsa melakukan upaya dalam mengatasi hambatan dalam proses pelaksanaan asimilasi yaitu dengan cara lembaga pemasyarakatan menjalin kerja sama dengan lembaga-lembaga sosial atau dinas pemerintahan yang mana antara kedua belah pihak yang menjalin kerja sama dapat melakukan perjanjian yang menyatakan bahwa lembaga sosial atau dinas pemerintahan bersedia menerima atau menampung narapidana yang diberikan hak untuk menjalani asimilasi yang telah memenuhi persyaratan untuk bekerja. 9. Lapas Kelas II B Kota Langsa melakukan upaya dalam mengatasi

hambatan pembinaan di luar Lapas yaitu dengan cara memberikan tunjangan kepada petugas pembina pemasyarakatan supaya petugas pembina dapat memperoleh kesejahteraan yang mana hal ini bertujuan untuk meminimalisir terjadinya praktek suap menyuap antara narapidana dan petugas pembina pemasyarakatan.

10. Lapas Kelas II B Kota Langsa melakukan upaya dalam mengatasi hambatan yang datang dari luar Lapas diantaranya yaitu melakukan sosialisasi kepada kalangan masyarakat supaya pihak masyarakat dapat lebih menerima kehadiran mantan narapidana di tengah-tengah lingkungan masyarakat dan ikut berpartisipasi dalam proses pembinaan di masyarakat dan mengajak pihak keluarga dari narapidana supaya dapat lebih memberikan perhatian atau dukungan kepada narapidana di Lapas

E. PENUTUP E.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas yang mengenai “Pembinaan Terhadap Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa” ada beberapa hal yang dapat ditarik sebagai kesimpulan, diantaranya sebagai berikut :

1. Aktifitas pembinaan narapidana di bagi menjadi 2 bentuk, yaitu pembinaan di dalam lembaga pemasyarakatan dan pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan. Pembinaan di dalam lembaga pemasyarakatan terbagi lagi menjadi 2 klasifikasi, yaitu pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian. Bentuk dari pembinaan kepribadian ialah pembinaan kesadaran beragama, pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara, pembinaan kemampuan intelektual, pembinaan kesadaran hukum, pembinaan jasmani. Bentuk dari pembinaan kemandirian ialah pembinaan keterampilan dan

(19)

16

bimbingan kerja yang diberikan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa kepada warga binaan pemasyarakatan (Narapidana). 2. Hambatan yang dihadapi Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota

Langsa baik hambatan yang datang dari proses pembinaan di dalam lembaga pemasyarakatan maupun hambatan dari proses pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan adalah dilihat dari segi fasilitas dan kuantitas, yaitu : bangunan lembaga pemasyarakatan yang tidak seimbang dengan jumlah penghuni atau kapasitas narapidana, jumlah penghuni atau kapasitas narapidana yang melebihi daya tampung

(overcapacity), kurangnya petugas pembina pemasyarakatan baik dari

segi kuantitas maupun kualitas, kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung dalam proses pembinaan narapidana yang masih sangat minim, kurangnya kesadaran diri dari narapidana untuk mengikuti proses pembinaan di lembaga pemasyarakatan, kurangnya dukungan dari narapidana, keluarga, masyarakat, pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan Dinas-Dinas Sosial lainnya dalam bekerja sama untuk mewujudkan pemasyarakatan yang sesuai dengan jiwa UU No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.

3. Upaya untuk mengatasi hambatan dalam proses pembinaan narapidana di lembaga pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa adalah dengan cara untuk mengatasi jumlah penghuni yang melebihi kapasitas adalah dengan cara memindahkan narapidana dengan klasifikasi tindak pidana narkotika ke Lapas Narkotika yang berkedudukan di Jalan Jalan Alur Pinang Kota Langsa, untuk mengatasi kesadaran diri narapidana yang rendah dalam mengikuti proses pembinaan dengan menggunakan metode pendekatan humanistik (manusiawi), untuk mengatasi kekurangan petugas pembina pemasyarakatan baik dari kuantitas maupun kualitas yaitu dengan cara merekrut atau menambah petugas pembina sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan melakukan pelatihan bagi petugas pembina pemasyarakatan, untuk mengatasi hambatan pada pembinaan intelektual dengan mengadakan kerjasama dengan instansi pendidikan di Kota Langsa, supaya narapidana dan anak didik pemasyarakatan yang putus sekolah atau yang buta huruf dapat mengeyam pendidikan, di bidang keterampilan kerja pihak Lembaga Pemasyarakatan mengadakan kerja sama dengan Dinas Ketenagakerjaan Kota Langsa dan memberdayakan narapidana yang memiliki keterampilan yang ahli untuk membimbing atau mengarahkan narapidana yang lain untuk membuat atau menciptakan kreatifitas keterampilan yang baru dan mengenai pemasaran hasil karya narapidana petugas pemasyarakatan akan mengadakan pameran hasil kerja narapidana dan mengadakan kerja sama dengan pusat pertokoan Kota Langsa, pada pelaksanaan asimilasi baik pihak lembaga pemasyarakatan, masyarakat, maupun narapidana harus berperan aktif bekerja sama agar tujuan dari pemasyarakatan dapat tercapai.

(20)

17 E.2. SARAN

Adapun yang menjadi saran yang dikemukakan dalam penulisan ini sehubungan dengan pembahasan yang telah dikemukakan di atas adalah sebagai berikut :

1. Falsafah Pancasila harus benar-benar diterapkan dan dijunjung tinggi dalam melaksanakan sistem pemasyarakatan, untuk menghindari pembinaan-pembinaan yang melanggar hak asasi manusia.

2. Membuat atau memasang kamera pengawas atau CCTV di setiap sudut lembaga pemasyarakatan yang bertujuan untuk mengurangi terjadinya penyelewengan yang terjadi antara narapidana dan petugas atau pegawai pemasyarakatan di lembaga pemasyarakatan.

3. Pemerintah membuat perusahaan atau bekerja sama dengan perusahaan lain untuk mempekerjakan narapidana, sehingga narapidana dapat dengan mudah mengembangkan minat, kemauan atau kreatifitasnya.

4. Sistem peradilan pidana dapat mengambil tindakan diskresi atau kebijakan terhadap tindak pidana yang tidak membahayakan korban dan masyarakat dengan menerapakan sistem Restoratif Justice, yaitu suatu proses musyawarah antara pelaku, korban, keluarga dari kedua belah pihak, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dalam menyelesaikan permasalahan itikad baik dan menghasilkan keputusan yang didasarkan atas kesepakatan kedua belah pihak.

(21)

1

DAFTAR PUSTAKA BUKU

Gultom, Maidin, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan, Refika Aditama, Bandung, 2012.

Kerlinger, Fred, N., Asas-asas Penelitian Behavourial, Gajah Mada University Press, 1996.

Prasetyo Teguh dan Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana Kajian

Kebijakan Kriminalisasi dan Dekriminalisasi, Pustaka Pelajar,

Yogyakarta, 2005.

Prasetyo, Teguh, Kriminalisasi Dalam Hukum Pidana, Cetakan Kedua, Nusa Media Ujungberung, Bandung, 2011.

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.

PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.

Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor M.2.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat.

WAWANCARA

Wawancara dengan Bapak Effendi, SH, Kasi Bimbingan dan Kegiatan Kerja Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa, pada tanggal 03 Maret 2014.

Wawancara dengan Bapak Ramli Kepala Sub Seksi Kegiatan Kerja Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa, pada tanggal 03 Maret 2014. Wawancara dengan Ibu Zuliana Narapidana Wanita dengan Klasifikasi Tindak

Pidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 03 Maret 2014.

(22)

2

Wawancara dengan salah satu Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada Tanggal 03 Maret 2014. Wawancara dengan Bapak Safri Hamdani Narapidana dengan klasifikasi tindak

pidana pencurian di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 03 Maret 2014.

Wawancara dengan keluarga Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa pada tanggal 03 Maret 2014.

Referensi

Dokumen terkait

Perancis berarti layar). Selain pengangkatan karya sastra ke dalam bentuk film, ada juga fenomena pengalihan wahana dari film ke dalam bentuk novel yang sering disebut

(iii) Gangguan fungsi ginjal bisa memicu perkembangan dari toksisitas okular yang berhubungan dengan EMB. Oleh karena itu,fungsi ginjal harus diperiksa terlebih dahulu dan selama

Analisis Hujan Bulan Oktober dan Prakiraan hujan bulan Desember, Januari dan Februari 2018 disusun berdasarkan hasil analisis data hujan yang diterima dari stasiun dan

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga.. Tesis Pengaruh Keterampilan

Menurut Matthew Kiern sebagaimana yang dikutip oleh Eriyanto (2001, 130), berita dalam media massa tidaklah dibentuk dalam ruang hampa tetapi di produksi dari ideologi

Apakah anda setuju bahwa saat ini pegawai BM telah menguasai system komputerisasi akan mendukung pelayanan yang maksimal Apakah anda setuju bahwa perawatan inventaris kantor

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan jenis lemak terbaik pada pembuatan whipping cream nabati berdasarkan karateristik fisik dan sensoris serta pengaplikasian

e) Mendorong peningkatan apresiasi seni dan budaya bahari yang mengakar pada karakter dan identitas bangsa bahari yang unik. f) Menumbuh kembangkan olahraga bahari menjadi ciri