PENGARUH
TRANSVERSE
FRICTION TERHADAP SKALA NYERI
PADA KASUS
TENNIS ELBOW
DI RSU SEMBIRING DELI TUA
SURYA SYAHPUTRA BERAMPU, ZULFINA PUTRI
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN FISIOTERAPI
INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM
e-mail: suryasyahputra@gmail.com
Abstract
The purpose of this study was to determine the effect of the transverse
friction due to tennis elbow pain scale of the Sembiring Hospital in Deli Tua.
This type of research is descriptive with the entire patient population that
numbered 30 people tennis elbow, samples 23 people, the received data is
primary data obtained directly from the respondents. Data were analyzed
descriptively by looking at the percentage of the collected data. From the
result of this study showed that in the entire sample frequency distribution of
respondents by sex that many have tennis elbow is the female gender with a
number of 15 people (65.2%), while the distribution of the samples by age
that many have tennis elbow is the age of 30-35 years old (43.5%), while the
distribution of the samples based on the job that many have tennis elbow is a
housewife with a number of 10 people (43.5%).Based on this study it can be
concluded that there is the influence of transverse friction in patients with
tennis elbow.
Keywords
: Transverse friction in tennis elbow
1.PENDAHULUANSalah satu faktor yang mempengaruhi dan menyebabkan keadaan sehat tidak tercapai adalah gangguan gerak dan fungsi. Salah satu contoh adalah nyeri pada siku. Nyeri siku merupakan salah satu kondisi muskuloskeletal yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Fisioterapi memandang tentang derajat kesehatan gerak dan fungsi sebagai kondisi sehat dan sakit seorang manusia. Fisioterapi merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan mempunyai tugas meningkatkan derajat kesehatan pada kapasitas fisik dan kemampuan fungsional, sehingga saat ini sangat dibutuhkan tenaga medis untuk menanggulangi masalah
tersebut yang diantaranya adalah tenaga fisioterapis (Aras, 2006).
Prevalensi tennis elbow sebesar 6-15% pada pekerja industri, 19% pada usia 30-50 tahun lebih dominan wanita, 35-42% pada pemain tennis, 2-23% pada pekerja umum seperti aktifitas dengan komputer, pemahat, ibu rumah tangga, dan mengangkat beban berat (Sugijanto, 2006)
Penderita tennis elbow terjadi pada usia 25-55 tahun di Indonesia dengan gejala-gejala nyeri pada bagian lateral sendi siku terutama saat jari-jari tangan memegang atau meremas dengan kuat, pada usia dibawah 25 tahun dan usia lansia atau diatas 60 tahun jarang terjadi. Diperkirakan 65% dari seluruh penderita tennis elbow disandang oleh pemain tenis pemula,
sedangkan 35% diderita oleh berbagai profesi seperti ibu rumah tangga yang baru pertama kali melakukan pekerjaan tersebut, dan profesi pemula atau pekerja pemula (Wibowo, 2010).
Di Sumatera Utara Diperkirakan 60% dari seluruh penderita tennis elbow disandang oleh pemain tenis pemula, sedangkan 40% diderita oleh berbagai profesi dan pekerjaan seperti ibu rumah tangga yang baru pertama kali melakukan pekerjaan tersebut, dan profesi pemula atau pekerja pemula untuk melakukan pekerjaan tersebut.Masalah yang ditimbulkan akibat tennis elbow ini yaitu adanya nyeri ketika melakukan gerakan dorso fleksi, back hand, nyeri yang dirasakan pada siku bagian belakang luar dan lengan bawah bagian luar dan menjalar ke pergelangan tangan dan mengakibatkan nyeri ketika beristirahat. Pada penderita yang mengalami kondisi tennis elbow sering mengalami kesulitan dalam melaksanakan aktifitas fungsional dasar seperti mencuci, memeras, menjemur kain, memutar baut, mengecat, membersihkan kebun, mengepal dan bermain tennis (Sugiri, 2007).
Sedangkan jumlah pasien yang menderita tennis elbow di ruangan Fisioterapi Rumah Sakit Umum Sembirng, Deli Tua dari tahun 2018 sampai 2019 tercatat sebanyak 256 orang pasien. Namun terhitung dari bulan Januari sampaiapril 2019 sebanyak 30 orang pasien yang mengalami cedera pada sikuakibatgerakan yang tidakterkontrol yang mengakibatkan nyeri pada daerah siku (Rekam Medik RSU Sembiring Deli Tua, 2018).
Berdasarkan dari data diatas maka peneliti terarik untuk meneliti Pengaruhu transverse friction terhadap skala nyeri pada kasus tennis elbow, sehingga dengan pemberian tindakan fisioterapi tersebut diharapkan dapat menghilangkan keluhan penderita yaitu rasa nyeri. Dalam hal ini ada beberapa modalitas-modalitas yang dapat digunakan untuk penderita tennis elbow yaitu : (1) Ultra Sound (US), (2) Micro Wave Diathermy (MWD), (3)
Short Wave Diathermy (SWD), (4) Infra Red (IR), (5) Exercise Therapy, (6) Massage, (7) peregangan, dan (8) TENS.
Dalam hal ini peneliti hanya melihat pengaruh transverse friction setelah pemberian modalitas awal yaitu (IR) Infra Red dan TENS (Trancutaneus Electrical Nerve Stimulation). Dan berdasarkan SOP (Standart Operasional Prosedur) yang ada di Rumah Sakit UmuSembiring dalam pemberian tindakan fisioterapi pada kasus tennis elbow terlebih dahulu diberikan modalitas IR (Infra Red) dan TENS (Trancutaneus Electrical Nerve Stimulation) kemudian ditambah dengan modalitas massage transverse friction dengan tujuan mengurangi rasa nyeri pada kasus tennis elbow.
Transverse frictionmerupakan suatu teknik manipulasi yang bertujuan untuk melepaskan perlengketan, memperbaiki sirkulasi darah, dan menurunkan nyeri secara langsung. Tehnik ini dipopulerkan oleh (Cyriax, 2007) dari Inggris dimana pada teknikinidilakukan penekanan pada satu titik tertentu pada jaringan target terapi dengan melintang dengan menggunakan ibu jari, ujung jari telunjuk secara lembut, kecil dan hanya pada titik yang menjadi target terapi dan tetap memelihara kontak dengan kulit. Tindakan ini dilakukan untuk menciptakan trauma baru yang terkontrol sehingga menjadi proses kimia yang wajar dan proses metabolisme berjalan semestinya sehingga mencegah terjadinya jaringan parut.
2. METODE
Jenis penelitian ini adala quasi experiment dengan one group pre dan post test desain penelitian. Dalam penelitian ini observasi dan pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan untuk melihat pengaruh transverse friction terhadap skala nyeri pada kasus tennis elbow.
3. HASIL
3.1 Analisa Univariat
Pre-test dilakukan untuk
mendapatkan data awal,dilanjutkan dengan pemberian perlakuan, pada akhir perlakuan tiap tiap subjek penelitian dilakukan post test dengan tehnik yang sama dengan pre-test . Setelah dilakukan pengolahan data dari 23 orang subjek penelitian perlakuan23 orang subjek penelitian kelompok intervensi sebanyak 6 kalidalam 2 minggu pemberian intervensi maka diperoleh hasil karakteristik responden sebagai berikut :
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden Karakteristik F % Umur 30-35 36-40 41-46 10 5 8 43,5 21,7 34,8 Total 23 100,0 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 8 15 34,8 65,2 Total 23 100,0 Pekerjaan IRT PNS Karyawan swasta 10 5 8 43,5 21,7 34,8 Total 23 110,0
Tabel 1 menunjukkan bahwa mayoritas responden berada pada kategori umur 30-35 tahun sebanyak 10 orang (43,5%) dengan mayoritas jenis kelamin perempuan sebanyak 15 orang (65,2%) dan pekerjaan paling banyak yaitu sebagai IRT sebanyak 10 orang (43,5%).
Tabel 2 Distribusi Skala Nyeri Responden Sebelum Dilakukan Intervensi
Transverse Friction Di Rumah Sakit
Umum Sembiring, Deli Tua. Skala nyeri F % Mean SD 5 4 17,4 6,17 0,717 6 11 47,8 7 8 34,8 Total 23 100
Tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas skala nyeri respon sebelum dilakukan intervensi transverse friction
berada pada skala nyeri 6 yaitu sebanyak 11 orang (47,8%) dengan rata-rata nyeri yaitu 6,17 dan SD sebesar 0,717
Tabel 3 Distribusi Skala Nyeri Responden Sesudah Dilakukan Intervensi
Transverse Friction Di Rumah Sakit
Umum Sembiring, Deli Tua. Skala nyeri F % Mean SD 1 11 47,8 1,43 0,507 2 12 52,2 Total 23 100
Tabel 3 menunjukkan bahwa mayoritas skala nyeri respon sesudah dilakukan intervensi transverse friction berada pada skala nyeri 2 yaitu sebanyak 12 orang (52,2%) dengan rata-rata nyeri yaitu 1,43 dan SD sebesar 0,507.
3.2 Analisa Bivariat
Tabel 4 Paired Sample t-Test Sebelum Dan Sesudah Intervensi Skala nyeri Mean % Sebelum Intervensi dan Setelah Intervensi 0,113 0,000
Berdasarkan uji hipotesis dengan menggunakan paired sample t-test diperoleh hasil pengukuran sebelum dan sesudah Transverse frictionterhadap skala nyeri pada kasus Tennis elbow diperoleh nilai p= 0,000 ( p< 0,05 yang berarti bahwa Ha
diterima yang bermaknaada pengaruh pada pemberian Transverse friction terhadap pengurangan nyeri pada kasus Tenis elbow di RSU Sembiring, Deli Tua tahun 2015.
4. PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Responden
Diperoleh karakteristik respon dan berdasarkan jenis kelamin, yang memiliki frekuansi tertinggi adalah jenis kelamin perempuan sebanyak 15 orang (65,2%). Berdasarkan karateristik umur, yang memiliki frekuensi tertinggi adalah usia 30-35 tahun sebanyak 10 orang (43,5%). Berdasarkan karakteristik pekerjaan,
yang memiliki frekuensi tertinggi adalah pekerjaan ibu rumah tangga (IRT) sebanyak 10 orang (43,5%)
Karateristik berdasar jenis kelamin dalam penelitian ini perempuan lebih banyak mengalami tenis elbow di banding laki laki karena perempuan melakukan aktifitas lebih besar dari laki-laki. Pada Prevalensi atau angka kejadian yang ada didunia, tennis elbow dialami1-3% pada populasi umum, 6-15% pada pekerja industri, 19% pada usia 30-50 tahun lebih dominan wanita,35-42% pada pemain tennis, 2-23% pada pekerja umum seperti ibu rumah tangga dan pemahat (Leclerc et al, 2013).
Peneliti berasumsi usia mempengaruhi terjadinya Tenis elbow dan ibu rumah tanggal lebih banyak yang mengalami Tennis elbow karena aktifitas dari ibu rumah tangga lebih banyak menggunakan tangan seperti mencuci dan memeraskain, memuntir, menyapu dan lain-lain.
4.2 Skala Nyeri PadaTenis Elbow Sebelum Pemberian Transverse Friction
Diperoleh nilai skala nyeri sebelumintervensi nilai VAS5 sebanyak 4 orang (17,4%) , nilai VAS 6 sebanyak 11 orang ( 47,8 %) dan nilai VAS7 sebanyak 8 orang (34,8% ) dengan nilai Mean sebelum intervensi sebesar 6,17 dengan nilai SD sebesar 0,717. 4.3 Skala Nyeri Pada Tenis Elbow Sesudah Pemberian Transverse Friction
Berdasarkan distribusi frekuensi sesudah intervensi maka diperoleh skala nyeridengan nilai VAS 1 sebanyak 11 orang (47,8 %) dan dengan nilai VAS 2sebanyak 12 orang( 52,2% ) dan nilai Mean sebesar 1,43 dan nilai SDsebesar 0,507. Transverse friction merupakan suatu tehnik manipulasi yang bertujuan untuk melepaskan perlengketan, memperbaiki sirkulasi darah, dan menurunkan rasa nyeri secara langsung, Tehnik ini dilakukan penekanan pada satu titik tertentu pada jaringan target terapi dengan melintang dengan menggunakan ibu jari, ujung jari telunjuk secara lembut,
kecil dan hanya pada titik yang menjadi target terapi dan tetap memelihara kontak dengan kulit. Asumsi peneliti adalah dengan pemberian Transverse friction penyebaran zat metabolik dikontrol dan dihambat sehingga rasa nyeri dapat berkurang, Transverse friction yang diberikan juga melepaskan endorphin sehingga menimbulkan efek counter irritation serta mengakibatkan penghambatan produksi neuro transmitter dengan demikian penghantaran rasa nyeri pada tingkat pusat yang lebih tinggi intensitasnya dikurangi.
4.4 Pengaruh Pemberian Transverse Friction Terhadap Rerata Nyeri Pada Tennis Elbow
Dengan menggunakan paired sample t-test diperoleh hasil pengukuran sebelum dan sesudah Transverse friction terhadap skala nyeri pada kasus Tennis elbow diperoleh nilai p= 0,000 ( p < 0,05) ternyata di peroleh pengaruh yang signifikan pemberian Tranverse friction pada Tennis elbow terhadap pengurangan nyeri. Transverse friction dapat memperbaiki keadaan otot dan tendon menjadi normal, mengurangi dan menghilangkan jaringan fibrous pada serabut otot atau tendon dan mempercepat proses penyerapan cairan. Dengan pemberian gerakan transversal terhadap struktur collagen saat intervensi Transverse friction maka akan mencegah terjadinya perlengketan jaringan dan dengan pemberian deep friction pada jaringan otot, tendon serta jaringan lunak lainnya dapat melepaskan atau mencerai-beraikan perlengketan jaringan yang terbentuk pada serabut otot atau tendon (Wilson, 2001).
5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan , maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa pemberian Transverse friction dimana saat melakukan uji hipotesis dengan menggunakan paired sample t-test diperoleh hasil p value sebesar 0,000 (p < 0,05) dengan demikian Ha
Transverse friction ini maka dapat menjadi terapi dasar IR dan TENS yang sudah dilakukan selama ini sudah mengurangi nyeri, dan dengan penambahan Transverse friction pengurangan nyeri lebih bermanfaat. DAFTAR PUSTAKA
Aras, Djohan, ”Manual Terapi pada
Tennis Elbow”, Makalah ini
disampaikan pada TITAFI XII, Ujungpandang,1996. Diakses tanggal 20 Maret 2015
Levesque, Marc, 2009. Athritis and
Tennis Elbow.
www.MedecineNet.com/2009Amer ican-Academic-of-Orthopedic-Surgeons.html
Sugijanto and Partono, Muki. 2006.
Pengaruh Penambahan
Transverse Friction pada
Intervensi Ultra Sound
Terhadap Pengurangan Nyeri
Akibat Tennis Elbow Tipe II.
Jurnal fisioterapi indonusa vol 6 no 2, hal 117.
Sugiyono, “Statistik Non Parametris Untuk Penelitian”, Alfa beta,
Bandung, 2001.
Suharto. Fisioterapi pada Tennis Elbow tipe II. CDK. 2000; 129. Wibowo Hardianto, Buku Kedokteran,
EGC, Jakarta, 2010.
Wilson, Jacob. 2001. “Superficial
Muscles of the Back Part II”. Available at