• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR CITY BRANDING BANDUNG SMART CITY TERHADAP PERSONAL BRANDING RIDWAN KAMIL SEBAGAI WALIKOTA BANDUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH FAKTOR-FAKTOR CITY BRANDING BANDUNG SMART CITY TERHADAP PERSONAL BRANDING RIDWAN KAMIL SEBAGAI WALIKOTA BANDUNG"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR CITY BRANDING BANDUNG SMART CITY

TERHADAP PERSONAL BRANDING RIDWAN KAMIL SEBAGAI

WALIKOTA BANDUNG

THE INFLUENCE OF CITY BRANDING’S FACTORS OF BANDUNG SMART CITY TOWARDS RIDWAN KAMIL’S PERSONAL BRANDING AS A MAJOR OF BANDUNG CITY

Annisa Nur Muslimah Koswara

Kementerian Komunikasi dan Informatika

Direktorat Tata Kelola dan Kemitraan Komunikasi Publik, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik

Jl. Medan Merdeka Barat No. 9, Jakarta Pusat E-mail: anni006@kominfo.go.id

Naskah diterima tanggal 29 Januari 2020, direvisi tanggal 25 September 2020, disetujui tanggal 20 Desember 2020 Abstract

This study discusses the concept of city branding and personal branding. City branding typology which has been analysed is smart city. Then the personal branding which has been investigated is the leader of city. This research analyses the influence both of two concepts through quantitative research approach with explanative design. Respondents were 400 citizen in Coblong, Cicendo, Bandung Wetan, and Sumur Bandung District, which selected by quota sampling techniques. Techniques of data analysis, such as descriptive data analysis and linier regression to verify research hypotheses. While factors analysis is used to find the factors which influencing conformation Ridwan Kamil’s personal branding as the Mayor of Bandung city. The results showed a positive and significant influence of The City Branding’s Factors of Bandung Smart City towards Ridwan Kamil’s Personal Branding. On the other hands, this research show 2 (two) factors in city branding Bandung smart city conformation, such as place brand assets and values.

Keyword : city branding, personal branding, smart city.

Abstrak

Penelitian ini membahas konsep city branding dan personal branding. Tipologi city branding yang diteliti adalah smart

city. Kemudian personal branding yang diuji adalah pemimpin kota. Penelitian ini menguji pengaruh kedua konsep

tersebut melalui pendekatan penelitian kuantitatif dengan desain eksplanatif. Responden adalah 400 masyarakat di Kecamatan Coblong, Cicendo, Bandung Wetan, dan Sumur Bandung, dengan teknik sampling kuota. Teknik analisis data dengan analisis data deskriptif dan regresi linier untuk membuktikan hipotesis penelitian. Sementara, untuk mencari faktor apa saja yang mempengaruhi pembentukan personal branding digunakan analisis faktor. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh faktor-faktor city branding Bandung smart city terhadap personal branding Ridwan Kamil positif dan signifikan. Penelitian ini menunjukkan 2 (dua) faktor dalam membentuk city branding Bandung smart

city, yaitu place brand assets dan place brand values.

(2)

PENDAHULUAN

Brand kota memiliki keunikan dan perbedaan jika dibandingkan dengan brand produk atau jasa (Harrison-Walker, 2012). Hal ini dikarenakan, brand kota tidak dibangun dari nol karena kota telah memiliki atribut-atribut yang melekat, seperti budaya, populasi, fasilitas dan infrastruktur (Hankinson, 2004b, p.7). Brand kota dipandang sebagai proses komunikasi dua arah, artinya dalam membangun suatu brand kota, maka target audiens perlu dilibatkan secara bersama-sama (Hankinson, 2004; Morgan, Pitchard dan Pride 2002, p.24l Harrison-Walker, 2012).

Pengukuran seberapa kuat dan kompetitif brand kota bisa melalui GMI City Branding Index. GMI City Branding Index merupakan instrumen pengukuran citra dan reputasi kota sejak tahun 2016. Instrumen ini terdiri dari 6 (enam) aspek, yaitu presence, place, pulse, people, potential, dan prerequisite (Anholt, 59-61:2007).

Dalam Yananda (34&88:2014), hasil evaluasi city branding tidak hanya dimanfaatkan untuk pengelolaan kota yang lebih baik, dan digunakan sebagai landasan untuk berinvestasi dan menentukan destinasi wisata, tetapi juga mampu menunjukkan brand pemimpin kota. Karena Yananda (34:2014) berasumsi bahwa city branding di Indonesia sebaiknya diintegrasikan dengan leadership personal branding karena brand persona pemimpin daerah adalah ekuitas yang signifikan dalam menjalankan roda pemerintahan, seyogyanya juga harus membangun brand persona kepemimpinannya. Dengan demikian, menurut Yananda (34:2014) kepaduan antara brand kota dengan brand persona pemimpin kota akan melahirkan kemampuan yang maskimal untuk membangun brand image suatu daerah. Akan tetapi, city branding tidak hanya dibangun oleh brand persona pemimpin daerah, tetapi juga mampu membangun brand pemimpinnya. Sejalan dengan Kaloh (4: 2014) bahwa keberhasilan pemerintah daerah menunjukkan kemampuan, kompetensi, dan kapabilitas seorang pemimpin daerah.

Selain itu, Hardjana (12:2008) mengatakan bahwa pemimpin perusahaan tidak hanya dapat mempengaruhi dan mengubah tingkat reputasi korporasi, tetapi juga perusahaan dapat mempengaruhi reputasinya sendiri. Dalam konteks city branding, keberhasilan brand kota tidak hanya memberikan reputasi positif bagi kota, tetapi juga pemimpin kota tersebut.

Reputasi persona dibangun melalui personal branding (Zamora, 2014). Personal branding adalah suatu proses membentuk persepsi masyarakat terhadap aspek-aspek yang dimiliki oleh seseorang, diantaranya adalah kepribadian, kemampuan, atau nilai-nilai, dan bagaimana stimulus-stimulus ini menimbulkan persepsi positif dari masyarakat yang pada akhirnya dapat digunakan sebagai alat pemasaran (Yunitasari dan Japarianto, 2:2013). Maka personal brand adalah sebuah gambaran mengenai apa yang masyarakat pikirkan tentang seseorang. Hal tersebut mencerminkan nilai-nilai, kepribadian, keahlian, dan kualitas yang membuat seseorang berbeda dengan lainnya.

Brand persona kompetitif dibangun melalui delapan (8) prinsip utama, yang disebut dengan The Eight Laws of Personal Branding (Montoya, 57-141:2002). Kedepalan prinsip utama tersebut, terdiri dari spesialisasi, kepemimpinan, kepribadian, perbedaan, visibilitas, kesatuan, keteguhan, dan nama baik persona.

Dalam konteks komunikasi politik, implikasi personal branding ini tidak hanya akan menarik perhatian calon pemilih/voters, tetapi juga calon partai politik yang akan memilihnya sebagai kandidat politik dan mendukungnya untuk memenangkan konstestasi politik berikutnya. Apalagi era personalisasi politik, personal brand dan reputasi personal kandidat politik menjadi sangat penting karena dijadikan sebagai bahan referensi bagi voters/pemilih (Bartels dalam King, 2002:44 dalam Salamah, 1:2014). Maka dari itu, penerapan city branding bisa menjadi alat kampanye para politisi untuk menunjukkan keberhasilan dan/atau kegagalan pengelolaan kota (Yananda & Salamah,

(3)

88:2014). Sementara, keputusan perencanaan kebijakan strategis city branding lebih dominan ditentukan oleh pemerintah, khususnya pemimpin kota (Yananda & Salamah, 2014).

Dalam tulisan Musa dan Melewar dengan judul “Kuala Lumpur : Searching for the Right Brand” menunjukkan bahwa citra kota Kuala Lumpur sebagai knowledge city dibentuk melalui pembangunan dan memperbaiki infrastruktur dan pelayanan seperti Multimedia Super Coridor (MSC), universitas ternama, dan The Light Rail Transport System (Dinnie, 164:2011). Kemudian hasil penelitian Chairani tentang Pengaruh City Branding Taman Tematik Kota Bandung dengan Menggunakan Media Sosial Terhadap Pembentukan Citra Kota Tahun 2015 menunjukkan bahwa variabel the potential paling dominan dibandingkan dengan 5 (lima) variabel lainnya sebesar 85.8% ( Chairani, 120:2015). Maka dari itu, penelitian ini pun mencoba untuk mengetahui variabel city branding yang paling dominan dalam membentuk city brand dengan tipologi smart city.

Terdapat 3 (tiga) pendekatan dalam mempelajari branding kota, yaitu production, appropriate studies, dan kritis (Annas & Irwansyah, 3:2017).

1. Produksi: mempelajari bagaimana suatu brand kota dibuat, dikelola, dan dikomunikasikan.

2. Appropriate studies: bagaimana brand diterima dan dipersepsikan oleh khalayak. Studi dari sisi ini biasanya melihat bagaimana place brand image yang

terbentuk di benak konsumen atau pengunjung.

3. Kritis : menekankan

pada dampak dan proses branding yang dilakukan terhadap kondisi ekonomi, sosial, dan lingkungan sekitarnya.

Penelitian ini merupakan studi yang mengkaji branding Kota Bandung dari sisi kritis. Artinya penelitian ini mencoba untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor branding kota terhadap branding persona pemimpin kota. Hal ini dikarenakan dampak dari kehadiran Bandung smart city, menghantarkan Ridwan Kamil sebagai Walikota Bandung berhasil meraih predikat sebagai walikota inspiratif dari Media Sindo Weekly 3 Arpil 2017 dan mendapatkan penghargaan sebagai kepala daerah yang menerapkan konsep smart city untuk mengelola sebuah pemerintahan yang transparan dari Indonesia OpenGov Leadership Forum, untuk Inovasi dalam Kepemimpinan dari Harian Pikiran Rakyat Awards 2016, dan sebagai pelopor smart city di Kota Bandung 2016 dari Event TMP (Taruna Merah Putih) Youth.

Beradasarkan uraian di atas, tujuan penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar pengaruh faktor-faktor city branding Bandung Smart City terhadap Personal Branding Ridwan Kamil sebagai Walikota Bandung, mengetahui faktor city branding yang paling dominan mempengaruhi personal branding Ridwan Kamil dan mengetahui faktor apa yang paling dominan dalam membentuk city brand dengan tipologi smart city.

Tabel 1.1 Tabel Penelitian Terdahulu terkait dengan Kajian City Branding dan Personal Branding Pemimpin Kota

No. Judul & Peneliti Perbedaan dengan Penelitian ini

1 Pengaruh City Branding dengan Menggunakan Media Sosial Terhadap Pembentukan Citra Kota – Syifa Chairani

Persamaan dengan penelitian ini adalah pembahasan tentang city branding dan citra kota Bandung sebagai taman tematik melalui media sosial, khususnya akun twitter @ridwankamil. Responden masyarakat khusus follower twitter @ridwankamil. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh positif.

(4)

No. Judul & Peneliti Perbedaan dengan Penelitian ini

pembahasan Bandung smart city sebagai city branding. Penelitian ini menghubungkan city branding dengan personal branding pemimpin kota. Responden penelitian ini adalah masyarakat Kota Bandung.

2. Pola Hubungan Terbentuknya City Image melalui Kegiatan City Branding (Studi Pada City Brand “Enjoy Jakarta” terhadap Mahasiswa Universitas Indonesia) – Ega Aliffian Dahnil

Persamaan dengan penelitian ini adalah pembahasan tentang city branding. Penelitian ini mengunakan paradigma positivistik,dan pendekatan kuantitatif eksplanatif.

Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian ini tidak mengaitkan city branding yang berimplikasi pada komunikasi politik.

3. Brand Politik Pemimpin Politik Studi tentang Komunikasi Politik dan Identitas Sosial Calon Bakal Presiden RI 2014 (Analisis Isi Media Cetak dan Survei Pada Pemilih Jakarta)

Persamaan dengan penelitian ini adalah pembahasan tentang brand pemimpin politik dan menganalisanya melalui pendekatan kuantitatif. Penelitian ini melibatkan responden di wilayah Jakarta.

Perbedaan dengan penilian ini adalah melibatkan city branding sebagai salah satu unsur yang bisa

mempengaruhi pemimpin politik. Penelitian ini melibatkan responden kota Bandung.

4. Pembentuk Brand Awareness melalui Political Branding (Studi Kasus : Totok Daryanto Pada Pemilu Legislatif 2014) – Alfianida Rahmawati

Persamaan dengan penelitian ini adalah membahas tentang political branding, khususnya kandidat politik. Perbedaan dengan penelitian ini adalah paradigma penelitian positiistik, dan pendekatan kuantitatif eksplanatif. Penelitian ini berusaha mengupas persepsi masyarakat pada personal branding pemimpin politik yang dibangun melalui branding.

5. Komunikasi dalam Manajemen Reputasi

Korporasi – Andrea A. Hardjana Persamaan penelitian ini adalah membahas tentang pentingnya reputasi korporasi untuk berkompetisi dengan korporasi lainnya.

Perbedaan penelitian ini adalah berusaha

mengaplikasikan konsep reputasi korporasi dalam konsep personal brand pemimpin kota.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penilitan ini mengunakan 2 (dua) teori utama, yaitu GMI City Branding Index – Anhlot dan The Eight Laws of Personal Branding – Peter Montoya. GMI City Branding Index digunakan untuk mengukur citra Bandung Smart City. Anholt (2006) menyebutkan terdapat 6 (enam) aspek dalam Instrumen ini, yaitu :

1. Presence : persepsi masyarakat tentang status dan kedudukan internasional yang dimiliki kota – seberapa akrab orang dengan kota tesebut. 2. Place : persepsi masyrakat

tentang aspek fisik dari kota – seberapa

cantik dan menyenangkan atau sebaliknya kota tersebut.

3. Potential : persepsi masyarakat tentang kesempatan yang ditawarkan oleh kota, misalnya terkait aktivitas ekonomi dan pendidikan.

4. Pulse : persepsi masyarakat tentang bagaimana kota tersebut memikat masyarakat – bagaimana kota mempunyai daya tarik.

5. People : persepsi masyarakat tentang warga kota tersebut, seperti keramahan, keterbukaan, kehangatan,– juga terkait dengan masalah keamanan. 6. Prerequisites : persepsi masyarakat

(5)

kelengkapan sarana dan prasarana publik – public amenities.

Sementara, untuk Personal Branding Walikota Bandung diukur dengan The Eight Laws of Personal Branding. Delapan hal berikut adalah konsep utama yang menjadi acuan dalam membangun suatu personal branding seseorang. (Peter Montoya, 2002).

1. Spesialisasi (The Law of Specialization)

Ciri khas dari sebuah personal brand yang hebat adalah ketepatan pada sebuah spesialisasi, terkonsentrasi hanya pada sebuah kekuatan, keahlian, atau pencapaian tertentu. Spesialisasi dapat dilakukan pada satu atau beberapa cara, yakni :

a. Ability – misalnya sebuah visi yang stratejik dan prinsip-prinsip awal yang baik.

b. Behavior – misalnya keterampilan dalam memimpin, kedermawanan, atau kemampuan untuk mendengarkan.

c. Lifestyle – misalnya hidup dalam kapal (tidak dirumah, seperti kebanyakan orang), melakukan perjalanan jauh dengan sepedah.

d. Mission – misalnya dengan melihat orang lain melebihi persepsi mereka sendiri. e. Product – misalnya futurist yang

menciptakan suatu tempat kerja yang menakjuban.

f. Profession – niche within niche – misalnya pelatih kepemimpinan yang juga seorang psychotherapist.

g. Service – misalnya konsultan yang bekerja sebagai seorang non-excecutive director.

2. Kepemimpinan (The Law of

Leadership)

Masyarakat membutuhkan sosok pemimpin yang dapat memutuskan sesuatu dalam suasana penuh ketidakpastian dan memberikan suatu arahan yang jelas untuk memenuhi kebutuhan merka. Sebuah personal brand yang dilengkapi dengan kekuasaan dan kredibilitas sehingga mampu memposisikan seseorang sebagai

pemimpin yang terbentuk dari kemampuan seseorang.

3. Kepribadian (The Law of Personality)

Sebuah personal brand yang hebat harus didasarkan pada sosok kepribadian yang apa adanya, dan hadir dengan segala ketidaksempurnaannya. Konsep ini menghapuskan beberapa tekanan yang ada pada konsep Kepemimpinan (The Law of Leadership), seseorang harus memiliki kepribadian yang baik, namun tidak harus menjadi sempurna.

4. Perbedaan (The Law of Distinctive)

Sebuah personal brand yang efektif perlu ditampilkan dengan cara yang berbeda dengan yang lainnya. Banyak ahli pemasaran membangun suatu merek dengan konsep yang sama dengan kebanyakan merek yang ada di pasar, dengan tujuan untuk menghindari konflik. Namun hal ini justru merupakan suatu kesalahan karena merek-merek mereka akan tetap tidak dikenal diantara sekian banyak merek yang ada di pasar.

5. Visibilitas (The Law of Visibility)

Untuk menjadi sukses. Personal Brand harus dapat dilihat secara konsisten terus-menerus, sampai personal brand seseorang dikenal. Maka visibility lebih penting dari kemampuan (ability)-nya. Untuk menjadi visible, seseorang perlu mempromosikan dirinya, memasarkan dirinya, menggunakan setiap kesempatan yang ditemui dan memiliki beberapa keberuntungan.

6. Kesatuan (The Law of Unity)

Kehidupan pribadi seseorang dibalik personal brand harus sejalan dengan etika moral dan sikap yang telah ditentukan dari merek tersebut. kehidupan pribadi selayaknya menjadi cerminan dari sebuah citra yang ingin ditanamkan dalam personal brand.

(6)

Setiap personal brand membutuhkan waktu untuk tumbuh, dan selama proses tersebut berjalan, adalah penting untuk selalu memperhatikan setiap tahapan, dan tren. Dapat pula dimodifikasi dengan iklan atau public relation. Seseorang harus tetap teguh pada personal brand awal yang telah dibentuk, tanpa pernah ragu-ragu dan berniat merubahnya.

8. Nama baik (The Law of Goodwill)

Sebuah personal brand akan memberikan hasil yang lebih baik dan bertahan lama, jika seseorang dibelakangnya dipersepsikan dengan cara positif. Seseorang tersebut harus diasosiasikan dengan sebuah nilai atau ide yang diakui secara umum, positif, dan bermanfaat.

Paradigma yang digunakan penelitian ini adalah paradigma klasik atau positivistik. Dalam menggunakan paradigma ini, Guba (1990) menyatakan bahwa terdapat 3 (tiga) kriteria yang harus diterapkan. Pertama, secara ontologi, paradigma positivistik melihat bahwa realitas atas objek yang diteliti berada “di luar” dan dipercaya diatur oleh hukum-hukum yang berlaku secara umum (universal). Keterkaitannya dengan penelitian ini maka setiap hasil yang diperoleh merupakan hasil dari aturan yang berlaku umum. Secara epistemologi, peneliti meletakkan jarak dengan objek yang diuji untuk memperoleh hasil yang tidak bias dan tidak subjektif. Dengan memberikan jarak, peneliti dapat melakukan pengajuan pada objek tanpa perlu takut dipengaruhi faktor-faktor pengganggu (confounding factors) yang datang dari lingkungan ataupun dalam diri peneliti sendiri, yakni subjektifitas. Sedangkan secara metodologi, Guba menjelaskan, peneliti harus sudah memiliki “question and /or hypotheses that are stated in advance in propositional form and subjected to empirical tests (falsification) under carefully controlled conditions”. Pendekatan metode penelitian kuantitatif diaplikasikan dalam penelitian ini, dengan menggunakan teknik survei, dimana peneliti akan menanyakan responden sejumlah

pertanyaan tertulis. Tipe penelitian ini adalah eksplanatif, dimana penelitian eksplanatif bertujuan untuk menguji hipotesis-hipotesis tentang ada tidaknya hubungan sebab-akibat antara variabel yang diteliti, yaitu variabel faktor-faktor city branding dan personal branding pemimpin kota.

Objek penelitian ini adalah masyarakat kota Bandung sebagai pemangku kepentingan kota. City branding yang diamati dalam penelitian ini adalah branding Kota Bandung, khususnya smart city. Selain itu, objek penelitian yang diamati yaitu personal branding pemimpin yang diamati dalam penelitian ini adalah reputasi Ridwan Kamil sebagai walikota Bandung, Maka dari itu, variabel (X) adalah Faktor-Faktor City Branding Bandung smart city, terdiri dari the presence (X1), the place (X2), the potential (X3), the pulse (X4), the people (X5), dan the prerequisites (X6). Sementara variabel (Y) adalah personal branding Walikota Bandung, terdiri dari the law of specializations (Y1), the law of leadership (Y2), the law of personality (Y3), the law of distinctive (Y4), the law of visibility (Y5), the law of unity (Y6), the law of persistence (Y7), dan the law of good will (Y8). Maka dari itu, jumlah instrumen pertanyaan penelitian sebesar 117. Lihat Gambar Model Penelitian 1.1.

Gambar 1.1 Model Penelitian

Penelitian ini akan diuji dengan mengunakan teknik analisis data deskriptif dan regresi linier untuk membuktikan hipotesis penelitian. Sementara, untuk mencari faktor apa saja yang mempengaruhi pembentukan personal branding digunakan analisis faktor.

(7)

Populasi penelitian ini adalah masyarakat kota Bandung yang sudah pernah menggunakan Bandung smart city dan mem-follow akun instagram Ridwan Kamil. Teknik sampling yang dipilih adalah non-probablity dengan metode quota sampling. Maka sampel penelitian ini adalah Masyarakat kota Bandung yang menggunakan Bandung smart city dan berdomisili di 4 (empat) wilayah kecamatan yang telah ditentukan, yaitu Coblong, Cicendo, Bandung Wetan, dan Sumur Bandung, dimana masing-masing kecamatan diwakili oleh 100 responden.

Jumlah responden penelitian ini adalah 400 orang. Data identitas responden dalam penelitian ini, meliputi jenis kelamin, domisili, lama tinggal di kota Bandung, kecamatan, pekerjaan, biaya yang dikeluarkan untuk internet perbulan, keaktifan menggunakan internet, perangkat yang digunakan untuk mengakses internet, dan jenis layanan Bandung smart city yang sering digunakan. Berdasarkan hasil statistik diperoleh profil demografi dari responden penelitian ini, sebagai berikut :

a. Kelamin dan Kecamatan

Jenis Kelamin

Kecamatan

Coblong Cicendo Bandung Wetan

Sumur Bandung Laki-laki 58 56 42 50 Perempuan 42 44 58 50

b. Jenis Kelamin dan Pekerjaan

Jenis Kelamin Pekerjaan Pelajar/Ma hasiswa Pegawai Negeri Sipil Pegawai Swasta Wiraswasta Laki-laki 56 30 90 30 Perempu an 62 24 84 24

c. Jenis Kelamin dan Biaya Internet Per Bulan

Jenis Kelamin

Biaya Internet Per Bulan < Rp. 35.000 Rp. 35.000 s.d. 140.0000 ➢ Rp. 140.000 Laki-laki 7 175 24 Perempuan 7 162 25

d. Jenis Kelamin dan Perangkat Akses Internet

Berdasarkan hasil analisis deskriptif pada variabel (X) City Branding Bandung Smart City ditemukan bahwa dari 6 City Branding Index GMI – Anholt, Variabel (X1) : The Presence paling tinggi kontribusinya dalam membangun City Branding Bandung Smart City dibandingkan dengan indikator lainnya, sebesar 4.24. Lihat tabel 1.1 di bawah ini.

Tabel 1.1 Deskriptif Statistik Kumulatif Persepsi Per-Variabel X

Variabel

X1 X1 X2 X3 X4 X5 X6

Rata-rata 4.24 4.09 4.02 4.11 4.21 4.10 Kriteria Sangat Baik Baik Baik Baik Sangat Baik Baik

Anholt (59:2007) menjelaskan bahwa variabel the presence ini bertujuan mengukur brand kota melalui pengetahuan masyarakat tentang kedudukan dan status internasional kota serta melihat seberapa familiar (akrab) masyarakat dengan kota tersebut. Selanjutnya, Karsono (2015:2) menjelaskan keakraban fisik bisa diukur melalui seberapa banyak fasilitas kota yang dapat diidentifikasi, dan digunakan oleh masyarakat. Dengan kata lain keakraban fisik adalah sejauh mana suatu kawasan dapat teratur dan membentuk sense of place. Bartley (1992) dalam Karsono (2015) menjelaskan keakraban fisik mencirikan mudahnya masyarakat memahami suatu kota baik dari bentuk fisik maupun fungsi.

Atas dasar itu, dalam konteks penelitian ini, variabel city brand Bandung smart city mempunyai 2 (dua) indikator, yaitu Pertama, untuk melihat seberapa jauh masyarakat kota

(8)

Bandung memahami Bandung smart city dan Kedua, untuk mengetahui pandangan masyarakat kota Bandung tentang kedudukan dan status baik nasional maupun internasional brand kota Bandung sebagai Bandung smart city.

Berdasarkan hasil penelitian, kehadiran brand Bandung smart city yang dirasakan oleh warga kota bandung lebih dominan berkontribusi dalam memperkuat brand Bandung smart city. Artinya masyarakat kota Bandung memahami Bandung smart city, mulai dari konsep, keberagaman dan maftaat aplikasi layanan Bandung smart city. Selain itu, masyarakat kota Bandung mengetahui kedudukan dan status brand Bandung smart city baik nasional maupun internasional melalui prestasi-prestasi yang diperoleh kota Bandung atas penerapan sistem smart city dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat kota Bandung.

Kemudian dilakukan analisis Uji Beda ini digunakan untuk mengetahui perbedaan persepsi Faktor-faktor City Branding Bandung Smart City berdasarkan profil responden, seperti jenis kelamin (JK), pekerjaan (PK), kecamatan (KEC), domisili (DOM), lama tinggal (LT), perangkat akses internet (AIT), dan akun media sosial Ridwan Kamil (AMS). Analisis Uji Beda ini menggunakan rumus SPPSS, yaitu One Way ANOVA karena menguji data nominal dan > 2 data interval. Tabel 1.2 di bawah ini menunjukkan hasil kumulatif uji beda variabel X.

Tabel 1.2

Hasil Kumulatif Uji Beda Anova Variabel X : Faktor-faktor City Branding Bandung Smart City

Dimensi JK PK KEC DOM LT AIT AMS

X1 0.070 0.836 0.966 0.242 0.248 0.035 0.000 X2 0.035 0.000 0.599 0.128 0.092 0.000 0.077 X3 0.341 0.785 0.066 0.136 0.048 0.179 0.002 X4 0.149 0.912 0.654 0.707 0.574 0.065 0.000 X5 0.364 0.120 0.513 0.521 0.403 0.000 0.000 X6 0.015 0.000 0.674 0.138 0.115 0.000 0.038 Sumber : SPSS 16.0

1 X1 : The Presence, X2: The Place, X3: The Potential, X4: The Pulse, X5: The People, X6: The Prerequisites

Hasil menunjukkan adanya perbedaan rata-rata persepsi responden dengan akun media sosial Ridwan Kamil terhadap beberapa variabel faktor-faktor city branding Bandung smart city. Karena nilai signifikansi hitung lebih kecil daripada measurement error sebesar 0.05. Lihat tabel di atas.

Sementara indikator yang paling dominan membangun variabel (Y) personal branding pemimpin Kota adalah indikator Y7 : The Law of Presistence dibandingkan dengan indikator lainnya, sebesar 4.41. Lihat Tabel 1.3 di bawah ini.

Tabel 1.3

Deskriptif Statistik Kumulatif Persepsi Per-Variabel Y Variabel

Y2 Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8

Rata-rata 4.11 4.16 4.13 4.08 4.02 4.21 4.23 4.2

Kriteria Baik Baik Baik Baik Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sumber : SPSS 16.0

Hasil pengukuran analisa deskriptif statistik kumulatif variabel-variabel Y menunjuukan konsistensi personal brand Walikota Bandung sebagai pengagas Program Pembangunan dan Pengembangan Bandung smart city lebih dominan berkontribusi dalam memperkuat personal branding-nya dibandingkan dengan indikator lainnya.

Hasil ini menunjukkan bahwa persepsi masyarakat kota Bandung menilai konsistensi antara janji-janji program Bandung smart city yang telah dibangun sejak awal kampanye dengan realisasi keberadaan program Bandung smart city, seperti smart healh, smart security, smart government, smart school, dan lainnya.

Tabel 1.4

Hasil Kumulatif Uji Beda Anova Variabel Y :

Personal Branding Pemimpin Kota

2Keterangan : Y1 : The law of specializations, Y2 : The law of leadership, Y3 : The law of personality, Y4: The law of distinctive, Y5: The law of visibility, Y6: The law of unity,

(9)

Dimensi

JK PK KEC DOM LT AIT AMS

Y1 0.013 0.000 0.659 0.120 0.137 0.000 0.044 Y2 0.008 0.000 0.633 0.433 0.472 0.000 0.000 Y3 0.155 0.803 0.592 0.651 0.730 0.011 0.000 Y4 0.152 0.958 0.357 0.078 0.160 0.294 0.000 Y5 0.341 0.785 0.066 0.048 0.136 0.179 0.002 Y6 0.047 0.709 0.966 0.473 0.386 0.007 0.000 Y7 0.074 0.913 0.976 0.263 0.246 0.048 0.000 Y8 0.022 0.000 0.907 0.931 0.853 0.000 0.000

Hasil menunjukkan adanya perbedaan rata-rata persepsi responden dengan akun media sosial Ridwan Kamil yang di-follow terhadap seluruh indikator personal branding Ridwan Kamil. Karena nilai signifikansi hitung lebih kecil daripada measurement error sebesar 0.05.

Hasil ini semakin memperkuat bahwa media sosial sebagai sarana yang efektif dalam membangun personal branding.

Untuk mengetahui lebih dalam dan mendapatkan variabel baru dari faktor-faktor city branding Bandung smart city yang mempegaruhi personal branding Walikota Bandung maka dilakukan uji Analisis Faktor Konfirmatori.

Berdasarkan hasil Analisis Faktor Konfirmatori diperoleh sebagai berikut :

Tabel 1.5

Rotated Component Matrix ͣ

Factors od City Branding (X) Component 1 2 X1 : The Presence 0.538 0.409 X2 : The Place 0.578 0.382 X3 : The Potential 0.813 -0.033 X4 : The Pulse 0.842 0.087 X5 : The People 0.240 0.715 X6 : The Prerequsites -0.040 0.831

Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.

a. Rotation converged in 3 iterations. Sumber : SPSS 16.00

Melihat Tabel 1.5 dipeoleh 2 (dua) faktor utama city branding Bandung smart city, yaitu :

Faktor 1 : X1, X2, X3, & X4 Faktor 2 : X5 & X6

Tabel 1.6

Component Transformation Matrix

Component of City Branding (X) 1 2

1 0.833 0.553

2 -0.553 0.833

Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.

Sumber : SPSS 16.0

Baik Faktor 1 (component) ataupun Faktor 2 memiliki korelasi sebesar 0,833 yang artinya cukup kuat karena melebihi 0.50. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa Faktor 1 dan 2 tepat untuk merangkum ke-6 variabel independen.

Kedua Faktor ini selaras dengan 2 (dua) variabel untuk mengevaluasi citra kota yang dikemukan oleh Jacobsen (75-79:2009), yaitu The Place Brand Assets dan Values.

The Place Brand Assets adalah persepsi masyarakat tentang aset brand tempat yang dirasakan bisa membangkitkan kebutuhan akan fungsi yang diharapkan. Ada 2 (dua) kategori aset brand tempat, yaitu tangible (kasat mata) dan intagible (tidak kasat mata). Persepsi masyarakat terhadap aset brand tempat kasat mata dilihat dari persepsi kualitas dan kesan fisik tempat, serta promosi brand tempat. Sementara, persepsi masyarakat terhadap aset brand tempat tidak kasat mata dilihat dari karakteristik tempat, reputasi, dan kepercayaan atas tempat. Maka dari itu, indikator City Branding Bandung Smart CIty, yaitu The Presence, The Place, The Potential, dan The Pulse bisa diringkas menjadi The Place Brand Assets.

The Place Brand Values adalah persepsi masyarakat tentang manfaat dari nilai brand tempat, seperti pengalaman memperoleh kenyamanan pelayanan yang diberikan dar tempat tersebut. Sehingga semakin baik fungsi

(10)

dari nilai brand tempat, semakin mudah brand tempat untuk dibedakan, berharga, dan berkarakter. Maka dari itu, indikator City Branding Bandung Smart City, yaitu The People dan The Prerequisites bisa diringkas menjadi The Place Brand Values.

Kemudian untuk mengetahui terdapat pengaruh antara variabel (X) City Branding Bandung Smart City terhadap variabel (Y) Personal Branding Walikota Bandung dilakukan beberapa pengujian asumsi klasik, yaitu :

1. Uji Normalitas Model Regresi

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui data pada variabel yang digunakan memiliki distribusi normal atau tidak. Pengujian ini menggunakan analisa One-Sample Kolmogorov Smirnov Test (Hair et al, 2010). Pertama, dilakukan perumusan hipotesa terlebih dahulu, yaitu data distribusi normal dan data tidak berdistribusi normal. Kemudia jika nilai signifikansi lebih besar dari 0.05, maka diterima atau data berdistribusi normal. Sedangkan jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05 maka diterima atai data berdstribusi tidak normal.

Tabel 1.7

Analisis One- Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Sumber : SPSS 16.0

Berdasarkan hasil analisis One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test nilai Asyrnp menunjukkan bahwa data berdistribusi normal.

2. Uji Linieritas Model Regresi

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan linier antara variabel independen dan dependen. Salah satu teknik pengujian dengan teknik analisis varians (ANOVA), yaitu dengan melihat nilai signifikansi dan

(Hair et al, 2010). Jika nilai signifikansi dibawah 0.05 dan lebih besar daripada maka terdapat hubungan linier diantara kedua variabel. Sedangkan jika nilai signifikansi diatas 0.05 dan lebih kecil daripada maka tidak terdapat hubungan linier diantara kedua variabel. Berdasarkan F tabel diperoleh bahwa

sebesar 2.41 dengan jumlah Variabel Independen sebanyak 14 item.

Tabel 1.8

Analisis Varian (ANOVA)

Sumber : SPSS 16.0

Berdasarkan hasil analisis varians diperoleh nilai signifikansi dibawah 0.05 dan nilai lebih besar daripada sebesar 4.379, artinya terdapat hubungan linieritas antar kedua variabel.

3. Uji Heteroskedastistas Model Regresi

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lainnya. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap disebut homoskedastisitas dam jika terdapat perbedaan disebut heteroskedastisitas (Hair et al, 2010). Model regresi yang baik adalah model homoskedastisitas, artinya tidak terjadi heteroskedastisitas. Model regresi

(11)

heteroskedastisitas bisa dideteksi dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada plot grafik. Apalbila menunjukkan titik-titik secara acak, dan tidak membentuk pola tertentu, maka model regresinya homoskedastistas. Adapun hasil uji heteroskedastisitas, sebagai berikut :

Grafik 1.1

Scatterplot Residual Model Persamaan Struktural Dependent Variabel : Y

Sumber : SPSS 16.0

Berdasarkan hasil uji scatterplot residual diperoleh model regresi variebel X dan Y tidak membentuk pola tertentu pada plot grafik sehingga model regresinya homoskedastisitas. Maka dari itu, varians residual variabel ini dapat terjadi kesamaan pada satu pengamatan ke pengamatan lainnya.

4. Uji Autokorelasi Model Persamaan Struktural

Uji Autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik autokorelasi, yaitu korelasi yang terjadi antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model. Model yang bak adalah yang tidak terdapat autokorelasi dalam model. Hari et al (2010) menjelaskan bahwa pengujian autokorelasi dapat dilakukan dengan melihat hasil uji Durbin-Watson dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Jika d lebih kecil dari dL atau lebih besar dari (4-dL), maka ditolak, yang berarti terdapat autokorelasi.

b. Jika d terletak antara dU dan (4-dU), maka diterima, yang berarti tidak ada autokorelasi.

c. Jika d terletak antara dL dan dU atau diantara (4-dU) dan (4-dL), maka tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti. Berdasarkan hasil pengujian Durbin-Watson (DW) Model Persamaan Struktural menunjukan bahwa nilai DW sebesar 1.800 sedangkan tabel DW dengan jumlah sampel (n) sebesar 400 responden dan variabel independen (k) sebanyak 2 (dua) diperoleh nilai dL sebesar 1.632 dan nilai dU sebesar 1.896 berdasarkan hal tersebut nilai DW berada diantara dU dan (4-dU). Maka dari itu, model persamaan struktural ini tidak terjadi autokorelasi.

5. Uji Multikolinieritas Model Persamaan Struktural

Uji multikolinieritas bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan yang sempurna di antara beberapa atau semua variabel bebas dalam model persamaan struktural. Model pesamaan struktural yang baik adalah model multikolinieritas. Pengujian multikolinieritas dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factors (VIF). Jika VIF < 10, maka dapat disimpulkan tidak multikolinieritas (Hair et al, 2010).

Tabel 1.9

Hasil Pengujian VIF Model Persamaan Struktural

Sumber : SPSS 16.0

Berdasarkan hasil pengujian VIF diperoleh VIF sebesar 1.447, dibawah 10. Maka dapat disimpulkan model regresi struktural ini tidak multikolinieritas.

Berdasarkan hasil pengujian asumsi klasik, mulai dari Uji Normalitas Regresi, Uji Linieritas Model Regrsi, Uji Heteroskedastisitas Model Regresi, Uji Autokorelasi, dan Uji Multikolinieritas Model Persamaan Struktural diperoleh bahwa model

(12)

regresi ini memeunhi persyataran untuk dianalisis regresi linier.

Regresi linier berganda digunakan untuk memprediksi keadaan naik – turunnya variabel dependen (kriteriu), bila dua atau lebih variabel independen (prediktor) dinaikkan – diturunnkan nilainnya (Hair et al, 2010). Hasil penelitian ini menunjukkan sebagai berikut :

Tabel 1.10 Koefisien

Sumber : SPSS 16.0

Berdasarkan hasil analisis koefisien diperoleh persamaan regrsi linier berganda, sebagai berikut :

Yang diperoleh adalah sebagai berikut :

Persamaan regresi diatas mrnunjukksn bahwa koefisien regresi variabel (F1) : The Palce Brand Assets dan variabel (F2) : The Place Brand Values bertanda positif (+), artinya variabel tersebut berpengaruh positif terhadap Personal Branding Walikota Bandung (Y). Pengaruh variabel the place brand assets (F1) lebih kuat dibandingkan dengan the place brand values (F2) terhadap Personal Branding Walikota Bandung (Y), sebesar 9.358.

Diagram 1.1

Regresi antara Variabel X dan Y

Sumber : SPSS 16.0

Kemudian dilakukan analisa Koefisien Determinasi untuk mengetahui besarnya pengaruh Variabel (X) : City Branding Bandung Smart City terhadap Variabel (Y) : Personal Branding Walikota Bandung.

Tabel 1.11

Koefisien Derteminasi (R²)

Sumber : SPSS 16.0

Melihat tabel Koefisien Derteminasi menunjukkan bahwa nilai regresi sebesar 0.987. Kemudian nilai signifikansi dibawah 0.05, artinya terdapat pengaruh Variabel (X) : City Branding Bandung Smart City terhadap Variabel (Y) : Personal Branding Walikota Bandung dengan kekuatan sebesar 95,7%. Artinya kekuatan pengaruh city branding Bandung smart city terhadap personal branding Walikota Bandung (Bapak Ridwan Kamil) sangat kuat dengan arah positif (+), maka semakin baik city branding Bandung smart city, semakin baik personal branding Walikota Bandung.

PENUTUP Simpulan

Penelitian ini membahas konsep city branding dan personal branding. Tipologi city branding yang diteliti adalah smart city. Sementara personal branding yang diuji adalah pemimpin kota. Penelitian ini menguji pengaruh kedua konsep tersebut melalui pendekatan penelitian kuantitatif dengan desain eksplanatif. Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh terdapat pengaruh Variabel (X) : City Branding Bandung Smart City terhadap Variabel (Y) : Personal Branding Walikota Bandung yang signfikan dan kuat sebesar 95,7% dengan arah positif. Artinya ketika city branding semakin baik maka personal branding pemimpin kota akan semakin baik juga.

(13)

Penelitian ini membuktikan bahwa pengelolaan city branding yang baik akan mempengaruhi personal branding pemimpin kota. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Kaloh (4: 2014) bahwa keberhasilan pemerintah daerah menunjukkan kemampuan, kompetensi, dan kapabilitas seorang pemimpin daerah. Selain itu, Hardjana (12:2008) bahwa pemimpin perusahaan tidak hanya dapat mempengaruhi dan mengubah tingkat reputasi korporasi, tetapi juga perusahaan dapat mempengaruhi reputasinya sendiri sebagai pemimpin perusahaan.

Dalam penelitian ini diperoleh terdapat 2 (dua) kategori faktor baru yang terbentuk untuk variabel city branding Bandung smart city, yaitu the place brand assets dan values. Kemudian, faktor city branding Bandung smart city yang paling dominan kuat mengaruhi personal branding Walikota Bandung adalah the place brands values sebesar 9.358. Sementara dimensi yang paling dominan membentuk city branding Bandung smart city dari kedua faktor adalah the pulse sebesar 84.2% dan the prerequisites sebesar 83.1%.

Kemudian penelitian ini telah menunjukkan adanya keterkaitan antara kajian city branding dalam konteks komunikasi pemasaran dengan kajian personal branding dalam konteks komunikasi politik. Selain itu, penelitian ini telah menunjukkan bahwa keberhasilan kota Bandung membangun sistem Bandung smart city dalam tata kelola pemerintahannya telah semakin memperkuat city brand Bandung yang kompetitif. Kehadiran city brand Bandung smart city yang kompetitif tidak hanya memberikan implikasi positif pada kota, pemerintah kota, tetapi juga pemimpin kota. Sehingga brand kota yang kompetitif akan berdampak positif terhadap personal brand pemimpin kota tersebut.

Hasil penelitian ini diharapkan akan mampu memberikan rekomendasi dalam mempertimbangkan kebijakan dalam menentukan city brand maupun personal brand pemimpin kota di seluruh kota-kota Indonesia.

Keterbatasan penelitian ini belum mengkorelasikan variabel-variebal pendukung dalam pembentukan city dan personal brand, salah satunya media sosial sebagai salah satu tools branding.

Saran

Keterbatasan penelitian ini belum mengkorelasikan variabel-variebal pendukung dalam pembentukan city dan personal brand, salah satunya media sosial sebagai salah satu tools branding.

Penelitian selanjutnya disarankan bisa menghubungkan city branding dengan tipologi city brand lainnya sehingga bisa membandingkan tipologi city branding yang kuat dalam membentuk personal brand pemimpin kota. Kemudian penelitian selanjutnya dapat memasukkan faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi personal branding pemimpin kota, seperti faktor media sosial baik sebagai variabel anteseden maupun interverning.

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih dapat juga disampaikan kepada pihak-pihak yang membantu pelaksanaan penelitian, yaitu warga kota Bandung sebagai responden penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anholt, Simon. (2006). The Anholt – GMI City Brad Index : How The World Sees The Wolrd’s Cities. Journal of Place Branding and Public Diplomacy, Vol 2,1

Anholt, S. (2007). Competitive Identity : The New Brand Management for Nation, Cities, and Region. London : Palgrave Macmillan. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia.

(2016). Infografis Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet Indonesia.

Badan Pusat Statistik. (2015). Statistik Telekomunikasi Indonesia. Badan Pusat Statistik : Indonesia

Balmer, J. M., and Greyser, S. A. (Eds). (2003). Revealing The Corporation : Perspectives on Identity, Image, Reputation, Corporate Branding, and Corporate – Level Marketing : An Anthology. London : Routledge.

(14)

Fombrun, Charles J. (1996). Reputation Realizing Value from the Corporate Image. Harvard Bussiness School Press, Boston.

Guba, Egon G. (1990). Paradigma Dialog. London. Sage Publications.

Hair, Joseph, William C. Black, Brarry J. Babin, dan Rolph E. Anderson. (2010). Multivariate Data Analysis Seventh Edition. Upper Saddle River : Prentice Hall.

Kaloh, J. (2014). Kepemimpinan Kepala Daerah : Pola Kegiatam Kekuasaan, dan Perilaku Kepala Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah. Jakarta : Sinar Grafika.

Kartono, Kartini. (1982). Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.

Dinnie, Keith. (2011). City Branding: Theory and Cases. London : Palgrave Macmillan

Kotler, Philip dan Keller, Kevin Lane. (2009). Edisi 13. Jilid I dan II. Manajemen Pemasaran. Jakarta:Erlangga.

Kementerian Komunikasi dan Informatika. (2013). Buku Putih Kementerian Komunikasi dan Informatika. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. McNally, D., & Speak, K. D. (2002). Be Your Own

Brand.San Fransisco: Berret Koehler Publisher Neuman, Lawrence W. (2003). Social Research

Methods, Qualitative and Quantitative Approach. United States of America. Pearson Education, Inc.

Singarimbun, Masri. (1995). Metode Penelitian Survai. Yogyakarta. PT Pustaka LP3ES Indonesia.

Nugroho, Agung. (2005). Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan SPSS. Andi Jakarta.

Nurgiyantoro, B. dkk. (2004). Statistik Terapan Untuk Penelitian Ilmu – Ilmu Sosial. Yograkart. Gajah Mada University Press. Montoya, Peter., & Vandehey, Tim.(2002). The

Persona Branding Phenomenon (paperback). United States of America: McGraw-Hill. Kriyantono, Rachmat. (2006). Teknik Praktis Riset

Komunikasi. Jakarta : Kencana.

Rossiter, John R. dan Larry Precy. (2000). Advertising and Promotion Management. Third Edittion. Mc Hill Inc. New York Rainisto, Seppo K. (2003). Succes Factors of Place

Marketing : A Study of Place Marketing Practices in Northen Europe And United States.

Sugiyono. (2012a). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung. Aflabeta.

Sugiyono. (2012b). Statistik untuk Penelitian. Bandung. Alfabeta.

Sugiyono. (2008). Metode penelitian kualitatif. Bandung : Alfabeta.

Arikunto, Suharsimi. (2003). Prosedur Penelitian untuk Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta. PPM. Salamah, Ummi. (2015). Brand Pemimpin Politik.

Makna Informasi : Jakarta Selatan

Yananda, M. Rahmat dan Ummi Salamah. (2014). Branding Tempat Membangun Kota, Kabupaten, dan Provinsi Berbasis Identitas. Makna Informasi : Jakarta Selatan.

Hardjana, Andre A. (2008). Komunikasi dalam Manajemen Reputasi Korporasi. Jurnal Ilmu Komunikasi Vol. 5, No.1

Sukmawati, Andriastika dan Joko Suyono. (2005). Analisis Pengaruh Bintang Idola Iklan (Celebrity Endorser) Terhadap Minat Konsumen Sebuah Merek Multivitamin : Studi Pada Mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Fokus Manajerial Vol. 3 No.1 Hal. 21-32.

Karsono, Bambang. (2015). Pengaruh Atribut Aksesibilitas dan Keakraban Fisik Ruang Kepada Ikatan Tempat. Prosiding Temu Ilmiah IPBL 2015.

Bently, I. (1992). Responsive Environment : A Manual for Designers, Oxford : Butterworth Architecture.

Jacobsen, Bjorn P. (2009). Investor – Based Place Brand Equity : A Theoritical Framework. Journal Of Place Management And Development Vol. 2 No. 1.

Yunitasari ,Cindy dan Edwin Japarianto. (2013). Analisa Faktor-Faktor Pembentuk Personal Branding dari C.Y.N. Universitas Kristen Petra. Jurnal Manajemen Pemasaran Petra Vol. 1, No. 1, (2013).

Annas, Faris Budiman dan Irwansyah. (2016). Strategi Pengkomunikasian Brand Kota Melalui Media Sosial. Jurnal FISIP UI 2016 : Jakarta.

Davis, Fred D., et al. 1989. User Acceptance of Computer Techonology : A Compariosn of Two Theoritical Model. Management Science, 35 (8), 989-1002.

Harrison-Walker, L. J. (2012). Place Brand and The Relational Branding Communication Process. Academy of Marketing Studies Jurnal, Volume 16, 2012.

Hankinson, G. (2004). Relational Network Brand : Toward a Conceptual Model of Place Brand. Journal of Vacation Marketing. 10 (2), 109-121.

Hankinson, G. (2004b). The Brand Images of Tourisme Destination : A Study of The

(15)

Saliency of Organic Image. Journal of Product & Brand Management, 13(1), 6-14.

Kavaratzis, Mihalis. City Branding : An Effective Assertion of Identity or A Ranstory Marketing Trick?. Journal of Place Branding and Public Diplomacy, Vol.2, 2, 183 – 194, Palgrae Macmillan.

Kavaratzis, Mihalis.(2009). City and Their Brands L Lessons from Corporate Branding. Journal of Place Branding and Public Diplomacy. 2009; Vol. 5, 1, 26 – 37 Pagrave Macmillan.

Fadli, Muhammad Sabila. (2015). Tingkat Kepuasan Masyarakat Terhadap Pelayanan Pembuatan Ata Kelahiran di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Gersik. Junal Unesa 2015.

Mursalim, Siti Widharetno. (2017). Implementasi Kebijakan Smart City di Kota Bandung . Jurnal Ilmu Administrasi Vol. 14, No.1 Morgan, N Princhard. A. and Pride. R (eds). (2002).

Destination Branding : Creating the Unique Destination Proposition. Butterworth-Heinenman: Oxford, p.3.

Brown, Rob. (2010). Reputation management. Business Information Review Copyright © The Author(s), 2010. Reprints and permissions:

http://www.sagepub.co.uk/journalsPermissions .nav, Vol 27(1): 56–64 [DOI: 10.1177/0266382109357390.

Syaifuddin. (2013). Microblogging Sebagai Pembentuk Personal Branding. JMA Vol. 18 No. 2 Oktober - November 2013.

Rahmawati, Alfianida. (2014) Pembentukan Brand Awareness melalui Political Branding. Universitas Indonesia : Jakarta.

Dahnil, Ega Aliffian. (2014). Pola Hubungan Terbentuknya City Image melalui Kegiatan City Branding. Universitas Indonesia : Jakarta. Chairani, Syifa.( 2015). Pengaruh City Branding Dengan Menggunakan Media Sosial Terhadap Pembentukan Citra Kota. Universitas Indonesia : Jakarta.

Salamah, Ummi. (2014) Brand Politik Pemimpin Politik. Universitas Indonesia : Jakarta. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 BAB XXI Pasal

386-390 tentang Inovasi Pemerintah Daerah. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor : VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016 tentang Pedoman Nomenklatur Perangkat Daerah Bidang Komunikasi dan Informatika.

Rencana Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Kota Berkelanjutan dan Berdaya Saing untuk Kesejahteraan Masyarakat Tahun 2015 – 2045. http://properti.kompas.com/read/2015/11/18/0714415 21/Bandung.Terpilih.Menjadi.Finalis.Wor ld.Smart.City.Awards.2015. diakes 11/10/2017 9:36 PM https://aptika.kominfo.go.id/index.php/berita/175-gerakan-menuju-100-smart-city diakses 11/10/2017 10:19 PM https://bandung.merdeka.com/halo-bandung/kota- bandung-raih-penghargaan-telkom-nusantaraaward-160818s.html diakses 11/10/2017 9:31 PM http://www.bandungaktual.com/2016/12/kota-bandung-raih-predikat-kota-pintar.html diakses 11/10/2017 9:27 PM https://news.detik.com/berita/d-3049077/bandung- raih-peringkat-2-penghargaan-smart-city-inikata-ridwan-kamil diakses 11/10/2017 9:21 PM https://bandung.merdeka.com/halo-bandung/kota- bandung-terpilih-sebagai-kota-smart-cityterbaik-se-indonesia-160512x.html diakses 11/10/2017 9:24 PM http://www.mediaindonesia.com/news/read/102343/s mart-city-bikin-bandung-maju/2017-04-27 diakses 11/10/2017 9:16 PM https://bandung.merdeka.com/halo- bandung/terapkan-smart-city-emil-raih- penghargaan-dariindonesia-opengov--1703239.html diakses 11/10/2017 9:14 PM http://www.pikiran-rakyat.com/bandung- raya/2017/05/23/kota-bandung-raih- penghargaansebagai-smart-city-atau-kota-pintar-401747 diakses 11/10/2017 9:12 PM https://www.itb.ac.id/news/read/4535/home/pr of-dr-ir-suhono-h-supangkat-pencetus-ide- smartcity-pendukung-pembangunan-berkelanjutan diakses 11/10/2017 9:14 PM https://www.cnnindonesia.com/teknologi/201711022 20249-185-253130/langkah-dan-kendalaadopsi-smart-city-di-indonesia/ diakses 11/10/2017 9:17 PM https://www.mastel.id/smart-city/2015/ diakses 09/11/2017 4:00 PM http://www.pikiran- rakyat.com/bandung- raya/2015/10/27/347619/bangun-smart-city-tahundepan-bandung-siapkan-rp-100-m diakses 11/10/2017 9:17 PM https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d- 3410967/temui-ridwan-kamil-investor-perancistertarik-investasi-di-bandung diakses 11/10/2017 9:15 PM http://bandung.bisnis.com/read/20160317/82444/551 896/belgia-tertarik-dengan-bandung-smartcity

(16)

diakses 11/10/2017 9:15 PM https://dailysocial.id/wire/telkomsel- implementasikan-teknologi-4-5g-di-kota-bandung/ https://bandung.merdeka.com/halo- bandung/terapkan-smart-city-emil-raih- penghargaan-dariindonesia-opengov--1703239.html diakses 11/10 2017 09.50 AM http://www.rmol.co/read/2016/04/24/244406/Ridwan -Kamil-Raih-Penghargaan-Pelopor-SmartCity-Dari-TMP- diakses 11/10/2017 9:34 PM http://www.pikiran-rakyat.com/bandung- raya/2016/11/02/program-bandung-smart- schooltekan-anggaran-sekolah-dan-kecurangan-383670 diakses 11/10/2017 9:20 PM http://regional.kompas.com/read/2016/11/01/1 4493961/.smart.school.di.bandung.ujian. bisa.gun akan.smartphone. diakses 11/10/2017 9:24 PM http://infobandung.co.id/ini-fungsi-dari- edubox-smart-school-yang-diluncurkan-di-kotabandung/ diakses 11/10/2017 9:24 PM https://portal.bandung.go.id/posts/2016/02/25/ Ykqe/pemkot-bandung-luncurkan-apilkasigampil-untuk-perizinan-ukm diakses 11/10/2017 9:30 PM https://kumparan.com/@kumparantech/ membandingkan-tarif-dan-kuota-internet-dari-5operator-seluler diakses 11/10/2017 10:05 PM http://paketaninternet.com/2015/05/operator- indonesia-dengan-pelanggan-terbanyak.html diakses 11/10/2017 10:05 PM https://www.telkomsel.com/internet-telkomsel/paket-internet-simpati diakses 11/10/2017 10:05 PM

Gambar

Tabel 1.1 Tabel Penelitian Terdahulu terkait dengan Kajian City Branding dan Personal Branding  Pemimpin Kota
Gambar 1.1 Model Penelitian
Tabel 1.1 Deskriptif Statistik Kumulatif Persepsi  Per-Variabel X
Tabel  1.2  di  bawah  ini  menunjukkan  hasil  kumulatif uji beda variabel X.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pengumpulan data penelitian dimaksudkan sebagai pencatatan peristiwa atau karakteristik dari sebagian atau seluruh elemen populasi penelitian. Pengumpulan data penelitian

temuan. Menyampaikan kepada OPD terperiksa atas temuan BPK atau APIP yang berulang, sehingga pada pemeriksaan selanjutnya kelemahan dapat diperbaiki.. Inspektorat Provinsi

Nilai tersebut sebanding dengan luasan areanya, namun jika dilihat dari simpanan karbon rata-rata per piksel, hasil antara sigma naught dan gamma naught memiliki perbedaan yaitu

Cotaton otas loporan keuongon merupokon bogian yang tidok terpisohkan dari loporan keuongon

Audit kami atas laporan keuangan konsolidasian PT Mitra Energi Persada Tbk., dan Entitas Anak tanggal 31 Desember 2013 dan 2012 dan untuk tahun yang berakhir pada tanggal

Buku Panduan ini memuat format penulisan dan menjelaskan tentang tata cara penulisan proposal penelitian dan tesis serta pelaksanaan kolokium (seminar proposal dan

kestabilan lereng telah dilakukan di jalur transek Liwa- Ranau, Lampung Barat dengan tujuan mencari hubungan antara kondisi geologi dengan peristiwa longsoran.. Metode

Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas: 5) Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang