• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH TOKEN EKONOMI UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU MAKAN SAYUR PADA ANAK YANG MENGALAMI SULIT MAKAN DI TK PAUD KUSUMA BANGSA KABUPATEN BULUKUMBA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH TOKEN EKONOMI UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU MAKAN SAYUR PADA ANAK YANG MENGALAMI SULIT MAKAN DI TK PAUD KUSUMA BANGSA KABUPATEN BULUKUMBA"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

KUMPULAN JURNAL

PENGARUH TOKEN EKONOMI UNTUK MENINGKATKAN

PERILAKU MAKAN SAYUR PADA ANAK YANG

MENGALAMI SULIT MAKAN DI TK PAUD KUSUMA

BANGSA KABUPATEN BULUKUMBA

DIUNDUH OLEH:

LILIS KARLINA

1171040005

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

MAKASSAR

(2)

KUMPULAN JURNAL

PENGARUH TOKEN EKONOMI UNTUK MENINGKATKAN

PERILAKU MAKAN SAYUR PADA ANAK YANG

MENGALAMI SULIT MAKAN DI TK PAUD KUSUMA

BANGSA KABUPATEN BULUKUMBA

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar Sebagai Persyaratan Untuk Memeroleh

Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)

DIUNDUH OLEH:

LILIS KARLINA

1171040005

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

MAKASSAR

(3)

DAFTAR ISI

NO. JUDUL ARTIKEL PENULIS PENERBIT TAHUN

TERBIT

1.

Pengaruh token ekonomi untuk mengurangi agresivitas pada siswa TK

Handayani, D. T., & Hidayah, N. Jurnal Fakultas Psikologi, 2(2), 44-52. 2014 2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kesulitan makan pada anak usia 3-5 tahun di TK Gowata

Desa Taeng Kec. Pallangga Kab. Gowa Hariani., Nur, M. M., & Nurhidayah. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis, 5(6), 661-666. 2015 3.

Terapi token ekonomi untuk mengubah perilaku lekat di

sekolah

Hasanah, N. Humanitas,

10(1), 1-18. 2013

4.

Efektivitas metode modifikasi perilaku “token

economy” dalam proses belajar mengajar di kelas

Indrijati, H. Jurnal Psikologi Indonesia, 6(1), 43-54. 2012 5.

Hubungan kontrol makanan, model peran dan keterlibatan

anak dengan sulit makan pada anak Muharyani, P. W. . Jurnal Keperawatan Sriwijaya, 2(1), 10-21. 2015 6. Mereduksi prokrastinasi akademik mahasiswa

melalui teknik token economy Mujiati. Jurnal Fakultas Konseling, 1(2), 142-150. 2015 7. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sulit makan pada anak prasekolah

di TK Pertiwi Desa Bugel Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara Rosita, D., Lathifah, U., & Sholikah, A. Jurnal Kesehatan dan Budaya, 5(1), 33-37. 2014 8.

Efektivitas token ekonomi untuk meningkatkan perilaku makan pada anak yang mengalami sulit makan

Sahyani, R. JOM, 2(2),

420-430. 2013

9. Masalah makan pada anak Sudjatmoko. Damianus

(4)

Medicine, 10(1), 36-41.

10.

Pengaruh pemberian token ekonomi terhadap motivasi belajar siswa sekolah dasar

Muriyawati., & Rohmah, F. A. Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar, 2(2), 58-72. 2016

(5)

ISSN : 2303-114X

44

PENGARUH TOKEN EKONOMI UNTK MENGURANGI AGRESIVITAS PADA SISWA TK

Da’ina Tri Handayani, Nurul Hidayah Fakultas Psikologi, Universitas Ahmad Dahlan

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian token ekonomi dalam mengurangi gejala agresivitas pada anak TK. Subjek dalam penelitian ini adalah tiga orang siswa kelas TK B, usia lima dan enam tahun. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi dengan pencatatan behavioral checklist.Penelitian ini menggunakan single-case experimental design dengan format perlakuan ABA withdrawal. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan teknik analisis visual inspection untuk melihatperubahan dan membandingkan efektivitas perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan gejala agresivitas khususnya perilaku memukul pada subjek.Pada subjek pertama, perilaku memukul mengalami penurunan sebesar 2,87. Pada subjek kedua, agresivitas khususnya perilaku memukul mengalami penurunan sebesar 2,08. Pada subjek ketiga perilaku memukul juga mengalami penurunan sebesar 1,67.Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa token ekonomi dapat mengurangi gejala agresivitas pada anak, khususnya perilaku memukul.

Kata Kunci Agresivitas, memukul, token ekonomi

PENDAHULUAN

Di Indonesia sendiri, pendidikan di luar keluarga yang pertama adalah pendidikan prasekolah. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 27 tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah, mempunyai tujuan untuk meletakkan dasar perkembangan, sikap, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta anak didik di dalam penyesuaian dirinya dengan lingkungan (Hawadi, 2006). Pendidikan prasekolah menurut Papalia dan Olds (2009) termasuk masa kanak-kanak pertama, yaitu usia tiga-lima tahun.

Menurut Hawadi (2006), anak usia taman kanak-kanak merupakan masa yang penuh persoalan bagi orang tua, disebabkan anak sudah mulai ingin menunjukkan kebebasannya sebagai individu. Hal ini juga ditunjukkan dengan sikap keras kepala anak, melawan, tidak patuh dan berbuat antagonis.Pada masa usiataman kanak-kanakini, meurut Boyd & Bee (2011) merupakan datangnya masa agresi pada anak, walaupun gejala agresivitas ini wajar pada anak, tetapi dibutuhkan pengawasan dari orang tua, agar tidak mengarah pada gejala agresivitas yang berkelajutan (Hawadi, 2006)

Dewasa ini ditemukan adanya anak TK yang juga memiliki kecenderungan agresivitas, kecenderungan agresivitas menurut Chaplin (2002) adalah kecenderungan habitual (yang dibiasakan) untuk memamerkan permusuhan. Berdasarkan hasil observasi pada hari Sabtu tanggal 6 April 2013 di TK ABA Serangrejo tampak salah satu anak tiba-tiba mendorong temannya hingga menangis, padahal anak yang didorong tidak bersalah apa-apa. Kemudian saat mengerjakan tugas tiba-tiba ada salah satu anak yang menangis karena dipukul temannya, dan kemudian anak yang menangis tersebut mengejek anak yang memukulnya dengan kata-kata yang kasar.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru TK pada hari Sabtu tanggal 6 April 2013, ada beberapa anak yang menunjukkan gejala agresivitas, seperti ada anak yang tiba-tiba naik di atas meja saat pelajaran berlangsung. Selain itu menurut guru tersebut salah satu anak yang dianggap sebagai provokator, sering mencubit pipi temannya tanpa sebab hingga anak yang dicubit menangis, selain itu anak tersebut juga sering mengajak teman yang lain untuk mengganggu teman-temannya. Ada juga anak yang sering mengolok-olok temannya karena ada yang terlambat masuk kelas.Menurut guru yang mengajar, hal-hal seperti

(6)

ISSN : 2303-114X

45

memukul, mencubit, mengejek dan menangis tersebut terjadi hampir setiap hari. Hal ini terjadi karena ada anak yang memulainya sehingga anak yang lain mengikuti kecenderungan agresivitas tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, perilaku seperti memukul, mencubit, mengejek dan mengolok-olok merupakan perilaku yang tidak diharapkan oleh guru, karena perilaku agresif ini menganggu proses belajar, dapat menganggu siswa lain dan juga menakuti siswa lain. Perilaku agresif ini juga dikhawatirkan akan berlanjut hingga anak beranjak dewasa dan bisa menganggu proses pertumbuhan anak, selain itu perilaku agresif ini dikawatirkan akan menganggu proses interaksi antar anak. Apabila agresivitas ini tidak ditangani sejak dini maka agresivitas akan berkelanjutan sampai remaja. Sebagai contoh, banyaknya kasus tawuran di kalangan siswa SMP dan SMA.Harian kompas tanggal 22 Desember 2013 menyebutkan bahwa tawuran ini merupakan salah satu bentuk agresi yang berkelanjutan.

Menurut Soekadji (1983) gejala agresivitas termasuk perilaku-perilaku yang menyimpang dan merupakan masalah pribadi, yang dapat ditangani dengan memanfaatkaan prinsip-prinsip proses belajar. Ada berbagai cara dalam modifikasi perilaku untuk mengurangi gejala agresivitas ini, seperti pemberian reward, punishment, token ekonomi atau tabungan keping dan juga time out. Menurut Soekadji (1983) gejala agresivitas merupakan salah satu perilaku yang dapat diturunkan dengan pemberian token ekonomi. Token ekonomi menurut Drost (2003) merupakan bentuk pemberian kupon hadiah apabila anak berperilaku sesuai dengan yang diharapkan.

Zlomke & Zlomke (2003) telah membuktikan bahwa token ekonomi dan self monitoring dapat menurunkan tingkat agresivitas siswa. Dalam penelitian ini, penulis hanya menggunakan token ekonomi untuk mengurangi agresivitas siswa. Changi & Daly (2012) juga membuktikan bahwa token ekonomi mampu mengurangi perilaku bermasalah pada anak autis. Berbeda dengan penelitian ini, peneliti menggunakan token ekonomi untuk mengurangi agresivitas pada anak normal. Berdasarkan adanya penelitian tersebut, maka peneliti berinisiatif menerapkan token ekonomi untuk mengurangi perilaku agresif pada anak TK.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan tersebut di atas, peneliti bermaksud untuk meneliti fenomena tersebut dengan judul Pengaruh Token Ekonomi untuk Mengurangi Agresivitas pada Anak TK.

Dasar Teori 1. Agresivitas

a. Pengertian Agresivitas

Agresivitas sesuai yang dikemukakan Berkowitz (1993) adalah perilaku yang mengacu pada sesuatu yang dapat melanggar norma atau perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial.

b. Aspek Agresivitas

Aspek–aspek agresivitas sesuai yang dikemukakan oleh Berkowitz (1993) adalah agresi fisik langsung, agresi fisik tidak langsung, agresi verbal langsung dan agresi verbal tidak langsung.

c. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Agresivitas

Faktor-faktor agresivitas antara lain karena budaya negatif, seperti menonton televisi berupa tayangan kekerasan, kemudian karena disiplin orang tua yang terlalu tinggi, anak yang dianiaya oleh orang tua dan juga disebabkan karena adanya serangan atau gangguan dari orang lain.

d. Cara Mengatasi Perilaku Agresivitas

Berbagai cara atau metode ataupun program telah disusun oleh beberapa ahli untuk menangani agresivitas ini, antara lain :

1). Terapi Kognitif Behavioral

Contoh dari terapi ini yaitu melatih anak laki-laki yang terlibat dalam perilaku antisosial dan agresif. Tujuannya untuk mengonseptualisasikan kembali provokasi sosial sebagai masalah yang dapat diselesaikan dan bukan sebagai tantangan terhadap anak-anak sehingga harus dijawab dengan kekerasan (Lochman dan Lenhart dalam Nevid, 2003) 2). Calming Self Talk

(7)

ISSN : 2303-114X

46

Menurut Lochman dan Lenhart (Nevid, 2003) cara ini untuk menghambat perilaku impulsif dan mengontrol kemarahan setiap kali anak-anak mengalami provokasi dan untuk menghasilkan serta mencoba solusi-solusi yang tidak mengandung kekerasan dalam menghadapi konflik-konflik sosial.

3). Mengajarkan ketrampilan sosial pada anak

Hawadi (2006) menjelaskan, jika anak sudah menunjukkan gejala agresif dapat ditangani dengan cara kuratif, salah satunya mengajari anak ketrampilan sosial, cara ini mengajari anak berperilaku asertif.

4). Bermain dan Olahraga

Bermain dan olahraga merupakan sarana mengatasi perilaku agresif yang dapat diterima oleh masyarakat (Hawadi, 2006)

5). Modifikasi Perilaku

Soekadji (1983) menjelaskan bahwa gejala agresivitas merupakan perilaku menyimpang, yang dapat ditangani dengan modifikasi perilaku. Menurut Martin dan Pear (2003) modifikasi perilaku adalah, penerapan prinsip-prinsip dan teknik belajar untuk menilai dan memperbaiki perilaku yang tersembunyi dan tampak pada individu yang berfungsi untuk membantu mengatasi fungsi sosial yang terhambat. Dalam modifikasi perilaku ini, ada beberapa cara untuk mengurangi gejala agresivitas, seperti pemberian reward (hadiah), time out, dan token ekonomi.

1. Token Ekonomi

a. Pengertian Token Ekonomi

Menurut Soekadji (1983) token ekonomi atau tabungan keping adalah prosedur pemberian satu kepingan (satu tanda atau isyarat) sesegera mungkin setelah perilaku yang diharapkan muncul. Selain itu Soekadji (1983) juga menambahkan bahwa nantinya kepingan ini dapat ditukar dengan benda atau aktivitas pengukuh yang diinginkan subjek. Menurut Djiwandono (2002) bentuk dari token ekonomi dapat berupa angka, cek, kartu, mainan yang berbentuk uang, atau apa saja yang dapat diidentifikasi sebagai milik siswa.

Changi dan Daly (2012) juga menjelaskan token ekonomi adalah sebuah sistem penguatan yang diberikan untuk anak-anak dengan hadiah nyata bagi perilaku tertentu. Penghargaan ini, atau "token," akan terkumpul sehingga anak dapat menukar token mereka dengan hadiah atau aktivitas yang sebenarnya. Token ekonomi telah terbukti menjadi intervensi yang efektif untuk mengurangi perilaku yang tidak pantas.Program token ekonomi ini menurut Soekadji (1983) dapat diterapkan pada anak-anak normal, anak-anak atau orang-orang yang perkembangannya terlambat, yang cacat mental atau yang mengalami penyimpangan kepribadian.

Berdasarkan beberapa penjelasan token ekonomi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa token ekonomi adalah prosedur pemberian satu kepingan (satu tanda atau isyarat) sesegera mungkin setelah perilaku yang diharapkan muncul, dan kepingan ini nantinya dapat ditukar dengan benda atau aktivitas yang diinginkan subjek

METODE PENELITIAN

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi dengan metode behavior checklist. Observasi dengan metode behavior checklist menurut Hadi (2000) adalah suatu daftar yang berisi nama-nama subjek dan faktor-faktor yang hendak diteliti.Checklist dimaksudkan untuk mencocokkan catatan observasi. Dalam penelitian ini behavior checklist berisi beberapa kolom yaitu kolom nama, dan kolom frekuensi munculnya perilaku agresi fisik memukul. Aturan dalam pengisian lembar ini adalah, apabila perilaku agresi fisik memukul tersebut muncul kemudian observer memberi checklist atau tanda garis pada kolom frekuensi munculnya perilaku agresi.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen single case eksperimental design yaitu sebuah desain penelitian untuk mengevaluasi efek suatu perlakuan (intervensi) dengan kasus tunggal (Latipun, 2011). Kasus tunggal dapat berupa beberapa subjek dalam satu kelompok atau subjek yang diteliti adalah tunggal (Latipun, 2011). Desain yang digunakan untuk metode single case eksperimental design dalam penelitian ini adalah desain A-B-A

(8)

ISSN : 2303-114X

47

withdrawal, yaitu format dengan 3 fase, pertama fase baseline (A1) yaitu kondisi awal dilakukan pengukuran tanpa perlakuan. Kemudian kondisi perlakuan (B) yaitu kondisi pemberian perlakuan dan kemudian mengukur agresivitas yang muncul, serta memperhatikan adanya perubahan.Kemudian yang ketiga adalah fase baseline kedua (A2) yaitu tidak memberikan perlakuan dan tetap mengukur agresivitas. Rancangan penelitiannya dapat digambarkan sebagai berikut :

OO O O X O X O X O O O O O A1 B A2 Keterangan : A1 = baseline pertama B = kondisi prlakuan A2 = baseline kedua

Subjek dalam penelitian ini adalah penelitisiswa Taman Kanak-Kanak Aisyah Bustanul Atfal Serangrejo.Usia antara 4-6 tahun, yang menunjukkan perilaku agresif kurang lebih selama dua bulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

1. Subjek G

Gambar 1. Grafik visual inspection Subjek G Keterangan :

A1 : Fase baseline pertama B : Fase perlakuan

A2 : Fase baseline kedua

Subjek G pada fase baseline pertama (A2) menunjukkan perilaku memukul sebanyak 2 kali selama tiga hari berturut-turut.Pada fase perlakuan (B), subjek G masih menunjukkan perilaku memukul sebanyak 2 kali selama dua hari berturut-turut.Kemudian pada hari ketiga hingga hari kesepuluh fase perlakuan, dapat dilihat bahwa perilaku memukul subjek langsung menurun menjadi 0 kali. Pada fase baseline kedua (A2) terlihat bahwa subjek G perilaku memukulnya juga 0 kali selama tiga hari berturut-turut.

Berdasarkan data di atas, pada fase baseline pertama (A1), perilaku memukul subjekG dengan rata-rata sebesar 2.Pada fase perlakuan (B) perilaku memukul subjek G, dengan rata-rata sebesar 0,33. Kemudian pada fase baseline (A2) perilaku memukul G dengan rata-rata sebesar 0.

(9)

ISSN : 2303-114X

48

Berdasarkan data tersebut di atas, dapat dilihat bahwa fase perlakuan (B) subjek G perilaku memukulnya lebih rendah yaitu 0,33 dibandingkan dengan fase baseline pertama (A1) yaitu 2 dengan penurunan sebesar 1,67. Perilaku memukul G pada fase baseline kedua (A2) lebih rendah, yaitu 0 dibandingkan dengan fase perlakuan (B) 0,33 dengan penurunan sebesar 0,33. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan token ekonomi dapat mengurangi gejala agresivitas khususnya perilaku memukul pada subjek G.

2. Subjek D

Grafik 3.Visual inspection Perilaku memukul subjek D Keterangan :

A1 : Fase baseline pertama B : Fase perlakuan

A2 : Fase baseline kedua

Berdasarkan grafik di atas, pada fase baseline pertama (A1) perilaku memukul Subjek D tercatat sebanyak 3 kali, 3 kali dan 2 kali selama tiga hari berturut-turut. Pada fase perlakuan (B) perilaku memukul subjek masih terlihat selama dua hari sebanyak 2 kali dan 1 kali, kemudian setelah dua hari tersebut perilkau memukul Subjek R menjadi 0 kali sampai 10 hari berturut-turut. Pada fase baseline kedua perilaku memukul subjek D selama tiga hari tercatat 0 kali berturut-turut.

Berdasarkan data tersebut di atas, pada fase baseline pertama (A1) perilaku memukul D selama tiga hari dengan rata-rata sebesar 2,8. Pada fase perlakuan (B) perilaku memukul Subjek D selama 12 hari dengan rata-rata sebesar 0,25. Pada fase baseline kedua (A2) perilaku memukul Subjek D selama tiga hari, dengan rata-rata sebesar 0.

Berdasarkan rata-rata perilaku memukul Subjek D tersebut di atas, dapat dilihat bahwa perilaku memukul Subjek D pada fase perlakuan (B) lebih rendah yaitu 0,25 dibandingkan pada fase baseline pertama (A1) yaitu rata-rata sebesar 2,33 dengan penurunan sebesar 2,08. sedangkan pada fase baseline kedua (A2) lebih rendah yaitu 0 dibandingkan dengan fase perlakuan (B) yaitu 0,25 dengan penurunan sebesar 0,25.Sehingga dapat dikatakan bahwa penerapan token ekonomi untuk Subjek D dapat mengurangi gajala agresivitas khususnya perilaku memukul.

(10)

ISSN : 2303-114X

49 3. Subjek R

Grafik 2.Visual inspection Perilaku memukul subjek R Keterangan :

A1 : Fase baseline pertama B : Fase perlakuan

A2 : Fase baseline kedua

Berdasarkan grafik di atas, pada fase baseline pertama (A1) selama tiga hari, Subek R menunjukkan perilaku memukul sebanyak 4 kali, 3 kali, dan 3 kali. Pada fase perlakuan (B) selama 3 hari pertama fase perlakuan Subjek R menunjukkan perilaku memukul sebanyak 3 kali, 2 kali dan 1 kali.Setelah tiga hari tersebut, perilau memukul Subjek R menjadi 0 kali selama tujuh hari, kemudian muncul perilaku memukul kembali sebanyak 1 kali selama satu hari saja.Kemudian perilaku memukul Subjek R kembali lagi menjadi 0 kali pada hari berikutnya.Pada fase baseline kedua (A2) perilaku memukul Subjek R tetap tercatat 0 kali hingga tiga hari.

Berdasarkan data tersebut di atas, pada fase baseline pertama (A1) perilaku memukul subjek R selama tiga hari dengan rata-rata sebesar 3,33. Pada fase perlakuan (B) perilaku memukul subjek R dengan rata-rata sebesar 0,55. Pada fase baseline kedua (A2), perilaku memukul subjek R selama tiga hari dengan rata-rata sebesar 0.

Berdasarkan data rata-rata tersebut di atas, dapat dilihat bahwa pada fase perlakuan (B) perilaku memukul subjek R lebih rendah yaitu 0,33 dibandingkan dengan fase baseline pertama (A1) yaitu 3,33 dengan penurunan sebesar 2,78. Kemudian fase baseline kedua (A2) perilaku memukul Subjek R juga lebih rendah yaitu 0 dibandingkan pada fase perlakuan (B) yaitu 0,33 dengan penurunan sebesar 0,33. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa token ekonomi yang diterapkan untuk Subjek R dapat mengurangi gejala agresivitas khususnya perilaku memukul.

B. Pembahasan

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Subjek R mempunyai rata-rata penurunan frekuensi memukul paling tinggi dibandingkan 2 subjek lainnya. Rata-rata frekuensi penurunan perilaku memukul subjek R sebesar 2,78. Pada awalnya Subjek R belum mampu mengendalikan perilaku memukulnya.Akan tetapi walaupun awalnya subjek R sebagai provokator dan membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan dengan dua subjek lainnya, subjek R tetap berusaha untuk tidak menunjukkan perilaku memukulnya. Pemberian token untuk subjek R dapat mengurangi perilaku memukul subjek R dengan drastis, dari yang awalnya dapat mencapai jumlah 4 kali dalam sehari, setelah pemberian token ekonomi dapat berkurang hingga tidak ada sama sekali. Subjek R juga terlihat tidak merasa bosan selama tiga fase penelitian ini.Akan tetapi subjek R masih terprovokasi ketika ada salah satu temannya berbicara dengan keras di dapan wajahnya dan memunculkan perilaku memukul

(11)

ISSN : 2303-114X

50

kembali satu kali.Setelah kejadian tersebut subjek R tidak terlihat kembali memunculkan perilaku memukulnya hingga fase baseline kedua (A2) dan ketika ada temannya yang tiba-tiba berbicara keras pada subjekR, subjek tidak menghiraukannya.

Pada awalnya subjek mempunyai frekuensi memukul paling tinggi. Akan tetapi setelah mengetahui akan mendapat stiker dan hadiah, muncul motivasi subjek untuk mendapat stiker dan hadiah. Adanya motivasi dalam diri subjek R untuk mendapatkan stiker bintang dan hadiah yang sebenarnya ini, yang membuat subjek mampu dan mau untuk mengendalikan perilaku memukulnya, walaupun membutuhkn waktu dua hari lebih lama dari dua subjek lainnya. Hadiah yang sebenarnya berupa alat menggambar dan mewarnai merupakan benda-benda kesenangan subjek R, sehingga subjek R termotivasi untuk mengumpulkan stiker bintang dengan tidak menunjukkan perilaku memukul temannya, dan akan menukar stiker bintang dengan hadiah tersebut.

Menurut Soekadji (1983) agar pemberian token ini efektif, perlu kerjasama dari subjek.Dalam hal ini bentuk kerjasama dari subjek adalah adanya motivasi dalam diri subjek untuk mendapatkan stiker dan hadiah yang diinginkannya, sehingga subjek dengan giat berusaha mengurangi perilaku memukulnya.

Pada subjek D, awalnya perilaku memukul D tercatat lebih banyak dibandingkan subjek G. Setelah subjek D mengetahui akan mendapat stiker dan hadiah, D berusaha tidak menunjukkan perilaku memukulnya. Akan tetapi pada saat fase perlakuan (B) subjek D terlihat agak bosan, subjek D terlihat seperti melampiaskan dalam bentuk lain seperti memunculkan perilaku berkata kasar pada temannya dan berteriak-teriak saat Guru memberi pelajaran di kelas.

Menurut Martin dan Pear (2003) di dalam prosedur tokenekonomi diperlukan adanya penanganan terhadap masalah potensial yang mungkin terjadi dengan cara melakukan perencanaan terlebih dahulu. Dalam hal ini masalah potensial yang ada berasal dari diri subjek yaitu berupa kebosanan dan bentuk pelampiasan perilaku. Hal-hal tersebut di atas yang dimungkinkan membuat Subjek D memperoleh rata-rata memukulnya lebih kecil yaitu 2,08dibandingkan dengan Subjek R yang memperoleh rata-rata sebesar 2,78. Munculnya hal-hal tersebut harus dicermati kembali agar proses penelitian dapat berjalan sesuai prosedur.

Berbeda lagi dengan subjek G, subjek mengalami perubahan dengan adanya pemberian token ekonomi.Pada awalnya Subjek masih memperlihatkan perilaku memukulnya.Kemudian setelah diberikan perlakuan, secara sedikit demi sedikit subjek mampu untuk menahan atau mengontrol perilaku memukulnya. Ketika subjek tahu bahwa subjekakan mendapat stiker dan mendapat hadiah, dengan senang subjek berusaha menahan untuk tidak menunjukkan perilaku memukulnya. Subjek G mampu menurunkan perilaku memukulnya hingga 10 hari berturut-turut tanpa memperlihatkan kembali perilaku memukulnya. Hal tersebut bertahan hingga fase baseline kedua (A2) selama tiga hari, walaupun subjek tahu jika subjek tidak akan mendapat stiker dan hadiah lagi.

Berdasarkan data rata-rata perilaku memukul di atas, Subjek G mempunyai rata-rata penurunan perilaku memukul paling rendah yaitu 1,67 dibandingkan subjek lainnya. Hal tersebut terjadi karena kemungkinan subjek G ini berperilaku agresif karena mengikuti R dan D. sehingga saat mengetahui akan mendapat stiker dan hadiah, dengan mudah subjek mengurangi frekuensi memukulnya. Selain itu adanya dukungan dari ibu subjek untuk mengurangi perilaku agresif pada anak khususnya perilaku memukul, sehingga subjek mampu mengurangi perilaku memukul nya.Dukungan dari ibu subjek dapat dikatakan sebagai pengukuh sosial positif bagi subjek D sehingga pemberian token ekonomi lebih efektif untuk mengurangi perilaku memukul subjek (Soekadji, 1983). Dengan adanya dukungan, subek D mampu untuk mengurangi perilaku memukulnya.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi seminggu setelah penelitian, guru menjelaskan bahwa perilaku memukul ketiga subjek mengalami penurunan dan masih tetap terkendali.Menurut guru TK tersebut, ketiga subjek sudah mampu mengontrol perilaku memukulnya.Walaupun masih ada bentuk agresif verbal seperti berbicara keras-keras, tetapi untuk perilaku memukul ketiganya masih dapat mengontrolnya.

Penelitian ini dapat berjalan dengan lancar dan berhasil karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhi. Beberapa faktor tersebut antara lain adalah :

1. Adanya dukungan dari orang tua dan guru, khususnya guru yang memberikan motivasi bagi subjek, ketika subjek ada yang merasa bosan.

(12)

ISSN : 2303-114X

51

2. Adanya kerjasama dari subjek untuk tetap mengikuti penelitian hingga selesai.

3. Adanya dukungan dari siswa-siswa yang lain sehingga penelitian ini berjalan dengan lancar.

Meskipun secara umum penelitian ini dikatakan berhasil, tetapi penelitian ini masih memiliki keterbatasan yaitu :

1. Ketidakmampuan peneliti untuk membatasi munculnya efek samping pada subjek, yaitu naiknya intensitas agresif verbal yang sudah ada pada subjek dengan menurunnya agresi fisik subjek.

2. Adanya dukungan sosial dari orang tua subjek, padahal dalam penelitian ini hanya akan mengetahui efek token ekonomi saja tanpa ada pemberian pengukuh sosial atau yang lainnya

SIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat diketahui bahwa ada penurunan perilaku memukul pada anak, setelah mendapat perlakuan, yaitu pada subjek Rsebesar 2,78, subjek G sebesar 2,08 dan subjek D sebesar 1,67 sehingga dapat disimpulkan bahwa token ekonomi dapat mengurangi gejala agresivitas pada anak, khususnya perilaku memukul.

Selain itu, perilaku tidak memukul pada ketiga subjek tetap dapat terkendali hingga seminggu setelah penelitian.Meskipun tanpa adanya perlakuan.Dengan demikian hipotesis yang diajukan dapat diterima.

B. Saran

1. Saran teoritis

Bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti mengenai efektivitas token ekonomi untuk mengurangi perilaku agresif atau perilaku yang lainnya, hendaknya memperhatikan kelemahan dari penelitian ini agar penelitian selanjutnya dapat lebih maksimal. Peneliti selanjutnya hendaknya memperhatikan antara lain :

a. Penelitian yang selanjutnya untuk mengurangi atau mengilangkan bentuk agresif verbal menggunakan token ekonomi.

b. Kombinasi dengan prosedur lain seperti denda atau hukuman.

c. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa dukungan sosial juga berpengaruh dengan pemberian token ekonomi, sehingga apabila ada penelitian lebih lanjut, dapat mengkombinasikan dengan pemberian dukungan social.

2. Saran Praktis

Penelitian ini berguna sebagai salah satu alternatif carabagi orang tua dan guru untuk menurunkan perilaku agresif khusunya perilaku memukul pada anak TK usia 5-6 th, dengan metode pemberian token ekonomi.

DAFTAR PUSTAKA

Barkowitz, L. (1993). Agression. Tempel University pers.

Boyd &Bee, (2006). Live span development. lLibrary of congress cataloging.

Changi, K.& Daly, M. (2012). The effects of token economies on the occurrence of appropriate and inappropriate behaviors by children with autism in a social skills setting. Journal document West Chester University/SPARC.

Chaplin. (2002). Kamus lengkap psikologi. PT Raja Grafindo. Jakarta: Persada. Djiwandono, S. (2002). Psikologi pendidikan. Jakarta: Grasindo.

(13)

ISSN : 2303-114X

52

Drost, J. (2003). Perilaku anak usia dini, kasus, dan pemecahannya. Yogyakarta: Kanisius. Gray, J. (2001).Children are from heaven cara membesarkan anak secara positif agar anak

menjadi kooperatif, Percaya Diri & Memahami Perasaan Orang Lain. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Hadi, S. (2000). Metodologi research. Yogyakarta: Andi .

Hawadi, R. (2006). Psikologi perkembangan anak mengenal sifat, bakat, dan kemampuan anak. Jakarta: Grasindo.

Latipun (2011). Psikologi eksperimen. Malang: UMM Press.

Martin, G. & Perar, J. (2003). Behavior modifikation what it is and how to do it. New Jersey: Prentice Hall,Inc.

Nevid, S J. & Rathus, A. (2003). Psikologi abnormal. Jakarta: Erlangga

Pappalia & Old & Fieldman.(2009). Human development.Jakarta: Salemba Humanika. Sahyani, R. (2013). Efektivitas token ekonomi untuk meningkatkan perilaku makan pada

anak yang mengalami sulit makan. Yogyakarta: Jurnal UAD.

Soekadji, S. (1983). Modivikasi perilaku : penerapan sehari-hari dan Penerapan Profesional. Yogyakarta: Liberty.

Zlomke & Zlomke. (2003). Token economy plus self-monitoring to reduce disruptive classroom behaviors. Journal behavior analisyst today.Volume 4, issue 2.

(14)

Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 6 Tahun 2015 ● ISSN : 2302-1721 661 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESULITAN MAKAN

PADA ANAK USIA 3-5 TAHUN DI TK GOWATA DESA TAENG KEC. PALLANGGA KAB. GOWA

Hariani1, Mangsur M Nur2, Nurhidayah3 1POLTEKKES Kemenkes Makassar 2STIKES Nani Hasanuddin Makassar 3Universitas Hasanuddin Makassar

ABSTRAK

Kesulitan makan adalah suatu keadaan dimana anak tidak mau atau menolak untuk makan, atau mengalami kesulitan mengkonsumsi makanan atau minuman dengan jenis dan jumlah yang sesuai usia secara fisiologis (alamiah dan wajar) yaitu mulai dari membuka mulutnya tanpa paksaan, mengunyah, menelan hingga sampai terserat dipencernaan secara baik tanpa paksaan dan tanpa pemberian vitamin dan obat tertentu.(Widodo, 2009). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara peran orang, lingkungan, jenis makanan dan gangguan psikologis dengan kesulitan makan pada anak usia 3-5 tahun di Desa Taeng Kec. Pallangga Kab. Gowa. Penelitian ini merupakan jenis penelitian Survey Analitikdengan rancangan Cross Sectional study, populasi dalam penelitian ini adalah orang tua dari anak didik TK sebanyak 60 orang didapatkan 53 responden.Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner, analisa data mecakup analisis univariat dengan mencari distribusi frekuensi, analisis bivariat dengan uji Chi-square (α=0,05). Hasil analisis bivariat di dapatkan hubungan antara peran orang tua dengan kesulitan makan pada anak (ρ=0,006), terdapat hubungan antara lingkungan dengan kesulitan makan pada anak (ρ=0,001), terdapat hubungan antara jenis makanan dengan kesulitan makan pda anak (ρ=0,001), dan terdapat hubungan antara gangguan psikologis dengan kesulitan makan pada anak (ρ=0,007). Kesimpulan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara peran orang tua, lingkungan, jenis makanan, dan gangguan psikologis dengan kesulitan makan pada anak.

Kata kunci : Kesulitan Makan, Peran Orang Tua, Lingkungan, Jenis Makanan, Gangguan Psikologis PENDAHULUAN

Keluhan kesulitan makan didapatkan pada 50 orang dari 109 orang subjek (45,9%), semua memiliki gejala klinis esofagitis refluks. Subjek yang mengalami kesulitan makan 72% telah mengalami keluhan lebih dari 6 bulan (72%). Riwayat regurgitasi ditemukan pada 44%, dan riwayat pemakaian NGT/ETT 10%. Sebagian besar subjek yang mengalami kesulitan makan memiliki status gizi kurang (58%) dan memiliki gejala klinis. (Soepardi Soedibyo, dkk, 2009)

Klinik perkembangan anak Affiliated Program for children Development di Universitas George town melaporkan jenis kesulitan makan pada anak sesuai dengan jumlahnya adalah hanya mau makan makanan cair atau lumat: 27,3%, kesulitan menghisap, mengunyah atau menelan: 24,1%. Kebiasaan makan yang aneh dan ganjil: 23,4% tidak menyukai variasi banyak makanan : 11,1% keterlambatan makan sendiri: 8,0% Mealing time tantrum: 6,1% (Widodo, 2009)

Pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak haruslah seimbang diantara zat gizi lain, mengingat banyak sekali yang kita temukan berbagai masalah dalam pemenuhan

kebutuhan nutrisi yang tidak seimbang seperti tidak suka makan, tidak mau atau tidak mampu untuk makan padahal yang tidak disukai makan tersebut mengandung gizi yang seimbang sehingga harapan dalam pemenuhan gizi harus selaras,serasi dan seimbang tidak terlaksana, disamping itu pada anak sakit dapat di jumpai masalah masukan nutrisi yang kurang sedangkan kebutuhan dalam tubuh semakin meningkat sehingga akan membutuhkan makanan tambahan seperti kalori, vitamin, dan mineral. (Behrman, RE dkk, 1996 dikutip oleh Alimul, 2012)

Gangguan makan merupakan penyakit kompleks yang dapat meyerang anak dan remaja. Awalnya gangguan makan tersebut hanya di laporkan pada golongan sosial ekonomi menengah dan atas, tetapi pada saat dilaporkan juga pada golongan sosial ekonomi rendah. Kelainan ini juga ditemukan pada berbagai kelompok etnik dan ras. Bulimia Nervosa (BN) sering di jumpai daripada Anoreksia Nervosa (AN). Dilaporkan 19% dari pelajar wanita usia lanjut di belanda menunjukan gejala bulimia. Prevalensi BN 1500 kasus dari 100.000 wanita muda. Onset

(15)

Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 6 Tahun 2015 ● ISSN : 2302-1721 662

rata-rata kejadian BN pada umur 18-19 tahun, kelainan tersebut relatif lebih jarang pada masa remaja awal. (Kusumawati, 2010).

Dari informasi awal yang telah di dapat saat KKN pada orang tua dari murid TK Gowata desa Taeng kecamatan pallangga kabupaten Gowa umumnya orang tua mengeluh kesulitan makan pada anaknya berupa makan berlama lama, menepis suapan, menunda waktu makan dan hanya ingin makanan tertentu saja. Menurut data yag diperoleh, jumlah murid TK Gowata desa Taeng kecamatan Pallangga Kabupaten gowa yang akan dijadikan sebagai responden adalah sebanyak 53 orang.

BAHAN DAN METODE

Desain, Lokasi, Populasi dan Sampel

Penelitian ini adalah survey analitik dengan rancangan Cross Sectional study. Dalam penelitian ini ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kesulitan makan pada anak usia 3-5 tahun di TK Gowata Kab. Gowa. Populasi dalam penelitian ini adalah orang tua dari anak didik TK sebanyak 60 didapatkan 53 rseponden sesuai dengan kriteria insklusi. Adapun kriteria dari sampel adalah sebagai berikut :

1. Kriteria insklusi

a. Ibu yang mempunyai anak yang berumur 3-5 tahun

b. Sehat jasmani dan rohani c. Mau diwawancarai 2. Kriteria ekslusi

a. Ibu mempunyai anak yang berumur kurang dari 3 tahun.

b. Ibu dan anak yang sedang sakit c. Tidak bersedia diwawancarai Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan menggunakan teknik wawancara terpimpin (Kuesioner) dan data di ambil dari kantor TK Gowata Gowata Desa Taeng Kecamatan Pallangga Kabupaten Gowa. Analisis Data

Langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah cleaning, coding, skoring dan entering kedalam program SPSS untuk melihat apakah faktor-faktor yang berhubungan dengan kesulitan makan pada anak usia 3-5 tahun. Dengan menggunakan uji statistik Chi-square dengan tingkat kemaknaan α = 0,05, artinya Ho ditolak bila uji statistik menunjukkan nilai ρ α 0,05, dan Ha diterima ρ α 0,05 berarti ada faktor-faktor yang berhubungan dengan kesulitan makan pada anak usia 3-5 tahun di TK Gowata Kab. Gowa.,

dengan menggunakan jasa komputer progran SPSS versi 16,0.

HASIL PENELITIAN Analisis Univaribel

Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Anak Di TK Gowata Desa Taeng Kec. Pallangga Kab. Gowa

Jenis Kelamin Jumlah (n) Persen(%) Laki Laki Perempuan Jumlah 23 30 53 43,4 56,6 100,0 Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Anak Di TK Gowata Desa Taeng Kec. Pallangga Kab. Gowa

Umur Anak(Tahun) Jumlah (n) Persen (%) 3 4 5 Jumlah 7 14 32 53 13,2 26,4 60,4 100,0 Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Peran Orang Tua Di TK Gowata Desa Taeng Kec. Pallangga Kab. Gowa

Peran Orang Tua Jumlah (n) Persen (%) Baik Kurang Jumlah 26 27 53 49,1 50,9 100,0 Tabel 4 Distribusi Responden Berdasarkan Lingkungan Di TK Gowata Desa Taeng Kec. Pallangga Kab. Gowa

Tabel 5 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Makanan Di TK Gowata Desa Taeng Kec. Pallangga Kab. Gowa

Jenis Makanan Jumlah (n) Persen (%) Sehat Tidak Sehat Jumlah 33 20 53 62,3 37,7 100,0 Tabel 6 Distribusi Responden Berdasarkan Psikologi Anak Di TK Gowata Desa Taeng Kec. Pallangga Kab. Gowa

Psikologi Anak Jumlah (n) Persen (%) Baik Kurang Baik Jumlah 40 13 53 75,5 24,5 100,0 Tabel 7 Distribusi Responden Berdasarkan Kesulitan Makan Di TK Gowata Desa Taeng Kec. Pallangga Kab. Gowa

Kesulitan

Makan Jumlah (n) Persen (%) Baik Sulit Makan Jumlah 46 7 53 86,8 13,2 100,0 Lingkungan Jumlah (n) Persen %

Baik Kurang Baik Jumlah 44 9 53 83,0 17,0 100,0

(16)

Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 6 Tahun 2015 ● ISSN : 2302-1721 663 Analisis Bivariabel

Tabel 8 Hubungan Antara Peran Orang Tua dengan Kesulitan Makan Pada Anak Di TK Gowata Desa Taeng Kec. Pallangga Kab. Gowa. Peran Orang Tua Kesulitan Makan Total Tidak sulit makan Sulit makan n % n % n % Baik 26 49,1 0 0 26 49,1 Kurang Baik 20 37,7 7 13,2 27 50,9 Jumlah 46 86,8 7 13,2 53 100, 0 ρ = 0,006

Berdasarkan tabel 8 menunjukan bahwa dari 26 responden (49,1%) dengan peran orang tua baik dan anaknya tidak sulit makan, sedangkan 0 Responden (0%) peran orang tua baik anaknya sulit makan.Dari 20 responden (37,7%) yang peran orang tua kurang baik dan anaknya tidak sulit makan, sedangkan 7 Responden (13,2%) yang peran orang tua kurang baik anaknya sulit makan.

Tabel 9 Hubungan Antara Lingkungan dengan Kesulitan Makan Pada Anak Di TK Gowata Desa Taeng Kec. Pallangga Kab. Gowa.

Berdasarkan tabel 9 menunjukan bahwa dari 42 responden (79,2%) yang memiliki lingkungan baik dan anaknya tidak sulit makan, sedangkan terdapat 2 responden (3,8) dengan lingkungan baik dan anaknya sulit makan.Dari 4 responden (7,5%) yang memiliki lingkungan kurang baik dan anaknya tidak sulit makan, sedangkan terdapat 5 Responden (9,4%) yang lingkungannya kurang baik anaknya tidak mengalami sulit makan.

Tabel 10 Hubungan Antara Jenis Makanan dengan Kesulitan Makan Pada Anak Di TK Gowata Desa Taeng Kec. Pallangga Kab. Gowa. Jenis Makanan Kesulitan Makan Total Tidak sulit makan Sulit makan n % n % n % Sehat 33 62,3 0 0 33 62,3 Tidak Sehat 13 24,5 7 13,2 20 37,7 Jumlah 46 86,8 7 13,2 53 100,0 ρ = 0,001

Berdasarkan tabel 10 menunjukan bahwa dari 33 responden (62,3) yang memiliki jenis makanan sehat dan tidak sulit makan, sedangkan terdapat 0 responden (0%) yang Jenis makanannya sehat tapi sulit makan. Dari 13 responden (24,5%) yang memiliki jenis makanan tidak sehat dan tidak sulit makan, sedangkan terdapat 7 Responden (13,2%) yang jenis makanannya tidak sehat dan anaknya mengalami sulit makan.

Tabel 11 Hubungan Antara Psikologis Anak dengan Kesulitan Makan Pada Anak Di TK Gowata Desa Taeng Kec. Pallangga Kab. Gowa. Psikologis Anak Kesulitan Makan Total Tidak sulit makan Sulit makan n % n % n % Baik 38 71,7 2 3,8 40 75,5 Kurang Baik 8 15,1 5 9,4 13 24,5 Jumlah 46 86,8 7 13,2 53 100, 0 ρ = 0,007

Berdasarkan tabel 11 menunjukan bahwa dari 38 responden (75,5%) yang memiliki psikologis anak yang baik dan tidak sulit makan, sedangkan terdapat 2 responden (3,8%) yang memiliki psikologi anak baik dan anaknya sulit makan.Dari 8 responden (15,1%) yang memiliki psikologis anak kurang baik dan tidak sulit makan, sedangkan terdapat 5 Responden (9,4%) yang memiliki psikologi anak kurang baik dan anaknya sulit makan. PEMBAHASAN

1. Hubungan Antara Peran Orang Tua dengan Kesulitan Makan Pada Anak Di TK Gowata Desa Taeng Kec. Pallangga Kab. Gowa.

Setelah dilakukan uji statistik Chi-square diperoleh nilai ρ=0,006 dengan demikian ρ=0,006 <α=0,05 sehingga Ha diterima dengan interpretasi “Ada Hubungan Antara Peran Orang Tua Dengan Kesulitan Makan Pada Anak Usia 3-5 Tahun Di TK Gowata Desa Taeng Kec. Pallangga Kab. Gowa. Lingkungan Kesulitan Makan Total Tidak sulit makan Sulit makan n % n % n % Baik 42 79,2 2 3,8 44 83,0 Kurang baik 4 7,5 5 9,4 9 17,0 Jumlah 46 86,8 7 13,2 53 100,0 ρ = 0,001

(17)

Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 6 Tahun 2015 ● ISSN : 2302-1721 664

Sebagaimana yang telah di kemukan oleh (Adiningsi, 2010) bahwa ibu yang berperan sebagai orang tua tunggal dan pencari nafka utama. Juga pada anak tunggal yang makan sendiri tanpa teman, atau juga disebabkan anak yang di asuh oleh pengasuh yang kurang memahami anak (secara psikologis), pengasuh yang berlaku kurang sabar.

Penelitian ini sejalan dengan penelititan yang dilakukan oleh Fadillah (2009),mengatakan bahwa dari 19 orang anak dengan suasana makan bersama keluarga di dapatkan sebagian besar terdapat pada anak tidak mengalami kesulitan makan yaitu sebanyak 11 orang (57,9 %).

Menurut asumsi peneliti, Peran orang tua baik dan anaknya tidak sulit makan 26 responden (49,1%) karena orang tua memberikan perhatian khusus tentang makanan anak. yang dilandasi oleh rasa kasih sayang sehingga anak tersebut merasa nyama dalam keluarga tersebut, sedangkan peran orang tua kurang baik dan anaknya tidak sulit makan 20 responden (37,7%) kemungkinan anak tersebut tidak bergantung dengan orang tuanya dalam hal mengatur jadwal makan atau perhatian khusus sehinga anak tersebut terbiasa dengan kondisi yang ada dalam keluarganya itu. Dan peran orang tua kurang baik dan anaknya sulit makan 7 responden (13,2%) kemungkinan orang tua menyajikan makan disamakan dengan orang dewasa sehigga nafsu makan anak berkurang orang tua memaksa anaknya makan dengan porsi tertentu sesuai keinginan orang tua (8,2%).

2. Hubungan Antara Lingkungan dengan Kesulitan Makan Pada Anak Di TK Gowata Desa Taeng Kec. Pallangga Kab. Gowa.

Setelah dilakukan uji statistic Chi-square diperoleh nilai ρ=0,001 dengan demikian ρ=0,001 <α=0,05 sehingga Ha diterima dengan interpretasi Ada Hubungan Antara Lingkungan Dengan Kesulitan Makan Pada Anak Usia 3-5 Tahun Di TK Gowata Desa Taeng Kec. Pallangga Kab. Gowa.

Menurut (Mansur Herawati, 2014) Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan. Lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan dan sebaliknya lingkungan yang kurang baik akan menghambat potensianya. Lingkungan ini merupakan lingkungan bio-fisika-psiko-sosial yang memengaruhi individu setiap hari, mulai dari konsepsi

sampai akhir hayatnya. Segala sesuatu yang ada di sekitar anak baik di keluarga maupun tempat bermain yang dapat mempengaruhi perilaku makan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilalukanfitriani (2009), bahwa lingkungan anak dapat berpengaruh pada tingkat pola makan anak yang dilakukan sehingga setiap orang tua harus mengusahankan agar faktor-faktor yang termasuk dalam lingkungan dapat diusahakan sedemikian rupa sehingga nantinya mempunyai pengaruh positif terhadap pola makan.

Menurut asumsi peneliti bahwa lingkungan yang baik dan anaknya tidak sulit makan 42 responden (79,2%) karena kemungkinan anak tersebut bergantung kepada lingkungan apabila lingkungan baik maka anak pun nyaman begitu pula sebaliknya sebagaimana dalam teorinya Nurfadillah (2009) bahwa lingkungan anak dapat berpengaruh pada tingkat pola makan. Sedangkan lingkungan yang baik dan anaknya sulit makan 2 responden (3,8%) kemungkinan anak tersebut tidak bergantung kepada lingkungan karena mungkin orang lebih memperhatikan masalah variasi makanan yang telah diberikan kepada anak sehingga anak tersebut terbiasa dengan kondisi tersebut. Kemudian lingkungan yang kurang baik dan anaknya tidak sulit makan 4 responden (7,5%) kemungkinan anak tersebut sudah terbiasa dengan lingkungan tersebut dalam keluarganya sejak kecil sehingga persoalan lingkungan tidak terlalu di perhatikan dalam keluarganya sedangkan lingkungan kurang baik dan anaknya sulit makan 5 rsponden (9,4%) karena anak tersebut tidak merasa nyama pada saat makan dalam lingkungan yang kurang baik sehinga hal itu membuat anak lama kelamaan berpengaruh pada sulitan makan selanjutnya pada saat diberikan makan karena kondisi lingkungan yang kurang baik. Maka lingkungan yang baik juga berpengaruh besar terhadap kesulitan makan pada anak.

3. Hubungan Antara Jenis Makanan dengan Kesulitan Makan Pada Anak Di TK Gowata Desa Taeng Kec. Pallangga Kab. Gowa.

Setelah dilakukan uji statistic Chi-square diperoleh nilai ρ=0,001 dengan demikian ρ=0,001 <α=0,05 sehingga Ha diterima dengan interpretasi “Ada Hubungan Antara Jenis Makanan Dengan Kesulitan Makan Pada Anak Usia 3-5 Tahun Di TK Gowata Desa Taeng Kec. Pallangga Kab. Gowa.

(18)

Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 6 Tahun 2015 ● ISSN : 2302-1721 665 Penelitian ini sejalan dengan yang

penelitiannya Rahmawati (2011),yang menyatakan bahwa didapatkan adanya hubungan antara jenis makanan dengan kesulitan makan pada anak. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa dari 30 responden mayoritas responden yaitu 16 responden memiliki jenis makanan kurang baik, terdapat 14 responden yang anaknya mengalami sulit makan sedangkan hanya 2 responden yang tidak sulit makan.

Menurut asumsi peneliti bahwa jenis makanan yang sehat dan anaknya tidak sulit makan 33 responden (62,3%) karena mungkin pengetahuan orang tua tentang variasi makanan sangatlah di perhatikan dalam keluarga sehinga anak tersebut merasa senang ketika makanan yang diberikan itu bervariasi pada saat makan sedangkan jenis makanan yang kurang sehat dan anaknya tidak sulit makan 13 responden (24,5%) kemungkinan anak tersebut terbiasa jajan di sekoah sehingga hanya menyukai jenis makanan tertentu jadi kalau orang tuanya memberikan variasi makanan anak tidak terlalu menyukainya kalau bukan jajanan yang ada di sekolah sedangkan jenis makanan yang kurang sehat dan anaknya sulit makan 7 responden (13,2%) kemungkinan anak tersebut harus menjadi perhatian orang bahwa jenis makanan kurang baik maka mana nafsu makan anak akan terganggu maka pada saat mau memberikan makan pada anak orang harus memberikan variasi makanan yang semenarik mungkin untuk menarik perhatian anak untuk makan.

4. Hubungan Antara Psikologis Anak dengan Kesulitan Makan Pada Anak Di TK Gowata Desa Taeng Kec. Pallangga Kab. Gowa.

Berdasarkan uji statistic Chi-square diperoleh nilai ρ=0,007 dengan demikian ρ=0,007 <α=0,05 sehingga Ha diterima dengan interpretasi “Ada Hubungan Antara Gangguan Psikologis Dengan Kesulitan Makan Pada Anak Usia 3-5 Tahun Di TK Gowata Desa Taeng Kec. Pallangga Kab. Gowa. Menurut teori ungkapkan oleh Widodo (2009), Gangguan pskologis bisa dianggap sebagai penyebab bila kesulitan makan itu waktunya bersamaan dengan masalah psikologis yang dihadapi. Bila faktor psikologis tersebut membaik maka gangguan kesulitan makanpun akan membaik.

Hasil penelitin ini sejalan dengan penelitiannya fitriani (2009) dengan judul “Gambaran Penyebab Kesulitan Makan Pada Anak Usia Prasekolah Usia 3-5 Tahun

Di Perumahan Top Amin Mulya Jakabaring Palembang Tahun.2009”, dimana dari 59,3% anaknya mengalami kesulitan makan pda penelitiannya semuanya mengalami tekanan dari orang tua atau pengasuhnya sehingga psikologi anak mempengaruhi perilaku makan

Menurut asumsi peneliti psikologi anak baik dan anaknya tidak sulit makan 38 rsponden (71,7%) karena mungkin orang yang memberikan makanan pada anak dengan kasih sayang, perhatian dan lain-lain sehinga anak tersebut tidak merasa terbebani psikologisnya ketika makan, sedangkan psikologi anak yang baik dan anaknya sulit makan 2 rsponden (3,8%) kemungkinan anak tersebut psikoliginya dalam keadaan baik akan tetapi lingkungannya yang kurang mendukung sehinga mengganggu nafsu makan anak menurun, sedangkang psikologi anak tidak baik dan anaknya tidak sulit makan 8 responden (15,1%) kemungkinan anak tersebut terbiasa dengan kondisi dalam keluarganya yang suka marah marah ketika di panggil makan akan tetapi hidangan makanan yang disediakan oleh ibunya memberikan variasi makanan yang semenarik mungkin untuk menarik perhatian anak untuk makan, dan yang psikologi anaknya tidak baik dan anaknya sulit makan 5 responden (13,2%).

KESIMPULAN

Ada Hubungan Antara Peran Orang Tua dengan Kesulitan Makan, lingkungan, jenis makanan, dan psikologis Pada Anak Di TK Gowata Desa Taeng Kec. Pallangga Kab. Gowa.

SARAN

1. Kepada masyarakat khususnya orang tua yang berada di Desa Taeng Kec Pallngga Kab. Gowa agar memperhatikan pola makan anaknya karena pola makan yang teratrur menghasilkan status gizi yang baik yang menunjang kesehatan anak.

2. Kepada peneliti selanjutnya yang berminat untuk meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kesulitan makan pada anak usia 3-5 tahun diharapkan lebih memperdalam penelitian untuk memperoleh hasil yang lebih memuaskan.

3. Kepada petugas kesehatan agar memberikan penyuluhan tentang pentingnya memberikan jenis makanan yang baik dan benar.

4. Kepada orang tua agar menjaga lingkungan yang selalu bersih di lingkungan keluargaitu sendiri

(19)

Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 6 Tahun 2015 ● ISSN : 2302-1721 666

DAFTAR PUSTAKA

Anonim http : // www. materi sma. Com / 2014 / 03 / macam - macam - gangguan - sistem-pencernaan . html diakses pada jam19.09 tanggal 27-05-2014

Adiningsi Sri.2010.Waspadai Gizi Balita Anda. penerbit Gramedia-Jakarta.

Anggraini, Yanti. 2008. Menu Sehat Alami Untuk Batita Dan Balita. Demedia Jakarta

Fitriani Fadillah. Gambaran Penyebab Ksulitan Makan Pada Anak Usia Prasekolah Usia 3-5 Tahun Di Perumahan Top Amin Mulya Jakabaring Palembang Tahun.2009. Skripsi Tidak Di Terbitkan. Banda Aceh. STIKES U’Budiyah Banda Aceh

Harinda Loraine.2012. Proporsi dan status gizi pada anak usia prasekolah dengan kesulitan makan di semarang. Skripsi tidak di terbitkan. Semarang. Fakultas kedokteran. Universitas diponerogo.

Hidayah Alimul Aziz.2012. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Salemba medika. Jakarta. Hidayah Alimul Aziz.2009. pengantar kebutuhan dasar manusia. Salemba medika. Jakarta.

Hidayah Alimul Aziz. 2014, Metode penelitian keperawatan dan teknik analisis data. Penerbit salemba medika. Judarwanto Widodo,2009.kesulitan makan, pemberian nutrisi dan gangguan perilaku. (online) http://

childrenclinic.wordpress. Com/2009/08/02/ sulit-makan-dan-gangguan- perilaku/ diakses pada jam 17.37 tanggal 27-05-2014

Jurnal psikologi.Budi andayani. Profil keluarga anak anak bermasalah. http://jurnalpsikologi.files.profil-keluarga-anak-anak-bermasalah-UGM-tahun-2009.pdf. Diakses pada tanggal 20/09/2014 jam 23.21wita. Jurnal, syatriani sri. Faktor yang berhubungan dengan status gizi

bayi.http://jurnalmediagizipangan.files.wordpress. Com /2012/03/10-faktor- yang- berhubungan-dengan- status- gizi- bayi-di-kelurahan-bira-kota- makassar-tahun-2010.pdf. Diakses pada tanggal 9/05/2014 jam 16.00 wita

Kusuma wati erna & Proverawati atikah.2011. Ilmu gizi untuk keperawatan dan kesehatan. penerbit Medical Book. Mansur herawati & Budiarti temu. 2014. psikologi ibu dan anak. Edisi 2. penerbit salemba medika-Jakarta Mariana Hanna.2013. Perilaku Ibu Dalam Mengatasi Kesulitan Makan Pada Anak Dibawah Usia Lima Tahun

(Balita) Di Kelurahan Hutang Tonga-Tonga Sibolga. Skripsi tidak di terbitkan. Universitas Sumatra utara.

Notoatmojo soekidjo. 2012. Metodologi penelitian kesehatan. edisi revisi. Diterbitkan oleh PT Rineka Cipta Nurjannah. 2013. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Picky Eater (Sulit Makan) Pada Balita Di

TK Negeri Pembina Kec. Simpang Tiga Kabupaten Pidie. Skripsi Tidak Di Terbitkan. Banda Aceh. STIKES U’Budiyah Banda Aceh

Rahmawati. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kesulitan Makan Pada Anak Usia 3-5 Tahun Di TK Perwanida Batu-Batu Kabupaten Soppeng.Skripsi Tidak Di Terbitkan. Makassar. STIKES Nani Hasanuddin.

Riyadi sujono & sukarmin. 2009. Asuhan keperawatan pada anak.penerbit Graha Ilmu-yogyakarta Sugiyono, 2013. Metodologi penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung

Soedibyo Soepardi, Mulyani Lia Raden. Kesulitan makan pada pasien pediatri rawat jalan. http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/11-2-1.pdf diakses pada tnggal 5-06-14 jam 16.00

(20)

PERILAKU LEKAT DI SEKOLAH

Nur Hasanah

Program Studi Kebidanan dan Keperawatan STIKES Muhammadiyah Pringsewu Lampung Jalan Makam KH Ghalib No. 112 Pringsewu Lampung

khazanah_nur@yahoo.co.id

Abstract

This research focused on attachment behavior at school in children’s with separation anxiety disorder. Token economy is a behavior treatment to reduce attachment behavior at school. The hypothesis was economy token could change attachment behavior at school with separation anxiety disorder aged 7 years. This research design was Single Case Experimental

Design with multiple-baseline design. In the research subjects was one

child in elementary school with separation anxiety disorder. Data collected from monitoring sheet were analyzed with conservative-dual

criteria(CDC). The form of subject’s attachment figure behavior in school

(1) looked into attachment figure to ensure the existence, (2) inquiring the material to his mother than his teacher at school, (3) inquiring to stay in front of the class and (4) closer to his mother than his friends when take a rest. The result shows that therapy economy token can reduce attachment behavior at school in children’s with separation anxiety disorder. While the qualitative analysis shows there was parents’ consistency in applying economy token program has played significant role in reducing attachment behavior at school in children’s with separation anxiety disorder.

Keywords: attachment behavior at school in children’s, token economy therapy, separation anxiety disorder

Abstrak

Penelitian ini difokuskan pada perilaku lekat di sekolah pada anak yang mengalami gangguan kecemasan berpisah. Token ekonomi sebagai terapi perilaku yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk

(21)

mengurangi perilaku lekat di sekolah. Rancangan penelitian menggunakan

Single Case Experimental Design dengan multiple-baseline design.

Subyek penelitian berjumlah satu orang siswa sekolah dasar dengan kriteria usia 7 tahun, mengalami gangguan kecemasan berpisah dan memiliki perilaku lekat ketika di sekolah. Hasil penelitian dianalisis dengan analisis kuantitatif yaitu metode conservative-dual criteria(CDC). Bentuk-bentuk perilaku lekat di sekolah pada subyek penelitian berupa (1) perilaku memastikan keberadaan figure lekatnya dan menangis ketika tidak berada di tempat, (2) perilaku bertanya materi/tugas kepada ibunya dibanding guru ketika di sekolah, (3) perilaku meminta di tunggu di depan kelas oleh ibunya dan (4) perilaku mendekat ibunya ketika istirahat disbanding temannya. Hasil penelitian menunjukan bahwa terapi token ekonomi dapat mengurangi perilaku lekat di sekolah pada anak yang mengalami gangguan kecemasan berpisah. Sedangkan hasil analisis kualitatif menunjukan bahwa konsistensi orangtua dalam pelaksanaan terapi token ekonomi memiliki peran yang signifikan dalam mengurangi perilaku lekat di sekolah pada anak yang mengalami gangguan kecemasan berpisah.

Kata kunci: gangguan kecemasan berpisah, perilaku lekat di sekolah pada anak, terapi token ekonomi.

Pendahuluan

Dalam kehidupan awal seorang anak, orangtua mempunyai arti penting bagi kehidupannya. Hubungan antara anak dan figur orangtua sangat menentukan perkembangan selanjutnya. Menurut Bowlby (Dagun, 2002) kelekatan figur ibu dan anak merupakan sesuatu yang alami sifatnya karena kelekatan merupakan suatu ikatan emosional yang kuat yang dikembangkan anak melalui interaksinya dengan orang yang mempunyai arti khusus dalam kehidupannya, biasanya ibu.

Salah satu permasalahan muncul dihadapi orangtua dan anak saat anak pertama kali anak harus berpisah dalam waktu yang cukup lama dengan orangtua yang menjadi figur kelekatan, yang biasanya dialami saat anak menjalani pendidikan di taman kanak-kanak, yang ditandai adanya rasa cemas anak untuk berpisah dari orangtua atau pengasuhnya. Hal ini wajar karena kedekatan anak-orangtua terjalin sejak kecil saat anak terpenuhi kebutuhan dasarnya. Namun, perilaku anak menjadi tidak wajar ketika dalam memelihara kedekatannya dengan orangtua pada anak muncul rasa tidak aman

(22)

yang disebabkan oleh perilaku ibu yang terlalu melindungi atau overprotektif atau suka mengatur segala hal, sehingga ibu tidak dapat mempercayakan pengasuhan kepada orang lain (Kompas, 2009). Legerstee dan Ferdinand (Mofrad dkk, 2009) juga menyatakan bahwa ada hubungan positif antara sikap overprotektif orangtua dan kecemasan pada anak yang mengalami gangguan kecemasan berpisah.

Menurut Schlosberg (Parenting, 2010), banyak terjadinya stress pada anak usia sekolah ketika memasuki sekolah baru dan senantiasa meminta ibunya untuk menunggu ketika sekolah sampai selesai, bahkan terjadi aksi guling-mengguling dan menangis ketika harus berpisah dengan ibunya. Fenomena yang terjadi di sebuah sekolah dasar di Yogyakarta bahwa beberapa orangtua khususnya ibu banyak menghabiskan waktunya untuk menunggu putranya sekolah. Hasil wawancara dari salah satu guru di sekolah menunjukkan bahwa fenomena menunggu anak ketika sekolah terjadi kemungkinan karena kurang adanya aktivitas yang dimiliki seorang ibu kecuali mengurus anak dan keluarganya sehingga ibu senantiasa mengikuti sekolah ketika anak sekolah.

Pihak sekolah banyak mengeluh akan kondisi yang terjadi dalam proses belajar mengajarnya, perilaku menunggu di sekolah membuat anak kurang mandiri untuk mengerjakan tugas akademik atau menjalankan fungsi sosialnya. Kebingungan sempat melanda para guru-guru di sekolah karena berbagai cara sudah dilakukannya dengan memberi pengertian kepada orangtua untuk meninggalkan anaknya ketika sekolah dengan menawarkan memberi hadiah ketika mau ditinggal sekolah atau sebaliknya memberikan pengertian kepada anak untuk tidak ditunggu ketika sekolah, akan tetapi justru terjadi kemogokan sekolah pada anak dan anak merasa takut ketika ibunya meninggalkannya.

Gangguan kecemasan berpisah (Separation Anxiety Disorder) merupakan bentuk kecemasan yang dialami anak-anak ketika mereka akan meninggalkan rumah dan keluarga mereka untuk bergabung dengan teman-temannya di sekolah yang ia anggap sebagai orang asing. Kecemasan ini dapat mempengaruhi fungsi-fungsi kehidupan anak sehingga anak tidak bisa mandiri dan orangtua harus terlibat lebih dalam aktivitas anak (Le fanu, 2006).

Keterlibatan orangtua yang berlebih pada aktivitas aktivitas anak merupakan faktor resiko berkembangnya perilaku lekat anak-orangtua sebagai hasil kecemasan yang meningkat. Begitu pula pada anak yang mengalami kecemasan berpisah senantiasa memiliki kebutuhan untuk bersama dengan figur lekatnya untuk menerima cinta dan mendapatkan dukungan atas aktivitas yang dilakukannya seperti terlibat pada aktivitas sosial untuk mendapatkan penghargaan dari temannya (Bowbly

(23)

dalam Wood 2007), sehingga ketidakhadiran figur lekat disampingnya membuat anak menjadi semakin defensif, anak mengeluhkan bahwa tak ada orang mencintainya atau peduli terhadapnya dan berfikir untuk bunuh diri ketika dipisahkan dengan figur yang dilekatinya. Anak menunjukkan kemarahan atau kadang memukul seseorang yang memaksa untuk berpisah dengan figur lekatnya (APA, 2000).

Menurut DSM IV (APA, 2000) Gangguan Kecemasan Berpisah (SAD) adalah kecemasan berlebihan tentang pemisahan dari rumah atau figur lekatnya, biasanya ibu yang mengakibatkan distress. Saat terjadi pemisahan anak merasa khawatir tentang dirinya tanpa adanya figur lekat disisinya sehingga sering terjadi penolakan ketika pergi sekolah dan memilih tinggal di rumah bersama figur lekatnya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan kecemasan berpisah adalah terjadinya transisi dalam lingkungan baru yaitu sekolah, adanya hubungan kelekatan yang tidak aman, dan pengalaman keluarga yang negatif, yang menunjukkan kontribusi besar untuk kecemasan (Chorpita, 2001). Dalam penelitiannya, Kearney (2001) menyatakan anak yang menolak sekolah yang mengalami kecemasan berpisah ditemukan adanya keluhan somatik yang memburuk (75%), khawatir atas perpisahan (71%), perilaku menolak sekolah (69%), penolakan untuk tidur sendiri (63%) perilaku lekat pada figur yang dilekati (56%), khawatir akan bahaya pada orang yang dilekati (44%), kekhawatiran tentang kejahatan (31%) dan mimpi buruk tentang perpisahan (13%). Anak dengan gangguan kecemasan berpisah perlu mendapat perhatian khusus, mengingat gangguan ini semakin banyak ditemukan dan mengakibatkan berbagai problem.

Salah satu permasalahan yang terjadi pada anak yang mengalami gangguan kecemasan berpisah adalah terjadinya perilaku lekat pada figur lekatnya yaitu ibu. Menurut Mannasis (dalam Mofrod dkk, 2010), kecemasan dan kegelisahan yang dialami anak untuk ditinggalkan ibunya akan menimbulkan strategi coping yang berpusat pada kewaspadaan kronis yang dapat terus berlangsung sepanjang kehidupan anak yang berakibat pada penarikan diri, tidak memiliki keberanian mengeksplorasi dan cenderung lekat pada figur lekatnya dalam lingkungan sosialnya seperti sekolah. Gewirtz & Pelaez-Nogueras (dalam Flood & Wilder, 2004) juga menyebutkan bahwa gangguan kecemasan berpisah termasuk gangguan kelekatan pada anak.

Mofrad dkk (2010) mengatakan dalam penelitiannya bahwa adanya hubungan antara kelekatan ambivalent dengan gangguan kecemasan berpisah. Diperkuat oleh

(24)

Bowen (dalam Nichols dan Schwartz, 1998) bahwa kecemasan berpisah merupakan bentuk kelekatan patologis yaitu kelekatan cemas, sedangkan kelekatan cemas membuat anak tidak mau berpisah dengan orangtuanya. Selain itu, Obegi dan Berant (2009) juga mengemukakan bahwa pada diri anak yang mengalami kelekatan cemas muncul adanya ketakutan ketika ditinggal figur lekatnya dan menjadi ingin sangat dekat dengan figur lekatnya.

Perilaku lekat pada anak yang mengalami Separation Anxiety Disorder (SAD) ditandai oleh adanya perasaan khawatir adanya perpisahan dengan orangtua atau sosok yang dilekati. Perilaku lekat merupakan suatu bentuk perilaku yang dihasilkan dari usaha seseorang untuk mempertahankan kedekatannya dengan seseorang yang dianggap mampu memberikan perlindungan dari ancaman lingkungan terutama saat seseorang merasa takut, sakit dan terancam (Bowlby dalam Durkin 1995). Selain itu, perilaku lekat merupakan tingkah laku yang khusus pada manusia, yaitu kecenderungan dan keinginan seseorang untuk mencari kedekatan dengan figur lekat untuk mencari kepuasan dalam hubungan dengan figur lekat tersebut (Monk dkk, 2002).

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka perlu adanya intervensi yang dapat memberikan manfaat praktis bagi orangtua untuk menangani perilaku lekat di sekolah pada anak yang mengalami gangguan kecemasan berpisah. Menurut Kearney (2001) terapi perilaku termasuk intervensi yang paling disetujui oleh praktisi dalam penerapan perilaku lekat di sekolah pada anak yang mengalami kecemasan berpisah. Terapi perilaku merupakan perilaku yang menekankan pada pengamatan perilaku nyata, memperbaiki perilaku yang tidak adaptif dan meningkatkan perilaku adaptif (Corey, 1997).

Banyak pendekatan yang dapat digunakan untuk menangani anak yang mengalami gangguan kecemasan berpisah (SAD) antara lain Doobay (2008) menggunakan pendekatan kognitif perilaku untuk menangani perilaku menolak sekolah pada anak yang mengalami gangguan kecemasan berpisah. Kearney dkk (2003) menggunakan analisis keluarga untuk menangani kecemasan berpisah pada anak Gosschal (2004) dan Flood & Wilder (2004) menggunakan terapi perilaku dalam menangani gangguan kecemasan berpisah (SAD) dan dinilai lebih efektif dalam penerapannya.

Token ekonomi telah banyak diteliti dan terbukti efektif diberbagai latar belakang, baik sekolah, mulai dari taman kanak-kanak sampai sekolah menenengah, klinik psikiatri serta lembaga rehibilitasi anak-anak dengan permasalahan perilaku (Field, Nash, Handwearl & Friman, 2004; Reitman, Murphy, Hupp & O’Collaghan,

(25)

2004). Token ekonomi merupakan intervensi yang paling banyak diteliti dan terbukti valid dalam setting sekolah (McLaughlin & Williams, 1998).Token ekonomi yang telah terbukti efektif untuk meningkatkan ketrampilan akademik di sekolah umum diasumsikan mampu untuk mengurangi perilaku lekat di sekolah pada anak yang mengalami gangguan kecemasan berpisah.

Penelitian terdahulu yang membahas token ekonomi sering dilakukan. Berbagai penelitian yang berkaitan dengan token ekonomi telah banyak dilakukan oleh para ahli psikologi, khususnya psikologi pendidikan dan klinis namun penelitian tersebut dilakukan untuk mengetahui penerapan token ekonomi dengan aspek lain. Penelitian Higim, William dan McLauglin (2001), tentang penerapan token ekonomi pada anak sekolah yang mengalami hambatan belajar. Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan token efektif mengatasi kesulitan pada anak yang mengalami hambatan belajar. Penelitian Zlomke (2003) tentang token ekonomi dan monitoring diri efektif untuk mengurangi perilaku distruktif dalam kelas dan penelitian Ningsih (2005) tentang token ekonomi untuk menurunkan perilaku agresif pada anak usia sekolah.

Lain halnya penelitian Suprihatin (2009) tentang penerapan token ekonomi pada anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif. Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya peningkatan perilaku memperhatikan pelajaran pada anak yang mengalami ganguan pemusatan perhatian perhatian dan hiperaktifitas. Sampai sejauh ini peneliti belum menemukan penelitian yang menggunakan token ekonomi sebagai perlakuan untuk anak yang mengalami kecemasan berpisah ketika di sekolah.

Oleh karena itu peneliti ingin menggunakan metode token ekonomi sebagai perlakuan yang diuji. Bertolak dari prinsip dasar terapi perilaku yang menekankan pada pengamatan perilaku nyata, memperbaiki perilaku yang tidak adaptif dan meningkatkan perilaku adaptif, token ekonomi merupakan salah satu tehnik membentuk perilaku dan meningkatkan perilaku yang adaptif dengan cara memberikan pengukuh yang sifatnya sementara berupa kepingan/kartu/meterai segera setelah perilaku yang diinginkan terjadi, setelah terkumpul dalam jumlah tertentu akan ditukarkan/diuangkan dengan pengukuh yang diharapkan (pengukuh idaman). Oleh karena itu perlakuan dengan token ekonomi akan bermanfaat untuk mengatasi perilaku lekat di sekolah pada anak yang mengalami gangguan kecemasan berpisah (SAD). Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya pengaruh terapi token ekonomi untuk mengurangi perilaku lekat di sekolah pada anak yang mengalami gangguan kecemasan berpisah.

(26)

Metode Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah satu orang anak yang mengalami gangguan kecemasan berpisah sesuai dengan kriteria DSM IV dan diungkap menggunakan wawancara terhadap figur lekatnya. Karakteristik subjek penelitian yaitu (1) anak mengalami perilaku lekat di sekolah dalam kategori tinggi, (2) memiliki usia minimal 5 tahun dan (3) sedang menjalani pendidikan formal. Subjek dikenai program token ekonomi untuk mengurangi perilaku lekat ketika di sekolah.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan jenis penelitian yang tergolong

Single Case Experimental Design, dengan jumlah subjek dibawah 10 orang (Barlow

& Hersen, 1984). Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian token ekonomi terhadap perilaku lekat di sekolah pada anak yang mengalami gangguan kecemasan berpisah. Rancanagan penelitian Single Case Experimental Design menggunakan model rancangan multiple-baseline designs. Model rancangan

multiple-baseline design dipilih dengan tujuan untuk mengetahui apakah suatu treatment dapat merubah beberapa perlaku spesifik dalam satu waktu dari seorang

individu.

Penerapan token ekonomi diberikan hanya satu kali perlakuan, yang terdiri dari empat kali penukaran hadiah pada setiap kali perilaku target terbentuk. Perilaku target pertama pada hari ke 14 sampai hari ke 16 yaitu ketika subjek mau ditunggu ibunya di depan pagar dan tidak terlihat anak maka mendapatkan hadiah yang diinginkan. Perilaku target kedua pada hari ke 18 sampai 20 yaitu ketika anak mau ditunggu oleh ibunya di luar pagar sekolah maka anak akan mendapatkan hadiah yang diinginkan. Perilaku target ketiga pada hari ke 21-23 yaitu ketika ibu hanya datang ketika istirahat saja dan perilaku target keempat pada hari 24-26 yaitu ketika anak hanya cukup diantar dan dijemput ibunya saat sekolah. Poin atau stiker bergambar yang diperoleh subjek dapat ditukar dalam waktu tiga hari sekali setiap subjek telah mencapai keberhasilan perilaku yang dijadikan target. Hadiah yang akan didapatkan sesuai dengan jumlah stiker yang didapatkan dan jumlah stiker dapat dilihat pada tabel harga stiker yang ada pada peraturan program. Selama token ekonomi diberikan, orangtua, guru dan observer selaku pelaksana program terlibat dalam pelaksanaannya.

Data penelitian dianalisis menggunakan metode conservative dual-criterion (CDC) dari Swoboda et al (2010) yaitu berdasarkan analisis visual melalui grafik yang disajikan. Kelebihan dari metode CDC ini adalah mengatasi masalah rendahnya reliabilitas interrater dan menentukan apakah sebuah perubahan terjadi secara

Gambar

Gambar 1. Grafik visual inspection Subjek G  Keterangan :
Grafik 3.Visual inspection Perilaku memukul subjek D  Keterangan :
Grafik 2.Visual inspection Perilaku memukul subjek R  Keterangan :
Tabel 9 Hubungan Antara Lingkungan dengan  Kesulitan  Makan  Pada  Anak  Di  TK  Gowata  Desa Taeng Kec
+7

Referensi

Dokumen terkait