• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEREDUKSI PROKRASTINASI AKADEMIK MAHASISWA MELALUI TEKNIK TOKEN ECONOMY

EFEKTIVITAS TOKEN EKONOMI UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU MAKAN PADA ANAK YANG MENGALAMI SULIT MAKAN

A. Kajian Teori

1. Perilaku Sulit Makan a. Pengertian Makanan

Makanan merupakan bahan atau zat yang diperlukan oleh tubuh untuk membangun, memperoleh energi, dan mempertahankan kelangsungan hidup (Furqonita, 2007).

b. Perilaku Makan

Perilaku Makan menurut Sunaryo (2004) adalah respon individu terhadap makanan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktik terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya (gizi, vitamin), dan pengelolaan makanan yang berhubungan dengan kebutuhan tubuh kita.

c. Perilaku Sulit Makan

Pengertian kesulitan makan menurut Kusumadewi (Poenirah, 2002) merupakan perilaku anak yang mengalami gangguan makan berupa penolakan makan, tidak mau makan, lama waktu makan hingga lebih dari 30 menit dan hanya mau makan makanan tertentu saja.

d. Aspek-Aspek Perilaku Sulit Makan

Aspek-aspek perilaku sulit makan pada anak menurut Kusumadewi (Poenirah, 2002), antara lain: a) Penolakan makan, b) Tidak mau makan, c)

makanan tertentu saja.

e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Sulit Makan

Secara umum (Judarwanto, 2005) kesulitan makan pada anak dapat dibedakan dalam tiga faktor yaitu: a) Kehilangan nafsu makan dapat disebabkan karena gangguan fungsi saluran cerna, penyakit infeksi seperti infeksi saluran kencing, tuberkulosis, serta infeksi parasit cacing; b) Gangguan proses makan di mulut, seringkali berupa gangguan mengunyah makanan, keterlambatan bicara dan gangguan bicara (cadel, gagap, bicara terlalu cepat dan sulit dimengerti); c) Pengaruh psikologis, meliputi anak ingin menarik perhatian, gangguan sikap negativisme, kebiasaan rewel anak yang digunakan untuk mendapatkan yang diinginkannya, meniru pola makan orangtua atau saudaranya, sedang tertarik dengan benda atau permainan lainnya.

f. Cara Mengatasi Perilaku Sulit Makan

Judarwanto (2007) mengungkapkan beberapa langkah dalam penatalaksanaan kesulitan makan pada anak, yaitu: a) Memastikan bahwa anak mengalami kesulitan makan dan mencari penyebab kesulitan makan pada anak; b) Mengidentifikasi ada tidaknya komplikasi yang terjadi pada anak; c) Pemberian pengobatan terhadap penyebab kesulitan makan pada anak; d) Menghindari makanan tertentu yang menjadi penyebab gangguan, bila penyebabnya gangguan saluran pencernaan.

Beberapa cara lain dalam mengatasi perilaku sulit makan pada anak, antara lain sebagai berikut: a) Program Pendidikan Gizi; b) Buku-buku Interaktif Anak-anak; c) Pendekatan Keluarga; d) Regulasi Emosi; e) Token Ekonomi.

2. Efektivitas Token Ekonomi a. Pengertian Token Ekonomi

Soekadji (1983) menyebutkan bahwa token ekonomi merupakan suatu program yang menggunakan kepingan atau tanda yang diberikan sesegera mungkin setiap kali perilaku target muncul, kemudian kepingan atau tanda yang telah terkumpul dapat ditukar dengan pengukuh (reward) idaman subjek.

b. Tujuan Token Ekonomi

Tujuan yang utama suatu token ekonomi, yaitu untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan dan mengurangi perilaku yang tidak diinginkan. Bagaimanapun, tujuan yang lebih utama dari token ekonomi untuk mengajar perilaku yang sesuai dan ketrampilan-ketrampilan sosial yang dapat digunakan dalam satu lingkungan yang alami. Token ekonomi dapat digunakan secara individu atau di dalam kelompok (Susanto, 2008).

c. Unsur-Unsur Token Ekonomi

Menurut Susanto (2008), unsur-unsur yang perlu diperhatikan dalam pemberian token ekonomi adalah sebagai berikut: a) Token; b) Target perilaku jelas dan nyata; c) Motif-motif penguat; d) Sistem yang digunakan untuk menukarkan token; e) Sistem untuk merekam data; f) Implementasi konsistensi token ekonomi oleh pelaksana program.

Martin dan Pear (1992) menjelaskan ada dua keuntungan dalam menggunakan token sebagai penguat. Pertama, token tersebut dapat diberikan langsung setelah perilaku yang diharapkan muncul dan kemudian ditukarkan untuk sebuah motif penguat (hadiah). Hal tersebut dapat digunakan untuk “menjembatani” penundaan yang sangat lama antara respon perilaku target dan hadiah, ketika terjadi kesulitan atau tidak mungkin untuk memberikan penguat cadangan (hadiah) secara langsung setelah perilaku target muncul. Kedua, token mempermudah dalam mengelola konsistensi dan keefektifan penguat (hadiah) keika menangani sekelompok individu.

e. Risiko Token Ekonomi

Risiko di dalam token ekonomi adalah sama halnya dengan modifikasi perilaku yang lain. Pelaksana program/ orangtua dalam menerapkan treatment ini bisa dengan sengaja atau tidak sengaja tidak memperhatikan kerelaan individu menerima treatment. Token ekonomi tidak perlu merampas (mencabut) kebutuhan dasar mereka, seperti makanan yang cukup, selimut yang nyaman, atau peluang layak untuk kesenangan. Jika pelaksana program/ orangtua tidak terlatih dengan baik, bisa terjadi perilaku-perilaku yang diinginkan tidak diberikan token sedangkan perilaku-perilaku yang tidak diinginkan bisa dihadiahi token, kekurangan ini dapat menghasilkan peningkatan perilaku negatif (Susanto, 2008).

f. Prosedur Token Ekonomi

Martin dan Pear (1992) menjelaskan bahwa sebelum dan selama pelaksanaan token ekonomi, beberapa prosedur khusus harus dipertimbangkan dan dilakukan. Prosedur-prosedur tersebut dapat dikategorisasikan sebagai berikut: a) Menyimpan data; b) Pelaksana Program pemberi token; c) Jumlah/ frekuensi token yang harus dibayar; d) Pengelolaan penguat cadangan (hadiah); e) Kemungkinan hukuman kontingensi; f) Pengawasan pelaksana program; g) Menangani masalah potensial.

3. Efektivitas Token Ekonomi dalam Meningkatkan Perilaku Makan Tujuan akhir dari pemberian perlakuan ini adalah ketika perilaku yang diharapkan muncul. Perilaku diharapkan muncul akibat kebiasaan yang dilakukan dalam hal ini kebiasaan makan teratur. Harapannya individu berperilaku makan teratur bukan atas dasar hadiah yang diperolehnya, melainkan perilaku tersebut telah terbentuk dengan sendirinya akibat dari kebiasaan yang dilakukan dalam proses pemberian perlakuan.

Beberapa penelitian menggunakan token ekonomi untuk mengubah perilaku. Token ekonomi digunakan oleh Tarbox, Ghezzi, dan Wilson (2006) dalam penelitian mengenai perilaku hadir pada seorang anak yang berusia lima tahun yang didiagnosis mengalami autisme selama instruksi keterampilan akademik dan komunikasi. Hasilnya menunjukkan bahwa penguatan dengan menggunakan token meningkatkan perilaku hadir pada anak autisme. Hasil juga menunjukkan bahwa token yang diperlukan untuk penguat cadangan dapat ditingkatkan tanpa harus mengorbankan kekuatan atau stabilitas kehadiran. Hasil selanjutnya menunjukkan bahwa penguatan

penguat cadangan (hadiah) tersedia, dan ketika token dapat ditukar tanpa adanya penundaan.

Okamoto, dkk (2002) dalam penelitiannya menggunakan token

economy therapy (TET) yang dikombinasikan dengan Fukamachi’s activity

restriction therapy (FT) dan formula cair dari Kyoto Prefectural University of Medicine Behavior Therapy (KPT) terhadap 35 orang pasien anorexia

nervosa. Token ekonomi bertindak sebagai penguat positif (positive reinforcement) terhadap kenaikan berat badan.Hasil menunjukkan bahwa

penggunaan TET yang dikombinasikan dengan metode FT dapat meningkatkan berat badan lebih tinggi dibandingkan penggunaan metode FT saja. Namun, Penggunaan formula cair KPT menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan penggunaan dua metode di atas (TET dan FT).

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa token ekonomi dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan perilaku tertentu baik pada anak-anak normal maupun anak-anak berkebutuhan khusus. Penelitian ini menggunakan Token Ekonomi dalam usaha meningkatkan perilaku makan pada anak usia sekolah yang mengalami sulit makan. Tujuan akhir dari pemberian perlakuan ini adalah saat perilaku makan yang diharapkan muncul. Perilaku makan diharapkan muncul akibat kebiasaan makan teratur yang dilakukan.

Dokumen terkait