• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini perkembangan perekonomian dan perindustrian Korea

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini perkembangan perekonomian dan perindustrian Korea"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

12

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Akhir-akhir ini perkembangan perekonomian dan perindustrian Korea Selatan yang sangat pesat mampu mendongkrak jumlah pembelajar bahasa Korea di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal. Pertumbuhan perindustrian Korea Selatan di dalam negeri maupun di luar negeri meningkat tajam. Perindustrian dalam negeri Korea Selatan banyak menyerap tenaga kerja imigran dari Indonesia. Tenaga kerja imigran ini harus memenuhi beberapa kriteria, salah satunya adalah mampu berbahasa Korea. Oleh karena itu sebelum berangkat ke Korea Selatan calon tenaga imigran diwajibkan lulus tes kemampuan bahasa Korea EPS TOPIK (Employment Permit System Test of Proficiences in Korean). Indonesia merupakan salah satu negara yang banyak mengirimkan tenaga kerja ke Korea Selatan.

Perusahaan Korea Selatan juga banyak merelokasikan usahanya ke Indonesia karena di dalam negeri Korea Selatan sendiri persaingan bisnis sangat ketat dan biaya operasional yang tinggi. Oleh karena itu, kebutuhan tenaga kerja yang mampu berbahasa Korea di Indonesia juga meningkat. Selain itu, industri musik dan drama Korea Selatan yang masuk ke Indonesia juga mampu menarik minat para pecintanya untuk belajar bahasa Korea.

(2)

13

dengan ketersediaan fasilitas pembelajaran bahasa Korea yang memadai. Lembaga pendidikan bahasa Korea nonformal / lembaga pelatihan bahasa telah banyak muncul namun hanya ada tiga perguruan tinggi yang telah membuka program studi bahasa Korea, yakni Universitas Nasional, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Indonesia.Pendidikan formal bahasa Korea di Indonesia masih tergolong baru. Perkuliahan bahasa Korea pertama kali dibuka di UGM pada tahun 1995. Sedangkan program studi bahasa Korea di UGM didirikan delapan tahun setelah itu. Buku-buku referensi dan penelitian terkait bahasa Korea juga masih sulit dijumpai di Indonesia. Kamus saku bahasa Korea dan buku percakapan bahasa Korea sehari-hari sudah banyak dijual di toko buku, namun buku terkait tata bahasa Korea belum banyak dijumpai sehingga pembelajar bahasa Korea masih menemui kesulitan dalam belajar. Latar belakang inilah yang menjadi salah satu alasan perlunya penelitian ini dilakukan.

Bagi penutur asli bahasa Indonesia, belajar bahasa Korea mungkin lebih sulit apabila dibandingkan belajar bahasa Inggris atau bahasa lain sejenisnya. Hal inikarena karakteristik bahasa Korea sangat berbeda dengan karakteristik bahasa Indonesia. Bahasa Korea adalah bahasa yang berpola kalimat SOV (subjek-objek-verba) (Song, 2010:111) sedangkan bahasa Indonesia mempunyai pola kalimat SVO (subjek-verba-objek). Dalam bahasa Indonesia urutan / posisi unsur fungsional kalimat, yakni subjek, predikat, dan objek sangat menentukan makna suatu kalimat. Sedangkan dalam bahasa Korea unsur predikat harus berada di bagian akhir kalimat, urutan unsur fungsional kalimat lainnya tidak begitu penting karena dalam tiap unsur kalimat tersebut terdapat penanda unsur funsional

(3)

14

kalimat(Song, 2010:112). Walaupun pola dasar bahasa Korea SOV namun posisi subjek dan objek bisa ditukarkan menjadi OSV tanpa mengubah struktur fungsional kalimat. Hal ini berkat peran penanda yang menempel pada setiap unsur fungsional kalimatnya.

Menurut Min (2009:40) dalam tesisnya yang berjudul “Analisis Kesalahan Berbahasa Korea”, salah satu kesulitan utama pembelajar pemula bahasa Korea di Indonesia adalah rumitnya penggunaan penanda. Menurut hasil penelitiannya, kesalahan yang sering dilakukan oleh penutur asli bahasa Indonesia dalam berbahasa Korea adalah kesalahan penggantian penanda, penambahan penanda, peletakan penanda, dan penghilangan penanda.Kesalahan yang ditemukan, misalnya kesalahan penggunaan penanda objek –eul pada subjek, kesalahan penggunaan penanda subjek –i pada objek, dan kesalahan pemilihan bentuk penanda subjek –i atau –ga yang digunakan pada subjek. Menurut Min hal ini disebabkan oleh kurangya pemahaman pembelajar mengenai penanda bahasa Korea.

Bahasa Korea merupakan tipe bahasa aglutinatif (Lee, 2012: 22).Dalam bahasa Korea, setiap unsur fungsional kalimatnya terdapat penanda. Pada subjek, objek, pelengkap, dan keterangan terdapat penanda, sedangkan pada unsur predikat terdapat akhiran penanda. Bahasa Korea merupakan bahasa aglutinatif yang jumlah penandanya banyak dan penggunaannya berkembang sangat pesat. Frekuensi penggunaan penanda dalam bahasa Korea sangat tinggi, sehingga bagi pembelajar pemula pemahaman dan penggunaannya secara tepat sangat penting.

(4)

15

Dalam bahasa Korea keberadaan penandadalam kalimat sangat menentukan struktur dan maknanya. Pada bahasa yang berpola SVO urutan atau posisi kata dalam kalimat sangat menentukan peran dan makna kalimat. Sedangkan pada bahasa Korea urutan tidak begitu menentukan makna karena adanya penanda, objek kalimat dapat pindah ke posisi terdepan menjadi objek, subjek, dan predikat (OSV). Posisi unsur fungsional kalimat bisa saja berubah namun struktur fungsional kalimat masih sama.

(1) Jiwon sshi-ga ppang-eul meokseumnida. Jiwon pak-Psroti-Pomakan.

Pak Jiwon makan roti.

Kalimat (1) di atas terdiri dari klausaJiwon sshiga ppangeul meokseumnida. Kalimat ini terdiri dari tiga unsurfungsional. Pertama, Jiwon sshiga sebagai S. Kedua ppangeul sebagai O. Terakhir, meokseumnida sebagai P. Unsur S merupakan frase N yang terdiri tiga kata Jiwon, sshi, dan –ga. Jiwon dan sshi masing-masing adalah N sedangkan –ga adalah Ps. Unsur O juga merupakan frase N yang terdiri dari dua kata,ppangdan –eul.Ppang adalah N sedangkan –eul adalah Po. Terakhir, unsur P hanya terdiri dari satu kata saja V, tanpa diikuti penanda.Urutan unsur fungsional kalimat (1) adalah S-O-P, dalam bahasa Indonesia berarti pak Jiwon makan roti.

Apabila posisi / urutanunsur S dan O pada kalimat (1) ditukarkan sehingga O berada pada awal dan S mengikutinya, maka kalimatnya menjadi seperti di bawah ini.

(5)

16 (1a) Ppang-eul Jiwon sshi-ga meokseumnida.

Roti-PoJiwon pak-Psmakan. Pak Jiwon makan roti.

Posisi / urutan unsur fungsional pada kalimat (1a) di atas berbeda dengan kalimat (1) namun struktur fungsionalnya masih sama, yakni ppangeul sebagaiO, Jiwon sshiga sebagai S, dan meokseumnida sebagai P.Walaupun ppangeul berpindah ke depan, fungsinya dalam kalimat masih sama sebagai O. Sehingga kalimat (1a) apabila diterjemahkan ke dalam bahasaIndonesia masih sama dengan kalimat (1), yakni pak Jiwon makan roti namun makna kalimat sedikit berbeda karena fokus kalimatnya berbeda.

Dalam bahasa Korea, perubahan struktur fungsional hanya akan berubah apabila penanda pada unsur itu berubah. Perhatikan contoh kalimat (2) dan (2a) di bawah ini.

(2) Junyeong sshi-ga chingu-reul mannamnida. Junyeong Pak-Ps teman-Pomenemui. Pak Junyeong menemui temannya.

(2a) Junyeong sshi-wa chingu-ga mannamnida. Junyeong Pak-Pket teman-Psbertemu. Pak Junyeong dan temannya bertemu.

Contoh (2) berupa satu klausa, yakni Junyeong sshiga chingureul mannamnida. Klausa ini terdiri dariJunyeong sshiga sebagai S, chingureul sebagai O, dan mannamnida sebagai P. S merupakan frase N yang terdiri dari Junyeong, sshi, dan –ga. Junyeong merupakan N, sshimerupakan N, dan –ga merupakan Ps. O juga merupakan frase N yang terdiri dari N chingu dan Po –reul.

(6)

17

Sedangkan P mannamnida berupa V transitif. Urutan unsur fungsional contoh (2) adalah S-O-P. Contoh (2) dalam bahasa Indonsia berarti pak Junyeong menemui temannya.

Contoh (2a) juga berupa satu klausa, yakni Junyeong sshiwa chinguga mannamnida. Junyeong sshiwa chinguga merupakan S. Frase ini terdiri dari frase N Junyeong sshiwa chingu dan Ps -ga. Pada frase N Junyeong sshiwa chingu terdapat penggabungan penggabungan frase Junyeong sshidan chingu dengan menggunakan Pketwa. Sedangkan mannamnida sebagai P merupakan V, dalam klausa ini tidak terdapat O. Arti contoh (2a) dalam bahasa Indonesia adalah pak Junyeong dan temannya bertemu.

Contoh (2) dan (2a) memiliki struktur fungsional dan makna yang berbeda. Contoh (2) berstruktur S-O-P sedangkan contoh (2a) berstruktur S-P tanpa O. Makna kalimat pun berbeda, contoh (2) dan (2a) berturut-turut,pak Junyeong menemui teman(nya) dan pak Junyeong dan temannya bertemu.

Menurut Hong (2002:21) bahasa Korea dapat dikatakan sebagai bahasa dengan penandayang berkembang pesat,jumlah penandakhusus saja pada bahasa Korea lebih dari 47 dengan makna, fungsi, dan distribusi penggunaan yang berbeda-beda. Apabila dijumlahkan dengan penanda mungkin bisa mencapai 100 buah. Perkembangan ini tidak hanya dilihat dari segi jumlah penandanya saja, namun dari segi makna dan distribusi penggunaannya juga sangat berkembang pesat.

(7)

18 Jiwon Pak-Pket roti–Ps dimakan. Roti dimakan oleh pak Jiwon. (3) Ai-deur-ege ganshik-eul jumnida.

Anak-para- Pketjajanan-Po memberi. (Saya)memberi jajanan kepada anak-anak. (4) Dongsaeng-ege seonmur-el bad-asseumnida.

Adik-Pket hadiah- Po menerima-telah. (Saya)telahmenerima hadiah dari adik. (5) Eomeoni-kke jeonhwa-reul bad-asseoyo.

Ibu-Pket telpon-Po menerima-telah. (Saya)telahmenerima telpon dari ibu.

Kalimat (1b), (3), (4), dan (5) semuanya terdiri dari satu klausa. Struktur fungsional empat kalimat di atas adalah sebagai berikut. Pertama, pada kalimat (1b) Jiwon sshiege sebagai KET, ppangi sebagai S, danmeokkyeosseumnidasebagai P.Kedua, pada kalimat (3) aiderege sebagai Ket, ganshikeul sebagai O, dan jumnida sebagai P. Ketiga, pada kalimat (4) dongsaengege sebagai Ket, seonmurel sebagai O, dan badasseumnida sebagai P. Dan keempat, eomeonikke sebagai Ket,jeonhwareul sebagai O, dan badasseoyo sebagai P.

Struktur fungsional kalimat (1b) adalah KET-S-P sedangkan ketiga kalimat lainstrukturnyasama, yakni KET-O-P. Keempat kalimat mempunyai persamaan adanya unsur fungsional Pket, namun bentuk Pket yang digunakan pada kalimat (5) berbeda daripada tiga kalimat lainnya. Kalimat (1b), (3), dan (4) menggunakan Pket –ege sedangkan pada kalimat keempat menggunakan Pket kke. Bentuk Pket pada kalimat (1b), (3), dan (4) sama, yakni –ege,tetapiPket

(8)

19

tersebut menunjukkan makna keterangan yang berbeda-beda. Sedangkan bentukPket pada kalimat (4) dan (5) berbeda, yakni –ege dan –kke, namun menunjukkan jenis unsurfungsional keterangan klausa yang berbeda.

Penjelasan empat kalimat di atas menunjukkan bahwa bahasa Korea memiliki jenis, bentuk, makna, dan fungsi penanda yang bermacam-macam sehingga sangat menarik untuk dikaji lebih dalam. Pemahaman penanda Bahasa Korea dengan baik dan benar juga dapat membantu pembelajar pemula dalambelajar dan praktik berbahasa. Dengan demikian, praktik komunikasi dalam kehidupan berbahasa Korea bisa lebih berarti karena dilandasi dengan pengetahuan bahasa yang baik dan benar.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah bentuk-bentuk penanda subjek, objek, pelengkap, dan keterangan bahasa Korea?

2. Bagaimanakah fungsi penanda subjek, objek, pelengkap, dan keterangan bahasa Korea?

3. Dimanakahletak penanda subjek, objek, pelengkap, dan keterangan bahasa Korea?

4. Bagaimanakah pentingnya penggunaan penanda subjek, objek, pelengkap, dan keterangan bahasa Korea?

(9)

20

Pada sub-bab sebelumnya telah dikemukakan bahwa predikat dalam bahasa Korea tidak ditandai dengan penanda namun ditandai dengan akhiran. Oleh karena itu dalam penelitian ini akhiran penanda unsur predikat tidak akan dibahas dalam penelitian ini.

1.3 Tujuan Penulisan

Sesuai dengan masalah yang dikemukakan di atas, penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan bentuk-bentuk penanda subjek, objek, pelengkap, dan keterangan bahasa Korea.

2. Mendeskripsikanfungsi penanda subjek, objek, pelengkap, dan keterangan bahasa Korea.

3. Mendeskripsikanletak penanda subjek, objek, pelengkap, dan keterangan bahasa Korea.

4. Mendeskripsikanpentingnya penggunaan penanda subjek, objek, pelengkap, dan keterangan bahasa Korea.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan hasil pencarian penulis terkait penelitian tentang penanda bahasa Korea,penelitian sejenis ini belum pernah dilakukan di Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis bagi masyarakat, khususnya para linguis dan pembelajar bahasa Korea.

(10)

21

Secara teoretis, kajian ini bermanfaat untuk memberikan gambaran jelas tentang bentuk-bentuk,fungsi, letak, dan pentingnya penggunaan penandabahasa Korea. Selain itu, penelitian ini juga berguna untuk menambah khazanah pengetahuan bahasa Korea,khususnya mengenai bentuk penandadan dapat memberikan sumbangsih terhadap pengembangan ilmu sintaksis, khususnya yang berhubungan dengan penanda bahasa Korea.

1.4.2 Manfaat Praktis

Telah diterangkan sebelumnya bahwa pembelajaran bahasa Korea di Indonesia masih belum lama muncul. Pembelajar bahasa Korea masih menemui masalah klasik, yakni sulitnya mencari sumber referensi. Secara praktis, penelitian ini bermanfaat untuk membantu mempermudah proses pembelajaran bahasa Korea, khususnya untuk para pembelajar pemula. Selain itu, sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan menjadi stimulan perkembangan penelitian linguistik Korea di masa depan.

1.5 Tinjauan Pustaka

Berdasarkan temuan penulis, penelitian terkait penanda bahasa Korea telah banyak dilakukan di Korea, di Indonesia dan di negara lain masih sangat jarang. Penelitian penanda yang ditemukan di Indonesia tidak spesifik pada penanda bahasa Korea.

Dari hasil penelusuran oleh penulis, penelitian-penelitian terkait penandasecara umum dapat dikelompokkan menjadi dua. Pertama, penelitian

(11)

22

penanda sebagai kata tugas karena penanda tersebut menunjukkan hubungan gramatikal antar unsur kalimat atau biasa disebut juga penanda. Kedua, penelitian penanda sebagai bagian yang lebih khusus daripada kata tugas karena penanda ini mempunyai maknaprakmatikalyakni pada penelitian penanda khusus. Dalam bahasa Korea,penandaatau partikel didefinisikan sebagai kata yang setara dengan kategori kata benda, sifat,dst. Penanda bahasa Korea dapat berupa kata tugas dan kata yang mempunyai makna prakmatikal.

Di Korea Selatan, penelitian terkait penanda telah banyak sekali dilakukan. Sedangkan penelitian terkait pertikel di Korea Utara belum ditelusuri oleh penulis. Hal ini dikarenakan keterbatasan akses data dan referensi sumber terkait. Oleh karena itu, penelitian penanda bahasa Korea terdahulu hanya akan dipaparkan dengan memfokuskan di wilayah Semenanjung Korea bagian selatan, yaitu Korea Selatan saja.

Dilihat dari bentuk, jenis dan cara pandang terhadap penanda, penelitian penanda di Korea beragam. Penjelasan mengenai makna dan identitasnya pun beragam. Ada empat orang linguis Korea terkenal yang membahas penanda bahasa Korea, yakni Hansol Lee, Minho Cho, Hye-Young Kwak,dan Saman Hong.

Dalam disertasinya Lee (1989) meneliti penanda bahasa Korea dengan mendefiniskan penanda sebagai kelas kata yang tidak bisa berdiri sendiri dan selalu menempel pada kata benda, adverbial, verba, dan klausa. Lee mengelompokkan kelas kata penanda menjadi 9 sub kelas, yaitu penanda subjek,penanda objek,penanda agen,penanda adverbia,penanda

(12)

23

vokatif,penandakonjungtif, penandakalimat, penandaadjektif, dan penanda modifyier/modifying particle.Penelitian ini menjelaskan bentuk dan fungsi penanda secara umum kemudian mengelompokkan berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki. Makna penanda sendiri hanya dibahas pada bagian penanda khusus (penandayang memiliki makna prakmatikal), pembahasan makna dan fungsi penandagramatikal masih kurang mendalam. Dalam penelitian ini penanda dikelompokkan sejajar dengan afiks. Kemudian, penelitian ini jugasecara khusus belum membahas bagaimana penggunaan penandadalam kalimat.

Sementara itu Choo dan Kwak (2008) membahas penanda bahasa Korea dengan cara lebih sederhana daripada peneliti sebelumnya. Choo dan Kwak menyetarakan penanda dengan sufiks. Penanda selalu menempel pada kata benda atau frase kata benda saja. Penanda yang disinggung hanya ada 3 buah, yaitu penanda subjek –i/ga, penanda objek –el/rel dan penanda pembentuk frase –ei.

Hong (2002) mendefinisikan penanda sebagai kelas kata yang kedudukannya setara dengan kategori kata yang lain, misalkan kata benda, verba dst. Hong mengelompokkan penanda bahasa Korea menjadi dua, yakni penanda gramatikal / grammatical particles dan penanda prakmatik/ pragmatical particles. Penanda gramatikal adalah penanda yang mempunyai fungsi sebagai penanda fungsi gramatikal/ case marker. Penandayang termasuk golongan ini tidak mempunyai makna leksikal. Sedangkan penanda pragmatik lebih mandiri dan distribusinya lebih bebas serta secara pragmatik mempunyai makna tambahan. Hong telah meneliti penanda prakmatik secara mendalam selama lebih dari 10

(13)

24

tahun dan membandingkan penanda bahasa Jepang dengan bahasa Korea. Penelitian-penelitiannya menjelaskan makna, fungsi dan distribusi penggunaan penanda prakmatikal saja tetapi tidak menyinggung penandagramatikal.

1.6 Landasan Teori

Dalam penelitian penanda bahasa Korea,landasan teori di bawah ini digunakan sebagai pisau untuk mengupas objek penelitian.

1.6.1 Bahasa Korea

Bahasa Korea adalah bahasa ibu yang dituturkan oleh suku bangsa Han yang mayoritas tinggal di Semenanjung Korea. Bahasa Korea dalam bahasa Korea sendiri sering disebut Hangugeo danUrimal yang berarti masing-masing bahasa Korea dan bahasa kita.Suku bangsa Han di seluruh dunia kurang lebih 72,5 juta jiwa (Choe dkk, 2000:2) yang terdiri dari 45 juta orang Korea Selatan, 23 juta orang Korea Utara, sisanya merupakan orang Han yang imigrasi ke negara lain, yaitu Tiongkok, Amerika Serikat, Jepang dan Rusia. Bahasa Korea memiliki jumlah populasi pengguna peringkat 20 di dunia (Choe dkk, 2000:2).

Banyak linguis yang berpendapat bahwa bahasa Korea berasal dari rumpun bahasa Altai(Sohn, 1999:11). Rumpun bahasa Altai terdiri dari 3 kelompok besar, yakni bahasa Turki, Mongolia, dan Tungus, namun bahasa Korea lebih dekat dengan bahasa Turki bersama dengan bahasa yang digunakan di wilayah sekitarnya, yaitu bahasa Jepang dan Manchuria. Rumpun bahasa Altai mempunyai susunan unsur kalimat dengan verba berada di urutan paling akhir.

(14)

25

Susunan unsur kalimat (word order of sentences) bahasa Korea secara urut adalah subjek, objek, kemudian diikuti predikat (SOV).

Bahasa Korea, berdasarkan bentuk morfologisnya, digolongkan dalam bahasa aglutinatif. Menurut Lee (2012:22) kelompok bahasa aglutinatif adalah kelompok bahasa yang membentuk kata atau menandai hubungan gramatikal dengan penggabungan morfem gramatikal seperti akhiran atau penanda pada akar kata(eogi). Sedangkan menurut Kridalaksana (1984:3)bahasa aglutinatif merupakan bahasa yang struktur kata dan gramatikalnya ditandai oleh penggabungan unsur-unsurnya secara bebas.

Perhatikan contoh kalimat di bawah ini.

(6) Harabeoji-kkeseo-neun tellebijeon-eul bo-shi-mnida.

Kakek-Ps-Pkh televisi-Po menonton-A-A. Kakek menonton televisi.

Contoh (6) terdiri dari satu klausa, harabeojikkeseoneun tellebijeoneul boshimnida.Dalam klausa harabeojikkeseoneun sebagai S, tellebijeoneul sebagai O, dan boshimnida sebagai P. Hubungan gramatikal antar unsur kalimat ini ditandai dengan penggabungan N harabeoji dengan Ps –kkeseo dan Pkh –neun untuk menandakan fungsi S dan N tellebijeon digabungkan dengan Po -eul untuk menandakan fungsi O. Sedangkan penggabungan akar bo- dengan afiks–shi- dan – eumnida untuk menandakan fungsi P. Penggabungan tersebut seperti pada kalimat di bawah ini.

(15)

26

Harabeoji dan tellebijeonmerupakan N, bo merupakan akar kata kerja, -kkeseo, -neun, dan –eul merupakan penanda, kemudian –shi- dan –mnida merupakan afiks. Pada kalimat (6) pembentukan kata kerja berasal dari penggabungan akar kata kerjabo- dengan afiks–shi- dan -eumnida. –shi menunjukkan makna honorifik dan –eumnida menunjukkan bentuk bahasa formal dan kala sekarang.

Pada bahasa Korea unsur S dan O kalimat dapat diketahui dengan melihat penanda yang tergabung padaS dan O.Sementara itu bentuk kalimat pasif, sistem honorofiks, dan ekspresi kala diwujudkan dalam bentuk akhiran pada P. Unsur Pkalimat selalu berada diakhir kalimat.

1.6.2 Sintaksis

Kata sintaksis berasal dari bahasa Belanda syntaxis, sintaksis adalah ilmu yang mempelajari kalimat, klausa, dan frase (Ramlan, 2005:18). Dalam sintaksis dibahas juga hubungan antar kata, frase, klausa dalam kalimat dan hubungan antar kalimat satu dengan yang lain yang membentuk suatu wacana. Kalimat bisa terdiri dari satu klausa atau lebih. Bahkan ada juga kalimat yang tidak mengandung klausa. Menurut Ramlan (2005:79) klausa adalah satuan gramatikal yang mengandung minimal unsur S dan P, unsur O, Ket, dan Pel adalah opsional.

Dalam bahasa Korea sintaksis biasa digunakan istilahtongsaron. Tak jauh dari pemahaman Ramlan, menurut Lee (2007) sintaksis adalah ilmu yang mempelajari struktur ataupun fungsi kalimat yang merupakan gabungan dari kata, frase ataupun klausa. Struktur fungsional kalimat sederhana bahasa Korea

(16)

27

menurut Song (2010: 111) ada lima bentuk seperti di bawah ini.

1. S – P 2. S – Pel – P 3. S – KET – P 4. S – O – P 5. S – O – KET - P

Ciri khas bahasa Korea yang berbeda dengan bahasa lain adalah tidak hadirnya subjek pada klausa tertentu. Menurut Ramli unsur fungsional minimal adalah subjek dan predikat, sedangkan klausa pada bahasa Korea sering dijumpai tanpa unsur subjek. Dalam kalimat berita bahasa Korea apabila subjek merupakan kata ganti orang pertama unsur ini sering dilesapkan, sedangkan pada kalimat tanya dan suruh (persilahan, ajakan, atau larangan) apabila subjek merupakan kata ganti orang kedua, unsur ini juga sering kali dilesapkan seperti halnya dalam bahasa Indonesia. Pelesapan unsur subjek ini karena dalam konteks penuturan secara aktual, penutur dan lawan tutur dianggap sudah mengetahuinya. Hal ini dapat dijelaskan dengan contoh kalimat (7), (8) dan (9) di bawah ini.

(7) Jigeum hakgyo-e an gayo.

Sekarang sekolah-Pket tidak pergi. (Saya) tidak pergi ke sekolah sekarang. (8) Yeogi-e anjeu-seyo.

Sini-Pket duduk-silahkan Silahkan duduk disini.

(9) Dongsaeng-i sagwa-reul an meogeoyo. Adik-Ps apel-Po tidak makan.

Adik tidak makan apel.

(17)

28

unsur pengisinya adalah kata ganti orang pertama tunggal saya. Pada kalimat (7) jigeum sebagai Ket waktu, hagyoe sebagai Ket tempat, dan an gayo sebagai P. Pada kalimat (8) yang merupakan kalimat persilahan, S juga dilesapkan karena merupakan kata ganti orang kedua. Pada kalimat (8) yeogi sebagai Ket tempat dan anjeuseyo sebagai P. Sedangkan kalimat (9) yang juga merupakan kalimat berita, dongsaengi sebagai S, sagwareul sebagai O, dan an meogeoyo sebagai P. Pada kalimat ini S tetap dimunculkan karena subjek orang ketiga apabila dilesapkan kalimatnya menjadi tak berterima.

(9a) *Sagwa-reul an meogeoyo. *Apel-Po tidak makan. *Tidak makan apel.

Dalam suatu kalimat berklausa terdapat hubungan gramatikal antar unsur fungsionalnya. Unsur fungsional ini dapat berupa frase maupun kata, namun tidak semua jenis frase dan kategori kata dapat menduduki semua fungsi itu. Artinya, ada kriteria tertentu dari frase dan kategori kata untuk bisa menduduki fungsi tertentu. Misalkan, fungsi S bisa diisikan kategori N, kategori V tidak bisa diisikan dalam mengisi fungsi S. Kategori V bisa mengisi fungsi S apabila telah dibuat menjadi kategori N turunan.

Kategorisasi atau penggolongan kelas kata dalam bahasa Korea termasuk unik karena berbeda dengan penggolongan kelas kata bahasa pada umumnya. Menurut Lee Ikseop (2007:121) pengolongan kelas kata dalam bahasa Korea bisa dibedakan dengan dua cara. Pertama, penggolongan secara umum yang terdiri dari 6 kelas kata yaitu kata benda (myeongsa), kata kerja (dongsa), kata depan

(18)

(pre-29

noun / kwanhyeongsa), kata keterangan (adverb / busa), kata seru (gamtansa), kata bantu atau disebut juga penanda(josa). Cara kedua adalah turunandari 6 bentuk kategori di atas, penggolongan ini terdiri dari 9 kelas kata, yaitu kata benda (myeongsa), kata ganti (daemyeongsa), kata bilangan (susa). Ketiga kata ini adalah turunan dari kata benda. Kemudian turunan dari kata kerja ada kata kerja (dongsa) dan kata sifat (hyeongyongsa). Sisanya adalah kata depan (pre-noun / wanhyeongsa), kata keterangan (busa), kata seru (gamtansa), dan kata bantu yang disebut juga penanda (josa).

1.6.3Penanda

Penanda dalam penelitian ini adalah penandadalam definisi linguistik Korea. Kata penanda yang berasal dari bahasa Inggris markersering dipadankan dengan kata josa dalam bahasa Korea. Dalam linguistik Korea josa juga disebut particle / partikel. Menurut Kamus Besar Bahasa Korea (Lee, 2013: 3445)Josa/ particle adalah kategori katayang memberi makna tambahan pada satuan bahasa atau menandai hubungan gramatikal antar satuan bahasa satu dengan yang lain dengan menempel pada kata benda, keterangan, akhiran dst. Di bawah ini, definisi penanda bahasa Korea dijelaskan lagi menurut pandangan beberapa linguis bahasa Korea.

Dalam bahasa Korea telah dijelaskan pada sub-bab Tinjauan Pustaka sebelumnya bahwa penanda dikelompokkan sebagai kelas kata. Seperti yang dijelaskan oleh Hong (2002) bahwa josa / particle merupakan unit terkecil bahasa yang mempunyai makna secara gramatikal dan pragmatikal serta distribusi

(19)

30

penggunaannya bersifat relatif bebas. Dikatakan relatif bebas karena penanda gramatikal hanya bisa melekat pada unsur fungsi tertentu saja sedangkan penanda prakmatikal distribusinya lebih bebas, dapat melekat pada kata benda, verba, adverbial, bahkan dapat melekat pada penanda lain. Penanda gramatikal adalah penanda yang mempunyai fungsi sebagai penanda fungsi gramatikal antar unsur fungsional klausa. Sedangkan penanda pragmatikal lebih mandiri dan distribusinya lebih bebas serta mempunyai makna tambahan.Dalam klasifikasi jenis penanda yang dikemukakan oleh Hong di atas, penanda ini termasuk dalam golongan penanda gramatikal. Dalam bahasa Korea penanda ini disebut dengan gyeokjosa atau penanda unsur fungsional. Penanda prakmatikal juga disebut penanda khusus karena selain memiliki makna khusus, penanda ini tidak dapat diklasifikasikan ke dalam penanda gramatikal. Contoh penanda khusus misalnya penanda khusus topik -eun/ neun, penanda khusus perwatasan dst.

Lee (1989) juga mendefinisikan penanda bahasa Korea sebagai kelas kata yang tidak bisa berdiri sendiri dan selalu menempel pada kata benda, adverbial, verba, dan klausa. Lee mengelompokkan kelas kata penanda menjadi 9 sub kelas, yaitu penanda subjek, penanda objek, penanda agen, penanda adverbial, penanda vokatif, penanda konjungtif, penanda kalimat, penanda adjektif, dan penanda modifyier.

Choo dan Kwak (2008) membahas penanda bahasa Korea dengan cara lebih sederhana lagi. Choo dan Kwak menyetarakan penanda dengan sufiks / akhiran. Mereka menyebut penandaadalah sufiks yang selalu menempel pada kata

(20)

31 benda atau frase kata benda saja.

Dalam tulisan ini definisi penanda menurut Kwak tidak sesuai digunakan sebagai landasan teoritis karena pengertian yang dijelaskan terlalu sempit.Dalam kenyataannya penanda dalam bahasa Korea tidak hanya menempel pada kata benda atau frase kata benda saja. Penanda juga dapat menempel pada kata keterangan dan penanda lain.

Dibandingkan sufiks yang menempel pada kata benda, penggunaan penanda yang menempel pada kata benda lebih bebas. Hampir semua kata benda bisa digabungkan dengan penanda tertentu, sedangkan sufiks tertentu tidak bisa digabungkan dengan semua kata benda. Sufiks tertentu hanya dapat digabungkan dengan kata benda tertentu. Sebagai contoh, penanda–i dan –ga bisa digabungkan dengan semua kata benda yang bisa menduduki fungsi subjek, sedangkan afiks – kkun hanya bisa digabungkan dengan kata benda tertentu saja.

Salah satu fungsi penanda adalah menandai hubungan gramatikal dalam pembentukan kalimat sedangkan sufiks berfungsi menandai kategori kata dalam pembentukan kata tersebut.Penggantian penanda yang terdapat dalam suatu satuan bahasa dapat mengubah fungsinya dalam klausa. Satuan bahasa yang tergabung dengan sufiks merupakan kata. Sehingga penggantian sufiks yang terdapat dalam suatu satuan bahasa dapat mengubah kategori kata. Artinya, level penggunaan penanda lebih tinggi dibandingkan penggunaan sufiks. Penggunaan penanda pada pembentukan klausa / sintaksis sedangkan sufiks pada pembentukan kata / morfologis.

(21)

32

Dilihat dari sisi sifat kemandirian kata, dalam klasifikasi kelas kata terdapat dua macam jenis kata, yaitu kata terikat dan kata bebas. Kata terikat biasanya tidak mempunyai makna leksikal dan tidak bisa digunakan secara mandiri, artinya dalam penggunaannya harus disertai kata lain dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan kata tugas (Sudaryanto, 1992:121-122). Sedangkan kata bebas adalah kata yang memiliki makna leksikal dan distribusi penggunaannya lebih bebas, tidak tergantung pada keberadaan kata lain. Dalam bahasa Koreapenanda merupakan salah satu kelas kata yang penggunaannya tergantung pada kata lain dan tidak mempunyai makna leksikal.

1.7Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat sinkronis, data yang digunakan adalah bahasa yang digunakan pada masa tertentu, yakni bahasa Korea yang sekarang masih digunakan. Penelitian dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu tahap persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil penelitian. Penjelasan dari ketigatahap kegiatan tersebut adalah seperti di bawah ini.

1.7.1 Persiapan Penelitian

Tahap ini merupakan tahap paling penting karena menentukan kualitas kinerja pelaksanaan dan hasil penelitian. Tahap yang pertama kali dilakukan adalah penentuan topik penelitian dan studi pustaka. Topik penelitian ini dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan hasil studi pustaka permulaan. Pertimbangan-pertimbangan tersebut meliputi latar belakang, tujuan, manfaat dst. yangtelah dikemukakan pada uraian sebelumnya.Setelah topik penelitian ditentukan,

(22)

33

rancangan penelitian disusun dengan sebaik-baiknya dengan mempertimbangkan waktu, biaya dll.

1.7.2Pelaksanaan Penelitian

Setelah rancangan penelitian selesai disusun, rancangan ini digunakan sebagan acuan dalam pelaksanaan penlitian agar hasil penelitian bisa maksimal. Ada dua kegiatan utama dalam pelaksanaan penelitian ini, yakni penjaringan data dan penganalisisan data.

Penjaringan data dilakukan dengan cara mengumpulkan, mengklasifikasikan, dan menyiapkan data hingga data itu siap dianalisis. Data yang dijaring dalam penelitian ini berupa data tertulis. Data ini berupa tuturan bahasa Korea oleh penutur asli /native speaker yang sudah dalam bentuk tulisan. Selain itu juga diambil dari buku-buku tata bahasa Korea, artikel, kamus bahasa Korea, dan laporan penelitian terkait penanda. Dalam penelitian ini data diambil dari buku tata bahasa Korea di bawah ini.

1. Ahn, Kyung Hwa, dkk. 2013. Bahasa Korea Terpadu untuk Orang Indonesia Dasar 1. Seoul: The Korean Foundation

2. Ahn, Kyung Hwa, dkk. 2013. Bahasa Korea Terpadu untuk Orang Indonesia Dasar 2. Seoul: The Korean Foundation

3. Kim, Jeongsuk. dkk. 2005. Wegukineul Wihan Hanggukeo Munbeob Sajeon 2. Seoul: Communication books.

4. Paik, Pong Ja. 2006. Korean Grammar as A Foreign Language. Seoul : Hawoo

(23)

34

Objek penelitian ini adalah penanda bahasa Korea. Beberapa penanda telah didata oleh peneliti sebelumnya, diantaranya adalah daftar penanda yang disusun oleh Hong dan Lee. Sumber data penelitian harus memenuhi kriteria, yaitu tuturan diucapkan oleh native speakerbahasa Korea secara alami dan tidak dibuat-buat. Data yang telah dicatat dan terkumpul selanjutnya diperiksa oleh penutur asli bahasa Korea untuk mengkonfirmasi kebenarannya. Data yang terkumpul diharapkan dapat mewakili kenyataan yang sebenarnya ada dalam kehidupan berbahasa pada masyarakat Korea.

1.7.3 Analisis Data

Data yang sudah terkumpul, terklarifikasikan, dan siap diolah, selanjutnya dianalisis dengan metode padan dan distribusional.Metode padan translasional digunakan untuk memahami data. Data merupakan bahasa asing bagi peneliti sehingga pemahamannya membutuhkan kecermatan. Metode padan referensial digunakan untuk mengetahui identitas dan karakteristikpenanda. Sedangkan teknik pilah unsur penentu digunakan untuk mengetahui unsur fungsional suatu satuan bahasa dalam kalimat.

Metode distribusional atau agih juga digunakan dalam tahap ini. Teknik-teknik metode agih yang digunakan adalah Teknik-teknik bagi unsur langsung, subtitusi, pelesapan, dan sisip. Teknik bagi unsur langsung digunakan untuk mengetahui bagian unsur fungsional satuan bahasa dalam kalimat. Teknik subtitusi digunakan untuk menyelidiki kesejajaran dan perbedaan antara satuan-satuan bahasa yang berbeda.Dalam hal ini satuan bahasa tersebut dapat berupa penandamaupun satuan

(24)

35

bahasa lain. Teknik pelesapan digunakan untuk mengetahui fungsi dan sifat wajib atau tidak secara struktural dari suatu penanda. Teknik sisip digunakan untuk mengetahui distribusi penggunaan penanda. Selanjutnya data penanda dikelompokkan untuk dianalisa bentuk, makna, fungsi dan penggunaannya dalam kalimat. Berikut adalah contoh cara analisis yang dilakukan.

(10) Chaeg-eul ikseumnida. Buku-Po membaca (Saya) membaca buku.

Analisis yang dilakukan pada kalimat (10) adalah dengan langkah-langkah berikut. Pertama, untuk mengetahui unsur fungsional kalimat (10), dengan kemampuan dan intuisi pemahaman bahasa Korea yang dimiliki penulis, kalimat dipilah untuk mengetahui unsur fungsional menjadi dua, yaituchaegeul dan ikseumnida.Chaegeul sebagai O dan ikseumnida sebagai P. Sedangkan S kalimat itu adalah kata ganti orang pertama yang dilesapkan, yakni jega. Kalimat (10) diterjemahkan ke bahasa Indonesia untuk membantu pemahaman dan memperdalam analisis fungsional kalimat. Sedangkan pembagian unsur langsung kalimat (10) menjadi chegeuldan ilksemnida dilakukan untuk menemukan Po dalam kalimat.

(10a) Je-ga chaek-eul ikseumnida. Saya-Ps buku-Po membaca. Saya membaca buku. (10b) Je-ga chaek ikseumnida.

Saya-Ps buku membaca. Saya membaca buku.

(25)

36

kalimat tersebut adalah kata ganti orang pertama saya. Pada kalimat (10b) penghapusan Po –eul digunakan untuk mengetahui makna, fungsi, dan penggunaan Po tersebut.

1.7.4 Penyajian Hasil Analisis Data

Hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk laporan penelitian berupa tesis. Bentuk laporan penelitian ditulis dengan metode formal dan informal. Hasil penelitian secara formal dikemukakan dengan tanda-tanda dan lambang. Penyajian data penelitian yang berupa tulisan hangul Korea dituliskan dengan metode romanisasi baku yang telah ditetapkan oleh The National Institute of The Korean Language dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Korea Selatan. Sedangkan secara informal hasil penelitian ini disajikan dengan menggunakan bahasa yang deskriptif, yaitu dalam bentuk uraian kata-kata.

1.8 Sistematika Penyajian

Masalah, analisis, dan hasil penelitian ini diuraikan dan disajikan secara sistematis. Penjelasan mengenai bentuk-bentuk, fungsi,dan penggunaan penanda bahasa Korea dibagi dalam beberapa bab, disesuaikan dengan fungsinya dalam kalimat. Penelitian ini disajikan dalam enambab. Bab I berisi tentang pendahuluan yang meliputi uraian tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian,dan sistematika penyajian. Pada bab II berisi uraian bentuk-bentuk, fungsi,letak, dan pentingnya penggunaan penanda subjek bahasa Korea. Pada bab III berisi tentang uraian bentuk-bentuk, fungsi, letak, dan pentingnya penggunaan penanda objek

(26)

37

bahasa Korea. Pada bab IV berisi tentang bentuk-bentuk, fungsi, letak,dan pentingnya penggunaan penanda pelengkap bahasa Korea. Pada bab V berisi uraian tentang bentuk-bentuk, fungsi, letak, dan pentingnya penggunaan penanda keterangan bahasa Korea. Dan bab VI sebagai bab terakhirberisi tentang kesimpulan.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil data penelitian yang dilakukan terbukti bahwa proses perencanaan pembangunan dalam Program Dana Desa serta peran masyarakat yang seharusnya sangat dibutuhkan

Atas peran serta dan dukungan dari pihak peserta lelang, Kami atas nama Tim Pokja/ ULP mengucapkan banyak terima kasih. Atas peran serta dan dukungan dari pihak peserta lelang,

Dalam hal terdapat perbedaan data antara DIPA Petikan dengan database RKA-K/L-DIPA Kementerian Keuangan maka yang berlaku adalah data yang terdapat di dalam database

(Afria Bagus Rachmat) Faktor-faktor Yang « CAR mempengaruhi laba.Semakin tinggai nilai modal maka nilai ROA akan mengalami penurunan. Penempatan nilai minimum CAR

katkan keasaman dalam air hujan. Berdasarkan hasil penelitian, variasi jarak pada penempatan DFC ternyata memberikan pengaruh terhadap kadar sulfat yang terkandung

1) Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) Pengadilan Agama Gresik telah disusun dan disampaikan tepat waktu. 2) LKjIP telah menyajikan

Salah satu contoh relasi data antar tabel adalah pada saat program akan menampilkan data nama siswa pada data nilai maka pada tabel nilai tidak perlu lagi membaut field

Alat penukar panas pipa rangkap terdiri dari dua pipa l$gam standart yang dikedua ujungnya dilas menjadi satu atau dihubungkan dengan k$tak penyekat. /luida yang