• Tidak ada hasil yang ditemukan

tingkat kerapuhannya untuk terinfiltrasi pengaruh eksternal yang mempengaruhi penyelenggaraan pemerintahannya. Negara-negara Asia Tengah sendiri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "tingkat kerapuhannya untuk terinfiltrasi pengaruh eksternal yang mempengaruhi penyelenggaraan pemerintahannya. Negara-negara Asia Tengah sendiri"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

46

BAB V

KESIMPULAN

Cikal bakal pembentukan regionalisme Shanghai Cooperation Organization (SCO) pada tahun 2001, dimaknai sebagai penyediaan instrumen bersama untuk mengontrol konflik dan kecemasan negara-negara anggotanya akibat tingginya tindak terorisme, separatisme, dan ekstremisme yang mengancam stabilitas penyelenggaraan pemerintahan masing-masing. Cina, Rusia, Kazakhstan, Kyrgyztan, Uzbekistan, dan Tajikistan mendapati bahwa akar dari ancaman terorisme, separatisme, dan ekstremisme merupakan bentuk antagonisme terhadap orde pemerintahan modern dan primordialisme sentimen laten. Sehingga setelah dikukuhkan menjadi sebuah institusi, kerjasama yang diadakan tidak hanya seputar unifikasi kekuatan dalam bentuk program pertahanan keamanan, namun juga mencoba menjawab akar masalah yang melanda tiap-tiap negara dikawasan ini untuk menjaga kelanggengan rezim pemerintahan di negara masing-masing.

Tak heran apabila dua tahun setelah SCO resmi terbentuk, mulai disisipkanlah klausa-klausa perihal harmonisasi hubungan lintas negara melalui tinjauan kerjasama ekonomi sebagai agen penciptaan kesejahteraan yang paling efektif pada masyarakat. Tinjauan tersebut tentunya diiringi dengan pengembangan sumber daya manusia, melalui pendidikan, kesehatan, dan pemanfaatan teknologi, sehingga masyarakat negara anggota SCO siap dalam menghadapi dan memberdayakan secara optimal dan progresif akan kesejahteraan yang coba difasilitasi oleh pemerintah. Klausa tersebut selain terletak pada piagam SCO, juga mendapati pengukuhan kerangka legal formal tersendiri pada tahun 2003 yang bernama Program on Multilateral Trade and Economic Cooperation Agreement. Perjanjian ini secara khusus mengklasifikasikan berbagai proyek di masa mendatang yang dapat menjembatani upaya penyediaan kesejahteraan disesuaikan dengan kapabilitas dan kapasitas nasional masing-masing negara. Secara khusus pula, klausa program ini menargetkan bahwa setidaknya pada tahun 2020, rumusan perjanjian tersebut sudah terlaksana secara efektif. Mulai dari kerjasama infrastruktur, pemantapan regulasi regional di sektor energi dan mobilitas barang, jasa, kapital, manusia, pemanfaatan sektor energi bersama secara optimal, serta pengukuhan zona perdagangan bebas.

Pasca negara-negara Asia Tengah mendapatkan kemerdekaan penuh dari Soviet pada era tahun 1990-an, hingga kini negara-negara tersebut masih tercatat dalam fase membangun dengan transisi politik dan ekonomi yang masih belum kokoh. Fase tersebut amat tinggi

(2)

47 tingkat kerapuhannya untuk terinfiltrasi pengaruh eksternal yang mempengaruhi penyelenggaraan pemerintahannya. Negara-negara Asia Tengah sendiri meski telah lama terpisah sebagai bagian dari Soviet, masih memiliki hubungan yang erat dan mengadopsi baik secara keseluruhan maupun termodifikasi, etos politik dan ekonomi Soviet. Negara-negara tersebut juga masih bergantung pada Rusia dalam upaya pengembangan ekonomi negaranya,, dan tidak heran bahwa Rusia menjadi mitra dagang terbesar dari Kazakhstan, Kyrgyztan, Tajikistan, dan Uzbekistan.

Keterlibatan Cina pada SCO dapat dikatakan berusaha mengubah etos negara-negara Asia Tengah ini untuk akhirnya potensi nasional negara-negara ini dapat terdistribusi secara merata, dan bahkan Cina dapat mencarikan destinasi distribusi potensi ekonomi nasional bagi negara Asia Tengah dengan porsi yang lebih besar.

Mendapati adanya interkonektivitas yang masih lemah antara negara-negara anggota SCO akibat hambatan fisik maupun non-fisik, maka diusulkanlah sebuah proyek regional yang menyediakan jalur transportasi lintas negara, dan dinamakan E-40 transportation route

dan berjalan efektif sejak tahun 2006 semenjak perumusannya di tahun 2003. Selain adanya interkonektivitas yang masih lemah, pasar negara-negara Asia Tengah juga terkungkung dalam distribusi yang terbilang kecil pada Rusia dan beberapa negara di Eropa, padahal jika diberdayakan optimal dapat mengembangkan sektor produksi komoditas dalam skala masif. Hanya tingkat diversifikasi komoditas dan inovasi diantara negara-negara Asia Tengah tersebut masih minim untuk dapat berkompetisi pada konstelasi ekonomi-politik global. Belum lagi potensi yang dimiliki oleh negara-negara anggota SCO lainnya dalam kepemilikan sumber daya alam dan energi, yang menjadi daya tarik tersendiri bagi Cina untuk ambil andil pada pemanfaatan sektornya. Birokrasi lintas negara juga terbilang masih menyulitkan bagi tingkat mobilisasi barang, jasa, dan kapital yang intens, maka pada klausa kerjasama ekonomi di tahun 2003, juga disebutkan bahwa negara-negara anggota SCO diharuskan mengevaluasi regulasi yang berkaitan dengan aktivitas tersebut, untuk menjamin atmosfer yang lebih kondusif apabila ingin terbina kerjasama ekonomi komersial secara progresif. Misalnya regulasi perdagangan yang diberlakukan di negara-negara Asia Tengah baik pada cakupan tarif maupun non-tarif, tidak memberikan fleksibilitas bagi distribusi komoditas yang sudah terdiversifikasi dan membutuhkan pasar yang lebih luas serta sektor jasa yang lebih liberal.

Untuk mengatasi masalah koordinasi dan transparansi, pembentukan struktur supra-nasional masihlah terlalu dini dalam memfasilitasi kepentingan negara-negara anggota, yang relasinya secara mayoritas masih diwarnai sentimen serta skeptisisme satu sama lain. Situasi

(3)

48 inilah yang membuat kinerja SCO sebagai wadah kerjasama regional cenderung tidak progresif, karena eksekusi program kerja harus melalui proses pembuatan keputusan yang panjang agar mencapai kompromi regional. Namun berbagai tingkat struktur berusaha untuk diakomodasi oleh SCO meski dengan otoritas terbatas seperti badan konsultatif SCO Business Council dan SCO Energy Club, badan asistensi perbankan Interbank Association.

Negara-negara anggota SCO sendiri sedang berada pada fase giat membangun negara masing-masing baik dari segi pemantapan kapasitas dan kapabilitas politik, ekonomi, sosial-budaya, hingga pertahanan dan keamanan. Berdasarkan situasi ini, maka daya ikat dalam regionalisme ini dapat ditentukan oleh sejauh mana SCO selaras menguntungkan dengan prioritas kepentingan domestik dan memberikan preskripsi ampuh bagi ancaman bersama yang melanda.

Negara anggota SCO memiliki keunggulan ekonomi nasional yang amat variatif dan berprofit tinggi dikarenakan keenam negara tersebut selain mengedepankan ekstraksi sumber daya alam, energi, dan mineral, juga mendapati Cina dan Rusia sebagai anggotanya, merupakan konsumen tersebut dalam skala masif. Ditambah lagi keberadaan Cina dan Rusia juga memiliki peluang untuk saling menjadi penjembatan bagi model perdagangan baru dari negara-negara anggota SCO lainnya ke negara-negara di luar SCO. Adalah Cina yang kerap kali menawarkan mekanisme integrasi ekonomi dalam bentuk free trade zone sebagai solusi bagi permasalahan sistemik SCO untuk terlibat hubungan transaksional lintas negara yang lebih intens. Namun hal ini kerap kali ditampik oleh Rusia untuk membendung penetrasi Cina ke negara-negara Asia Tengah, yang secara mayoritas banyak bergantung pada Rusia. Dikhawatirkan kepiawaian Cina dalam menjadi broker kerjasama kolektivis dapat membuat negara-negara Asia Tengah mengamini mekanisme yang ditawarkan oleh Cina, sehingga tereksplor destinasi baru bagi perluasan sumber ekonomi unggulan negara-negara Asia Tengah dan membuat Rusia kehilangan pasar peminatnya.

Terkait hambatan sistemik, upaya monopoli pasar secara implisit yang ditunjukkan oleh sikap Rusia menyulitkan ruang gerak SCO untuk berkolaborasi dalam kerjasama regional secara holistik. Maka Cina pun secara taktis menelusuri alternatif program kerjasama yang melibatkan anggota SCO dengan minat tinggi, kapasitas, dan kapabilitas nasional yang kompeten. Pola kerjasama ini dirintis secara terbuka dengan pertama-tama menempatkan Cina untuk memberikan stimulus kapital pada negara-negara di Asia Tengah. Cina kemudian mengamati adaptabilitas terhadap dinamika pasar, kerapuhan negara terhadap distorsi pasar, keterbukaan terhadap dinamika rezim liberal pada transaksi ekonomi komersial, hingga kapasitas sumber daya manusia serta sumber daya alam yang dapat diberdayakan.

(4)

49 Terdapatlah Kazakhstan sebagai satu-satunya negara Asia Tengah bagian dari anggota SCO yang telah memasuki fase liberalisasi pasar seperti giat memberdayakan komoditas berorientasi ekspor, menciptakan iklim ramah bagi investasi asing, reduksi tarif impor secara gradual, hingga keringanan dalam kontrol pabean dan bea-cuka. Etos seperti ini merupakan etos yang cocok bagi mekanisme Cina dalam membidik pasarnya. Bersamaan dengan misi peningkatan angka pertumbuhan ekonomi minimal 4% pertahunnya, Kazakhstan juga amat menyambut baik intensi Cina yang menawarkan kerjasama dalam bentuk pembangunan infrastruktur dan jalur transportasi yang berpotensi memperluas pasar Kazakhstan lebih mudah ke negara-negara Asia Tengah lainnya dan terutama Eropa.

Kegigihan Cina dalam mengarahkan sebuah proyek kerjasama ekonomi yang lebih integratif dan memiliki partisipan dalam jumlah kecil adalah dikarenakan adanya hasil dan implikasi tidak maksimal dari pengadaan kerjasama di aspek ekonomi yang telah diakomodasi oleh SCO. Visi dari proyek bersama ini adalah penguatan angka pertumbuhan ekonomi, melibatkan kekuatan korporat melalui investasi asing, peningkatan produktivitas serta diversifikasi pasar, serta menjadi proyek percontohan bagi peningkatan performa ekonomi negara-negara anggota SCO lain secara keseluruhan untuk dapat mewujudkan integrasi ekonomi di masa mendatang. Uniknya, dikala Cina dan Kazakhstan memiliki alasan materialistis yang kental, Rusia cenderung memiliki motif untuk menjadi penyeimbang dominasi pengaruh dan kekuatan di Asia Tengah. Dalam artian kerjasama tersebut belum memberikan implikasi signifikan yang mengindikasikan belum terintegrasinya kebijakan pemerintah dan performa ekonomi negara-negara anggota untuk menyongsong target SCO di masa mendatang berupa pembentukan zona perdagangan bebas di tahun 2020. Kerjasama ekonomi di SCO untuk itu dapat dikatakan lamban dengan hanya berusaha menghadirkan paket solusi di masalah hambatan fisik, dan cenderung bermain di zona minim risiko.

Setelah melalui berbagai kalkulasi rasional, Cina melakukan pendekatan intens untuk menawarkan paket pembangunan dan peningkatan angka pertumbuhan ekonomi di area perbatasan Cina dengan Kazakhstan yaitu Horgos, Kashgar dan Xinjiang. Pendekatan ini terdeteksi oleh Rusia, dan membuat Rusia ingin turut serta bersama keduanya pada mekamisme kerjasama dengan adopsi Southern China Growth Triangle. Namun Rusia pun menginginkan perluasan proyek hingga mencakup teritorinya di Chechnya. Tinjauan Cina untuk pengadaan kerjasama bersama dengan Rusia dan Kazakhstan bukan tidak melalui kalkulasi rasional terlebih dahulu. Cina melihat setelah lebih dari satu dekade volume perdagangan antar negara dalam lingkup regional maupun antar regional belum cukup variatif dan mencapai angka perkembangan yang meningkat namun belum signifikan. Proyek

(5)

50 kerjasama ekonomi yang sudah dijalankan di bawah payung SCO juga tidak mampu untuk menjembatani kompromi regulasi yang komprehensif untuk mengatur aliran investasi dan perdagangan, padahal jika infrastruktur fisik dan jalur transportasi sudah dapat dioperasikan dengan baik melalui sumbangsih program E-40 Transportation Route, negara-negara anggota SCO berpeluang untuk mengadakan kerjasama ekonomi lebih variatif karena mobilisasi lintas negara yang semakin mudah aksesnya. Pengadaan kerjasama SCO juga belum mampu untuk mengurangi kesenjangan pendapatan yang memberikan dampak negatif langsung pada distribusi pendapatan pada lingkup siklus perdagangan.

Tidak efektifnya koordinasi kebijakan untuk menciptakan satu institusi yang integratif dalam mencapai misi komunal Interdependensi dalam SCO dapat dikatakan belum mencapai derajat optimal. Hal ini dikarenakan aktivitas di ruang lingkup regionalisme ini meski telah melewati berbagai negosiasi dan konstruksi kesepakatan, namun belum ada jaminan efektivitas pelaksanaan serta nilai pentingnya secara politis. Dengan berbekal pembentukan struktur-struktur institusi dengan otoritas yang longgar serta pertemuan-pertemuan rutin yang menghasilkan aturan, mekanisme pelaksanaan dan persiapan untuk tindak lanjut kerjasama regional, SCO pun mendapatkan titik terang akan berbagai kerjasama multi-disiplin yang mendatangkan peluang menguntungkan disamping fokus operasional regionalisme tunggal pada penciptaan stabilitas keamanan regional semata.

Selaras dengan misi SCO pula, pembangunan daerah perbatasan diiringi dengan reformasi regulasi ekonomi lintas negara yang diusahakan oleh Cina, Rusia dan Kazakhstan, juga menjadi suatu kelayakan akan pelayanan kesejahteraan sebagai upaya penting penekanan aktivitas separatisme,ekstremisme, dan terorisme yang telah sporadis di berbagai negara anggota SCO. Sehingga tak hanya keuntungan material saja yang akan diperoleh oleh ketiga negara, namun juga keuntungan konstruktif bagi masyarakat sekitar yang berdampak langsung bagi stabilitas perdamaian regional. Maka meski preferensi kerjasama di bidang ekonomi komersial memang sedari awal bukanlah preferensi prioritas, namun apabila memiliki nilai tinggi, misal sebagai kontribusi insentif—secara finansial-bagi progresivitas dan durabilitas kerjasama dalam ruang lingkup yang lebih besar, maka pengadaan kerjasama tersebut menjadi penting untuk diwujudkan.

Referensi

Dokumen terkait

Kementerian Kesehatan RI (2014) menyatakan bahwa Lauk pauk terdiri dari pangan sumber protein hewani dan pangan sumber protein nabati. Kelompok Pangan lauk pauk sumber

Teknik pelatihan bertujuan untuk mencegah terjadinya bullying di sekolah dasar dan memberikan inovasi bagi siswa-siswi sekolah dasar agar menghargai sesama

HIMPUNAN MAHASISWA JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH PANITIA PELAKSANA PERINGATAN SUMDAWAN TAHUN 2016 Sekretariat: Kampus FHIS Undiksha Jalan Udayana No.11 Singaraja-Bali

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian

Terkat mengena hak khusus bag tenaga kerja wanta dalam memberkan ASI eksklusf yang sudah datur dalam Pasal 129 ayat (1) UU Kesehatan yang djabarkan ke dalam PP

Buku Panduan Tugas Akhir Fakultas Bioindustri Edisi I 19  Mahasiswa yang telah mengikuti 20 seminar (10 kali kolokium dan 10 kali seminar hasil) dengan dibuktikan oleh

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1 Pengembangan pembelajaran Al-Qur‟an di kedua pesantren tersebut berupa penyusunan program belajar seperti; tashih, tahfizh dan qiro‟ah,