• Tidak ada hasil yang ditemukan

REDUKSI EMISI KARBON MELALUI PENGELOLAAN HUTAN ALAM PRODUKSI LESTARI Carbon Emission Reduction of Sustainable Natural Production Forest Management

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REDUKSI EMISI KARBON MELALUI PENGELOLAAN HUTAN ALAM PRODUKSI LESTARI Carbon Emission Reduction of Sustainable Natural Production Forest Management"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

E-ISSN 2337-7992

REDUKSI EMISI KARBON MELALUI PENGELOLAAN HUTAN ALAM

PRODUKSI LESTARI

Carbon Emission Reduction of Sustainable Natural Production Forest Management

Rina Muhayah Noor Fitri

Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat

Jl. A. Yani KM 36 Kotak Pos 19, Banjarbaru, Kalimantan Selatan

ABSTRACT. This research was conducted to analyze reduction carbon emission capabilities of sus-tainable natural production forest management. This research was performed in Sarpatim Co.Limited. Data was collected by teresterial survey and literature reference. Result showed that implementation of sustainable forest management had value of standing stock more higher than pre-sustainable forest management. Its capasities reduced rate of stands lossing in timber harvesting. Natural production sustainable forest management relatively reduced 75 % of rate of biomass or cabon lossing than pre-sustainable forest management. Comparation result of standing stock remains indicated that sustain-able forest management reduced carbon emission at 234.158 ton CO2/year than pre-sustainable forest management. Remain damaged stands promoting biomass lossing at 135.55 ton/ha/year, 69.43 ton/ ha/year caused by implementation of pre-sustainable forest management and sustainable forest man-agement, respectively. Sustainable natural forest management could minimize rate of damaged stand-ing stock. Therefore its could minimize rate of carbon lossstand-ing at 90.500-190.200 ton C/year or reduced rate of carbon emission at 39%-57%/year.

Key words: sustainable natural production forest management, standing stock, biomass, carbon emis-sion.

ABSTRAK. Tujuan penelitian adalah menganalisis kemampuan reduksi emisi karbon dari pengelolaan hutan alam produksi lestari. Penelitian ini dilaksanakan di hutan alam produksi PT. Sarpatim. Data dikumpulkan dengan survey teresterial dan penelusuran pustaka. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa hutan lestari memiliki stok tegakan atau karbon hutan lebih besar daripada hutan tidak lestari sehingga mampu mereduksi kehilangan tegakan akibat kegiatan pemanenan. Pengelolaan hutan alam produksi lestari mampu mengurangi kehilangan biomassa atau karbon sebesar 0,72% dibandingkan dengan sebelum melakukan pengelolaan hutan lestari. Hasil komparasi tegakan tinggal memberikan

gambaran bahwa IUPHHK SFM mampu mereduksi emisi karbon sebesar 234.158 ton CO2/tahun

dibandingkan dengan IUPHHK Pra-SFM. Kerusakan tegakan tinggal IUPHHK Pra-SFM menyebabkan kehilangan biomassa sebesar 135,55ton/ha/tahun dan IUPHHK SFM sebesar 69,43 ton/ha/tahun. Pengelolaan hutan alam produksi lestari mampu meminimalkan kerusakan tegakan tinggal sehingga mampu mengurangi kehilangan karbon sebesar 90,5-190,2 ribu ton C/tahun atau mampu mereduksi emisi karbon 39%-57%/tahun.

Kata kunci: pengelolaan hutan alam produksi lestari, tegakan tinggal, biomassa, emisi karbon Penulis untuk korespondensi: surel durror2ali@yahoo.com

(2)

PENDAHULUAN

Hutan berfungsi sebagai sumber emisi khususnya CO2, tetapi juga dapat berfungsi sebagai penyerap karbon (Ari wibowo dan Rufii 2009). Menurut Imai et al.

(2009), hutan yang dikelola secara lestari dapat mempertahankan sumberdaya kayunya untuk kontinuitas produksi dan juga dapat menjaga kelestarian cadangan karbon hutan dibandingkan dengan hutan yang dikelola secara tidak lestari.

Praktek-praktek kehutanan yang dilaksanakan pada hutan bersertifikat (sebagai pendekatan pengelolaan hutan lestari) dari FSC dapat mengurangi emisi karbon dibandingkan dengan hutan tidak bersertifikat dan besarnya pengurangan emisi tersebut sekurang-kurangnya 10% (Putz et al. 2008). Pengelolaan hutan alam produksi lestari memperhatikan keseimbangan fungsi produksi, ekologi dan sosial (Bahruni 2011). Manfaat dari pengelolaan hutan lestari cukup banyak, namun tantangan yang dihadapi untuk mencapai penge-lolaan hutan lestari juga cukup besar.

Luas kawasan hutan di Indonesia berdasarkan data Statistik Bina Produksi Kehutanan tahun 2009 sebesar 133.453.366 hektar dan luas hutan alam produksi yang dibebani hak (IUPHHK_HA) seluas 25.770.887 hektar. Hutan alam produksi di Indonesia yang memiliki sertifikat dari FSC hanya 5 unit manajemen dengan luas 632.345 hektar atau 2,45% dari total luas hutan alam produksi (FSC 2011). Hutan alam produksi yang memiliki sertifikat dari LEI (3 unit; 2 unit diantaranya juga memiliki sertifikat FSC) seluas 502.000 hektar (LEI 2011) dan sertifikat dari Departemen Kehutanan (48 unit) seluas 6.517.489 hektar. Jumlah keseluruhan areal hutan alam produksi yang memiliki sertifikat pengelolaan hutan lestari seluas 7.904.962 ha atau 29,69% dari hutan alam produksi.

Rendahnya persentase luas hutan alam produksi yang memiliki sertifikat pengelolaan hutan lestari di In-donesia mengindikasikan rendahnya motivasi pengelola hutan untuk melakukan pengelolaan hutan lestari. Hasil studi Bahruni (2011) menyatakan bahwa kendala yang menyebabkan rendahnya motivasi pengelola hutan untuk melaksanakan pengelolaan hutan lestari dise-babkan oleh beberapa faktor, yaitu: (1) faktor tata kelola dan regulasi yang tidak mampu menumbuhkan perilaku

pengusahaan hutan yang baik, serta birokrasi yang belum efisien (2) ketidakpastian lahan (3) faktor kemampuan manajerial yang mencakup aspek teknis, manajemen dan finansial yang masih rendah (4) faktor motif ekonomi yang tidak disertai dengan kemauan untuk dapat mempertahankan ketersediaan hutan dalam jangka waktu yang panjang.

Hasil studi Darusman dan Bahruni (2004) menya-takan bahwa biaya produksi pengelolaan hutan lestari lebih tinggi dari pengelolaan hutan tidak lestari. Besar kenaikan biaya produksi hutan lestari berkisar antara IDR 26.000-44.000/m3 atau sekitar 4-6,5% dari biaya produksi hutan tidak lestari. Pengelolaan hutan alam produksi lestari diharapkan mampu mengurangi emisi dan mempertahankan simpanan karbon yang lebih besar dibandingkan dengan hutan alam produksi tidak lestari. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemampuan reduksi emisi karbon dari pengelolaan hutan alam produksi lestari. Penelitian ini diharapkan mampu menegaskan pentingnya penerapan pengelolaan hutan lestari di hutan alam produksi.

METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di PT Sarmiento Parakancha Timber (Sarpatim) yang telah memiliki sertifikat pengelolaan hutan alam produksi lestari dari Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI). Dalam penelitian ini, PT. Sarpatim dipilih mewakili pengelolaan hutan alam produksi lestari – Sustainable Forest Management (SFM) dengan pendekatan telah memiliki sertifikat pengelolaan hutan alam produksi lestari. Pada hutan alam produksi lestari diambil data sebelum memiliki sertifikat (IUPHHK Pra-SFM) dan sesudah memiliki sertifikat (IUPHHK SFM).

Prosedur Pengumpulan dan Analisis Data Data yang dikumpulkan meliputi data (1) Potensi tegakan (2) Pohon tersedia (3) Realisasi produksi (4) Hasil penelitian yang relevan. Fokus perhitungan simpanan biomassa, karbon dan karbondioksida berasal dari kegiatan produksi meliputi (1) kegiatan pemanenan (2) pengurangan kerusakan tegakan tinggal.

(3)

Simpanan biomassa kegiatan pemanenan Simpanan biomassa kegiatan pemanenan dilihat dari indikator pohon tersedia dan pohon dipanen. Perhitungan biomassa menggunakan persamaan Brown dan Lugo (1992):

B = V x WD x BEF Keterangan:

V : Volume kayu (m3)

WD : Kerapatan kayu (kg/cm3) menurut jenis kayu BEF : Biomass Expansion Factor (1,74)

Kerusakan tegakan tinggal

Perhitungan kerusakan tegakan tinggal meng-gunakan data potensi tegakan hasil pengukuran lapangan dan persentase kerusakan tegakan tinggal hasil studi Elias (2002). Metode yang digunakan dalam membuat plot pengukuran adalah metode nested sam-pling. Plot pengukuran dibuat 6 petak ukur yang didalam petak ukur tersebut dibuat sub petak ukur. Vegetasi yang diamati meliputi tingkat pohon, tiang, pancang dan semai. Plot ukur 20 m x 20 m digunakan untuk pengukuran diameter, tinggi dan jenis pohon. Selanjutnya dalam plot ukur 20 x 20 m tersebut, dibuat sub petak ukur ukuran 10 m x 10 m untuk pengukuran tiang, 5 x 5 m untuk pengukuran pancang dan 2 x 2 m untuk pengukuran jumlah dan jenis semai. Perhitungan biomassa semai menggunakan metode secara langsung (destruktif). Bobot kering biomassa semai dihitung berdasarkan rumus:

Wk = Fk x Wb Fk = BKcontoh x 100% BBcontoh

Keterangan:

Wk = bobot kering biomassa (kg)

Wb = bobot basah biomassa (kg)

Fk = faktor konversi bobot basah ke bobot kering (gr)

BKcontoh= Berat kering contoh (gr) BBcontoh= Berat basah contoh (gr)

Perhitungan biomassa yang hilang akibat kerusa-kan tegakerusa-kan tinggal menggunakerusa-kan persentase keru-sakan tegakan tinggal pada pemanenan dengan metode konvensional dan RIL dapat dilihat pada Tabel 1.

Biomassa yang hilang akibat kerusakan tegakan tinggal diperoleh dari persentase kerusakan tegakan

tinggal dengan potensi biomassa pada IUPHHK Pra-SFM dan IUPHHK Pra-SFM. Hasil perbedaan biomassa yang hilang setiap tingkatan vegetasi merupakan simpanan biomassa dari pengurangan kerusakan tegakan tinggal.

Total simpanan biomassa dari kegiatan produksi diperoleh dari simpanan biomassa kegiatan pemanenan dan simpanan biomassa dari pengurangan kerusakan tegakan tinggal.

Tabel 1. Persentase kerusakan tegakan tinggal

Table 1 Percent of damaged standing stock

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Simpanan Karbon IUPHHK Pra-SFM IUPHHK Pra-SFM merupakan IUPHHK Sarpatim sebelum memiliki sertifikat pengelolaan hutan alam produksi lestari. Data yang digunakan untuk menggambarkan hutan yang belum bersertifikat adalah data di bawah tahun 2004. Pemilihan tahun tersebut diprediksi dapat merepresentasikan keadaan hutan sebelum memiliki sertifikat berdasarkan pertimbangan bahwa IUPHHK yang melakukan sertifikasi memerlukan waktu kurang lebih 5 (lima) tahun untuk persiapan sertifikasi. PT. Sarpatim memperoleh sertifikat hutan alam produksi lestari pada tahun 2008 sehingga data di bawah tahun 2004 merupakan data dari hutan yang pengelolaannya belum berdasarkan pada pengelolaan hutan alam produksi lestari.

Pada IUPHHK Pra-SFM, terdapat 13 jenis pohon yang umumnya dipanen (termasuk jenis rimba campuran yang merupakan gabungan 22 jenis pohon). Berdasarkan volume pohon tersedia dan volume panen tiap jenis pohon pada IUPHHK Pra-SFM maka jenis yang paling banyak tersedia dan dipanen (mewakili lebih dari 66% volume keseluruhan) adalah Meranti. Perhitungan besarnya biomassa tiap jenis pohon

Tingkat perkembangan vegetasi Metode Pemanenan Kayu (%) Konvensional RIL - Anakan - Pancang - Tiang dan pohon 33,47 34,93 40,42 17,6 5 19,5 9 19,0 8

(4)

dipanen dipengaruhi oleh besarnya volume pohon dan nilai wood density (WD). Nilai WD tertinggi pada IUPHHK A adalah jenis Meranti batu dan nilai WD terendah adalah jenis Pulai.

Kegiatan Produksi

Kegiatan produksi difokuskan pada kegiatan pemanenan dan kerusakan tegakan tinggal. Kegiatan pemanenan menggunakan indikator pohon tersedia dan pohon dipanen. Perhitungan kerusakan tegakan tinggal IUPHHK Pra-SFM berdasarkan kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan konvensional.

Data statistik produksi menunjukkan bahwa realisasi produksi pada IUPHHK Pra-SFM antara 50%– 98% (kurang dari 100%) dari target produksi. Hasil studi Bahruni (2011) menyebutkan bahwa gambaran kelestarian produksi jangka panjang tidak dapat diukur dengan kriteria rasio rencana (target) dan realisasi produksi tahunan. Rasio rencana dan realisasi produksi tidak mencerminkan kelestarian produksi yang didasarkan potensi tegakan, karena rasio ini hanya menunjukkan kemampuan unit manajemen merealisasi rencana atau target produksi tahunan. Kecenderungan produksi jangka panjang dapat dievaluasi menggunakan rasio antara realisasi produksi dengan Annual Allow-able Cutting (AAC). Gambar 1 berikut ini menyajikan kecenderungan produksi pada IUPHHK Pra-SFM.

Rasio produksi IUPHHK Pra-SFM berada antara 0,36-0,60 terhadap AAC. Gambaran angka rasio produksi pada IUPHHK Pra-SFM terhadap AAC sedikit menurun. Kecenderungan produksi jangka panjang IUPHHK Pra-SFM menunjukkan tingkat produksi yang relatif menurun. Angka rasio realisasi produksi dan AAC menegaskan bahwa IUPHHK Pra-SFM tidak mampu mempertahankan kelestarian produksi jangka panjang. Kegiatan Pemanenan: Pohon Tersedia dan Pohon Dipanen

Volume pohon tersedia pada IUPHHK A sangat fluktuatif. Pada tahun 2001 volume pohon tersedia

sebesar 335.484,34 m3 dan tahun 2002 hanya

164.382,97 m3 atau 49% dari volume pohon tersedia tahun 2001. Berbeda dengan besarnya volume pohon tersedia, volume pohon dipanen ternyata lebih besar pada tahun 2002 yaitu 159.990,72 m3 atau 26% lebih besar dari volume panen pada tahun 2001 (126.840,58

m3).

Luas tebangan tahun 2001 dan 2002 seluas 2.490 ha dan 3.201 ha. Rata-rata penebangan IUPHHK Pra-SFM seluas 2.845,5 ha/tahun. Berdasarkan luas areal penebangan, realisasi pohon dipanen pada tahun 2001 dan 2002 sebesar 134,73 m3/ha dan 51,35 m3/ha. Biomassa pohon tersedia dan pohon dipanen IUPHHK Pra-SFM dirangkum pada Tabel 2.

Gambar 1. Kecenderungan produksi IUPHHK Pra-SFM

Figure 1. Trend of pre-SFM production

Tabel 2. Biomassa, karbon dan CO2 pohon tersedia dan pohon dipanen IUPHHK Pra-SFM

Table 2. Biomass, carbon and CO2 of existing trees and harvesting trees of pre-SFM)

Rata-rata biomassa pohon dipanen lebih besar dibandingkan dengan biomassa tegakan tinggal. Simpanan karbon tegakan tinggal IUPHHK Pra-SFM sebesar 58.198 ton C/tahun atau 20,45 ton C/ha. Persentase biomassa pohon dipanen tahun 2001 sebesar 38,65% dan biomassa tegakan tinggal sebesar 61,35%. Persentase biomassa pohon dipanen tahun 2002 sebesar 91,75% dan menyisakan 8,25% tegakan tinggal. Rata-rata kegiatan pemanenan IUPHHK Pra-SFM menyisakan 34,8%/tahun tegakan tinggal. Kerusakan Tegakan Tinggal

Potensi biomassa dan karbon di hutan primer dan hutan bekas tebangan setiap tingkat perkembangan vegetasi ditampilkan pada Tabel 3.

Potensi biomassa atau karbon tingkat pohon pada hutan primer adalah 82,7% dan hutan bekas tebangan sebesar 81,11% dari total biomassa tegakan. Biomassa tingkat tiang, pancang dan semai pada hutan primer

0 0.2 0.4 0.6 0.8 Rasio pr oduk si terhadap AA C Kegiatan pemanenan 2007 2008 Rata-rata

Biomassa (ton) (ton/tahun)Biomassa (tC/tahun)Karbon CO2

(tCO2/tahun)

Pohon tersedia 377.980 185.206 281.593 140.796 516.723

Pohon dipanen 146.105 184.290 165.198 82.598 303.138

(5)

sebesar 12,85%; 5,83% dan 0,20% dan hutan sekunder sebesar 10,84%; 6,14% dan 0,31%.

Hasil penelitian Junaedi (2007) menunjukkan persentase biomassa yang relatif sama pada semua tingkatan vegetasi di hutan primer. Pada hutan bekas tebangan, persentase biomassa tingkat pohon relatif sama tetapi lebih rendah pada tingkat vegetasi tiang, pancang dan semai (tiang = 4,02%, pancang = 1,98% dan semai = 0,21%) daripada IUPHHK Pra-SFM.

Total biomassa dan karbon hutan bekas tebangan menunjukkan penurunan sekitar 23,40%. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Lasco (2002) bahwa aktifitas pemanenan kayu di hutan tropis Asia akan menurunkan cadangan karbon antara 22% - 67%.

Kegiatan pemanenan kayu mengakibatkan kerusakan tegakan tinggal. Perhitungan biomassa kerusakan IUPHHK Pra-SFM menggunakan persentase kerusakan tegakan hasil studi Elias (2002) dan potensi biomassa dari hasil pengukuran di lokasi penelitian. Pendekatan persentase kerusakan tegakan IUPHHK Pra-SFM berdasarkan persentase kerusakan pada blok tebangan yang melakukan pemanenan dengan metode konvensional. Tabel 4 menunjukkan biomassa yang hilang akibat kerusakan tegakan karena menerapkan metode pemanenan konvensional pada IUPHHK Pra-SFM, dapat dilihat pada Tabel 4.

Total biomassa yang hilang akibat kerusakan sebesar 135,55 ton/ha atau sebesar 467.709 ton/tahun. Tingkat pohon merupakan penyumbang terbesar kehilangan biomassa hutan akibat kerusakan tegakan tinggal. Kerusakan yang terjadi pada tingkat pohon mengakibatkan kehilangan biomassa 83,45%/tahun dari total biomassa yang hilang karena kerusakan tegakan tinggal IUPHHK Pra-SFM.

Tabel 3. Potensi biomassa dan karbon pada IUPHHK PT. Sarpatim pada tahun 2011

Table 3. Potention of biomass an carbon at Sarpatim Co.Ltd in 2011

Tabel 4. Biomassa, karbon dan CO2yang hilang akibat kerusakan tegakan IUPHHK Pra-SFM

Table 4 . The lossing of biomass, karbon and CO2 caused by standing damaged of pre-SFM

Deskripsi Simpanan Karbon IUPHHK PT Sarmiento Parakanca Timber setelah mem-peroleh Sertifikasi Hutan Lestari (IUPHHK SFM)

IUPHHK SFM mulai menerapkan pengelolaan hutan alam produksi lestari sejak tahun 2004. IUPHHK SFM memperoleh sertifikat hutan alam produksi lestari dari salah satu lembaga sertifikasi tahun 2008. Data yang digunakan untuk kegiatan produksi pada IUPHHK SFM adalah (1) Pohon tersedia dan pohon dipanen tahun 2007, 2008 dan 2009 (2) Kerusakan tegakan akibat pemanenan.

Kegiatan Produksi

Realisasi produksi pada IUPHHK SFM kurang dari 100% atau hanya sekitar 76%-87% dari rencana atau target produksi. Realisasi tersebut belum dapat menggambarkan bahwa IUPHHK SFM dapat mempertahankan target produksi jangka panjang karena tidak melakukan penebangan melebihi target produksi. Kelestarian produksi jangka panjang dapat dilihat dari rasio realisasi produksi dan AAC.

Rasio produksi IUPHHK SFM antara 0,38-074 terhadap AAC. Rasio produksi IUPHHK SFM cenderung meningkat. Kecenderungan produksi pengelolaan hutan alam produksi lestari dalam jangka panjang menunjukkan tingkat produksi yang relatif meningkat dengan rasio 0,38 pada tahun 2004 dan terus meningkat hingga mencapai rasio 0,74 terhadap AAC pada tahun 2009.

Kesimpulan yang dapat diambil adalah kelestarian produksi jangka panjang pengelolaan hutan alam produksi lestari relatif dapat dipertahankan. Kecenderungan produksi tersebut dikuatkan juga oleh data potensi tegakan pada IUPHHK SFM yang sedikit meningkat. Volume pohon tersedia pada IUPHHK SFM tahun 2007 sebesar 386.402,84 m3. Pada tahun 2008 volume pohon tersedia mengalami

Tingkat

Vegetasi Biomassa (ton/ha) Karbon (ton/ha) Biomassa (ton/ha) Karbon (ton/ha)Hutan primer Hutan bekas tebangan Pohon 358,30 179,15 279,85 139,93 Tiang 56,78 28,39 36,67 18,34 Pancang 25,73 12,87 20,79 10,39

Semai 0,89 0,44 1,04 0,52

Total 441,70 220,85 338,35 169,18

Tingkat Vegetasi Biomassa(ton/ha) (ton/tahun)Biomassa (ton C/tahun)Karbon CO2

(ton CO2/tahun) Pohon 113,12 390.300 195.150 716.201 Tiang 14,83 51.152 25.576 93.864 Pancang 7,26 25.055 12.528 45.976 Semai 0,34 1.201 601 2.204 Total 135,55 467.709 233.854 858.246

(6)

peningkatan sebesar 4,94% atau sebesar 19.096,85 m3 dan pada tahun 2009 meningkat 3,76% atau sebesar 15.245,52 m3. Luas areal penebangan pada tahun 2007, 2008 dan 2009 sebesar 4.307,68 ha; 4.856 ha dan 4.138,94 ha. Rata-rata luas penebangan IUPHHK SFM seluas 4.434,21 ha/tahun.

Gambar 2. Kecenderungan produksi IUPHHK SFM

Figure 2. Trend of SFM production

Kegiatan Pemanenan: Pohon Tersedia dan Pohon Dipanen

Volume pohon tersedia pada IUPHHK SFM tahun 2007 sebesar 386.402,84 m3; tahun 2008 meningkat menjadi 405.499,69 m3 dan menjadi 420.745,2 m3 pada tahun 2009. Rata-rata pohon tersedia IUPHHK SFM sebesar 404.215,91 m3/tahun.

Volume pohon dipanen tahun 2007 sebesar 181.613,50 m3, kemudian meningkat 9,85% pada tahun 2008 menjadi 199.499,53 m3. Pada tahun 2009, vol-ume pohon dipanen mengalami peningkatan 7,73% menjadi 214.925,71 m3. Rata-rata pohon dipanen IUPHHK SFM sebesar 198.679,58 m3/tahun.

Jenis-jenis pohon tersedia IUPHHK SFM relatif sama dengan IUPHHK Pra-SFM. Jenis-jenis pohon dipanen IUPHHK SFM bertambah 4 jenis (Agathis, Pulai, Resak dan Rengas) selain pohon dipanen yang dipanen pada IUPHHK Pra-SFM. Perhitungan biomassa pohon tersedia, pohon dipanen dan tegakan tinggal IUPHHK SFM tersaji pada Tabel 5.

Rata-rata biomassa tegakan tinggal lebih besar daripada biomassa pohon dipanen. Rata-rata biomassa pohon dipanen IUPHHK SFM sebesar 228.855 ton/tahun dan biomassa tegakan tinggal sebesar 244.002 ton/ tahun. Persentase biomassa pohon dipanen tahun 2007 sebesar 47,02% dan biomassa tegakan tinggal sebesar 52,98%. Pada tahun 2008 dan 2009, persentase biomassa pohon dipanen meningkat menjadi 48,30% dan 49,73%. Peningkatan persentase biomassa pohon dipanen menyebabkan persentase biomassa tegakan tinggal IUPHHK SFM semakin rendah (51,70% pada tahun 2008 dan 50,27% pada tahun 2009). Rata-rata

persentase pohon dipanen IUPHHK SFM sebesar 48,35%/tahun dan tegakan tinggal sebesar 51,65%/ tahun.

Simpanan karbon IUPHHK SFM pada kegiatan pemanenan sebesar 122.001 tC/tahun atau 447.743 tCO2/tahun. Simpanan karbon IUPHHK SFM (absolut dan persentase) lebih besar dari IUPHHK Pra-SFM. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hutan alam produksi yang telah memiliki sertifikat lestari melakukan penebangan lebih rendah dibandingkan dengan sebelum memiliki sertifikat. Menurut Pirard et al. 1995, diacu dalam Elias 2002, intensitas penebangan pada hutan yang dikelola secara lestari dan menerapkan metode RIL sebesar 8,8 batang/ha atau 103 m3/ha. Pengelolaan hutan tidak lestari yang menerapkan metode pemanenan konvensional memiliki intensitas pene-bangan sebesar 13,6 batang/ha atau 139 m3/ha.

Kerusakan Tegakan Tinggal

Aktifitas pemanenan kayu mengakibatkan keru-sakan tegakan tinggal. Persentase kerukeru-sakan tegakan berbeda-beda sesuai dengan metode pemanenan yang digunakan. IUPHHK SFM menerapkan teknik RIL dalam kegiatan pemanenan. Menurut Elias (2002), minimalisasi kerusakan akibat pemanenan kayu dengan menerapkan reduced impact wood harvesting

dapat mencapai pengurangan hingga 50% dari kerusakan yang diakibatkan praktek pemanenan konvensional. Perhitungan kerusakan tegakan IUPHHK SFM menggunakan persentase kerusakan tegakan tinggal berdasarkan hasil penelitian Elias (2002) dan data potensi biomassa dari hasil pengukuran lapangan. Besarnya biomassa yang hilang akibat kerusakan tegakan IUPHHK SFM ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 5. Biomassa, karbon dan CO2 pohon tersedia

dan pohon dipanen IUPHHK SFM

Table 5. Biomass, carbon, and CO2 of existing trees and harvesting trees of SFM

Kegiatan pemanenan

2007 2008 2009 Rata-rata

Biomassa (ton) (ton/tahun)Biomassa (tC/tahun)Karbon CO2

(tCO2/tahun) Pohon tersedia 444.946 475.767 497.858 472.857 236.428 867.692 Pohon dipanen 209.197 229.800 247.569 228.855 114.427 419.949 Tegakan tinggal 235.749 245.967 250.289 244.002 122.001 447.743

(7)

Kegiatan pemanenan KarbonIUPHHK Pra-SFM IUPHHK SFM

(ton/tahun) (ton/tahun)CO2 (ton/tahun) COKarbon 2(ton/tahun)

Pohon tersedia 140.796 516.723 236.428 867.692

Pohon dipanen 82.599 303.138 114.428 419.949

Tegakan tinggal 58.198 213.585 122.001 447.743

IUPHHK SFM – IUPHHK

Pra-SFM simpanan (ton/tahun)Rata-rata perbedaan

Biomassa 127.606

Karbon 63.803

karbondioksida 234.158

Tabel 6. Biomassa, karbon dan CO2 yang hilang akibat kerusakan tegakan IUPHHK SFM

Table 6. Biomass, carbon and CO2 lossing caused by damaged stand of SFM

Total biomassa yang hilang akibat kerusakan tegakan sebesar 64,65 ton/ha atau sebesar 286.667 ton/tahun. Kerusakan tegakan tinggal IUPHHK SFM menyebabkan penurunan potensi karbon tegakan tinggal sebesar 143.333 ton C/tahun atau sebesar 526.034 ton CO2/tahun. Kerusakan pada tingkat pohon sebesar 82,59% dari total biomassa yang hilang karena kerusakan tegakan. Pemanenan juga menyababkan kerusakan pada tingkat tiang, pancang dan semai sebesar 17,41%.

Perbedaan Simpanan Biomassa, Karbon dan CO2 Kegiatan Produksi

Data statistik produksi pada IUPHHK PT Sarpatim menunjukkan realisasi produksi antara 81%-98% (realisasi produksi kurang dari 100%) dari target produksi. Hasil studi Bahruni (2011) menyebutkan bahwa gambaran kelestarian produksi jangka panjang tidak dapat diukur dengan kriteria rasio target dan realisasi produksi tahunan. Kecenderungan produksi jangka panjang dapat dievaluasi menggunakan rasio antara realisasi produksi dengan AAC.

Rasio produksi pada IUPHHK Pra-SFM dan IUPHHK SFM antara 0,2-07 terhadap AAC. Rasio produksi Pra-SFM cenderung menurun sedangkan rasio produksi pada IUPHHK SFM cenderung meningkat. Kecenderungan produksi pengelolaan hutan lestari dalam jangka panjang memiliki tingkat produksi yang relatif meningkat dengan rasio 0,38 pada tahun 2004 dan terus meningkat hingga mencapai rasio 0,74 terhadap AAC pada tahun 2009. Kesimpulan yang dapat diambil adalah kelestarian produksi jangka panjang pengelolaan hutan lestari relatif dapat dipertahankan, sedangkan kelestarian produksi pada hutan alam produksi tidak lestari belum mampu dipertahankan.

Kegiatan Pemanenan

Simpanan biomassa atau karbon pada kegiatan pemanenan menggunakan indikator pohon tersedia dan pohon dipanen. Penebangan yang dilakukan oleh IUPHHK Pra-SFM sebesar 65,2%/tahun dan IUPHHK SFM sebesar 48,35%/tahun terhadap pohon tersedia. Biomassa pohon tersedia dan pohon dipanen dirangkum pada Tabel 7.

Simpanan karbon tegakan tinggal pada hutan alam produksi lestari lebih tinggi dari hutan alam produksi tidak lestari (IUPHHK Pra-SFM). Rata-rata persentase biomassa tegakan tinggal terhadap pohon tersedia IUPHHK Pra-SFM sebesar 34,8%/tahun dan IUPHHK SFM sebesar 51,65%/tahun. Simpanan karbon tegakan tinggal dari kegiatan pemanenan menunjukkan bahwa hutan lestari melakukan penebangan lebih rendah dari hutan tidak lestari. Hal tersebut mengindikasikan bahwa hutan lestari mampu mempertahankan stok karbon lebih besar dari hutan tidak lestari sehingga mampu mere-duksi kehilangan karbon, dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 7. Simpanan karbon dan CO2 tegakan tinggal

Table 7. Carbon stock an CO2 of standing remains

Tabel 8. Perbedaan simpanan biomassa, karbon dan CO2 tegakan tinggal pada kegiatan pemanenan

Table 8. Differentiation of biomass stocking, karbon and CO2 of standing remains in harvesting

Hasil perbedaan tegakan tinggal memberikan gambaran bahwa pengelolaan hutan alam produksi lestari mampu mereduksi emisi karbon sebesar 234.158 tCO2. Hasil perbedaan persentase tegakan tinggal menunjukkan bahwa pengelolaan hutan alam produksi lestari mampu menghindari kehilangan karbon sebesar 16,85%/tahun dibandingkan dengan hutan alam produksi tidak lestari. Hasil perbedaan (absolut dan per-sentase) tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan

Tingkat

Vegetasi (ton/ha)Biomassa(ton/tahun) (tC/tahun) (tCOKarbon CO2/tahun)2

Pohon 53,395 236.765 118.382 434.464 Tiang 6,998 31.030 15.515 56.940 Pancang 4,072 18.058 9.029 33.137 Semai 0,184 814 407 1.494

(8)

hutan alam produksi lestari mampu mereduksi kehi-langan tegakan atau karbon lebih baik dari pengelolaan hutan alam produksi tidak lestari.

Pengurangan Kerusakan Tegakan

Kerusakan terhadap tegakan tinggal akibat kegiatan pemanenan pada IUPHHK bersertifikat (IUPHHK SFM) lebih kecil daripada IUPHHK yang belum memiliki sertifikat (IUPHHK Pra-SFM). Kerusakan tegakan menyebabkan kehilangan biomassa sebesar 135,55 ton/ha/tahun pada IUPHHK Pra-SFM dan sebesar 64,65 ton/ha/tahun pada IUPHHK SFM. Rata-rata luas penebangan pada IUPHHK Pra-SFM seluas 3.450,48 ha/tahun dan IUPHHK SFM dengan luas 4.434,21 ha/ tahun. Perbedaan biomassa, karbon dan CO2 yang hilang akibat kerusakan tegakan tinggal tahun 2011 diringkas pada Tabel 9.

Hasil perbedaan biomassa, karbon dan CO2 yang hilang akibat kerusakan tegakan tinggal pada tahun 2011 menunjukkan adanya simpanan biomassa, karbon dan

CO2. Perbedaan teknik yang digunakan untuk

pemanenan menyebabkan perbedaan tingkat kerusakan tegakan. Teknik pemanenan RIL yang di gunakan pada IUPHHK SFM memberikan dampak kerusakan yang lebih rendah daripada teknik konvensional yang digunakan pada IUPHHK Pra-SFM. Hasil perbedaan kehilangan karbon akibat kerusakan tegakan tinggal menegaskan bahwa pengelolaan hutan alam produksi lestari mampu mengurangi kehilangan karbon sebesar 90.521ton C/tahun. Pengelolaan hutan alam produksi lestari yang menerapkan teknik RIL mampu mereduksi emisi CO2 akibat kerusakan tegakan tinggal sebesar 39%/tahun dibandingkan dengan pengelolaan hutan alam produksi tidak lestari.

Total Simpanan Biomassa, Karbon dan Karbondioksida

Hasil perhitungan simpanan biomassa, karbon karbondioksida pada hutan yang telah memiliki sertifikat pengelolaan hutan lestari (IUPHHK SFM) lebih besar dibandingkan dengan sebelum memiliki sertifikat (IUPHHK Pra-SFM). Perbedaan simpanan biomassa, karbon dan karbondioksida IUPHHK setelah dan sebelum memiliki sertifikat pengelolaan lestari dari indikator produksi (kegiatan pemanenan dan pengu-rangan kerusakan tegakan tinggal) tersaji pada Tabel 10.

Tabel 9. Perbedaan biomassa, karbon dan CO2 yang hilang akibat kerusakan tegakan tinggal pada tahun 2011

Table 9. Rate of lossing differentiationof of biomass, carbon and CO2 caused by damaged stand-ing remains at 2011

Tabel 10.Total simpanan biomassa, karbon dan karbonsioksida kegiatan produksi

Table 10. Total store of biomass, carbon and CO2 at production activities

KESIMPULAN

Kecenderungan produksi jangka panjang IUPHHK Pra-SFM menunjukkan tingkat produksi yang relatif menurun dan IUPHHK SFM relatif meningkat. Angka rasio realisasi produksi dan AAC menjelaskan tentang IUPHHK Pra-SFM yang tidak mampu mempertahankan kelestarian produksi jangka panjang.

Kelestarian produksi jangka panjang pengelolaan hutan alam produksi lestari (IUPHHK SFM) relatif dapat dipertahankan. Pengelolaan hutan lestari (IUPHHK SFM) melakukan penebangan lebih rendah dari hutan tidak lestari sehingga mampu mempertahankan stok karbon lebih besar (63.803 ton/tahun) dan mampu mereduksi kehilangan karbon (234.158 ton/tahun) dibandingkan dengan pengelolaan hutan tidak lestari (IUPHHK Pra-SFM)

Pengelolaan hutan alam produksi lestari mampu mengurangi kehilangan karbon sebesar 90.521ton C/ tahun. Pengelolaan hutan alam produksi lestari yang menerapkan teknik RIL mampu mereduksi emisi CO2 akibat kerusakan tegakan tinggal sebesar 39%/tahun dibandingkan dengan pengelolaan hutan alam produksi tidak lestari. Pengelolaan hutan lestari mampu mereduksi CO2 dari kegiatan produksi dengan indikator pemanenan dan kerusakan tegakan tinggal sebesar 566.370 ton/tahun.

IUPHHK Pra-SFM – IUPHHK SFM Perbedaan kehilangan akibat kerusakantegakan (ton/tahun)

Biomassa 181.042

Karbon 90.521

Karbondioksida 332.212

Stok/Simpanan Total simpanan (ton/tahun) Biomassa 308.648

Karbon 154.324

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Ariwibowo dan Rufii. 2009. Peran Sektor Kehutanan Di Indonesia Dalam Perubahan Iklim. Tekno Hutan Tanaman Vol. 1. No. 1, November 2009. Pusat Pe-nelitian Dan Pengembangan Hutan Tanaman. Ba-dan Litbang Departemen Kehutanan Hal ; 23-32. Bahruni. 2011. Conduct study and Analysis on Eco-nomic Incentive Framework of SFM as Important option for Forest Based Climate Change Mitiga-tion-to Reduce Emission from and by tropical foriest. Jakarta: International Tropical Timber Or-ganization.

Brown S. 1997. Estimating Biomass and Biomass change of Tropical Forest. USA: A Primer FAO Forestry Paper No. 134.

Darusman D, Bahruni. 2004. Economic Analysis of Sustaineble Forest Management at Unit Manage-ment Level in Indonesia. ITTO Project No PD 42/

00/REV.1 (F). Jakarta: ITTO dan APHI.

Elias. 2002. Code Forest Harvesting and Reduced Im-pact Logging in Asia. IPB Press, Bogor.

Elias. 2002. Percobaan Minimalisasi Kerusakan akibat Pemanenan Kayu. IPB Press, Bogor.

Imai N, Samejima H, Langner A, Ong RC, Kita S, et al. (2009) Co-Benefits of Sustainable Forest Manage-ment in Biodiversity Conservation and Carbon

Sequestration. PLoS ONE 4(12): e8267.

doi:10.1371/journal.pone. 0008267

Junaedi A. 2007. Dampak Pemanenan Kayu dan Perlakuan Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) terhadap Potensi Kandungan Karbon dalam Vegetasi Hutan Alam Tropika (Tesis). Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian bogor. Putz FE, Sist P, Fredericksen T, Dykstra D. 2008. Re-duced-impact logging: Challenges and opportuni-ties. Forest Ecol Manage 256: 1427–14.

Gambar

Tabel 1.  Persentase kerusakan tegakan tinggal Table 1 Percent of damaged standing stock
Gambar 1. Kecenderungan produksi IUPHHK Pra- Pra-SFM
Table 3. Potention of biomass an carbon at Sarpatim Co.Ltd in 2011
Gambar 2. Kecenderungan produksi IUPHHK SFM Figure 2. Trend of SFM production
+3

Referensi

Dokumen terkait

Teknik analisis data yang digunakan yaitu anilisis yaitu analisi deskriftif dengan pendekatan analisis conten yang suatu kegiatan menganalisis data,

setelah melakukan kritik terhadap sanad dan juga matan hadis tentang orang bermuka dua, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas hadis tersebut adalah

Hal ini berarti tidak ada perbedaan nyata dan signifikan kualitas pelayanan antara minimarket Alfamart dengan Indomart.Sedangkan pada minat membeli

Kuartal II / Second Quarter Period of financial statements submissions Tanggal awal periode berjalan January 01, 2017 Current period start date Tanggal akhir periode berjalan June

kembali seluruh Dokumen Pengampunan Pajak ke dalam amplop bersegel yang sudah diberikan barcode. 3) Subtim Penerima dan Peneliti di Tempat Tertentu menyimpan Dokumen

• Penampang 1D standar: tidak ada penyimpanan tambahan • Lebarkan penampang 1D hingga ke dataran

Nilai total kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) kabupaten Padang Pariaman adalah sebesar 6.833,84 ST (Tabel 11). Keadaan ini me- nunjukan bahwa dengan

Dari hasil penelitian yang disajikan, dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan antara pengaruh bimbingan bimbingan orang tua eterhadap perkembangan