• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara manusia dan masyarakatnya, dengan alam, dan dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara manusia dan masyarakatnya, dengan alam, dan dengan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Hubungan antara manusia dan masyarakatnya, dengan alam, dan dengan unsur-unsur buatan yang diolah dan dibuat dari alam sudah ada sejak lahirnya peradaban manusia. Dan salah satu yang menjadi indikator lahir dan meningkatnya peradaban manusia tersebut ialah pembangunan dari segala bidang yang semakin pesat seiring dengan perkembangan zaman. Pembangunan adalah upaya sadar atau terarah dan terkendali, untuk melakukan perubahan agar dapat dicapai suatu kondisi yang selalu menjadi yang lebih baik dari sebelumnya. Selain itu pembangunan merupakan upaya sadar dalam mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam untuk meningkatkan kemakmuran rakyat, baik untuk mencapai kemakmuran lahir maupun untuk mencapai kepuasan batin sehingga penggunaan sumber daya alam harus selaras, serasi dan seimbang dengan fungsi lingkungan hidup.

Disadari sepenuhnya bahwa kegiatan pembangunan apalagi yang bersifat fisik dan berhubungan dengan pemanfaatan sumber daya alam jelas mengandung resiko terjadinya perubahan ekosistem yang selanjutnya akan mengakibatkan dampak, baik yang bersifat negatif maupun yang positif. Oleh karena itu, kegiatan pembangunan yang dilaksanakan seharusnya selain berwawasan sosial dan ekonomi juga harus berwawasan lingkungan. Sehingga perlu adanya pola baru dalam pembangunan, sebagaimana sesuai dengan Deklarasi Rio dan Agenda 21

(2)

commit to user

yang dihasilkan Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro Brazilia 1992, seolah-olah telah tercapai kesepakatan dan komitmen politik untuk memadukan pengelolaan lingkungan dan pembangunan, yang diterapkan dalam konsep pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan. Pola pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan mengharuskan pengelolaan sumber daya alam harus dilakukan secara rasional dan bijaksana di dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi mendatang.

Dalam hubungan ini, keterkaitan manusia pribadi sebagai makhluk sosial dengan lingkungan sosialnya perlu diperhatikan pula. Dengan demikian, pembangunan tidak hanya melihat manusia sebagai individu yang berdiri sendiri saja, tetapi juga memperhatikan dampak pembangunan terhadap kedudukan manusia sebagai makhluk sosial.

Proses pembangunan seharusnya menempatkan manusia sebagai subjek sekaligus objek pembangunan itu (Misra, 1991).

Manusia merupakan subjek pembangunan, karena ia merupakan pelaksana pembangunan. Dan manusia menjadi objek pembangunan, sebab sasaran hasil pembangunan pada hakikatnya untuk kepentingan manusia itu sendiri.

Dalam pelaksanaan pembangunan di era Otonomi Daerah, pengelolaan lingkungan hidup tetap mengacu pada Undang-undang No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan juga Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-undang No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Dalam melaksanakan kewenangannya diatur dengan Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan

(3)

commit to user

Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. Keberhasilan perubahan menuju pembangunan berkelanjutan juga memerlukan perubahan yang nyata akan sikap masyarakat. Hal tersebut meliputi evaluasi kembali atas hunian manusia di dunia, dan mendefinisikan lagi apa yang menjadi kebutuhan dasar manusia. Salah satu prinsip dalam perencanaan pembangunan masyarakat yang berkelanjutan adalah bekerja dengan selalu peduli terhadap lingkungan.

Hal ini penting, agar kondisi lingkungan dalam perencanaan pembangunan masyarakat yang berkelanjutan menjadi sehat dan produktif, dengan demikian dapat memberi kualitas hidup yang baik bagi keseluruhan anggota masyarakat . Perencanaan pembangunan masyarakat yang berkelanjutan merupakan pembangunan yang menjamin masa depan masyarakat yang menekankan pada potensi kreativitas dan potensi pikiran manusia serta saling memperhatikan, salah satunya ialah kondisi sosial dan lingkungan yang stabil. (Aca&Rustam, 2009: 23)

Pembangunan berkelanjutan menuntut keterpaduan tujuan yang berkaitan dengan kondisi alam dan dinamika penduduk tersebut. Dalam halnya dengan dinamika penduduk, tujuan terkait adalah tujuan ekonomi dan sosial. Tujuan ekonomi dalam pembangunan berkelanjutan diindikasikan dengan tingkat produksi, produktivitas dan pemerataan. Sedang dalam kaitannya dengan tujuan sosial, diindikasikan dengan terhapusnya kemiskinan, kondisi kesehatan dan pendidikan yang terus membaik, semakin meluasnya masyarakat yang berperan dalam pengambilan keputusan, dan terjaganya identitas budaya. Dalam kaitannya dengan alam, tujuan tersebut disebut sebagai tujuan ekologi. Tercapainya tujuan ini diindikasikan dari keutuhan ekosistem, produksi dan produktivitas siklus alam, daya dukung dan daya tampungnya, serta efeknya terhadap lingkungan global. (Tjuk, 2010 : 21-22).

(4)

commit to user

Setiap keputusan pembangunan harus memasukkan berbagai pertimbangan yang menyangkut aspek lingkungan, di samping pengentasan kemiskinan dan pola konsumsi sehingga hasil pembangunan benar-benar akan memberikan hasil yang paling baik bagi peningkatan kualitas hidup manusia. Pertimbangan lingkungan yang menyangkut ekonomi lingkungan, tata ruang, AMDAL, dan social cost harus diinternalisasi dalam setiap pembuatan keputusan pembangunan. Untuk mewujudkan hal ini, keterpaduan antarsektor, antarwilayah, dan daerah dengan melibatkan semua stakeholders, menjadi suatu keharusan sehingga diperlukan koordinasi yang mantap. Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat sumber daya alam dan sumber daya manusia secara berkelanjutan, dengan cara menyerasikan aktivitas manusia sesuai dengan kemampuan sumber alam yang menopangnya dalam suatu ruang wilayah daratan, lautan dan udara sebagai satu kesatuan.

Dengan demikian, pembangunan tidak bisa dilepaskan dengan pemanfaatan ruang wilayah beserta potensi sumber daya yang ada bagi tujuan pembangunan manusia atau masyarakatnya itu sendiri. Untuk itu, hal yang berkaitan dengan upaya pelayanan pada msayarakat dalam optimalisasi pemanfaatan ruang wilayah harus dianalisis secara dinamis. Pembangunan yang dititikberatkan pada segi kebutuhan kualitas hidup manusia dalam pemanfaatan ruang wilayah, meliputi masalah pemenuhan kebutuhan dasar, pengentasan kemiskinan, perubahan pola konsumsi termasuk energi, dinamika kependudukan dan pertumbuhan wilayah, pengelolaan dan peningkatan kesehatan, serta

(5)

commit to user

pengembangan perumahan dan permukiman harus benar-benar dikaji secara detail. Dan dari semua pembangunan yang ada di suatu wilayah tentu saja selalu mengacu pada otonomi daerah di mana sektor pembangunan tersebut berlanjut. Dalam konteks sosial kenegaraan, pembangunan merupakan upaya berkesinambungan untuk memperbaiki kondisi masyarakat yang dinilai kurang baik menjadi lebih baik. Upaya pembangunan ini melibatkan berbagai pihak baik pemerintah, masyarakat, maupun swasta. Sebagai dampak proses pembangunan sendiri masyarakat mengalami peningkatan dinamikanya dengan segala gejala yang menyertainya, seperti mobilitas penduduk bersama dengan komunikasi modern, membanjirnya komoditi sebagai hasil teknologi mutakhir, meningkatnya pelayan dan kemudahan, dan lain sebagainya. Semua itu, mau tidak mau menimbulkan perubahan lingkungan hidup sosial budaya serta pola diri nilai hidup yang mendasarinya. (Sartono, 1990 : 15)

Dalam masa pembangunan di negara sedang berkembang ada kesan bahwa bertambahnya penduduk kota dengan pesat itu karena migrasi masuknya orang-orang dari desa. Hal itu memang benar, apalagi jika diingat bahwa urbanisasi yang bersifat liar atau tak terkendalikan disebabkan misalnya tidak amannya kawasan pedesaan. Selain itu penduduk kota sendiri juga mengalami pertumbuhan alami. Di samping itu, sementara tahap-tahap pembangunan berlangsung, kota telah mencaploki kawsan-kawasan desa yang ada di sekitarnya sehingga otomatis jumlah penduduk bertambah terus. Sementara itu muncul berbagai macam usulan seperti, pemboyongan industri ke pedalaman, meluaskan kota mengikuti rentangan jalan raya yang menghubungkan dengan kota tetangga,

(6)

commit to user

memindahkan berbagai kompleks perkantoran, perdagangan, pendidikan dan kebudayaan ke daerah pinggiran kota, serta pendirian kota-kota satelit di luar kota. Dengan demikian, pembangunan kota membutuhkan desa sebagai hinterland yang mensuplai kebutuhannya, sebaliknya kota merupakan pusat pengembangan bagi daerah di sekitarnya. (Daldjoeni, 1998).

Pembangunan yang berpusat di daerah perkotaan (urban centred development) memang memacu pertumbuhan semua sektor perkotaan, baik sektor sosial, ekonomi, budaya, demografi dan lainnya, semakin memperkuat daya tarik kota, akan tetapi pertumbuhan kota semakin meninggalkan pertumbuhan kawasan pedesaan. Apabila hal ini dibiarkan, lama-kelamaan akan terjadi ketimpangan pertumbuhan antara pedesaan dan perkotaan dan dapat menimbulkan masalah lain yang tidak sesuai dengan tujuan pembangunan yang diharapkan. Karena ketimpangan sosial cenderung menimbulkan kecemburuan sosial, dan kecemburuan sosial yang meluas dan meningkat pada puncaknya bisa menjadi gerakan massa yang memporak-porandakan hasil-hasil pembangunan. Oleh karena itu, perlu ditempuh berbagai alternatif strategi untuk menghapus atau mengurangi ketimpangan tersebut. Migrasi ke kota dengan segala dampak sosial ekonominya masih dipahami sebagai simpul masalah perkotaan yang selalau ada. (Philip M.Hauser, 1989).

Beberapa pendekatan untuk menanggulangi masalah perkotaan dicoba diterapkan. Salah satu diantaranya ialah mengubah konfigurasi persebaran penduduk perkotaan. Untuk mempengaruhi arus migrasi penduduk terdapat dua alternatif strategi yang dapat ditempuh. Pertama, strategi anti accomodationist,

(7)

commit to user

diharapkan dapat mempengaruhi arah dan laju migrasi ke kota-kota besar. Strategi ini direalisir dalam bentuk pengembangan kota-kota berukuran menengah dan kecil (kota satelit, kota tempat tinggal), dan kebijaksanaan kota tertutup (dianut oleh pemerintah DKI Jakarta pada awal tahun 1970-an). Kedua, strategi accomodationist, difokuskan pada perbaikan kualitas lingkungan permukiman dalam kota yang direalisir dalam Program Perbaikan Kampung (KIP) dan pembangunan perumahan murah.

Pembangunan perumahan oleh pemerintah ternyata masih jauh daripada mencukupi kebutuhan, terutama dalam menanggulangi masalah perumahan di dalam kota. Proyek-proyek Perumnas umumnya dilakukan di pinggir kota di mana harga lahan masih murah, tetapi kegiatan demikian masih membebani kota-kota karena umumnya mereka masih bekerja di dalam kota-kota, akibatnya kondisi perumahan kota makin hari makin sulit untuk diatasi. Hal ini mendorong pemerintah untuk melakukan desentralisasi pembangunan melalui pembangunan kota-kota baru. Pembangunan kota-kota baru (New Towns Development) merupakan usaha pemerintah untuk mencoba menarik orang-orang untuk tidak berduyun-duyun dan memadati kota-kota besar yang sudah semakin lama semakin kekurangan daya dukung lingkungannya untuk dapat menampung penduduk yang makin banyak. (Herlianto, 1986 : 73).

Strategi pengembangan kota-kota baru atau ada pula yang menyebutnya kota pembangunan, juga ditempuh pemerintah dengan tujuan untuk menghadapi perkembangan kota-kota besar khususnya di Jawa dalam dasawarsa 1980-an. Kota baru tersebut antara lain kota satelit Kebayoran Baru dan kota baru Depok sebagai

(8)

commit to user

kota mandiri. Ada juga kota-kota baru yang dikembangkan oleh swasta, diantaranya salah satunya ialah kota satelit Solo Baru (Sukoharjo). Kota-kota tersebut muncul setelah adanya swastanisasi pembangunan kota baru tahun 1980-an. Dasawarsa 1980-an merupakan tahun-tahun bisnis. Perencanaan kota semakin melibatkan program intensif (perangsang) bagi pengembangan swasta di kota-kota.

Perkembangan permukiman di perkotaan merupakan bagian dari perkembangan perkotaan secara keseluruhan yang dipengaruhi oleh perkembangan berbagai faktor seperti ekonomi, sosial, budaya, bioteknologi dan keadaan alam (Yudohusodo, 1991:299).

Dengan semakin tingginya tingkat perkembangan/pertumbuhan permukiman kota, maka tingkat pemenuhan akan kebutuhan fisik maupun non fisik kota akan semakin meningkat. Pemenuhan-pemenuhan ini akan membutuhkan dukungan sumber daya-sumber daya yang ada pada kota untuk memenuhinya, terutama sumber daya lahan. Di lain pihak, pertumbuhan dan perkembangan ini tidak diimbangi oleh kesiapan kota untuk menampung aktivitas dan menanggung segala dampak dari perkembangan kota. Hal tersebut didukung pula oleh semakin terbatasnya ketersediaan lahan kota untuk menampung perkembangan aktivitas tersebut. Kondisi di atas sering kita jumpai, terutama di beberapa kota di Indonesia. Jakarta, Surabaya, Semarang, Surakarta merupakan kota-kota yang telah dan akan mengarah ke fenomena tersebut.

Salah satu akibat dari munculnya fenomena tersebut adalah semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan ruang untuk beraktivitas khususnya yang bersifat non komersial (permukiman), sedangkan pemanfaatan kawasan pusat kota mulai bergeser pada pemanfaatan untuk guna lahan yang sifatnya komersial (perkantoran, perdagangan dan jasa). (Koestoer, 1997:11).

(9)

commit to user

Kondisi inilah yang menjadi beban bagi kota metropolitan, di satu pihak pertumbuhan kota metropolitan yang sangat pesat menimbulkan peningkatan kebutuhan lahan untuk aktivitas kota, tetapi di lain pihak kota metropolitan mempunyai keterbatasan dalam hal penyediaan lahan. Sebagai akibatnya adalah adanya penyebaran, ekstensifikasi ruang/lahan atau ekspansi luas kota ke daerah sekitarnya (urban sprawl).

Pembangunan permukiman (biasanya) sebagai pioneer/pemicu aktivitas yang akan diikuti pergerakan aktivitas penunjang lain kearahnya (sekolah, pasar, industri, hiburan). (Koestoer, 1997:21)

Pembangunan kawasan permukiman baru berskala besar merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah, yang akhir-akhir ini coba ditawarkan oleh para investor. Keterbatasan dana dan tenaga pemerintah maupun masyarakat dalam pembiayaan pembangunan sarana dan prasarana perumahan memberikan peluang bagi pemilik modal besar menjadi mitra pemerintah dalam pembangunan permukiman berskala besar ini.

Secara umum konsep pembangunan kawasan permukiman baru berskala besar adalah konsep pembangunan lingkungan perumahan dalam skala luas/besar yang mampu menyediakan unsur-unsur perkotaan secara lengkap dan utuh dengan tujuan utama untuk mengurangi konsentrasi kegiatan di pusat kota (Sujarto,1997:17).

Sehingga diharapkan keberadaan kawasan permukiman baru ini nantinya (dalam jangka panjang) akan dapat menjadi kota mandiri yang keberadaannya tidak menjadi beban tambahan bagi pusat kota terutama dalam hal penyediaan sarana dan prasarana perkotaan.

(10)

commit to user

Selama ini pembangunan permukiman berskala besar di Indonesia selalu dikaitkan dengan permasalahan urbanisasi, industrialisasi serta pemerataan pembangunan. Hal ini memang sesuai dengan kondisi yang terjadi di Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya. Pembangunan yang terpusat di kota-kota besar sering menimbulkan ketidakmerataan atau ketimpangan dengan daerah-daerah pinggiran, yang pada akhirnya juga akan berdampak pada semakin banyaknya masalah yang muncul di pusat kota.

Secara umum pembangunan permukiman baru berskala besar akan memberikan pengaruh baik positif maupun negatif bagi pemerintah dan masyarakat. Pemerataan penduduk, peningkatan pendapatan pemerintah daerah melalui pajak dan retribusi daerah, perluasan lapangan usaha dan kerja merupakan beberapa dampak positif dari keberadaannya. Selain itu juga penyediaan sarana dan prasarana perkotaan akan dapat mengurangi beban pemerintah daerah. Seperti kita ketahui bahwa kemampuan pemerintah daerah dalam usaha penyediaan sarana dan prasarana umum sangatlah rendah, dari dampak positif tersebut diharapkan bahwa nantinya kawasan permukiman baru tersebut akan dapat menjadi pusat pertumbuhan baru sehingga dapat memberikan “multiplier effect” yang positif bagi daerah-daerah sekitarnya. Di samping itu dampak negatif yang ditimbulkan juga cukup banyak antara lain masalah konversi lahan (pertanian menjadi non pertanian), transportasi (kemacetan dan ketidakteraturan), pelayanan sarana dan prasarana. Sejak terbukanya peluang bagi pihak swasta untuk berpartisipasi di dalam pembangunan permukiman skala besar, maka mulai bermunculanlah permukiman-permukiman baru berskala besar didirikan terutama

(11)

commit to user

di sekitar kota-kota besar yang sedang berkembang seperti di Surakarta, antara lain Solo Baru.

Secara fisik administratif, Solo Baru terletak di Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, tetapi secara fungsional keberadaan Solo Baru tidak bisa terlepas dari keberadaan Surakarta (berbatasan langsung).

Munculnya kawasan Solo Baru di sekitar Surakarta ini merupakan langkah antisipatif dari Pemerintah Kabupaten Sukoharjo serta pengembang PT. Pondok Solo Permai untuk mengantisipasi pertumbuhan dan perkembangan fisik Kota Surakarta (penyangga Surakarta), yang selanjutnya berkembang menjadi pusat pertumbuhan bagi Kabupaten Sukoharjo (Tedjosuminto, 1996:19).

Selain itu pertumbuhan Kota Surakarta yang sedemikian pesat baik dari segi ekonomi dan fisik juga mendorong pertumbuhan daerah-daerah di sekitar Surakarta, salah satunya adalah Solo Baru. Kondisi pertumbuhan ekonomi dan fisik Surakarta yang cukup tinggi dapat terlihat dari semakin tingginya intensitas perubahan guna lahan non terbangun menjadi lahan terbangun di pusat kota serta lahan produktif menjadi non produktif di pinggiran kota.

Tentu saja, jika melihat judul yang diajukan di atas ialah bahwa maksud dari peneliti ialah peneliti ingin mengkaji secara lebih dalam dengan metode deskripsi kualitatif tentang dampak yang ditimbulkan akibat adanya pengembangan pembangunan di kawasan Solo Baru, kabupaten Sukoharjo yang dilihat dari kacamata sosio-ekologi. Sebagaimana diketahui bahwa pembangunan kawasan Solo Baru terus mengalami perkembangan yang semakin pesat dan cepat. Kawasan Solo Baru dengan luas lahan 200-250 ha, menghadirkan konsep kota dalam kota, yang telah dilakukan sejumlah pengembang belakangan ini. Keberadaan jenis kawasan hunian dengan konsep seperti ini sudah mulai

(12)

commit to user

menyebar ke sejumlah kota di Indonesia. Kawasan hunian yang tertata apik, lengkap fasilitasnya sehingga kerap disebut kota satelit. Selain itu beberapa hal yang dianggap menarik dari Solo Baru adalah adanya rencana pengembangan Solo Raya yang akan menyambungkan Kota Solo dengan kota sekelilingnya dalam satu kesatuan. Lagi pula telah dikalkulasi secara matang mengenai tingkat penyerapan masyarakat Solo terhadap produk hunian maupun yang komersial yang juga dilengkapi dengan fasilitas hiburan (waterpark) & pusat belanja (mall), dan sebagainya.

Pembangunan Solo Baru di kawasan Sukoharjo Utara yang dilaksanakan oleh developer (pengembang) swasta, yaitu PT. Pondok Solo Permai (PT. PSP), diharapkan dapat berfungsi sebagai pendukung pemekaran kota Sukoharjo Utara yang bersinggungan langsung (linkage) dengan kawasan kota Solo Selatan. Namun baru-baru saja ini secara resmi kawasan Solo Baru berada di bawah Pemerintah Kabupaten (PemKab). Keberadaan Solo Baru sebagai kota baru mandiri atau kota satelit di kawasan tersebut dapat memberikan keuntungan yang besar, baik bagi kabupaten Sukoharjo maupun kota Surakarta, dalam menggagas konsep pemekaran kota. Selain itu, kabupaten Sukoharjo akan mengalami peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pajak dan sebagainya.

Walaupun demikian, perencanaan kota mandiri di kawasan pedesaan Grogol tersebut sudah selayaknya dikaji secara sosiologis dan ekologisnya baik mengenai dampak sosial- ekologi masyarakat maupun lingkungan sekitarnya. Kecenderungan lahirnya kota baru yang gagal mereduksi lingkungan sosial pedesaan akan melahirkan ketimpangan sosial sehingga lahirlah wajah baru yang

(13)

commit to user

disebut potret rurban community (masyarakat rural-urban). Dalam referensi studi perkotaan, lahirnya komunitas baru seperti di atas biasa disebut lahirnya masyarakat marginal atau masyarakat yang teralienasikan. Dalam kasus Solo Baru, keberadaan masyarakat di pemukiman elit serta pembangunan sarana-prasarana yang megah dan kompleks hidup berdampingan dengan masyarakat korban pembangunan kawasan sebagai kelompok pinggiran kota yang notabene merupakan penduduk lokal yang lebih dahulu telah lama tinggal dan hidup di wilayah tersebut. Maka berawal dari sinilah, tujuan terakhir dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak pengembangan wilayah kawasan Solo Baru secara sosial dan ekologi masyarakatnya (penduduk asli) sekitar kawasan Solo Baru tersebut (masyarakat dukuh Madegondo).

1.2 Batasan Masalah

Agar topik penelitian ini tidak meluas ke mana-mana dan tetap fokus pada permasalahan yang diangkat dalam penelitian yang berjudul “Transformasi

Sosial – Ekologi Masyarakat Lokal Kawasan Solo Baru’’, maka penulis

memfokuskan pokok rumusan permasalahan penelitian ini pada bagaimanakah transformasi atau perubahan keadaan sosio-ekologi masyarakat asli kawasan Solo Baru (masyarakat dukuh Madegondo) yang terjadi dengan adanya perkembangan wilayah kawasan Solo Baru yang terus berkembang di tengah-tengah kearifan masyarakat dan lingkungan yang telah lama mereka tempati.

(14)

commit to user

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, penulis mencoba untuk merumuskan pokok masalah yang nantinya akan dikembangkan dalam penelitian ini, yaitu :

Bagaimana transformasi sosial dan ekologi yang terjadi pada masyarakat Madegondo dengan adanya pengembangan wilayah kawasan Solo Baru?

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini mempunyai beberapa tujuan, antara lain ialah :

Tujuan Umum :

1. Untuk mengetahui laju pengembangan pembangunan wilayah kawasan Solo Baru.

2. Untuk mengetahui transformasi sosial-ekologi yang terjadi oleh adanya pengembangan pembangunan wilayah kawasan Solo Baru terhadap masyarakat (penduduk asli) dan lingkungan sekitarnya.

Tujuan Khusus :

1. Untuk menambah pengetahuan / wawasan kita ( khususnya penulis), tentang perkembangan pembangunan suatu wilayah (Solo Baru) yang terus berkembang menjadi suatu kota yang disebut kota satelit atau kota mandiri.

2. Untuk memahami atau menganalisis suatu gejala dengan gejala lain (sebab-akibat), dalam hal ini perkembangan pembangunan wilayah kawasan Solo Baru

(15)

commit to user

dengan perubahan atau transformasi sosial-ekologinya bagi masyarakat kawasan tersebut (penduduk asli) Solo Baru.

3. Penelitian ini dipilih dan dilakukan, karena atas rasa ketertarikan penulis untuk mengetahui lebih jelas lagi tentang perkembangan wilayah kawasan Solo Baru yang tentunya membawa dampak ataupun perubahan pada masyarakat (penduduk asli) dan lingkungannya di sekitar kawasan Solo Baru.

1.5 Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini, diharapkan dapat memberi manfaat baik bagi peneliti sendiri khususnya maupun orang lain pada umumnya. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk membuka wawasan pengetahuan kita tentang perkembangan pembangunan yang berwawasan kondisi sosial-ekological, khususnya dalam penelitian ini yaitu pembangunan kawasan Solo Baru.

2. Mengetahui dampak pengembangan pembangunan suatu wilayah atau kawasan kota baru, khususnya dalam penelitian ini kawasan Solo Baru, baik dari segi sosial dan lingkungannya, serta dari segi lain yang mempengaruhinya.

3. Mengetahui pertumbuhan tata permukiman perkotaan dalam usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat bersama, tanpa mengesampingkan kepentingan lingkungan hidup.

Referensi

Dokumen terkait

Talang Getah Karet - Pabrikasi Mesin Pertanian | Mesin Industri | Peralatan Sadap Getah Karet | Alat Sadap Karet | Alat Panet Karet | Mesin Hand Mangel Karet| Pisau Sadap Karet

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Abdoer Rahem Situbondo pada bulan 19 – 29 Mei 2014 didapatkan hasil penelitian di Ruang Anak RSUD Abdoer Rahem

Penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan jenis makanan penyebab karies gigi dan frekuensi gosok gigi dengan kejadian karies gigi anak usia sekolah dasar MI

Analisis spektrum respons harus dilakukan dengan menggunakan suatu nilai redaman ragam untuk ragam fundamental di arah yang ditinjau tidak lebih besar dari nilai yang terkecil

Dan kaitannya dengan pembangunan yang berkelanjutan, dimana reklamasi yang sangat mungkin akan merusak kehidupan di bawah perairan laut dapat menjadikan kawasan

Sekarang ini telah bermunculan terutama di kota-kota kecamatan yang masih memiliki nuangsa pedesaan didirikan sekolah menengah umum (SMU) padahal jenjang sekolah

Barack Obama.. mempelajari retorika berguna untuk membangun kesadaran diri untuk menjadi pendengar yang lebih efektif, lebih terbuka dan kritis, serta pandai

Merujuk kepada pendapat Suriadi, et al., (2008) bahwa validitas prediksi suatu skala pengkajian risiko dapat dipengaruhi oleh karakteristik suatu populasi, maka perlu