• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh LDR dan NPL terhadap CKPN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh LDR dan NPL terhadap CKPN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh LDR dan NPL terhadap CKPN

Tuti Setiatin1, Dita2

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi PGRI Sukabumi

tuti.setiatin@stiepgri.ac.id

Abstract

This research is motivated by the data on the average CKPN in conventional banks for the 2015-2019 period, which have a CKPN value that is not in accordance with the provisions set by Bank Indonesia, namely at least 1%. This study aims to determine the effect of Loan Deposit Ratio and Non-performing Loans on Allowance for Impairment Losses in Conventional Banks Listed on the Indonesia Stock Exchange for the period 2015-2019. The sampling technique used in this study was purposive sampling method. With the total sample in this study were 8 conventional banks. The analytical method used is multiple linear analysis method which is tested first by classical assumptions consisting of normality test, multicolonierity test, heteroscedasticity test, autocorrelation test, linearity test and correlation test, while hypothesis testing is carried out by using F test and t test. The results of the study found that LDR had a negative effect on CKPN, while NPL had a positive effect on CKPN. In addition, the R square value is obtained of 0.389 or 38.9%. This means that 61.1% is influenced by other variables not included in this research model.

Keywords : LDR, NPL, CKPN

PENDAHULUAN

Sejak awal tahun hingga akhir Maret, IHSG mengalami penurunan 28% dan merupakan salah satu penurunan terdalam dikawasan Asia. Kurs rupiah terhadap dolar AS mengalami pelemahan sebesar 17% akibat dari para investor yang melakukan aksi jual bersih (net sell). Salah satu alasan para investor untuk melakukan aksi jual bersih kerena global dihadapkan pada ketidakpastian kapan wabah COVID-19 akan berakhir yang mana menghambat roda perekonomian tidak terkecuali Indonesia, beberapa usaha mengalami penurunan penjualan barang atau jasa dan sebagian memilih untuk menutup usahanya.

Perusahaan yang bergerak di bidang keuangan (lembaga keuangan) memegang peranan penting dalam memenuhi kebutuhan dana, sebab lembaga keuangan bidang usahanya adalah memfasilitasi pembiayaan dana untuk perusahaan lainnya. Dana merupakan masalah pokok yang selalu ada dan selalu muncul dalam setiap usaha. Besarnya dana yang keluar dari dalam negeri akan berakibat pada perusahaan-perusahaan yang membutuhkan dana kesulitan untuk memperoleh dana dari perbankan domestik karena bank akan lebih memilih mempertahankan dananya daripada melepasnya ke pasar. Oleh karena itu, ketidakstabilan keuangan akan

(2)

mengakibatkan suatu kondisi di mana jatuhnya sistem keuangan karena menggangu kegiatan-kegiatan tersebut dan memicu krisis keuangan.

Bank adalah lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (UU RI No 10 Tahun 1998). Fungsi ini yang disebut dengan intermediasi, menyalurkan dana pada masyarakat dalam bentuk kredit dapat mengakibatkan risiko kerugian bagi bank, risiko kredit ini muncul jika debitur tidak bisa membayar kewajibannya kepada bank karena alasan tertentu. Risiko kredit akan semakin tinggi jika pertumbuhan kredit bank dinilai tinggi. Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tentang tingkat kesehatan Bank Umum pada pasal 3 mengatakan yang menjadi faktor-faktor penilaian Tingkat Kesehatan Bank mencakup permodalan (capital), kualitas aset (asset quality), manajemen (management), rentabilitas (earning), likuiditas (liquidity), dan sensitivitas terhadap risiko pasar (sensitivity to market risk). Penilaian kualitas aset (asset quality) merupakan penilaian terhadap kondisi aset bank dan kecukupan manajemen risiko kredit.

Dalam penilaian kualitas aset terdapat dua macam, yaitu ratio aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap aktiva produktif dan ratio penyisihan penghapusan aktiva produktif terhadap aktiva 3 produktif yang diklasifikasikan Kasmir (2012:301). Maka dipilihnya Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) untuk menjadi salah satu gambaran dalam mengukur tingkat kesehatan suatu bank.

CKPN salah satu upaya untuk menjaga kestabilan keuangan pada bank, karena jika bank tidak memiliki CKPN maka akan sulit mengatisipasi risiko kerugian aktiva produktif. CKPN juga harus tepat dalam menetukan besarannya, jika terjadi kesalahan maka akan mengalami kerugian karena aktiva yang seharusnya produktif dan dapat menghasilkan laba berubah menjadi aktiva non produktif karena disimpan menjadi CKPN Maretha (2015:6). Maka setiap bank harus benar-benar cermat dalam menyisihkan kredit.

Dalam Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (2008:178) Cadangan Kerugian Penurunan Nilai didefinisikan sebagai berikut: “Cadangan Kerugian Penurunan Nilai adalah suatu kondisi dimana terdapat bukti obyektif terjadinya peristiwa yang merugikan sabagai akibat dari satu atau lebih peristiwa yang terjadi

(3)

setelah pengakuan awal kredit tesebut, dan peristiwa merugikan tersebut berdampak pada estimasi arus kas masa yang akan datang atas aset keuangan atau kelompok aset keuangan yang dapat di estimasi secara handal”. Sehingga risiko kredit ini akan menjadi tanggungan bank. Untuk mengantisipasi risiko tersebut bank harus memiliki cadangan umum dan cadangan khusus untuk menutupi risiko yang terjadi karena adanya kegiatan kredit maka dibentuknya Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) salah satunya untuk menjaga kestabilan keuangan untuk agar tetap likuid.

Dalam pembentukan CKPN bank akan mengevalusi dana yang di salurkan apabila menurut bank tersebut terdapat bukti objektif bahwa kredit yang diberikan pada debitur mengalami gagal bayar dengan alasan yang disengaja maupun tidak disengaja, bank itu harus membentuk dana yang akan digunakan sebagai cadangan atas kredit tersebut. Hasil dari evaluasi kredit didasarkan kepada keputusan masing-masing bank, setiap bank mempunyai kebijakannya sendiri dalam mengatur pembentukan cadangan dana untuk kredit yang diberikan pada debiturnya selama tidak menyalahi dari kriteria yang sudah dijelaskan didalam PAPI.

Terdapat indikator yang dapat mempengaruhi Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) suatu bank diantaranya Loan Deposit Ratio (LDR) dan Non Performing Loan (NPL). Loan Deposit Ratio (LDR) yang merupakan rasio jumlah kredit dibandingkan jumlah dana pihak ketiga, dimana untuk mengatahui jumlah kredit yang di berikan dengan menggunakan dana dari pihak ketiga artinya jika kredit yang diberikan terlalu tinggi maka pengembalian dana pada pihak ketiga akan terhambat dan situasi itu akan mempengaruhi CKPN. Meningkatnya LDR maka akan meningkat juga CKPN. Berarti LDR berpengaruh positif terhadap CKPN. Namun itu berbanding terbalik dengan penelitian Maretha (2015) yang mengatakan bawah LDR berpengaruh negatif terhadap CKPN sedangkan dari penelitian Intan (2016) mengatakan bahwa LDR berpengaruh positif tidak signifikan dan dari penelitian Kusumaranny (2012) LDR berpengaruh positif signifikan.

Indikator selanjutnya dalam pembentukan CKPN adalah Non Performing Loan (NPL). NPL salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur risiko kredit bermasalah pada suatu bank. Risiko kredit bermasalah sangat berpengaruh terhadap CKPN. Jika pemberian kredit pada debitur besar maka kemungkinan kredit bermasalah akan tinggi

(4)

dan dapat menurunkan kinerja bank, maka harus ada dana cadangan. Berarti NPL berpengaruh positif terhadap CKPN, didukung dengan penelitian dari Intan (2016) yang mengatakan bahwa NPL berpengaruh positif signifikan terhadap CKPN sementara dari penelitian Shidiq (2011) NPL berpengaruh positif tidak signifikan terhadap CKPN.

Bank Indonesia menerapkan sekurang-kurangnya 1% untuk cadangan minimum dari aktiva produktif yang digolongkan lancar seperti yang telah disebutkan pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 tentang Cadangan Kerugian Penurunan Nilai namun pada tahun periode 2015-2019 perbankan masih belum bisa memenuhi peraturan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Tabel 1.1 Data Rata-Rata CKPN Bank Konvensional Tahun 2015-2019 (dalam persentase) Tahun 2015 2016 2017 2018 2019 CKPN Bank Umum Konvensional 2,24 2,66 2,46 2,35 2,32

Sumber: Data Diolah dari Statistik Perbankan Indonesia

Dari Tabel 1.1 menunjukan jumlah CKPN yang terjadi pada Bank Konvensional dari tahun 2015 sampai dengan 2019 masih pada angka 2% yang

artinya belum bisa memenuhi apa yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia. CKPN pada tahun 2016 sebesar 2,66% mengalami kenaikan 0,42% dari tahun sebelumnya yaitu 2,24% pada tahun 2015. Sedangkan untuk tahun 2017 sebesar 2,46% terjadi penurunan 0,20% diikuti dengan tahun 2018 yang juga mengalami 6 penurunan sebesar 0,11% menjadi 2,35% serta tahun 2019 juga mengalami penurunan sebesar 0,03% menjadi sebesar 2,32% dari rentang waktu 2017 sampai dengan 2019 terjadi penurunan berturut-turut walaupun penurunannya tidak terjadi secara signifikan. Maka perlu adanya analisis untuk mengetahui lebih jelas factor-faktor penyebab besaran CKPN belum dapat mencapai batasan yang ditentukan oleh bank Indonesia.

KAJIAN PUSTAKA

Risiko Kredit Risiko kredit merupakan risiko akibat kredit yang tidak dibayarkan. Bank harus berhati-hati dalam aliran dana karena kredit merupakan salah satu dari penghasilan besar bagi bank. Kegagalan bayar dalam kredit menyebabkan bank mengalami kerugiaan. Kewaspadaan ini mungkin termasuk penyediaan kebutuhan yang jelas untuk masing-masing debitur.

Dalam Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (2008:170), Cadangan

(5)

Kerugian Penurunan Nilai adalah cadangan yang wajib dibentuk bank jika terdapat bukti obyektif mengenai penurunan nilai atas aset keuangan atau kelompok aset keuangan sebagai akibat dari satu atau lebih peristiwa yang terjadi setelah pengakuan awal aset tersebut (peristiwa yang merugikan) dan berdampak pada estimasi arus kas masa depan.

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 mengenai Cadangan Kerugian Penurunan Nilai, terdapat ketentuan sebagai berikut: 1. Cadangan umum untuk Aset Produktif ditetapkan paling kurang 1% dari Aset Produktif yang memiliki kualitas lancar. 2. Cadangan Umum dikecualikan untuk Aset Produktif dalam bentuk: a. Fasilitas kredit yang belum ditarik yang merupakan bagian dari Transaksi Rekening Administratif; b. SBI, SUN dan/atau penempatan dana lain pada Bank Indonesia dan Pemerintah, dan/atau c. Bagian Aset Produktif yang dijamin dengan agunan tunai sebagaimana dimaksud dalam pasal 30. 3. Cadangan Khusus untuk Aset Produktif dan Non Produktif ditetapkan paling kurang sebagai berikut: a. 5% dari Aset dengan kualitas Dalam Perhatian Khusus setelah dikurang agunan; b. 15% dari Aset dengan kualitas Kurang Lancar setelah dikurangi nilai agunan; c. 50% dari Aset dengan kualitas Diragukan setelah dikurangi agunan; d.

100% dari Aset dengan Kualitas Macet detelah dikurangi agunan.

Dalam CKPN, pembentukan atau penyisihan dana dinilai dari hasil evaluasi kredit debitur yang dilakukan oleh bank. jika menurut bank terdapat bukti objektif bahwa kredit dari debitur mengalami penurunan (impairment), maka bank 12 harus membentuk dana atau cadangan atas kredit tersebut. Mengingat hasil evaluasi kredit debitur tersebut didasarkan kepada keputusan masing-masing bank, maka setiap bank memiliki kebijakan tersendiri dalam membentuk cadangan dana untuk kreditnya. tetapi kebijakan yang dibuat oleh bank tidak boleh melenceng dari beberapa kriteria yang terdapat dalam Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI).

Adapun ketentuan pengukuran cadangan menurut CKPN berdasarkan PAPI Revisi 2008 dapat dibagi menjadi: 1. Individual . Setiap bank dapat memilih perhitungan untuk mengukur nilai CKPN Individual dengan menggunakan metode seperti dibawah ini. a. Discounted Cash Flow, estimasi arus kas masa akan datang (pembayaran pokok + bunga) yang didiskonto dengan suku bunga. b. Fair Value of Collateral, dengan memperhitungkan nilai arus kas atas jaminan atau agunan dimasa yang akan datang. c. Observable Market Price,

(6)

ditentukan dari harga pasar dari kredit tersebut. 2. Kolektif. Ada beberapa ketentuan dalam menentukan nilai CKPN pada kelompok kolektif. Berikut ketentuan-ketentuan tersebut. a. Dilihat dari perhitungan arus kas kontrktual kreditur dimasa yang akan datang. b. Dilihat dari perhitungan tingkat kerugian historis dari kredit debitur setelah dikurangi tingkat pengembalian kreditnya. Untuk menentukan besaran cadangan dana dari kredit suatu bank berdasarkan perhitungan CKPN, maka harus mengetahui terlebih dahulu kredit yang mengalami penurunan nilai sehingga didapatkan selisih antara sebelum dan sesudah terjadinya penurunan nilai. Dengan adanya pergantian dari PPAP menjadi CKPN akan menjadi lebih mudah terkontrol dalam memberikan kredit sehingga risiko kredit yang akan dialami tidak terlalu merugikan dan dapat meningkatkan kesehatan bank itu sendiri.

Menurut Riyadi (2015:199) Loan Deposit Ratio merupakan perbandingan total kredit terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun oleh bank. Ratio ini akan menunjukan tingkat kemampuan bank dalam menyalurkan dananya yang berasal dari masyarakat (berupa: Tabungan, Giro, Deposito 16 Berjangka, Sertifikat Deposito Berjangka, dan Kewajiban segera Lainnya) dalam bentuk kredit. Bank harus memperhitungkan bagaimana nasabah

masih bisa mengambil dananya dengan penyaluran dana kredit mengunakan DPK agar likuditas akan tetap terjaga dan tidak menimbulkan masalah dikemudian hari sehingga melunturkan kepercayaan masyarakat terhadap bank.

Bank Indonesia menetapkan beberapa tingkatan LDR untuk mengukur kepatuhan bank terhadap likuditas yang dimilikinya. Tingkatan Likuditas Ratio LDR terdiri dari : Tingkat Likuditas < 93,75% Sehat 93,75% - 97,50% Cukup Sehat 97,50% - 101,25% Kurang Sehat > 101,25% Tidak Sehat. Jika nilai LDR terlalu tinggi, artinya bank tidak memiliki likuditas yang cukup memadai untuk menutup kewajibannya terhadap DPK dan sebaliknya jika nilai LDR terlalu rendah, DPK yang disalurkan untuk kredit kecil sehingga ada kemungkinan Non Performing Loan salah satu indikator untuk mengukur seberapa besar kredit bermasalah dalam suatu bank dikarenakan suatu keadaan dimana debitur sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah disepakati sebelumnya.

Menurut Ismail (2009:224) Non Performing Loan murupakan suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang

(7)

telah di perjanjikan. Kredit bermasalah adalah kredit yang tergolong kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet. Menurut pasal 4 Surat Keputusan Direktur BI Nomor 30/267/KEP/DIR tanggal 27 Februari 1998 Bank Indonesia menggolongkan kualitas kredit sebagai berikut: 1. Kredit Lancar (Pass) Kriteria atau ukuran suatu kredit dapat dikatakan lancar apabila: a. Pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat waktu; dan b. Memiliki mutasi rekening yang aktif; atau c. Bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai (cash collateral). 2. Kredit Dalam Perhatian Khusus (Special Mention) Artian suatu kredit dikatakan dalam perhatian khusus apabila memenuhi kriteria antara lain: a. Terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga yang belum melampaui 90 hari; atau b. Kadang-kadang terjadi cerukan; atau c. Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan; atau d. Mutasi rekening relatif aktif; atau e. Didukung dengan pinjaman baru. 3. Kredit Kurang Lancar (Substandard) Suatu kredit dikatakan kurang lancar apabila memenuhi kriteria antara lain: a. Terdapat tunggakan pembayaran aksuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90 hari; atau b. Sering terjadi cerukan; atau c. Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 hari; atau d.

Frekuensi mutasi rekening relatif rendah; atau e. Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadap debitur; atau f. Dokumen pinjaman yang lemah. 4. Kredit Diragukan (Doubtful) Dikatakan diragukan apabila memenuhi kriteria berikut antara lain: a. Terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 180 hari; atau b. Terjadi cerukan yang bersifat permanen; atau c. Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari; atau d. Terjadi kapitalisasi bunga; e. Dokumen hukum yang lemah baik untuk perjajian kredit mauoun pengikat jaminan. 5. Kredit Macet (Bad-Debt) Kualitas kredit dikatakan macet apabila memenuhi kriteriaberikut antara lain: a. Terdapat tungkakan pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 270 hari; b. Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; c. Dari segi hukum dan kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai yang wajar. Pada sebagian besar lembaga keuangan, pemberian kredit merupakan sumber risiko kredit yang terbesar. Risiko kredit dapat timbul karena beberapa hal: 1. Kemauan atau itikad baik debitur. 2. Kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia. 3. Kondisi perekonomian.

Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, menetapkan

(8)

bahwa ratio kredit bermasalah sebesar 5%. Bank dalam melakukan pemberian kredit pada debitur harus melakukan analisis terhadap kemampuan dalam membayar kewajibanya sehingga dapat mengurangi risiko kredit yang bermasalah. dana tersebut menjadi tidak produktif.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan penelitian asosiatif kuantitatif karena mengacu pada perhitungan analisis data penelitian yang berupa angka-angka dan peneliti akan melakukan perhitungan analisis data. Dari penelitian ini maka dapat diketahui apakah variabel Loan Deposit Ratio (LDR) dan Non Performing Loan (NPL) terdapat pengaruh terhadap Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN).

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang 25 tercatat di Bursa Efek Indonesia dalam kurun waktu penelitian 2015-2019, jumlah bank yang telah go public sampai dengan tahun 2019 berjumlah 40 bank.

Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Dimana cara penarikan sampel yang dilakukan dengan memilih subjek berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh

peneliti, adapun kriteria yang digunakan yaitu sebagai berikut:

1. Perusahan perbankan yang telah go public dan terdaftat di Bursa Efek Indonesia pada periode 2015-2019.

2. Memiliki data yang lengkap terkait dengan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian yaitu Loan Deposit Ratio (LDR), Non Performing Loan (NPL) dan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Loan Deposit Ratio (LDR) Terhadap Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN)

Dari hasil perhitungan koefisien determinasi pada Tabel 4.13 diperoleh nilai R Square sebesar 0,032 atau 3,2%. Hal ini berarti pengaruh variabel Loan Deposit Ratio (LDR) terhadap Cadangan Kerugian Penurunan Nilai sebesar 3,2% dan 96,8% dipengaruhi oleh faktor lain tidak masuk model penelitian ini.

Berdasarkan Tabel 4.14 dapat dilihat bahwa nilai α atau konsanta sebesar 3,109 sedangakan untuk b koefisien regresi linear dari LDR sebesar -0,012 dengan mengunakan rumus regersi linear sederhana dapat diperoleh sebagai berikut CKPN = 3,109 – 0,012 LDR. Artinya setiap LDR

(9)

bertambah 1% maka akan mengurangi CKPN 1,2%.

Berdasarkan hasil dari uji t nilai dari signifikansi dari LDR adalah 0,270. Maka dapat disimpulkan bahwa LDR tidak berpengaruh signifikan terhadap CKPN karena nilai 0,27 > 0,05. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Maretha Eka Fitriana (2015) dan Maulidiyah (2017).

Pengaruh Non Performing Loan (NPL) Terhadap Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN)

Dari hasil perhitungan koefisien determinasi pada Tabel 4.16 diperoleh nilai R Square sebesar 0,389 atau 38,9%. Hal ini berarti pengaruh variabel Non Performing Loan (NPL) terhadap Cadangan Kerugian Penurunan Nilai sebesar 38,9% dan 61,1% dipengaruhi oleh faktor lain tidak masuk model penelitian ini.

Berdasarkan Tabel 4.17 dapat dilihat bahwa nilai α atau konsanta sebesar 0,752 sedangakan untuk b koefisien regresi linear dari NPL sebesar 0,532 dengan mengunakan rumus regersi linear sederhana dapat diperoleh sebagai berikut CKPN = 0,752 + 0,532 NPL. Artinya setiap CKPN bertambah 1% maka NPL juga akan bertambah 53,2%

Berdasarkan hasil dari uji t digunakan untuk menguji variabel-variabel independen secara individu berpengaruh dominan dengan tarif signifikan 5%. Jika nilai signifikan kurang dari 0,05 atau 5% maka suatu variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Nilai signifikansi untuk NPL sebesar 0,000 maka dapat disimpulkan bahwa NPL berpengaruh signifikan terhadap CKPN. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakuakan Maretha Eka Fitriana (2015) NPL merupakan rasio yang menujukkan besarnya risiko kredit bermasalah yang ada pada suatu bank. Teori risiko yang menyatakan bahwa risiko merupakan sebuah ketidakpastian mendukung hasil penelitian ini. Risiko kredit mengindikasikan adanya kegagalan bank dalam menerima bunga atau pinjaman sehingga bank perlu untuk meningkatkan penyisihan dana untuk antisipasi adanya kerugian gagal bayar dari debitur. Semakin besar nilai NPL, menunjukkan bahwa kualitas kredit semakin rendah. Semakin rendah kualitas kredit menimbulkan risiko kredit yang meningkat. Untuk itu bank akan mencadangkan dana untuk mengantisipasi risiko kredit yang mungkin terjadi.

Pengaruh Loan Deposit Ratio (LDR) dan Non Performing Loan (NPL)

(10)

Terhadap Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN)

Dari hasil analisis korelasi berganda pada Tabel 4.18 diketahui bahwa besarnya hubungan antara LDR dan NPL secara bersamasama terhadap CKPN yang dihitung dengan koefisien korelasi adalah 0,624 hal ini menunjukan pengaruh yang kuat, sedangkan dilihat berdasarkan signifikan yaitu 0,000 kurang dari 0,05 maka dapat disimpulkan LDR dan NPL secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap CKPN.

Dari hasil perhitungan koefisien determinasi pada Tabel 4.19 diperoleh nilai R Square sebesar 0,389 atau 38,9%. Hal ini berarti pengaruh variabel Loan Deposit Ratio (LDR) dan Non Performing Loan (NPL) terhadap Cadangan Kerugian Penurunan Nilai sebesar 38,9% dan 61,1% dipengaruhi oleh faktor lain tidak masuk model penelitian ini.

Berdasarkan Tabel 4.18 dapat dilihat bahwa nilai α atau konsanta sebesar 0,732 sedangakan untuk b koefisien regresi linear dari LDR sebesar 0,000 sedangkan untuk NPL sebesar 0,533 dengan mengunakan rumus regersi linear berganda dapat diperoleh sebagai berikut CKPN = 0,732 + 0,000 LDR + 0,533 NPL. Artinya nilai koefisien LDR 0,000 tidak ada peningkatan dengan anggapan variabel lain konstan

maka tidak terpengaruh terhadap CKPN. Sedangkan untuk koefisien NPL sebesar 0,533 berarti apabila terdapat peningkatan NPL 1% dengan anggapan variabel lain konstan maka akan mengakibatkan kenaikan CKPN sebesar 53,3%.

Berdasarkan hasil dari uji F maka signifikansi diperoleh sebesar 0,000 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa LDR dan NPL secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap CKPN.

DAFTAR PUSTAKA

Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor: 6/10/PBI/2004 Tanggal 12 April 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, Jakarta. Bank Indonesia Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia

No. 31/147/KEP/DIR Tanggal 12 November 1998 tentang Kualitas Aktiva Produktif, Jakarta.

http://bagussatriawiibawa.blogspot.com/20 18/04/pengertian-asset-liabilitypool-of-fun.html?m=1 (22 Juni 2020) http://dosen.perbanas.id/loan-to-deposit-ratio-terhadap-profitabilitas/ (23 Juni 2020) http://m.liputan6.com/news/red/3867330/1

(11)

0-perbedaan-penelitiankualitatif- dan-kuantitatif=mahasiswa-wajib-tau (24 Juni 2020)

Ikatan Bankir Indonesia, Mengelola Bank Komersial, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2014.

Kasmir, Manajemen Perbankan, Jakarta: PT RajaGrafIndo Persada, 2015. Riyadi, Slamet, Banking Assets and

Liability Management, Depok: Lemabag Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2015.

Rustam, Bambang Rianto, Manajemen Risiko, Jakarta: Salemba Empat, 2019.

Sujarweni, V. Wirtna, Metodologi Penelitian Bisnis & Ekonomi,Yogyakarta:

Pustakabarupress,2015.

Tim Penyusun Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia, Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia, Jakarta: Bank Indonesia, 2008

Referensi

Dokumen terkait

Besarnya NIM menunjukkan bahwa pendapatan bunga bersih lebih besar dari total aset produktif, sehingga dengan meningkatnya pendapatan bunga atas aset produktif yang dikelola

Semakin kecil EAQ menunjukkan semakin kecilnya Aktiva Produktif yang di klasifikasikan (APYD) atau semakin besarnya Total Aktiva Produktif sehingga pendapatan yang dihasilkan

cadangan dana yang cukup untuk memenuhi aktiva yang kualitasnya rendah. Aktiva produktif adalah penanaman dana bank dalam bentuk kredit, surat berharga.. dan penanaman

Aktiva produktif yang dianggap bermasalah adalah aktiva produktif yang tingkat tagihan atau kolektabilitasnya tergolong aktiva produktif dengan kualitas yang lancar,

ATMR merupakan Pengertian aktiva dalam arti luas yang di perhitungkan sebagai dasar penentuan besarnya penyediaan modal minimum bagi bank.ATMR terdiri dari aktiva neraca

Apakah variabel Penyisihan penghapusan aktiva produktif ( PPAP) secara individu memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap tingkat efisiensi pada Bank Umum

Akibatnya peningkatan biaya pencadangan aktiva produktif bermasalah lebih besar dibandingkan dengan kenaikan pendapatan bunga, sehingga pendapatan bank akan mengalami

A B S T R A K Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Capital Adequacy Ratio CAR, Loan to Deposit Ratio LDR, Kualitas Aktiva Produktif KAP, dan Non Performing Loan NPL