• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI DAN STRATEGI COPING. Kartika Solagrasia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI DAN STRATEGI COPING. Kartika Solagrasia"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI DAN

STRATEGI COPING Kartika Solagrasia

Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sahid Surakarta

E-mail : kartika.solagrasia@yahoo.com ABSTRACT

Cheating behavior is one of education phenomena that often appearing in the teaching learning process. But the teachers and educator are still continues to confuse because they have not managed to find a method to stop habit cheated of the students. One of the factor which influence cheating behavior is the pressure to got good grades in examinations and will be the best achievement.

This study aims to determine the correlation between self confidence with cheating behavior and correlation between coping strategy with cheating behavior in examinations. Measuring instruments were used are Cheating Behavior Scale, Self Confidence Scale and Coping Strategy Scale. The population of the research is Surakarta I Christian senior high school students while the number of sample is 60 people, which is obtained through by cluster random sampling technique. The data analyze technique in this research use the double linier regression analysis with SPSS for Windows Release 16,0.

The results of data analysis showed that there was not significant correlation between self confidence with cheating behavior in examinations get obtained ρ value equal to 0,459 > 0,05. Subsequent data analysis showed that there was a significant correlation between coping strategy with cheating behavior in examinations, proofed to be obtain ρ value equal to 0,000 < 0,05. The result means variable coping strategy covers internal aspect can be become predictor to predict or measure cheating behavior.

(2)

ABSTRAK

Perilaku menyontek merupakan salah satu fenomena pendidikan yang sering muncul dalam proses belajar mengajar. Namun para guru dan pendidik hingga kini masih terus bingung karena belum berhasil menemukan metode tercanggih untuk menghentikan kebiasaan menyontek anak-anak didik. Salah satu faktor penyebab anak didik melakukan perilaku menyontek adalah adanya tekanan untuk mendapat nilai yang baik dalam ujian dan mencapai prestasi yang terbaik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepercayaan diri dengan perilaku menyontek pada siswa dalam menghadapi ujian dan untuk mengetahui hubungan antara strategi copingdengan perilaku menyontek pada siswa dalam menghadapi ujian. Alat ukur yang digunakan adalah Skala Perilaku Menyontek, Skala Kepercayaan Diri dan Skala Strategi Coping. Populasi adalah siswa-siswi SMA Kristen 1 Surakarta dengan jumlah sampel sebanyak 60 orang, yang diperoleh melalui teknik cluster random sampling. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linier ganda dengan bantuan SPSS for Windows Release 16,0.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kepercayaan diri dengan perilaku menyontek pada siswa dalam menghadapi ujian dengan diperoleh ρ value sebesar 0,459 > 0,05. Analisis data berikutnya menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara strategi coping dengan perilaku menyontek pada siswa dalam menghadapi ujian, dibuktikan dengan ρ value sebesar 0,000 < 0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel strategi coping mencakup aspek-aspek yang ada di dalamnya dapat dijadikan sebagai prediktor untuk memprediksi atau mengukur perilaku menyontek.

(3)

PENDAHULUAN

Suryabrata (2010) menyatakan bahwa tidak dapat diragukan lagi sejak anak manusia yang pertama lahir ke dunia, telah dilakukan usaha-usaha pendidikan. Manusia telah berusaha mendidik anak-anaknya, kendatipun dalam cara yang sangat sederhana. Demikian pula semenjak manusia saling bergaul, telah ada usaha-usaha dari orang-orang yang lebih mampu dalam hal-hal tertentu untuk mempengaruhi orang-orang lain teman bergaul mereka, untuk kepentingan kemajuan orang-orang bersangkutan. Berdasarkan uraian ini jelaslah kiranya, bahwa masalah pendidikan adalah masalah setiap orang dari dulu hingga sekarang dan di waktu-waktu yang akan datang.

Hal senada dikemukakan oleh Havighurst (dalam Walgito, 2010) bahwa “Living is learning” dengan maksud memberikan gambaran bahwa belajar merupakan hal yang sangat penting, sehingga tidak mengherankan

bahwa banyak orang atau pun ahli yang membicarakan masalah belajar. Menurut Cronbach (dalam Suryabrata, 2010) mengatakan bahwa belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami,

dalam mengalami itu pelajar

mempergunakan panca inderanya. Membicarakan masalah belajar sangat perlu adanya suatu penilaian.

Sebenarnya penilaian hasil-hasil

pendidikan itu tidak dapat dipisah-pisahkan dari usaha pendidikan itu sendiri. Penilaian merupakan salah satu aspek yang hakiki dari pada usaha itu sendiri (Suryabrata, 2010). Adapun cara pendidik melakukanpenilaian tersebut yakni ada yang dengan jalan testing, menyuruh melakukan sesuatu tugas tertentu, ada yang dengan jalan memberikan ulangan, dan lain-lain cara lagi. Selanjutnya penilai menentukan apakah anak didik cukup memenuhi syarat-syarat tertentu untuk dimasukkan ke dalam kategori tertentu sesuai dengan hasil-hasil ujian. Oleh karenanya

(4)

masalah penilaian hasil-hasil pendidikan bukanlah masalah baru dan ujian adalah cara yang paling umum dilakukan dalam usaha tersebut (Suryabrata, 2010).

Setiap pelajar pasti ingin mendapat nilai yang baik dalam ujian dan sudah tentu berbagai macam cara dilakukan untuk mencapai tujuan itu. Masalah menyontek selalu terkait dengan tes atau ujian. Hal ini didukung

dengan fenomena menyontek di

kalangan pelajar. Menurut penelitian yang pernah dilakukan seorang siswa SMA favorit di Surabaya terhadap teman sekolahnya dengan sampel 7% dari seluruh siswa (lebih dari 1400 siswa). Penelitian tersebut menyebutkan

bahwa, 80% dari sampel pernah

menyontek (52% sering dan 28% jarang). Sedangkan medium yang paling

banyak digunakan sebagai sarana

menyontek adalah teman 38% dan meja tulis 26%. Uniknya ada 51% dari siswa yang menyontek ingin menghentikan

kebiasaan buruknya tersebut

(Kushartanti, 2009).

Menurut Dody Hartanto

(dalam Warsiyah, 2013) bahwa

menyontek tidak hanya dilakukan oleh individu pada tingkat Sekolah Dasar

(SD) bahkan sampai tingkat

Pascasarjana (S2 dan S3). Berbagai hasil penelitian yang dilakukan di berbagai perguruan tinggi, baik di dalam maupun luar negeri, mengindikasikan bahwa aktivitas menyontek sudah menjadi budaya dan mewabah di sebagian besar pelajar di dunia.

Pelajar yang menyontek

beranggapan bahwa hasil lebih penting

daripada proses sehingga

tanggungjawab sosial sebagai warga

negara kurang diperhatikan

(Chandrawati, 2011). Hal yang sama juga dituliskan oleh Kushartanti (2009) bahwasanya pada guru dan otoritas pendidikan kita sampai hari ini masih terus bingung karena belum berhasil menemukan metode tercanggih untuk

(5)

menghentikan kebiasaan menyontek anak-anak didik. Bahkan, tak sedikit pula yang hanya menganggap perilaku menyontek sebagai kelaziman yang tidak berimplikasi serius. Menurut Amriel (dalam Kushartanti, 2009) jika aksi menyontek dilakukan berkali-kali sampai akhirnya siswa tidak lagi percaya bahwa dia mampu menuntaskan

pekerjaan sekolah dengan

mengandalkan dirinya sendiri.

Menurut pendapat Athanasou dan Olasehinde (dalam Stevany, 2012)

menyontek adalah kegiatan

menggunakan bahan atau materi yang tidak diperkenankan atau menggunakan

pendampingan dalam tugas-tugas

akademik dan atau kegiatan yang dapat mempengaruhi proses penilaian. Admin

mengutip pendapat Bower (dalam

Kushartanti, 2009) mendefinisikan cheating adalah perbuatan yang menggunakan cara-cara yang tidak sah atau tidak terhormat yaitu mendapatkan

keberhasilan akademis atau menghindari kegagalan akademis.

Menurut Deighton (dalam

Kushartanti, 2009) cheating adalah upaya yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan keberhasilan dengan cara-cara yang tidak jujur. Pada konteks pendidikan atau sekolah, beberapa perbuatan yang termasuk dalam kategori cheating antara lain adalah:

a. Meniru pekerjaan teman.

b. Bertanya langsung pada teman

ketika sedang mengerjakan tes atau ujian.

c. Membawa catatan pada kertas, pada anggota badan atau pada pakaian masuk ke ruang ujian.

d. Menerima dropping jawaban dari pihak luar, mencuri bocoran soal, arisan (saling tukar) mengerjakan tugas ujian di kelas atau tugas penulisan paper dan take home test. Klausmeier (dalam Stevany, 2012) berpendapat mengenai bentuk perilaku menyontek yaitu:

(6)

a. Menggunakan catatan jawaban sewaktu ujian atau tes.

b. Mencontoh jawaban siswa lain. c. Memberikan jawaban yang telah

selesai pada siswa lain.

d. Mengelak dari peraturan-peraturan ujian atau tes, baik yang tertulis dalam peraturan ujian maupun peraturan yang ditetapkan oleh guru.

Menurut Levine dan Satz (dalam Chandrawati, 2011) bahwa perilaku menyontek disebabkan oleh rendahnya rasa percaya diri. Pelajar yang memiliki kepercayaan diri rendah

akan menunjukkan sikap pesimis

terhadap kemampuan dirinya sehingga melakukan perilaku menyontek sebagai cara menghindari kegagalan.Menurut Khairil dan Danim (2010) rasa tidak percaya diri bisa menyebabkan putus

sekolah, menyendiri dan bermain

sendiri, merasa terasing dari kawan-kawannya, dan sebagainya.

Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang penting

pada seseorang. Tanpa adanya

kepercayaan diri akan banyak

menimbulkan masalah pada diri

seseorang. Kepercayaan diri merupakan atribut yang paling berharga pada diri

seseorang dalam kehidupan

bermasyarakat. Dikarenakan dengan kepercayaan diri, seseorang mampu mengaktualisasikan segala potensi dirinya (Ghufron dan Risnawati, 2010).

Aspek-aspek kepercayaan diri menurut Lauster (dalam Ghufron dan Risnawati, 2010) adalah sebagai berikut:

a. Keyakinan Kemampuan Diri

Keyakinan kemampuan diri adalah sikap positif seseorang tentang dirinya. Ia mampu secara

sungguh-sungguh akan apa yang

dilakukannya.

b. Optimis

Optimis adalah sikap positif yang dimiliki seseorang yang selalu

(7)

menghadapi segala hal tentang diri dan kemampuannya.

c. Objektif

Orang yang memandang

permasalahan atau sesuatu sesuai dengan kebenaran yang semestinya, bukan menurut kebenaran pribadi atau menurut dirinya sendiri.

d. Bertanggung jawab

Bertanggung jawab adalah

kesediaan orang untuk menanggung segala sesuatu yang telah menjadi konsekuensinya.

e. Rasionalitas dan realistis

Yaitu analisis terhadap suatu masalah, sesuatu hal, dan suatu

kejadian dengan menggunakan

pemikiran yang dapat diterima oleh akal dan sesuai dengan kenyataan.

Seperti yang telah dituliskan di depan bahwasanya setiap pelajar pasti

memiliki harapan ingin mencapai

prestasi yang terbaik, lulus ujian dengan lancar, serta mendapat nilai yang baik dalam ujian. Namun hal ini hanya

sebagai bentuk dari tuntutan orangtua agar sang anak dapat memenuhi harapan orangtua, bukan harapan pelajar itu sendiri (Chandrawati, 2011). Bila antara harapan yang diinginkan dan kenyataan yang terjadi tidak sesuai maka akan timbul frustasi. Penting untuk dipahami bahwa frustasi menimbulkan stres atau tekanan. Bila tidak dikelola dengan baik maka stres atau tekanan akan berakibat merugikan bagi individu (Siswanto, 2007).

Stres yang terjadi perlu segera disadari oleh individu dengan cara menyesuaikan diri pada fakta yang dialaminya. Stres dapat dialami individu jika kurang tepat dalam menyesuaikan dirinya dengan masalahnya. Sebaliknya bila individu mampu menggunakan cara-cara penyesuaian diri yang sehat atau baik atau sesuai, meskipun stres atau tekanan tersebut tetap ada maka individu yang bersangkutan tetaplah dapat hidup secara sehat (Siswanto,

(8)

2007). Penyesuaian diri dalam menghadapi stres disebut coping.

Masih menurut Siswanto

(2007) coping dimaknai sebagai apa yang dilakukan oleh individu untuk menguasai situasi yang dinilai sebagai suatu tantangan atau ancaman. Atau dengan kata lain, coping adalah

bagaimana reaksi orang ketika

menghadapi stres atau tekanan.

Perilaku coping yang

dimunculkan oleh individu terdapat beberapa aspek didalamnya. Menurut Carver,dkk (dalam Hasan, 2010) aspek yang terdapat dalam strategi coping adalah sebagai berikut:

a. Keaktifan diri, yaitu tindakan untuk

mencoba menghilangkan atau

mengelabui penyebab stres atau memperbaiki akibatnya dengan cara bertindak langsung.

b. Perencanaan, yaitu memikirkan

tentang bagaimana mengatasi stres, yaitu dengan membuat strategi untuk menenangkan masalah.

c. Penerimaan, yaitu situasi yang penuh dengan stres dan keadaan ini memaksa untuk mengatasi masalah tersebut.

d. Religiusitas, yaitu sikap individu

untuk menenangkan dan

menyelesaikan masalah-masalah

secara keagamaan.

Berdasarkan pembahasan

diatas, maka peneliti mengajukkan hipotesis yang akan diuji kebenarannya

yaitu ”Ada hubungan antara

kepercayaan diri dan strategi coping

pada siswa yang berperilaku

menyontek”. METODE

Subyek penelitian.

Penelitian ini dilakukan di SMA Kristen 2 Surakarta. Adapun yang menjadi subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas X, XI dan XII. Teknik pengambilan sampel dengan Cluster Random Samplingyang artinya peneliti mengambil sampel dari populasi dengan cara merandom berdasarkan kelas. Hal ini dilakukan supaya sampel yang

(9)

diperoleh benar-benar mewakili keseluruhan populasi.

Alat pengumpul data.

Pengambilan data pada

penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan tiga buah skala, yaitu

skala perilaku menyontek, skala

kepercayaan diri dan skala strategi coping. Skala ini diukur menggunakan Skala Likert yang telah dimodifikasi dengan menghilangkan alternatif pilihan jawaban netral atau ragu-ragu, agar

subyek memiliki kepastian dalam

memberikan jawaban.

a. Skala Perilaku Menyontek

Skala perilaku menyontek

pada siswa, disusun oleh peneliti dengan

mengacu pada kategori perilaku

menyontek yang dikemukakan oleh Deighton (dalam Kushartanti, 2009) yaitu:

1. Meniru pekerjaan teman.

2. Bertanya langsung pada teman

ketika sedang mengerjakan tes atau ujian.

3. Membawa catatan pada kertas, pada anggota badan atau pada pakaian masuk ke ruang ujian.

4. Menerima dropping jawaban dari pihak luar, mencuri bocoran soal, arisan (saling tukar) mengerjakan tugas ujian di kelas atau tugas penulisan paper dan take home test. Skala ini berjumlah 40 aitem yang terdiri dari 20 aitem favorable dengan skor yang bergerak dari: sangat sesuai (SS) 4, sesuai (S) 3, tidak sesuai (TS) 2, dan sangat tidak sesuai (STS) 1. Selanjutnya, 20 aitem unfavorable dengan skor yang bergerak dari: sangat sesuai (SS) 1, sesuai (S) 2, tidak sesuai (TS) 3, dan sangat tidak sesuai (STS) 4.

Semakin tinggi skor perilaku

menyontek maka semakin tinggi

tindakan menyontek dilakukan.

Sebaliknya, semakin rendah skor

perilaku menyontek maka semakin

rendah pula tindakan menyontek

(10)

b. Skala Kepercayaan Diri

Skala kepercayaan diri yang digunakan, disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan pendapat Lauster (dalam Ghufron dan Risnawati, 2010) yang

mengklasifikasikan aspek-aspek

kepercayaan diri sebagai berikut:

1. Keyakinan Kemampuan Diri

Keyakinan kemampuan diri adalah sikap positif seseorang tentang dirinya. Ia mampu secara

sungguh-sungguh akan apa yang

dilakukannya.

2. Optimis

Optimis adalah sikap positif yang dimiliki seseorang yang selalu

berpandangan baik dalam

menghadapi segala hal tentang diri dan kemampuannya.

3. Objektif

Orang yang memandang

permasalahan atau sesuatu sesuai dengan kebenaran yang semestinya, bukan menurut kebenaran pribadi atau menurut dirinya sendiri.

4. Bertanggung jawab

Bertanggung jawab adalah

kesediaan orang untuk menanggung segala sesuatu yang telah menjadi konsekuensinya.

5. Rasionalitas dan realistis

Yaitu analisis terhadap suatu masalah, sesuatu hal, dan suatu

kejadian dengan menggunakan

pemikiran yang dapat diterima oleh akal dan sesuai dengan kenyataan.

Skala ini berjumlah 50 aitem yang terdiri dari 25 aitem favorable dengan skor yang bergerak dari: sangat sesuai (SS) 4, sesuai (S) 3, tidak sesuai (TS) 2, dan sangat tidak sesuai (STS) 1. Selanjutnya, 25 aitem unfavorable dengan skor yang bergerak dari: sangat sesuai (SS) 1, sesuai (S) 2, tidak sesuai (TS) 3, dan sangat tidak sesuai (STS) 4.

Semakin tinggi skor

kepercayaan diri maka semakin tinggi

juga tingkat kepercayaan diri.

(11)

kepercayaan diri maka semakin rendah pula tingkat kepercayaan diri.

c. Skala Strategi Coping

Skala strategi coping disusun sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada aspek-aspek strategi coping yang dikemukakan oleh Carver,dkk (dalam Hasan, 2010) yaitu:

1. Keaktifan diri, yaitu tindakan untuk

mencoba menghilangkan atau

mengelabui penyebab stres atau memperbaiki akibatnya dengan cara bertindak langsung.

2. Perencanaan, yaitu memikirkan

tentang bagaimana mengatasi stres, yaitu dengan membuat strategi untuk menenangkan masalah. 3. Penerimaan, yaitu situasi yang

penuh dengan stres dan keadaan ini memaksa untuk mengatasi masalah tersebut.

4. Religiusitas, yaitu sikap individu

untuk menenangkan dan

menyelesaikan masalah-masalah

secara keagamaan.

Skala ini berjumlah 40 aitem yang terdiri dari 20 aitem favorable dengan skor yang bergerak dari: sangat sesuai (SS) 4, sesuai (S) 3, tidak sesuai (TS) 2, dan sangat tidak sesuai (STS) 1. Selanjutnya, 20 aitem unfavorable dengan skor yang bergerak dari: sangat sesuai (SS) 1, sesuai (S) 2, tidak sesuai (TS) 3, dan sangat tidak sesuai (STS) 4.

Semakin tinggi skor strategi coping maka semakin tinggi juga tingkat

strategi coping yang dilakukan.

Sebaliknya, semakin rendah skor

strategi coping maka semakin rendah juga tingkat strategi coping yang dilakukan.

Selanjutnya, pengumpulan

data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan try out terpakai yaitu satu

kali pengambilan data. Adapun

pengujiannya dibantu dengan

menggunakan bantuan komputer

program SPPS (Statistical Package for Social Sciences) for Windows Release

(12)

16,0. Hasil analisis data menunjukkan bahwa:

1. Skala perilaku menyontek, aitem

yang valid dalam skala ini

berjumlah 35 aitem dengan

koefisien validitas (rbt) berkisar -0,005 sampai 0,795 dan koefisien reliabilitas (rtt) sebesar 0,956. 2. Skala kepercayaan diri, aitem yang

valid dalam skala ini berjumlah 41 dengan aitem koefisien validitas (rbt) berkisar 0,031 sampai 0,599 dan koefisien reliabilitas (rtt) sebesar 0,892.

3. Skala strategi coping, aitem yang valid dalam skala ini berjumlah 31 aitem dengan koefisien validitas (rbt) berkisar -0,026 sampai 0,675 dan koefisien reliabilitas (rtt) sebesar 0,883.

METODE ANALISIS DATA

Data yang terkumpul dari 3 skala tersebut dianalisis dengan menggunakan rumus regresi linier

berganda yang perhitungannya

menggunakan bantuan komputer

program SPPS (Statistical Package for Social Sciences) for Windows Release 16,0. Hasil perhitungan untuk menguji hipotesis diperoleh nilai analisis regresi linier ganda (R) = 0,000 (𝜌<0,05). Hasil tersebut menunjukkan ada hubungan

yang sangat signifikan antara

kepercayaan diri dan strategi

copingdengan perilaku menyontek. Selanjutnya, hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kepercayaan diri dengan perilaku menyontek dengan nilai koefisien regresi (R) sebesar 𝜌 = 0,459 (𝜌>0,05). Hasil analisis berikutnya ada hubungan yang signifikan antara strategi coping dengan perilaku menyontek dengan nilai koefisien regresi (R) sebesar 𝜌 = 0,000 (𝜌<0,05).

Penelitian ini juga

menunjukkan bahwa perilaku

menyontek subyek tergolong rendah yang ditunjukkan oleh rerata empirik (ME) sebesar 74,76 dan rerata hipotetik

(13)

(MH) sebesar 87,5. Kepercayaan diri pada subjek penelitian tergolong tinggi yang ditunjukkan oleh rerata empirik (ME) sebesar 127,68 dan rerata hipotetik (MH) sebesar 164. Strategi coping pada subjek penelitian tergolong tinggi yang ditunjukkan oleh rerata empirik (ME) sebesar 95,83 dan rerata hipotetik (MH) sebesar 77,5.

HASIL

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan teknik analisis regresi linier berganda antara variabel kepercayaan diri dengan perilaku menyontek diperoleh nilai koefisien regresi (R) sebesar 𝜌 = 0,459 (𝜌>0,05). Hasil tersebut menunjukkan tidak ada

hubungan yang signifikan antara

kepercayaan diri dengan perilaku menyontek. Hal ini berarti variabel kepercayaan diri mencakup aspek-aspek yang ada di dalamnya tidak dapat digunakan sebagai prediktor (variabel bebas) untuk memprediksikan atau mengukur variabel perilaku menyontek.

Sedangkan, hasil analisis regresi linier berganda antara variabel strategi coping dengan variabel perilaku menyontek diperoleh nilai koefisien regresi (R) sebesar 𝜌 = 0,000 (𝜌<0,05). Hasil tersebut menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara strategi coping dengan perilaku menyontek. Hal ini berarti variabel strategi copingmencakup aspek-aspek yang ada di dalamnya dapat digunakan sebagai prediktor (variabel bebas) untuk memprediksikan atau mengukur variabel perilaku menyontek. PEMBAHASAN

Menurut Kushartanti (2009) fenomena menyontek sering terjadi dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah atau madrasah, tetapi jarang kita dengar masalah menyontek dibahas dalam tingkat atas, cukup diselesaikan oleh guru atau yang paling tinggi pada tingkat pimpinan sekolah atau madrasah itu sendiri.Pernyataan ini sejalan dengan

pendapat Dody Hartanto (dalam

(14)

hanya dilakukan oleh individu pada tingkat Sekolah Dasar (SD) bahkan sampai tingkat Pascasarjana (S2 dan S3). Berbagai hasil penelitian yang dilakukan di berbagai perguruan tinggi, baik di dalam maupun luar negeri,

mengindikasikan bahwa aktivitas

menyontek sudah menjadi budaya dan mewabah di sebagian besar pelajar di dunia.

Menurut Susilowati (dalam

Chandrawati, 2011) pelajar yang

menyontek disebabkan beberapa faktor, yaitu:

a. Merasa lebih tahu dan mampu

mencari strategi yang tepat jika perilaku menyonteknya diketahui orang lain.

b. Merasa berada dalam kondisi yang terdesak. Pelajar yang merasa soalnya terlalu sulit berpotensi untuk menyontek.

c. Lebih berfokus pada hasil daripada proses. Pelajar yang mempersepsi bahwa mendapat nilai baik dengan

cara apapun lebih baik daripada mendapat nilai buruk dengan hasil pikiran sendiri, maka pelajar lebih terfokus pada hasil dengan cara apapun.

Menurut Levine dan Satz (dalam Chandrawati, 2011) bahwa perilaku menyontek disebabkan oleh rendahnya rasa percaya diri. Pelajar yang memiliki kepercayaan diri rendah

akan menunjukkan sikap pesimis

terhadap kemampuan dirinya sehingga melakukan perilaku menyontek sebagai

cara menghindari kegagalan.

Berdasarkan faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku menyontek di kalangan pelajar, terdapat salah satu faktor utama yang menjadikan pelajar menjadi kurang percaya diri adalah adanya tuntutan orang tua untuk memperoleh nilai baik. Pandangan

orang tua mengenai prestasi,

kemampuan dan penampilan akan

mempengaruhi cara pandang anak

(15)

terlalu tinggi membuat anak cenderung gagal. Bila antara harapan yang diinginkan dan kenyataan yang terjadi tidak sesuai maka akan timbul frustasi. Penting untuk dipahami bahwa frustasi menimbulkan stres atau tekanan. Bila tidak dikelola dengan baik maka stres atau tekanan akan berakibat merugikan bagi individu (Siswanto, 2007).

Sejalan dengan teori diatas, penelitian ini juga menyebutkan bahwa perilaku menyontek dapat dipengaruhi oleh kecenderungan strategi coping. Hal tersebut nampak jelas dalam hasil analisis data yang menemukan adanya hubungan yang signifikan antara strategi coping terhadap perilaku menyontek dengan nilai nilai koefisien regresi (R) sebesar 𝜌 = 0,000 (𝜌<0,05).

SIMPULAN

Penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara strategi coping dengan perilaku menyontek yang diperoleh dari nilai koefisien regresi (R) sebesar 𝜌 = 0,000

(𝜌<0,05). Selanjutnya, tidak ada

hubungan yang signifikan antara

kepercayaan diri dengan perilaku menyontek yang ditunjukkan nilai koefisien regresi (R) sebesar 𝜌 = 0,459 (𝜌>0,05). Hasil tersebut berseberangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kushartanti (2009), yang menyebutkan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara kepercayaan diri dengan perilaku menyontek. Namun secara keseluruhan penelitian ini adahubungan yang sangat signifikan antara kepercayaan diri dan strategi copingdengan perilaku menyontek yang diperoleh nilai analisis regresi linier ganda (R) = 0,000 (𝜌<0,05).

DAFTAR RUJUKAN

Chandrawati, Veronika. 2011. Perilaku Menyontek Pada Pelajar Ditinjau Dari Ketakutan Akan Kegagalan.http://www.novapd f.com. Diakses tanggal 3 Juni 2013. Jam 15.07 WIB.

Ghufron, N.M, Risnawati, R.S. 2011. Teori-Teori Psikologi. Ar-ruzz. Yogyakarta. Indonesia.

Hasan, Nur. 2010. Hubungan Antara Dukungan Sosial dan Strategi Coping pada Penderita Stroke

(16)

di RSUD Dr Moewardi Surakarta. Skripsi (tidak diterbitkan). Prodi Psikologi. Universitas Sahid Surakarta. Indonesia.

Khairil dan Danim. 2010. Psikologi Pendidikan (Dalam Perspekstif Baru). Alfabeta. Bandung. Indonesia.

Kushartanti, Anugrahening. 2009.

Perilaku Menyontek Ditinjau Dari Kepercayaan Diri. Jurnal Ilmiah Psikologi Indigenous. Vol II No 2 Nopember 2009. No ISSN 0854-2880. Hal 38-46. Program Studi Psikologi.

Universitas Muhammadiyah

Surakarta. Indonesia.

Siswanto. 2007. Kesehatan Mental: Konsep, Cakupan dan Perkembangannya. Andi. Yogyakarta. Indonesia.

Stevany, M. 2012. Perilaku Menyontek Ditinjau dari Ketakutan akan

Kegagalan. Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi. Universitas Katolik

Soegijaranata Semarang.

Indonesia.

Suryabrata, Sumadi. 2010. Psikologi Pendidikan. Rajawali Pers. Jakarta. Indonesia.

Walgito, Bimo. 2010. Pengantar

Psikologi Umum. Andi Offset. Yogyakarta. Indonesia.

Warsiyah. 2013. Perilaku Menyontek Mahasiswa Muslim (Pengaruh Tingkat Keimanan, Prokrastinasi Akademik dan Sikap terhadap Menyontek pada Perilaku Menyontek Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo).http://eprints.waliso ngo.ac.id/31/1/Warsiyah_Tesis_ Sinopsis.pdf. Diakses tanggal 13 Maret 2013. Jam 11.58 WIB.

Referensi

Dokumen terkait

Apabila pada saat pembuktian kualifikasi ditemukan pemalsuan data maka perusahaan tersebut akan diberi sanksi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan jika

Metode obsevasi digunakan untuk mendapatkan siswa mana yang perlu mendapatkan pembelajaran IPA dengan menggunakan alat peraga KIT IPA dengan pembelajaran yang tidak

(SIKAP RELEGIUS) (SIKAP SOSIAL) (KETERAMPILAN) (PENGETAHUAN)  Menjelaskan cara mengkonfigurasi Webmin Server. 14 Jaringan Nirkabel

Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi. sputum pada jalan napas (Irman,

menit Kemampuan menjawab dan menjelaskan pertanyaan dari dosen terkait bahan kajian/materi pelajaran melalui metode diskusi kelas dengan benar1.

Hal ini berarti ada peningkatan motivasi belajar dari pra tindakan sampai siklus II sehingga dapat dikatakan bahwa model pembelajaran tipe STAD yang diterapkan pada siswa kelas

Untuk mencapai tujuan tersebut akan di lakukan kajian faktor-faktor modal sosial yang ada di PKL Kawasan Alun-Alun Kota Taliwang, menganalisis peranan modal sosial

prinsip-prinsip, teori, jenis-jenis dan bentuk-bentuk inovasi, makna dan tujuan inovasi, model- model inovasi yang dikembangkan di berbagai negara dan institusi (pemerintahan,