Kasus 1
Topik: Sindrom Koroner Akut (STEMI) + Syok Kardiogenik + Sinus Bradikardi Tanggal (kasus): 5 Juni 2012 Persenter: dr. Nurul Falah
Tanggal (presentasi): Pendamping: dr. Nila Mulyani Pembimbing: dr. Magda Lusiana Tempat Presentasi : Aula RSUD Kota Sabang (Lt. 2)
Obyektif Presentasi: Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Laki-laki, 60 tahun dengan nyeri dada, lemas dan berkeringat dingin
Tujuan:
- Mampu mendiagnosis SKA STEMI dengan cepat
- Mengatasi kegawatdaruratan pada SKA STEMI, sinus bradikardi dengan penyulit Syok Kardiogenik - Mampu melakukan penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan
- Tahu indikasi pemberian antitrombolitik dan terapi antiplatelet - Tahu kapan harus merujuk pasien
Bahan bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit Cara membahas: Diskusi
Presentasi dan diskusi
Pos
Data pasien: Nama: Muhammad Nomor Registrasi: 00119712
Data utama untuk bahan diskusi: 1. Diagnosis/Gambaran Klinis :
Pasien datang dengan dipapah oleh teman-temannya dengan keluhan lemas dan berkeringat dingin saat berjualan ikan pagi sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan pusing dan hoyong seakan mau pingsan. Pasien terlihat pucat dan cemas. Mual (-), muntah (-), nyeri dada (+) tapi tidak jelas lokasinya, nyeri ulu hati (-), demam (-), batuk (-). BAB dan BAK tidak ada keluhan. Bengkak pada kaki disangkal, sesak nafas disangkal.
Pasien mengaku sering merasa cepat lelah. Cepat lelah telah dirasakan pasien sejak 6 tahun yang lalu. Namun memberat sejak tujuh hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien menyangkal kelelahan setelah bekerja. Pasien hanya merasa saat ini kalau berjalan, pasien harus berjalan pelan-pelan, tidak bisa berjalan cepat.
2. Riwayat Pengobatan:
Pasien adalah penderita hipertensi ±2 tahun belakangan (tidak terkontrol), dan DM tipe 2 ± 20 tahun (tidak terkontrol).
Obat hipertensi yang pernah diminum adalah Amlodipin 1 x 10 mg, sementara obat DM adalah Glibenclamide (Obat tidak diminum secara rutin), penggunaan insulin (-), penggunaan obat 6 bulan (-).
3. Riwayat kesehatan/penyakit:
Pasien menyangkal adanya keluhan nyeri dada sebelumnya, namun sudah menderita hipertensi ± 2 tahun belakangan dan DM tipe 2 diketahui ± 20 tahun terakhir. Riwayat alergi (-), penyakit rematik (-), asma (-).
4. Riwayat keluarga:
Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan yang sama, namun tidak jelas riwayat penyakit pada orang tua pasien. 5. Riwayat pekerjaan: Pasien adalah seorang pedagang ikan, tingkat aktivitas sedang.
6. Lain-lain:
Riwayat kelahiran dan tumbuh kembang: tidak jelas.
minum kopi (+), pasien juga jarang sekali berolahraga. 7. Pemeriksaan Fisik
I. STATUS PRESENT Pukul 08.40
1. Keadaan Umum : Lemah
2. Kesadaran : Compos mentis 3. Tekanan Darah : 100/60 mmHg
4. Nadi : 84x/menit, reguler, lemah 5. Frekuensi Nafas : 22x/menit
6. Temperatur : 36,8o C Pukul 08.45 WIB
1. Keadaan Umum : Lemah
2. Kesadaran : Compos mentis 3. Tekanan Darah : 70/50 mmHg
4. Nadi : 33x/menit, reguler, lemah 5. Frekuensi Nafas : 26x/menit
6. Temperatur : 36,0o C
II. STATUS GENERAL A. Kulit
Warna : Sawo matang
Ikterus : (-)
Pucat : (-)
Sianosis : (-)
Oedema : (-) pada kedua extremitas inferior Kelembaban : Lembab (berkeringat banyak) B. Kepala
Bentuk : Kesan Normocephali
Rambut : Berwarna hitam, sukar dicabut
Mata : Cekung (-), refleks cahaya (+/+), konj. Palp inf pucat (-/-), sklera ikterik (-/-) Telinga : Sekret (-/-), perdarahan (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), perdarahan (-/-), NCH (-/-) C. Mulut
Bibir : Pucat (-), Sianosis (-) Gigi geligi : Karies (-)
Lidah : Beslag (-), Tremor (-)
Mukosa : Basah (+)
Tenggorokan : Tonsil dalam batas normal Faring : Hiperemis (-)
D. Leher
Bentuk : Kesan simetris
Kel. Getah Bening : Kesan simetris, Pembesaran KGB (-) Peningkatan TVJ : R-2 cmH2O
E. Axilla : Pembesaran KGB (-) F. Thorax
1. Thoraks depan Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris. Tipe pernafasan : Thorako-abdominal
Retraksi : (-) Palpasi
Stem premitus Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Normal Normal
Lap. Paru tengah Normal Normal
Lap.Paru bawah Normal Normal
Perkusi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor Sonor
Lap. Paru tengah Sonor Sonor
Lap.Paru bawah Sonor Sonor
Auskultasi
Suara pokok Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler
Lap.Paru tengah Vesikuler Vesikuler Lap.Paru bawah Vesikuler Vesikuler
Suara tambahan Paru kanan Paru kiri Lap. Paru atas Rh(-) , Wh(-) Rh(-) , Wh(-) Lap. Paru tengah Rh(-) , Wh(-) Rh(-), Wh(-) Lap. Paru bawah Rh(-) , Wh(-) Rh(-), Wh(-)
2. Thoraks Belakang Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris. Tipe pernafasan : Thorako-abdominal
Retraksi : interkostal (-) Palpasi
Stem premitus Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Normal Normal
Lap. Paru tengah Normal Normal
Lap.Paru bawah Normal Normal
Perkusi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor Sonor
Lap. Parutengah Sonor Sonor
Auskultasi
Suara pokok Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler
Lap.Paru tengah Vesikuler Vesikuler Lap.Paru bawah Vesikuler Vesikuler
Suara tambahan Paru kanan Paru kiri Lap. Paru atas Rh(-) , Wh(-) Rh(-),Wh(-) Lap. Paru tengah Rh(-) , Wh(-) Rh(-), Wh(-) Lap. Paru bawah Rh(-) , Wh(-) Rh(-), Wh(-)
G. Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Ictus cordis teraba ICS V 2 cm lateral línea midclavicula sinistra - Perkusi : Batas atas : ICS III sinistra
Batas kanan : Linea parasternalis kanan
Batas Kiri : ICS V 2 cm lateral línea midclavicula sinistra
- Auskultasi : HR : 90 x/menit, reguler, bising (-). BJ I : terdengar tunggal. BJ II : terdengar split H. Abdomen
- Inspeksi : Kesan simetris, distensi (-)
- Palpasi : Distensi abdomen (-), Nyeri tekan (-), Lien tidak teraba, hepar tidak teraba
- Perkusi : Tympani (+), Shifting Dullness (-) - Auskultasi : peristaltik usus (↑)
I. Genetalia : Edema skrotum (-)
J. Anus : Hemoroid (-)
K. Ekstremitas
Ekstremitas Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianotik - - - -
Edema - - - -
Ikterik - - - -
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
Tonus otot Normotonus Normotonus Normotonus Normotonus
Sensibilitas N N N N
Atrofi otot - - - -
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG Hasil Laboratorium (10 Juli 2012)
Jenis pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan
Haemoglobin 14,7 gr/dl 13 - 17 gr/dl
Leukosit 9,2 x 103 /ul 4,1-10,5.103/ul
Trombosit 213 x 103 / ul 150-400.103/ul
Hematokrit 44,1 % 40-55%
Kreatinin Darah 1,1mg/dl 0,6-1,1 mg/dl
KGDS 320 mg/dl 100-140 mg/dl
SGOT 18 U/L < 35 U/L
Asam Urat 2,0 mg/dl 3,4-7,0 mg/dl
Kolesterol 266 mg/dl <200 mg/dl
Bacaan EKG
Irama : sinus rhytme Qrs rate : 38 x/i
Regularitas : reguler Axis : normoaksis Interval PR : 0,12 s Morfologi :
- Gel P : bentuk P normal Lebar 3 mm (0,12 s )
Tinggi 1 mm (0,1 mV) - Kompleks QRS : 0,08 s
- Gelombang R : normal
- Q patologis : Tidak ditemukan - Ves : Tidak ditemukan - Hipertrofi : Tidak ditemukan
- Segmen ST elevasi : ditemukan di sandapan inferior II, III, dan aVF, serta di sandapan aVL - Segmen ST depresi : ditemukan di V2-V5 (cerminan)
- T inverted : ditemukan di V1, V2, V3, V4 dan V5
Interpretasi : Irama Sinus Bradikardi + Infark Inferior akut + First Degree AV Block Kesan : EKG Abnormal
IV. DIAGNOSA SEMENTARA
V. PLANNING
1. Penatalaksanaan kegawatdaruratan 2. Rujuk ke RSUDZA Banda Aceh
Saran Pemeriksaan : 1. Foto thorax AP/lat 2. EKG serial
3. Pemeriksaan CKMB/Troponin
VI. PENATALAKSANAAN
UMUM
- ABC
- Bed rest semi fowler - Sementara puasa 4 jam
- Makanan lunak, makanan rendah garam dan makanan rendah lemak seperti telur, tempe, dan tahu. - Diet rendah protein
● KHUSUS
- Bedrest (HCU)
- O2 8 liter/i (rebreathing) - IVFD RL 20 gtt/I (Jalur I)
- IVFD NaCl 0,9% + Dopamin jika TD < 100 mmHg
- Inj. Ranitidine I Amp / 12 jam
- Inj. Sulfas Atropine 2 amp bila HR < 60 x/i
- Clopidogrel loading 4 tablet (300 mg) hr I, selanjutnya pada hari II 75 mg/hari - Aspilet 1 x 160 mg (2 tab) p.c
- Alprazolam 2 x 0,5 mg - Dulcolax 1 x 1 tab (malam)
VII. PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN DI IGD Jam Nadi (x/i) TD (mmHg) RR (x/i) SpO2 (%)
Urin Tindakan Keterangan
08.40 60 100/60 30
08.45 33 70/50 26 EKG: Gambaran MCI akut dengan
penyulit Syok Kardiogenik
09.00 35 70/50 24 Aspilet tab 80 mg (Sublingual),
monitoring dimulai
Pasang IVFD RL
09.15 39 79/50 24 97 Inj. SA 2 amp
09.20 35 82/51 24 98 Inj. Ketorolac 1 amp
09.25 35 84/53 24 100 Inj. SA 2 amp
09.35 36 89/55 24 100 Inj. SA 2 amp + pasang kateter 09.40 91 132/65 24 100 - Drip Dopamin dimulai
09.45 90 134/65 20 100 - Drip Dopamin ditunda, pasang IV line II dan NGT
09.50 90 105/69 20 89 - Bolus morfin 2 cc
10.00 46 57/38 46 94 - Bolus SA 2 amp
10.05 32 55/36 33 97 - ISDN sublingual 1 tab
10.10 39 75/40 33 90 - Drip dopamine dimulai 50 gtt/I (mikro) 10.20 46 93/53 47 90 - Inj. Ranitidine 1 amp
10.35 45 94/55 46 96 -
10.38 46 92/54 47 98 -
10.45 46 100/51 46 99 -
10.50 44 89/53 44 99 - Transfer HCU
VIII. FOLLOW UP DI HCU
Subjective Objective Assessment Planning
10/7/2012 13.00
S = Nyeri dada (+) lokasi tidak jelas
GCS = E4M6V5
VS: TD = 94/53 mmHg N = 56 x/i
RR = 20 x/i
MCI Akut STEMI + Syok Kardiogenik
Th/
Instruksi dr. Dodo: - IVFD RL 20 gtt/i
- Drip dopamine 7,5 ug/kgBB/menit - Drip morfin 5 cc/jam
- Inj Furosemide 10 mg (1 jam evaluasi produksi urin; bila , 1 cc/ kg BB/ jam Inj Furosemide 10 mg lagi)
- Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam - Aspilet 1 x 160 mg (2 tablet) - ISDN 3 x 10 mg
- Alprazolam 2 x 0,5 mg 10/7/2012
16.30
S = Nyeri dada masih (+)
GCS = 14
TD = 159/96 mmHg N = 90 x/i
Sindrom Koroner Akut (STEMI) + Sinus Bradikardi
Th/
Instruksi dr. Magda Lusiana, Sp.PD - Jika HR < 60 x/I Inj. SA 2 amp
(0,5mg)/ 8 jam
- Drip Dopamin 200 mg + 50 cc NaCl 0,9% 12 cc/jam
- Terapi lain lanjut 10/7/2012 19.15 S = Muntah (+) TD = 150/76 mmHg N = 70 x/i RR = 20 x/i T = 36,0 °C Sindrom Koroner Akut (STEMI) + Sinus Bradikardi
Th/
Instruksi dr. Magda Lusiana, Sp.PD: - Inj. Ondansetron 1 amp/8 jam - Terapi lain lanjut
P/ Rujuk ke RSUDZA besok (11/7/2012) atas indikasi Sindrom Koroner Akut + Sinus Bradikardi
10/7/2012 19.50
S = Nyeri masih (+) namun sudah lumayan berkurang
TD = 143/75 mmHg N = 77 x/i
RR = 20 x/i T = 36,0 °C
Sindrom Koroner Akut (STEMI) + Sinus Bradikardi
Th/
Instruksi dr. Magda Lusiana, Sp.PD: - Drip Dopamin kec 11 cc/jam - Terapi lain lanjut
10/7/2012 23.00
S = Nyeri masih (+) namun sudah lumayan berkurang
TD = 60/50 mmHg N = 46 x/i
RR = 20 x/i T = 36,0 °C
Sindrom Koroner Akut (STEMI) + Sinus Bradikardi
Th/
Instruksi dr. Magda Lusiana, Sp.PD: - Drip Dopamin kec 12 cc/jam - Terapi lain lanjut
10/7/2012 23.30
S = Nyeri masih (+) namun sudah lumayan berkurang
TD = 50/40 mmHg N = 60 x/i
RR = 20 x/i T = 36,0 °C
Sindrom Koroner Akut (STEMI) + Sinus Bradikardi
Th/
Instruksi dr. Magda Lusiana, Sp.PD:
- Drip Dopamin kec 15 cc/jam evaluasi tiap 15 menit, bila TD masih < 100 mmHg, naikkan dosis dopamine 2cc / jam dgn dosis maksimal 20 cc/jam. - Bila sudah dosis maksimal, tapi belum
stabil mulai Inj dobutamine dimulai 5cc/jam dipantau tiap 15 menit; naikkan dosis 2 cc/jam bila TD pasien belum stabil.
NB: Pasien boleh dirujuk bila MAP > 60.
Pemantauan Vital Sign Jam T°C Nadi (x/i) TD (mmHg) RR (x/i) SpO2 (%) Keterangan 11.00 32,5 38 66/40 20 100 12.00 33,0 48 86/48 23 94 13.00 33,6 51 75/44 20 94 14.00 36,0 110 163/94 20 97 15.00 36,1 78 84/60 20 96 16.00 36,2 74 83/54 20 90 17.00 36,0 68 99/65 21 94 18.00 36,7 80 138/85 20 100 19.00 36,1 76 145/68 23 94 20.00 36,1 72 128/79 30 99 21.00 36,0 72 120/60 24 99 22.00 36,0 72 68/49 23 99 23.00 36,0 78 70/51 20 100 24.00 36,0 60 106/57 20 98 01.00 36,0 66 136/65 20 99 02.00 36,0 80 128/67 20 99 KGDS= 310 g/dl 03.00 36,7 80 128/85 22 100 04.00 36,1 76 135/68 23 94 05.00 36,1 72 125/78 20 99 06.00 36,0 72 120/60 24 99
07.00 36,0 70 124/68 20 99 Rujuk ke RSUDZA Banda Aceh
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam Daftar Pustaka:
a. Philip I Aaronson and Jeremy PT Ward. 2007. At a Glance: Sistem Kardiovaskuler, Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga.
b. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I dan Jilid III, Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
c. Braunwald E, Zipes DP, Libby P. Braunwald: Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine 6th ed. Philadelphia: WB Saunders; 2001.
Hasil pembelajaran:
1. Diagnosis Sindrom Koroner Akut, Sinus Bradikardi, dan Syok Kardiogenik
2. Langkah penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut, Sinus Bradikardi, dengan penyulit Syok Kardiogenik 3. Tahu indikasi dan waktu yang tepat untuk merujuk
Rangkuman
1. Subjektif:Pasien datang dengan dipapah oleh teman-temannya dengan keluhan lemas dan berkeringat dingin saat berjualan ikan pagi sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan pusing dan hoyong seakan mau pingsan. Pasien terlihat pucat dan cemas. Mual (-), muntah (-), nyeri dada (+) namun tidak jelas lokasinya, nyeri ulu hati (-), demam (-), batuk (-). BAB dan BAK tidak ada keluhan. Bengkak pada kaki disangkal, sesak nafas disangkal.
Pasien mengaku sering merasa cepat lelah. Cepat lelah telah dirasakan pasien sejak 6 tahun yang lalu. Namun memberat sejak tujuh hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien menyangkal kelelahan setelah bekerja. Pasien hanya merasa saat ini kalau berjalan, pasien harus berjalan pelan-pelan, tidak bisa berjalan cepat.
2. Objektif:
Hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang sangat mendukung diagnosis Sindrom Koroner Akut (STEMI), sinus bradikardi dengan penyulit Syok Kardiogenik. Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan:
Gejala klinis (berupa nyeri dada yang tidak jelas lokasinya, lemah, cemas, letargi, serta berkeringat dingin). Kombinasi nyeri dada substernal yang menetap > 30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien dengan infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/atau hipotensi) dan hamper setengah pasien infark inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi).
Pada pemeriksaan awal hemodinamik akan ditemukan tekanan darah sistolik yang menurun sampai < 90 mmHg, bahkan dapat turun sampai < 80 mmHg pada pasien yang tidak memperoleh pengobatan adekuat.
Pada pemeriksaan penunjang (Elektrokardiografi) dijumpai adanya gambaran ST elevasi pada EKG terutama pada sandapan II, III, aVF, dan aVL yang menggambarkan suatu infark miokard akut inferior. Dijumpai pula gambaran ST depresi pada sandapan V2-V5, dan T inverted pada sandapan V1-V5. Pada pasien ini ritme EKG hanya 38 kali per menit yang menggambarkan sinus bradikardi. Tekanan darah yang sangat rendah dan menetap hingga 30 menit setelah masuk menggambarkan suatu penyulit syok kardiogenik. Foto thorax tidak sempat dilakukan karena keadaan pasien masih belum stabil.
Pemeriksaan laboratorium lain yang dapat menggambarkan suatu IMA adalah kenaikan kadar enzim creatine kinase (CK) dan
creatine kinase myocardial band (CKMB), namun tidak tersedia di RSUD Kota Sabang.
3. Asesmen (penalaran klinis):
Infark miokard akut (IMA) adalah kerusakan jaringan miokard akibat iskemia hebat yang terjadi secara tiba-tib. Keluhan ini berhubungan erat dengan adanya penyempitan A. Koronaria oleh plak ateroma dan trombus yang terbentuk akibat rupturnya plak ateroma. Secara anatomi, A. Koronaria dibagi menjadi cabang epikardial yang memperdarahi epikard dan bagian luar dari miokard, dan cabang profunda yang memperdarahi endokard dan miokard bagian dalam.
Tiga kriteria untuk menegakkan diagnosis STEMI ialah adanya nyeri dada khas infark, elevasi segmen ST pada EKG, dan kenaikan enzim creatine kinase (CK) dan creatine kinase myocardial band (CKMB). Pemeriksaan fisik pada SKA (STEMI) tidak ada yang karakteristik. Bila telah terjadi komplikasi seperti gagal jantung, makat dapa ditemukan irama gallop (bunyi jantung ketiga) atau ronki basah. Bila terjadi aritmia dan hipotensi, maka penderita mungkin tampak pucat dan berkeringat dingin.
Laju nadi yang kurang dari 60 kali per menit pada EKG pasien ini menggambarkan suatu sinus bradikardi (SB). Sinus bradikardi sendiri dapat terjadi pada keadaan muntah atau sinkop vasovagal, operasi mata, peningkatan tekanan intrakranial, tumor servikal, dan hipoksia berat. Umumnya SB tidak berbahaya, bahkan kadang-kadang bermanfaat untuk memperpanjang waktu pengisian ventrikel. Pada STEMI dapat terjadi SB dan bila tidak disetai gangguan hemodinamik umumnya tidak memerlukan terapi khusus. Dalam keadaan STEMI dan disertai gangguan hemodinamik dapat diberikan sulfas atropin (SA) 0,5 mg intravena dan dapat diulang seperlunya. Selayaknya, bila tidak membaik atau SB cenderung berulang maka harus dipasang pacu jantung sementara (temporary pacing).
Pada pasien ini terdapat penyulit syok kardiogenik. Syok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah jantung sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup, dan dapat mengakibatkan hipoksia jaringan.
Telah diketahui bahwa penyebab syok kardiogenik terbanyak adalah infark miokard akut, dimana terjadi kehilangan sejumlah besar miokardium akibat terjadinya nekrosis. Insiden syok kardiogenik sebagai komplikasi sindrom koroner akut bervariasi. Hal ini berhubungan dengan definisi syok kardiogenik dan kriteria sindrom koroner akut yang dipakai sangat beragam pada berbagai penelitian.
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik <90 mmHg selama > 1 jam dimana: - Tidak responsif dengan pemberian cairan saja,
- Sekunder terhadap disfungsi jantung, atau, - Berkaitan dengan tanda-tanda hipoperfusi
Berikut ini merupakan Skor Faktor Resiko untuk pasien ini:
Faktor Resiko (Bobot) Skor Risiko/Mortalitas
30 hari (%)
Skor Pasien
Usia 65-74 tahun (2 poin) 0 (0,8) -
Usia > 75 tahun ( 3 poin) 1 (1,6) -
Diabetes mellitus/ hipertensi atau angina (1 poin) 2 (2,2) 2 Tekanan darah sistolik < 100 mmHg (3 poin) 3 (4,4) 3
Frekuensi jantung > 100 mmHg 4 (7,3) -
Klasifikasi Killip II-IV (2 poin) 5 (12,4) 2
Berat < 67 kg (1 poin) 6 (16,1)
Elevasi ST anterior atau LBBB (1 poin) 7 (23,4) - Waktu ke Reperfusi > 4 jam (1 poin) 8 (26,8)
Skor risiko = total poin (0-14) > 8 (35,9)
4. Plan:
Diagnosis: Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pasien dapat didiagnosis menderita Sindrom Koroner Akut (STEMI), sinus bradikardi, dan syok kardiogenik.
Pengobatan:
Intervensi dini pada SKA (STEMI) ditujukan pada: 1. Mengatasi nyeri dada dan perasaan takut.
2. Menstabilkan hemodinamik (kontrol tekanan darah dan denyut nadi).
4. Mencegah komplikasi.
Satu hal yang perlu diperhatikan ialah penderita SKA (STEMI) selalu dalam keadaan stress, maka membuat penderita merasa aman dan nyaman akan sangat membantu keberhasilan terapi.
Sementara itu penatalaksanaan Syok Kardiogenik juga dilakukan secara bersamaan, yakni:
1. Tindakan resusitasi segera: tujuannya untuk mencegah kerusakan organ sewaktu pasien dibawa untuk terapi definitif (spesialis rujukan).
2. Menentukan secara dini anatomi koroner yang terlibat serta mengatasi hipotensi. 3. Melakukan revaskularisasi dini.
Pendidikan: dilakukan pada keluarga pasien untuk membantu mencegah terulangnya serangan dan terjadinya komplikasi. Keluarga juga perlu diberikan penjelasan menganai perjalanan penyakit dan prognosis pada pasien ini serta kepentingan rujukan ke spesialis ahli.
Konsultasi: Dijelaskan perlunya konsultasi dengan spesialis Penyakit Dalam dan Anestesi. Penjelasan mengenai faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya Sindrom Koroner Akut dan Syok Kardiogenik serta masa kritis yang dihadapi beserta prognosis pada pasien ini. Selain it perlu diberikan penjelasan bahwa sebagian besar kematian di luar Rumah Sakit pada STEMI disebabkan oleh adanya fibrilasi ventrikel mendadak yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Oleh karena itu, pasien beserta keluarga perlu diedukasi untuk penatalaksanaan awal STEMI, yaitu:
Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis
Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi
Transportasi pasien ke Rumah Sakit yang memiliki fasilitas ICCU/ICU serta staf medis dokter dan perawat yang terlatih Melakukan terapi reperfusi.