BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Desa Rumah Sumbul1 adalah salah satu dari 20 desa yang ada di Kecamatan
STM (Senembah Tanjung Muda) Hulu Kabupaten Deli Serdang2
1
Rumah Sumbul berasal dari bahasa Karo, yang terdiri dari dua kata, yaitu Rumah yang berarti tempat tinggal sebuah keluarga, dan Sumbul yang berarti mata air. Desa Rumah Sumbul merupakan gabungan dari delapan kuta. Kuta tersebut adalah Kuta Langguren, Kuta Lau Perira, Kuta Rumah Perira, Kuta Tanjung Jahe, Kuta Sigempual, Kuta Surbakti, Kuta Sulo dan Kuta Bintang Asi. Delapan kuta ini menggabungkan diri pada tahun 1953. Terciptanya penggabungan kutatersebut diakibatkan oleh sekelompok manusia yang berlaku anarkis dan kerap dipanggil dengan gerombolan.
. Secara
administratif batas batas wilayah Desa Rumah Sumbul adalah: sebelah Utara
denganDesa Gunung Manupak A dan Desa Durian IV Belang, sebelah Timur dengan
Kecamatan Bangun Purba, sebelah Selatan dengan Desa Tanah Gara Hulu, dan di
sebelah Barat dengan ibu kota kecamatan yakni Desa Tiga Juhar. Desa ini memiliki
tiga dusun.Konsentrasi pertanian berada di Dusun II dan Dusun III,sedangkan Dusun
I sebagian besar adalah tempat pemukiman penduduk.Jarak antara Desa Rumah
Sumbul dengan ibukota kecamatanDesa Tiga Juhar yakni 1 km, dengan Ibukota
Kabupaten Lubuk Pakam yakni 50 km, dan dengan ibukota propinsi Medan yakni 40
km. Untuk mencapai desa ini dapat dilalui dengan dua jalur lintasan, jalur pertama
yakni Medan - Deli Tua - Patumbak - Talun Kenas – STM (Senembah Tanjung Muda)
2
Hilir - Tiga Juhar - Rumah Sumbul. Jalur kedua yakni Lubuk Pakam- Jalan Raya
Galang - Bangun Purba – Gunung Meriah - Rumah Sumbul.
Luas wilayah Desa Rumah Sumbul adalah 2.100 ha.Kriteria keadaan tanah
yakni berbukit bukit 450 ha. dataran tinggi 350 ha, dan dataran rendah 1300 ha. Jenis
tanah di Desa Rumah Sumbul yakni pasir, tanah liat dan berkapur, beriklim tropis
dengan curah hujan 2.00-2.500 mm/tahun. Luas wilayah berdasarkan
pemanfaatannya seperti perumahan 10 ha, Sawah 60 ha, Perkuburan 2 ha, dan
Pertanian 1.028 ha3
Masyarakat Desa Rumah Sumbul pada tahun 1953 berjumlah 174 jiwa. Etnik
mayoritas yang mendiami desa ini adalah Suku Karo dan Suku Simalungun. Selain
itu terdapat juga beberapa suku seperti: Suku Jawa dan Suku Batak Toba. Pada tahun
1995masyarakat desa memiliki pekerjaan seperti, PNS 3 orang, wiraswasta 15 orang,
pedagang 12 orang dan petani 523 orang.Berdasarkan pendidikan, masyarakat desa
yang tamat SD159 orang, SLTP 60, SMA 25 orang dan Perguruan Tinggi 7 orang .
4
Masyarakat Desa Rumah Sumbul pada umumnya bertani. Adapun jenis
tanaman seperti padi, cabe, pisang, karet, cokelat, sawit, dan salak pondok, namun
peranan karet meningkat pesat pada tahun 1975. Hal ini menunjukkan masyarakat
desa telah lama menjadi petani karet pada awal abad ke 20. Selain merupakan usaha
karet bagi petani, pertanian karet juga sudah merupakan bagian dari hidupnya,
bahkan suatu cara hidup( way of life).
.
3
Wawancara,dengan Sadam Ginting, Desa Rumah Sumbul,20 Oktober 2014.
4
Pertanian karet tidak diketahui pasti awal keberadaanya di Desa Rumah
Sumbul, kemungkinan besar sudah dilakukan sejak masa kolonialisme
Belanda5
Masa 1970-1980-an dapat dianggap sebagai puncak kejayaan karet di Desa
Rumah Sumbul.Saat itu mayoritas masyarakat bertani karet karena harganya
melonjak naik dan bersamaan dengankebutuhan budidaya tanaman karet sudah
dipenuhi seperti, pupuk, obat tanaman dan teknologi pertanian.Jalan raya yang
diperbaharui dan diprakarsai oleh Saleh Perangin Nangin sebagai pensiunan pegawai
penerangan Sumatera Utara turut berpartisipasi dalam kemajuan pertanian
masyarakat
.Sebelumnya karet hanya sebagai tanaman tua untuk kepemilikan tanah yang
sah pada suatu masyarakat sebagai pembatas lahan pertanian yang satu dengan yang
lainya, tetapi lambat laun karet berubah dan dijadikan masyarakat sebagai tanaman
komersial yang menopang kehidupan mereka.
6
5
Edi Sumarno, “ Karet Rakyat di Sumatera Timur 1863-1942”,dalam Tesis S2 belum diterbitkan,Yogyakarta : Pasca Sarjana UGM, 1990, hlm. 25.
. Pada masa ini aktivitas masyarakat terkonsentrasi pada pertanian karet
rakyat, hasil produksi yang menjanjikan dari segi ekonomi pertanian, berhasil
mendongkrak ekonomi masyarakat dan tingkat harga yang diterima petani untuk hasil
produksi karet sangat memuaskan merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku
kehidupan petani seperti meningkatkan taraf hidup mereka. Karet dijadikan sebagai
tumbuhan komersial penduduk, setiap masyarakat hampir memiliki karet dilahan
pertanian mereka, biasanya dalam hal mengangkut hasil karet berupa gumpalan getah
yang sudah dipadatkan mereka menggunakan sepeda atau memundaknya lalu
6
menjualnya di hari Selasa dan Rabu bertepatan dengan pasar desa yang dibuka.
Pada tahun 1990-an masyarakat Desa Rumah Sumbul mengkonversi lahan
mereka dari lahan karet menjadi lahan kelapa sawit.Replanting tanaman karet ini
tidak dibantu oleh pihak pemerintah,dalam pengadaan alat berat untuk membersihkan
akar lama tanaman karet yang menyebabkan tanaman karet yang baru tidak dapat
tumbuh dengan baik, dan pengadaan bibit serta pemeliharaanya.
Penelitian ini mulai tahun 1953 karena pada tahun itu terbentuknya Desa
Rumah Sumbul sebagai penggabungan delapan kuta. Dengan adanya perubahan pola
mata pencarian, kehidupan masyarakat pada umumnya mengalami perubahan baik
secara cepat maupun secara lambat. Perubahan tersebut terjadi dikarenakan adanya
faktor penunjang dan mempengaruhi setiap individu di dalam masyarakat tersebut7
Selama 42 tahun ini juga terlihat kehidupan masyarakat semakin banyak
perubahan ke arah yang lebih baik. Pertanian karet Rakyat di Desa Rumah Sumbul ini .
Tahun 1995 sebagai akhir dari penelitian ini karena pada masa ini beralihnya
pertanian karet rakyat ke kelapa sawit. Dengan adanya perubahan pola mata
pencarian, kehidupan masyarakat pada umumnya mengalami perubahan baik secara
cepat maupun secara lambat. Selama 42 tahun telah terjadi perubahan yang banyak
pada kehidupan petani karet di desa ini, seperti jumlah masyarakat yang menanam
karet, lahan yang digunakan,sistem permodalan, pemasaran yang semakin
terorganisir serta peralihannya ke kelapa sawit.
7
ternyata banyak sekali membawa dampak yang besar bagi kehidupan masyarakat di
desa ini. Pertanian karet mampumenaikkan pendapatan Masyarakat Desa Rumah
Sumbul. Dengan semakin meningkatnya pendapatan masyarakat Desa Rumah
Sumbul dan meningkatnya taraf hidup masyarakat sehingga muncul keinginan untuk
meningkatkan pendidikan bagi anak anak mereka, dantingginya kesadaran mereka
dalam sarana sosial, seperti perbaikan rumah, perbaikan tempat ibadah, bergotong
royong membangun jalan, dan dibukanya sekolah sekolah. Terjadinya perubahan
pada bidang pendidikan, pola hidup, dan terhadap lingkungan dan pembangunan
desa.Oleh sebabitu penelitian yang berjudul “Pertanian Karet Rakyat di Desa
Rumah Sumbul Kecamatan STM Hulu Kabupaten Deli Serdang(1953-1995)”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat di ungkapkan permasalahan
dalam penelitian ini. Adapun perumusan masalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengapa masyarakat Desa Rumah Sumbul bertani karet?
2. Bagaimana perkembangan pertanian karet rakyat di Desa Rumah Sumbul
selama 1953-1995?
3. Bagaimana pengaruh pertanian karet rakyat terhadap kehidupan petani di
Desa Rumah Sumbul 1953-1995?
4. Mengapa sejak awal tahun 1990-anpertanian masyarakat Desa Rumah
Sumbul beralih dari karet ke kelapa sawit?
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah :
1. Menjelaskan alasan masyarakat Desa Rumah Sumbul bertani karet.
2. Menjelaskan perkembangan pertanian karet rakyat di Desa Rumah Sumbul
selama 1953-1995
3. Menjelaskan pengaruh pertanian karet rakyat terhadap petani di Desa Rumah
Sumbul
4. Menjelaskan peralihan pertanian masyarakat Desa Rumah Sumbul dari karet
ke kelapa sawit sejak awal 1990-an.
1.4 Manfaat Penulisan
Penulisan ini setidaknya dapat memberikan manfaat secara praktis dan
akademis bagi pembaca untuk beberapa hal antara lain:
1. Menambah pengetahuan tentang perekonomian petani karet di Desa
Rumah Sumbul sebagai sumber penghasil karet di Sumatra Utara.
2. Sebagai perbandingan dan masukan bagi penulisan yang berkaitan
dengan kehidupan petani karet di masa yang akan datang.
3. Sebagai pengembangan ilmu dan pembaca untuk mengembangkan ilmu
selanjutnya dan dapat memberikan perbendaharaan penulisan sejarah
pertanian Indonesia, khususnya pertanian daerah.
1.5 Tinjauan Pustaka
Tinjauan Pustaka atau kajian teori mempunyai arti: peninjauan kembali
suatu tinjauan pustaka berfungsi sebagai peninjauan kembali (review) pustaka
(laporan penelitian, dan sebagainya) tentang masalah yang berkaitan tidak selalu
harus tepat identik dengan bidang permasalahan yang dihadapi tetapi termasuk pula
yang seiring dan berkaitan (collateral).Adapun tinjauan pustaka yang penulis
kumpulkan dalam hal membentuk kerangka pemikiran tentang perkaretan karet
rakyat yakni:
Dalam buku yang ditulis oleh Tim Penulis Penebar Swadaya (1993) , “
Karet:Strategi Pemasaran Tahun 2000 Budidaya dan Pengolahan yang ditulis”,
menjelaskan tentang sejarah karet Indonesia, budi daya dan pengolahan karet, dan
pemasaran karet alam di Indonesia dan dunia. Buku ini membantu penulis untuk
menjelaskan sejarah karet Indonesia, manfaat karet, pemasaran karet di Indonesia,
dan cara membudidayakan karet.
Tesis S-2,PertanianKaret Rakyat di Sumatra Timur(1865-1942) yang ditulis
oleh Edi Sumarno menjelaskan tentang keberadaan karet di Sumatera Timur tempo
dulu dan perkembanganya. Tesis ini membantu penulis sebagai acuan dan pedoman
dalam hal memahami perkembangan karet Ficus dan karet Hevea Brasiliensis di
Sumatera Timur dimana karet Ficus sudah terlebih dahulu berada di Sumatera Timur
lewat hutan yang terdapat di Wilayah Simalungun, namun setelah keberadaan karet
Hevea Brasiliensis pada tahun 1902 di Sumatera Timur lewat perkebunan swasta
investor asing mengakibatkan karet Ficus kalah bersaing dan hilang dari peredaran
dipertahankan sebagai pertanian komersial di Sumatra Utara. Tesis ini juga membantu
penulis memahami letak penyebaran perkebunan karet di Sumatera Timur yakni
dibagi menjadi dua Cultuurgebied dan Bengkalis.Dimana Penyebaran perkebunan
karet lebih di konsentrasikan di wilayah Cultuurgebied yang merupakan wilayah
dengan tanah subur dan cocok dengan suhu tanaman karet. Salah satu wilayah
cultuurgebied yakni Deli Serdang, letak wilayah ini menjadi area penelitian penulis
yakni Desa Rumah Sumbul. Tesis ini juga membantu penulis dalam hal mengetahui
peran Deli Spoorweg Matschappij sebagai kereta api yang membantu pengangkutan
dan pemasaran produksi karet di area wilayah Bangun Purba dimana Bangun Purba
adalah salah satu pusat pasar yang memiliki peran sebagai jual beli hasil pertanian
masyarakat desa terkusus Petani Desa Rumah Sumbul.
Buku pendukung lainya seperti Prosiding Konperensi Nasional karet 1986
Medan, Indonesia 25-27 November 1986 volume I,II,III yang ditulis oleh Balai
Penelitian Perkebunan Sungai Putih Pusat Nasional Penelitian Perkaretan. Buku ini
menerangkan masalah yang dihadapi industri industri karet Indonesia dan perkebunan
karet Negara, Swasta begitu juga dengan karet rakyat sebelum tahun 1986 khususnya
di Sumatra Utara . Buku ini membantu penulis dalam hal memahami keterpurukan
ekonomi petani karet dikarenakan harga karet rakyat sangat rendah dibandingkan
perkaretan yang di kelola oleh pihak perkebunan, karena sistem pembudidayaan karet
rakyat jauh diambang standar, pengelolahan budidaya dan produksi karet rakyat di
lebih ditelantarkan pemupukanya begitu saja, tidak adanya peremajaan tanaman
melalui klon unggulan berupa karet okulasi, sistem penanaman karet lebih cenderung
asal asalan tidak memakai dan menggunakan jarak yang sesuai dalam pembudidayaan
karet yang menyebabkan harga karet rakyat rendah, mutu tidak berkualitas, dan
produksi karet yang minim.
Buku pendukung lainya seperti Karet : Kajian Sosial Ekonomi, yang ditulis
Mubyarto. Buku ini menjelaskan tentang dampak karet terhadap sosial dan ekonomi
bagi masyarakat yang menghidupi karet maupun mereka yang berada di sekitar
keberadaan karet tersebut. Buku ini membantu penulis dalam menjelaskan konsep
konsep dan teori teori yang diperoleh penulis lewat buku ini, dimana petani karet
rakyat mempertahankan karet dengan prilaku yang sangat minim dalam
pembudidayaan yang baik dan terdapat nilai nilai sosial masyarakat lewat pertanian
karet rakyat terkhusus.
Buku Kelapa Sawit Budi Daya Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analisis
Usaha dan Pemasaran yang ditulis oleh Yan Fauzi, Yustina Erna Widyastuti, Imaan
Satyawibawa, Rudi Hartono menjelaskan tentang bagaimana budi daya sawit dan
analisis usaha dan pemasaran. Buku ini membantu penulis dalam mengetahui Budi
daya dan produksi kelapa sawit.
Tesis S-2,Faktor Faktor yang Mempengaruhi Masyarakat Mengkonversi
Lahan Karet Menjadi Lahan Kelapa Sawit Di Kabupaten Asahan, yang ditulis oleh
semula bertani karet menjadi bertani kelapa sawit. Tesis ini membantu penulis
sebagai pedoman dalam mengerjakan penelitian ini, dimana ada kesamaan faktor
peralihan pertanian karet ke kelapa sawit, seperti yang dimuat dalam tesis ini yakni
adanya empat faktor suatu masyarakat beralih dari pertanian satu ke pertanian yang
lainnya yakni: pendidikan petani, minat petani, pendapatan petani, dan kemampuan
menabung petani.
1.6 Metode Penelitian
Metode Penelitian adalah suatu hal penting yang tidak terpisahkan dari suatu
petunjuk teknis metode penelitian sejarah lazim juga disebut metode sejarah. Metode
sejarah adalah suatu proses yang benar berupa aturan aturan yang dirancang untuk
membantu dengan efektif dalam mendapatkan kebenaran suatu sejarah. Adapun
metode sejarah terbagi dalam empat langkah antara lain heuristik, kritik sumber,
interprentasi, dan historiografi atau penulisan sejarah.
Pertama yaitu heuristik (pengumpulan sumber) untuk mendapatkan data yang
terkait dengan objek penelitian. Dalam hal ini penulis telah menggunakan metode
library research(penelitian kepustakaan) dan field research(penelitian lapangan)
untuk mendapatkan baik sumber primer maupun sumber sekunder.Suatu prinsip yang
harus dipegang oleh penulis dalam heuristik, yaitu sejarawan dahulu mencari sumber
primer.Sumber primer disini berarti sumber yang disampaikan oleh pihak yang
mengalami langsung maupun menyaksikan suatu peristiwa.Penulis juga telah
bernama Sadam Ginting. Di samping itu telah ditelusuri di berbagai perpustakaan
yang ada di Kota Medan seperti Perpustakaan USU(Universitas Sumatera Utara),
Perpustakaan Unimed(Universitas Negeri Medan), Perpustakaan Daerah dan Balai
Penelitian Pertanian Sei Putih.
Adapun sumber lisan, telah diperoleh melalui teknik wawancara dengan
pelaku peristiwa atau saksi mata, seperti wawancara dengan Beras Barus sebagai
pelaku yang menanam pertama tanaman komersial karet di lahannya. Wawancara
dengan Murni br Sitepu sebagai agen karet dan tokoh yang berpengaruh dalam
beralihnya pertanian karet ke kelapa sawit, Tolap Tarigan sebagai buruh pengangkut
hasil produksi pertanian dari lahan petani ke penjualan hasil pertanian, dan Kueh
Saragihsebagai agen getah pada waktu itu. Penulis menggunakan kebanyakan
sumber sekunder yang digunakan. Dalam langkah yang pertama ini penulis telah
mendapatkan karya tulis dengan cara penelitian kepustakaan dan penulis juga telah
mendapatkan data dari orang sekitar dengan cara penelitian lapangan di Desa Rumah
Sumbul.
Langkah kedua yaitu kritik sumber (verifikasi).Setelah sumber sejarah
terkumpul maka dilanjutkan dengan tahapan kritik sumber untuk memperoleh
keabsahan/keaslian sumber atau data yang di dapat.Penulis telah melakukan kritik
sumber atau menyeleksi terhadap sumber sumber melalui kritik intern dan kritik
ekstern.Kritik intern menelaah dan memverifikasi kebenaran isi baik yang bersifat
adalah kritik yang diberikan terhadap aspek luar dari sumber sejarah dengan cara
telahmelakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek luar dari sumber
sejarah. Dalam tahap kedua ini penulis telahmemverifikasi data berupa buku dan tesis
mengenai karet atau informan tentang karet rakyat yang penulis telah peroleh dari
masyarakat sekitar.Sebagai ilustrasi, penulis menemukan keganjilan informasi dari
wawancara, yaitu salah satu pihak informan membenarkan bahwa salah satu dari
keluarganya merupakan tokoh yang menjadi kepala desa pertama di Desa Rumah
Sumbul.Akan tetapi setelah dilakukan penelusuran dan pengkajian lebih dalam
melalui wawancara terhadap informan-informan lainnya dengan pertanyaan inti
mengenai kepala desa ternyata ada kesalahan informasi.Ternyata yang menjadi kepala
desa pertama di Desa Rumah Sumbul adalah keluarga yang berstatus Marga Barus,
bukan dari kalangan marga lainnya.
Langkah ketiga yaitu interpretasi untuk menganalisis terhadap hasil dari
kritik sumber. Interpretasi bertujuan untuk menghilangkan kesubjektifitasan sumber
walaupun sebenarnya hal ini tidak dapat dihilangkan secara total.
Langkah keempat yaitu Historiografi, tahap ini penulis telah menyajikan