• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Makna Simbolik Torii (Pintu Gerbang) pada Kuil Shinto Itsukushima

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Makna Simbolik Torii (Pintu Gerbang) pada Kuil Shinto Itsukushima"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Jepang merupakan salah satu negara yang mempunyai bermacam-macam

kebudayaan. Meskipun peradaban Jepang kuno sebagian dibangun diatas

budaya-budaya yang diperkenalkan dari daratan Asia, selama 1000 tahun

terakhir bangsa Jepang telah menyerap unsur-unsur budaya ini dan

menciptakan kembali menjadi budaya sendiri

Sepanjang sejarahnya Jepang telah menyerap banyak gagasan dari

negara-negara lain, diantaranya adalah teknologi, adat-istiadat, dan bentuk-bentuk

pengungkapan kebudayaan lainnya. Jepang telah mengembangkan

kebudayaan yang unik sambil mengintegrasikan masukan-masukan dari luar

itu. Kita dapat melihat bahwa gaya hidup orang Jepang dewasa ini merupakan

perpaduan budaya tradisional dibawah pengaruh Asia dan budaya modren

barat. Keanekaragaaman kebudayaan Jepang juga dapat dilihat dari cara hidup

masyarakatnya. Tetapi diantara keanekaragaman tersebut, kepercayaan atau

agama Shinto yang hanya akan ditemukan di Jepang.

Shinto pada mulanya merupakan kepercayaan yang muncul dengan

(2)

alam semesta di diami oleh banyak dewa. Di dalam agama Shinto

mengandung kepercayaan bahwa kepulauan dan bangsa Jepang berasal dari

Amaterasu Omi Kami yaitu dewa leluhur tertinggi bangsa Jepang.

Shinto di kategorikan sebagai agama yang terbentuk di dalam masyarakat

primitif Jepang. Di mulai dari zaman Yayoi dengan munculnya petani yang

mengerjakan sawahnya secara menetap di daratan yang relatif agak tinggi,

maka terbentuklah kelompok masyarakat. Kelompok ini mulai

menyelenggarakan ritual-ritual yang bertujuan untuk mengharapkan panen

padi yang melimpah.

Karena pengaruh agama Shinto yang besar di Jepang membuat agama

Shinto pernah diproklamirkan menjadi agama nasional bangsa Jepang dan

sekaligus sistem politis yang bersifat religius yang mengendalikan bangsa

Jepang selama 80 tahun (1868-1945) dari masa modernisasi Meiji sampai

Perang Dunia II yang kemudian lebih terkenal dengan kokka shinto (Shinto

negara).

Kegiatan ibadah agama Shinto berlangsung di kuil yang disebut jinja,

yaitu tempat peribadatan yang berfungsi untuk melakukan pemujaan terhadap

dewa ataupun juga dapat digunakan sebagai tempat upacara lain. Kuil Shinto

atau jinja juga dikunjungi pada perayaan atau festival yang diadakan

berdasarkan kalender Shinto. Salah satu kuil Shinto yang ada di Jepang adalah

kuil Itsukushima. Kuil Itsukushima merupakan kuil Shinto yang terletak di

pulau Itsukushima (pulau Miyajima) prefektur Hiroshima. Kuil ini didirikan

(3)

sehingga tampak mengapung dan terpisah dari tanah karena air dianggap

elemen suci, sedangkan tanah dianggap elemen yang kotor. Selain itu, untuk

memasuki kuil juga harus mencuci tangan dan mulut dengan air. Ini adalah

cara memurnikan diri sebelum berdoa kepada dewa. Alasan ini juga yang

menggambarkan kekotoran tidak boleh masuk. Termasuk wanita hamil, orang

yang kerabatnya meninggal sebelum 1 tahun, dan orang yang sudah tua renta.

Kuil Itsukushima memiliki pintu gerbang tradisional atau torii yang sangat

terkenal. Torii atau pintu gerbang tradisional yang sering ditemukan di pintu

masuk kuil Shinto. Torii ini memiliki tinggi 16 meter dengan warna orange

menyala merupakan ciri khas kuil Itsukushima. Torii juga dibangun diatas air

dengan alasan yang sama, yaitu memisahkannya dari tanah. Torii dianggap

sebagai pembatas antara kawasan tempat tinggal dewa dengan manusia. Torii

terlihat mengambang di tengah laut ketika air pasang, tetapi bisa dicapai

dengan berjalan kaki ketika air surut. Berdasarkan catatan kuno yang ditulis

tahun 992, torii pertama kali ada pada pertengahan periode Heian. Torii batu

pertama yang dibangun yaitu pada abad ke 12 di kuil Hachiman di Yamagata

prefektur. Torii kayu tertua adalah Ryoubu di Kubo Hachiman Shrine di

Yamanashi prefektur di bangun pada 1535. Bangunan torii di kuil Itsukushima

telah ada sejak tahun 1168, tetapi torii yang ada sekarang merupakan

bangunan tahun 1875.

Pada umumnya bangunan Torii terdiri dari dua batang tiang yang

menopang dua batang palang yang berada di bagian atas bangunan. Palang

(4)

dan palang Shimagi, sedangkan palang bagian bawah disebut Nuki.

Torii ada yang memiliki papan nama yang disebut Gakuzuka yang berada di

antara palang Shimaki dan palang Nuki. Dilihat dari bentuknya, Torii secara

garis besar dibagi menjadi dua bentuk: bentuk Shinmei (shinmei torii) dan

bentuk Myōjin(myōjin torii) yang merupakan bentuk dasar dari berbagai jenis

bentuk Torii.

Torii yang didirikan di kuil Shinto banyak yang merupakan sumbangan

dari pengikut kuil tersebut, sehingga bentuk torii juga tergantung pada selera

orang yang menyumbang.Torii juga dipakai untuk menunjukkan kaitan antara

kuil Shinto yang sejenis, misalnya torii bentuk Yasukuni terdapat di

sedangkan torii bentuk Sannō terdapat di

Bila kita mengikuti perjalanan sejarah kuil Itsukushima terutama tentang

torii hingga saat ini, ternyata torii memiliki peranan yang penting dalam setiap

kuil Shinto. Selain itu torii mempunyai ciri khas tertentu dibandingkan dengan

pintu gerbang tradisional lain. Inilah yang memotivasi penulis untuk

membahas tentang “ Analisis Makna Simbolik dari Torii (Pintu Gerbang)

(5)

1.2 Rumusan Masalah

Shinto adalah agama asli bangsa Jepang dan hanya akan ditemukan di

di Jepang. Proses terbentuknya, bentuk-bentuk upacara keagamaan maupun

ajaran-ajarannya memperlihatkan perkembangan yang sangat ruwet. Banyak

istilah-istilah dalam agama Shinto yang sukar dialih bahasakan dengan tepat

ke dalam bahasa lainnya. Kata-kata Shinto sendiri sebenarnya berasal dari

bahasa China yang berarti “jalan para dewa”, “pemujaan para dewa”,

“pengajaran para dewa”, atau “agama para dewa”. Dan nama Shinto itu sendiri

baru dipergunakan untuk pertama kalinya untuk menyebutkan agama asli

bangsa Jepang ketika agama Budha dan agama Konfusius (Tiongkok) sudah

memasuki Jepang pada abad keenam masehi.

Tempat ibadah agama Shinto disebut kuil atau Jinja. Beberapa kuil

mungkin hanya memiliki 1 torii atau pintu gerbang. Torii juga dapat berdiri

jauh dari kuil atau bahkan menandai batas wilayah kuil. Pada kuil Shinto

itsukushima, torii atau pintu gerbang dibangun jauh dari daratan. Di

maksudkan untuk memberi batas antara tempat suci dengan tempat tinggal

manusia. Torii dengan warna merah menyala seakan terlihat mengambang di

atas laut.

Berdasarkan latar belakang tema “Analisis Makna Simbolik dari Torii

(Pintu Gerbang) kuil shinto Itsukushima, maka penulis mengangkat

permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian skripsi ini, yaitu:

1. Bagaimana bentuk-bentuk torii di Jepang.?

(6)

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Dari permasalahan yang ada, perlu adanya ruang lingkup dalam

pembahasan masalah tersebut. Hal ini bertujuan agar penelitian ini tidak

menjadi luas dan tetap terfokus pada masalah yang ingin diteliti.

Begitu besarnya hubungaan antara kuil Shinto Itsukushima dengan torii,

sehingga penulis termotivasi untuk mengetahui makna simbolik yang

terkandung pada torii. Agar penjelasan di dalam pembahasan ini menjadi jelas

dan memiliki akurasi data yang tepat dan objektif, maka penulis juga

menjelaskan mengenai Shinto, Ritual Shinto,Kuil Shinto dan Bentuk-bentuk

torii.

1.4 Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Teori

1.

Tinjauan Pustaka

Kebudayaan adalah keseluruhan dari kelakuan dan hasil kelakuan

manusia yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatkan dengan

belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat

(1979:193) dalam Rafiek (2003:7).

Pertumbuhan dan perkembangan agama serta kebudayaan jepang

memang memperlihatkan kecenderungan yang asimilasi. Asimilasi adalah

proses sosial yang timbul bila ada golongan-golongan manusia dengan

latar belakang kebudayaan yang berbeda, saling bergaul secara intensif

(7)

kebudayaan tadi berubah sifatnya yang khas, menjadi kebudayaan

campuran (Hariyono,2006: 67).

Sejarah Jepang memperlihatkan bahwa negara ini telah menerima

berbagai macam pengaruh baik kultural maupun spiritual dari luar. Semua

pengaruh itu tidak menghilangkan tradisi asli, dengan pengaruh-pengaruh

dari luar tersebut justru memperkaya kehidupan spiritual bangsa Jepang.

Antara tradisi-tradisi asli dengan pengaruh-pengaruh dari luar senantiasa

dipadukan menjadi suatu bentuk tradisi baru yang jenisnya hampir sama.

Dan dalam proses perpaduan itu yang terjadi bukanlah pertentangan atau

kekacauan nilai, melainkan suatu kelansungan dan kelanjutan.

Dalam buku “Jepang Sebuah Pedoman Saku”(Kedutaan Besar

Jepang, 1985:14) Shinto bertahan dalam bentuk kepercayaan, kekuasaan/

adat istiadat tradisional dan dalam praktek-praktek seperti sembayang

perorangan dan berbagai upacara serta perayaan. Shinto mencakup agama

dan falsafah pribumi. Dalam periode Meiji (1868-1912) pemerintah

mempergunakan Shinto untuk menjadi sistem kekaisaran dan sempat

disebut agama negara.

Kata Shinto berasal dari 2 huruf kanji, yaitu shin dan to. Shin

berarti dewa dan to berarti jalan. Jadi secara harafiah Shinto diartikan

sebagai “jalan para dewa”(Ono,1998:2). Shinto berbeda dengan agama

lainnya karena Shinto tidak memiliki pendiri dan tidak memiliki kitab suci.

Penganut agama Shinto percaya dengan keberadaaan roh leluhur dan

(8)

Dalam agama Shinto yang merupakan perpaduan antara faham

serba jiwa (animisme) dengan pemujaan terhadap gejala-gejala alam

mempercayai bahwa semua benda baik yang hidup maupun mati dianggap

memiliki roh atau spirit, bahkan kadang dianggap memiliki kemampuan

untuk berbicara, memiliki daya kekuasaan yang berpengaruh terhadap

kehidupan mereka.

Hubungan antar manusia dengan roh menurut ajaran Shinto

memang tidak terlepas, karena di dalam konsep ajaran Shinto

diberitahukan bagaimana harusnya manusia yang berbudi luhur

berperilaku, agar apabila ia mati dimasukkan ke dalam golongan Kami

atau roh-roh yang baik (Sinaga,1994:133)

2.

Kerangka Teori

Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan teori semiotik.

Menurut Pradopo (2001:7) semiotik adalah ilmu tanda-tanda. yang

menganggap bahwa fenomena sosial/ masyarakat dan kebudayaan itu

merupakan tanda-tanda yang mempunyai arti. Tanda adalah sesuatu yang

mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman, pikiran,

perasaan dan gagasan. Tanda dan lambang akan menghasilkan arti. Karena

itu dalam pembahasan ini mencakup teori tanda/ semiotik semantik yaitu

ilmu tanda yang berhubungan dengan makna. Makna adalah isi

komunikasi yang membuahkan informasi tertentu.

Dalam hal ini penulis menganalisis makna simbolik dalam

(9)

dihubungkan dengan pendekatan semiotika untuk menjabarkan

tanda-tanda dan kandungan arti yang terdapat dalam torii. Tanda dan arti akan

menjelaskan kondisi kehidupan sosial religi pada masyarakat Jepang.

Karena dalam kehidupan manusia dipenuhi tanda, dengan

perantara tanda-tanda manusia dapat berkomunikasi dengan sesamanya,

sekaligus mengadakan yang lebih baik terhadap dunia. Sehingga dengan

pendekatan semiotik penulis dapat menginterpretasikan segala tanda yang

berhubungan dengan torii.

Dalam penelitian ini juga, penulis menggunakan teori tentang

simbolik berdasarkan religi Shintoisme terhadap objek. Karena

kebudayaan mengacu pada penciptaan dan penggunaan simbol. Simbol

membuat perbedaan antara jalan hidup orang atau kelompok dalam suatu

masa atau kemanusiaan secara umum. Simbol menghantarkan atau

manyampaikan gagasan manusia yang diciptakannya dari dan untuk

masyarakat untuk menjalani hidup dengan memanfaatkan sumber-sumber

dalam lingkungannya.

Konsep religi menurut Koentjaraningrat (1974:13) dalam skripsi

Aminullah gea (2012:13) adalah sistem kepercayaan yang mengandung

keyakinan dan bertujuan mencari hubungan antara manusia dengan Tuhan,

(10)

1.5 Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penulis

merangkum tujuan dari penelitian sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk torii di Jepang

2. Untuk mengetahui unsur-unsur pendukung torii kuil shinto

itsukushima

2. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penilitian ini adalah:

1. Bagi peneliti dan pembaca, dapat menambah wawasan mengenai torii

pada kuil shinto itsukushima

2. Bagi pembaca, dapat menambah bahan bacaan dan sumber penelitian

untuk Depatremen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Sumatera Utara

1.6. Metode Penelitian

Dalam penelitian sangat dibutuhkan metode penelitian sebagai bahan

penunjang dalam penulisan. Di dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan

(11)

Metode penelitian kualitatif pada hakekatnya ialah mengamati orang

dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami

bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya dengan tujuan

mengumpulkan data yang banyak (Nasution, 1996:5). Metode transkriptif adalah

metode yang dilakukan dengan cara menerjemahkan bahasa yang berbahasa

inggris kedalam bahasa Indonesia.

Teknik pengumpulkan data menggunakan metode kepustakaan (library

reseach) yaitu penelitian yang dilakukan dengan membaca dan mengumpulkan

data yang berkaitan dengan topik permasalahan. Sumber-sumber kepustakaan

tersebut bersumber dari buku, hasil-hasil penelitian (skripsi), artikel-artikel dan

sumber-sumber lainnya yang terdapat di internet.

Menurut Sutrisno, Hadi (1991: 43) ada 3 pedoman untuk pemilihan daftar

pustaka yaitu: relevans, kemutakhiran dan adekuasi. yang dimaksud dengan

relevansi adalah keterkaitan atau kegayuhan yang erat dengan masalah penelitian.

Kemutakhiran adalah sumber-sumber pustaka yang terbaru untuk menghindari

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian yang telah dilakukan, berdasarkan Promethee II maka didapatkan posisi peringkat dari ketiga bank syariah di kota Yogyakarta berdasarkan kriteria- kriteria

Here we report that mycophenolic acid, the active metabolite of the immunosuppressive agent mycophenolate mofetil and ribavirin, at concen- trations that have as such little or

tentang anggota tubuh (manusia, hewan, tumbuhan) dan fungsinya, serta sistem pernapasan 4.1 Mengamati, mengolah, dan menyajikan teks laporan buku tentang makanan dan rantai

The digitization of large objects and larger sites where it also UAV technology was needed, ensures external contractor STUDIO 727. The documenting of smaller

Sehubungan dengan itu kami mohon kesediaan Bapak/Ibu Kepala Sekolah menugaskan guru mata pelajaran Geografi untuk mengikuti kegiatan MGMP Geografi yang dilaksanakan pada

Even more than proving the ability of the integration of TLS and UAV photogrammetry to achieve a multi- source and multi-scale whole model of a village, the

[r]

 Guru meminta siswa berdiskusi untuk mengidentifikasi pengertian, karakteristik, komponen dan contoh gejala alam biotik dan abiotik  Siswa melakukan diskusi dan