• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh penambahan level asap cair terhadap kualitas otot pectoralis profundus, semitendinosus dan Longissimus dorsi pada daging kuda Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh penambahan level asap cair terhadap kualitas otot pectoralis profundus, semitendinosus dan Longissimus dorsi pada daging kuda Chapter III V"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Bahan dan Alat

Bahan yang akan digunakan adalah daging kuda umur1-2 tahun jenis

kelamin jantan sebanyak 3 ekor dan akan diambil 3 bagian otot yaitu Longissimus

dorsi, Semitendinosus, dan Pectoralis profundus, asap cair 10%, plastik klip,

tissue, kertas label, tali rafia.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, baskom,

timbangan analitik, CD-shear force, water bath dan talenan

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2015 di

Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Sumatera

Utara dan lokasi pengambilan sampel di RPH Siborong-borong

Metode Penelitian

Rancangan penelitian menggunakan metode RAL pola faktorial 3 x 5

dengan 3 kali ulangan. Faktor-faktor yang diteliti adalah

Faktor A (Jenis otot): Faktor B (Level asap cair) :

A1 : Longissimus dorsi, B1 : Penambahan asap cair 0%

A2 : Semitendinosus, B2 : Penambahan asap cair 0,5%

A3 : Pectoralis profundus, B3 : Penambahan asap cair 1,0%

B4 : Penambahan asap cair 1,5%

B5 : Penambahan asap cair 2%

(2)

Prosedur Penelitian

Perolehan sampel dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH)

Siborong-borong, yaitu otot Longissimus dorsi, Semitendinosus, Pectoralis profundus yang

mewakili otot empuk, sedang dan kurang empuk. Ketiga jenis otot yang

memasuki fase pascarigor dibagi menjadi lima bagian masing-masing seberat 200

g, kemudian ditambahkan 5 level asap cair pada masing-masing sampel setelah

itu lalu disimpan di lemari pendingin (20C) selama 3 hari. Kemudian dilakuka n pengukuran daya putus daging (daging masak), susut masak dan uji organoleptik

daging masak (keempukan awal, kebasahan, sisa residu dan flavor).

Prosedur penelitian (Soeparno,2005)meliputi beberapa tahap yang

disajikan secara sederhana pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Daging Asap Cair

Pembagian ke tiga jenis otot pascarigor menjadi lima bagian

masing-masing seberat 200 gr/

l

Penambahkan asap pada daging yang telah ditimbang dengan level

masing-masing 0, 0.5, 1, 1.5, dan 2 %

Daging yang telah diberi asap cair kemudian

dimasukkan kedalam lemari pendingin 2 – 5o C

dengan lama penyimpanan 3 hari

(3)

Analisis Sampel

1. Pengukuran Keempukan

Pengukuran keempukan dilakukan dengan dilakukan dengan menggunakan

alat CD Shear Force (Creozut dan Dumont dalam Abustam, 1993) pengukuran

dilakukan pada daging segar dan daging masak. Semakin rendah nilai daya putus

daging, menunjukkan daging tersebut semakin empuk, sebaliknya semakin tinggi

nilai daya putus daging maka semakin alot. Prosedur pengukuran keempukan

daging adalah :

a. Sampel dipotong dengan panjang 1 cm,diameter 1,27 cm

b. sampel dimasukkan pada lubang CD Shear Force

c. Sampel dipotong tegak lurus dengan serat daging

d. Perhitungan daya putus daging sesuai pembacaan pada CD Shear Force

dengan menggunakan rumus

Pengukuran susut masak berdasarkan Soeparno (2005) dilakukan pada

sampel daging yang mengalami pemasakan pada suhu 800C selama 30 menit Berat sebelum pengukusan - Berat sesudah Pengukusan

Susut masak = x 100%

Berat sebelum pengukusan

3. Pengukuran Flavour dan Aroma

Penilaian Flavor dan aroma daging masak pascarigor meliputi rasa,

(4)

s/d 6 (Metode yang disesuaikan di Labolatorium THT), dimana semakin tinggi

skor maka semakin positif terhadap penilaian yang dimaksud. Adapun deskpripsi

penilaian produk yang di amati dapat dilihat di bawah ini :

a). Flavour

1 2 3 4 5 6

Rasa daging Rasa asap

b). Aroma

1 2 3 4 5 6

Berbau Daging Berbau Asap

Analisis Data

Semua data diolah dengan analysis of variance (ANOVA) dilanjutkan uji

BNT jika terdapat perbedaan nyata berdasarkan (Gaspersz, 1991) dengan

menggunakan bantuan program SPSS.

Yijk = µ + αi +β j + (αβ)ij + €ij

Yijk = Nilai pengamatan daging kuda ke- k yang memperoleh penambahan asap cair ke-i dan lama penyimpanan ke-j.

µ = Nilai rata – rata umum

αi = Pengaruh jenis otot ke- i terhadap parameter yang diamati.

βj = Pengaruh level asap cair ke-j terhadap parameter yang diamati.

(αβ)ij = Pengaruh interaksi jenis otot ke –i dan level asap cair ke –j.

(5)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Susut Masak Daging

Nilai susut masak sebelum pengukusan pada daging dengan penambahan

asap cair dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 Nilai Susut masak sebelum pengukusan

Level Asap Cair P Profundus L Dorsi SemitendinosusRataan

Susut masak merupakan persentase berat daging yang hilang akibat

pemasakan dan merupakan fungsi dari waktu dan suhu pemasakan daging. Daging

dengan susut masak yang rendah mempunyai kualitas yang relatif lebih baik

daripada daging dengan persentase susut masak yang tinggi.Hal ini karena terjadi

kehilangan nutrisi selama proses pemasakan yang lebih sedikit. Dari hasil

penelitian terlihat bahwa bagian otot longissimus Dorsi dengan penambahan asap

cair 1% mengalami penyusutan yang lebih tinggidikarenakan pengaruh letak

anatomis bagian otot tersebut, dimana bagian otot yang paling banyak digerakkan

oleh ternak tersebut mengalami kealotan daging yang lebih keras dibandingkan

dengan otot yang jarang atau tidak sama sekali digerakkan oleh hewan ternak

tersebut.

Kemudian untuk melihat apakah ada pengaruh asap cair tersebut untuk

mempengaruhi nilai susut masak daging tersebut dapat kita lihat pada tabel 2 di

(6)

Tabel 2. Nilai Susut Masak Setelah Pengukusan

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa otot yang mengalami penyusutan

adalah bagian otot longissimus dorsi yang diberi perlakuan asap cair 1% .Hal ini

berkorelasi dengan letak anotomis otot pada tubuh hewan dimana bagian otot

yang mengalami pergerakan lebih sedikit akan menghasilkan keempukan daging

yang lebih lembut sedangkanbagian otot yang paling banyak bergerak

menghasilkan keempukan yang kurang. Otot yang terdapat pada bagian daging

tersebut telah mengalami perubahan yang cepat dalam hal penyerapan dan

pengurasan energi yang disimpan pada otot tersebut seperti pada otot

semitendinosus dan pectoralis profundus.

Nilai susut masak yang dihasilkan selanjutnya dikonversi dalam bentuk %

yang mana dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Hasil nilai susut masak (%)

Level Asap Cair P Profundus L Dorsi SemitendinosusRataan

Setelah dilakukan analisis keragaman Anova dua faktor tanpa ulangan

(7)

Tabel 4. Hasil Uji Anova Susut Masak

Semitendinosus 5 246.82 49.364 1.12733

Dari Tabel 4 tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa nilai F untuk level

pemberian asap cair terhadap kualitas daging kuda tidak berpengaruh secara

signifikan hal ini terlhat bahwa nilai F yang dihasilkan bernilai 0.249549 lebih

besardari nilai F kritis yang bernilai 3.8378 sementara untuk nilai F jenis otot

daging kuda tersebut memiliki nilai F kritis 4.4589.

Pengaruh jenis otot yang berbeda terhadap susut masak daging pascarigor

nilai susut masak otot Longissimus dorsi terlihat sangat nyata lebih rendah dari

pada jenis otot Semitendinosus dan otot Pectoralis profundus, sedangkan susut

masak otot Semitendinosus tidak berbeda nyata dari otot Pectoralis profundus.

Hal ini dikarenakan kemampuan mengikat air pada otot Longissimus dorsi yang

tinggi dibandingkan Semitendinosus dan Pectoralis profundus.

Susut masak juga dipengaruhi oleh pH daging, dimana kenaikan pH

daging akan menurunkan susut masak daging. Hal ini mendukung pendapat

Soeparno (2005) bahwa pada umumnya susut masak bervariasi.Sifat mekanik

daging termasuk susut masak merupakan indikasi dari sifat mekanik miofibril dan

(8)

Pada temperatur pemasakan 800 C, daging yang mengalami pemendekan dingin pada pH normal 5,4 - 5,8 menghasilkan susut masak yang lebih besar dari pada

susut masak daging regang dengan panjang serabut yang sama.

Adanya perbedaan kemampuan dari setiap jenis otot dalam mengikat air

dikarenakan adanya perbedaan solubilitas protein yang terdapat dalam setiap jenis

otot. Hal ini mendukung pendapat Lawrie (2003) bahwa kemampuan daging

dalam mengikat air dipengaruhi oleh protein yang ada dalam urat daging, faktor

diferensiasi intrinsik secara anatomis yaitu urat-urat daging yang dapat dibagi

menjadi urat daging merah dan putih atau yang kerjanya secara stabil.

Protein sarkoplasma merupakan protein larut air karena umumnya dapat

diekstrak oleh air dan larutan garam encer. Protein miofibril terdiri atas aktin dan

miosin, serta sejumlah kecil troponin dan aktinin. Protein jaringan ikat ini

memiliki sifat larut dalam larutan garam. Protein jaringan ikat merupakan fraksi

protein yang tidak larut, terdiri atas protein kolagen, elastin, dan retikulin terjadi

koagulasi dan menurunkan solubilitas atau daya kemampuan larutnya.

Keempukan

Tekstur daging merupakan suatu fungsi ukuran dari berkas berkas serat ke

dalam dimana septa perimisium dari tenunan pengikat membagi-bagi urat daging

secara longitudional. Urat daging yang disusun dengan pola kasar (diameter besar)

mempunyai tingkat pertumbuhan pasca lahir yang besar, demikian pula dengan

serabut yang berukuran kecil mempunyai pertumbuhan yang kecil. Ukuran

diameter serabut akan meningkat bersamaan dengan umur, sesuai dengan

pertumbuhan ternaknya, tetapi urat daging dengan tekstur halus tidak nampak

(9)

daging yang lebih kasar dibanding yang betina, demikian pula dengan hewan yang

berkerangka besar (Lawrie 1995).

Otot adalah penyusun utama daging, termasuk jaringan ikat, epitel, dan

jaringan syaraf serta jaringan lain yang terdapat di dalamotot(Aberle et al. 2001).

Otot dan jaringan ikat serta keberadaan lemak didalamnya merupakan penentu

karakteristik kualitatif dan kantitatif daging. Daging adalah semua jaringan hewan

dan produk hasil pengolahan jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta

tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Organ organ

seperti hati, ginjal, otak, paru-paru, jantung, limpa, pankreas, dan jaringan otot

termasuk dalam defenisi ini ( Soeparno 19992). Namun demikian dalam batasan

umum, yang dimaksud daging adalah urat daging yang dikonfersi menjadi daging

setelah hewan dipotong.

Keempukan sebagai salah satu hal yang sangat diperhatikan untuk

mengetahui apakah daging tersebut memiliki kualitas daging yang berkualitas

baik ataukah sebaliknya daging yang memiliki keempukan yang berkualitas baik

ditandai dengan seberapa besar tingkat kealotan daging tersebut dimana untuk

mendapatkan nilai keempukan daging yang diteliti di ukur dengan menggunakan

alat penetrometer adapun cara yang digunakan adalah dengan menghitung jumlah

perbandingan nilai daya putus sebelum dan sesudah pengukusan kemudian dibagi

daya putus sebelum pengukusan dikalikan dengan 100. Hasil yang diperoleh

(10)

Tabel 5. Hasil Pengukuran keempukan Sebelum Pengukusan

Dari Tabel 5 diatas dapat di lihat bahwa otot yang memiliki keempukan

paling lembut ditunjukkan pada bagian otot Pectoralis Profundus dengan jumlah

rataan yang didapatkan 330,533 kemudian disusul dengan otot semitendinosus

dan Longissimus Dorsi yaitu 328,533 dan 326,673 kemudian setelah dilakukan

pengukusan maka nilai susut masak yang dihasilkan adalah seperti yang terlihat

(11)

Tabel 6. Hasil Pengukuran keempukan Setelah Pengukusan

Dari tabel 6 diatas dapat kita lihat bahwa bagian otot yang mengalami nilai

keempukan yang paling baik adalah bagian otot longissismus dorsi dengan nilai

310,967 kemudian otot semitendinosus dan pectoralis profundus dengan nilai

305,366 dan 294,233. Hal ini diakibatkan oleh pengaruh asap cair setelah

pengukusan menyebabkan bagian otot tertentu mengalami pengaruh terhadap nilai

asap cair yang diberikan terutama pada bagian otot longissismus dorsi tersebut.

(12)

Tabel 7. Hasil Pengukuran keempukan Setelah Pengukusan

Setelah dilakukan perhitungan maka dengan uji keragaman atau uji Anova maka

nilai yang didapatkan adalah

Tabel 8. Hasil analisis Anova keempukan daging

SUMMARY SS d F P-Value F-Crit

Level Asap Cair 1539.944 4 1.886874396 0.138615 2.689628

Jenis Otot 3333.6457 2 8.169347777 0.001471 3.31583

Interaction 2013.9608 8 1.233840366 0.314036 2.266163

Galat (Error) 6121.01 30

Total 13008.5644 44

Dari hasil perhitungan tersebut terlihat bahwa nilai F yang dihasilkan lebih kecil

dari nilai F kritis sehingga level asap cair tidak meberikan pengaruh terhadap

kualitas keempukan daging kuda.Sementara jenis otot daging kuda tersebut

(13)

sebagai komponen utama daging terdiri atas berkas berkas otot atau fasikuli

(muscle bundle). Fasikuli ini tersusun dari serabut-serabut otot (muscle fiber),

sedangkan serabut otot tersusun dari banyak filamen dan disebut miofibril.

Miofibril tersusun dari banyak filament dan disebut miofilamen. Jaringan

ikat otot terdiri atas epimisium yang mengelilingi otot, perimisium terletak

diantara fasikuli otot, dan endomisium yang terdapat disekeliling sel atau serabut

otot. Endomisium yang mengelilingi otot,perimisium terletak diantara fasikuli otot

dan endomisium yang terdapat disekeliling sel atau serabut otot. Endomisium

melapisi membrane sel, ukurannnya sangat kecil, sering disebut retikuler

(Soeparno 1992).

Serat atau sel otot dicirikan bentuk panjang, silindris, dan bentuk inti

(multinucleat), dengan inti terdapat pada permukaan di bawah sarkolema. Setiap

sel mempunyai diameter sekitar 10-100 µm dengan panjang dapat mencapai

ukuran millimeter sampai centimeter. Umumnya daging dari ternak mempunyai

diameter antara 40- 60 µm. Serabut otot mempunyai bentuk silindris, meskipun

penampang melintang serabut biasanya polygonal atau bentuk tidak teratur

karena pengaruh tekanan oleh massa otot atau tekanan dari perimisium

sekelilingnya.

Secara kimiawi daging terdiri atas air, protein, lemak, karbohidrat,

mineral, asam nukleat dan bahan organik lainnya. Menurut Pearson dan Young

(1989) kandungan masing masing bahan tersebut secara umum adalah 75% air,

18-20% protein, 1 % karbohidrat, 0,5 – 1% (minimal) lemak,dam sekitar 3 -5%

(14)

Menurut Soeparno (1992) kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum

dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi

kualitas daging antara lain adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis

kelamin, umur, pakan termasuk bahan aditif (hormon, antibiotik, dan mineral),

dan stress. Sedangkan faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas

daging antara lain adalah metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan,

pH, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging, hormon dan antibiotik,

lemak intra muskuler atau marbling, metode penyimpanaan macam otot daging,

dan lokasi otot daging serta lokasi pada satu otot daging.

Karakteristik kualitas daging dipengaruhi oleh struktur daging, komposisi

kimia, interaksi antara komponen kimia, perubahan jaringan otot setelah

pemotongan, pengaruh stress atau lainnya sebelum pemotongan, penanganan

daging, pengolahan dan penyimpanan, jenis dan jumlah mikroba, dan pemasakan

daging (Miller 1994a). Namun demikian yang nyata pengaruhnya terhadap

kualitas daging setelah pemotongan adalah perubahan warna, kandungan lemak,

jaringan ikat, karakteristik serat otot, serta kondisi dan suhu penyimpanan

Faktor kualitas daging yang mempengaruhi penerimaan daging oleh

konsumen meliputi warna, keempukan dan tekstur, flavaor dan aroma, termasuk

bau dan cita rasa serta kesan jus daging (juiciness). Disamping itu lemak

intrmuskular susut masak (cooking loss), referensi cairan dan Ph, ikut

menentukan kualitas daging (Soeparno 1992).

Menurut Milller (1994b) bahwa persepsi warna daging, baik dalam

keadaan menah maiopun telah dimasa k, mempengaruhi tingkat penerimaan oleh

(15)

dalam setiap ternal, umur ternak, dan kondisi penganganan dan penyimpanan

.Namun demikian warna daging pada dasarnya dipengaruhi oleh kandungan

mioglobin otot, suatu pigmen warna yang terdapat pada otot hewan. Peningkatan

kandungan mioglobin, meningkatkan intensitas warna dari warna keunguan

menjadi merah gelap.

Flavour/Rasa

Rasa seringkali diartikan sebagai citarasa atau sensasi rasa yang dihasilkan

suatu produk makanan tertentu termasuk daging hasil olahan seperti daging kuda

memiliki aroma dan rasa yang berbeda beda dapat dihasilkan tergantung dari

bahan dan cara pengolahan dan penanganan pasca dan sesudah pengolahan yang

dilakuan terhadap produk mentah tersebut, umunya memiliki rasa yang berbeda

beda antara produk yang satu terhadap produk hasil olahan dari daging hewan

lainnya. Asap cair sebagai pengawet sekaligus penambah cita rasa/aroma yang

dilakukan pada daging kuda ini memiliki pengaruh yang baik terhadap

pengawetan daging kuda yang dilakukan, hal ini dikarenakan pada perlakuan

daging dengan asap cair memungkinkan daging kuda yang mau diawetkan

memiliki kemampuan lebih awet dan tahan lama di simpan pada suatu kondisi dan

waktu tertentu lebih lama dibandingkan tanpa perlakuan apapun pada daging yang

sama, ini dikarenakan kandungan asap cair terdiri dari: Fenol, karbonil, senyawa

asam, dan senyawa Hidrokarbon Pirilosis Aromatis (HPA).

Jika dilihat dari unsur pembentuk asap cair tersebut senyawa asam seperti:

asam asetat, propinoat, butirat memiliki peran sebagai anti bakteri dan membentuk

(16)

olahan tersebut lebih tahan lama dan lebih awet untuk disimpan, namun suatu

produk tertentu yang digunakan untuk mengawetkan bahan yang akan digunakan

umumnya masih memiliki kekurangan, sama halnya dengan asap cair ini yang

memiliki senyawa HPA tersebut ternyata memiliki pengaruh buruk karena bersifat

karsinogen (Girard 1992).

Level asap cair yang digunakan pada perlakuan ini memiliki pengaruh

berbeda terhadap rasa yang akan dihasilkan oleh perlakuan daging kuda tersebut,

dimana semakin bertambahnya level asap cair semakin bertambah rasa asap dan

semakin berkurang rasa daging yang bisa dirasakan oleh indra pengecap daging

yang diasapi tersebut dan sebaliknya semakin berkurang level asap cair yang

digunakan maka semakin berkurang rasa asap dan semakin bertambah rasa daging

yang bisa dirasakan oleh indra pengecap. Level penambahan asap cair tertentu

dalam daging untuk proses pengawetan dan menghasilkan aroma yang diinginkan

pada suatu daging olahan memiliki level pemberian asap cair yang berbeda beda

pula, seperti dengan level penambahan asap cair pada penelitian ini menunjukkan

bahwa pada level 1% pemberian asap cair pada daging kuda memiliki pengaruh

yang cukup baik terhadap keempukan, susut masak dan aroma daging yang

dihasilkan.

Berikut hasil aroma yang didapatkan dengan melakukan metode survey terhadap

(17)

Tabel 9. Hasil Pengujian Rasa dengan Level Penambahan Asap Cair 1-2 %

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian asap cair pasa level 1 persen

memberikan pengaruh yang cukup baik digunakan untuk proses pengawetan

dalam daging kuda hasil olahan tersebut.

Aroma

Aroma yang dihasilkan setelah suatu bahan mentah diolah menjadi produk

makanan tertentu menjadi salah satu faktor yang ikut mempengaruhi konsumen

untuk membeli suatu produk sebelum mencicipinya, karena sebelum membeli

biasanya konsumen lebih tanggap hendak memilih produk yang akan di beli

dengan melakukan penciuman terhadap aroma yang dihasilkan oleh produk yang

hendak di beli oleh konsumen tersebut, bau amis suatu daging yang dihasilkan

daging tertentu sebelum dilakukan perlakuan menjadi kendala yang dihadapi oleh

pengolah daging yang hendak dijual kepada konsumen, dikarenakan bau amis

daging tertentu seperti daging : kambing, itik, kerbau, dan kuda kurang di senangi

oleh konsumen,sehingga di perlukan suatu perlakuan tertentu untuk mengurangi

bahkan bila memungkinkan untik menghilangkan bau amis yang terkandung di

dalam daging tersebut termasuk dengan perlakuan pemberian asap cair dengan

level yang berbeda terhadap daging kuda tersebut. Berikut hasil uji Aroma Daging

(18)

Tabel 10.Hasil Aroma Daging kuda level penambahan level asap cair 0-2 %

Level Asap Cair P Profundus L Dorsi Semitendinosus

Level Asap cair 0 % 13 13 12

Level Asap cair 0.5 % 14 20 12

Level Asap cair 1 % 16 16 18

Level Asap cair 1.5 % 33 25 17

Level Asap cair 2 % 29 31 27

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa daging kuda yang diberi level asap cair

1 % memberikan pengaruh yang baik terhadap keempukan, susut masak, rasa dan

(19)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemberian level asap cair 1-2% terhadap otot Longissimus dorsi,

Semitendinosus ,Pectoralis profundus kurang memberikan respon yang positif

terhadap kualitas otot daging tersebut,namun bagian otot tertentu memberikan

respon yang positif terhadap keempukan dan susut masak daging kuda tersebut.

Saran

Disarankan level penggunaan asap cair yang baik pada level 0-1%

sementara,jenis otot yang digunakan untuk memperoleh hasil yang signifikan

Gambar

Gambar 1.  Diagram Alir Pembuatan Daging Asap Cair
Tabel 1 Nilai Susut masak sebelum pengukusan
Tabel 2. Nilai Susut Masak Setelah Pengukusan
Tabel 4. Hasil Uji Anova Susut Masak  SUMMARY                              Count              Sum               Average           Variance
+6

Referensi

Dokumen terkait

Pada anak yang terjaring dalam penelitian, baik yang terinfeksi maupun tidak, diberikan pengobatan dengan albendazol 400 mg dosis tunggal dan dilakukan pengamatan pada

Mengetahui proses pembelajaran musik dengan media karpet piano pada anak usia 7-8 tahun di SDN Jurug, Sewon, Bantul1.

Oleh sebab itu, sebelum menggunakan 3D Pageflip Professional guru harus mendesain tampilan modul elektronik dengan sangat menarik agar dalam proses pembelajaran siswa merasa

So I said, ‘Can I think about it?’ and he nodded but told me not to take too long, because he didn’t want to be wasting time when we could be having fun.. Now I’m wondering what

Penerapan metode demonstrasi dapat meningkatkan hasil belajar geografi tentang sejarah pembentukan bumi pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Salem Kecamatan Salem Kabupaten

Didukung oleh para profesional yang handa l dan berpengalaman di bidang manajemen investasi dan reksa dana, kami memberikan komitmen penuh untuk menyediakan

attending , yaitu melatih konselor teman sebaya dalam memahami keterampilan komunikasi verbal dan nonverbal dalam melayani konseli, (2) empathizing , yaitu keterampilan

Dengan mengacu pada indeks adaptasi kegiatan pertambakan terhadap terjadinya Thunderstorm maka kondisi seperti ini sangat tidak diinginkan oleh petani tambak