FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PREMENSTRUAL SYNDROM PADA MAHASISWAD-IV
KEBIDANAN DI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN U’BUDIYAH BANDA ACEH
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi salah satu syarat Menyelesaikan Program Studi Diploma IV Kebidanan STIKes U Budiyah Banda Aceh‟
OLeh :
SITI DAMAYANTI NIM : 121010210134
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN U’BUDIYAH PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KEBIDANAN BANDA
ABSTRAK
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PREMENSTRUALSYNDROME PADA MAHASISWA D-IV
KEBIDANAN DI STIKESU’BUDIYAH TAHUN 2013 Siti Damayanti1, Arlayda2
x + 55 halaman: 10 Tabel, 2 Gambar dan 10 Lampiran
Latar Belakang: Prementrual Syndrom (PMS) adalah kombinasi gejala yang terjadi sebelum menstruasi dan menghilang dengan keluarnya darah menstruasi, serta dialami oleh banyak wanita sebelum atau setiap siklus menstruasi. Tingginya masalah PMS pada remaja akan berdampak pada produktivitasnya dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Gejala – gejala fisik, psikologis dan emosional yang sering dialami 23% wanita mengalami PMS. Masalah premenstrual syndrome (PMS ) ini dapat mencapai 85% dari seluruh populasi wanita usia reproduksi yang ada di Aceh, yang terdiri dari 60-75 % mengalami premenstrual syndrome (PMS) sedang, sedangkan yang mengalami Premenstual Syndrome berat 1,07 %-1,31 % dari jumlah penderita PreMenstruasi Syndrom datang kebagian kebidanan untuk konsultasi masalah yang selalu di alami saat PMS.
Tujuan Penelitian: Untuk Mengetahui Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Premenstrual Syndrom Pada Mahasiswi D-IV Di Stikes U budiyah‟ Banda Aceh Tahun 2013. Metode Penelitian: Penelitian bersifat analitik dengan populasi 54 mahasiswa D-IV Kebidanan, sampel dalam penelitian ini adalah 54 mahasiwa D-IV Kebidanan teknik pengambilan sampel adalah total sampling, cara pengumpulan data dengan cara membagikan kuesioner, penelitian ini telah dilaksanakan di Stikes U Budiyah Banda Aceh Tahun 2013‟
selama 7 hari, dari tanggal 5 sampai 12 februari 2014.
Hasil Penelitian: Hasil ujichi square squareibu yang mengalami Stres menunjukkan bahwa dari 33 responden (100%) yang mengalami stres yaitu sebanyak 19 responden (50,0%),dengan nilai (p=0,023), Pola Konsumsidari 33 responden (100%) yang mengalami masalah pola konsumsi yaitu sebanyak 19 responden (50,0%) ,dengan nilai (p=0,023), pola olahraga dari 33 responden (100%) yang melakukan olah raga secara rutin yaitu sebanyak 24 responden (72,7%) dengan nilai (P=0,056).
Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Stres dan pola konsumsi ada hubungannya dengan premenstrual syndrom, sedangkan pola olah raga tidak ada hubungannya dengan premenstrual syndrom. Disarankan kepada ibu agar dapat segera mencegah masalah prementrual syndrome dan dapat mengendalikan stres, pola makan, dan mengatur pola olahraga, dan kepada pihak kampus diharapkan bekerja sama dengan institusi kesehatan untuk memberikan penyuluhan tentang masalah prementrualsyndrome (PMS).
Kata Kunci Daftar Bacaan
: Stres, Pola Konsumsi, Dan Pola Olahraga : 20 buku, 6 situs internet
ABSTRACT
FACTORS RELATED TO PREMENSTRUAL SYNDROME IN MIDWIFERY STUDENTS IN D - IV STIKES U'BUDIYAH YEAR 2013
Siti Damayanti1 , Arlayda2
x + 55 pages : 10 Tables , 10 Figures and Appendix 2
Background : Prementrual Syndrom ( PMS ) is a combination of symptoms that occur before menstruation and disappear with the release of menstrual blood , as well as experienced by many women before or during each menstrual cycle . The high PMS problems in adolescents will have an impact on productivity in performing daily activities . Symptoms - physical symptoms , psychological and emotional that often experienced by 23 % of women experience PMS . Problem premenstrual syndrome ( PMS ) can reach 85 % of the entire population of women of reproductive age in Aceh , which consists of 60-75 % experience premenstrual syndrome ( PMS ) medium, while experiencing heavy Syndrome Premenstual 1.07 % -1 , 31 % of patients with premenstrual syndrome dating gets obstetrics for consultation on issues that have always experienced when PMS .
Objective: To Know Factors Associated With Premenstrual Syndrome In D - IV student Stikes U'budiyah In Banda Aceh Year 2013.
Methods : The study population is analytic with 54 student - IV D Midwifery , the samples in this study were 54 students of the D - IV Midwifery sampling technique is the total sampling , the data collected by distributing questionnaires , this study was conducted in Banda Stikes U'Budiyah Aceh in 2013 for 7 days , from 5 to 12 February 2014.
Results: The results of the chi squaresquare mothers who experience stress showed that of 33 respondents ( 100 % ) who experienced stress as many as 19 respondents ( 50.0 % ) , with values ( p = 0.023 ) , Pola Konsumsi dari 33 respondents ( 100 % ) were experiencing problems in consumption patterns as many as 19 respondents ( 50.0 % ) , with values ( p = 0.023 ) , exercise patterns of the 33 respondents ( 100 % ) who exercise regularly as many as 24 respondents ( 72.7 % ) with grades ( P = 0.056 ) .
Conclusion : Based on the results of this study concluded that stress and consumption patterns do with premenstrual syndrome , whereas the pattern of sports has nothing to do with premenstrual syndrome . It is suggested to the mother in order to immediately prevent problems prementrual syndrome and can control stress , diet , and set polaolahraga , and the campus is expected to collaborate with healthcare institutions to provide education on issues premenstrual syndrome ( PMS ) .
Keywords : Stress , Consumption Patterns , and Pattern Sports Reading list : 20 books , 6 internet sites
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT dengan berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul “FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUNGUNGAN DENGAN PREMENSTRUAL SYNDROME PADA MAHASISWA D-IV KEBIDANAN DI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN U’BUDIYAH BANDA ACEH TAHUN 2013 ”. Dalam penulisanskripsiini, peneliti banyak menerima bimbingan dan pengarahan dari ibu ARLAYDA ,SKM.MPH Selaku pembimbing yang selalu memberikan kritik dan saran, serta dari berbagai pihak, peneliti menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyusun skripsi ini, masih banyak
kekurangan-kekurangan yang ada. Kritik dan saran yang membangun, peneliti harapkan agar dapat memperbaiki skripsi ini dan pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:
1. Bapak Dedi Zefrijal, S.T selaku ketua Yayasan Pendidikan U budiyah Sekolah Tinggi ‟
Ilmu Kesehatan (Stikes) U budiyah Banda Aceh‟
2. Ibu Marniati, M.Kes selaku ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) U Budiyah‟
Banda Aceh
3. Raudhatun Nuzul. ZA, S.ST selaku ketua Prodi D-IV Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) U Budiyah Banda Aceh‟
4. Bapak Said usman, M.Kes selaku penguji I yang telah memberikan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.
5. Ibu Susanti, SKM, M.Kes selaku penguji II skripsi yang telah memberikan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.
6. Ayahanda (Dasuki) dan ibunda (Sri Hartati) serta seluruh anggota keluarga yang telah memberikan dorongan dan do a.‟
7. Teman-teman seangkatan (Dian Aliya, Samira Sri Ayunda, Mak ellita, Vera Mahdalena, Elva Nuriza, ibu hamil yusra dan seluruh teman-teman seangkatan lainya yang telah banyak membantu sehingga selesainya penulisan Skripsi ini.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini tidak lepas dari kesalahan baik dalam merangkai kata maupun dalam pengetikannya. Oleh karena itu, peneliti dengan lapang dada dan tangan terbuka menerima kritikan dan saran yang sifatnya membangun guna melengkapnya karya skripsi ini dan harapan penulis karya tulis yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya. Amin yarabbal „alami
Banda Aceh, Maret 2014 Peneliti
SITI DAMAYANTI
DAFTAR ISI A. Konsep Prementrual syndrome ( PMS )...12
B. Etiologi PMS...13
C. Gejala PMS...15
D. Tipe-tipe PMS...17
E. penanganan PMS...20
F. Pencegahan PMS...23
G. Faktor –faktor PMS...25
H. Kerangka tiori...30
B. Populasi dan Sampel...34
C. Tempat dan Waktu Penelitian...35
D. Pengumpulan data...35
E. Pengolahan dan Analisa Data...36
1. Pengelohan Data...36
2. Analisa Data...36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian...41
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulsn …... 55 B. Pembahasan ………... 55
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Gejala- gejala premenstrual syndrome………. 18
Tabel 2.2 Definisi Operasional ………. 34
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Distribusi Frekuensi Data Demografi Responden Berdasarkan Umur Di Stikes U budiyah‟
Banda Aceh Tahun 2013. ………. 42
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Distribusi Frekuensi PMS Pada
Mahasiswa D-IV Kebidanan di Stikes U Budiyah Banda Aceh‟
2013……….. 43
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Stress Pada Mahasiswa D-IV Kebidanan
Di Stikes U Budiyah Banda Aceh 2013...‟ 44
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Pola Konsumsi Pada Mahasiswa D-IV Kebidanan DiStikes U Budiyah Banda Aceh Tahun‟
2013... 45 Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Pola Olahraga Pada Mahasiswa D-IV
Kebidanan Di Stikes U Budiyah Banda AcehTahun2013...‟ 45 Tabel 4.6 Distribusi frekuensi Hubungan Stres dengan PMS
Pada Mahasiswa D-IV Kebidanan Di Stikes U Budiyah‟
Banda Aceh Tahun 2013 Banda Aceh Tahun 2013... 46
Tabel 4.7 Distribusi frekuensi Hubungan Pola Konsumsi dengan PMS Pada Mahasiswa D-IV Kebidanan Di Stikes
U Budiyah Banda Aceh Tahu 2013...‟ 47 Tabel 4.8 Distribusi frekuensi Hubungan pola olahraga dengan
PMS Pada Mahasiswa D-IV Kebidanan
Di Stikes U BudiyahBanda Aceh Tahun 2013...‟ 47
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Konsep…………. ……… 30
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian ……… 31
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Permohonan Menjadi Respoden Lampiran 2 : Persetujuan Menjadi Respoden Lampiran 3 : Lembaran Kuesioner
Lampiran 4 : Surat Pengambilan Data Awal
Lampiran 5 : Surat Balasan Pengambilan Data Awal Lampiran 6 : Surat izin penelitian
Lampiran 7 : Surat Balasan izin penelitian Lampiran 8 : Lembar Konsul
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Premenstrual Syndrom (PMS) adalah sekumpulan keluhan dan gejala fisik,
emosional, dan prilaku yang terjadi pada wanita reproduksi, yang muncul secara siklik dalam rentang waktu 7-10 hari sebelum menstruasi dan menghilang setelah darah haid keluar yang terjadi pada suatu tingkatan yang mampu mempengaruhi gaya hidup dan aktivitas (Suparman, 2011).
PMS merupakan masalah yang cukup banyak dikeluhkan atau dialami wanita
menjelang masa menstruasinya. Suatu survey di Amerika Serikat menunjukkan 50% wanita yang datang ke klinik ginekologi mengalami PMS. Lembaga independen yang diprakarsai Bayer Schering Pharma melakukan penelitian yang melibatkan 1602 wanita dari Australia, Hongkong, Pakistan, dan Thailand. Hasilnya menyimpulkan bahwa 22% wanita Asia Pasifik menderita PMS (Evy, 2009).
Menurut WHO tahun 2005 menyebutkan bahwa permasalahan wanita di Indonesia adalah seputar permasalahan mengenai gangguan PMS (38,45%), masalah gizi yang berhubungan dengan anemia (20,3%), gangguan belajar (19,7%), gangguan psikologis (0,7%), serta masalah kegemukan (0,5%) (Setiasih, 2007).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh American College of Obstetricians and Gynecologist) bahwa sedikitnya 85% dari wanita menstruasi mengalami minimal
satu dari gejala PMS dan umumnya terjadi pada wanita usia 14 – 50 tahun dengan gejala yang bervariasi dan berubah – ubah pada tiap wanita dari bulan ke bulan (Saryono, 2009).
melaporkan 23% wanita Indonesia mengalami PMS (Essel, 2007).Dilihat dari segi kuantitas, jumlah penduduk usia remaja (10-19 tahun) di Indonesia sebesar 22,2% dari total penduduk Indonesia yang terdiri dari 50,9 % laki laki dan 49,1% perempuan (Kurniawan, 2002)
Sementara di Indonesia angka prevalensi ini dapat mencapai 85% dari seluruh populasi wanita usia reproduksi, yang terdiri dari 60-75 % mengalami PMS sedang dan berat. Sedangkan bahwa “1,07 %-1,31 % wanita dari jumlah penderita Premenstrual Syndrom datang kebagian kebidanan” (Aceh sehat.com, 2012).
Dari penelitian di Asia Pasifik, di ketahui bahwa di Jepang PMS dialami oleh 34 % populasi perempuan dewasa. Di Hongkong PMS dialami oleh 17 % populasi perempuan dewasa. Di Pakistan PMS dialami oleh 13 % populasi perempuan dewasa. Di Australia dialami oleh 44 % perempuan dewasa, di Indonesia belum dilakukan penilitian tentang hal ini (Elvira, 2010).
Tingginya masalah PMS pada remaja akan berdampak pada produktivitasnya dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Gejala – gejala fisik, psikologis dan emosional yang sering dialami atau dilaporkan adalah rasa kembung, pembengkakan dan nyeri payudara, ketegangan, depresi, mood yang berubah-ubah dan perasaan lepas kendali (Glasier, 2006).
Penyebab PMS belum dapat diketahui secara pasti. Namun ada beberapa teori yang menyebutkan bahwa PMS disebabkan salah satunya oleh faktor status gizi wanita. Penyebab lain adalah akibat ketidak seimbangan hormon estrogen dan progesterone, faktor kejiwaan, masalah sosial, dan gangguan fungsi serotonin (Karyadi, 2008).
PMS merupakan masalah kesehatan umum yang paling banyak dilaporkan oleh
kekuatan Premenstrual Syndrome (PMS) yang sama sebagaimana yang dialami oleh wanita yang lebih tua (Freeman, 2007).
Faktor-faktor yang mempengaruhi masalah prementrual syndrome adalah stres, pola konsumsi, dan pola olahraga . Sindroma pra menstruasi adalah adalah kombinasi gejala yang terjadi. Menurut Banjari (2009) Stres merupakan reaksi tanggung jawab seseorang, baik secara fisik maupun psikologis karna adanya perubahan. kemarahan, kecemasan dan bentuk lain emosi merupakan reaksi stres. ketegangan merupakan respon psikologis dan
fisiologis seseorang terhadap stressor berupa ketakutan,kemarahan, kecemasan, frustasi atau aktivitas saraf otonom.sebelum menstruasi dan menghilang dengan keluarnya darah menstruasi, serta dialami oleh banyak wanita sebelum awitan setiap siklus menstruasi (Brunne & Suddarth, 2001) Menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang rumit antara ketidak seimbangan hormon, stres dan kekurangan gizi yang dapat menyebabkan terjadinya sindroma ini. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya
sindroma pra menstruasi, antara lain stres, status gizi, kebiasaan makan makanan tertentu, aktivitas olahraga, merokok dan alkohol.
Suheimi (2008), mengatakan bahwa penyebab terjadinya gejala PMS adalah interaksi yang kompleks antara hormon,nutrisi esensial dan neurotransmitter yang dikombinasikan dengan strespsikologis. Jadi PMS merupakan keadaan abnormalitasdari
wanita untuk beradaptasi terhadap perubahan fluktuasi hormonal bulanannya. Kehidupan yang penuh stres akan memperparah gejala-gejala fisik maupun psikologis dari PMS ini. Beberapa wanita melaporkan gangguan hidup yang parah akibat sindroma pra menstruasi yang secara negatif mempengaruhi hubungan interpersonal mereka.
payudaraterasa sakit atau membengkak, perut kembung atau sakit, sakit kepala, sakitsendi, Penyebab PMS ,menurut beberapa teori, dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara hormone estrogen dan progesterone (Smith, 2006).
Wanita yang bekerja mengalami berbagai stres ditempat kerja, baik stres yang bersifat fisik karena beberapa kondisi lingkungan kerja fisik yang berada diatas nilai ambang batas yang diperkenankan, atau juga dapat ditambah oleh adanya stres yang bersifat non fisik (psikososial), yang dapat berpengaruh terhadap kondisi kesehatannya (Mulyono dkk, 2001).
Kebiasaan makan berpengaruh terhadap Kejadian PMS Makanan yang mengandung karbohidrat seperti roti, kentang, jagung, gandum,dan membantu meringankan gejala sindrom pramenstruasi terutama berkaitan dengan mood Karbohidrat dapat meringankan gejala PMS karena karbohidrat berperan dalam meningkatkan gula darah.Ketika tingkat gula darah turun, tubuh mengeluarkan adrenalin yang menghentikanefektifitas hormon progesteron yang membantu penyembuhan gula darah
.Mengurangi konsumsi makanan bergaram dapat menurunkan keluhan PMS karenagaram dapat menyebabkan penahanan air (retensi) dan pembengkakan pada perut. Usaha dengan mengurangi asupan garam maka rasa kembung dan sakit saat menjelang menstruasi dapat berkurang (Simon,2003).
Memperbanyak makan makanan yang berserat seperti sayur sayuran dan buahbuahan dapat mengurangi keluhan PMS seperti sakit kepala dan nyeri perut . Sayur sayuran dan buah buahan selain mengandungserat kasar, juga banyak mengandung vitamin dan mineral yang dapat menurunkankeluhan sindrom pramenstruasi.Hasil penelitian di Jepang menunjukkanbahwa konsumsi makanan mengandung rendah serat
ditemukan hubungan yangnyata dengan keluhan nyeri perut(Nagata, 2005).
Menurut London et al. (1987), konsumsi rendah lemak dapat mencegah terjadinya PMS . merekomendasikan konsumsi rendah lemak pangan hewani dapat mencegah
PMS dapat Minum air minimal 8 gelas sehari untuk membantu pengangkutan
vitamin dan mineral ke seluruh bagian tubuh dan memproduksi enzim pencernaan yang membantu proses tubuh. Minum denganjumlah yang cukup dapat mengurangi pembengkakan, retensi air, dan gejala PMS lainnya (Simon,2003).
Menjaga berat badan merupakan salah satu penanganan PMS, karena berat badan yang berlebihan dapat meningkatkan resiko menderita PMS.
(widayati,2007). Hasil penelitian menunjukkan peluang terjadinya PMS, lebih besar pada wanita yang tidak melakukan olahraga rutin dari pada wanita yang sering melakukan olahraga. Karena olahraga sangat berpengaruh terhadap terjadinya PMS, et al (2008). Menyatakan bahwa aktifitas olahraga yang teratur dan berkelanjutan berkontribusi untuk
meningkatkan produksi dan pelepasan endorphin. Endorphin memerankan peran dalam pengaturan endogen. Wanita yang mengalami PMS, terjadi karena kelebihan estrogen, kelebihan estrogen dapat di cegah dengan meningkatnya endhorpin. Hal ini membuktikan olahraga yang teratur dapat mencegah atau mengurangi PMS. Pada wanita yang jarang melakukan olahraga secara rutin hormone estrogen akan lebih tinggi sehingga
kemungkinan akan terjadi PMS lebih besar.
PMS dapat dihubungkan dengan siklus ovulasi, karena itu gejala-gejala PMS dapat terjadi kapan saja setelah menarche dan berlanjut hingga ovulasi berhenti pada saat menopause. Sebagian besar pasien yang mencari pengobatan untuk PMS berusia antara pertengahan 20-an sampai dengan akhir 30-an, meskipun banyak wanita melaporkan mengalami gejala-gejala PMS lebih awal. Walaupun ada fakta yang mengungkapkan bahwa sebagian remaja mengalami gejala-gelaja yang sama dan kekuatan PMS yang sama sebagaimana yang dialami oleh wanita yang lebih tua (Freeman, 2007).
yang sering terjadi berupa depresi, pusing, perasaan sensitif berlebihan sekitar dua minggu sebelum haid (Aulia, 2009).
Data yang diperoleh dari survei awal di STIkes U Budiyah pada tahun 2013 jumlah‟
mahasiswi kelas B adalah 54 orang, dimana dari 10 orang yang menstruasi 7 orang orang yang mengalami PMS. Kehidupan yang penuh stress dan hubungan yang bermasalah secara umum dapat berhubungan dengan keparahan gejal-gejala fisik. Beberapa wanita melaporkan gangguan hidup yang parah akibat PMS yang secara negatif mempengaruhi hubungan interpersonal mereka. PMS juga dapat menjadi faktor dalam mengurangi produktivitas, kecelakaan yang berkaitan dengan kebiasaan makan dan malasnya beraktifitas (Smeltzer, 2001).
Dari latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Premenstrual Syndrom Pada Mahasiswa D-IV Di STIkes U budiyah Banda Aceh Tahun 2013‟
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah Apakah Ada Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Premenstrual Syndrom Pada Mahasiswa D-IV Di STIkes U budiyah Banda Aceh Tahun 2013.‟
C. Tujuan Penulisan 1. Tujuan umum
Untuk Mengetahui Faktor- Faktor Yang Berhubungan DenganPremenstrual Syndrom Pada Mahasiswi D-IV Di Stikes U budiyah‟ Banda Aceh Tahun 2013
a. Untuk mengetahui hubungan stres dengan Premenstrual Syndrom Pada Mahasiswa D-IV Di STIkes U budiyah Banda Aceh Tahun 2013.‟
b. Untuk mengetahui hubungan pola konsumsi dengan Premenstrual Syndrom Pada Mahasiswa D-IV Di STIkes U budiyah Banda Aceh Tahun 2013.‟
c. Untuk mengetahui hubungan pola olahraga dengan Premenstrual Syndrom Pada Mahasiswa D-IV Di STIkes U budiyah Banda Aceh Tahun 2013.‟
D. Manfaat Penulisan a. Bagi Penelitian
Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam penerapan ilmu pada bidang asuhan kebidanan khususnya dalam masalah PMS.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat mengahasilkan lulusan yang berpotensi tinggi, dan dapat menjadi masukan bagi yang berminat ingin membaca.
c. Bagi Lahan penelitian
Dapat menambah wawasan dan informasi kepada ibu tentang masalah PMS. Sehingga ibu dapat melakukan pencegahan dan dapat melakukan rutinitas sehari-harinya lebih baik lagi untuk menghindari terjadinya PMS.
E. Keaslian Penelitian
secara langsung pada responden. Sebelumnya responden diberikan penjelasan tentang petunjuk dan cara pengisian kuesioner, setelah responden mengisi kuesioner, kuesioner dikumpulkan langsung kepada peneliti pada hariyang sama.dari 109 responden yang mengalami
stres tingkat sedang, sebagian besar (75,2%) mengalami sindroma pramenstruasidan sisanya (24,8%) tidak mengalami sindroma pra menstruasi.Selanjutnya, dari 35
responden yang mengalami stres tingkat ringan, sebagian besar (74,3%) tidak mengalami sindroma pra menstruasi, sisanya (25,7%) mengalami sindroma pra menstruasi. Dari hasil penelitian pada tabel. 7 mengenai distribusi frekuensi tingka stress pada siswi SMA Negeri 1 Padang Panjang tahun 2011 memperlihatkan bahwa sebagian besar (75,7%) responden mengalami tingkat stres sedang,sebagian kecil (24,3%) responden mengalami
tingkat stres ringan, dan tidakada responden yang mengalami tingkat stres berat. Siswi yang diasrama berjumlah 144 orang, terdiri dari 58 siswi kelasX, 47 sisiw kelas XI dan 39 siswi kelas XII. Siswi kelas XI dan XII merupakan kelas IPA. Sebagian besar siswi mengalami stres tingkat sedang,dimana kelas X 40 responden (69%), XI 41 responden (87%), dan XII 28responden (72%). Banyaknya siswi yang mengalami stres tingkat sedang menurut peneliti disebabkan oleh aktivitas siswi yang diasrama sangat padat,ini
dapat dilihat dari kegiatan siswi sehari-hari yang diawali dengan shalat Subuh sampai Isya berjama ah. Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel independennya yaitu‟
tentang stress, pola makanan, dan pola konsumsi. Serta tempat , waktu dan responden, sedangkan persamaan dalam penelitian ini adalah sama- sama meneliti masalah premenstrual syndrome.
separuh remaja putri di SMA Negeri1 Padang mengalami PMS, yaitu sebanyak 51,8%.Cukup yaitu sebanyak51,2%. Hampir separuh remaja putri di SMA Negeri1 Padang memiliki asupan vitaminB6 cukup yaitu sebanyak 49,4%. Lebih dari separuh remaja putri di SMA Negeri1Padang memiliki asupan vitaminE Kurang yaitu sebanyak 57,1%.Hampir separuh remaja putri diSMA Negeri1 Padang memiliki asupan magnesium.Rendah yaitu sebanyak49,4%..Lebih dari separuh remaja putri di SMA Negeri1 Padang memiliki asupan kalsium Rendah yaitu sebanyak 52,4% . Kurang dari separuh remaja putri di SMA Negeri1 Padang memiliki aktivitas olahraga Ringan yaitu sebanyak 38,7%. Perbedaan dengan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Premenstrual Syndrome (PMS)
Prementrual Syndrom (PMS) adalah adalah kombinasi gejala yang terjadi sebelum
menstruasi dan menghilang dengan keluarnya darah menstruasi, serta dialami oleh
banyak wanita sebelum awitan setiap siklus menstruasi (Brunner & Suddarth, 2001). Tan (2006), menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang rumit antara ketidakseimbangan hormon, stres dan kekurangan gizi yang dapat menyebabkan terjadinya sindroma ini. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya sindroma pra menstruasi, antara lain : stres,status gizi, kebiasaan makan makanan tertentu, aktivitas olahraga, merokok.
PMS merupakan keluhan-keluhan yang biasanya mulai satu minggu sampai
beberapa hari sebelum datangnya haid, dan menghilang sesudah haid datang, walaupun kadang-kadang berlangsung terus sampai haid berhenti (Wiknjosastro, 2005).
PMS adalah sekumpulan keluhan dan gejala fisik, emosional, dan prilaku yang
PMS berkaitan dengan perubahan hormon tubuh. Seperti kadar hormon naik dan
turun selama siklus menstruasi wanita, mereka dapat mempengaruhi cara dia merasa, baik secara emosional dan fisik. Beberapa gadis, selain merasakan emosi lebih intens daripada
yang biasanya mereka lakukan, perhatikan perubahan fisik bersama dengan periode mereka - sebagian merasa kembung atau bengkak karena retensi air, yang lain melihat payudara bengkak dan sakit, dan terkadang sakit kepala. Hal ini juga tidak biasa bagi perempuan untuk memiliki jerawat selama waktu-waktu tertentu dari siklus mereka, lagi, hal ini disebabkan hormon (Admin, 2012).
Magos dalam Hacker (2001), mendefenisikan bahwa PMS adalah gejala fisik, psikologis dan perilaku yang menyusahkan yang tidak disebabkan oleh penyakit organik yang secara teratur berulang selama fase siklus haid menghilang selama waktu haid yang tersisa. Sekitar 5-10% wanita menderita PMS yang berat sehingga mengganggu kegiatan sehari-harinya.
B. Etiologi Premenstrual Syndrome (PMS)
Penyebab pasti PMS tidak diketahui, tetapi beberapa teori menunjukkan adanya kelebihan estrogen atau defisit progesteron dalam fase luteal dari siklus menstruasi. Selama bertahun-tahun teori ini mendapat dukungan yang cukup banyak dan terapi
progesteron biasa dipakai untuk mengatasi PMS. Penelitian lebih lanjut menunjukkan
bahwa terapi progesteron kelihatan tidak efektif bagi kebanyakan wanita, selain kadar progesteron pada penderita tidak menurun secara konsisten. Bila kadar progesteron yang
menurun dapat ditemukan hampir pada semua wanita yang menderita PMS, maka dapat dipahami bahwa kekurangan hormon ini merupakan sebab utama. Sebagian wanita yang menderita PMS terjadi penurunan kadar progesteron dan dapat sembuh dengan
Teori lain menyatakan bahwa penyebab PMS adalah karena meningkatnya kadar estrogen dalam darah, yang akan menyebabkan gejala PMS.
Terdapat banyak teori tentang etiologi dari PMS, dan tidak ada teori atau patofisiologi yang dapat diterima secara universal. Kenaikan estrogen dikemukakan sebagai penyebab. Satu faktor yang memegang peranan ialah ketidak seimbangan antara estrogen dan progesterone dengan akibat retensi cairan dan natrium, penambahan berat badan, dan kadang-kadang edema (Wiknjosastro, 2005). Penyebab pasti PMS tidak
diketahui, tetapi beberapa teori menunjukkan adanya kelebihan estrogen atau defisit progesteron dalam fase luteal dari siklus menstruasi. Selama bertahun-tahun teori ini mendapat dukungan yang cukup banyak dan terapi progesteron biasa dipakai untuk mengatasi PMS, (Brunner & Suddarth, 2001 dalam Maulana, 2008). Keluhan premenstrual syndrome PMS, belum ditemukan penyebabnya secara pasti namun ada yang mengaitkan dengan zat gizi tertentu seperti gangguan metabolisme asam lemak
esensial ataupun kekurangan vitamin B6 dan mineral kalsium (Bardosono, 2006).
C. Gejala Premenstrual Syndrome (PMS)
Gejala PMS biasanya hanya berlangsung selama beberapa hari sebelum menstruasi, meskipun beberapa perempuan terkadang mengalami gejala-gejala tersebut sampai siklus
menstruasi berakhir. Meskipun tidak ada tes untuk membuktikan keberadaan PMS, namun bagi perempuan yang pernah mengalaminya bahkan dan menderita karenanya tahu bahwa PMS itu nyata. Gejala-gejala PMS ini diperkirakan disebabkan oleh fluktuasi kadar hormon menjelang menstruasi. Berikut adalah 7 gejala PMS yang sering muncul (Riyanto, 2011)
gangguan konsentrasi, dan peningkatan gejala-gejala fisik tersebut diatas (Wiknjosastro, 2005). Dikatakan PMS, jika ditemukan 8 gejala yang sering muncul atau terjadi (Maulana, 2008).
Hormon lain yang dikatakan sebagai penyebab gejala PMS adalah prolaktin. Prolaktin dihasilkan oleh kelenjar hipofisis dan dapat mempengaruhi jumlah estrogen dan
progesteron yang dihasilkan pada setiap siklus. Jumlah prolaktin yang terlalu banyak dapat mengganggu keseimbangan mekanisme tubuh yang mengontrol produksi kedua
hormon tersebut. Wanita yang mengalami PMS tersebut kadar prolaktin dapat tinggi atau normal. Wanita yang mempunyai kadar prolaktin cukup tinggi dapat disembuhkan dengan menekan produksi prolaktin ( Hacker et, al., 2001 dan Brunner & Suddarth, 2001).
Teori lainnya mengatakan bahwa hormon yang tidak teridentifikasi menyebabkan gejala pada waktu terjadi perubahan menstruasi seperti peningkatan aktivitas beta endorphin, defisiensi serotonin, retensi cairan, metabolisme prostaglandin abnormal dan
gangguan aksis hipotalamik pituitary ovarium sebagai penyebabnya (Brunner & Suddarth, 2001).
Hacker et al., (2001) juga mengemukakan penyebab PMS adalah kelebihan atau defisiensi kortisol dan androgen, kelebihan hormon anti diuresis, abnormalitas sekresi
opiate endogen atau melatonin, defisiensi vitamin A, B1, B6 atau mineral, seperti
magnesium, hipoglikemia reaktif, alergi hormon, toksin haid,serta faktor-faktor evolusi dan genetik.
Gejala utama termasuk sakit kepala, keletihan, sakit pinggang, pembesaran dan nyeri pada payudara, dan perasaan begah pada abdomen. Irritabilitas umum, perubahan suasana hati, ketakutan akan kehilangan kontrol, makan sangat berlebihan dan menangis tiba-tiba dapat juga terjadi. Gejala-gejala sangat beragam dari satu wanita ke wanita lainnya dan dari satu siklus ke siklus berikutnya pada wanita yang sama (Brunner & Suddarth, 2001).
Menurut Hacker et. al. (2001), gejala-gejala yang paling banyak ditemukan pada PMS adalah perasaan bengkak, kenaikan berat badan, hilangnya efisiensi, sukar konsentrasi, kelelahan, perubahan suasana hati, depresi, termasuk gangguan tidur (insomnia).
Scott et. al. (2002) membagi gejala-gejala PMS berdasarkan fungsi yang terganggu. Gangguan psikologik berupa irritabilitas, ketidakseimbangan emosional, cemas, depresi dan perasaan bermusuhan. Gangguan kognitif dapat berupa ketidakmampuan berkonsentrasi dan bingung. Gangguan somatik berupa mastalgia (nyeri tekan pada payudara), kembug, sakit kepala, kelelahan dan insomnia serta gangguan perilaku sosial berupa kecanduan karbohidrat dan membantah.
Tabel 2.1
Gejala-gejala premanstrual syndrome Gejala fisik Gejala emosional
a. Perut kembung a. Depresi b. Nyeri payudara b. Cemas
c. Sakit kepala c. Suka menangis
d. Kejang atau bengkak pada kaki d. Sifat agresif atau pemberontakan e. Nyeri panggul e. Pelupa
f. Hilang koordinasi f. Tidak bisa tidur g. Nafsu makan bertambah g. Merasa tegang h. Hidung tersumbat h. Irritabilitas
i. Perubahan defekasi i. Rasa bermusuhan j. Tumbuh jerawat j. Suka marah k. Sakit pinggul k. Paranoid
l. Suka makan manis atau asin l. Perubahan dorongan seksual m. Palpitasi m. Konsentrasi berkurang n. Peka suara atau cahaya n. Merasa tidak aman o. Rasa gatal pada kulit o. Pikiran bunuh diri p. Kepanasan p. Keinginan menyendiri
q. Perasaan bersalah r. Kelemahan
Sumber : dikutip dari Rayburn et.al., (2001), halaman 287
D. Tipe-Tipe Gejala PMS
1. PMS tipe A anxiety
Ditandai dengan gejala seperti rasa cemas, sensitif, saraf tegang, perasaan labil.
Bahkan beberapa wanita mengalami depresi ringan sampai sedang saat sebelum mendapat haid. Gejala ini timbul akibat ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron ; hormon estrogen terlalu tinggi dibandingkan hormon progesteron. Pemberian hormon progesteron kadang dilakukan untuk mengurangi gejala, tetapi beberapa peneliti mengatakan, pada penderita PMS, bisa jadi kekurangan vitamin B6 dan magnesium. Penderita PMS, A sebaiknya banyak mengkonsumsi makanan
berserat dan membatasi atau mengurangi minum kopi. 2. PMS tipe H hyperhydration
Tipe ini memiliki gejala edema (pembengkakan), perut kembung, nyeri pada buah dada, pembengkakan pada tangan dan kaki, peningkatan berat badan sebelum haid. Gejala tipe ini dapat juga dirasakan bersamaan dengan tipe PMS, yang lain. Pembengkakan itu terjadi akibat berkumpulnya air pada jaringan di luar sel (ekstrasel) karena tingginya asupan garam atau gula pada diet penderita. Pemberian obat diuretika untuk mengurangi retensi (penimbunan) air dan natrium pada tubuh hanya
mengurangi gejala yang ada. Untuk mencegah terjadinya gejala ini penderita dianjurkan mengurangi asupan garam dan gula pada diet makanan serta membatasi minum sehari-hari.
3. PMS tipe C craving
tubuh meningkat. Rasa ingin menyantap makanan manis dapat disebabkan oleh stres, tinggi garam dalam diet makanan, tidak terpenuhinya asam lemak esensial (omega 6), atau kurangnya magnesium.
4. PMS tipe D depression
Tipe ini ditandai dengan gejala rasa depresi, ingin menangis, lemahh, gangguan tidur, pelupa, bingung, sulit dalam mengucapkan kata-kata (verbalisasi), bahkan kadang-kadang muncul rasa ingin bunuh diri atau mencoba bunuh diri. Biasanya PMS, tipe D berlangsung bersamaan dengan PMS tipe A, hanya sekitar 3% dari
seluruh tipe PMS, benar-benar murni tipe D.
PMS tipe D murni disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon progesteron dan estrogen, dimana hormon progesteron dalam siklus haid terlalu tinggi dibandingkan dengan hormon estrogennya.
Kombinasi PMS tipe D dan TIPE A dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu stres, lkekurangan asam amino tyrosine, penyerapan dan penyimpanan timbal di tubuh, atau kekuranagn magnesium dan vitamin B (terutama B6). Meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung vitamin B6 dan magnesium dapat membantu mengatasi gangguan PMS tipe D yang terjadi bersamaan dengan PMS tipe A.
E. Penanganan Premenstrual Syndrome (PMS)
Menurut (Sylvia, 2010: 26), terapi PMS dibagi menjadi tiga kategori, yaitu :
1. Terapi Obat
mengatasi nyeri. Nmaun analgesik yang dijual bebas tidak efektif terhadap beberapa gejala fisik atau emosional yang lebih parah.
2. Menggunakan Anti depresi
Obat anti depresi seperti selective serotonin reuptake inhibitor (SSRIs) dapat digunakan setiap hari atau selama 14 ahri sebelum menstruasi. SSRIs membantu mengurangi dampak perubahan hormon pada zat kimiawi otak (neurotransmitter),
misalnya serotonin. Selain itu, anti depresi non SSRIs juga dapat digunakan untuk pengobatan PMS. Penggunaan kedua obat jenis ini harus dengan pengawasan dan resep dokter.
3. Vitamin B6
Vitamin B6 berperan sebagai kofaktor dalam proses akhir pembentukan neurotransmitter, yang akan mempengaruhi sistem endokrin otak agar menjadi lebih baik.
4. Menggunakn kontrasepsi Oral
Pil kontrasepsi oral yang mengandung kombinasi progestin-drospirenon dapat membantu mengatasi berbagai gejala pra-menstruasi yang parah atau berat
5. Psikoterapi
Psikoterapi, merupakan suatu pengobatan yang diberikan dengan cara-cara psikologik. Untuk PMS dapat diberikan berupa
a. Terapi relaksasi
b. Terapi kognitif perilaku c. Psikoterapi dinamik
dalam dan lambat, lalu memngeluarkannya dengan lambat pula), mmengendurkan seluruh otot tubuh dan mensugesti pikiran ke arah konstruktif atau yang diinginkan akan dicapai. Dalam proses terapi, dokter akan membimbing seorang perempuan
melakukan ini secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung 20-30 menit atau lebih lama lagi. Setelah itu, perempuan tersebut diminta untuk melakukannya sendiri dirumah setiap hari, sehingga bila PMS muncul kembali, tubuh sudah siap bila “diajak” untuk rileks atau santai.
Selain itu, diberikan pula salah satu dari terapi kognitif perilaku atau psikoterapi dinamik. Pemilihan jenis ini berdasarkan kondisisaat itu, motivasi individu, kepribadiannya, serta tentunya pertimbangan dokter yang akn melakukannya. Kedua jenis terapi ini akan berhasil bila motivasi individu yang akan dibantu itu tinggi serta bersedia bekerja sama dengan terapis atau dokternya.
Pada terapi kognitif perilaku, individu diajak untuk bersama-sama melakukan restrukturisasi kognitif, yaitu membentuk kembali poal perilaku dan pikiran yang irasional dan menggantinya dengan yang lebih rasional. Terapi biasanya berlangsung 30-45 menit. Individu kemudian diberi pekerjaan rumah yang harus dibuat setiap hari. Pekerjaan rumah ini akan dibahas pada kunjungan konsultasi berikutnya. Biasanya terapi ini memerlukan 10-15 kali pertemuan, bisa kurang dari itu namun dapat pula
lebih, tergantung pada kondisi individu yang mengalaminya.
F. Pencegahan Premenstrual Syndrome (PMS)1. Edukasi dan konseling
Tatalaksana pertama kali adalah meyakinkan seorang wanita bahwa wanita
lainnya pun ada yang memiliki keluhan yang sama ketika menstruasi. Pencatatan secara teratur siklus menstruasi setiap bulannya dapat memberikan gambaran seorang wanita mengenai waktu terjadinya pre-menstrual syndrome. Sangat berguna bagi seorang wanita dengan pre-menstrual syndrome untuk mengenali gejala yang akan terjadi sehingga dapat mengantisipasi waktu setiap bulannya ketika ketidakstabilan emosi sedang terjadi.
2. Modifikasi gaya hidup
Wanita dengan gejala ini sebaiknya mendiskusikan masalahnya dengan orang terdekatnya, baik pasangan, teman, maupun keluarga. Terkadang konfrontasi atau pertengkaran dapat dihindari apabila pasangan maupun teman mengerti dan mengenali penyebab dari kondisi tidak stabil wanita tersebut.
3. Diet
Penurunan asupan garam dan karbohidrat (nasi, kentang, roti) dapat mencegah edema (bengkak) pada beberapa wanita. Penurunan konsumsi kafein (kopi) juga dapat menurunkan ketegangan, kecemasan dan insomnia (sulit tidur). Pola makan disarankan lebih sering namun dalam porsi kecil karena berdasarkan bukti bahwa
selama periode premenstruasi terdapat gangguan pengambilan glukosa untuk energi. Menjaga berat badan, karena berat badan yang berlebihan dapat meningkatkan risiko menderita pre-menstrual syndrome (PMS).
Apabila gejala premenstrual syndrome begitu hebatnya sampai mengganggu aktivitas sehari-hari, umumnya modifikasi hidup jarang berhasil dan perlu dibantu dengan obat-obatan.
Asam mefenamat (500 mg, 3 kali sehari) berdasarkan penelitian dapat mengurangi gejala premenstrual syndrome seperti dismenorea dan menoragia (menstruasi dalam jumlah banyak) namun tidak semua. Asam mefenamat tidak diperbolehkan pada wanita yang sensitif dengan aspirin atau memiliki risiko ulkus peptikum.
Kontrasepsi oral dapat mengurangi gejala premenstrual syndrome seperti dismenorea dan menoragia, namun tidak berpengaruh terhadap ketidakstabilan mood. Pada wanita yang sedang mengkonsumsi pil KB namun mengalami gejala premenstrual syndrome sebaiknya pil KB tersebut dihentikan sampai gejala berkurang.
Obat penenang seperti alparazolam atau triazolam, dapat digunakan pada wanita yang merasakan kecemasan, ketegangan berlebihan, maupun kesulitan tidur.
Obat anti depresi hanya digunakan bagi mereka yang memiliki gejala premenstrual syndrome yang parah.
Menurut Barizad (2005) dampak gejala PMS, yang tidak tertangani dengan baik antara lain :
1) Mengakibatkan stres fisik dan psikis. Jika tidak dilakukan penanganan terhadap stres tersebut maka dapat mengakibatkan deplesimagnesium. Deplesi ini dapat
mengakibatkan kerapuhan tulang dan meningkatnya resiko osteoporosis. Jika hal ini terjadi maka resiko patahtulang akibat tulang yang keropos menjadi lebih besar.
Kegagalan ini berupa gangguan pada diri anita sendiri berupa emosi yang tidak stabil dan rasa cepat marah. Kondisi ini menyebabkan wanita tersebut menjadi lebih sering marah ketika mengalami menstruasi sehingga membuat orang lain tidak nyaman untuk berinteraksi.
G. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Prementrual Syndrome.
Terdapat beberapa faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya PMS, , antara lain:, stres, meningkatnya usia, pola makan yang tidak baik, faktor diet yaitu rendahnya
beberapa vitamin dan mineral, terutama magnesium, vitamin E dan vitamin B, rutinitas sehari- hari yang jarang dilakukan. Faktor psikologik dan sosio-kultural yang mungkin mempunyai kontribusii terhadap PMS antara lain kepribadian, serta dukungan orang-orang terdekat. Kepribadian seseorang-orang turut berkontribusi, terutama pada yang bersifat tidak fleksibel (cenderung kaku) atau disebut sebagai gangguan kepribadian. Individu dengan gangguan kepribadian akan lebih rentan dan sulit beradaptasi dengan PMS, serta
tidak mudah menerima saran dan terapi. Terlalu sedikit makan juga merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya siklus menstruasi yang tidak teratur. (Sylvia, 2010: 18)
1. Stress
Faktor stres akan memperberat gangguan PMS. Hal ini sangat mempengaruhi kejiwaan dan koping seseorang dalam menyelesaikan masalah. Stres merupakan reaksi tanggung jawab seseorang, baik secara fisik maupun psikologis karna adanya
perubahan. kemarahan, kecemasan dan bentuk lain emosi merupakan reaksi stres. Menyatakan ketegangan merupakan respon psikologis dan fisiologis seseorang terhadap stressor berupa ketakutan,kemarahan, kecemasan, frustasi atau aktivitas saraf otonom. (Rahajeng,2006).
dikombinasikan dengan stress psikologis. Jadi PMS, merupakan keadaan abnormalitas dari wanita untuk beradaptasi terhadap perubahan fluktuasi hormonal bulanannya. Kehidupan yang penuh stres akan memperparah gejala-gejala fisik maupun psikologis dari sindroma pra menstruasi ini. Beberapa wanita melaporkan gangguan hidup yang parah akibat PMS, yang secara negatif mempengaruhi hubungan interpersonal mereka.
2. Pola Konsumsi.
Penurunan asupan garam dan karbohidrat (nasi, kentang, roti) dapat mencegah
edema (bengkak) pada beberapa wanita. Penurunan konsumsi kafein (kopi) juga dapat menurunkan ketegangan, kecemasan dan insomnia (sulit tidur). Pola makan disarankan lebih sering namun dalam porsi kecil karena berdasarkan bukti bahwa selama periode PMS, terdapat gangguan pengambilan glukosa untuk energi. Menjaga berat badan, karena berat badan yang berlebihan dapat meningkatkan risiko menderita PMS.
Arisman (2007) menyatakan bahwa kebiasaan makan adalah cara seseorang dalam memilih dan memakannya sebagai reaksi terhadap pengaruh-pengaruh psikologis, fisiologi, budaya dan sosial. Harper dkk menambahkan kebiasaan makan adalah suatu perilaku yang berhubungan dengan makan seseorang, pola makanan
yang dimakan, pantangan, distribusi makanan dalam keluarga, preferensi terhadap makanan dan cara memilih makanan.
Ada pertambahan jumlah penelitian yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pola makan dengan PMS . Namun, para dermatolog sepakat, fakta ini masih membutuhkan lebih banyak penelitian. Kebanyakan ibu yang tidak mengatur makanannya sehari – hari akan sangat berpengaruh pada sistem pencernaan tubuh kita
makanan. PMS sebenarnya timbul ketika akan datangnya mentruasi, . Dulu para dermatolog meyakini tidak ada hubungan antara pola makan dan PMS. Akan tetapi, bukti-bukti yang bermunculan menunjukkan bahwa beberapa makanan dan minuman tertentu mungkin telah menyebakan atau memicu PMS pada beberapa orang (Admin, 2012).
Makanan sampah atau junk food kini semakin banyak digemari baik hanya sebagai kudapan maupun ”makan besar”. Makanan ini mudah diperoleh disamping lebih bergengsi karena pengaruh iklan, disebut sampah karena kandungan lemak jenih, kolesterol dan natrium tinggi. Proporsi lemak lebih dari 50% total kalori yang terkandung dalam makanan itu (Arisman, 2007).
Pola konsumsi atau masukan karbohidrat yang berlebihan dapat meningkatkan resiko terjadinya PMS , penelitian masho al et ( 2005 ) menyebutkan intake karbohidrat yang berlebihan dapat meningkatkan resiko kejadian PMS .Karena dengan kelebihan karbihidrat akan mengalami kenaikan berat badan, sehingga rentan terkena PMS.
3. Pola Olahraga
Olahraga berupa lari di katakankan dapat mengurangi keluhan. Berolahraga dapat mengurangi stress dengan cara memilih waktu untuk keluar dari rumah dan pelampiasan untuk melepas marah atau kecemasan yang terjadi . beberapa wanita mengatakan pada saat dia mengalami PMS, dapat membuat relaksasi dan tidur di malam hari.
Karena olahraga sangat berpengaruh terhadap terjadinya PMS, et al (2008). Menyatakan bahwa aktifitas olahraga yang teratur dan berkelanjutan berkontribusi untuk meningkatkan produksi dan pelepasan endorphin. Endorphin memerankan
peran dalam pengaturan endogen. Wanita yang mengalami PMS, terjadi karena kelebihan estrogen, kelebihan estrogen dapat di cegah dengan meningkatnya endhorpin. Hal ini membuktikan olahraga yang teratur dapat mencegah atau mengurangi PMS, Pada wanita yang jarang melakukan olahraga secara rutin hormone estrogen akan lebih tinggi sehingga kemungkinan akan terjadi PMS lebih besar.
Hasil penelitian menunjukkan sebagian responden yang tidak melakukan aktifitas olahraga secara rutin, yaitu sebanyak 68 responden (57,1%). Aktifitas olahraga di ukur dari rutinitas tiap minggu dan lamanya dalam melakukan olahraga. Berdasarkan takaran yang di lakukan oleh Departemen Kesehatan Republik Indinesia
frekuensi olahraga yang dapat di lakukan 3-5 kali dalam seminggu, dalam waktu 20-30 menit. Sedangkan nurlela at al (2008) melakukan pengukuran terhadap aktivitas olahraga pada masyarakat umum, rutinitas di ukur berdasarkanm aktivitas rutin minimal 1 kali setiap minggu dengan waktu 15-60 menit.
H. Kerangka Teori Brunner & Suddarth
Keadaan hormonal 8. Gangguan aksis hipotalamik pituitary
Simanjuntak (2005)
1. Faktor kejiwaan
2. Masalah dalam keluarga
Gambar 2.1 Kerangka Teori
I. Kerangka Konsep
PMS merupakan keluhan-keluhan yang biasanya mulai satu minggu sampai
beberapa hari sebelum datangnya haid, dan menghilang sesudah haid datang, walaupun kadang-kadang berlangsung terus sampai haid berhenti (Wiknjosastro, 2005).
PMS adalah keluhan-keluhan yang dirasakan seperti ; rasa cemas, depresi, suasana
hati yang tidak stabil, kelelahan, pertambahan berat badan, rasa malas, sakit pada payudara, kejang dan nyeri punggung yang dapat timbul sekitar 7-10 hari sebelum datangnya haid dan memuncak pada saat haid timbul (Bardosono, 2006).
lebih jelasnya tentang hubungan karakteristik wanita usia produktif dengan PMS, maka dapat dirumuskan dalam kerangka konsep dari variabel independen dan dependen yang tergambar pada skema kerangka konsep penelitian berikut ini :
Variabel Independen Variabel Dependen
Stres
Pola konsumsi Prementrual Syndrome
Pola olahraga
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
J. Hipotesa
1. Ada Hubungan Antara Stres Dengan Premenstrual Syndrome Pada Mahasiswi D-IV Di Stikes U budiyah Tahun 2013.‟
2. Ada Hubungan Antara Pola Konsumsi Dengan Premenstrual Syndrome Pada Mahasiswi D-IV Di Stikes U budiyah Tahun 2013.‟
K. Definisi Operasional
Tabel 2.2 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil ukur Skala Ukur A. Dependen:
1. Prementrual Keluhan yang biasanya Dengan Kuisioner Ada jika x ≥ 18 Ordinal syndrome di rasakan 1 minggu menyebarkan Tidak ada jika x <18
sampai beberapa hari kuesioner yang (Bardosono, 2006 ). menjelang datang nya terdiri dari 10
haid. pertanyaan.
B. Independen:
1. Stres Rasa cemas / depresi Dengan Kuesioner Ya jika x ≥ 7 Ordinal atau tidak nyaman yang menyebarkan Tidak jika x < 7
di rasakan pada saat kuisioner yang ( Banjari, 2009). menjelang mentruasi terdiri dari 5
pertanyaan
2. Pola Kebiasaan makan atau Dengan Kuesioner Baik jika x ≥ 8 Ordinal konsumsi jenis makana yang menyebarkan Tidak baik jika x <
sering di konsumsi kuisioner yang (Arisman , 2007) setiap hari. terdiri dari 5
pertanyaan.
3. Pola olahraga Kegiatan atau aktifitas Dengan Kuesioner Rutin jika 2-3 kali Ordinal yang sering di lakukan menyebarkan seminggu dalam waktu
sehari- hari. kuisioner yang 20-30 menit.
rutin.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian yang bersifat analitik dengan menggunakan desain cross sectional study yaitu variabel dependen dan variabel independen dilakukan
pada waktu yang sama (Notoatmodjo, 2010)
Dalam penelitian ini penulis ingin melihat Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan PMS Pada Mahasiswi D-IV Di STIkes U budiyah Banda Aceh Tahun 2013‟
B. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi yang di gunakan dalam penelitian ini adalah seluruh Mahasiswi D-IV kebidanan kelas B di STIkes U budiyah Banda Aceh yaitu yg berjumlah 54 orang.‟
2. Sampel
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah di laksanan di kampus STIKes U budiyah Banda Aceh pada ‟
tanggal 5 s/d 12 Februari 2014 D. Pengumpulan Data
1. Tehnik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. data primer yaitu data yang langsung diperoleh di lapangan dengan menyebarkan kuesioner yang berisi 10 pertanyaan mengenai PMS, 5 pertanyaan mengenai stres, 5 pertanyaan mengenai pola konsumsi, kemudian tiap pertanyaan di beri skor 2 jika menjawab benar dan 1 jika jawaban salah, serta 2 pertanyaan mengenai pola olahraga, yang masing- masing dari
tiap pertanyaan akan mengetahui faktor- faktor yang berhubungan dengan PMS Di
STIKes U budiyah Banda Aceh tahun 2013.. Sedangkan data sekunder adalah data‟
yang diperoleh dari STIKes U budiyah Banda Aceh yang meliputi jumlah mahasiswa‟
D-IV kebidanan khususnya kelas B. Setelah responden mengerti tentang penjelasan tersebut maka kuesioner diberikan untuk diisi dan kemudian data tersebut dikumpulkan untuk pengolahan dan analisa data.
E. Pengolahan dan Analisa Data 1. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan secara bivariat menggunakan chi-square test dan diolah secara SPSS. Setelah dilakukan pengumpulan data, maka selanjutunya data tersebut akan diolah secara komputerisasi menggunakan SPSS dengan tahapan :
b. Coding yaitu memberi kode-kode tertentu kepada masing-masing katagori atau jawaban yang diberikan oleh responden.
1) Kode PMS
1: Tidak ada ( x ≥ 18 )
2 : Ada ( x < 18 )
2). Kode Stres
1 : Tidak ada ( x ≥ 7 )
2 : Ada ( x < 7 ) 3). Kode Pola Konsumsi
1 : Tidak baik ( x ≥ 8)
2 : Baik ( x < 8 )
4). Kode Pola Olahraga
1. Rutin jika 2-3 kali seminggu dalam waktu 20-30 menit.
2. Tidak rutin, jika kurang atau lebih dari katagori rutin.
c. Transfering yaitu data yang telah diberikan kode di susun secara berurutan dari responden pertama sampai responden terakhir, selanjutnya dimasukkan dalam table.
d. Tabulating yaitu memasukkan data ke dalam bentuk tabel dengan teliti dan teratur, kemudian dihitung dalam satu katagori.
2. Analisis Data
a. Analisa Univariat
Analisa univariat yaitu untuk mengetahui distribusi frekuensi dan rata-rata. Hasil dari analisa ini berupa distribusi frekuensi dan presentase dari variabel. Selanjutnya analisa ini akan ditampilkan distribusi frekuensi dalam bentuk tabel, untuk penentuan persentase dalam penelitian ini digunakan rumus menurut rumus icham (2008) adalah :
p
n
f
x100%Keterangan : p = persentase
f = jumlah frekuensi n = jumlah responden
Kemudian peneliti akan menghitung distribusi frekuensi dan mencari persentasi pada setiap variabel dengan menggunakan komputer program SPSS 16.
b. Analisa Bivariat
Yaitu untuk mengetahui data dalam bentuk tabel silang dengan melihat hubungan antara variabel independen dan variabel dependen, mengggunakan uji statistik chi-square. Dengan batas kemaknaan (α = 0,05) atau Confident level (CL) = 95% diolah dengan komputer menggunakan program SPSS 16.
ketentuan :
1) Ha diterima dan Ho di tolak : Jika p value ≤ 0,05 artinya ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependent.
2) Ha ditolak dan Ho diterima : Jika p value > 0,05 artinya tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependent.
Analisa hasil dari veriabel bebas yang diduga mempunyai hubungan dengan
veriabel terikat. Analisa yang digunakan adalah tabulasi silang dengan menggunakan rumus Chi-Squere pada tingkat kemaknaannya 95% ( P 0,05), sehingga dapat di ketahui ada tidaknya hubungan yang bernakna secara statistik dengan menggunakan program komputer SPSS for window.
Melalui perhitungan uji chi-square test selanjutnya ditarik pada kesimpulan bila nilai p lebih kecil dari alpha (<0,05) maka Ho di tolak dan Ha diterima, yang menunjukan ada hubungan bermakna antara variabel dependen dan independen.
a. Bila pada tabel contingency 2X2 di jumpai nilai E (harapan) kurang dari 5, maka uji yang digunakan adalah Ficher exact test.
b. Bila pada tabel contigency 2x2, dan tidak dijumpai nilai E kurang dari 5, maka hasil yang digunakan sebaiknya continuty correction.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Secara Demografi lokasi STIKes U Budiyah Banda Aceh yang berada di‟
Kecamatan Syiah Kuala, terletak di Desa Alu Naga dan Desa Tibang Banda Aceh,
dengan beberapa jurusan Kesehatan, yaitu Jurusan FKM, D-IV, D-III Kebidanan, Umum dan Program Khusus (Progsus). Salah satu Jurusan Kesehatan yang peneliti lakukan penelitian di D-IV Kebidanan STIKes U Budiyah Banda Aceh, dengan jumlah‟
sampel 54 orang.
STIKes U Budiyah didirikan pada tahun 2004 dengan fasilitas 7 ruang kelas, 1‟
ruang ketua U budiyah, 2 Ruang Staf Akademik, 1 Pustaka (Libary), 2 Ruang Sidang,‟
1 Ruang Keuangan, 1 Laboratorium Kebidanan, 2 Laboratorium Komputer, 1 Musalla, 1 Ruang Seminar Kesehatan dan 1 Ruang Aula (Planerry Hall).
Di tinjau dari segi geografis STIKes U Budiyah Banda Aceh di batasi oleh :‟
2. Bagian Timur berbatasan dengan Krueng Alue Naga
3. Bagian Selatan berbatasan dengan tambak penduduk Desa Tibang
4. Bagian Utara berbatasan dengan Kompleks STTIT.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 5 s/d 12 Februari 2014. Pengumpulan data dilakukan dengan cara membagikan kuesioner yang berisi pertanyaan tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan DenganPMS pada mahasiswa D-IV Di Stikes U budiyah Banda Aceh Tahun 2014. Sebelum memberikan kuesioner‟
peneliti memberikan penjelasan mengenai tujuan penelitian, kerahasian identitas responden dan cara pengisian kuesioner kepada responden.
Pengisian kuesioner dilakukan sendiri oleh responden, setiap data yang terkumpul diperiksa kelengkapannya maka diperoleh hasil sebagai berikut :
1. Data Demografi
Data Demografi dalam penelitian ini yaitu umur, data demografi tersebut dapat dilihat pada tabel distribusi berikut ini :
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Data Demografi Responden Berdasarkan UmurDi Stikes U’budiyah
Banda Aceh Tahun 2013
No Umur f %
1 20-30 tahun 40 74,0
2 >30 tahun 14 26,0
Jumlah 54 100
Sumber : Data Primer (diolah tahun 2014)
2. Analisa Univariat
a. Premenstrual syndrome( PMS )
PMS Pada Mahasiswa D-IV Kebidanan Stikes U Budiyah‟ Banda Aceh dibagi menjadi dua kategori yaitu Ada dan tidak ada dengan ketentuan nilai
responden (x) lebih besar atau sama dengan dari nilai rata-rata jumlah responden seluruhnya ( ). Nilai yang diperoleh dari pembagian antara jumlah nilai seluruh responden (974) dengan jumlah responden seluruhya (54) dan diperoleh rata-rata
= 18. Maka dengan kata lain pengkategorian ada yaitu x ≥ 18 dan tidak ada yaitu x <18.
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi premenstrual syndrome ( PMS) Pada Mahasiswa D-IV Kebidanan di Stikes U’Budiyah
Banda Aceh Tahun 2013
No Prementrual syndrome (PMS) f %
1 Ada 21 38,9
2 Tidak ada 33 61,1
Jumlah 54 100
Sumber : Data Primer (diolah tahun 2014)
Berdasarkan Tabel 4.2menunjukkan bahwa dari 54 responden, tidak ada mengalami premenstrual syndrome sebanyak 33 orang ( 61,1 %).
b. Stres
Stres Pada Mahasiswa D-IV Kebidanan Stikes U Budiyah BandaAceh‟
rata-rata jumlah responden seluruhnya ( ). Nilai yang diperoleh dari pembagian antara jumlah nilai seluruh responden (368) dengan jumlah responden seluruhya (54) dan diperoleh rata-rata = 7. Maka dengan kata lain
pengkategorian ya yaitu x ≥ 7 dan tidak yaitu x <7
Tabel 4.3
Sumber : Data Primer (diolah tahun 2014)
Berdasarkan Tabel 4.3 menujukkan bahwa dari 54 responden, sebagian besar tidak mengalami Stress pada saat PMS yaitusebanyak38orang (29,6%).
c. Pola Konsumsi
Pola konsumsi Pada Mahasiswa D-IV Kebidanan Stikes U Budiyah‟
BandaAceh dibagi menjadi dua kategori yaitu baik dan tidak baik dengan
ketentuan nilai responden (x) lebih besar atau sama dengan dari nilai rata-rata jumlah responden seluruhnya ( ). Nilai yang diperoleh dari pembagian antara
jumlah nilai seluruh responden (450) dengan jumlah responden seluruhya (54) dan diperoleh rata-rata = 8. Maka dengan kata lain pengkategorian baik yaitu x
≥ 8 dan tidak baik yaitu x < 8.
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Pola Konsumsi Pada Mahasiswa D-IV Kebidanan Di Stikes U’Budiyah
Banda Aceh Tahun 2013
No Pola Konsumsi f %
1 Baik 16 26,6
Jumlah 54 100 Sumber : Data Primer (diolah tahun 2014)
Berdasarkan Tabel 4.4 menujukkan bahwa dari 54 responden, sebagian besar responden tidak ada masalah dengan pola makan pada saat PMS yaitu sebanyak 38orang (70,4%).
d. Pola Olahraga
Pola olahraga Pada Mahasiswa D-IV Kebidanan Stikes U Budiyah‟
BandaAceh dibagi menjadi dua kategori yaitu rutin dan tidak rutin dengan ketentuan Rutin jika 2-3 kali seminggu dalam waktu 20-30 menit. Tidak rutin, jika kurang atau lebih dari katagori rutin.
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Pola OlahragaPada Mahasiswa D-IV Kebidanan Di Stikes U’Budiyah Banda Aceh Tahun 2013
No Pola Olahraga f %
1 Rutin 21 38,9
2 Tidak rutin 33 61,1
Jumlah 54 100
Sumber : Data Primer (diolah tahun 2014)
Berdasarkan Tabel 4.5 menujukkan bahwa dari 54 responden, sebagian besar responden tidak melakukan aktivitas olahraga secara rutin pada saat PMS yaitu sebanyak 33 orang (61,1%).
3. Analisa Bivariat
a. Hubungan Stres Dengan PMS
Tabel 4.6
Hubungan Stres dengan PMS Pada Mahasiswa D-IV Kebidanan Di Stikes U’BudiyahBanda Aceh Tahun 2013
Stres Ada Tidak ada
f % f % F %
1 Ya 14 87,5 2 12,5 16 100%
2 Tidak 19 50,0 19 50,0 38 100% 0,023 Jumlah 33 61,1 21 38,9 54 100%
Sumber : Data Primer (diolah tahun 2014)
Berdasarkan tabel 4.6 diatas menunjukkan bahwa dari 16 responden yang mengalami stres yaitu sebanyak 14 responden (87,5%) ada mengalami PMS. Sedangkan dari 38 responden yang tidak ada mengalami stress 19 orang di antaranya (50,0%) tidak mengalami PMS. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value (0.023) berarti ada hubungan antara stress dengan premenstrual syndrome
Di Stikes U Budyah Banda Aceh.‟
b. Hubungan Pola Konsumsi Dengan PMS
Tabel 4.7
Hubungan Pola Konsumsi dengan PMS Pada Mahasiswa D-IV Kebidanan Di Stikes U’Budiyah Banda Aceh Tahun 2013
Premenstrual syndrome (PMS) Total pValue
No Pola konsumsi Ada Tidak ada
f % f % f %
1 Baik 20 51,3 19 48,7 39 100%
2 Tidak baik 13 86,7 2 13,3 15 100% 0,038 Jumlah 33 61.1 21 38,9 54 100%
Sumber : Data Primer (diolah tahun 2014)
Berdasarkan tabel 4.7 diatas menunjukkan bahwa dari 39 responden yang baik pola konsumsinya yaitu sebanyak 20 responden (51,3%) ada mengalami PMS. Sedangkan dari 15 responden yang tidak baik pola makannya 13 orang di
value (0.038) berarti ada hubungan antara pola konsumsi dengan premenstrual syndrome Di Stikes U Budyah Banda Aceh.‟
c. Hubungan Pola Olahraga Dengan PMS
Tabel 4.8
Hubungan Pola Olahraga dengan PMS Pada Mahasiswa D-IV Kebidanan Di Stikes U’BudiyahBanda Aceh Tahun 2014
Premenstrual syndrome (PMS) Total P Value No Pola olahraga Ada Tidak ada
f % f % f %
1 Rutin 9 42,9 12 57,1 21 38,9
2 Tidak rutin 24 72,7 9 12,8 33 61,1 0,056
Jumlah 33 38,9 21 61,1 54 100 Sumber : Data Primer (diolah tahun 2014)
Berdasarkan tabel 4.8 diatas menunjukkan bahwa dari 21 responden yang melakukan olahraga secara rutin, yaitu sebanyak 12 responden (72,7%) tidak ada mengalami PMS. Sedangkan 33 responden yang tidak melakukan olahraga secara rutin 24 orang diantaranya ( 72,7 ) ada mengalami PMS. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value (0.056) berarti tidak ada hubungan antara pola olahraga dengan premenstrual syndrome Di Stikes U Budyah Banda Aceh.‟
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka penulisan pembahasan berdasarkan variabel-variabel yang ada pada tujuan khusus.
1. Hubungan Stress Dengan PMS
berarti ada hubungan antara stress dengan premenstrual syndrome Di Stikes U Budyah‟
Banda Aceh.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Mayane,2011) yang berjudul hubungan antara tingkat stres dengan kejadian PMS, pada siswi sma negeri 1 padang panjang tahun 2011. Pengumpulan data ini dilakukan dengan cara memberikan kuesioner secara langsung pada responden. Sebelumnya responden diberikan penjelasan tentang petunjuk dan cara pengisian kuesioner, setelah responden mengisi
kuesioner, kuesioner dikumpulkan langsung kepada peneliti pada hari yang sama. dari 109 responden yang mengalami prementrual syndrome.
stres tingkat sedang, sebagian besar (75,2%) mengalami sindroma pramenstruasi dan sisanya (24,8%) tidak mengalami prementrual syndrome Selanjutnya, dari 35 responden yang mengalami stres tingkat ringan, sebagianbesar (74,3%) tidak mengalami prementrual syndrome, sisanya (25,7%) mengalami PMS. Faktor stres akan memperberat gangguan prementrual syndrome. Hal ini sangat mempengaruhi kejiwaan dan koping seseorang dalam menyelesaikan masalah.
Stres merupakan reaksi tanggung jawab seseorang, baik secara fisik maupun psikologis karna adanya perubahan.kemarahan, kecemasan dan bentuk lain emosi merupakan reaksi stres. Menyatakan ketegangan merupakan respon psikologis dan fisiologis seseorang terhadap stressor berupa ketakutan,kemarahan, kecemasan, frustasi atau aktivitas saraf otonom. (Rahajeng,2006).
banyak melakukan aktivitas dan tuntutan yang tinggi setiap harinya, dan anda yang melakukan kegiatan tersebut akan cepat merasakan rasa lelah. Niven (2002) yang mengatakan bahwa kelelahan merupakan stimulus dari stres.sehingga banyak anda yang mengalami stres pada saat PMS bahkan sampai terlalu stresnya anda sering memilih untuk menyendiri dan sering merasa sedih.
2. Hubungan Pola Konsumsi Dengan PMS
Berdasarkan hasil peneliti diatas menunjukkan bahwa dari 39 responden yang baik pola konsumsinya yaitu sebanyak 20 responden (51,3%) ada mengalami PMS. Sedangkan dari 15 responden yang tidak baik pola makannya 13 orang di antaranya
(86,7%) ada mengalami PMS. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value (0.038) berarti ada hubungan antara pola konsumsi dengan premenstrual syndrome Di Stikes U Budyah Banda Aceh.‟
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang di lakukan (Admin, 2012 yang berjudul hubungan pola makan, dan jerawat, dengan kejadian prementrual syndrome di Surakarta Menunjukkan bahwa dari 36 responden (100%) remaja yang mengalami
makan dan PMS. Akan tetapi, bukti-bukti yang bermunculan menunjukkan bahwa beberapa makanan dan minuman tertentu mungkin telah menyebakan atau memicu PMS pada beberapa orang .
Arisman (2007) menyatakan bahwa kebiasaan makan adalah cara seseorang dalam memilih dan memakannya sebagai reaksi terhadap pengaruh-pengaruh psikologis, fisiologi, budaya dan sosial. Harper dkk menambahkan kebiasaan makan adalah suatu perilaku yang berhubungan dengan makan seseorang, pola makanan yang
dimakan, pantangan, distribusi makanan dalam keluarga, preferensi terhadap makanan dan cara memilih makanan.
Menurut asumsi peneliti, pada saat menjelang atau saat mentruasi, banyak anda yang yang mengalami nafsu makan bertambah, dan ada juga sebagian anda yang tidak ada nafsu makan, pola makan anda pada saat PMS tidak teratur ada yang sehari sekali, ada yang 2 kali sehari bahkan ada anda pada saat mengalami PMS hanya mengkonsumsi buah-buahan saja. Dan ada lagi sebagian ibu mengatakan selalu ingin makan makanan yang pedas, atau asam untuk mengurangi rasa sakitnya.
3. Hubungan Pola Olaraga Dengan PMS
Hasil penelitian berbeda dengan penelitian yang di lakukan Nurlaela (2008). Dengan judul hubungan pola olahraga, obesitas dengan kejadian premenstrual syndrome pada mahasiswa akademi kebidanan di Pemerintaha Kabupaten Kudus yang
menunjukkan bahwa peluang terjadinya PMS lebih besar pada wanita yang tidak melakukan olahraga rutin dari pada wanita yang sering melakukan olahraga secara rutin yaitu sebanyak 68 responden (51,7%) yang tidak mengalami PMS 46 responden (38,7%). Karena olahraga sangat berpengaruh terhadap terjadinya PMS, et al (2008). Menyatakan bahwa aktifitas olahraga yang teratur dan berkelanjutan berkontribusi untuk meningkatkan produksi dan pelepasan endorphin. Endorphin memerankan peran
dalam pengaturan endogen. Wanita yang mengalami PMS, terjadi karena kelebihan estrogen, kelebihan estrogen dapat di cegah dengan meningkatnya endhorpin. Hal ini membuktikan olahraga yang teratur dapat mencegah atau mengurangi PMS, Pada wanita yang jarang melakukan olahraga secara rutin hormone estrogen akan lebih tinggi sehingga kemungkinan akan terjadi PMS lebih besar.
Olahraga berupa lari di katakankan dapat mengurangi keluhan. Berolahraga dapat mengurangi stress dengan cara memilih waktu untuk keluar dari rumah dan pelampiasan untuk melepas marah atau kecemasan yang terjadi . beberapa wanita mengatakan pada saat dia mengalami PMS, dapat membuat relaksasi dan tidur di malam hari.