Menilik Polah Remaja dan Anak-anak Melalui Cerminan Pintu Harmonika
Faris Alaudin, 1306372750
Karya sastra menurut ragamnya dibedakan atas prosa, puisi, dan drama. Cerita rekaan merupakan jenis karya sastra yang beragam prosa. Cerita rekaan
sebagai sebuah karya sastra seharusnya menarik dan merangsang rasa ingin tahu. Semua cerita rekaan ada kemiripan dengan sesuatu di dalam hidup ini karena bahannya diambilkan dari pengalaman hidup (Sudjiman, 1992:12). Dengan begitu, karya sastra terutama cerita rekaan dapat menjadi refleksi diri bagi para
pembacanya. Berdasarkan panjang-pendek cerita, ada yang membeda-bedakan cerita rekaan dengan sebutan cerita pendek atau cerpen, cerita menengah atau cermen, dan cerita panjang atau cerpan (Saad, 1967 dalam Sudjiman, 1992:11). Salah satu contoh bentuk cerpan adalah novel. Salah satu novelis perempuan Indonesia yang banyak menghasilkan karya-karya sastra bermutu adalah Clara Ng.
Clara Ng merupakan nama pena dari Clara R. Juana. Lahir di Jakarta pada tahun 1973. Setamat SMA di tahun 1992, Clara melanjutkan pendidikan strata satunya di Ohio State University, Amerika jurusan Interpersonal and Organizational Communication. Clara aktif menulis sejak ia harus istirahat total karena penyakit kekentalan darah yang dideritanya pada tahun 2000. Ibu dua anak ini menerbitkan buku pertamanya pada tahun 2002 dengan judul Tujuh Tahun Semusim. Kemudian, Clara banyak menghasilkan karya sastra berbentuk novel,
cerpen, dan cerita anak-anak. Diantaranya trilogi Indiana Chronicle, Utukki:
Sayap Para Dewa, Tiga Venus, Dongeng Sekola h Tebing, dan kumpulan cerpen
Malaikat Jatuh dan Cerita-cerita Lainnya.
karya-karya Clara Ng yang telah diterbitkan sebelumnya, misal Dimsum Terakhir, Tujuh Tahun Semusim, dan Berbagi Cerita Berbagi Cinta, novel baru milik Clara Ng ini banyak bercerita mengenai masalah keluarga, remaja, dan anak-anak.
Icha Rahmanti sendiri merupakan pengarang novel Cintapuccino dan Beauty Case terbitan Gramedia Pustaka Utama. Icha bernama asli Nisha
Rahmanti. Icha lahir di Bandung, 22 April 1978 dan menamatkan strata satunya dari Institut Teknologi Bandung (ITB) jurusan Arsitektur.
Novel Pintu Harmonika sebenarnya merupakan sebuah novel adaptasi dari skenario film layar lebar berjudul sama. Ide cerita awal Pintu Harmonika berasal dari Clara Ng dan Ginanti S. Noer yang mengarang tiga buah cerita dengan tiga tokoh utama dan tiga sudut pandang yang berbeda yang dikaitkan satu sama lain menjadi sebuah cerita yang utuh. Tiga cerita tersebut yaitu Otot (Kisah Rizal), Bully (Kisah Juni), dan Malaikat (Kisah David). Kemudian Clara Ng bersama
Icha Rahmanti mengembangkan ide cerita yang sudah dijadikan skenario film layar lebar tersebut menjadi sebuah novel.
Tidak jauh berbeda dengan skenario filmnya, novel Pintu Harmonikapun begitu adanya. Novel duet Clara dan Icha ini terdiri dari tiga cerita dengan tiga tokoh utama yang berbeda juga, yaitu Jurnal (bukan diary) Rizal Zaigham Harahap, Catatan Seorang Tahanan Rumah Juni Shahnaz, dan Catatan David
Christian Hadijaja a.k.a David Edogawa.
Pintu Harmonika diterbitkan pertama kali oleh PlotPoint Publishing (PT Bentang Pustaka) pada Januari 2013. Novel dengan jumlah halaman 284 halaman ini diterbitkan di Jakarta. Pintu Harmonika disunting oleh Arief Ash Shiddiq.
Sebuah karya sastra pada dasarnya adalah sebuah struktur yang kompleks.
unsur tersebut dan keterkaitan antar keduanya tentu dapat membangun sebuah keutuhan karya sastra (Mutiara, 1988:8).
Kehidupan sehari-hari remaja dan anak-anak dengan teman sepermainan maupun orang tua serta masalah-masalah yang ditimbulkan dari hubungan tersebut menjadi tema utama dalam novel ini. Tema adalah ide, gagasan, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra (Sudjiman, 1988:50 dalam
Mutiara, 1998:8). Kehidupan remaja dengan teman sepermainan dan keluarganya diceritakan melalui cerita Rizal dan cerita Juni.
Cerita pertama dari sudut pandang tokoh remaja SMA laki-laki, Rizal Zaigham Harahap yang menjadi artis di dunia maya. Masalah muncul ketika Rizal ternyata melakukan kebohongan publik melalui postingan-postingan di blog milik Rizal. Selain itu, Rizal juga malu mengakui ayahnya pada Cynthia, perempuan yang disukai Rizal karena ayahnya bukan seseorang yang „berada‟. Selama ini, Rizal selalu bilang bahwa ayahnya seseorang dengan banyak uang dan selalu mengajak Rizal berlibur ke luar negeri.
Cerita kedua dari sudut pandang tokoh remaja perempuan SMP, Juni Shahnaz yang karena kepandaiannya selalu menjadi korban bully seniornya di sekolah. Mengetahui hal tersebut, Rizal yang menjadi tetangga sebelah ruko Juni melatih Juni kemampuan bela diri sekaligus menumbuhkan rasa percaya diri pada Juni agar tidak mudah dibully lagi. Sayang, Juni menggunakan kemampuan beladirinya untuk membully juniornya. Hal tersebut membuat Juni diskors dari sekolah dan secara tidak langsung berimbas pada usaha sablon milik ayah Juni.
Cerita ketiga lebih mengutamakan pada hubungan orang tua, terutama ibu dengan anaknya. Diceritakan David Christian Hadijaja iba melihat mamanya bekerja keras untuk menghidupi David setelah perceraian mama David dengan ayahnya. Sayang takdir berkata lain, David meninggal dalam sebuah kecelakaan. Cerita kemudian beralih ke sudut pandang mama David yang tidak bisa menerima
telah bahagia di surga. Bumbu fantasi dengan munculnya malaikat berbulu pekat yang mengajak David ke surga, memberikan sentuhan unik dalam cerita ini.
Ketiga tokoh tersebut memiliki Surga tepat di belakang ruko tempat tinggal mereka. Surga tersebut menghubungkan ketiga tokoh dalam cerita utama dari novel Pintu Harmonika. Surga mereka adalah sebuah bangunan setengah jadi kosong yang terkenal suwung. Walaupun mereka bertiga berbeda usia dan lantas
tidak bermain bersama, mereka menemukan sahabat sekaligus keluarga di tempat yang mereka sebut Surga ini. Di Surga, mereka bertiga merasa bebas, bahagia, dan terlindungi hanya dengan berdiam di situ. Cerita Surga tersebut memunculkan konflik baru yaitu upaya mempertahankan Surga yang akan segera dijual oleh
pemiliknya. Sampailah mereka bertiga pada petualangan lewat tengah malam untuk mempertahankan Surga mereka. Pada akhirnya mama David membeli Surga tersebut untuk mengenang David yang semasa hidupnya sering bermain di Surga. Dibuatlah sebuah kafe di bekas Surga Rizal, Juni, dan David tersebut.
Pintu Harmonika berlatar tempat di sebuah kompleks ruko yang
dilukiskan dalam kutipan berikut.
“..., waktu gue baru pindah ke kompleks ruko basi Gardenia Crescent yang bangunannya dibuat warna-warni ala bunga.” (NG dan Ramanti, 2013:5). Di dalam suatu cerita rekaan mungkin saja latar menjadi unsur yang
dominan (Sudjiman, 1992:47), begitu pula dalam novel Pintu Harmonika. Dalam novel ini, latar tempat yang dominan adalah tanah di belakang ruko tempat ketiga tokoh tinggal yang mereka namai Surga, seperti yang terbaca dalam kutipan berikut
Dari kutipan di atas, selain menggambarkan latar tempat pengarang juga menggambarkan latar suasana. Bahwa Rizal sebagai tokoh dalam kutipan tersebut merasa aman jika berada di Surga yang Rizal temukan.
Latar waktu yang digunakan dalam novel ini kebanyakan dini hari ketika ketiga tokoh mempunyai misi menyelamatkan Surga mereka, seperti yang digambarkan dalam kutipan berikut.
“3.21 pagi. Gue dan Juni mengendap-endap lewat jalan di depan Surga.” (NG dan Rahmanti, 2013:83) dan “Pagi ini aku bangun dengan susah payah karena semalaman berkeliaran di Surga bersama Suhu dalam Operation PIA kami.” (NG dan Rahmanti, 2013:167).
Berbagai peristiwa disajikan dengan urutan tertentu. Peristiwa yang diurutkan itu membangun tulang punggung cerita, yaitu alur (Boulton, 1984:75 dalam Sudjiman, 1992:29). Pintu Harmonika menggunakan alur maju ada paparan dan pengenalan tokoh, konflik, klimaks, antiklimaks, dan penyesuaian. Jika urutan kronologis peristiwa-peristiwa yang disajikan di dalam karya sastra disela dengan peristiwa yang terjadi sebelumnya, maka terjadilah apa yang disebut alih balik atau sorot balik (Sudjiman, 1986:3 dalam Sudjiman 1992:33). Di beberapa bagian novel ini terdapat alur sorot balik yang kurang mempengaruhi jalan alur utama, yang dapat dilihat pada kutipan berikut.
“Seingat gue, terakhir gue menangis waktu kelas satu SD gara-gara sakit perut di jalan pulang sekolah.” (NG dan Rahmanti, 2013:7) dan “Saya masih ingat perkataannya waktu saya masih cukup kecil.” (NG dan Rahmanti, 2013:207).
Duet pengarang ini mampu menggambarkan keadaan psikologis remaja dan anak-anak pada umumnya melalui tiga tokoh utama Pintu Harmonika. Ambil contoh, dewasa ini banyak remaja yang berusaha menampilkan diri dan mempertahankan keeksistensian mereka melalui dunia maya, melalui media-media sosial yang semakin menjamur saja. Remaja kebanyakan ingin dikenal agar dapat dinilai gaul oleh golongan remaja lain. Pelabelan antara remaja gaul dan remaja tidak gaul tentu menimbulkan sebuah persaingan sosial untuk mendapatkan „peringkat‟, baik dalam dunia nyata maupun dunia maya. Contoh lain, dapat dibaca dari kutipan berikut yang diambil dari cerita Juni.
“Kata sang psikolog, sepanjang hidup kita, segala macam emosi sering terkumpul mengendap dan akhirnya menjadi “racun” yang memotivasi tindakan dan keputusan kita.” (NG dan Rahmanti, 2013:183).
Dalam cerita, Juni menghadapi masalah mulai dari ayah yang suka marah-marah
sampai senior yang suka main bully. Hal itu membuat emosi Juni menumpuk dan melampiaskannya dengan cara membully juniornya. Dengan cara seperti itu, Juni merasa lebih dianggap keberadaannya walaupun dengan cara yang salah.
Kedua sudut pandang cerita dari Rizal dan Juni tersebut sebenarnya merupakan cerminan dari perilaku khas remaja pada umumnya. Remaja yang ingin merasa dianggap dalam lingkup pergaulan mereka. Tidak jauh beda dengan remaja, anak-anak juga selalu merasa ingin dihargai, merasa dianggap, dan tidak suka dipandang sebelah mata sebagai seorang anak. Hal demikian dapat dilihat dalam kutipan berikut.
“Saya paling tidak suka kalau dianggap anak kecil sama Kak Rizal dan Kak Juni.” (NG dan Rahmanti, 2013:226).