• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pelayanan Pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten Serdang Bedagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pelayanan Pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten Serdang Bedagai"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Secara teoritis setidaknya ada 3 fungsi utama yang harus di jalankan

pemerintah, yaitu fungsi pelayanan masyarakat (public service function),

fungsi pembangunan (development function) dan fungsi perlindungan

(protection function). Hal yang terpenting adalah bagaimana pemerintah

dapat mengelola fungsi-fungsi tesebut agar dapat menghasilkan barang dan

jasa (pelayanan) yang ekonomis, efektif, efesien dan akuntabel kepada

masyarakat banayak. Karena pada hakekatnya pemerintahan adalah

pelayanan kepada masyarakat. Sehingga ia tidak diadakan untuk melayanani

dirinya sendiri, tetapi untuk melayanani masyarakat.

Pelayanan merupakan suatu kegiatan pemberian jasa antara pihak

pemberi jasa yang dalam hal ini pemerintah dengan pihak masyarakat agar

terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dan memberikan kepuasan pada

masyarakat.Banyak jenis dalam pemberian jasa, tetapi dalam hal ini adalah

pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Pelayanan IMB yang diberikan

oleh pihak pemerintah untuk mengesahkan kepemilikan hak mendirikan

bangunan diatas tanah secara legal dan tertulis, sehingga tidak bisa diganggu

gugat kepemilikannya dan tidak bisa dipergunakan oleh pihak lain selain

pemilik tanah.

Upayapemerintahdalam meningkatkancitrapelayanan, dimulaidengan

diberlakukannya UU No. 12 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atasUU No.

32 Tahun2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antaraPemerintah,

Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, selanjutnyaPP No. 41

Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, dan padaakhirnya melalui

Menteri Dalam Negeri dengan Permendagri No. 24 Tahun2006 tentang

Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu serta Permendagri No. 20

Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata KerjaUnit Pelayanan

Perizinan Terpadu di Daerah. Implementasi dari peraturan-peraturan tersebut

adalah dengan pembentukan organ untuk mengurus pelayananperizinan yang

(2)

Pelayanan publik saat ini masih jauh dari yang diharapkan. Dalam

praktek penyelenggaraannya, terutama dalam hal pelayanan perizinan,

masyarakat masih jauh dari kata layak dalam menerima pelayanan tersebut.

Banyaknya keluhan dan ketidakpuasaan masyarakat menjadi tolak ukur dalam

hal tersebut. Zeithaml (1990) berpendapat bahwa hal tersebut terjadi karena

adanya jurang pemisah yang menjadi kendala dalam pelayanan publik, yaitu :

a. Tidak tahu apa yang sebenarnya diharapkan oleh masyarakat.

b. Pemberian ukuran yang salah dalam pelayanan publik.

c. Keliru penampilan diri dalam pelayanan publik itu sendiri.

d. Ketika membuat perjanjian terlalu berlebihan atau pengobralan.

Ridwan berpendapat (2009:163), hambatan yang biasanya dikeluhkan

oleh masyarakat pelayanan publik dalam halpengurusan perizinan yaitu:

a. Biaya perizinan

1) Biaya pengurusan izin sangat memberatkan bagi pelaku usaha kecil.

Besarnya biaya perizinan seringkali tidak transparan.

2) Penyebab besarnya biaya disebabkan karena pemohon tidak mengetahui

besar biaya resmi untuk pengurusan izin, dan karena adanya pungutan

liar.

b. Waktu

1) Waktu yang diperlukan mengurus izin relatif lama karena prosesnya yang

berbelit.

2) Tidak adanya kejelasan kapan izin diselesaikan.

3) Proses perizinan tergantung pada pola birokrasi setempat.

c. Persyaratan

1) Persyaratan yang sama dan diminta secara berulang-ulang untuk berbagai

jenis izin.

2) Persyaratan yang ditetapkan seringkali sulit untuk diperoleh.

3) Informasi yang dibutuhkan tidak tersedia dan terdapat beberapa persyaratan

yang tidak dapat dipenuhi khususnya oleh para pengusaha kecil.

Beberapa hambatan diatas dapat dijadikan dasar bagi pemerintah untuk

meningkatkan atau memperbaiki pelayanan guna mengurangibahkan

(3)

antara pihak pemerintah dengan masyarakat. Oleh sebab itu, menarik untuk

digali lebih lanjut mengenai apakah pelayananpemberian Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) telah sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku atau

tidak.Dalam kaitannya dengan pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB),

diharapkan praktik pelayanan perizinan tersebut dapat memenuhi tujuan yang

telah ditetapkan terutama dalam hal penyederhanaan prosedur. Hak

kepemilikan atas bangunan sering menjadi sengketa publik dan bahkan sering

menimbulkan konflik yang berkepanjangan. Masalah tersebut muncul karena

tidak dimilikinya surat kepemilikan hak atas bangunan secara legal dan tertulis

yangdiberikanpemerintah karenasebagian masyarakatmerasaprosedur

perizinan cukup rumit, minimnya kesadaran masyarakat untuk memiliki surat

izin mendirikan bangunan dan bahkan adapula yang tidak memiliki uang untuk

mengikutiprosesizinmendirikanbangunan.Minimnyainformasidan sosialisasi

tentang izin mendirikan bangunan membuat hal tersebut berpotensi terjadi pada

tiap tahunnya, padahal surat izin mendirikan bangunan berfungsi sebagai

jaminan kepastian hukum dari negara Republik Indonesia.

IMB disusun sebagai standar penyesuaian bangunan dengan

lingkungan sekitarnya. Mendirikan bangunan rumah/toko dengan terencana

akan menjamin kondisi lingkungan yang aman, nyaman, teraturdengan segala

aktivitas. Rumah merupakan kebutuhan yang sangat krusial bagi manusia

sebagai tempat untuk menetap, sedangkan toko merupakan bangunan untuk

melakukan kegiatan transaksi jual beli berbagai jenis barang yang dibutuhkan

masyarakat. Pada dasarnya, setiap pengakuan hak oleh seseorang terhadap

suatu bangunan harus didasarkan bukti yang kuat dan sah menurut hukum agar

bisa dipertanggung jawabkan. Tanpa bukti tertulis, suatu pengakuan di hadapan

hukum mengenai objek hukum tersebut menjadi tidak sah, sehingga dengan

adanya sertifikat IMB akan memberikan kepastian dan jaminan hukum kepada

masyarakat.

Oleh sebab itu, pemerintah berusaha menciptakan suatu sistem

pelayanan izin mendirikan bangunan yangoptimal. Salah satu dari tindakan

pemerintah tersebut adalah dengan dikeluarkannya suatu kebijakan Pelayanan

(4)

diberikan aparatur negara harus benar-benar ditata, diperbaharui, dan dibenahi

untuk mengubah citra aparatur yang sebelumnya dipandang lambandan tidak

transparan. Masyarakat menganggap dan berpikiran birokrasi yang lamban

karena sistem dan prosedur yang sangat rumit serta memakan waktu yang

cukup panjang untuk mendapatkan surat IMB. Masyarakat juga menganggap

aparatur negara tidak transparan karena adanya uang pelicin yang dianggap

untuk mempercepat prosedur mendapatkan surat IMB tersebut, sedangkan

masyarakat yang tidak membayar uang pelicin akan sangat lamban diberikan

pelayanan dan bahkan memakan waktu berhari-hari untuk mendapatkan surat

izin mendirikan bangunan. Masyarakat bukan hanya menunggu berhari-hari,

tetapi bahkan ada yang dibola-bola atau dipermainkan sehingga dibuat bingung

dan merasa dipersulit dalam prosedur mendapatkan IMB.

Kebijakan terhadap model pelayanan terpadu satu pintu merupakan

sebuah revisi terhadap kebijakan pemerintah sebelumnya tentang pelayanan

terpadu satu atap melalui Surat Edaran Mendagri No. 503/125/PUOD tentang

Pembentukan Pelayanan Terpadu Satu Atap. Revisi ini didasarkan pada

kenyataan di lapangan bahwa implementasi penyelenggaraan pelayanan

terpadu satu atap di daerah banyak mengalami kendala terkait dengan

mekanisme perizinan yang masih rumit dan kendala koordinasi lintas Satuan

Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang sulit, sehingga tidak berjalan dan

berfungsi secara optimal. (Ridwan, 2005:200)

Pemerintah melalui kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Menteri

Dalam Negeri No.24 Tahun 2006 (Ridwan, 2009:169) tentang

Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu intinya meminta pemerintah

daerah melakukan kegiatan seperti:

a. Penyederhanaan sistem dan prosedur perizinan usaha.

b. Pembentukan lembaga pelayanan perizinan terpadu satu pintu di daerah.

c. Pemangkasan waktu dan biaya perizinan.

d. Perbaikan sistem pelayanan.

e. Perbaikan sistem informasi.

(5)

Pembentukan BPTSP pada dasarnya ditujukan untuk

menyederhanakan birokrasi penyelenggaraan perizinan dalam bentuk

pemangkasan tahapan dan prosedur lintas instansi maupun dalam instansi

yang bersangkutan, pemangkasan biaya, pengurangan jumlah persyaratan,

pengurangan jumlah paraf dan tanda tangan yang bersangkutan, dan

pengurangan waktu pemrosesan perizinan. Dengan adanya BPTSP, maka

telah terjadi perubahan paradigma dalam penyelenggaraan pelayanan publik

yang tujuannya meningkatkan kualitas pelayanan yang lebih baik, lebih murah

dan lebih cepat sesuai dengan prinsip-prinsip BPTSP yaitu kesederhanaan,

kejelasan prosedur, kepastian waktu, kepastian hukum, kemudahan akses,

kenyamanan dan kedisplinan dari penyelenggara pelayanan. (Ridwan,

2009:208)

Di Serdang Bedagai sendiri, pelayanan ini di implementasikan oleh

Kantor Pelyananan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (KP2TPM),

terutama dalam pengurusan izin mendirikan bangunan yang jauh lebih baik

demi menjawab harapan masyarakat terhadap proses yakni sederhana, murah,

adanya kepastian waktu, pelayanan yang berkualitas, kepastian hasil,

transparansi dan sah secara hukum. Proses perizinan yang sederhana mencakup

tidak saja menghilangkan birokrasi yang panjang, tetapi juga menghindari

sistem prosedur dan persyaratan yang berlebihan serta memberikan informasi

secara akurat pada pemohon yang akan mengikuti proses izin mendirikan

bangunan.

Dari sisi masyarakat, murah berarti biaya yang wajar dan dapat

diverifikasi. Kepastian waktu merupakan elemen penting lainnya yang

diharapkan masyarakat dari pemerintah. Kepastian tersebut mencakup

tenggang waktu yang dibutuhkan untuk mengikuti prosedurizin mendirikan

bangunan dan kepastian waktu serta tempat dikeluarkannya surat izin

mendirikan bangunan tersebut. Panjangnya waktu untuk mengikuti proses izin

mendirikan bangunan seharusnya diketahui oleh para pemohon sehingga bisa

menyesuaikan dengan jadwal aktivitas yang dimilikinya. Pemerintah sebagai

penyedia pelayanan harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat ini agar

(6)

Masyarakat tentu saja berharap bahwa proses pengurusan izin tidak dipersulit

dan tidak menghabiskan waktu yang panjang.

Oleh sebab itu dengan adanya Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu

dan Penenaman Modal diharapkan pelayanan perizinan terutama dalam

pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Serdang Bedagai dapat

berjalan secara efektif, yaitu sesuai dengan standar pelayanan dan

diberitahukan pada seluruh lapisan masyarakat sebagai jaminan adanya

kepastian bagi penerima pelayanan secara benar dan tepat tanpa adanya uang

pelicin, kesalahpahaman dan konflik. Kemudian, diharapakan juga masyarakat

sadar dan memahami tentang pentingnya memiliki surat izin mendirikan

bangunan sebagai kepastian hukum yang legal dan dapat dipertanggung

jawabkan dalam ranah hukum.

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka penulis tertarik

untuk membuat skripsi dengan judul ”Analisis Pelayanan Pemberian Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten Serdang Bedagai.”

1. 2. Rumusan Masalah

Untuk dapat memudahkan dalam penelitian ini dan agar penelitian

inimemiliki arah yang jelas dalam menginterpretasikan fakta dan data ke

dalampenulisan skripsi, maka terlebih dahulu dirumuskan

permasalahannya.Berdasarkan pembahasan di atas maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pelaksanaan pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

di Kabupaten Serdang Bedagai ?

2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi dalam pelaksanaan

pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten Serdang

(7)

1. 3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan jawaban terhadap

perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, adapun yang menjadi

tujuan peneliti adalah:

1. Untuk menganalisis pelaksanaan pemberian Izin Mendirikan Bangunan

(IMB) di Kabupaten Serdang Bedagai

2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

dalam pelaksanaan pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di

Kabupaten Serdang Bedagai

1. 4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk memecahkan masalah atau fenomena

sosial yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Manfaat yang diambil dari

penelitian ini adalah:

1. Secara Subjektif

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi penulis untuk meningkatkan dan

mengembangkan kemampuan, pengetahuan serta kemampuan menulis

karya ilmiah yang berkaitan dengan disiplin Ilmu Administrasi Negara.

2. Secara Praktis

Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan masukan bagi

pemerintah.

3. Secara Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah kemampuan berpikir

secara ilmiah dan memberikan kontribusi baik secara langsung maupun

tidak langsung bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Negara

(8)

1. 5. Kerangka Teori

Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, penulis perlu

mengemukakan teori-teori sebagai kerangka berpikir yang berguna untuk

menggambarkan dari sudut mana penelitian melihat masalah yang akan diteliti.

Menurut Singarimbun (2008:37), teori adalah serangkaian asumsi, konsep,

definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara

sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. Kerangka teori

merupakan bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan penjelasan

tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel pokok, subvariabel atau

masalah pokok yang ada dalam penelitian (Arikunto, 2002:92). Adapun yang

menjadi kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.5. 1 Pelayanan Publik

Pengertian pelayanan publik menurut Roth adalah “any service

available to the public whether provoided publicy (as is a museum) or

privetly ( as a restaurant meal ). Berdasarkan hal tersebut, pelayanan

publik yang dimaksud adalah segala bentuk kegiatan pelayanan yang

dilakukan oleh oleh suatu organisasi atau individu dalam bentuk

barang dan jasa kepada masyarakat baik secara individu maupun

kelompok atau organisasi.

Dalam Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2003, pelayanan

publik merupakan segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh

penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan

penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Barang dan jasa yang dihasilkan pelayanan

publik di kategorikan kedalam dua kelompok besar, yaitu Barang

Publik (Public Goods) dan Barang Privat (Private Goods).

Masalah pelayanan publik pada dasarnya dapat dilihat dari

proses penyediaan pelayanan publik itu sendiri. Berikut proses

(9)

Gambar 1.1

Alur Proses Pelayanan Publik

Diagram tersebut memperlihatkan bahwa untuk mendapatkan

pelayanan publik yang dibutuhkan masyarakat harus memalui

mekanisme yang penjang yaitu melalui negara dimana didalamnya ada

dua institusi politisi dan pembuat kebijakan. Setelah negara, proses

akan melalui peyedia pelayanan publik yang terdiri dari penyedia

langsung (fronline) dan organisasi. Mekanisme yang panjang ini jelas

menyimpan berbagai potensi permasalahan.

1.5.1.1. Pola-pola Pelayanan publik

Agar dapat melaksanakan prinsip-prinsip pelayanan publik

secara efektif, maka dalam penyelenggaraan pelayanan publik,

berdasarkan Kemenpan No 63 Tahun 2003, maka pelaksanaan

pelayanan publik dapat dibedakan berdasarkan pola-pola berikut :

i. Pola Pelayanan Fungsional

Pola ini Adalah pola pelayanan masyarakat yang diberikan oleh

suatu instansi pemerintah sesuai dengan bidang tugas, fungsi dan

kewenangannya.

THE STATE Politicians Poliv -Mkares

PROVIDERS Fronline Organization

CITIZENS Non Poor

(10)

ii. Pola Terpusat

Pola ini diberikan secara tunggal oleh penyelenggara pelayanan

publik berdasarkan pelimpahan wewenang dari penyelenggaara

pelayanan terkait lainnya yang bersangkutan.

iii. Pola Terpadu

Terpadu Satu Atap, yang diselenggarakan dalam satu tempat yang

meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai

keterkaitan proses dan dilayani melalui beberapa pintu.

Terpadu Satu Pintu, yang diselenggarakan pada satu tempat yang

meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses

dan dilayani melalui satu pintu.

iv. Pola Gugus Tugas

Pelayanan publik yang diberikan secara perorangan atau dalam

bentuk gugus tugas ditempatkan pada instansi pemberi pelayanan

dan lokasi pemberi pelayanan. Pola jenis ini merupakan pola yang

terintegrasi dengan instansi atau unit kerja yang lain yang memiliki

keahlian masing-masing dalam rangka mendukung pemberian

pelayanan tersebut.

1.5.1.2. Asas-asas Pelayanan Publik

a. Asas Keterbukaan

Keterbukaan menjadi salah satu asa utama untuk menjamin bahwa

para stakeholders dapat mengendalikan proses pengambilan

keputusan, tindakan-tindakan oleh instansi publik, pengelolaan

aktivitas serta pengelolaan sumber daya manusia yang ada.

Keterbukaan diwujudkan melalui pembinaan komunikasi secara

penuh, terinci dan jelas dengan para stakeholders menjadi sangat

penting.

b. Asas Integritas

Berurusan lansung dan ketuntasan dalam pelaksanaan fungsi-fungsi

(11)

c. Asas Akuntabilitas

Berkenanan dengan proses dimana unit-unit pelayanan publik dan

orang-orang yang berfungsi didalamnya harus bertanggung jawab

atas keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan yang dibuatnya,

serta kebersediaan untuk menjalani proses pengawasan baik

eksternal maupun internal. Melahirkan kewajiban untuk

bertanggung jawab atas fungsi dan kewenangan secara sah di

percaya kepada setiap masyarakat.

d. Asas Legalitas

Setiap tindakan, pengambilan keputusan, serta pelaksanaan fungsi

suatu instansi pelayanan publik harus sejalan dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, dan berjalan sesuai dengan

aturan dan prosedur yang ditetapkan berdasarkan aturan

perundang-undangan.

e. Asas Non-Diskriminasi dan Perlakuan yang Sama

Pelayanan publik yang diberikan harus berdasarkan prinsip

pemberian pelayanan yang sama dan setara kepawa masyarakat,

tanpa menbeda-bedakan.

f. Asas Proposionalitas

Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus menjamin bahwa

beban yang harus ditanggung oleh masyarakat pengguna jasa

layanan publik akibat tindakan-tindakan yang dialami oleh instansi

pelayanan publik harus berbanding secara proposional dengan

tujuan atau manfaat yang hendak diperoleh masyarakat.

g. Asas Konsistensi

Adanya jaminan bahwa instansi dapat berkerja secara konsisten

dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

1.5.1.3. Prinsip-prinsip pelayanan publik

Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara

(Meneg-PAN) Republik Indonesia juga telah membangun indikator dalam

(12)

Berdasarkan prinsip pelayanan sebagaimana telah ditetapkan dalam

Kemenpan No 63 Tahun 2003, yang kemudian dikembangkan

menjadi 14 unsur yang “relevan, valid” dan “reliabel”, sebagai

unsur minimal yang harus ada dalam pelayanan publik:

1. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang

diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan

alur pelayanan;

2. Persyaratan Pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif

yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan

jenis pelayanannya;

3. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian

petugas yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta

kewenangan dan tanggung jawabnya);

4. Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas

dalam memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi

waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku;

5. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang

dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan

penyelesaian pelayanan;

6. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan

ketrampilan yang dimilikipetugasdalam

memberikan/menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat;

7. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat

diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit

penyelenggara pelayanan;

8. Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan

dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang

dilayani;

9. Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku

petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara

sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati;

(13)

terhadap besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan;

11. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang

dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan;

12. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan,

sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan;

13. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana

pelayanan yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat

memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan;

14. Keamanan Pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan

lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang

digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk

mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan

dari pelaksanaan pelayanan.

1.5.1.4. Kualitas Pelayana Publik

Menurut Vincent yang dikutip oleh Fredickson, setidaknya ada

10 atribut yang digunakan dalam menilai kualitas pelayanan publik

yaitu : Ketepatan waktu layanan, akurasi pelayanan, keopanan dan

keramahan dalam memberikan pelayanan, tanggung jawab,

kelengkapan, kemudahan mendapat layanan, variasi model layanan,

kenyamanan, atribut pendukung serta layanan pribadi.

Parasuraman mengemukakan bahwa perwujudan kepuasan

masyarakat terhadap kualitas pelayanan dapat diiedntifikasi melalui 5

dimensi kualitas pelayanan yaitu :

1. Aspek Bukti Langsung (Tangible)

Kualitas layanan adalah bentuk aktualisasi nyata secara fisik

dapat terlihatatau digunakanoleh pegawai sesuai dengan

penggunaan dan pemanfaatannyayang dapat dirasakan membantu

pelayanan yang diterima oleh orang yangmenginginkan pelayanan,

sehingga puas atas pelayanan yang dirasakan, yangsekaligus

menunjukkan prestasi kerja atas pemberian pelayanan yang

(14)

Pada suatu bentuk kualitas pelayanan yang diperhatikan

perusahaan, makaterdapat suatu dimensi yang disebut dengan

tangibles atau bukti langsung. Buktilangsung disini dapat diartikan

sebagai bagaimana kemampuan perusahaan atauprodusen dalam

menunjukkan eksistensi atau kemampuannya ketika

berhadapanlangsung dengan konsumen. Tangibles disini tidak

dapat diraba atau dilihat olehkonsumen secara langsung, akan

tetapi dapat dirasakan dampaknya secaralangsung dari hal-hal yang

telah dilakukan perusahaan tersebut.

Tangible atau bukti langsung berupa pelayanan-pelayanan yang

dirasakanlangsung oleh konsumen benar-benar diperhatikan

perusahaan atau konsumenuntuk meningkatkan prestasi kerja

perusahaan sehingga mampu menghasilkankualitas pelayanan

terbaiknya terhadap konsumen. Arisutha (2005: 49)

mengungkapkan bahwa prestasi kerja yang ditunjukkan oleh

individu sumberdayamanusia, menjadi penilaian dalam

mengaplikasikan aktivitas kerjanya yang dapatdinilai dari bentuk

pelayanan fisik yang ditunjukkan.

Dewasa ini tuntutan perusahaan dalam melayani konsumen

dengan sebaikbaiknya yang feedback atau timbal baliknya dapat

dirasakan secara langsungsudah menjadi bahan pembicaraan yang

sangat menggaung dimana mana.Sehingga menurut Margaretha

(2003) terdapat identifikasi kualitas layanan fisik(tangible) dapat

tercermin dari aplikasi lingkungan kerja berupa:

a. Kemampuan menunjukkan prestasi kerja pelayanan dalam

menggunakan alatdan perlengkapan kerja secara efisien dan

efektif.

b. Kemampuan menunjukkan penguasaan teknologi dalam

berbagai akses data dan inventarisasi otomasi kerja sesuai

dengan dinamika dan perkembangan dunia kerja yang

(15)

c. Kemampuan menunjukkan integritas diri sesuai dengan

penampilan yangmenunjukkan kecakapan, kewibawaan dan

dedikasi kerja.

2. Aspek Kehandalan (Reliability)

Aspek kehandalan (reliability) dalam indikator kualitas

pelayanan merupakan hal penting dan vital bagi perusahaan dalam

menunjukkan kinerjanya karena kehandalan merupakan bentuk ciri

khas atau karakteristik dari pegawai yang memiliki prestasi kerja

tinggi (Zoeldhan, 2012). Banyak perusahaan yang berlomba-lomba

memperbaiki dimensi kehandalan dalam kinerja mereka.

Kehandalan yang dimaksud dapat meliputi bagaimana kualitas

kinerja karyawan, kehandalan dalam menggunakan skill mereka

saat melayani konsumen, dan sebagainya.

Zoeldhan (2012) mengatakan bahwa kehandalanmerupakan

bentuk ciri khas atau karakteristik dari pegawai yang memiliki

prestasikerja tinggi. Kehandalan dalam pemberian pelayanan dapat

terlihat darikehandalan memberikan pelayanan sesuai dengan

tingkat pengetahuan yangdimiliki, kehandalan dalam terampil

menguasai bidang kerja yang diterapkansesuai dengan skil yang

mereka punya, kehandalan dalam penguasaanbidangkerja sesuai

pengalaman kerja yang ditunjukkan dan kehandalan

menggunakanteknologi kerja yang ada.

Sunyoto (2004) menyatakan bahwa kehandalan dari

suatuindividu organisasi dalam memberikan pelayanan

sangatdiperlukan untukmenghadapi gerak dinamika kerja yang

terus bergulir menuntut kualitas layananyang tinggi sesuai

kehandalan individu pegawai dan dapat dilihat dari :

1. Kehandalan dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan

tingkatpengetahuan yang sesuai dengan uraian kerjanya.

2. Kehandalan dalam memberikan pelayanan yang terampil yang

(16)

dalam menjalankan aktivitaspelayanan yang efisien dan

efektif.

3. Kehandalan dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan

pengalaman kerja yang dimilikinya, sehingga penguasaan

tentang uraian kerja dapat dilakukan secara cepat, tepat, mudah

dan berkualitas sesuai pengalamannya.

4. Kehandalan dalam mengaplikasikan penguasaan teknologi

untuk memperoleh pelayanan yang akurat dan memuaskan

sesuai hasil output penggunaan teknologi yang ditunjukkan.

3. Aspek Daya Tanggap (Responsiveness)

Definisi daya tanggap menurut Tjiptono (2007) yaitu keinginan

para staf dan karyawan untuk membantu para pelanggan dan

memberikan pelayanan dengan tanggap. Tanggap disini dapat

diartikan bagaimana bentuk respon perusahaan terhadap segala

hal-hal yang berhubungan dengan konsumen. Respon yang dimaksud

sebaik-baiknya cara perusahaan dalam menerima entah itu

permintaan, keluhan, saran, kritik, complain, dan sebagainya atas

produk atau bahkan pelayanan yang diterima oleh konsumen.

Hal ini memerlukan adanya penjelasan yang bijaksana,

mendetail,membina, mengarahkan dan membujuk agar menyikapi

segala bentuk-bentukprosedur dan mekanisme kerja yang berlaku

dalam suatu organisasi, sehinggabentuk pelayanan mendapat

respon positif (Parasuraman, 2001). Kegiatanmelayani konsumen

dengan sebaik-baiknya dalam sebuah organisasi atauperusahaan

tidak sekedar tentang kehandalan perusahaan, tapi lebih ke

yangbagaimana cara perusahaan menanggapi konsumen dalam

bentukapapun.

Disini dituntut untuk harus mengerti keinginan konsumen

sebaik-baiknya, atau bahkan ketika ada konsumen yang kurang

mengerti dengan prosedur yang diterapkan oleh perusahaan maka

(17)

pengertian sebaik mungkin sehingga konsumen dapat mengerti dan

memaklumi atas segala peraturan atau prosedur yang diterapkan

perusahaan.

Margaretha (2003) mengungkapkan bahwa kualitas layanan

daya tanggapadalah suatu bentuk pelayanan dalam memberikan

penjelasan, agar orang yangdiberi pelayanan tanggap dan

menanggapi pelayanan yang diterima, sehinggadiperlukan adanya

unsur kualitas layanan daya tanggap sebagai berikut:

1. Memberikan penjelasan secara bijaksana sesuai dengan

bentuk-bentukpelayanan yang dihadapinya.

2. Memberikan penjelasan yang mendetail yaitu bentuk

penjelasan yang substantifdengan persoalan pelayanan yang

dihadapi, yang bersifat jelas, transparan, singkatdan dapat

dipertanggungjawabkan.

3. Memberikan pembinaan atas bentuk-bentuk pelayanan yang

dianggap masihkurang atau belum sesuai dengan syarat-syarat

atau prosedur pelayanan yangditunjukkan.

4. Mengarahkan setiap bentuk pelayanan dari individu yang

dilayani untukmenyiapkan, melaksanakan dan mengikuti

berbagai ketentuan pelayanan yangharus dipenuhi.

5. Membujuk orang yang dilayani apabila menghadapi suatu

permasalahan yangdianggap bertentangan, berlawanan atau

tidak sesuai dengan prosedur danketentuan yang berlaku.

4. Aspek Assurance

Istilah assurance menurut Darmawi (2004) dibagi dalam

beberapa bidang, sedangkan dalam bidang pemasaran yaitu

assurance atau jaminan adalah sebuah perusahaan yang usaha

utamanya menerima/menjual jasa , pemindahan risiko dari pihak

lain, dan memperoleh keuntungan dengan berbagi risiko (sharing

of risk) di antara sejumlah besar nasabahnya. Banyak istilah

(18)

perusahaan sebagai acuan untuk memberikan pelayanan

sebaik-baiknya kepada konsumen seperti performa atau kinerja pelayanan

karyawan dengan baik dan handal sehingga terbentuk rasa puas

dari konsumen.

Bentuk jaminan yang lain yaitu jaminan terhadap pegawai yang

memiliki perilaku kepribadian (personality behavior) yang baik

dalam memberikan pelayanan, tentu akan berbeda pegawai yang

memiliki watak atau karakter yang kurang baik dan yang kurang

baik dalam memberikan pelayanan (Margaretha, 2003:201)

Zeithmal dan Bitner (1996) mengungkapkan bahwa dimensi

assurance atau jaminan merupakan gabungan dari dimensi :

1. Kompetensi (competence) Adalah keterampilan dan

pengetahuan yang dimiliki para karyawan untuk melakukan

pelayanan.

2. Kosopanan (courtesy) Adalah meliputi keramahan, sikap,

perhatian para karyawan.

3. Kreadibilitas (creadibility) Adalah meliputi hal-hal yang

berhubungan dengan kepercayaan kepada perusahaan, seperti

reputasi, prestasi, dan sebagainya.

5. Aspek Empathy

Zoeldhan (2012) mengatakan bahwa empati dalam suatu

pelayanan adalah adanya suatu perhatian, keseriusan, simpatik,

pengertian dan keterlibatan pihak-pihak yang berkepentingan

dengan pelayanan untuk mengembangkan dan melakukan aktivitas

pelayanan sesuai dengan tingkat pengertian dan pemahaman dari

masing-masing pihak tersebut. Empati membutuhkan adanya saling

mengerti satu sama lain antara karyawan atau yang melayani dan

yang dilayani atau konsumen agar tercipta suatu hubungan yang

balance atau selaras dalam perusahaan tersebut.

Intinya dalam setiap pelayanan yang dilakukan sangat

(19)

didalamnya. Ketika konsumen membutuhkan pelayanan apapun

dari perusahaan maka perusahaan memberikan suatu pelayanan

yang sebaik-baiknya dengan berbagai prosedur yang ada.

Sedangkan konsumen yang minta dilayani juga seharusnya

memahami dan mengerti dengan berbagai kondisi yang ada di

perusahaan dengan tidak memaksakan kehendak yang berlebihan

sehingga tercipta hubungan yang saling mengerti antara perusahaan

dengan konsumen.

Margaretha (2003) mengatakan kualitaspelayanan dalam empati

harus diwujudkan dalam lima hal sebagai berikut :

1. Mampu memberikan perhatian terhadap berbagai bentuk

pelayanan yangdiberikan, sehingga yang dilayani merasa

menjadi orang penting.

2. Mampu memberikan keseriusan atas aktivitas kerja yang

diberikan, sehinggayang dilayani memberikan kesan bahwa

pemberi pelayanan menyikapi pelayananyang diinginkan.

3. Mampu menunjukan rasa simpatik atas pelayanan yang

dinginkan sehinggayang dilayani memliki wibawa atas

pelayanan yang diberikan.

4. Mampu menunjukkan pengertian yang mendalam atas berbagai

hal yangdiungkapkan, sehingga yang dilayani menjadi lega

dalam menghadapi bentukbentuk pelayanan yang dirasakan.

5. Mampu menunjukkan keterlibatannya dalam memberikan

pelayanan atasberbagai hal yang dilakukan, sehingga yang

dilayani menjadi tertolongmenghadapi berbagai bentuk

kesulitan pelayanan.

1.5. 2 Perizinan

Asep Warlan Yusuf (Ridwan, 2009:92) mengatakan bahwa

izin adalah instrumen pemerintah yang bersifat yuridis preventif,

yang digunakan sebagai sarana hukum administrasi untuk

(20)

Bash, izin adalah perbuatan hukum administrasi negara yang

menghasilkan peraturan berdasarkan persyaratan dan prosedur

sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang

undangan yang berlaku.

Izin mengacu pada suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan

undang-undang atau peraturanpemerintah untuk dalamkeadaan

tertentu menyimpang dari ketentuan larangan peraturan

perundang-undang.

Perizinan adalah salah satu bentuk pelaksanaan fungsi peraturan

dan bersifat pengendalian yang dimiliki oleh Pemerintah terhadap

kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Perizinan dapat

berbentuk pendaftaran, rekomendasi, sertifikasi, penentuan kuota dan

izin melakukan sesuatu usaha yang biasanya harus dimiliki atau

diperoleh suatu organisasi perusahaan atau seseorang sebelum yang

bersangkutan dapat melakukan suatu kegiatan atau tindakan.

Pelayanan perizinan dilakukan sebagai upaya pemenuhan

kebutuhan masyarakat, misalnya upaya instansi yang berwenang

dalam memberikan jaminan kepastian hukum atas kepemilikan

tanah maupun Izin Mendirikan Bangunan misalnya sehingga dapat

menjamin segala aktivitas. IMB diperlukan dengan maksud untuk

mendirikan bangunan yang aman tanpa gangguan yang berarti.

Jadi, pelayanan perizinan adalah segala bentuk tindakan yang

dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat yang bersifat

legalitas atau melegalkan kepemilikan, hak, keberadaan, dan kegiatan

individu atau organisasi.

Menurut Ahmad Sobana (Ridwan, 2009:92) mekanisme

perizinan dan izin yang diterbitkan untuk pengendalian dan

pengawasan administratif bisa dipergunakan sebagai alat untuk

mengevaluasi keadaan dan tahapan perkembangan yang ingin

dicapai, di samping untuk mengendalikan arah perubahan dan

(21)

Menurut Ridwan (2009:93) lebih jauh lagi melalui sistem

perizinan diharapkan dapat tercapainya tujuan tertentu diantaranya :

a. Adanya suatu kepastian hukum.

b. Perlindungan kepentingan umum.

c. Pencegahan kerusakan atau pencemaran lingkungan

d. Penataan distribusi barang tertentu.

Perizinan sebagai instrumen usaha implementasi program

pemerintahdaerah yang menjadi bagian integral dari

penyelenggaraan pemerintahan, maka pemerintah daerah bisa lebih

leluasa untuk menggunakannya sesuai dengan rambu peraturan

perundangan yang berlaku dengan tetap menjunjung tinggi azas

umum pemerintahan yang layak.

Perizinan memiliki beberapa sifat, diantaranya :

a. Izin bersifat bebas

b. Izin bersifat terikat

c. Izin yang bersifat menguntungkan

d. Izin yang bersifat memberatkan

e. Izin yang segera berakhir

f. Izin yang berlangsung lama

g. Izin yang bersifat pribadi

h. Izin yang bersifat kebendaan

1.5.2.1. Elemen Pokok Perizinan

Menurut Rangkuti (2006) ada beberapa elemen yang harus ada

dalam perizinan, yaitu sebagai berikut :

a. Wewenang

Sebagaimana negara hukum didasarkan kepada bagaimana

menegakan peraturan perundang-undangan. Setiap tindakan harus

sesuai dengan fungsi dan wewenang yang ada. Menurut willink,

untuk dapat melaksanakan dan menegakan ketentuan hukum positif

perlu wewenang. Tanpa weweng tidak dapat dibuat keputusan

(22)

b. Izin Sebagai bentuk Ketetapan

Izin dapat di golongkan sebagai ketetapan yang bersifat

konsitutif, artinya krtrtapan yang dapat memberikan hak baru yang

sebelumnya tidak dimiliki oleh seseorang yang namanya tercantum

dalam ketetapan itu, atau dapat juga di artikan sebagai ketetapan

yang memperkenankan sesuatu yang sebelumnya tidak dibolehkan.

Aspeyang biasanya remuat dalam regulasi perizinan diantaranya :

persyaratan, hak dan kewajiban, tata cara, jangka waktu

keberlakuan, waktu pelayanan, biaya, mekanisme komplain dan

penyelesaian sengketa, dan sanksi.

c. Lembaga Pemerintah

Menurut N.M. Spelt dan J.B.J.M. Ten Berger, keputusan yang

memberikan izin harus diambil oleh lembaga yang berwenang, dan

yang selali terkait adalah lembaga-lembaga pemerintah atau

administrasi negara. Dalam hal ini adalah lembaga-lembaga pada

tingkat nasional maupun pada tingkat daerah.

Beragam lembaga yang memiliki wewenang ini dapat

menyebabkan tujuan dari kegiatan usaha yang mengharapkan

efesiensi dalam pengurusan izin tertentu menjadi terhambat.

Artinya campur tangan dari pemerintah dapat memberikan

kejenuhan dalam regulasi perizinan yang dilakukan pelaku usaha.

Menurut Soehardj, pada tingkat tertentu regulasi ini menimbulkan

kejenuhan dan timbul gagasan yang mendorong untuk

menyederhanakan pengaturan, prosedur dan birokrasi.

Keputusan-keputusan pejabat sering membutuhkan waktu lama, misalnya

pengeluaran izin memakan waktu berbulan-bulan, sementara dunia

usaha perlu berjalan cepat, dan terlalu banyak mata rantai dalam

(23)

d. Peristiwa Konkret

Izin digunakan oleh pemerintah untuk mengatasi peristiwa

konkret dan individual. Peristiwa konkret disini adalah peristiwa

yang terjadi pada waktu tertentu, orang tertentu, tempat tertentu

dan fakte hukum tertentu. Karena peristiwa konkret beragam sesuai

dengan perkembangan masyarakat, izin yang dikeluarkan pun

menjadi beragam jenisnya.

e. Proses dan Prosedur

Proses dan prosedur dalam regulasi perizinan meliputi prosedur

pelayana perizinan, proses penyelesaian perizinan yang merupakan

proses intrenal yang dilakukan oleh aparat atau petugas. Dalam

setiap tahapannya, masing-masing pegawai harus dapat mengetahui

peran masing-maing dalam proses pelayanannya.

Pada umumnya proses perizinan harus melalui prosedur tertentu

yang telah ditetapkan serta harus melengkapi

persyaratan-persyaratan tertentu untuk dapat memiliki suatu izin. Prosedurnya

sendiri berbeda-beda sesuai dengan jenis, tujuan dan instansi

pemberi izin.

Dalam proses pelaksanaan perizinan, lack of comprtrncies

sangat mudah untuk dijelaskan. Pertama, proses perizinan

membutuhkan adanya pengetahuan tidak hanya sebatas aspek legal

dari proses perizinan, tetapi lebih jauh dari aspek tersebut. Kedua,

proses perizinan memerlukan dukungan keahlian aparatur tidak

hanya dalam mengikuti tata cara urutan prosedurnya, tetapi hal-hal

lain yang sangat mendukung kelancaran proses perizinan itu

sendiri.Ketiga, proses perizinan tidak terlepas dari interaksi antar

pemohon dengan pemberi izin.

Inti dari regulasi dan deregulasi proses perizinan adalah tata cara

dan prosedur perizinan. Untuk itu, regulasi dan deregulasi haruslah

memenuhi nilai-nilai berikut : sederhana, jelas, tidak melibatkan

(24)

melayani dengan yang dilayani, memiliki SOP yang jelas, dan

wajib dikomunikasikan secara luas.

f. Persyaratan

Persyaratan merupakan hal yang harus dipenuhi oleh pemohon

untuk memperoleh izin yang dimohonkan. Persyaratan perizinan

tersebut berupa dokumen kelengkapan atau surat-surat.menurut

Soehino, syarat-syarat dalam izin itu bersifat konstitusif dan

kondisional. Bersifat konstitusif karena ditentukan suatu perbuatan

atau tingkah langku tertentu yang harus di penuhi, artinya dalam

hal pemberian izin itu ditentukan suatu perbuatan konkret, dan bila

tidak dipenuhi dapat kena sanksi. Bersifat kondisional karena

penilian tersebut baru ada dan dapat dilihat serta dapat dinilai

setelah perbuatan atau tigkah laku yang disyaratkan itu terjadi.

Arah perbaikan sitem perizinan ke depannya, paling tidak

memenuhi kriteria berikut :

i. Tertulis dengan jelas.

ii. Memungkinkan untuk dipenuhi.

iii. Berlaku universal.

iv. Memperhatikan spesifikasi teknis dan aspek lainnya yang

terkait (termasuk memenuhi ketentuan internasional).

g. Waktu Penyelesaian Izin

Waktu penyelesaian harus ditentukan oleh instansi yang

bersangkutan. Waktu penyelesaian ditetapkan sejak pengajuan

permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan. Setidaknya

regulasi dan deregulasi harus memenuhi kriteria :

i. Disebutkan dengan jelas.

ii. Waktu yang ditetapkan sesingkat mungkin.

iii. Diinformasikan secara luas bersama-sama dengan prosedur

(25)

h. Biaya Perizinan

Biaya perizinan termasuk dalam rinciannya yang ditetapkan

dalam proses pemberian izin. Penetapan ini harus memperhatikan

hal-hal berikut :

i. Rincian biaya harus jelas untuk setiap perizinan, khususnya

yang memerlukan tindakan seperti penelian, pemeriksaan,

pengukuran dan pengajuan.

ii. Ditetapkan oleh peraturan perundangan-undangan atau

memperhatikan prosedur sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Pembian menjadi dasar dari pengurusan izin. Namun, perizinan

sebagian dari kebijkan pemerintah untuk mengatur aktivitas

masyarakat yang sudah seharusnya memenuhi sifat-sifat sebagai

penyedia pelayanan publik. Walaupun ada biaya yang di tetapkan,

setidaknya harus memenuhi :

i. Disebutkan dengan jelas.

ii. Ada satandar nasional.

iii. Tidak ada pengenaan biaya lebih dari sekali untuk setiap

objek (syarat) tertentu.

iv. Perhitungan didasarkan pada tingkat real cost (biaya yang

sebenarnya).

v. Besarnya biaya yang diinformasikan secara luas.

i. Pengawasan Penyelenggaraan Perizinan

Dalam keputusan Menpan Nomor 63 Tahun 2003 tentang

Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik dikemukakan

bahwa pengawasan pelayanan publik dimaksudkan untuk

meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelayanan perizinan oleh

aparatur pemerintah yang berdasarkan prinsip-prinsip pelayanan

perizinan. Untuk menerapkan prinsip-prinsip pelayanan perizinan,

(26)

satunya adalah dengan melaksanakan pengawasan melekat

diseluruh unit kerja pemerintah.

Namaun, suatu kebijakan tidak begitu saja dapat di

implementasikan dengan baik. Disisi lain, kenyataan bahwa

masyarakat masih belum puas dengan kualiatas pelayanan

perizianan terus meningkat.

Ombusdman hadir untuk menghadapi penyalahgunaan oleh

aparatur pemerintah, juga membantu aparatur dalam pelaksanaan

pemerintah secara efektif dan efesien serta memaksa pemerintah

melaksanaan pertanggungjawaban yan baik.

j. Penyelesaian Pengaduan dan Sengketa

Setiap unit penyelenggara pelayanan perizinan setidaknya harus

memeiliki sistem pengaduan untuk menampung pengaduan dari

masyarakat. Mekanisme pengaduan merupakan mekanisme yang

dapat ditempuh oleh pemohonan izin atau pihak yang dirugikan

akibat dikeluarkannya izin. Mekanisme pengaduan merupakan hal

yang sangat penting untuk memperbaiki kualitas pelayanan secara

terus menerus. Untuk dapat menjadikan pengaduan sebagai sumber

perbaikan pelayanan perizinan, maka pengaduan itu sendiri harus

dikelola dengan baik dan benar.

Mekanisme penangan pengaduan yang baik dan benar harus

memenuhi unsur sebagai berikut : penentuan prioritas pengaduan

yang masuk ke loket atau kotak pengaduan dan berbagai sarana

pengaduan lainnya, adanya prosedur penyelesaian pengaduan,

adanya pejabat/petugas yang secara khusus beryanggung jawab

atas pengaduan dan adanya standar waktu penyelesaian pengaduan.

Apabila penyelesaian pengaduan tersebut oleh pemohon atau

puhak yang dirugikan akibat dikeluarkannya izin, maka dapat

melakukan penyelesaian melalui jalur hukum, yakni melalui

(27)

sengketa hukum perizinan. Berikut hal yang harus diperhatikan

dalam peningkatan penyelesaian sengketa :

i. Prosedur sederhana yang dapat diakses secara luas,

ii. Menjaga kerahasian pihak yang mengajukan komplain,

iii. Menggunakan berbagai media,

iv. Dilakukan penyelesaian sesegera mungkin,

v. Membuka akses penyelesaian sengketa melalui jalur

pengadilan atau nonpengadilan.

k. Sanksi

Sebagai produk kebijakan publik, regulasi dan deregulasi

perizinan di indonesia ke depan perlu memperhatikan materi sanksi

dengan kriteria :

i. Disebutkan secara jelas dan terkait dengan unsur-unsur yang

dapat diberi sanksi dan sanksi apa yang akan diberikan.

ii. Janka waktu pengenaan sanksi disebutkan.

iii. Mekanisme pengguguran sanksi.

l. Hak dan Kewajiban

Hak dan kewajiban antara pemohonan dan instansi pemberian

izin harus tertuang dalam regulasi dan deregulasi perizinan di

indonesia. Dalam hal ini juga harus diperhatikan hal-hal berikut :

i. Tertulis dengan jelas.

ii. Seimbang antarpara pihak.

iii. Wajib dipenuhi antar pihak.

Didalam UU No. 25 Tahun2009 tentang Pelayanan Publik juga

dikemukakan Hak dan Kewajiban Masyarakat (yang memohon

izin) dan instansi pemberian layanan perizianan. Hak-hak

masyarakat :

i. Mendapatkan pelayanan perizinan yang berkualitas sesuai

dengan asa dan tujuan pelayanan.

(28)

iii. Mendapat tanggapan atas keluhan yang diajukan secara

layak.

iv. Mendapat advokasi, perlindungan dan pemenuhan pelayanan.

Adapaun kewajiban masyarakat :

i. Mengawasi dan memberitahukan kepada instansi pemberi

layanan perizinan untuk memperbaiki pelayanan apabila

pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar

pelayanan yang berlaku.

ii. Melaporkan penyimpangan pelaksanaan pelayanan kepada

Ombusdman apabila penyelenggaraan tidak memperbaiki

pelayanan seperti dalam angka 1 di atas.

iii. Mematuhi dan memenuhi persyaratan, sistem dan mekanisme

prosedur pelayanan perizinan.

iv. Menjaga dan turut memelihara berbagai sarana dan prasarana

pelayanan umum.

v. Berpartisipasi aktif dan mematuhi segala keputuan

penyelenggaraan.

1.5.2.2. Fungsi dan Tujuan Pemberian Izin

Secara teoritis, perizinan memiliki beberapa fungsi sebagai

berikut :

a. Instrumen Rekayasa Bangunan

b. Budgetering (Keuangan)

c. Reguleren (Pengaturan)

Dalam hal Izin Mendirikan Bangunan, fungsi dari izin bangunan

dapat dilihat sebagai berikut :

a. Segi Teknis Perkotaan

Pemberian izin mendirikan bangunan sangat penting bagi

pemerintah daerah guna mengatur, menetapkan dan merencanakan

pembangunan perumahan sesuai dengan potensial prioritas yang

(29)

dapat merencankan pelaksanaan pembangunan berbagai sarana dan

insfrakstruktur bagi instansi dan masyarakat.

b. Segi Kepastian Hukum

Masyarakat dapat memiliki kepastian hukum dari bangunan yang

dimilikinya , sehingga tidak ada gangguan dan hal-hal yang

merugikan dikemudian hari dan mendapatkan kenyamanan dan

ketemtraman.

Secara umum tujuan dan fungsi perizinan adalah untuk

pengendalian daripada aktivitas pemerintah dalam hal-hal tertentu

dimana ketentuannya berisi pedoman yang harus dilaksanakan dengan

baik. Tujuan perizinan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu :

a. Dari sisi pemerintah

Dari segi pemerintah, bertujuan untuk melaksanakan peraturan dan

sebagai sumber pendapatan daerah.

b. Dari sisi masyarakat

Dari sisi masyarakat, perizinan digunakan untuk adanya kepastian

hukum, untuk adanya kepastian hak dn untuk mendaatkan fasilitas.

1.5.2.3. SWOT Analisis Perizinan

Analisis ini sangat penting untuk melihat bagaimana

faktor-faktor eksternal dan inrternal yang dimiliki suatu instansi pelayanan.

Untuk lebih jelasnya, Analisis SWOT perizinan ini digambarkan

sebagai berikut ;

Peluang 1. Dalam era terbuka peluang untuk berinovasi

menyederhanakan prosedur perizinan untuk

memancing minat dalam dunia usaha investasi

2. Membuka peluang kesempatan kerja

3. Meingkatkan PAD

Kekuatan 1. Memiliki dasar hukum yang jelas

2. Bertujuan untuk melaksanakan ketertiban baik tertib

lingkungan sesuai dengan RT/RW

(30)

Kelemahan 1. Dasar hukum tidak kuat dan bertentangan dengan

peraturan yang lain (tumpang tindih) dan juga terjadi

duplikasi persyaratan

2. Mekanisme

Ancaman 1. Lingkungan hidup daerah dapat rusak dan tidak

sesuai dengan RT/RW jika lingkungan diabaikan

hanya untuk mengejar PAD

2. Peluang dunia usaha dan tenaga kerja akan

berkurang apabila proseddur perizinan terlalu sulit

untuk dilaksanakan

3. PAD akan berkurang dengan berkurangnya investor

atau dengan rendahnya minat berusaha

1.5. 3 Izin Mendirikan Bangunan

Menurut penjelasan Peraturan Pemerintah RI No. 45 tahun

1998, yang dimaksud dengan Izin Mendirikan Bangunan termasuk

dalam pemberian izin ini adalah kegiatan peninjauan desain dan

pemantapan pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan

rencana teknis bangunan dan rencana tata ruang yang

berlaku, dengan tetap memperhatikan koefisisen dasar bangunan

(KDB), koefisien luas bangunan (KLB), koefisien ketinggian

bangunan (KKB), dan pengawasan penggunaan bangunan yang

meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat-syarat

keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut. (Marsinta,

2004:18)

Peraturan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai No. 30 Tahun

2008 Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan menyatakan Izin

Mendirikan Bangunan adalah legalitas yang diberikan oleh Kepala

(31)

mendirikan bangunan dalam rangka penataan melalui Kepala SKPD

yang telah diberi wewenang.

Jadi, Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah izin yang

diberikan untuk melakukan kegiatan membangun yang dapat

diterbitkan apabila rencana bangunan dinilai telah sesuai dengan

ketentuan yang meliputi aspek pertanahan, aspek planalogis

(perencanaan), aspek teknis, aspek kesehatan, aspek

kenyamanan, dan aspek lingkungan. (Goenawan, 2009:81)

Biaya Izin yang harus dibayar oleh pemohon yang menerima

surat Izin adalahsebagai berikut :

a. biaya retribusi ditetapkan sebesar :

1. Perkalian antara Luas Bangunan,Tarif Dasar Retribusi dan

Indeks LokasiBangunan ditambah Tarif Luas Tanah.

2. Retribusi plank IMB sebesar Rp.100.000,-

b. ketentuan Indeks Lokasi Bangunan :

1. Untuk bangunan di Jalan Nasional, Indeks sebesar 1,50 (satu

koma lima puluh)

2. Untuk bangunan di Jalan Provinsi, Indeks sebesar 1,25 (satu

koma dua puluh lima)

3. Untuk bangunan di Jalan Kabupaten, Indeks sebesar 1,00 (satu

koma nol)

4. Untuk bangunan di Jalan Desa, Indeks sebesar 0,75 (nol koma

tujuh puluh lima)

c. biaya Izin perombakan / penambahan / perluasan dan atau merubah

sifat dan bentuk bangunan semula (bangunan dasar) ditetapkan

sebesar 50 % dari Perkalian Tarif Retribusi IMB.

Keterangan Situasi Bangunan (KSB) dikenakan Retribusi

sebesar :

a. luas tanah s/d 100 m2 Rp. 22.500,-

b. luas tanah 101 m2 s/d 500 m2 Rp. 50.000,-

(32)

d. luas tanah 1001 m2 s/d 2000 m2 Rp. 150.000,-

e. luas tanah 2001 m2 s/d 3000 m2 Rp. 200.000,-

f. luas tanah 3001 m2 s/d 4000 m2 Rp. 250.000,-

g. luas tanah 4001 m2 s/d 5000 m2 Rp. 300.000,-

h. luas Tanah lebih dari 5000 m2, untuk setiap kelipatan 1000 m²

dikenakantambahan sebesar Rp. 100.000,-

Tarif Retribusi Izin Mendirikan Bangunan berdasarkan Struktur

adalah sebagaiberikut :

FUNGS I Jasa Komersial Tidak

(33)

Bertingkat :

Sosial Profit Tidak

bertingkat 5,000 4,000 3,000 2,000

Perhotelan Tidak

bertingkat 11,500 9,200 6,900 4,600

Menurut Sofian Effendi dan Tukiran, konsep adalah konsep istilah

yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan,

kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Dengan

konsep, maka akan dapat melakukan abstraksi dan menyederhanakan

(34)

berkaitan satu dengan lainnya.Olehsebabitu, konsep yang

dipergunakanadalahsebagaiberikut:

1. pelayanan publik merupakan segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan

oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan

penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Barang dan jasa yang dihasilkan pelayanan publik di

kategorikan kedalam dua kelompok besar, yaitu Barang Publik (Public

Goods) dan Barang Privat (Private Goods).

2. Pelayanan Perizinan adalah segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh

pemerintah kepada masyarakat yang bersifat legalitas atau melegalkan

kepemilikan, hak, keberadaan, dan kegiatan individu atau organisasi.

3. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah legalitas yang diberikan oleh

Kepala Daerah kepada Orang pribadi dan Badan yang secara fisik akan

mendirikan bangunan dalam rangka penataan melalui Kepala SKPD yang

telah diberi wewenang.

1. 7. Defenisi Operasional

Variabel operasional dijelaskan sebagaiunsur peneliti yang

memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel (Effendi,

1989).Definisi operasional variabel merupakan langkah lebih lanjut dari

definisikonseptual yang berbentuk indikator-indikator dari variabel yang

dijadikan acuandalam melakukan penelitian. Untuk lebih mudah memahami

dan menghindarikesalahan interpretasi terhadap variabel penelitian ini, maka

masing – masingvariabel diberikan penjelasan sebagai berikut :

Parasuraman mengemukakan bahwa perwujudan kepuasan masyarakat

terhadap kualitas pelayanan dapat diiedntifikasi melalui 5 dimensi kualitas

pelayanan yaitu :

1. Aspek Tangible

2. Aspek Reliability

(35)

4. Aspek Assurance

(36)

1. 8. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, landasan teori, hipotesis, definisi konsep, definis

operasional dan sistematika penulisan.

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan

sampel, dan tehnik pengumpulan data.

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisi gambaran umum tentang objek atau lokasi penelitian

yang relevan dengan topik penelitian.

BAB IV PENYAJIAN DATA

Bab ini berisi hasil data yang diperoleh dari lapangan dan berupa

dokumen yang di analisis.

BAB V ANALISIS DATA

Bab ini berisi tentang uraian data yang diperoleh setelah melaksanakan

penelitian.

BAB VI PENUTUP

Bab ini merupakankesipulan dan saran dari hasil penelitian yang

Gambar

Gambar 1.1 Alur Proses Pelayanan Publik

Referensi

Dokumen terkait

Pembuatan sistem pembelajaran ini akan dibangun pada sistem berbasis web yang diharapkan dapat menjadi pilihan lain bagi para dosen dalam penyampaian materi

Potential health dangers from allowing people to print their own legal or illegal drugs would be minimised, says Cronin, as his team would only write software for specific

tentang Penyelenggaraan Tugas dan Wewenang Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di WilayahProvinsi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun2011Nomor 342) sebagaimana telah

Jumlah maksimum sepeda motor roda dua keluar dan masuk pada hari kelima survei , Jum’at, 29 September 2017 dapat dilihat akumulasi parkir dan jumlah keluar masuk sepeda motor

Hal ini berarti kompetensi dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Kridatama Bandung untuk mengembangkan metode pembelajaran memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas dan

(1) Sub Bagian Perencanaan dan Pelaporan mempunyai tugas melaksanakan penyusunan program dan rencana kegiatanserta menyusun laporan pelaksanaan kegiatan

[r]

PREFEITURA MUNICIPAL DE PORTEIRINHA/MG – Alteração da data de abertura da Licitação - Pregão Presencial nº.. Advá Mendes Silva