TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedelai
Menurut Steenis (2005) klasifikasi tanaman kedelai sebagai berikut
Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta, Class : Dicotyledoneae,
Ordo : Polypetales, Familia : Papilionaceae, Genus : Glycine,
Species : Glycine max (L.) Merril.
Tanaman kedelai memiliki sistem perakaran yang tersusun atas akar
tunggang yang terbentuk dari calon akar (radicula), sejumlah akar sekunder yang
terdapat pada empat barisan yang melekat sepanjang akar tunggang, dan cabang
akar sekunder atau disebut juga akar tersier, serta cabang akar adventif yang
tumbuh dari bagian bawah hipokotil. Akar tunggang dapat mencapai kedalaman
200 cm, tergantung jarak tanam yang mempengaruhi perakaran tanaman
(Adie dan Krisnawita, 2007).
Kedelai tergolong leguminosa yang dicirikan memiliki bintil akar yang
dapat menambat nitrogen dan bermanfaat bagi tanaman, salah satunya Rhizobium
japonicum. Bintil akar pertama terlihat 10 hari setelah tanam, pembesaran bintil akar berhenti pada minggu keempat setelah terjadi infeksi bakteri, bintil akar yang
telah matang bewarna merah muda yang disebabkan oleh adanya leghemoglobin
yang aktif menambat nitorgen (Adie dan Krisnawita, 2007).
Waktu tanaman kedelai masih sangat muda, atau setelah fase menjadi
kecambah dan saat keping biji belum jatuh, batang dapat dibedakan menjadi dua.
Bagian batang sebut hipokotil bawah di bawah keping biji yang belum lepas
disebut hipokotil, sedangkan bagian di atas keping biji disebut epikotil. Batang
Daun primer sederhana berbentuk telur (oval) berupa daun tunggal
(unifoliolat) daun bertangkai sepanjang 12 cm, terletak berseberangan pada buku pertama di atas kotiledon. Daundaun berikutnya yang terbentuk pada batang
utama dan pada cabang ialah daun bertiga (trifoliolat), namun adakalanya terbentuk daun berempat atau daun berlima. Bentuk anak daun beragam, dari
bentuk telur hingga lancip (Hidayat, 1985).
Bunga kedelai tersusun atas beberapa bagian yakni : kelopak bunga,
brakteola, daun bendera, sayap mahkota, dan petala yang terdapat benang sari dan
putik. Jumlah bunga dari 20 varietas kedelai di Indonesia berkisar dari 4775 buah
(ratarata 57 bunga) dan kisaran jumlah polong isi dari 33 hingga 64 buah (ratarata
48 polong isi. Semakin kecil ukuran biji maka jumlah polong per tanaman akan
semakin banyak. Pada varietas anjasmoro umumnya memiliki 50 bunga per
tanaman (Adie dan Krisnawita, 2007).
Kultivar kedelai memiliki bunga bergerombol terdiri atas 315 bunga yang
tersusun pada ketiak daun. Karakteristik bunganya seperti famili legum lainnya,
yaitu corolla (mahkota bunga) terdiri atas 5 petal yang menutupi sebuah pistil
dan 10 stamen (benang sari). 9 stamen berkembang membentuk seludang yang mengelilingi putik, sedangkan stamen yang kesepuluh terpisah bebas
(Poehlman and Sleper, 1995).
Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7 10 hari setelah munculnya
bunga pertama. Panjang polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk
pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 110 buah dalam setiap
kelompok. Pada setiap tanaman, jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50,
semakin cepat setelah proses pembentukan bunga berhenti. Ukuran dan bentuk
polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji. Hal ini
kemudian diikuti oleh perubahan warna polong (Irwan, 2006).
Biji merupakan komponen morfologi kedelai yang bernilai ekonomis.
Bentuk biji kedelai beragam dan lonjong hinngga bulat, dan sebagian besar
kedelai yang ada di Indonesia berbentuk lonjong. Berdasarkan ukuran biji dapat
dikelompokan atas 3 ukuran yaitu : biji ukuran besar ( berat >14 gram/100 biji),
ukuran sedang (1014 gram/100 biji), dan ukuran kecil (<10 gram/100 biji). Biji
tersusun oleh kotiledon dan dilapisi oleh kulit biji (testa), antara kulit biji dan
kotiledon terdapat lapisan endosperm (Adie dan Krisnawita, 2007).
Kulit biji kedelai terdiri dari tiga lapisan yaitu : epidermis, hipodermis,
dan parenkim. Pada epidermis terdapat selsel palisade yang diselubungi oleh
lapisan kutikula. Lapisan hipodermis terdiri dari selapis sel yang berbentuk huruf I
(hourglass), dan lapisan parenkim terdiri dari lapisan tipis yang terdapat pada keseluruhan kulit biji kecuali pada hilum (Adie dan Krisnawita, 2007).
Syarat Tumbuh Iklim
Tanaman kedelai dapat tumbuh pada kondisi suhu yang beragam. Suhu
tanah yang optimal dalam proses perkecambahan yaitu 30ºC. Curah hujan berkisar
antara 150200 mm untuk bulan pertama, dengan lama penyinaran matahari 12 jam
pada hari pertama penanaman, dan kelembaban ratarata (RH) 65 %. Untuk
mendapatkan hasil yang optimal,tanaman kedelai membutuhkan curah hujan
Kebutuhan air untuk tanaman kedelai, dengan umur panen 100190 hari
berkisar antara 450825 mm atau ratarata 4,5 mm/hari. Dengan demikian
kebutuhan air tanaman kedelai yang berumur 8090 hari berkisar antara 360405
mm atau setara dengan curah hujan 120 – 135 mm/bulan. Kedelai tergolong
tanaman hari pendek, yaitu tidak mampu berbunga bila panjang hari (lama
penyinaran) melebihi 16 jam, dan mempercepat pembungaan bila lama
penyinaran kurang dari 12 jam. Tanaman hari pendek pada kedelai bermakna
bahwa panjang penyinaran yang semakin pendek akan merangsang pembungaan
lebih cepat (Sumarno dan Manshuri, 2007).
Menurut Sumarno, et al., (2007) biji merupakan komponen morfologi
kedelai yang bernilai ekonomis,yang ada di Indonesia berkriteria lonjong.
Pengelompokan ukuran biji kedelaiberbeda disetiap negara, di Indonesia kedelai
dikelompokkan menurut ukuran. Untuk ukuran besar (berat > 14 g/100 biji),
sedang (1014 g/100 biji), dan kecil (< 10 g/100 biji). Biji kedelai terbagi menjadi
dua bagian utama, yaitu kulit biji dan embrio. Pada kulit biji terdapat bagian yang
disebut pusar (hilum) yang berwarna coklat, hitam atau putih. Pada ujung hitam
terdapat mikrofil, berupa lubang kecil yang terbentuk pada saat proses
pembentukan biji.
Tanah
Tanah yang ideal untuk usahatani kedelai adalah yang bertekstur liat
berpasir, liat berdebuberpasir, debu berpasir, drainase sedangbaik, mampu
menahan kelembaban tanah, dan tidak mudah tergenang. Kandungan bahan
organik tanah sedangtinggi (34%) sangat mendukung pertumbuhan tanaman
hingga pada dataran tinggi yaitu pada ketinggian tempat 11000 m dpl
(Sumarno dan Manshuri, 2007).
Toleransi pH yang baik sebagai syarat tumbuh yaitu antara 5.8 7, namun
pada tanah dengan pH 4.5 pun kedelai masih dapat tumbuh baik. Dengan
menambah kapur 2.4 ton/ ha (Andrianto dan Indarto, 2004).
Dalam pembudidayaan tanaman kedelai, sebaiknya dipilih lokasi yang
topografi tanahnya datar, sehingga tidak perlu dibuat teras dan tanggul. Kedelai
juga membutuhkan tanah yang kaya akan humus atau bahan organik. Bahan
organik yang cukup dalma tanah akan memperbaiki daya olah dan juga
merupakan sumber makanan bagi jasad renik, yang akhirnya akan membebaskan
unsur hara untuk pertumbuhan tanaman (Sugeno, 2008).
Pemuliaan Mutasi Dengan Iradiasi Sinar Gamma
Penggunaan energi seperti sinar gamma pada tanaman akan memberikan
pengaruh yang baik di bidang pertanian, dengan perlakuan dosis radiasi sinar
gamma dengan dosis yang tepat diperoleh tanaman yang mempunyai sifatsifat
yang seperti hasil tinggi, umur pendek, tahan terhadap penyakit tetapi kenyataan
yang ditimbulkan tidak semuanya memenuhi harapan (Suryowinoto, 1987).
Iradiasi adalah suatu pancaran energi yang berpindah melalui
partikelpartikel yang bergerak dalam ruang atau melalui gerak gelombang cahaya.
Zat yang dapat memancarkan iradiasi disebut zat radioaktif. Zat radioaktif adalah
zat yang mempunyai inti atom tidak stabil, sehingga zat tersebut mengalami
transformasi spontan menjadi zat dengan inti atom yang lebih stabil dengan
mengeluarkan partikel atau sifat sinar tertentu. Proses tranformasi spontan ini
iradiasi. Iradiasi yang terjadi akibat peluruhan inti atom dapat berupa partikel alfa,
beta, dan sinar gamma. Pada umumnya sinar gamma yang digunakan untuk
radiasi adalah hasil peluruhan inti atom Cobalt60. Cobalt60 adalah sejenis metal
yang mempunyai karateristik hampir sama dengan besi/nikel (Sinaga, 2000).
Dosis radiasi yang tinggi mempengaruhi proses fisiologis tanaman yang
berakibat terganggunya proses fotosintesis sehingga unsurunsur yang diperlukan
tanaman terhambat. Bila fotosintesis terganggu dan unsurunsur yang diperlukan
terhambat maka pembentukan buah akan terhambat pula dan umur panen akan
menjadi lama (Hartati, 2000).
Induksi tanaman dengan iradiasi sinar gamma adalah salah satu cara dalam
meningkatkan keragaman genetik tanaman. iradiasi sinar gamma pada dosis
rendah atau (mikro mutasi) kurang mempengaruhi perubahan karakter kuantitatif
tanaman dan kromosom dibandingkan dengan mutasi makro menggunakan
iradiasi sinar gamma pada dosis tinggi. induksi mutasi bisa dilakukan pada
tanaman dengan perlakuan mutagenik tertentu bahan tanaman organ reproduksi
seperti biji, batang stek, serbuk sari, akar rimpang, kultur jaringan dan lainlain.
Jika proses mutasi alami sangat lambat, percepatan, frekuensi dan spektrum
mutasi dapat diinduksi oleh mutagen bahan tertentu (Hanafiah, et al., 2010).
Mutasi adalah perubahan materi genetik, yang merupakan sumber pokok
dari semua keragaman genetik dan merupakan bagian dari fenomena alam
(Aisyah, 2006). Tujuan mutasi adalah untuk memperbesar variasi suatu tanaman
yang di mutasi. Hal ini ditunjukkan misalnya oleh variasi kandungan gizi atau
orang yang bekerja merakit kultivar unggul, semakin besar peluang untuk
memilih tanaman yang di kehendaki (Mugiono, 2001).
Mutasi merupakan perubahan susunan dari gen maupun kromosom suatu
individu tanaman yang menunjukan penyimpangan (perubahan) dari kondisi
awalnya dan bersifat baka (turunmenurun). Mutasi dapat terjadi secara alamiah,
tetapi frekuensinya sangat rendah, yaitu 106 pada setiap generasi. Untuk
mempercepat terjadinya mutasi dapat dilakukan secara buatan dengan
memberikan perlakuanperlakuan sehingga terjadi mutasi (induced mutation).
Mutasi pada tanaman dapat menyebabkan perubahanperubahan pada bagian
tanaman baik bentuk maupun warnanya juga perubahan pada sifatsifat lainnya
(Herawati dan Setiamihardja, 2000).
Sampai saat ini usahausaha dan penelitian untuk menemukan varietas
unggul tidak pernah untuk mendapatkan varietas unggul dapat ditempuh dengan
beberapa cara yaitu: a) introduksi atau mendatangkan varietas/bahan seleksi dari
luar negeri, b) mengadakan seleksi galur terhadap populasi yang telah ada seperti
varietas lokal atau varietas dalam koleksi dan c) mengadakan program pemuliaan
dengan persilangan, mutasi atau teknik mandul jantan (Mursito, 2003).
Pengaruh peningkatan dosis mutagen terhadap kerusakan sel, dimana
kerusakan atau kematian tidak terjadi sekaligus sesuai dengan meningkatnya
dosis. Hal ini menunjukkan bahwa suatu molekul atau sel yang peka maka
molekul atau sel tersebut akan rusak atau mati. Sebaliknya apabila yang terkena
radiasi adalah molekul atau sel yang tidak peka maka sel atau molekul tersebut
tidak mati. Makin tinggi dosis makin banyak terjadi mutasi dan makin tinggi pula
= 0,10 krad, yakni 1 J energi per kilogram iradiasi yang dihasilkan. Dosis iradiasi
dibagi 3 yaitu tinggi (>10 kGy), sedang (110 kGy) dan rendah (< 1 kGy)
(Mugiono, 2001).
Seleksi Individu
Pada mulanya kegiatan pemuliaan tanaman merupakan perpaduan seni dan
ilmu pengetahuan yang mempelajari bagaimana memperbaiki genotipe tanaman
dalam populasi sehingga lebih bermanfaat bagi manusia. Pemuliaan tanaman pada
mulanya hanya didasarkan pada seni saja, yaitu pemilihan dalam populasi
tanaman didasarkan atas perasaan, keterampilan, kemampuan serta petunjuk yang
terlihat pada tanaman. Pemuliaan tanaman pada akhirnya dikembangkan sebagai
suatu teknologi yang merakit keragaman genetik menjadi suatu bentuk yang lebih
bermanfaat bagi manusia. Seleksi yang artinya memilih dilakukan pada setiap
tahap program pemuliaan, seperti: memilih plasma nutfah yang akan dijadikan
tetua, memilih metode pemuliaan yang tepat, memilih genotipe yang akan diuji,
memilih metode pengujian yang tepat, dan memilih galur yang akan dilepas
sebagai varietas (Pradnyawati, et al., 2009).
Seleksi dapat dilakukan secara efektif pada populasi tergantung pada
tempat dan waktu. Perbaikan tanaman pada dasarnya tergantung dari penyusun
suatu populasi yang terdiri dari individuindividu dengan genetik berbeda. Seleksi
pada umumnya dilakukan untuk memilih tanaman sebagai tetua / parental, dan
mencegah tanaman lain yang berpenampilan kurang baik sebagai tetua. Strategi
perbaikan populasi ini terdiri dari dua pekerjaan yang berlawanan, yaitu: a).
pengumpulan atau mempertahankan keragaman di dalam populasi, dan b). seleksi
Heritabilitas
Heritabilitas menentukan keberhasilan seleksi karena heritabilitas dapat
memberikan petunjuk suatu sifat lebih dipengaruhi oleh faktor genetik atau factor
lingkungan. Nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik
lebih berperan dalam mengendalikan suatu sifat dibandingkan dengan faktor
lingkungannya (Barmawi, et al., 2013).
Nilai duga heritabilitas diperlukan untuk mengetahui apakah suatu
variabilitas penampilan lebih disebabkan oleh faktor lingkungan atau faktor
genetik (Allard, 1992). Nilai duga heritabilitas merupakan rasio varians genetik
terhadap varians fenotipik (Allard, 1992). Menurut Fehr (1987) seleksi akan lebih
efektif untuk karakter dengan nilai heritabilitas yang tinggi
(Karuniawan, et al., 2011).
Nilai heritabilitas suatu sifat bergantung pada tindak gen yang
mengendalikan gen tersebut. Jika heritabilitas dalam arti sempit suatu sifat
bernilai tinggi, maka sifat tersebut dikendalikan oleh gen aditif pada kadar yang
tinggi. Sebaliknya jika heritabilitas dalam arti sempit bernilai rendah, maka sifat
tersebut dikendalikan oleh tindak gen bukan aditif (dominan dan epistasis) pada
kadar yang tinggi. Heritabilitas akan bermakna jika varians genetik didominasi
oleh varians aditif karena pengaruh aditif setiap alel akan diwariskan dari tetua
kepada progeninya (Suprapto dan Khairudin, 2007).
Seleksi terhadap tanaman untuk produk tinggi tidak efektif bila pengaruh
sifat kuantitatif yang diwariskan pada turunannya disebut heritabilitas.
Heritabilitas dapat didefenisikan sebagai proporsi keragaman yang disebabkan
oleh faktor genetik terhadap keragaman fenotip dan populasi. Keragaman atau
varietas dari suatu populasi disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan
(Hasyim, 2005).
Heritabilitas suatu karakter nilainya tidak konstan, banyak faktor yang
mempengaruhi nilai heritabilitas, antara lain karakteristik populasi, sampel yang
dievaluasi, metode estimasinya, adanya pautan gen (linkage), pelaksanaan
percobaan, generasi populasi yang diuji, dan lainnya. Untuk perbanyakan
generatif, karakter yang memiliki nilai heritabilitas rendah biasanya terdapat pada
karakter kuantitatif dan diseleksi pada generasi lanjut, sedang heritabilitas tinggi
terdapat pada karakter kualitatif dan dilakukan seleksi pada generasi awal.
Perbanyakan vegetatif, dapat langsung ditanam dan dilakukan seleksi individu