• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS TRANSPORT UAP AIR DI KUPANG SAAT TERJADI SIKLON TROPIS NARELLE (Studi Kasus Tanggal 6 Januari 2013)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS TRANSPORT UAP AIR DI KUPANG SAAT TERJADI SIKLON TROPIS NARELLE (Studi Kasus Tanggal 6 Januari 2013)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

8

ANALISIS TRANSPORT UAP AIR DI KUPANG

SAAT TERJADI SIKLON TROPIS NARELLE

(Studi Kasus Tanggal 6 Januari 2013)

Aprilia Mustika Dewi1*, Aries Kristianto2

1

Stasiun Meteorologi Selaparang BIL, Lombok

2

Program Studi Meteorologi, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta

*

Email : apriliamustika93@gmail.com

ABSTRAK

Indonesia yang terletak di daerah ekuator antara 70 lintang Utara dan 100 lintang Selatan jarang dilewati oleh siklon tropis namun Indonesia terkena dampak saat siklon tropis terjadi baik di Belahan Bumi Selatan (BBS) dan Belahan Bumi Utara (BBU). Perairan selatan Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan lintasan dari siklon tropis Narelle yang berdampak langsung terhadap intensitas curah hujan. Salah satu unsur dari pembentukan awan dan hujan yaitu dipengaruhi oleh pergerakan transpor uap air. Saat siklon tropis Narelle bergerak mendekati wilayah NTT tercatat curah hujan di Kupang mencapai 193 mm. Analisis yang dilakukan yaitu meliputi distribusi uap air dihitung pada lapisan 1000-300 mb, 1000-700 mb, 700-500 mb dan 500 -300 mb, analisis total colom water, analisis suhu puncak awan secara spasial dan temporal, analisis vertikal velocity, relative humidity dan divergensi dari model reanalisis ECMWF. Berdasarkan analisis data-data yang dilakukan kenaikan curah hujan di Kupang terjadi saat siklon tropis Narelle tumbuh pada kategori tekanan rendah di laut Timor , dan saat kecepatan angin rata-rata maksimumnya sebesar 23 knot memberi dampak terhadap kenaikan intensitas curah hujan karena pusaran siklonik dengan intensitas uap air yang tinggi dan bergerak ke barat mendekati Kupang. Kata kunci: transpor uap air, siklon tropis

ABSTRACT

Indonesia is located in the equatorial region between 70 North and 100 South Latitude which is rarely passed by tropical cyclones, but Indonesia affected while tropical cyclones occured, both in Southern Hemisphere and Northern Hemisphere. The Southern Water of East Nusa Tenggara (NTT) is the trajectory of tropical cyclone Narelle that directly impact the intensity of rainfall. One the parameter of cloud developing and rain that influenced by the movement of water vapor transport. Topical cyclone Narelle moved closer to NTT that caused rainfall recorded 193 mm in Kupang. Model ECMWF used for analysing the distribution of water vapor at 1000-300 mb, 1000-700 mb, 700-500 mb and 500–1000-300 mb, and so analysed of the total column water analysis, top cloud temperatur, vertical velocity, relative humidity and divergence. The result showed, rainfall increased in Kupang when tropical cyclone Narelle developed since at low pressure category in Timor Sea , and when the average maximum wind speed is 23 knots that impacted of the rainfall instensity. It caused by cyclonic vortex with highly intensity of water vapor and its’ moving toward Kupang.

(2)

9

1. PENDAHULUAN

Siklon tropis adalah sistem tekanan rendah yang terbentuk diatas perairan tropis yang hangat, memiliki pola angin siklonik dengan kecepatan angin maksimum rata-rata didekat pusatnya mencapai sekurang-kurangnya 34 knot. Ketika terbentuk, siklon tropis bergerak ke barat atau barat laut (untuk siklon tropis yang tumbuh di belahan bumi utara) dan ke barat atau barat daya (untuk siklon tropis tumbuh di belahan bumi selatan) selama beberapa hari sambil meningkat seiring pergerakannya menjauh dari ekuator. Saat siklon mencapai perairan dengan suhu yang lebih dingin siklon akan melemah dan perlahan punah (Zakir dkk., 2009).

Siklon tropis mengakibatkan dampak langsung dan tidak langsung, dampak langsung yaitu dampak yang ditimbulkan oleh siklon dapat terjadi di daerah yang dilaluinya seperti terjadinya gelombang badai atau storm surge yang berupa naiknya tinggi muka laut seperti air pasang yang tiba-tiba dan hujan deras disertai angin kencang sedangkan dampak tidak langsung yaitu daerah yang tidak dilalui oleh siklon namun akan merubah pola cuaca di Indonesia. Dampak tidak langsung saat terjadi siklon yaitu adanya daerah pumpunan angin, daerah belokan angin yang mengakibatkan terbentuknya awan-awan konvektif penyebab hujan lebat dan daerah defisit kelembapan yang menyebabkan adanya cuaca yang cerah dan tak berawan (BMKG, 2016). Menurut Lin (2007) parameter yang mendukung terjadinya siklon tropis yaitu : suhu permukaan air laut dengan suhu 26.5 hingga kedalaman tertentu (sekitar 50 meter) sebagai energi panas pembangkit sikon tropis ; gangguan yang dekat dengan permukaan telah muncul dengan adanya vortisitas dan konvergensi yang cukup untuk menghasilkna konvergensi angin lapisan bawah sehingga memicu terjadinta konveksi ; divergensi dilapisan atas yang telah melewati gangguan siklonik pada lapisan bawah untuk meningkatkan dan mempertahankan gerak ke atas ; atmosfer yang tidak stasbil untuk menaikkan panas yang tersimpan di laut ; bagian atmosfer bagian tengah yang relatif lembap dan gesekan angin vertikal yang lemah kurang dari 10 m/s antara permukaan laut dengan tropopause.

Xu dkk. (2013) menyebutkan fenomena siklon menyebabkan hujan lebat, storm surge, banjir dan angin yang menimbulkan bencana. Intensitas dari siklon Bopha dipengaruhi oleh intensitas, struktur dan lintasan dari siklon tropis Saomai.

Masih menurut Xu dkk. (2013) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa transpor uap air adalah proses penting dalam interaksi antara kedua siklon tropis tersebut. Initiasi yang digunakan yaitu dengan inisiasi vortex yaitu saat terjadinya siklon Bopha. Dengan menggunakan model Hurricane Weather Research and Forecast System (HWRF) dengan data GFS yang dikembangkan oleh National Centers for Environtmental Prediction (NCEP) dengan model skala meso non hidrostatik dengan resolusi 27 km dan 9 km dengan 42 lapisan dengan inisiasi berdasarkan posisi dan intensitas siklon Bopha untuk prakiraan selama 90 jam. Untuk memprakirakan transpor uap air dengan mengitung dari lapisan permukaan hingga 100 mb. Model ini mampu menganalisis antara udara, laut dan daratan. Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa naiknya intensitas siklon Bopha sangat berpengaruh terhadap transpor uap air dibandingkan dengan siklon Saomai. Penelitian yang dilakukan di Batam saat terjadinya hujan lebat menyebutkan bahwa transpor uap air dilakukan untuk mengetahui daerah sumber dari transpor uap air yang merupakan unsur pembentukan awan (Prakoso, 2015).

Siklon hidup siklon berpengaruh terhadap kondisi cuaca di Indonesia yang dapat diidentifikasikan oleh kecepatan rata-rata yang dikelompokkan menjadi beberapa kategori dengan kategori maksimum siklon tropis Narelle yaitu yaitu kategori 4. Keberadaan siklon tropis diwilayah Indonesia turut menentukan pola cuaca di Indonesia. Dampak dari siklon tropis yaitu terjadinya storm surge, tornado, angin kencang, rip current dan peningkatan curah hujan yang meluas (NOAA, 2015). Dampak terjadinya siklon tropis Narelle sebagian besar wilayah Indonesia terkena dampak diantaranya terjadi angin kencang, hujan lebat disertai kilat dan pertumbuhan awan-awan penyebab hujan. NTT yang terletak di daerah yang dekat terhadap laut Timor yaitu tempat daerah tumbuhnya siklon tropis Narelle terkena dampak dari siklon tropis yang bergerak ke barat melewati perairan di selatan Kupang (Zakiya, 2013). Wilayah Kupang yang merupakan daerah dari pusaran siklon tropis dan hujan dari awan konvektif mendominasi wilayah Kupang karena ketersediaan uap air dan didukung dengan adanya gerakan vertikal ke atas menjadi media dalam pembentukan awan yang memicu terjadinya hujan saat siklon tropis dalam kategori pembentukan tekanan rendah.

(3)

10

2. DATA DAN METODE

Dalam penelitian ini data yang digunakan antara lain: data pergerakan siklon tropis Narelle dari Jakarta Tropical Cyclone Warning Center (JTCWC) ; data hujan observasi dari stasiun meteorologi El Tari Kupang dan data angin gradient dari Bureau of Meteorology Australia. Data reanalisis model ECMWF angin komponen u, angin komponen v, kelembapan spesifik lapisan 1000-300mb, 1000-700 mb, 700-500 mb, 500-300 mb, total colom water surface level.Vertical

velocity, relative humidity, dan divergensi lapisan

1000-200 mb dengan resolusi 0.1250 x 0.1250. Data MT-SAT IR 1 dalam format netcdf (.nc) dan .Z. dengan resolusi 5 km.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain menganalisis pergerakan siklon tropis Narelle, dan menganalisis angin gradien dan pola dan pergerakan transpor uap air dan jumlah total

coloum water yang dihitung dengan rumus

(Webster dkk., 2003):

𝐵𝑞 = ∫

... (1)

Dimana (Bq) adalah transpor uap air vertikal rata-rata, (Ṽ) adalah vektor kecepatan angin horizontal pada ketinggian (z), (q) adalah kelembapan spesifik (specific humidity) pada ketinggian (z) dengan satuan kg/ms-1. Transpor uap air merupakan jumlah transpor uap air yang ditransfer per satu volume massa udara. Distribusi transpor uap air dapat dihitung dengan membagi menjadi beberapa lapisan yaitu 1000-300 mb, 1000-700 mb, 700-500 mb, 500-300 mb (Xiaoxia dkk., 2009). Selanjutnya dianalisis pola vertikal

velocity, kelembapan relatif dan divergensi.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Analisis Pergerakan Siklon Tropis Narelle

Siklon tropis Narelle yang tumbuh di laut Timor yang di awali dengan terbentuknya pola tekanan rendah dan bergerak ke barat kemudian menuju ke selatan dan punah di perairan Australia bagian barat. Kategori maksimum dari siklon tropis Narelle mencapai kategori 4 berdasarkan skala intensitas siklon tropis dari Jakarta Tropical

Cyclone Warning Center (JTCWC) memberi

dampak terhadap peningkatan curah hujan di Kupang saat siklon tropis Narelle berada dalam fase pertumbuhan kategori tekanan rendah dengan kecepatan rata-rata maksimumnya mencapai 23 knot.

Gambar 1. Pergerakan siklon tropis Narelle 3.2. Analisis Angin Gradien

Pola angin gradien saat siklon tropis yang Narelle masih bertekanan rendah di laut Timor menunjukkan tekanan sebesar 1002 mb. Siklon tropis Narelle yang terjadi pada bulan Januari yang merupakan saat terjadinya monsoon Asia dimana angin dari daerah bertekanan tinggi bergerak menuju ke BBS melewati Indonesia menuju ke pusat tekanan rendah di laut Timor. tekanan pada jam 00.00 UTC menunjukkan 1003 mb sedangkan saat jam 06.00 UTC mengalami penurunan yaitu 1002 mb. terlihat adanya pola siklonik di Kupang yang menunjukkan adanya aktivitas pengangkatan massa udara (Gambar 2.).

Gambar 2. Simulasi pergerakan uap air di Indonesia pada tanggal 20 – 24 Juni 2016

3.3. Analisis Analisis Transpor Uap Air

Ketersediaan uap air merupakan salah satu komponen utama dalam pembentukan awan-awan konvektif untuk menghasilkan hujan. Transpor uap air memiliki peranan penting dalam

(4)

11 menganalisis dampak dari beberapa gangguan

cuaca terhadap curah hujan. Proses transpor uap air di wilayah tropis terjadi ketika transpor uap air bergerak dari utara ke selatan saat bulan Desember-Februari dan pada bulan Juni-September bergerak dari selatan ke utara. Distribusi tranpor uap air dianalisis dengan berbagai lapisan, yaitu lapisan 1000-700 mb, 700-500 mb, 700-500-300 mb dan lapisan total yaitu 1000-300 mb (Gambar.3).

Saat siklon tropis Narelle terjadi menunjukkan adanya pergerakan uap air dari utara ke selatan yang menandakan angin meridional negatif dan angin zonal positif yang mengindikasikan adanya aktivitas angin muson Asia yang bergerak ke BBS membawa uap air 800-1400 kg/ms-1 menuju ke tekanan rendah pusat siklon tropis Narelle. Pergerakan transpor uap air dari sepanjang perairan Jawa hingga Flores bergerak melewati laut Timor menuju pusat siklonik. Pola siklonik dengan instensitas lebih besar dari 1600 kg/ms-1 bergerak mengikuti pergerakan siklon tropis Narelle yang bergerak ke Barat mendekati Kupang. Saat jam 00.00-12.00 UTC dengan kecepatan angin dan intensitas uap air yang tinggi, dimana pusaran siklonik mencakup wilayah Kupang. Meskipun intensitas hanya mencapai nilai 600-800 kg/ms-1 karena adanya pola siklonik yang berada di Kupang, namun hal tersebut menjadi pemicu terhadap pergerakan vertikal massa udara yang menjadi pendukung terhadap pembentukan awan-awan konvektif sebagai faktor pemicu terjadinya hujan.

Gambar 3. Transpor uap air lapisan 1000-300 mb

Gambar 4. Transpor uap air lapisan 1000-700 mb.

Transpor uap air pada lapisan 1000-700 mb uap air bergerak dari sepanjang pulau Jawa menuju ke pusat siklon tropis Narelle melewati laut Timor dengan intensitas 300-800 kg/ms-1. Pola siklonik sudah terlihat di Kupang dengan kecepatan yang cukup tinggi hingga jam 12 UTC dengan peningkatan intensitas uap air meningkat mencapai 1000 kg/ms-1 (Gambar.4).

Distribusi uap air pada lapisan 700-500 mb dapat dilihat dari gambar 5 menunjukkan uap air pada lapisan cukup tinggi dan cakupan wilayah yang cukup luas jika dibandingkan pada lapisan lainnya. Intensitas uap air yang bergerak dari sepanjang pulau Jawa hingga perairan Flores dengan intensitas 400-1000 1000 kg/ms-1 menuju ke pusat tekanan rendah dan membentuk pola siklonik yang meluas di wilayah NTT.

Pergerakan transpor uap air pada lapisan 500-300 mb pada jam 00.00-06.00 UTC dengan intensitas uap air berkisar antara 300-800 kg/ms-1 (Gambar.6), menunjukkan uap air bergerak dari utara NTT yaitu dari perairan Jawa hingga Flores menuju ke pusat tekanan rendah siklon tropis Narelle. Pada saat jam 12 UTC dan 18 UTC terdapat peningkatan intensitas uap air dimana selain bergerak dari uatara juga bergerak dari selatan NTT dengan kecepatan dan intensitas yang lebih besar.

(5)

12 Gambar 5. Transpor uap air lapisan 700-500 mb

Gambar 6. Transpor uap air lapisan 1000-300 mb

3.4. Analisis Total Colom Water

Transpor uap air sebagai salah satu unsur penting yang berpengaruh di atmosfer, secara vertikal membentuk sebuah keseimbangan suhu antara permukaan dengan suhu hangat atmosfer dengan aliran panas laten dan penguapan. Total column

water di atmosfer adalah jumlah air secara

vertikal dari permukaan hingga puncak atmosfer saat semua uap air berkondensasi menjadi fase cair.

Gambar 7. Total Coloumn Water di wilayah NTT Pada gambar.7, saat siklon tropis Narelle dalam fase kategori tekanan rendah nilai total column

water di sepanjang perairan laut Jawa hingga NTT

mempunyai nilai yang relatif tinggi, di Kupang saat jam 00.00-18.00 UTC mencapai nilai 65-70 mm dengan cakupan luasan di sebagian wilayah NTT. Saat terjadinya hujan nilai total column

water cenderung naik, namun kenaikannya tidak

selalu diikuti dengan kejadian hujan yang cukup signifikan. Hal ini tergantung keadaan labilitas atmosfer, jika labilitas cukup baik maka peluang presipitasi akan semakin besar.

3.5. Analisis Vertical Velocity

Saat terjadinya hujan sangat lebat di Kupang menunjukkan adanya aktivitas kenaikan massa udara pada lapisan 1000 mb dengan nilai -0.2 Pa/s hingga -0.5 Pa/s pada lapisan 300 mb pada jam 00.00 UTC, pada jam 18.00 UTC pergerakan dari massa udara semakin intensif dari lapisan 1000 mb hingga 500 mb berkisar antara -0.1 Pa/s

(6)

13 hingga -0.4 Pa/s kemudian pada lapisan 500 mb

hingga 200 mb nilai dari vertical velocity semakin meningkat berkisar antara -0.4 Pa/s hingga -0.6 Pa/s. Nilai negatif menandakan adanya pergerakan udara vertikal ke atas yang membawa massa udara yang lembap ke lapisan atas sehingga berpotensi menghasilkan awan-awan konvektif menjulang tinggi yang berpotensi terjadinya hujan.

Gambar 8. Vertical Velocity di wilayah NTT

3.6. Analisis Relative Humidity

Gambar 9. Relative Humidity di wilayah NTT Kelembapan udara secara vertikal di Kupang pada tanggal 6 Januari saat siklon tropis Narelle dalam kategori tekanan rendah pada lapisan 1000 – 200 mb mencapai 90-100% menunjukkan bahwa

kondisi udara sangat lembap saat terjadinya hujan sangat lebat di Kupang. Nilai kelembapan yang tinggi mengindikasikan adanya potensi terjadinya hujan lebat dan mendukung proses kondensasi dalam pembentukan awan konvektif.

3.7. Analisis Divergensi

Gambar 10. Divergensi di wilayah NTT Saat terjadi hujan sangat lebat saat terjadi siklon tropis Narelle nilai divergensi di Kupang pada lapisan 1000-900 mb antara 0 hingga -30x10-6/s, pada lapisan 900-700 mb nilai divergensi menjadi 0 hingga 20x10-6/s kemudian pada lapisan 700-300 mb nilai divergensi menjadi 0 hingga -30x10

-6

/s. Nilai divergensi yang semakin kecil menunjukkan adanya indikasi adanya pemampatan massa udara yaitu konvergensi yang menyebabkan pengangkatan massa udara yang berpotensi adanya pertumbuhan awan yang menghasilkan hujan.

3.8. Analisis Suhu Puncak Awan

Analisis suhu puncak awan dilakukan secara spasial dan temporal menggunakan MT-SAT IR 1 dengan berdasarkan suhu kecerahan (brightness

temperature). Hasilnya menunjukkan suhu puncak

awan saat terjadi hujan sangat lebat di Kupang, pada jam 00.00-dan 06.00 UTC terlihat suhu puncak awan antara -700C hingga -800C, selanjutnya pada jam 12.00 UTC suhu puncak awan menjadi -600C hingga -700C sedangkan pada jam 18.00 UTC suhu puncak awan menjadi -100C hingga -200C.

(7)

14 Gambar 11. Suhu puncak awan spasial di wilayah

NTT

Suhu puncak awan secara temporal time series setiap jam pada tanggal 6 Januari mulai jam 00.00- 14.00 UTC menunjukkan suhu puncak awan > -40 0C, kemudian pada jam 16.00- 18.00 UTC suhu naik mencapai -200C dan kemudian turun kembali mencapai -600C. Suhu puncak awan yang mencapai > -400C teridentifikasi terdapat pertumbuhan awan-awan konvektif seperti awan Cumulunimbus sebagai pemicu terjadinya hujan di Kupang.

Gambar 12. Suhu puncak awan temporal di wilayah NTT

Siklon tropis Narelle yang terjadi berkaitan dengan kejadian muson Asia, dimana di selatan NTT terutama di Kupang menyebabkan adanya

peningkatan curah hujan dibandingkan curah hujan normalnya.

4. KESIMPULAN

Peningkatan curah hujan saat terjadi siklon tropis Narelle dipicu oleh adanya gerakan siklonik di daerah Kupang yang menyebabkan naiknya masa udara yang diindikasikan dengan suhu puncak awan yang rendah, sehingga berakibat tumbuhnya awan konvektif yang berdampak pada naiknya curah hujan.

Selain itu dukungan transpor uap air yang cukup banyak akibat pengaruh sirkulasi angin muson Asia menambah suplai uap air di wilayah ini. Angin baratan lebih berpengaruh dalam pembentukan siklon dan distribusi uap air di NTT, dimana distribusi uap airnya dipengaruhi oleh sumber transpor uap air dan kecepatan pergerakannya.

Wilayah yang berada di NTT bagian selatan mempunyai korelasi sangat lemah antara curah hujan dengan transpor uap air dan TCW, sedangkan wilayah di NTT bagian utara mempunyai korelasi kuat.

DAFTAR PUSTAKA

BMKG, 2015, Siklus Hidup Siklon, http://meteo.bmkg.go.id/ , diakses pada tanggal 5 Januari 2016.

NOAA, 2015, Tropical Cyclone Formation Regions, http://www.srh.noaa.gov/ , diakses tanggal 1 Februari 2016.

Prakoso, A, 2015, Kajian Gangguan Cuaca Pada Kejadian Hujan Lebat di Batam,

Skripsi, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta.

Webster, P.J dan Fasullo. J., 2003, Dynamical Theory, University of Colorado. USA. Xiaoxia, Zhou., Yihui., Panxing., 2009, Moisture

transport in the Asian Summer Monsoon Its Relationship with Summer Precipitation in China, National Meteorogical Center, Beijing. Xie, B., Zhang, Q., dan Ying, Y., 2011, Trends in

Precipitable Water and Relative

Humidity in China: 1979–2005, Department of Atmospheric and Oceanic Science, China. Xu, H., Zhang, X., dan Xu, X., 2013, Impact of

(8)

15 Intensity Change of Super Typhoon Saomi in the

2006 Typhoon Season, School of Atmospheric Physic, China.

Zakir, A., Sulistya, W., dan Khotimah M.K., 2009. Perspektif Operasional Cuaca Tropis. Pusat Penelitian dan Pengembangan. BMKG. Zakiya, Z, 2013, Narelle Masih Berdampak Besar

untuk Indonesia, Geographic Indonesia, http://nationalgeographic.co.id/, diakses pada tanggal 15 Desember 2015

(9)

Gambar

Gambar 2. Simulasi pergerakan uap air di Indonesia  pada tanggal 20 – 24 Juni 2016
Gambar 3. Transpor uap air lapisan 1000-300 mb
Gambar 6. Transpor uap air lapisan 1000-300 mb
Gambar 8. Vertical Velocity di wilayah NTT
+2

Referensi

Dokumen terkait

a) Adanya kerjasama diantara nakhoda (awak kapal), operator (pemilik) dan regulator (pemerintah) dalam membuat keputusan layak-tidaknya kapal beroperasi. Kualitas dari

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pola sebaran dan tingkat kepadatan populasi siput gonggong di perairan Madong serta menganalisis hubungan tingkat

Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki

Penelitian juga dilakukan oleh Elyzabet Tri Sulistyowati (2013) mahasiswa Universitas Lampung dengan menggunakan model cooperative learning tipe make a match dalam

Mempunyai tugas pokok menyiapkan bahan penyusunan rencana umum jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang, data informasi, penyusunan program, monitoring dan

Kompetitif SDM Industri yang Kompeten dan Disiplin Hubungan Industrial yang Bersahabat Pemberian Insentif Fiskal yang Harmonis Peningkatan Akses ke Pasar Global (Ekspor)