KAJIAN
FISKAL
REGIONAL
KEMENTERIAN KEUANGANDIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN
Provinsi Sumatera Barat
Penyusun :Penanggung Jawab : Ade Rohman | Ketua Tim : Abdul Lu i | Editor : Dody Prihardi | Suryadi|
Desain Grafis : Alfian| Anggota : Cholid | Eka | Lisna Wahida |Yulianis | Elva Anita | Gusniwa
Triwulan II
5,02%
Perdagangan Besar dan Eceran
PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN
4,0 T
7,91 T
9,70 T
13,34 T
APBN
Provinsi Sumatera Barat
APBD
Provinsi Sumatera Barat
PAGU
12,79
Triliun
REALISASI 4,4 Triliun 35,94%PAGU
22,09
Triliun
REALISASI 12,38 Triliun 56,04% 29,86% 57,16% 35,05%BELANJA
PENDAPATAN*
PEMERINTAH PUSAT TRANSFER DAERAH PAJAK PNBP TOTAL 5.994 1.292 7.214 1.789 2.528 738 TARGET REALISASI BELANJA PENDAPATANPAGU
29,54
Triliun
REALISASI9,38
Triliun 31,76%TARGET
28,59
Triliun
REALISASI 13,17 Triliun 46,07% REALISASI PENDAPATAN TRANSFER 11,13 T (84,51%) 2,03 T (15,41%) PENDAPATAN ASLI DAERAH, DLLi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha Kuasa, karena atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan flash report Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Sumatera Barat Triwulan II tahun 2019 dengan baik, dengan harapan KFR ini dapat menjadi sarana untuk membangun komunikasi dua arah dalam bentuk pertukaran data dan informasi antara Kementerian Keuangan dengan para pemangku kepentingan (stakeholders). Kajian ini juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi Pemerintah Daerah di Sumatera Barat dalam merumuskan kebijakan pengembangan ekonomi bagi pembangunan daerah serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Flash report KFR Triwulan II tahun 2019 merupakan output Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Perbendaharaan Provinsi Sumatera Barat dalam rangka pelaksanaan tugas Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II yang merupakan representasi Kementerian Keuangan di daerah sebagai pengelola fiskal.
Selain itu, flash report KFR Triwulan II tahun 2019 disusun untuk mengetahui sekilas implementasi kebijakan fiskal Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta implikasinya terhadap perkembangan makroekonomi regional. Dengan demikian, para pemangku kepentingan seperti penyusun kebijakan, pelaksana kebijakan, masyarakat, dan investor dapat memperoleh informasi yang strategis untuk merumuskan dan merencanakan kegiatan di masa yang akan datang dengan lebih baik. Hal ini diharapkan memberikan manfaat demi pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Perlu disampaikan bahwa beberapa aspek kajian yang menjadi titik bahasan utama dalam flash
report KFR Triwulan II tahun 2019 meliputi perkembangan indikator ekonomi regional,
perkembangan dan analisis pendapatan Pemda se-Sumatera Barat, perkembangan dan analisis belanja Pemda se-Sumatera Barat, dan perkembangan Badan Layanan Umum, serta kondisi fiskal regional terkini. Selain itu, secara tematik, membahas tentang berita fiskal regional yang terpilih.
Kami sungguh menyadari bahwa kajian yang kami sampaikan masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik maupun saran dalam meningkatkan kualitas penyusunan laporan kajian fiskal regional ini.
Kepala Kanwil DJPb Provinsi Sumatera Barat
Ade Rohman
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR I
DAFTAR ISI Ii
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GRAFIK iv
I. PERKEMBANGAN DAN
ANALISIS EKONOMI REGIONAL A. Produk Domestik Regional
Bruto 1
B. Inflasi 2
C. Indikator Kesejahteraan 3
II PERKEMBANGAN DAN
ANALISIS PELAKSANAAN APBN 7
A. Pendapatan Negara 7
B. Belanja Negara 9
C. Prognosis Realisasi APBN Triwulan III dan Akhir Tahun 2018
14
III PERKEMBANGAN DAN
ANALISIS PELAKSANAAN APBN
A. Pendapatan Daerah 15
B. Belanja Daerah 17
C. Prognosis Realisasi APBD Triwulan III dan Akhir Tahun 2018 18 IV PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PELAKSANAAN ANGGARAN KONSOLIDASIAN A. Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian 19 B. Pendapatan Konsolidasian 19 C. Belanja Konsolidasian 21 D. Analisis Kontribusi Pemerintah dalam PDRB 22
V BERITA / ISU REGIONAL TERPILIH
A. Ekspor Sumatera Barat yang masih bergantung pada CPO dan Karet
24 B. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat Manfaatkan Momen Ramadhan untuk Kembangkan UMKM 24
iii
DAFTAR TABEL
I.1 PDRB Atas Dasar Harga Berlakudan Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha
1 I.2 IPM Sumatera Barat Tahun
2010 – 2018 Menurut Komponen
4 I.3 Nilai Tukar Petani Sumbar per
Subsektor Mei-Juni 2019 3
I.4 Nilai Tukar Petani Per Sektor
Jan-Juni 2018 5
II.1 Target dan Realisasi Pendapatan Pajak Dalam Negeri Triwulan II 2019
7 II.2 Pagu dan Realisasi Anggaran
BLU Triwulan II-2019 12
II.3 Target dan Realisasi
Pendapatan BLU Triwulan II Tahun 2019
12 II.4 Proyeksi Realisasi Penerimaan
Negara Tahun 2019 13
II.5 Proyeksi Realisasi Belanja APBN
di Akhir Tahun 2019 13
II.6 Proyeksi Realisasi Penerimaan
Negara Tahun 2018 14
II.7 Proyeksi Realisasi Belanja APBN
di Akhir Tahun 2018 14
III.1 Realisasi Pendapatan APBD se-Sumatera Barat Triwulan II-2019 (dalam jutaan rupiah)
15 III.2 Proyeksi Pendapatan Daerah
Pada Akhir Tahun 2019 18
III.3 Proyeksi Belanja Daerah Pada
Akhir Tahun 2019 18
IV.1 Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian (LKPK) Triwulan II Tahun 2019 (miliaran rupiah)
19 IV.2 Realisasi Pendapatan
Konsolidasian Pempus dan Pemda di wilayah
Sumatera Barat Triwulan II-2018 dan Triwulan II 2019 (miliaran rupiah)
21
IV.3 Laporan Operasional Sumbar
Triwulan II 2018-2019 23
IV.4 Kontribusi Belanja Pemerintah terhadap PDRB Semester I 2018-2019
DAFTAR GRAFIK
I.1 Pertumbuhan Lapangan UsahaTriwulan II-2019 (dalam %) 2 I.2 Sumber Pertumbuhan PDRB
Menurut Lapangan Usaha (dalam %)
2 I.3 Perkembangan Inflasi Kota
Padang dan Kota Bukittinggi Tahun 2017-2019 (m-to-m)
3 I.4 IPM Sumatera Barat 2010
-2018 3
I.5 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Perkotaan dan Perdesaan di Sumatera Barat 2010 – 2018
4
I.6 Distribusi Penduduk Miskin di Kabupaten/Kota Tahun 2017 – 2018
5 I.7 Nilai Tukar Petani 2017-2019 6 II.1 Komposisi dan Realisasi
Pendapatan Pajak Dalam Negeri Triwulan II 2019
8 II.2 Bea Masuk dan Bea Keluar
Triwulan II 2019 (dalam jutaan rupiah dan %)
8 II.3 Realisasi PBNP Triwulan II
Tahun 2017 - 2019 (dalam miliaran rupiah)
9 II.4 Penyerapan Anggaran Triwulan
II di Sumatera Barat Tahun 2016 – 2019 (dalam persentase)
10
II.5 Komposisi Perjenis Belanja
Triwulan Tahun 2016 - 2019 10 II.6 Alokasi TKDD Tahun 2017 –
2019
(dalam miliaran rupiah)
11 II.7 Realisasi TKDD Triwulan II 2017
– 2019 (dalam persentase) 11 II.8 Belanja BLU, Pendapatan BLU,
dan Rasionya Triwulan II Tahun 2019
(dalam miliaran rupiah dan persentase)
13
II.9 Realisasi Penyaluran Kredit Program Perbulan (dalam miliaran rupiah)
13
II.10 Penyaluran Kredit Program dan Jumlah Debitur (dalam
persentase)
13 III.1 Realisasi PAD Triwulan II 2019
(dalam %) 15
III.2 Realisasi Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah Triwulan II 2017-2019 (miliaran rupiah)
16 III.3 Realisasi Belanja Daerah
Sumatera Barat pada Triwulan II-2019
16 III.4 Realisasi Belanja Daerah
Sumatera Barat Triwulan III 17 III.5 Realisasi Belanja Daerah
Sumatera Barat Triwulan III 17 IV.1 Perbandingan Komposisi
Pendapatan Konsolidasian Sumatera Barat Triwulan II
20 IV.2 Perbandingan Pendapatan
Konsolidasian Pusat dan Daerah Sumatera Barat Triwulan II-2019
20
IV.3 Perbandingan Belanja dan Transfer Pemerintah Pusat dan Daerah terhadap Belanja dan Transfer Konsolidasian Sumbar Triwulan II-2019
22
IV.4 Komposisi Belanja
Konsolidasian Sumbar (dalam %)
Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional|1
“Ekonomi Sumatera Barat triwulan II-2019 tumbuh 5,02 persen (y-on-y) melambat dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 5,09 persen, namun secara triwulanan
(q-to-q) ekonomi Sumatera Barat mengalami pertumbuhan sebesar 3,28 persen“. A. Produk Domestik Regional Bruto
Perekonomian Sumatera Barat yang diukur berdasarkan besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku triwulan II-2019 mencapai Rp61,33 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp42,78 triliun. Ekonomi Sumatera Barat triwulan II-2019 tumbuh 5,02 persen (y-on-y) atau sedikit melambat dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 5,09 persen.
Dari sisi produksi, pertumbuhan didorong oleh hampir semua lapangan usaha dengan pertumbuhan tertinggi dicapai Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jasa Jaminan Sosial Wajib yang tumbuh 9,48 persen. Sementara dari sisi Pengeluaran pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Konsumsi Pengeluaran Pemerintah yang tumbuh 11,92 persen.
Tabel 1.1 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha
No. Lapangan Usaha Harga Berlaku (triliunan rupiah) Harga Konstan (triliunan rupiah) Tw II-2018 Tw I-2018 Tw II-2019 Tw II-2018 Tw I-2018 Tw II-2019
1 Pertanian, Kehutanan, Perikanan 13,43 13,34 13,74 9,14 9,17 9,40 2 Pertambangan dan Penggalian 2,39 2,49 2,57 1,64 1,68 1,72 3 Industri Pengolahan 5,23 4,95 4,95 4,07 3,90 3,86 4 Pengadaan Listrik dan Gas 0,07 0,06 0,07 0,04 0,04 0,05 5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah 0,05 0,05 0,06 0.04 0.04 0.04
6 Konstruksi 5,31 5,89 5,96 3,63 3,89 3,93
7 Perdg Besar & Eceran, Reparasi Mobil &Motor 8,70 8,97 9,70 6,42 6,54 6,90 8 Transportasi dan Pergudangan 7,29 7,40 7,91 5,02 5,04 5,36 9 Akomodasi dan Air Minum 0,78 0,81 0,88 0,46 0,47 0,49 10 Informasi dan Komunikasi 3,15 3,44 3,62 2,95 3,09 3,23 11 Jasa Keuangan dan Asuransi 1,76 1,75 1,81 1,19 1,16 1,19 12 Real Estate 1,13 1,18 1,24 0,79 0,82 0,85 13 Jasa Perusahaan 0,25 0,26 0,27 0,18 0.19 0.19 14 Adm, Pemerintahan, Pertahanan, JaminanSosial 3,39 3,56 3,85 2,28 2,36 2,49 15 Jasa Pendidikan 2,39 2,57 2,62 1,58 1,68 1,70 16 Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial 0.79 0,85 0,86 0,57 0,61 0,61 17 Jasa Lainnya 1,11 1,18 1,24 0,72 0,75 0,78
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 57,21 58,78 61,33 40,74 41,42 42,78 Sumber: BPS, data diolah
Struktur perekonomian Sumatera Barat menurut Lapangan Usaha triwulan II-2019 didominasi oleh tiga kategori utama yaitu Pertanian, Kehutanan dan Perikanan (22,41 persen), Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor (15,81 persen), dan Transportasi dan Pergudangan (12,90 persen). Dari pertumbuhan 5,02 persen (y-on-y), kontribusi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sebesar 1,18 persen, diikuti Transportasi dan Pergudangan sebesar 0,83 persen, dan Konstruksi sebesar 0,73 persen.
0 1 2 3 4 5 6
Tw II-2018 Tw I-2019 Tw II-2019 5,09 4,80 5,02 Lainnya Konstruksi Transportasi dan Pergudangan Perdagangan 7 7.5 8 8.5 9 9.5 Adm Pemerintahan, Pertahanan Informasi dan Komunikasi Konstruksi 9.48 9.32 8.13
Grafik 1.1 Pertumbuhan Lapangan Usaha Triwulan II-2019 (dalam %)
Grafik 1.2 Sumber Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha (dalam %)
Ekonomi Sumatera Barat triwulan II-2019 tumbuh sebesar 3,28 persen dibandingkan triwulan sebelumnya (q-to-q). Hal ini didorong pertumbuhan lapangan usaha Adminstrasi Pemerintahan dan Pertahanan 9,48 persen, Informasi dan Komunikasi 9,32 persen, Konstruksi 8,13 persen, Transportasi dan Pergudangan 6,34 persen, Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6,15 persen, dan Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sebesar 5,57 persen. Sementara itu,
masih rendahnya harga CPO dunia menjadi salah penyebab melambatnya
pertumbuhan ekonomi triwulan II-2019 dibanding periode yang sama tahun 2018. B. Inflasi
Kota Padang dan Kota Bukittinggi dijadikan indikator dalam mengukur laju inflasi. Maret 2019, laju inflasi tahun kalender Kota Padang dan Kota Bukittinggi masing-masing sebesar 1,07 persen dan 1,28 persen. Inflasi yang terjadi di Kota Padang dan Kota Bukittinggi karena adanya kenaikan indeks semua kelompok pengeluaran.
Kenaikan tertinggi terjadi pada kelompok bahan makanan, di Kota Padang dan Kota Bukittinggi masing-masing sebesar 3,40 persen dan 4,12 persen. Bahan makanan yang menjadi kontributor utama inflasi adalah harga cabai. Laju inflasi tahun kalender sampai bulan Juni 2019 masing-masing sebesar 2,51 persen dan 1,81 persen. Laju inflasi (y-on-y) Kota Padang sebesar 3,55 persen dan Kota Bukittinggi sebesar 4,09 persen.
Inflasi yang terjadi di triwulan II tahun 2019 ini lebih tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya. Tinggi permintaan komoditas cabai sejak menjelang hari Idul Fitri sampai akhir triwulan II menjadi penyebabnya. Di samping itu, Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi penyuplai bahan makanan (cabai) ke provinsi-provinsi tetangga seperti Riau dan Jambi sehingga mendorong inflasi menjadi lebih tinggi.
3|Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Grafik 1.4 IPM Sumatera Barat 2010 - 2018
Sumber: BPS, data diolah
Grafik 1.3 Perkembangan Inflasi Kota Padang dan Kota Bukittinggi Tahun 2017-2019 (m-to-m)
Sumber: BPS, data diolah
Dalam 3 (tiga) tahun terakhir terlihat kecenderungan pola inflasi yang sama. Di awal tahun inflasi cenderung tinggi sebagai akibat inflasi akhir tahun sebelumnya. Sedangkan di bulan Februari dan Maret mengalami deflasi. Kemudian akan kembali meningkat pada saat bulan Ramadhan sampai menjelang lebaran Idul Adha. Namun demikian, inflasi tahun ini masih lebih tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Dari 23 kota di pulau Sumatera pada bulan Juni 2019, sebanyak 22 (dua puluh dua) kota mengalami inflasi dan satu kota mengalami deflasi. Inflasi di Kota Padang menduduki posisi ke 7 (tujuh) dan Kota Bukittinggi menduduki urutan ke 6 (enam). C. Indikator Kesejahteraan
1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Pembangunan sumber daya manusia di Sumatera Barat terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sumatera Barat. Dari tahun 2015 sampai tahun 2018, IPM Sumatera Barat masing-masing sebesar 69,98 (berstatus sedang), 70,73 (berstatus tinggi), 71,24 (berstatus tinggi), dan 71,73 (berstatus tinggi).
Keberhasilan tersebut tidak lepas dari perbaikan komponen pembentuk IPM. Bayi yang baru lahir memiliki peluang untuk hidup hingga 69,01 tahun atau lebih lama 0,23 tahun dibanding tahun 2017 yaitu 68,78 tahun. Anak-anak usia 7 tahun memiliki peluang untuk bersekolah selama 13,95 tahun, lebih lama 0,01 tahun dibanding tahun 2017. Sementara itu, penduduk usia 25 tahun ke atas secara rata-rata telah menempuh pendidikan selama 8,76 tahun atau meningkat 0,04
tahun dibandingkan tahun 2017. Pada tahun 2018, masyarakat Sumatera Barat memenuhi kebutuhan hidup dengan rata-rata pengeluaran perkapita sebesar 10,64 juta rupiah pertahun, meningkat 332 ribu rupiah dibanding tahun 2017.
Berdasarkan 3 (tiga) komponen pembentuk IPM yaitu Umur Harapan Hidup saat Lahir (UHH), Harapan Lama Sekolah (HLS), dan Pengeluaran perkapita, IPM di Sumatera Barat mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Tabel 1.2 IPM Sumatera Barat Tahun 2010 – 2018 Menurut Komponen
Komponen Satuan 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Umur Harapan Hidup saat
Lahir (UHH) Tahun 67.59 67.79 68.00 68.21 68.32 68.66 68.73 68.78 69.01 Harapan Lama Sekolah (HLS) Tahun 12.22 12.52 12.81 13.16 13.48 13.60 13.79 13.94 13.95
Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Tahun 8.13 8.20 8.27 8.28 8.29 8.42 8.59 8.72 8.76
Pengeluaran Per Kapita Rp.000 9,339 9,409 9,479 9,570 9,621 9,804 10,126 10,306 10,638
IPM 67.25 67.81 68.36 68.91 69.36 69.98 70.73 71.24 71.73
Sumber: BPS, diolah
2. Kemiskinan
Tahun 2019 jumlah penduduk miskin di Sumatera Barat sebanyak 353,24 ribu jiwa atau 6,65 persen dari jumlah penduduk. Trend jumlah penduduk miskin Sumatera Barat cenderung menurun sejak 2010 sampai 2018. Mulai nampak efektivitas program-program pemberdayaan masyarakat baik pusat maupun daerah seperti alokasi APBN melalui Dana Desa yang telah dilaksanakan sejak 2015. Penurunan jumlah penduduk miskin di perdesaan terlihat lebih signifikan dibanding dengan daerah perkotaan.
Grafik 1.5 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Perkotaan dan Perdesaan di Sumatera Barat 2010 – 2018
Sumber : BPS, data diolah
Di lihat dari wilayah sebaran penduduk miskin di Sumatera Barat, Kota Padang dan Kabupaten Pesisir Selatan menjadi 2 (dua) tertinggi dengan distribusi dari penduduk miskin yang masing-masing mencapai 44,04 ribu jiwa dan 34,92 ribu jiwa. Kabupaten Agam merupakan Kabupaten dengan penurunan penduduk miskin paling signifikan.
444.44 353.24 8.99 9.04 8.00 8.19 7.56 8.14 6.89 7.41 6.71 7.31 7.14 7.09 6.75 6.87 6.55 6.65 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 Kota Desa %
5|Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional
Sedangkan untuk jumlah penduduk miskin terendah ada di Kota Sawahlunto dengan jumlah 1,48 ribu jiwa diikuti Kota Solok dengan 2,29 ribu jiwa.
Grafik 1.6 Distribusi Penduduk Miskin di Kabupaten/Kota Tahun 2017 – 2018
Sumber : BPS, data diolah
Persentase penduduk miskin tertinggi di Kabupaten Kepulauan Mentawai sebesar 14,44 persen, sedangkan Kota Padang dengan jumlah penduduk miskin terbanyak, namun hanya 4,7 persen dari total penduduk kota Padang. Kota Sawahlunto terendah baik dari jumlah maupun persentase penduduk miskin yang hanya 2,39 persen.
Kemiskinan di Kabupaten Kepualuan Mentawai bahkan lebih tinggi dari kemiskinan di Indonesia. penyebabnya antara lain tidak adanya lapangan pekerjaan bagi individu, dan ketidakmampuan masyarakat untuk menciptakan sumber penghasilan baru. Padahal lahan yang dapat digarap/diolah masih sangat luas. Untuk itu, yang perlu dilakukan peningkatan kapasitas SDM (mental dan skill). Pelatihan dan pendampingan dalam kegiatan ekonomi, baik di sektor pertanian ataupun sektor ekonomi kreatif dan usaha lainnya yang dapat menjadi sumber pendapatan masyarakat, termasuk penguatan akses masyarakat terhadap inklusi keuangan merupakan alternatif solusi yang dapat ditempuh pemerintah.
3. Nilai Tukar Petani
Trend Nilai Tukar Petani (NTP) Sumatera Barat sampai dengan Juni 2019 masih berfluktuasi dan kembali melemah setelah di awal tahun mengalami sedikit penguatan. Hal ini didorong oleh lemahnya Indeks harga yang diterima petani, sedangkan Indeks harga yang harus dibayar petani cenderung masih lebih tinggi. Bahkan di akhir triwulan II, NTP Sumatera Barat menjadi yang terendah dalam 3 (tiga) tahun terakhir. Penurunan yang cukup tinggi terjadi pada subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat. Ini terjadi sebagai akibat penurunan harga CPO dunia.
12.99 34.92 32.89 16.55 18.48 33.2 32.92 26.47 20.31 11.85 15.42 31.83 44.04 2.29 1.48 3.11 6.32 7.69 4.4 14.44 7.59 8.88 7.11 5.32 8.04 6.76 6.99 7.31 7.07 6.42 7.34 4.7 3.3 2.39 5.88 4.92 5.77 5.03 0 2 4 6 8 10 12 14 16 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Jumlah %
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des 2017 97.92 98.64 98.19 98.71 97.07 96.66 95.82 96.24 96.34 95.71 96.15 96.24 2018 95.81 95.57 94.83 94.71 94.81 94.82 94.07 95.13 96.37 96.53 95.82 95.16 2019 97.1 97.75 96.87 96.83 95.32 93.47 97.1 97.75 96.87 96.83 95.32 93.47 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100
Tabel 1.3 Nilai Tukar Petani Sumbar Per Subsektor Mei-Juni 2019
Grafik 1.6 Nilai Tukar Petani 2017 – 2019
Sumber : BPS, data diolah
NTP di Sumatera Barat dalam beberapa tahun terakhir masih berada di bawah 100. Ini merupakan sebuah fenomena yang menarik untuk dibahas, karena di sisi lainnya inflasi di Sumatera Barat tergolong rendah secara nasional. Dari studi pustaka dan diskusi yang dilakukan baik dengan Badan Pusat Statistik dan Pemda, ada beberapa hal yang mempengaruhi rendahnya NTP di Sumatera Barat yaitu:
a. Pola komsumsi masyarakat termasuk petani Sumatera Barat yang cukup tinggi. Masyarakat Sumatera Barat sudah dikenal sebagai penghasil dan pecinta kuliner. Pepatah Minang menyatakan “mato condong ka nan rancak, salero condong ka nan lamak (mata cenderung pada yang indah, selera cenderung kepada yang enak)”. Ini ditunjukkan dengan berkembangnya berbagai kuliner sebagai akibat tumbuh dan berkembangnya sektor pariwisata;
b. Sektor pertanian dan perkebunan di Sumatera Barat bukanlah sumber penghasilan utama masyarakat Sumatera Barat. Usaha sampingan dari perdagangan turut mendukung ekonomi masyarakat, belum lagi sumber pendapatan lain yang bersumber dari kiriman anak dan sanak saudara di rantau; c. Pekerja sektor pertanian dan perkebunan tersebut didominasi oleh orang-orang
tua dan anak-anak. Karena para pemuda Sumatera Barat memiliki kecenderungan untuk merantau. Bagi sebagian masyarakat, usaha sektor pertanian lebih sebagai untuk meneruskan trandisi turun temurun dari nenek moyang.
NTP Subsektor Mei 2019 Juni 2019
Tanaman Pangan 93.01 91.87 -1.23 Hortikultura 81.18 80.9 -0.34 Tanaman Perkebunan Rakyat 99.67 95.28 -4.40 Perternakan 103.15 102.75 -0.39 Perikanan 105.62 105.03 -0.56 NTP 95.32 93.47 -1.94
A. Pendapatan Negara
Pendapatan Negara di Sumatera Barat triwulan II-2019 mencapai Rp2.528,47 miliar atau 35,05 persen dari target Rp7.214,92 miliar dengan komposisi Penerimaan Perpajakan sebesar Rp1.789,97 miliar (70,79 persen) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp738,50 miliar (29,21 persen). Realisasi Penerimaan Perpajakan tersebut baru mencapai 29,86 persen dari target Rp5.994,08 miliar, sedangkan PNBP telah mencapai 57,16 persen dari target Rp1.292,07 miliar.
Tabel II.1 Target dan Realisasi Pendapatan Negara Triwulan II 2019 (dalam jutaan rupiah)
Jenis Pendapatan Negara Target Realisasi % Realisasi TWII 2018 (%)
Penerimaan Dalam Negeri 7.214.923 2.528.473 35,05 37,57
1. Penerimaan Perpajakan 5.994.084 1.789.972 29,86 33,64
a. Pajak Dalam Negeri 5.922.858 1.761.423 29,74 33,54
i. Pajak Penghasilan 3.725.049 1.262.471 33,89 36,74 ii. Pajak Pertambahan Nilai 2.050.965 459.442 22,40 28,48
iii. Pajak Bumi dan Bangunan 47.934 2.727 5,69 4,27
vi. Pajak Lainnya 98.910 36.783 37,19 31,97
b. Pajak Perdagangan Internasional 71.226 28.549 40,08 45,92
i. Bea Masuk 21.927 8.689 39,63 75,14
ii. Bea Keluar/Pungutan Ekspor 49.299 19.860 40,29 36,62
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 1.292.065 738.501 57,16 59,80
a. PNBP Lainnya 152.007 185.250 121,87 134,84
b. Pendapatan Badan Layanan Umum 1.140.057 553.251 48,53 46,92
Sumber : OMSPAN, Kanwil Pajak Sumbar Jambi & KPBC, data diolah
Realisasi pendapatan negara pada triwulan II ini lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp2,65 triliun atau 37,57 persen dari target. Bila dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi menjadi suatu hal yang wajar, karena pada saat bersamaan pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat triwulan I-2019 mengalami kontraksi sebesar 1,55 persen dan triwulan II hanya mencapai 3,28 persen (q-to-q). 1. Pendapatan Pajak Dalam Negeri
Sampai dengan triwulan II-2019 realisasi Pendapatan Pajak Dalam Negeri mencapai Rp1.761,42 miliar atau 29,74 persen dari target. Angka ini lebih rendah dari realisasi triwulan II-2018 yang telah mencapai Rp1.992,58 miliar atau 33,54 persen dari target sebesar Rp5.940,65 miliar. Untuk mencapai target hingga akhir tahun 2019 perlu kerja keras dan terobosan dari jajaran Direktorat Jenderal Pajak Provinsi Sumatera Barat. Komposisi realisasi Pendapatan Pajak Dalam Negeri pada triwulan II ini cenderung mirip dengan periode-periode sebelumnya. Komposisi terbesar merupakan Pajak Penghasilan (PPh) yaitu 63,89 persen dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar
Grafik II.2 Bea Masuk dan Bea Keluar Triwulan II 2019 (dalam jutaan rupiah dan %)
21,927 49,299 71,226 8,689 19,860 28,549 39.63% 40.29% 40.08% 39.40 39.60 39.80 40.00 40.20 40.40 20,000 40,000 60,000 80,000
Bea Masuk Bea Keluar Total
Target Realisasi %
Sumber : OMSPAN, KPBC Teluk Bayur, data diolah
34,63 persen. Selebihnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hanya 0,81 persen, dan Pajak Lainnya sebesar 1,67 persen. Sumber utama Penerimaan Dalam Negeri berasal dari PPh Perorangan Pasal 21. Ini karena di Sumatera Barat tidak banyak memiliki perusahan-perusahaan besar, kecuali hanya PT. Semen Padang.
Grafik II.1 Komposisi dan Realisasi Pendapatan Pajak Dalam Negeri Triwulan II 2019
Sumber : Kanwil Pajak, KPBC, OMSPAN, data diolah
Sedangkan untuk PBB berasal dari PBB Migas karena PBB Perkotaan dan Perdesaan pengelolaannya telah diserahkan kepada Pemeritah Daerah. Rendahnya realisasi PBB Migas ini dikarenakan waktu penagihannya baru akan dilakukan pada triwulan III sampai akhir tahun, sehingga realisasi sampai triwulan II masih relatif kecil.
2. Pajak Perdagangan Internasional
Pendapatan dari sektor Bea Masuk dan Bea Keluar pada triwulan II-2019 mencapai Rp28,55 miliar atau 40,08 persen dari target sebesar Rp71,23 miliar. Kontribusi Bea Masuk dan Bea Keluar terhadap pajak internasional pada triwulan II ini relatif sama yaitu dikisaran 40 persen. Untuk target Bea Masuk dan Bea Keluar pada tahun 2019 mengalami peningkatan sebesar 45 persen dibanding tahun 2018, walapun nilai ekspor mengalami penurunan akibat nilai ekspor Minyak Sawit. Espektasi peningkatan pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu alasan peningkatan target tersebut.
3. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Pendapatan negara yang bersumber dari PNBP di Sumatera Barat pada tahun 2019 ditargetkan sebesar Rp1.292,06 miliar atau naik 7,82 persen dari 2018 yang ditargetkan sebesar Rp1.057,40 miliar. Sampai dengan triwulan II-2019, realisasi PNBP telah mencapai Rp738,5 miliar atau sebesar 57,16 persen. Secara nominal
Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan APBN|9 413.51 423.50 553.25 185.61 208.81 185.25 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 2017 2018 2019 Pendapatan BLU PNBP Lainnya Sumber : OMSPAN, data diolah
Grafik II.3 Realisasi PBNP Triwulan II Tahun 2017 -2019 (dalam miliaran rupiah)
realisasi PNBP triwulan II-2019 lebih tinggi dibanding triwulan II-2018 yang mencapai Rp632,3 miliar. Realisasi Pendapatan BLU mencapai 48,53 persen, sedangkan realisasi PNBP Lainnya telah mencapai 121,87 persen dari target yang ditetapkan. Realisasi PNBP dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan.
Bila dibandingkan realisasi PNBP pada
periode yang sama tahun-tahun
sebelumnya, terlihat bahwa terdapat peningkatan yang signifikan dari PNBP, terutama dari Pendapatan BLU. Hal ini tentunya menjadi indikasi semakin membaik dan efektifnya pengelolaan
sumber-sumber PNBP di BLU.
Begitupun pengelolaan aset pada BLU yang telah mempedomani PMK Nomor 136/PMK.05/2016 tentang Pengelolaan Aset Pada BLU.
B. Belanja Negara
1. Belanja Pemerintah Pusat
Alokasi belanja APBN per 30 Juni 2019 untuk wilayah Provinsi Sumatera Barat sebesar Rp12,79 triliun naik Rp1.74 triliun atau 15,72 persen dibandingkan dengan APBN Tahun 2018. Kenaikan alokasi anggaran tersebut antara lain disebabkan karena adanya kenaikan alokasi anggaran untuk Komisi Pemilihan Umum. Hal ini terkait kegiatan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden yang dilaksanakan pada 17 April 2019. Namun demikian, peningkatan terhadap alokasi belanja pada APBN 2019 di Sumatera Barat tidak diikuti dengan peningkatan penyerapan anggaran. Pola penyerapan anggaran pada triwulan II-2019 identik dengan tahun-tahun sebelumnya. Penyerapan anggaran triwulan II-2019 adalah sebesar Rp4.451,87 miliar atau 35,94 persen dari alokasi Rp12.791,60 miliar.
Pola penyerapan anggaran pada triwulan II dari tahun 2016 sampai 2019 dikisaran 33 sampai 35 persen. Realisasi triwulan II selalu berada di bawah target nasional sebesar 40 persen. Hal tersebut selalu disebabkan oleh rendahnya penyerapan belanja modal. Keterlambatan pelaksanaan kegiatan yang selalu terjadi dari tahun ke tahun menjadi penyebab utamanya. Padahal belanja modal merupakan salah satu elemen penting belanja pemerintah yang mendorong pertumbuhan ekonomi khususnya di daerah.
Grafik II.4 Penyerapan Anggaran Triwulan II di Sumatera Barat Tahun 2016 – 2019 (dalam persentase)
Sumber :OMSPAN, diolah
Idealnya pada triwulan II, semua kontrak pengadaan barang dan jasa sudah berjalan sehingga uang muka dan termin pertama sudah direalisasikan. Apalagi dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah membolehkan kontrak dapat ditandatangani sebelum tanggal 1 Januari walaupun pelaksanaan kegiatan tetap dimulai 1 Januari. Seharusnya, tidak ada alasan lagi terjadinya keterlambatan penandatanganan kontrak.
Grafik II.5 Komposisi Perjenis Belanja Triwulan Tahun 2016 – 2019 (dalam miliaran rupiah)
Sumber : OMSPAN, data diolah
Dilihat dari komposisi perjenis belanja, pada tahun 2019 dari alokasi Rp12.791,6 miliar, porsi belanja barang menjadi yang terbesar yaitu 43,18 persen, sedangkan belanja bantuan sosial hanya 0,2 persen. Porsi belanja pegawai hampir mendekati ideal berada di bawah 30 persen, sebagaimana yang pernah disampaikan oleh Ketua KPK. Sedangkan porsi belanja modal masih berada di bawah 30 persen. Kenaikan belanja barang dalam 2 (dua) tahun terakhir dipicu oleh adanya kegiatan Pilkada Serentak di tahun 2018 dan Pilpres dan Pileg di tahun 2019.
2. Transfer ke Daerah dan Dana Desa
Alokasi anggaran dana Transfer Ke daerah dan Dana Desa (TKDD) pada tahun 2019 se-Sumatera Barat mencapai mencapai Rp22,09 triliun meningkat Rp1,47 triliun atau 7,16 persen dibanding tahun 2018 yang mencapai Rp20,61 triliun.
53.07 28.31 24.50 24.66 46.06 33.01 21.21 25.92 46.80 30.72 19.04 25.43 50.81 33.23 17.10 30.36 20.00 40.00 60.00
B. Pegawai B. Barang B. Modal B. Bansos
2016 2017 2018 2019 35,05% 38,09% 36,41% 31,77% 37,36% 35,36% 38,9% 43,18% 27,21% 26,15% 24,48% 24,85% 10.167,04 10.186,23 11.053,93 12.791,60 5,000.00 10,000.00 15,000.00 2016 2017 2018 2019
Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan APBN|11 516.56 13,953.76 2,333.46 615.64 3,736.84 932.33 22,088.59
DBH DAU DAK DID DAK Non
Fisik DanaDesa Total 2017 2018 2019
Grafik II.6 Alokasi TKDD Tahun 2017 – 2019 (dalam miliaran rupiah)
Sumber : OMSPAN, data diolah
Grafik II.7 Realisasi TKDD Triwulan II 2017 – 2019 (dalam persentase) 28.63 35.43 32.55 58.87 58.33 58.28 27.90 11.16 12.20 54.82 50.00 50.00 40.29 48.01 40.83 56.10 59.96 60.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 2017 2018 2019
DBH DAU DAK DID DAK Non Fisik Dana Desa
Sumber : OMSPAN, data diolah
Alokasi TKDD dari tahun 2016 sampai 2019 trennya terus mengalami peningkatan. Hal ini tidak terlepas dari peningkatan APBN dari tahun ke tahun, dimana TKDD dialokasikan dengan formula tertentu
dari alokasi APBN. Peningkatan
tersebut terjadi hampir di semua komponen TKDD. Hanya alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) saja yang mengalami sedikit penurunan. Hal ini
dilakukan dalam rangka
penyesuaian dengan realisasi tahun-tahun sebelumnya yang tidak pernah tercapai.
Sampai dengan triwulan II-2019, realisasi penyaluran TKDD tertinggi adalah Dana Desa yaitu mencapai 60 persen.
Sedangkan realisasi penyaluran terendah adalah DAK Fisik yang baru mencapai 12,20 persen dari alokasi anggaran Rp2,33 triliun. Mulai tahun 2019, penyaluran DAK Fisik Tahap I mensyaratkan adanya reviu dari inspektorat daerah atas capaian output tahun
2018. Secara umum penyebab rendahnya penyaluran DAK Fisik triwulan II-2019 adalah sebagai berikut:
a) Karena batas akhir pengajuan persyaratan penyaluran adalah tanggal 22 Juli 2019, sampai 30 Juni 2019 masih banyak Pemda yang belum mengajukan persyaratan penyaluran DAK Fisik Tahap I;
b) Dari alokasi DAK Fisik sebesar Rp2,33 triliun, sekitar 6,95 persen atau Rp162 miliar tidak dapat disalurkan dikarenakan hal-hal sebagai berikut :
1) Gagal lelang dikarenakan tidak ada rekanan yang memenuhi spesifikasi teknis, tidak ada rekanan yang mengajukan penawaran, dan waktu tidak cukup untuk melakukan lelang ulang;
2) Adanya penolakan warga terkait pembangunan septic tank communal, untuk kegiatan DAK Reguler bidang Sanitasi di Kota Sawahlunto;
3) Permasalahan pembebasan lahan yang belum selesai sampai dengan akhir triwulan II 2019.
Namun demikian, Kanwil DJPb Prov. Sumatera Barat bersama KPPN Padang telah melakukan upaya dalam bentuk rapat koordinasi dengan UPTD teknis pengelola DAK Fisik dan ULP dalam rangka percepatan proses lelang proyek DAK Fisik.
3. Badan Layanan Umum (BLU)
Alokasi anggaran untuk satker BLU se-Sumatera Barat pada triwulan II-2019 sebesar Rp2,11 triliun atau naik sekitar Rp450 miliar dibanding tahun 2018, karena terdapat 2 (dua) BLU yang baru ditetapkan di akhir tahun 2018 yaitu Rumah Sakit Bhayangkara Padang dan Institut Agama Islam Negeri Bukittinggi. Rata-rata realisasi belanja 34,43 persen atau masih berada di bawah target realisasi nasional sebesar 40 persen.
Tabel II.2 Pagu dan Realisasi Anggaran BLU Triwulan II-2019
No. Badang Layanan Umum Pagu (Rp.) Realisasi (Rp.) %
1 RSUP M. Jamil Padang 611,615,613,000 264,023,765,202 43,17
2 Universitas Andalas Padang 554,178,735,000 202,238,279,657 36,49
3 Universitas Negeri Padang 463,296,911,000 149,336,357,364 32,23
4 IAIN Imam Bonjol 225,283,611,000 46,590,450,930 20,68
5 RS Stroke Nasional Bukittinggi 132,660,110,000 39,035,246,563 29,43
6 IAIN Bukittinggi 100,408,510,000 15,894,448,157 15,83
7 Rumkit Bhayangkara Padang 26,887,949,000 10,795,747,043 40,15
Total 2,114,331,439,000 727,914,294,916 34,43
Sumber : OMSPAN, data diolah
Salah satu indikator yang lazim digunakan untuk mengukur tingkat kemandirian BLU adalah tingkat ketergantungan terhadap alokasi Rupiah Murni (RM) dan seberapa besar kontribusi pendapatan BLU terhadap belanja BLU. Perkembangan pendapatan BLU dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel II.3 Target dan Realisasi Pendapatan BLU Triwulan II Tahun 2019
No. Badang Layanan Umum Pagu (Rp.) Realisasi (Rp.) %
1 RSUP M. Jamil Padang 500,000,000,000 247,671,252,495 49.53
2 Universitas Andalas Padang 245,000,000,000 136,618,774,445 55.76
3 Universitas Negeri Padang 271,722,855,000 114,623,130,533 42.18
4 IAIN Imam Bonjol 40,468,800,000 22,290,236,001 55.08
5 RS Stroke Nasional Bukittinggi 60,445,726,000 24,863,549,355 41.13
6 IAIN Bukittinggi 24,774,483,000 18,620,342,169 75.16
7 Rumkit Bhayangkara Padang 18,402,801,000 7,183,820,791 39.04
Total 1,160,814,665,000 571,871,105,789 49.26
Sumber : OMSPAN, data diolah
Berdasarkan tabel II.2 dan tabel II.3 terllihat bahwa sebagian besar BLU di Sumatera Barat masih memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap alokasi RM. Dari 7 (tujuh) BLU yang ada, hanya BLU IAIN Bukittinggi yang memiliki surplus pendapatan dimana rasio pendapatan BLU terhadap belanja BLU mencapai 117,15 persen. Artinya seluruh pengeluaran BLU IAIN Bukittinggi dapat dibiayai dari pendapatan BLU tersebut.
Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan APBN|13
Grafik II.10 Penyaluran Kredit Program dan Jumlah Debitur (dalam persentase)
0.00 0.03 0.040.20 0.72 0.821.66 2.133.48 6.14 28.73 56.05 - 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 Pertambangan dan Penggalian
Konstruksi Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan Real Estate Transportasi Perikanan Penyediaan Akomodasi Jasa Kemasyarakatan Industri Pengolahan Pertanian, Perburuan Perdagangan Besar dan Eceran
Jumlah Debitur Penyaluran Kredit Program
Sumber : SIKP, data diolah
Jan Feb Mar Apr Mei Jun
136,92
219,79 264,78 222,16 233,68 111,48
Kecil Mikro TKI UMI
Grafik II.9 Realisasi Penyaluran Kredit Program Perbulan (dalam miliaran rupiah)
Sumber : SIKP, data diolah
Sedangkan 6 (enam) BLU lainnya masih memiliki ketergantungan yang cukup tinggi pada sumber dana dari RM. Hanya BLU RSUP M. Jamil Padang yang paling sedikit ketergantungannya pada RM dengan rasio 93,81 persen. BLU lainnya rasio pendapatan terhadap belanja BLU rata-rata berada di bawah 70 persen.
Grafik II.8 Belanja BLU, Pendapatan BLU, dan Rasionya Triwulan II Tahun 2019 (dalam miliaran rupiah dan persentase)
Sumber : OMSPAN, data diolah
4. Investasi Pusat/Kredit Program
Bentuk kredit program yang ada di Sumatera Barat adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Ultra Mikro (UMi).
Sejak diluncurkan, UMi mendapat
respon positif dari masyarakat. Sampai dengan triwulan II-2019, penyaluran KUR dan UMi telah mencapai Rp2,30 triliun. Realisasi penyaluran KUR masih didominasi KUR Kecil dan KUR Mikro. Sedangkan KUR Penempatan TKI dan Kredit UMi yang dikelola oleh PT. Pegadaian dan PT. PNM masih relatif kecil.
Penyaluran Kredit Program didominasi oleh sektor Perdagangan Besar dan Eceran mencapai 56,05 persen atau Rp1.29 triliun dan diikuti dengan sektor
pertanian yang mencapai 23,76
persen atau Rp661,94 miliar. Hal ini tak lepas dengan karakteristik struktur ekonomi di Sumatera Barat, dimana sektor perdagangan dan pertanian merupakan sektor utama penyumbang pertumbuhan ekonomi. 93.81 67.55 76.76 47.84 63.70 117.15 66.54 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 RSUP M. Jamil
Padang Universitas AndalasPadang Universitas NegeriPadang IAIN Imam Bonjol RS Stroke NasionalBukittinggi IAIN Bukittinggi BhayangkaraRumkit Padang
Berdasarkan hasil monitoring Kredit Program Semester I-2018 di Sumatera Barat, hal yang perlu menjadi perhatian adalah minimnya partisipasi Pemerintah Daerah dalam merekam data debitur potensial ke dalam aplikasi SIKP. Saat ini dalam penyaluran KUR, Bank Penyalur mendapatkan data debitur secara mandiri sehingga penyaluran KUR menjadi tidak efektif dalam menjangkau masyarakat yang tidak punya akses ke bank dan menimbulkan risiko KUR disalurkan kepada pihak yang tidak berhak.
C. Prognosis APBN Sampai dengan Akhir Tahun 2019
Berdasarkan perkembangan perekonomian dan APBN Sumatera Barat sampai dengan triwulan II-2019, beberapa hal yang menjadi pertimbangan adalah:
1. Pendapatan Negara, dengan pertumbuhan ekonomi 4,78 persen di triwulan I dan 5,02 persen di triwulan II dan inflasi di triwulan II-2019 dikisaran 1%, maka proyeksi penerimaan pajak diproyeksi dengan formulasi:
(1+pertumbuhan PDRB 5%) x (1+inflasi tahunan rata-rata 1,5%) x penerimaan sebelumnya.
Tabel II.4 Proyeksi Realisasi Penerimaan Negara Tahun 2019
Pendapatan Negara Realisasi 2018 Proyeksi Akhir Tahun 2019
Penerimaan Perpajakan 5.018.559.898.865 5.348.530.212.215
PNBP 1.516.041.071.808 1.615.720.772.279
Sumber : OMSPAN, data diolah
Realisasi Penerimaan Perpajakan sebesar Rp5,35 triliun dan PNBP sebesar Rp1,61 triliun
2. Dari sisi belanja APBN, proyeksi belanja APBN dilakukan dengan menghitung rata-rata realisasi anggaran sampai akhir tahun anggaran.
Tabel II.5 Proyeksi Realisasi Belanja APBN di Akhir Tahun 2019
Jenis Belanja Realisasi2016 Realisasi2017 Realisasi2018 Rata-rata Pagu APBN 2019 Proyeksi Realisasi diAkhir Tahun 2019
Pegawai 93,46 93,63 97,64 94,91 4.069.836.760.000 3.862.682.068.916
Barang 81,06 91,95 91,94 88,32 5.536.085.714.000 4.889.286.366.414
Modal 81,69 87,03 86,31 85,01 3.193.010.610.000 2.714.378.319.561
Bantuan Sosial 98,27 97,48 98,11 97,95 25.595.100.000 25.071.253.620
Total 12.824.528.184.000 11.491.418.008.511
Sumber : OMSPAN, data diolah
Dengan formulasi rata-rata realisasi belanja APBN dalam 3 (tiga) tahun terakhir diperkirakan realisasi belanja APBN mencapai 89,60 persen atau sebesar Rp11,49 triliun.
15|Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan APBD
Grafik III.1 Realisasi PAD Triwulan II 2019 (dalam %)
Sumber: GFS Sumbar, data diolah A. Pendapatan Daerah
Komposisi terbesar dari target pendapatan Pemda se-Sumatera Barat pada tahun 2019 tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Ketergantungan terhadap Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebagai sumber pendapatan masih sangat tinggi. Dari target Pendapatan sebesar Rp28,59 triliun sebesar Rp20,56 triliun berasal dari TKDD atau sebesar 71,89 persen. Namun demikian, pendapatan Pemda dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Sampai dengan triwulan II-2019, realisasi Pendapatan APBD se-Sumatera Barat telah mencapai Rp13,17 triliun atau mencapai 46,07 persen dari target.
Tabel III.1 Realisasi Pendapatan APBD se- Sumatera Barat Triwulan II- 2019 (dalam jutaan rupiah)
Uraian Triwulan II2019 Triwulan II2018 Triwulan II2017
A. Pendapatan Pemerintah Daerah 13.171.796,05 13.257.090,04 12.281.392,94
I. Pendapatan Asli Daerah 2.031.868,55 2.038.569,75 1.770.944,54
II. Pendapatan Transfer 11.133.180,91 11.155.288,46 10.116.350,75
III. Lain-lain Pendapatan yang Sah 6.746,59 63.231,83 394.097,66
B. Belanja Negara 8.452.349,81 8.581.771,20 7.746.980,06
I. Belanja Operasi 7.786.299,92 7.741.638,91 6.897.236,45
II. Belanja Modal 662.997,65 838.280,07 845.170,59
III. Belanja Tak Terduga 3.052,24 1.852,22 4.573,01
C. Transfer Pemerintah Daerah 930.466,15 971.615,97 848.080,32
I. Transfer/Bagi Hasil ke Desa 150.555,92 191.269,84 311.599,06
II. Transfer Bantuan Keuangan 779.910,23 780,346,13 536.481,25
D. Surplus (Defisit) Anggaran (A - B - C) 3.788.980,09 3.703.702,86 3.686.332,57
E. Pembiayaan 1.473.032,61 1.473.032,61 995.634,28
F. Sisa Lebih/Kurang (D+E) 2.315.947,48 2.230.670,25 2.690.698,29
Sumber : GFS Sumbar, data diolah
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Realisasi PAD Sumbar sampai dengan triwulan II-2019 mencapai Rp2.031,87 miliar atau sebesar 40,56 persen dari
target yang ditetapkan sebesar Rp5.010 miliar. Ada 7 (tujuh) dari 20 Pemda yang realisasi PAD masih di bawah 40 persen. Pemkab Pasaman memperoleh realisasi tertinggi sebesar 56,54 persen, sedangkan realisasi
terendah adalah Pemkab
Grafik III.2 Realisasi Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah Triwulan II 2017-2019
(miliaran rupiah)
Sumber: GFS Sumbar, data diolah
196.66 5.4 63.23 0.13 6.75 0.0008 0 50 100 150 200 250 Pendapatan
Hibah Pendapatan dariDana Darurat Pendapatanlainnya 2017 2018 2019
hanya mencapai 9,66 persen. Melihat rendahnya realisasi PAD di Kabupaten Kepulauan Mentawai dan kondisi petumbuhan ekonomi Sumatera Barat yang berada di kisaran 5 persen, target PAD tersebut sulit dicapai sampai akhir tahun 2019. Dalam rangka menggenjot PAD, Pemprov Sumatera Barat melalui Badan Keuangan Daerah menerbitkan surat Nomor 973/1472/Pjk.BKeuda/2019 tanggal 31 Juli 2019 tentang Pemutihan Denda PKB dan Pemutihan BBNKB Non BA mulai 1 September sampai 31 Desember 2019.
2. Pendapatan Transfer
Pendapatan transfer bersumber dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Insentif Daerah (DID), Dana Desa, Transfer dari Pemda Lain, dan Bantuan lainnya. Sampai dengan triwulan II-2019 telah mencapai Rp11,13 triliun dari target Rp20,56 triliun atau mencapai 54,16 persen. Target pendapatan transfer pada 2019 ini mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan 2018 yang mencapai Rp20,51 triliun. Peningkatan ini terjadi hampir di semua sumber transfer, kecuali DBH yang sedikit mengalami penurunan. Ini dilakukan guna penyesuaian terhadap realisasi dalam beberapa tahun terakhir yang tidak pernah tercapai.
3. Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah
Komposisi Lain-lain pendapatan yang sah dalam APBD se-Sumatera Barat tidak terlalu besar dan realisasinya dari
tahun-tahun sebelumnya selalu
berfluktuasi. Hal ini karena sumber
pendapatan tersebut bersifat
sementara dan tidak terduga
realisasinya seperti Pendapatan Hibah, berupa hibah dari pemerintah pusat,
pemerintah daerah lainnya,
badan/lembaga swasta, atau dari kelompok masyarakat. Sumber utama pendapatan ini berasal dari Pendapatan Hibah. Realisasi triwulan II-2017 sebesar Rp196,66 miliar, pada Triwulan 2018 sebesar Rp63,23 miliar dan pada triwulan II-2019 ini hanya Rp6,75 miliar. Terlihat kencendrungan bahwa Lain-Lain Pendapatan Daerah yang sah ini semakin menurun dari tahun ke tahun. Karena memang pola penerimaan hibah, sering terjadi peningkatan cukup signifikan pada saat suatu daerah
17|Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan APBD
Grafik III.3 Realisasi Belanja Daerah Sumatera Barat pada Triwulan II-2019 (miliaran rupiah)
Sumber: GFS Sumbar, data diolah
12,399 7,122 6,253 4,855.52 2,930.78 663.00 39.16 41.15 10.60 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000
Belanja Pegawai Belanja Barang
dan Jasa Belanja Modal
Alokasi Realisasi %
akan melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Hal ini terutama terkait bantuan operasional pelaksanaan Pilkada tersebut.
B. Belanja Daerah
Komposisi belanja pemerintah daerah terdiri dari Belanja Langsung, Belanja Tidak Langsung, dan Transfer ke Pemerintah Kab/Kota atau sebaliknya, serta belanja yang disalurkan ke Desa. Alokasi belanja daerah se-Sumatera Barat tahun 2019 sebesar Rp.29.537,93 miliar. Alokasi ini meningkat sekitar 6,5 persen dibanding tahun 2018 dengan total belanja sebesar Rp 27.735,12 miliar. Realisasi belanja sampai akhir triwulan II-2019 sebesar Rp9.382,82 miliar atau sekitar 31,76 persen.
Biasanya, belanja pegawai selalu yang tertinggi dalam penyerapan anggaran. Namun pada triwulan II-2019 ini berada di level 39,16 persen. Tidak adanya pembayaran insentif pajak di beberapa daerah yang target PAD-nya tidak tercapai menjadi salah satu penyebab. Di samping itu, adanya penyesuaian terhadap besaran tunjangan daerah
berkontribusi terhadap
rendahnya realisasi belanja pegawai.
Realisasi belanja barang dan jasa relatif normal, hal ini
terutama yang berkaitan
dengan kebutuhan operasional perkantoran. Sedangkan rendahnya realisasi belanja modal dipengaruhi oleh beberapa hal sebagai berikut:
a. Keterbatasan SDM pada Unit Layanan Pengadaan Barang Jasa (ULP) di daerah. masih sangat rendah. Sebagai contoh, Pemprov Sumatera Barat pada tahun 2019 terdapat 528 paket pengadaan barang/jasa. Sedangkan personil ULP hanya 15 orang atau 3 tim saja, sehingga menyebabkan terlambatnya pelaksanaan kegiatan. Sedikitnya personil di ULP disebabkan ketidakmauan pegawai untuk terlibat pada proses pengadaan barang dan jasa, terutama terkait resiko hukum yang harus dihadapi.
b. Untuk pengadaan yang terkait dengan jasa konstruksi mengalami keterlambatan karena menunggu terbitnya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi sebagai tindak lanjut Perpres 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Peraturan tersebut baru ditetapkan pada tanggal 20 Maret 2019.
C. Prognosis APBD Sampai dengan Akhir Tahun 2019 1. Proyeksi Pendapatan Daerah
Untuk memproyeksikan Pendapatan Daerah pada akhir tahun digunakan rumusan sederhana melalui perhitungan kenaikan rata-rata realisasi dari triwulan II sampai dengan akhir tahun dalam periode 2 (dua) tahun terakhir. Setelah dilakukan perhitungan sebagaimana tabel di atas, maka diprediksi sampai dengan akhir tahun 2018 realisasi Pendapatan Daerah di Sumatera Barat mencapai ± Rp26,27 triliun. 2. Proyeksi Belanja Daerah
Tabel III.3 Proyeksi Belanja Daerah Pada Akhir Tahun 2019
Jenis Belanja
Kenaikan dari TW II sampai akhir Tahun (%) Rata-rata Kenaikan sampai akhir tahun (%) Realisasi TW II 2018 (miliar Rupiah) Proyeksi Akhir Tahun 2019 2016 2017 2018 Belanja Operasi 142,07 178,78 136,05 152,30 7.786,30 19.644,83 Belanja Modal 6,63 71,06 481,86 186,52 663,00 1,899,60
Belanja Tak terduga 487,75 1.986,64 772,44 1.082,28 3,05 36,09
Total Realisasi 8.452,35 21.580,52
Sumber : GFS Sumbar, data diolah
Untuk memproyeksikan Belanja Daerah pada akhir tahun digunakan rumusan yang sama dengan proyeksi Pendapatan Daerah melalui perhitungan kenaikan rata-rata realisasi dari triwulan II sampai dengan akhir tahun dalam periode 2 (dua) tahun terakhir. Setelah dilakukan perhitungan sebagaimana tabel di atas, maka diprediksi sampai dengan akhir tahun 2019 realisasi Belanja Daerah di Sumatera Barat mencapai ± Rp21,58 triliun.
Tabel III.2 Proyeksi Pendapatan Daerah Pada Akhir Tahun 2019
Pendapatan Daerah
Kenaikan dari TW II sampai akhir Tahun (%) Rata-rata Kenaikan sampai akhir tahun (%) Realisasi TW II 2019 (dalam miliaran rupiah Proyeksi Akhir Tahun 2019 2016 2017 2018 PAD 98,88 140,59 104.19 114,88 2.031,87 4.366,08 Pendapatan transfer 98,57 102,49 87.68 96,27 11.133,18 21.851,09
Lain-lain PD yang Sah 145,91 48,64 718.69 304,41 6,75 27,30
Total Realisasi 13.171,80 26.266,47
19|Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan Anggaran Konsolidasian
A. Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian
Total nominal pendapatan konsolidasian dibandingkan dengan total belanja konsolidasian menunjukkan defisit yang sangat lebar setiap tahunnya. Apabila memperhitungkan belanja pemerintah pusat untuk subsidi Bunga seperti subsidi Bunga KUR, defisit tersebut sebenarnya jauh lebih melebar. Defisit LRA konsolidasi didorong
bertumbuhnya belanja konsolidasian dibanding pertumbuhan pendapatan
konsolidasian.
Melebarnya defisit konsolidasian tersebut menggambarkan ketergantungan ekonomi daerah Sumatera Barat terhadap dana transfer dari pusat di satu sisi dan rendahnya penerimaan perpajakan baik pusat maupun daerah di sisi lain. Selain itu, struktur ekonomi dalam PDRB menunjukkan tidak ada perubahan signifikan baik distribusi maupun kontribusi pertumbuhan dari sektor-sektor selain sektor pertanian dan perdagangan.
Tabel IV.1 Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian (LKPK) Triwulan II Tahun 2019 (miliaran rupiah)
Uraian s.d Triwulan II 2019 Kenaikan
(%) Triwulan II2018
Pusat Daerah Konsolidasi Konsolidasi
Pendapatan Negara 3.048,45 13.044,64 5.193,44 2,91 5.046,48
1 Pendapatan Perpajakan 2.309,94 1.136,39 3.446,33 6,82 3.226,18
2 Pendapatan Bukan Pajak 738,51 895,48 1.747,11 10,62 1.477,17
3 Hibah - 6,75 6,75 -89,31 63,10 4 Transfer - 11.006,03 106,37 -62,01 280,03 Belanja Negara 15.431,79 9.255,66 13.787,79 6,16 12.987,48 5 Belanja Pemerintah 4.453,19 8.452,35 12.905,54 5,73 12.206,66 6 Transfer 10,978.60 803,31 882,25 12,99 780,82 Surplus (Defisit) (12.383,33) 3.788,98 (8.594,35) 8,23 (7.941,00) Pembiayaan - 1.060,66 1.060,66 -27,99 1.473,03 7 Penerimaan Pembiayaan 1.145,89 1.145,89 -26,78 1.564,90 8 Pengeluaran Pembiayaan 85,23 85,23 -7,23 91,87
Sisa Lebih (Kurang) Pembiayaan
Anggaran (12.383,33) 4.849,64 (7.533,69) 16,48 (6.467,97)
Sumber: LKPK Sumbar, data diolah B. Pendapatan Konsolidasian
Total pendapatan konsolidasi yang masuk dalam kelompok penerimaan pajak dan PNBP untuk triwulan II-2019 Sumatera Barat mencapai Rp5,19 triliun atau naik 2,91 persen dibanding dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi pendapatan perpajakan tumbuh sebesar 6,82 persen dibanding triwulan II-2018.
Sumber: LKPK Sumbar
Grafik IV.2 Perbandingan Pendapatan Konsolidasian Pusat dan Daerah Sumatera Barat Triwulan II-2019
2,000.00 4,000.00 6,000.00 8,000.00 10,000.00 12,000.00 14,000.00 16,000.00 18,000.00 Pendapatan
Perpajakan PNBP Hibah Transfer Total
11.006,03 5.193,44 3.446,33 1.633,99 6.75 106.37 16.093,09 Pusat Daerah Sumber: LKPK Sumbar
Grafik IV.1 Perbandingan Komposisi Pendapatan Konsolidasian Sumatera Barat Triwulan II
0% 20% 40% 60% 80% 100% Tw II-2018 Tw II-2019 Transfer 280.03 106.37 Hibah 63.1 6.74 PNBP 1477.17 1633.99 Pajak 3226.18 3446.33 63.93% 66.36% 29.27% 31.46% 1.25% 0.13% 5.55% 2.05%
1. Analisis Proporsi dan Perbandingan
Komposisi pendapatan konsolidasian Sumatera Barat triwulan II-2018 dan triwulan II-2019 masih didominasi oleh Pendapatan Perpajakan dan PNBP. Pada tahun
2019 porsi kedua
pendapatan tersebut
meningkat dibanding tahun
2018 seiring dengan
penurunan sumber
pendapatan dari hibah dan transfer.
Walaupun TKDD mengalami
peningkatan, namun hal
tersebut tidak berpengaruh
kepada peningkatan
pendapatan transfer konsolidasian. Karena pendapatan transfer Pemda dari pemerintah pusat dieliminir dalam perhitungan pendapatan konsolidasian.
Komposisi Pendapatan Perpajakan terdiri 67,03 persen porsi Pendapatan Perpajakan Pusat dan 32,97 persen porsi Pajak Daerah. Sedangkan komposisi PNBP adalah 45,2 persen PNBP Pusat dan 54,8 PNBP daerah. Untuk hibah dan transfer semuanya berasal dari daerah.
Sumber pendapatan
transfer berasal dari
transfer pusat dan
transfer dana dari
Pemda lainnya. Dari Rp11 triliun pendapatan transfer daerah, hanya
106,37 yang diakui
dalam pendapatan
konsolidasian. Hal ini karena Rp10,90 triliun
berasal dari transfer pusat yang juga dicatat sebagai pengeluaran transfer pemerintah pusat. m ili ar ru pi ah
21|Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan Anggaran Konsolidasian
Sumber: LKPK Sumbar
Grafik IV.3 Perbandingan Belanja dan Transfer Pemerintah Pusat dan Daerah terhadap Belanja dan
Transfer Konsolidasian Sumbar Triwulan II-2019
2. Analisis Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kenaikan Realisasi Pendapatan Konsolidasian
Tabel IV.2 Realisasi Pendapatan Konsolidasian Pempus dan Pemda di wilayah Sumatera Barat Triwulan II-2018 dan Triwulan II 2019 (miliaran rupiah)
Uraian Triwulan II-2018 Triwulan II-2019
Realisasi Kenaikan Realisasi Kenaikan
Penerimaan Perpajakan 3.226,18 6,49 3.446,33 6,82
PNBP 1.477,17 -9,05 1.747,11 10,62
Total 5.046,48 4,00 5.193,44 2,91
PDRB/Pert. Ekonomi 57,410,00 5,08 61,330,00 5,02
Sampai dengan triwulan II-2019, PDRB Sumatera Barat sebesar Rp61,33 triliun dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,02 persen. Pada periode ini, pendapatan konsolidasi yang diterima pemerintah daerah dan pemerintah pusat terealisasi sebesar Rp3,45 triliun atau naik sebesar 6,82 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat sangat
mempengaruhi total Pendapatan Konsolidasian. Dengan perlambatan
pertumbuhan ekonomi sebesar 0,06 persen ditahun 2019, total Pendapatan Konsolidasian mengalami perlambatan sebesar 1,01 persen.
C. Belanja Konsolidasian
Total belanja konsolidasi yang masuk dalam kelompok Belanja Pemerintah dan Transfer untuk triwulan II-2019 mencapai Rp13,79 triliun atau naik 6,16 persen dibanding dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi Belanja Pemerintah tumbuh sebesar 5,73 persen dan realisasi Transfer tumbuh 12,99 persen dibanding triwulan II-2018.
1. Analisis Proporsi dan Perbandingan
Belanja operasi adalah
pengeluaran anggaran untuk
kegiatan sehari-hari pemerintah
pusat/daerah yang memberi
manfaat jangka pendek. 66,57
persen porsi realisasi belanja operasi disumbang oleh Pemda sedangkan porsi realisasi belanja operasi Pemerintah Pusat hanya 33,43 persen. m ili ar ru pi ah Sumber: LKPK Sumbar
57.37% 30.44% 6.87% 0.05%0.01% 5.19% 0.06% Triwulan II-2018
Sedangkan porsi belanja modal, Pemerintah Pusat sebesar 45,05 persen dan Pemda sebesar 54,95 persen.
Porsi belanja modal terhadap total belanja konsolidasi hanya sebesar 9,35 persen. Sedangkan porsi belanja pegawai dan belanja modal masing-masing 53,64 persen dan 32,67 persen. Porsi belanja modal tersebut meningkat dibanding triwulan II-2018 yang hanya 6,87 persen. Untuk dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, harusnya porsi belanja modal konsolidasian berada di level 30 persen. Permasalahan lambatnya penyerapan belanja modal sampai triwulan II yang terjadi baik bersumber dari APBD maupun dari APBN di Sumatera Barat penyebabnya hampir sama yaitu keterlambatan dalam penandatanganan kontrak kegiatan.
Grafik IV.4 Komposisi Belanja Konsolidasian Sumbar (dalam %)
Sumber: LKPK Sumbar
D. Analisis Kontribusi Pemerintah dalam PDRB
Tabel IV.3 Laporan Operasional Sumbar Triwulan II 2018-2019
Uraian 2018 ∆ % 2019
Milyar Rp persen Milyar Rp
Transaksi yang mempengaruhi Kekayaan netto
Pendapatan: 5.186,22 0,14 5.193,44 a. Pajak 3.226,11 6,83 3.446,33 b. Kontribusi Sosial - - -c. Hibah 456,43 -98,52 6,74 d. Pendapatan Lainnya 1.503,67 15,74 1.740.37 Beban: 12.288,94 2.38 12.581,27 a. Kompensasi Pegawai 7.122,28 -2,83 6.920,74
b. Penggunaan Barang dan Jasa 3.459,52 21,83 4.214,71
c. Konsumsi Aset tetap - -
-d. Bunga 6,17 -40,52 3,67 e. Subsidi 1,4 2,86 1,44 f. Hibah 870,56 -38,47 535,66 g. Manfaat Sosial 7,7 156,36 19,74 h Beban Lainnya 821,28 7.80 885,31 53.64% 32.67% 9.35% 0.03% 0.01% 4.15% 0.15% Triwulan II-2019 Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Pembayaran Bunga Utang Belanja Subsidi Belanja Hibah
23|Perkembangan dan Analisis Pelaksanaan Anggaran Konsolidasian
Keseimbangan Operasi Bruto/Neto -7.102,72 -8,41 -8.594,35
Transaksi Aset Non Keuangan Neto: 838,28 43,93 1.206,52
a Asset tetap 809,69 47,23 1.192,09
b Persediaan 0,00 -
-c Barang Berharga 0,00 -
-d Aset Non Pro-duksi 28,59 -49,53 14,43
Net Lending/ Borrowing -7.941,00 -2,88 -7.712,10
Transaksi Aset Keuangan dan Kewajiban
a. Akuisisi Neto Aset Keuangan 1.564,90 -26,78 1.145,89
- Domestik 1.564,90 -26,78 1.145,89 - Luar Negeri - - -b Keterjadian Kewaji-ban 91,87 -7,23 85,23 - Domestik 91,87 -7,23 85,23 - Luar Negeri - - -SILPA KONSOLIDASIAN -6.467,97 16,48 -7.533,69
Sumber: Laporan Operasional GFS dan LKPK Semester I 2019 Sumbar
Kontribusi belanja pemerintah terhadap PDRB ADHB Sumatera Barat sebagaimana dapat dilihat dalam laporan Operasional GFS dan LKPK Semester I-2019 yang mencapai 11,68 persen tidak berubah jauh dengan kontribusi belanja pemerintah pada periode yang sama tahun 2018. Besarnya peran belanja pemerintah dalam struktur ekonomi Sumatera Barat perlu menjadi perhatian, khususnya belanja yang dapat mendorong konsumsi masyarakat seperti belanja barang, bansos, dan subsidi. Selanjutnya, dengan melihat inflasi yang juga tidak terlalu besar dan sangat terkendali, maka juga perlu dipikirkan pengembangan sektor lain yang masih potensial mendorong pertumbuhan ekonomi seperti sektor pariwisata.
Tabel IV.4 Kontribusi Belanja Pemerintah terhadap PDRB Semester I 2018-2019
Uraian 2018 (Rp Milyar) ∆ % 2019 (Rp Milyar)
Belanja Konsumsi Pemerintah 12.288,94 2,38 12.581,27
Belanja Modal Pemerintah 838,28 43,93 1.206,52
Belanja Tanah (-) - - (24.13)
Total Belanja Yang dikontribusikan ke PDRB 13.127,22 5,03 13.763,66
PDRB Triwulan I dan II Sumbar 112.800,00 120.110,00
Kontribusi Belanja Pemerintah terhadap PDRB 11.68 % 11,46%
Barat dinilai terlalu bergantung pada minyak kelapa sawit dan karet. BPS melalui rilis berita resmi statistik (BRS) bulanan menyampaikan bahwa ekspor Sumatera Barat terlalu bergantung pada dua komoditas yaitu CPO dan karet. Padahal dengan kondisi ekonomi dunia seperti saat ini, ketergantungan terhadap komoditas tersebut menimbulkan kerentanan melambatnya pertumbuhan ekonomi.
Tujuan utama ekspor CPO dan Karet Sumatera Barat adalah India, AS, dan Kenya. Dengan ekonomi dunia yang belum pulih, maka permintaan atas CPO dan karet juga belum akan melonjak tinggi. Kondisi pasar dunia, khususnya untuk produk CPO dan karet, masih bergantung pada perbaikan iklim ekonomi dunia. Selama ekonomi dunia belum pulih, maka akan sulit bagi produk CPO dan karet untuk kembali menjadi primadona.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sumatera Barat Ramal Saleh mengatakan saat ini ketergantungan ekspor terhadap dua komoditas tersebut masih sangat tinggi, sehingga ketika harganya anjlok di pasar global, maka akan langsung berdampak terhadap kinerja ekspor daerah itu. Idealnya, dua komoditas ini (CPO dan karet) cukup 30 persen saja kontribusinya terhadap ekspor. Komoditas lain harusnya ditingkatkan. Untuk menjaga ekspor jangka panjang tetap membaik, pemerintah Sumatera Barat sudah harus membidik pengembangan komoditas lokal, sehingga mengurangi ketergantungan terhadap CPO dan karet. Sumbar merupakan daerah yang kaya dengan komoditas lainnya, seperti kopi, teh, gambir, pinang, kayu manis, pala, lada, cokelat, vanila dan berbagai komoditas lainnya. Sayangnya, komoditas tersebut tidak dikelola dengan baik, dan belum dijadikan prioritas untuk ekspor. Padahal, permintaan di luar negeri sangat tinggi. Ke depan, komoditas lokal ini yang harus dikembangkan. Orientasinya sudah harus ekspor, dan pemerintah harus fasilitasinya.
Saat ini banyak lahan yang bisa dikembangkan untuk komoditas lokal, terutama lahan milik masyarakat dan dikembangkan secara mandiri. Apalagi, tanah Sumbar termasuk subur untuk menanam komoditas tersebut.
B. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat Manfaatkan Momen Ramadhan untuk Kembangkan UMKM
Masyarakat Sumatera Barat terkenal dengan karakternya yang gemar merantau dan berwirausaha. Kegemaran masyarakat Sumatera Barat berwirausaha dapat terlihat dari tingginya jumlah UMKM di wilayah Sumatera Barat. Berdasarkan catatan Dinas
25|Berita / Isu Fiskal Terpilih
Koperasi dan UMKM, di Sumatera Barat terdapat 593.100 UMKM. Dari jumlah tersebut 89,59 persen merupakan pengusaha mikro, 9,01 persen adalah pengusaha kecil dan sisanya 1,4 persen merupakan pelaku usaha menengah dan besar.
Melihat tingginya jumlah UMKM di Sumatera Barat, maka pengembangan UMKM dapat menjadi salah satu sumber keberhasilan Pemerintah Sumatera Barat untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Bentuk usaha pemerintah untuk
mengembangkan UMKM adalah dengan menyediakan bantuan modal usaha dalam bentuk Kredit Usaha Rakyat (KUR), Ultra Mikro (UMi), dan kredit permodalan lainnya. Di samping dari sisi modal, pemerintah juga berusaha untuk menyediakan sarana bagi UMKM untuk dapat mempromosikan produk-produknya agar lebih dikenal oleh masyarakat.
Memanfaatkan momen Bulan Ramadhan tahun 2019 ini, Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Sumatera Barat mengadakan Bazar Ramadhan di halaman kantornya pada tanggal 27-30 Mei 2019. Terhitung 150 pelaku UMKM dari seluruh wilayah Sumatera Barat turut berpartisipasi dalam bazar tersebut. Pelaksanaan bazar tersebut bertujuan untuk memberikan ruang bagi UMKM untuk memperkenalkan produknya kepada konsumen disamping memberikan layanan kepada masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya menjelang lebaran dengan harga yang lebih murah.
Bazar Ramadhan yang dilaksanakan Dinas Koperasi dan UMKM Sumatra Barat bekerja sama dengan PT Semen Padang, PT Bank Nagari, PT Jasa Raharja, PT PNM Padang, PT Pos Wilayah Sumbar, serta Indonesia Marketing Association (IMA) Chapter Padang yang telah berkomitmen membantu menyediakan kebutuhan masyarakat dengan harga relatif murah dan terjangkau. Dinas Koperasi dan UMKM Sumatera Barat yang bekerja sama dengan stakeholder tersebut memberikan bantuan sebanyak Rp40 juta untuk subsidi kepada para peserta bazar sehingga produk yang ditawarkan kepada konsumen dapat dijual dengan harga yang lebih murah.
Sudah selayaknya Sumatera Barat mendorong tumbuh dan berkembangnya UMKM. UMKM penopang pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat. Ini terlihat dari kontribusi terbesar dari PDRB Sumatera Barat adalah lapangan usaha Perdagangan. Di samping sudah menjadi budaya masyarakat Sumatera Barat untuk berdagang.