• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Letak Geografis dan Topografi1

Gambar 4.1 Peta TWA Bkit Tangkiling2

Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling merupakan salah satu

kawasan pelestarian alam yang terdapat di Provinsi Kalimantan Tengah.

Secara administratif pemerintahan Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling

berada di Wilayah Desa Tangkiling dan Desa Banturung, Kecamatan

Bukit Batu, Kotamadya Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah.

Secara geografis Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling terletak antara 113°30’ - 113°45’ BT sampai dengan 01°45’ - 02°00’ LS.

1 Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provonsi Kalimantan Tengah. 2014 2 Ibid.

(2)

Kawasan Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling ini berdasarkan

Surat Keputusan Menteri Pertanian RI nomor ; 046/Kpts/Um/1/1977 pada

tanggal 25 Januari 1997 dengan luas 533 Ha. Keadaan topografi Kawasan

Bukit Tangkiling bervariasi mulai dari dataran rendah yang landai,

bergelombang hingga berbukit dengan kelerengan yang sangat

curam/terjal sekitar 2% - 45%, dengan ketinggian tempat 25 – 170 meter

dari permukaan laut.

Pada masing-masing kondisi topografi memiliki kekhasan

penutupan lahan mulai dati tipe hutan rawa, hutan hujan tropika dataran

rendah, padang rumput dan hutan hujan tropika perbukitan. Berdasarkan

kenampakan vegetasinya merupakan hutan sekunder dan sebagian hutan

tanaman. Dengan kondisi bentang alam yang demikian, kedua kawasan

tersebut terlihat berbeda secara menyolok dibandingkan dengan bentang

alam di sekitar Kota Palanga Raya yang umumnya berupa hamparan pasir

kuarsa maupun lahan gambut dengan vegetasi belukar rawa. Terdapat 5

(lima) bukit dalam kawasan ini yaitu : Bukit Tangkiling, Bukit Baranahu,

Bukit Liau, Bukit Buhis, dan Bukit Batu/Tunggal.

Jenis tanah didominasi tanah litosol-podsolik berwarna coklat

kekuning-kuningan termasuk jarang ditemui di sekitar Palangka Raya dan

sebagian lainnya berupa tanah berpasir kuarsa. Secara geologi kawasan ini

di deskripsikan tersusun atas Batuan Kwarter dan Meosen Atas.

Kawasan ini memiliki banyak spesies flora dan fauna. Sebagian besar Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling termasuk tipe ekosistem hutan hujan tropika dataran rendah / hutan rawa.

(3)

Jenis tumbuhan hutan hujan tropika dataran rendah seperti Pelawan

(Tristania obovata), Meranti (Shorea sp.), Tengkawang (Shorea sp.),

Geronggang (Cratoxylon arborescens) dan lain-lain. Jenis satwa yang

berada di Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling antara lain Buaya sapit

(Tomistoma schlenegelli), Burung Tekukur (Streptillia chinensis), Burung

Cucak rowo (Pycnonotus zeylanicus) dan lain-lain.

Kawasan ini disebut juga kawasan tangkapan air (catchment area),

walaupun tidak terdapat sungai di kawasan ini namun secara hidrologis

keberadaan kawasan ini sangat mempengaruhi proses ketersediaan air bagi

di daerah di sekitarnya. Selain itu secara orografis diketahui bahwa

kawasan ini memiliki peluang hujan yang cukup tinggi dibandingkan

wilayah-wilayah lain di Kota Palangka Raya.

Kawasan TWA Bukit Tangkiling memiliki tipe ekosistem hutan

hujan tropika dataran rendah. Dilihat dari dominansi jenis penyusun, sudah

terjadi perubahan secara ekologi pada kawasan ini, dimana telah terjadi

invasi jenis eksotik (Accacia mangium) untuk beberapa daerah yang relatif

terbuka.

Beberapa obyek dan daya tarik wisata yang terdapat di kawasan

Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling ini sampai saat ini walaupun belum

terdapat pengelolaan wisata alam yang intensif, kenyataannya hampir

(4)

100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

2. Letak Plot Permanen dan Subplot

Berdasarkan hasil survey dan studi lokasi yang telah dilakukan,

maka ditentukan plot permanen seluas 1 hektar yang kemudian

didistribusikan ke dalam 4 titik subplot sebagai tempat yang paling

memungkinkan dilakukannya pencuplikan sampel, keempat subplot ini

ditentukan berdasarkan faktor biotik dan abiotik yang ada di sekitarnya.

Hal ini sangat diperhatikan karena wilayah ini adalah wilayah konservasi

dan agar tidak merusak habitat asli dari hutan itu sendiri.

(5)

a) Subplot I

Gambar 4.3 Subplot I pada plot permanen

Subplot I terletak pada koordinat 10,90 pada denah plot

permanen yang telah ditentukan sebelumnya, pada subplot ini

ketinggian tajuk pohon mencapai 9-11 meter dengan struktur vegetasi

penyusunnya adalah sebagai berikut :

- Pohon : Akasia (Accacia mangium), Pinus (Pinus merkusii),

Pelawan (Tristania abovata), Mahang (Macaranga

javanica), Halaban (Vitex sp.), dan Nangka (Artocarpus

heterophyllus).

- Herba : Lavender (Lavandula angustifolia), Bambu (Bambusa

arundinacea), Karamunting (Ochthocharis bornensis),

Singkong (Manihot utilistima), Nanas (Ananas comosus),

dan paku-pakuan.

Dalam keadaan cuaca normal suhu rata-rata pada subplot ini

antara pukul 6.00-10.00 WIB adalah 26O dengan kelembaban

(6)

b) Subplot II

Gambar 4.4 Subplot II pada plot permanen

Subplot II terletak pada koordinat 20,50 pada denah plot

permanen yang telah ditentukan sebelumnya, pada subplot ini

ketinggian tajuk pohon mencapai 10-13 meter dengan struktur

vegetasi penyusunnya adalah sebagai berikut :

- Pohon : Akasia (Accacia mangium), Pelawan (Tristania abovata),

Mahang (Macaranga javanica), Halaban (Vitex sp.),

Nangka (Artocarpus heterophyllus), dan Kelapa Sawit

(Elaeis guinensis).

- Herba : Pisang (Musa paradisiaca), Bambu (Bambusa

arundinacea), Karamunting (Ochthocharis bornensis),

Singkong (Manihot utilistima), Nanas (Ananas comosus),

dan paku-pakuan.

Dalam keadaan cuaca normal suhu rata-rata pada subplot ini

antara pukul 6.00-10.00 WIB adalah 27O dengan kelembaban

(7)

c) Subplot III

Gambar 4.5 Subplot III pada plot permanen

Subplot III terletak pada koordinat 40,80 pada denah plot

permanen yang telah ditentukan sebelumnya, pada subplot ini

ketinggian tajuk pohon mencapai 13-15 meter dengan struktur

vegetasi penyusunnya adalah sebagai berikut :

- Pohon : Akasia (Accacia mangium), Karet (Havea brasiliensis),

Lamtoro (Leuchaena leucephala.), Mahang (Macaranga

javanica), Jengkol (Pithecelobium jiringa), Pasak Bumi

(Eucrycoma Longifolia), dan Nangka (Artocarpus

heterophyllus).

- Herba : Bambu (Bambusa arundinacea), Singkong (Manihot

utilistima), dan paku-pakuan.

Dalam keadaan cuaca normal suhu rata-rata pada subplot ini

antara pukul 6.00-10.00 WIB adalah 25O dengan kelembaban

(8)

d) Subplot IV

Gambar 4.6 Subplot IV pada plot permanen

Subplot IV terletak pada koordinat 70,30 pada denah plot

permanen yang telah ditentukan sebelumnya, pada subplot ini

ketinggian tajuk pohon mencapai 15-18 meter dengan struktur

vegetasi penyusunnya adalah sebagai berikut :

- Pohon : Akasia (Accacia mangium), Durian (Durio zibethinus),

Mahang (Macaranga javanica), Meranti (Shorea sp.),

Nangka (Artocarpus heterophyllus), Pinus (Pinus

merkusii), Tengkawang (Shorea sp.), Jengkol

(Pithecelobium jiringa), dan Manggis Hutan (Garcinia

mangostana).

- Herba : Ilalang (Imperata cylindrica), Singkong (Manihot

utilistima), Nanas (Ananas comosus), dan paku-pakuan.

Dalam keadaan cuaca normal suhu rata-rata pada subplot ini

antara pukul 6.00-10.00 WIB adalah 23O dengan kelembaban

(9)

B. Data Hasil Penelitian

Sesuai dengan nama metode yang digunakan yaitu Canopy Knockdown,

penelitian ini lebih diutamakan untuk mengetahui dan mempelajari

keanekaragaman dan komposisi komunitas yang hidup di pepohonan terutama

bagian tajuk atau kanopi. Arthropoda yang terkoleksi sebagian besar

merupakan organisme yang aktif pada saat ada cahaya matahari (diurnal)

karena pencuplikan dilakukan pada pagi hari. Tetapi tidak menutup

kemungkinan juga bahwa arthropoda yang terkoleksi merupakan arthropoda

nokturnal (aktif pada malam hari) yang menjadikan tajuk sebagai tempat

tinggalnya. Pencuplikan ini dilakukan pada pukul 08.00 WIB dari tanggal 08–

11 Juli 2014 dan dengan kondisi cuaca yang normal tanpa hujan dan berangin.

Gambar 4.7 Total Hasil Pencuplikan Hasil Koleksi 8-11 Juli 2014 Pada Tiap Subplot Di Hutan Alami TWA Bukit Tangkiling.

Total individu yang berhasil dikoleksi pada penelitian ini sebanyak 763

individu yang terdistribusi ke dalam 25 ordo. 168 248 198 144 12 12 13 15 0 50 100 150 200 250 300

Subplot I Subplot II Subplot II Subplot IV Jumlah Individu Jumlah Ordo

(10)

No Ordo Koleksi (08-11 Juli 2014) Subplot I (8/7) II (9/7) III (10/7) IV (11/7) Total 1. Arcarina 0 0 6 0 6 2. Arachnida 16 17 13 11 57 3. Blattaria 1 3 2 2 8 4. Chilopoda 1 0 0 0 1 5. Coleoptera 12 18 10 7 47 6. Collembola 0 3 0 0 3 7. Dermaptera 4 0 0 1 5 8. Diplura 0 2 0 1 3 9. Diptera 1 17 5 12 35 10. Hemiptera 2 0 0 0 2 11. Homoptera 4 3 2 6 15 12. Hymenoptera 116 167 139 95 517 13. Isoptera 0 0 8 2 10 14. Lepidoptera 2 7 3 2 14 15. Mantodea 0 0 1 0 1 16. Mecoptera 2 0 0 0 2 17. Neuroptera 0 0 0 2 2 18. Orthopera 7 9 6 4 26 19. Psocoptera 0 1 0 0 1 20. Siphonaptera 0 0 1 0 1 21. Strepsiptera 0 0 0 1 1 22. Thysanoptera 0 0 0 1 1 23. Thysanura 0 0 2 0 2 24. Trichoptera 0 0 0 2 2 25. Zoraptera 0 1 0 0 1 Jumlah 168 248 198 149 763

(11)

Sedangkan untuk distribusi berdasarkan subplot yang telah ditentukan

sebelumnya adalah sebagai berikut :

1. Tabulasi Hasil Koleksi pada Subplot I

Tabel hasil pengamatan ini merupakan tabulasi data yang diperoleh

dari hasil koleksi pada subplot I yang bertujuan untuk mengetahui ordo

arthropoda yang terdapat pada habitat ini. Pencuplikan dilakukan pada

tanggal 08 Juli 2014 tepat pukul 08.00 WIB dengan kondisi cuaca normal

dimana sesaat sebelum dilakukan pencuplikan telah diukur suhu dan

kelembaban terlebih dahulu yaitu suhu 26 OC dan Kelembaban 74 %.

No Ordo Jumlah 1. Arachnida 16 2. Blattaria 1 3. Chilopoda 1 4. Coleoptera 12 5. Dermaptera 4 6. Diptera 1 7. Hemiptera 2 8. Homoptera 4 9. Hymenoptera 116 10. Lepidoptera 2 11. Mecoptera 2 12. Orthopera 7 Jumlah 168

(12)

2. Tabulasi Hasil Koleksi pada Subplot II

Tabel hasil pengamatan ini merupakan tabulasi data yang diperoleh

dari hasil koleksi pada subplot II yang bertujuan untuk mengetahui ordo

arthropoda yang terdapat pada habitat ini. Pencuplikan dilakukan pada

tanggal 09 Juli 2014 tepat pukul 08.00 WIB dengan kondisi cuaca normal

dimana sesaat sebelum dilakukan pencuplikan telah diukur suhu dan

kelembaban terlebih dahulu yaitu suhu 24 OC dan kelembaban udara 61 %.

No Ordo Jumlah 1. Arachnida 17 2. Blattaria 3 3. Coleoptera 18 4. Collembola 3 5. Diplura 2 6. Diptera 17 7. Homoptera 3 8. Hymenoptera 167 9. Lepidoptera 7 10. Orthopera 9 11. Psocoptera 1 12. Zoraptera 1 Jumlah 248

(13)

3. Tabulasi Hasil Koleksi pada Subplot III

Tabel hasil pengamatan ini merupakan tabulasi data yang diperoleh

dari hasil koleksi pada subplot III yang bertujuan untuk mengetahui ordo

arthropoda yang terdapat pada habitat ini. Pencuplikan dilakukan pada

tanggal 10 Juli 2014 tepat pukul 08.00 WIB dengan kondisi cuaca normal

dimana sesaat sebelum dilakukan pencuplikan telah diukur suhu dan

kelembaban terlebih dahulu yaitu suhu 21 OC dan kelembaban udara 70 %.

No Ordo Jumlah 1. Arcarina 6 2. Arachnida 13 3. Blattaria 2 4. Coleoptera 10 5. Diptera 5 6. Homoptera 2 7. Hymenoptera 139 8. Isoptera 8 9. Lepidoptera 3 10. Mantodea 1 11. Orthopera 6 12. Siphonaptera 1 13. Thysanura 2 Jumlah 198

(14)

4. Tabulasi Hasil Koleksi pada Subplot IV

Tabel hasil pengamatan ini merupakan tabulasi data yang diperoleh

dari hasil koleksi pada subplot IV yang bertujuan untuk mengetahui ordo

arthropoda yang terdapat pada habitat ini. Pencuplikan dilakukan pada

tanggal 11 Juli 2014 tepat pukul 08.00 WIB dengan kondisi cuaca normal

dimana sesaat sebelum dilakukan pencuplikan telah diukur suhu dan

kelembaban terlebih dahulu yaitu suhu 24 OC dan kelembaban udara 60 %.

No Ordo Jumlah 1. Arachnida 11 2. Blattaria 2 3. Coleoptera 7 4. Dermaptera 1 5. Diplura 1 6. Diptera 12 7. Homoptera 6 8. Hymenoptera 95 9. Isoptera 2 10. Lepidoptera 2 11. Neuroptera 2 12. Orthopera 4 13. Strepsiptera 1 14. Thysanoptera 1 15. Trichoptera 2 Jumlah 149

(15)

C. Nilai Indeks Keanekaragaman

Nilai keanekaragaman arthropoda dengan menggunakan rumus

Shannon-Wiener dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut:

Tahap (Plot) Indeks Shannon-Wiener (H’) Subplot I 1,2283 Subplot II 1,2887 Subplot III 1,2686 Subplot IV 1,4760

Tabel 4.6 Indeks Keanekaragaman Arthropoda Hasil Pencuplikan Pada Periode Penelitian di Hutan Alami TWA Bukit Tangkiling.

Sedangkan untuk Indeks keanekaragaman arthropoda pada seluruh

(16)

D. Nilai Indeks Dominasi Ordo Koleksi (08-11 Juli 2014) Dominasi (C) I II III IV Total (8-7) (9-7) (10-7) (11-7) Arcarina 0 0 6 0 6 0,0000618 Arachnida 16 17 13 11 57 0,0055809 Blattaria 1 3 2 2 8 0,0001099 Chilopoda 1 0 0 0 1 0,0000017 Coleoptera 12 18 10 7 47 0,0037944 Collembola 0 3 0 0 3 0,0000155 Dermaptera 4 0 0 1 5 0,0000429 Diplura 0 2 0 1 3 0,0000155 Diptera 1 17 5 12 35 0,0021042 Hemiptera 2 0 0 0 2 0,0000069 Homoptera 4 3 2 6 15 0,0003865 Hymenoptera 116 167 139 95 517 0,4591261 Isoptera 0 0 8 2 10 0,0001718 Lepidoptera 2 7 3 2 14 0,0003367 Mantodea 0 0 1 0 1 0,0000017 Mecoptera 2 0 0 0 2 0,0000069 Neuroptera 0 0 0 2 2 0,0000069 Orthopera 7 9 6 4 26 0,0011612 Psocoptera 0 1 0 0 1 0,0000017 Siphonaptera 0 0 1 0 1 0,0000017 Strepsiptera 0 0 0 1 1 0,0000017 Thysanoptera 0 0 0 1 1 0,0000017 Thysanura 0 0 2 0 2 0,0000069 Trichoptera 0 0 0 2 2 0,0000069 Zoraptera 0 1 0 0 1 0,0000017 Total 168 248 198 149 763

Tabel 4.7 Indeks Dominasi Arthropoda Hasil Pencuplikan Pada Periode Penelitian di Hutan Alami Kawasan Wisata Alam Bukit Tangkiling.

Berdasarkan tabel di atas, nilai Indeks Dominasi yang diukur dengan

menggunakan rumus dominasi dari Simpson dapat diketahui bahwa komposisi

ordo yang didapatkan pada waktu pencuplikan paling banyak di dominasi oleh

Gambar

Gambar 4.1 Peta TWA Bkit Tangkiling 2
Gambar  4.2 Denah subplot pada plot permanen
Gambar  4.3 Subplot I pada plot permanen
Gambar  4.4 Subplot II pada plot permanen
+7

Referensi

Dokumen terkait

Skor tersebut berada pada kisaran antara 56-75 dengan kategori cukup efektif sehingga dapat disimpulkan bahwa laboratorium virtual cukup efektif digunakan sebagai

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat- Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Hubungan Caregiver Self-efficacy dengan

Precision digunakan untuk mengukur ketepatan sistem dalam menentukan dokumen relevan pada pencarian dari dokumen yang diterima, dengan kata lain hasil precision merupakan

Suawardi Endraswara (2005:5) membuat definisi bahwa, “penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan dengan tidak menyertakan angka-angka, tetapi mengutarakan kedalaman

Strategi Saluran distribusi yang dilakukan oleh Perum-Perumnas Regional II Cabang Lampung adalah menggunakan Saluran Distribusi Langsung yaitu terdiri dari

(1) Setelah Wajib Bayar yang diperiksa memberikan tanggapan atas temuan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) atau tidak menyampaikan

Strategi Pengembangan Tari Topeng Sebagai Daya Tarik Wisata Budaya Di Kabupaten Cirebon Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu.. BAB I

Pengguna (Admin, KMK) akan memilih pertemuan. Setelah itu sistem akan menampilkan field-field yang harus dilengkapi oleh pengguna ketika proses penyimpanan pertemuan. Setelah