• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Software Autodesk Land Desktop.3 Dalam Perancangan Geometrik Pada Ruas Jalan Sabang-Balo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Aplikasi Software Autodesk Land Desktop.3 Dalam Perancangan Geometrik Pada Ruas Jalan Sabang-Balo"

Copied!
193
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI SOFTWARE AUTODESK LAND DESKTOP 3

DALAM PERANCANGAN GEOMETRIK PADA RUAS JALAN

SABANG-BALOHAN Sta 6 +

750

– 7 +

500

KOTA

SABANG

TUGAS AKHIR

Untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat yang diperlukan untuk memperoleh Ijazah

Sarjana Sains Terapan (DIV)

Oleh :

TEUKU MUAMMAR BAIHAQQI

NIM : 03041012

JURUSAN : TEKNIK SIPIL

PROGRAM STUDI : REKAYASA BANGUNAN TRANSPORTASI

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

POLITEKNIK NEGERI LHOKSEUMAWE

BUKETRATA - LHOKSEUMAWE

(2)

iii

3+ km ditinjau kembali dari sta 6 + – sta 7 + panjang jalan 750 m, dengan mengaplikasikan Software Autodesk Land Desktop.3, didukung dengan data-data yang didapat dari dinas PRASWIL Nanggroe Aceh Darussalam dan direncanakan kembali dengan menggunakan metode Bina Marga. berdasarkan tinjauan panjang ruas jalan, jalan yang direncanakan kembali oleh penulis sepanjang 738.807 m, dari hasil perencanaan alinyemen horizontal direncanakan tiga buah tikungan dengan lengkung Full Circle (FC). untuk alinyemen vertikal terdapat 5 buah lengkung vertikal yang terdiri dari 3 buah lengkung vertikal cembung dan 2 buah lengkung vertikal cekung. Perencanaan saluran drainase berbentuk trapesium dan direncanakan pada tanah asli (lempung padat), kemiringan talud 1 : 1 dengan ukuran penampang selokan lebar bawah (b) 0.43 meter, lebar atas 0.46 meter dan tinggi drainase 0.52 m ditambah dengan jarak jagaan sebesar 100 m. untuk total volume galian sebesar 35,820.422 m3 dan total volume timbunan sebesar 2.297,153 m3. dari hasil perencanaan konsultan didapat 6 buah tikungan pada alinyemen horizontal. sedangkan pada perencanaan alinyemen vertikal didapat 3 tikungan vertikal yaitu 1 buah lengkung cembung dan 2 buah lengkung cekung

Kata kunci : Perancangan Geometrik, Autodesk Land Desktop.3

(3)

iii

from sta 6+750 to 7+ 500 meter that isi (750 m long), designed with Autodesk Land Desktop.3, supported with the data that is got from Praswil NAD Department and calculated again using with Bina Marga method. Pursuant to by using long evaluation road design planned back by writer as long as 738.807 m. from result of planning horizontal alignment, planned by 3 curve which Full Circle curve. for the vertical alignment there are 5 vertical curve fruit consisted by 3 convex vertical curve and 2 concave vertical curve. Planning of drainase which with trapezium and is plenned at original land (solid clay), inclination talud 1:1 of the size wide penampang moat under (b) 0.43 metre, wide for 0.46 metre and high of drainage 0.52 m andded with distance 100 m. to be total of dig volume equal to 35820.422 m3 and total of hoard volumen egual to 2297.153 m3

.

from result of consultant planning got by 6 curve with by horizontal alignment. while at got by vertical aligmnent planning 3 vertical curve that is 1 convex curve and 2 concave curve

(4)

iv

Segala Puji dan Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan Rahmat dan Taufik Hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul ”Aplikasi Software Autodesk Land Desktop.3 Dalam Perancangan Geometrik Pada Ruas Jalan

Sabang-Balohan Sta 6 + 750 – 7 + 500 Kota Sabang”, shalawat beserta salam tidak lupa pula penulis sanjung sajikan ke pangkuan Rasulullah S.A.W yang telah membawa kita semua selaku umatnya dari alam kebodohan menuju ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Penulis sangat menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini masih banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan serta menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan dan keikhalafan baik dari segi bahasa pengetikan ataupun isi penulisan Tugas Akhir. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritikan serta saran yang bersifat membangun dan mendidik guna penyempurnaan tugas akhir penulis pada masa yang akan datang

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebear – besarnya kepada :

1. Bapak Ir. Nahar, selaku Direktur Politeknik Negeri Lhokseumawe.

2. Bapak Ir. H. Sulaiman YH, selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Lhokseumawe.

3. Bapak Syaifuddin ST. MT, selaku Ketua Prodi Teknik Sipil D IV Politeknik Negeri Lhokseumawe sekaligus sebagai Pembahas I

(5)

v

6. Ibu Gustina Fitri ST, selaku Pembahas II 7. Bapak Rizal Syahyadi ST, selaku Pembahas III

8. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah banyak memberikan perhatian dorongan serta kasih sayang, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir penulis

9. Para sahabat dan seluruh teman – teman seperjuangan yang telah ikut berpartisipasi, motivasi dan membantu dalam menyelesaikan laporan Tugas Akhir

Akhirnya penulis mengharapkan agar laporan ini bermamfaat bagi penulis khususnya, dan bagi pembaca umumnya dan mudah- mudahan dapat diridhai oleh Allah SWT. Semoga kita semua selalu dalam lindungan dan rahmat-Nya.

Amiin Ya Rabbal’alamiin

Lhokseumawe, Juli 2007 Penulis

(6)

vi

Halaman HALAMAN JUDUL ... i LEMBARAN PENGESAHAN... ii ABSTRAK ... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR LAMPIRAN PERHITUNGAN DENGAN TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN TABEL... xi

DAFTAR LAMPIRAN GRAFIK ... xii

DAFTAR LAMPIRAN GAMBAR... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang... 1 1.3 Identifikasi Masalah ... 1 1.4 Batasan Masalah ... 2 1.5 Rumusan Masalah... 3 1.6 Tujuan Perencanaan ... 3 1.7 Manfaat Perencanaan ... 4

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Definisi Perancangan Geometrik Jalan ... 5

2.1.1 Komponen-komponen Perancangan Geometrik ... 5

(7)

vii

2.5 Perencanaan Alinyemen Horizontal ... 11

2.5.1 Bentuk Lengkung Full Circle (FC)... 11

2.5.2 Bentuk Lengkung Spiral Circle Spiral (SCS)... 13

2.5.3 Bentuk Lengkung Spiral Spiral (SS) ... 15

2.6 Penentuan Jarak Pandang ... 16

2.6.1 Jarak Pandang Henti ... 16

2.6.2 Jarak Pandang Menyiap ... 18

2.7 Pelebaran Perkerasan Pada Tikungan... 19

2.8 Kebebasan Samping pada Tikungan... 21

2.9 Penomoran (stasioning)... 22

2.10 Diagram Superelevasi ... 24

2.11 Perencanaan Alinyemen Vertikal... 28

2.11.1 Landai minimum... 28

2.11.2 Landai Maksimum... 29

2.11.3 Lengkung Cekung dan Lengkung Cembung ... 29

2.12 Drainase ... 32

2.13 Median ... 37

2.14 Kubikasi ... 39

2.15 Mass Curve Diagram ... 39

(8)

viii

3.2.1 Proses pembuatan peta kontur digital secara analitis ... 46

3.2.2 Memasukkan data digitasi ke Ms. Excel ... 47

3.2.3 Memasukkan data digitasi dari Ms.Excel ke Noteped ... 47

3.2.4 Proses Perhitungan Alinyemen Horizontal & vertikal secara analitis... 48

3.2.5 Proses Penggambaran kembali denga mengunakan Software Autodesk Land Desktop.3 ... 49

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Klasifikasi Jalan ... 51

4.2 Penentuan Titik Koordinat ... 52

4.3 Perhitungan Jarak PI ... 53

4.4 Perhitungan Sudut Putar ... 54

4.5 Perhitungan Alinyemen Horizontal ... 55

4.6 Perhitungan Jarak Pandang ... 57

4.6.1 Perhitungan Jarak Pandang Henti ... 57

4.6.2 Perhitungan Jarak Pandang Menyiap... 58

4.7 Pelebaran Perkerasan Pada Tikungan... 60

4.8 Perhitungan Kebebasan Samping pada Tikungan ... 62

4.9 Perhitungan Diagram Superelevasi ... 63

4.10 Penentuan titik – titik stasioning ... 65

(9)

ix

4.15 Penggambaran Menggunakan Autodesk Land Desktop 3 ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 101

6.2 Saran ... ... 102

DAFTAR PUSTAKA ... 103

LAMPIRAN PERHITUNGAN DENGAN TABEL ... 104

LAMPIRAN TABEL... 133

LAMPIRAN GRAFIK... 146

LAMPIRAN GAMBAR ... 150

SURAT TUGAS KURIKULER ... 177

(10)

x

Lampiran P Tabel 4.1 Sudut Putar ... 104

Lampiran P Tabel 4.1 Alinyemen Horizontal ... 105

Lampiran P Tabel 4.2 Perhitungan Jarak Pandang... 106

Lampiran P Tabel 4.3 Perhitungan Pelebaran Perkerasan pada Tikungan .... 107

Lampiran P Tabel 4.4 Kebebasan Samping pada Tikungan ... 108

Lampiran P Tabel 4.5 Perhitungan Diagram Superelevasi ... 109

Lampiran P Tabel 4.6 Alinyemen Vertikal ... 110

Lampiran P 4.7 Perhitngan Saluran Drainase ... 112

Lampiran P Tabel 4.8 Perhitungan Kubikasi ... 120

Lampiran P Tabel 4.9 Perhitungan Volume Galian dan Timbunan ... 129

(11)

xi

Lampiran T 1.1 Tabel Standard Perencanaan Geometrik... 133

Lampiran T 1.2 Tabel Standard Perencanaan Geometrik ... 134

Lampiran T 1.3 Tabel Minimum Spiral Dan Kemiringan ... 135

Lampiran T 1.4 Tabel Minimum Spiral Dan Kemiringan... 136

Lampiran T 1.5 Tabel Standard Perencanaan Geometrik (FC)... 137

Lampiran T 1.6 Tabel Jarak Pandang Menyiap ... 138

Lampiran T 1.7 Tabel Data Curah Hujan ... 139

Lampiran T 1.8 Kecepatan Aliran Sungai... 140

Lampiran T 1.9 Tabel Reduced ... 141

Lampiran T 1.10 Tabel Koefisien Hambatan ... 142

Lampiran T 1.11 Tabel Pengaliran ... 143

Lampiran T 1.12 Tabel Kemiringan Talud ... 144

Lampiran T 1.13 Tabel Harga N untuk Rumus Manning ... 145

(12)

xii

Lampiran Grafik 2.1 Panjang Lengkung Vertikal Cekung ... 146

Lampiran Grafik 2.1 Panjang Lengkung Vertikal Cembung ... 146

Lampiran T 1.3 Tabel Minimum Spiral Dan Kemiringan ... 135

Lampiran T 1.4 Tabel Minimum Spiral Dan Kemiringan... 136

(13)

xiii

Lampiran G 3.1 Peta NAD... 150

Lampiran G 3.2 Peta Sabang ... 151

Lampiran G 3.3 Daerah Galian ... 152

Lampiran G.1 Peta Topography As Jalan Rencana ... 153

Lampiran G. 2 Peta Topography Jalan Rencana da Superelevasi ... 154

Lampiran G. 3 Peta Topography Perbandingan Trase Jalan ... 155

Lampiran G. 4 Potongan Melintang... 156

Lampiran G. 5 Potongan (LV) pada vertikal ... 157

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Perhubungan jalur darat antar kota di Pulau Sabang pada saat ini semakin padat, dan mengingat Kota Sabang sekarang ini merupakan kawasan pengembangan ekonomi terpadu di Provinsi NAD, atas dasar pertimbangan tersebut maka jalur transportasi darat di Kota Sabang ditingkatkan.

Salah satu cara yang paling efektif adalah dengan peningkatkan kualitas jalan yang telah ada atau perancangan jalan baru. Salah satu proyek peningkatan jalan yang sedang berlangsung di Kota Sabang adalah peningkatan jalan Sabang-Balohan sepanjang 3+430 km tepatnya berada di Kecamatan Suka Jaya, sesuai dengan hasil perencanaan konsultan perencana perancangan kembali jalan sekunder dengan hasil rencana yang didapat, untuk perkerasan baru direncanakan sepanjang 2 x 7m dengan lebar bahu jalan 1.5 m, lebar trotoar 1 m dan lebar median 2 m dengan kemiringan jalan e normal 2%.

Jalan ini direncanakan disamping untuk memenuhi kebutuhan akan prasarana transportasi masyarakat di Kota Sabang dan juga sebagai Penunjang laju pembangunan yang sedang dilakukan di Propinsi NAD.

(15)

2

1.2 Identifikasi

Masalah

Indentifikasi yang ditinjau dalam perhitungan Tugas Akhir ini adalah: 1. Berdasarkan hasil perencanaan konsultan perencana, perancangan baru

jalan Sabang-Balohan sepanjang 3+430 km disesuaikan dengan kondisi fisik daerah rencana dan juga trase jalan yang sudah ada. perancangan jalan ini didesain dengan kecepatan rencana antara 40 s/d 60 km/jam dengan lebar perkerasan baru 2 x 7 m, lebar bahu 1.5 m, lebar trotoar 1m, lebar median 2m dan kemiringan (e normal) 2%

2. Dari hasil perencanaan konsultan perencana diperoleh perencanaan Alinyemen Horizontal 6 buah bentuk tikungan dengan 5 bentuk lengkung Full Circle (FC) dan satu bentuk lengkung Spiral – Circle – Spiral (SCS), kecepatan rencana berkisar antara 40 km/jam hingga 60 km/jam, jari-jari rencana berkisar 70 – 500 m.

3. Dari hasil perencanaan konsultan juga diperoleh perencanaan Alinyemen Vertikal terdapat 3 buah lengkung vertikal yang terdiri dari satu buah lengkung Cembung dan 2 buah lengkung Cekung

1.3 Batasan

Masalah

Adapun batasan masalah pada penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Perancangan kembali Geometrik pada ruas Jalan Sabang-Balohan direncanakan berdasarkan Standar Perencanaan Geometrik Jalan Raya No.13/1970 dan Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/TBM/1997

(16)

3

2. Penggambaran kembali Kontur dilakukan dengan menggunakan bantuan Software Autodesk Land Desktop 3.

3. Perancangan kembali geometrik jalan Sabang-Balohan harus disesuaikan dengan kondisi trase jalan yang ada dan disesuaikan berdasarkan kondisi medan.

4. Perancangan kembali meliputi Alinyemen Horizontal, Alinyemen Vertikal, Cross Section, Saluran Drainase atau Talud, Kubikasi dan Mass Curve Diagram

1.4 Rumusan

Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah perancangan kembali geometrik pada ruas jalan Sabang-Balohan Sta 6 + 750– Sta 7 + 500 jika dirancang dengan Software Autodeks Land Desktop.3

2. Bagaimana membandingkan hasil desain-desain perancangan geometrik berdasarkan Standar Perencanaan Geometrik Jalan Raya No.13/1970 dan Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/TBM/1997 dengan hasil perencanaan konsultan perencana

1.5 Tujuan

Perancangan

1. Untuk merancang kembali geometrik pada ruas jalan Sabang-Balohan Sta 6 + 750– Sta 7 + 500 jika dirancang dengan Software Autodeks Land Desktop.3

(17)

4

2. Untuk membandingkan desain-desain perancangan geometrik jalan Sabang-Balohan Sta 6 + 750 – Sta 7 + 500 yang sesuai dengan standar Perencanaan Geometrik Jalan Raya No.13/1970 jika dirancang dengan Software Autodeks Land Desktop.3 dengan hasil perancangan konsultan

perencana.

1.6

Manfaat Perancangan

Hasi perencangan ini diharapkan dapat menjadi bahan diskusi dan pertimbangan bagi institusi terkait dalam merancang desain-desain geometrik jalan dengan menggunakan Software Autodeks Land Desktop.3 di masa-masa yang akan datang.

(18)

BAB II

TINJAUAN

PUSTAKA

2.1

Definisi Perancangan Geometrik Jalan

Menurut Saodang (1999) Perencanaan geometrik jalan raya merupakan suatu perencanaan rute dari suatu ruas jalan secara lengkap, menyangkut beberapa komponen geometrik jalan yang dirancang berdasarkan kelengkapan data dasar dan kemudian dianalisa berdasarkan standard peraturan perencanaan geometrik yang ada di Indonesia.

2.1.1 Komponen-komponen perancangan geometrik :

1. Jari-jari lengkungan adalah jari-jari tikungan yang ditarik dari pusat lengkungan

2. Superelevasi jalan adalah kemiringan melintang permukaan jalan pada bagian tikungan alinyemen horizontal

3. Kelandaian adalah kemiringan memanjang dari suatu ruas jalan 4. Lengkung Peralihan adalah peralihan dari bagian jalan yang lurus ke

bagian jalan yang mempunyai jari-jari lengkung dengan kemiringan tikungan tertentu

(19)

2.1.2 Parameter Perencanaan Geometrik Jalan

Yang menjadi parameter dalam merancang geometrik jalan raya adalah Kecapatan Rencana adalah kecepatan maksimum kendaraan yang tetap bertahan pada suatu ruas jalan, Kendaraan rencana adalah kendaraan dengan berat, dimensi dan karakteristik operasi tertentu, Volume lalu lintas harian rata-rata (LHR), volume jam rencana (VJR) adalah prakiraan lalu lintas perjam, VLHR, SMP, kapasitas dan lain-lain

2.2 Klasifikasi

Jalan

Faktor pokok pada klasifikasi jalan jalan raya untuk penerapan pengendalian dan kreteria perencanaan geometrik adalah Volume Lalu lintas Rencana (VLR), Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR), fungsi jalan, kelas jalan dan kondisi medan.

Menurut PPGJR No.13/1970, jalan dibagi beberapa kelas yang ditetapkan berdasarkan fungsi dan volumenya, serta sifat-sifat lalu lintas berdasarkan ketentuan Dirjen Bina Marga.

Tabel 2.1 Klasifikasi berdasarkan fungsi jalan dan besarnya (LHR)

KLASIFIKASI LALU LINTAS HARIAN RATA-

Fungsi Kelas RATA (LHR) dalam smp

UTAMA I > 20,000

SEKUNDER II A 6,000 sampai 20,000

II B 1,500 sampai 8,000

II C < 20,000

PENGHUBUNG III -

Sumber. Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya No. 13/1970

Khusus untuk perencanaan jalan-jalan kelas I, sebagai dasar harus digunakan volume lalu lintas pada saat-saat sibuk. Sebagai volume waktu sibuk yang digunakan untuk dasar perencanaan ditetapakan sebesar 15% dari volume

(20)

harian rata-rata. Volume waktu sibuk ini selanjutnya disebut volume tiap jam untuk perencanaan atau disingkat VDP, jadi VDP = 15% LHR

Jalan kelas I :

Kelas jalan ini mencakup semua jalan utama dan dimaksudkan untuk dapat melayani lalu lintas cepat dan berat. Dalam komposisi lalu lintasnya tidak terdapat kendaraan lambat dan kendaraan tak bermotor. Jalan raya dalam kelas ini merupakan jalan-jalan raya yang berjalur banyak dengan kontruksi perkerasan dari jenis yang terbaik dalam arti tingginya tingkatan pelayanan terhadap lalu lintas.

Jalan kelas II :

Kelas jalan ini mencakup semua jalan-jalan sekunder. Dalam komposisi lalu lintasnya terdapat lalu lintas lambat. Kelas jalan ini, selanjutnya berdasarkan komposisi dan sifat lalu lintasnya, dibagi dalam tiga kelas, yaitu : IIa, IIb dan IIc Jalan kelas IIA :

Adalah jalan-jalan raya sekunder dua jalur atau lebih dengan kontruksi permukaan jalan dari jenis aspal beton (hot mix) atau yang setaraf, dimana dalam komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat tapi tanpa kendaraan tak bermotor. Sedangkan Untuk lalu lintas lambat, harus disediakan jalur tersendiri.

Jalan kelas IIB :

Adalah jalan-jalan raya sekunder dua jalur atau lebih dengan kontruksi permukaan jalan dari penetrasi berganda atau yang setaraf, dimana dalam komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat, tapi tanpa kendaraan tak bermotor.

(21)

Jalan kelas IIC :

Adalah jalan-jalan raya sekunder dua jalur atau lebih dengan kontruksi permukaan jalan dari penetrasi tunggal atau yang setaraf, dimana dalam komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat dan kendaraan tak bermotor. Jalan kelas III :

Kelas jalan ini mencakup semua jalan-jalan penghubung dan merupakan kontruksi jalan berjalur tunggal atau dua. Kontruksi permukaan jalan yang paling tinggi adalah peleburan dengan aspal.

Tabel 2.2 Penggolongan kelas jalan

Sumber. Spesifikasi Standar Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota,(1990)

Tabel 2.3 Klasifikasi menurut kelas jalan

MUATAN SUMBU TERBERAT FUNGSI KELAS (ton) I > 10 II 10 Arteri III A 8 III A 8 Kolektor III B 7

Sumber. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (DPU), (1997)

Untuk memperkecil biaya pembangunan, sesuatu standard perlu disesuaikan dengan keadaan topografi. dalam hal ini jenis medan dibagi tiga golongan umum yang dibedakan menurut besarnya lereng melintang dalam arah kurang lebih tegak lurus sumbu jalan raya. klasifikasi medan dan besarnya lereng melintang yang bersangkuatn adalah sebagai berikut:

> 30.000 30.000 >10.000 10.000> Datar

Bukit

Gunung Kelas III Kelas III Kelas IV VLHR (smp/jam)

Jalan Kolektor

FUNGSI MEDAN

(22)

Tabel 2.4. Klasifikasi medan dan besarnya lereng melintang

Golongan Medan Lereng Melintang

Datar (D) 0 sampai 9,9 % Perbukitan (B) 10 sampai 24,9 % Pergunungan (G) dari 25,0 % ke atas Sumber. Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya No. 13/1970

Tabel 2.5 Standard Perencanaan Geometrik untuk Jalan Arteri sekunder kelas II

Klasifikasi Medan Ketentuan Perencanaan

Datar Bukit Gunung - Lalu lintas harian rata-rata ( LHR/smp)

- Kecepatan Rencana (Km/jam) - Lebar daerah penguasaan minimum(m)

- Lebar perkerasan (m)

- Lebar median (minimum standar batas) (m)

Lebar bahu (m)

- Minimum mutlak

- Lebar bahu jalan yang diinginkan

- Lereng Melintang perkerasan - Lereng melintang bahu

-Pencapain kemiringan tepi jalur lalu lintas untuk

V = 40 Km / jam V = 60 km / jam

- Miring tikungan maksimum

- Jari-jari lengkung minimum (m) jika v = 40 km/jam - Landai maksimum - < 2.000 40 30 2 × 7 2 m 0,75 1.5 2% 6 % 1/120 1/140 10 % 50 % 12% -

(23)

2.3

Penentuan Titik Koordinat

Berdasarkan titik koordinat dan elevasi maka dapat dihitung jarak, Menurut Saodang (2004) perhitungan jarak dari titik PI ke titik PI lainnya dapat menggunakan persamaan berikut ini:

D A - PI = 2 2 ) ( ) (XPIXA + YPIYA ……….……...(2.1) Keterangan :

d A - PI = Jarak antara titik A ke PI (m) XPI,YPI = Koordinat dari titik PI (m) XA, YA = Koordinat dari titik A (m)

2.4

Penentuan Sudut Putar

Menurut Saodang (2004) bahwa sudut putar pada tikungan lengkung FC, S-C-S dan S-S dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini :

PI C PI C A PI A PI X X Y Y tan arc X X Y Y tan arc PI − − ± − − = Δ ………...(2.2) Keterangan :

ΔPI = Sudut Putar ( o )

XA, YA = Koordinat dari titik A (m) XPI,YPI = Koordinat dari titik PI (m) XB, YB = Koordinat dari titik B (m)

Dari persamaan di atas dapat diketahui dA-PI antara titik A dan titik PI, dari sudut jurusan 1 garis menghubungkan titik A dan titik PI juga titik B.

(24)

2.5

Perencanaan Alinyemen Horizontal

Alinyemen horizontal adalah garis proyeksi sumbu tegak lurus pada bidang peta (trace) atau situasi jalan, secara umum menunjukkan arah jalan yang bersangkutan.

Menurut Sukirman (1994) bentuk lengkung horizontal yang digunakan dalam perencanaan geometrik jalan raya, ada 3 bentuk antara lain :

1. Lengkung Full Circle

2. Lengkung Spiral Circle Spiral, dan 3. Lengkung Spiral Spiral

2.5.1 Bentuk lengkung Full Circle (FC)

Bentuk tikungan full circle digunakan pada tikungan yang mempunyai jari-jari besar dan sudut tangen relatif kecil. Bina Marga menetapakan 3/4 Ls’ dibagian lurus (kiri TC atau kanan CT) dan 1/3 Ls’ ditempatkan dibagian lengkung (kanan TC atau kiri CT). Pada lengkung full circle dihitung Ls’ berarti Ls fiktif karena tidak terdapat khusus lengkung peralihan, hanya merupakan panjang yang dibutuhkan untuk pencapaian kemiringan sebesar superelevasi, dan dilaksanakan sepanjang daerah lurus lengkung lingkarannya sendiri. Untuk menghitung lengkung full circle dipergunakan persamaan sebagai berikut:

Syarat perencanaan lengkung FC, dimana superelevasi yang dibutuhkan kurang atau sama 3% dengan

Tc = R . Tg. Δ/ 2……… (2.3) Ec = Tc . Tg Δ/ 4…….………. ………….………....(2.4) Lc = Δ ( 2π.R ) / 360……….……….….(2.5)

(25)

Keterangan :

Tc = jarak antara Tc ke PI dan PI ke Ct (m) Rc = Jari- jari rencana (m)

Ec = Jarak PI lengkung peralihan (m) Δ = Sudut tangen (0)

Lc = Panjang bagian tikungan (m)

Table 2.6 Batas Kecepatan rencana pada Perencanaan FC

Sumber. Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya, No 13/1970

Gambar 2.1 Lengkung Full Circle (FC) Sumber. Silvia Sukirman, (1994)

J a r i - J a r i L e n g k u n g ( R c ) ( m ) 1 2 0 > 2 0 0 0 1 0 0 > 1 5 0 0 8 0 > 1 1 0 0 6 0 > 7 0 0 5 0 > 4 4 0 4 0 > 3 0 0 3 0 > 1 8 0 2 0 > 6 0 K e c e p a t a n R e n c a n a

(26)

2.5.2 Bentuk lengkung Spiral Circle Spiral (SCS)

Menurut Sukirman (1994) lengkung TS-SC adalah Lengkung peralihan berbentuk spiral (clothoid) . Lengkung peralihan diletakkan antara bagian lingkaran (circle), yaitu sebelum dan sesudah tikungan berbentuk busur lingkaran. Dengan adanya lengkung peralihan, maka tikungan menggunakan jenis Spiral Circle Spiral .

• Titik Ts adalah titik peralihan bagian lurus ke bagian berbentuk spiral • Titik SC adalah titik peralihan bagian spiral ke bagian lingkaran

Pada lengkung S-C-S sebaiknya Lc >20m dan dalam perencanaan lengkung berbentuk Spiral – Circle – Spiral (S-C-S) harusn sehubungan dengan besarnya Sudut ß, kecepatan rencana dan batasan superelevasi maksimum yang dipilih.

Gambar 2.2 Lengkung Spiral – Circle – Spiral (SCS) Sumber. Silvia Sukirman, (1994)

(27)

Untuk menghitung lengkung Spiral Circle Spiral dipergunakan persamaan sebagai berikut :

XS = LS (1- 2 2

40

C S

R

L

)……….………..(2.6) YS = C S R L 6 2 ……….………...(2.7) θs = Rc Ls . 90 .

π

. ………...……….(2.8) Δc = Δ - 2.θs. ………...…………(2.9) Lc = 360 ) . . 2 ( R c

π

Δ . ………..(2.10) Kontrol lengkung S-C-S • Lc > 20 • Lt < 2Ts Lt = Lc + 2.Ls. ……….………...(2.11) P =

R

(1

-

cos

s)

R

.

6

2

Ls

θ

. ………..………...(2.12) k = Ls –

)

2

R

.

40

3

Ls

(

- R . sin θ s. ……….…….……....(2.13) Es = ( R + P ) sec Δ/2 - R. ………...…...(2.14) Ts = (R + P) tg Δ/2 + k. ………..……...(2.15) Keterangan :

Xs = Setelah titik SC pada garis tangen, jarak dari titik TS Ke SC Ys = Ordinat titik SC pada garis tegak lurus garis tangen, jarak tegak lurus ketitik SC pada lengkung.

(28)

Ts = Jarak antara titik TS ke PI (m) R = Jari jari titik TS dan PI (m)

p = Jarak antara tangen dan busur lingkaran (m) k = Jarak antara TS dan CS pada garis lurus (m) Es = Jarak PI ke lengkung peralihan (m)

Lc = Panjang lengkung circle (m)

Δ = Sudut perpotongan kedua bagian tangen (°) Lt = Panjang lengkung circle (m)

Ls = Panjang lengkung spiral (m) θs = Sudut Spiral (o)

Δc = Sudut busur lingkaran (o)

2.5.3 Bentuk Lengkung Spiral-Spiral (SS)

Lengkung Spiral-spiral merupakan lengkung yang tajam, untuk tikungan ini dianjurkan dalam perencanaan agar tidak digunakan, terkecuali pada daerah yang keadaan medan memaksa pada medan yang sulit. Lengkung ini hanya terdiri dari bagian Spiral saja hal ini terjadi bila R minimum < R Rencana < R lengkung peralihan dan Ls < dari Tabel.

Menurut Sukirman (1994) lengkung Spiral-Spiral adalah lengkung tanpa busur lingkaran, sehingga titik SC berimpit dengan titik CS. Untuk menghitung lengkung Spiral-Spiral ini, digunakan persamaan berikut ini :

θs = ½ Δ ...(2.16) Ls = θs .π . R / 90 ...(2.17) p = (Ls2 / 6 . Rc) . (1- Cos θs) ...(2.18) k = Ls – (Ls/40.Rc2)-Rc.Sin θs ...(2.19)

(29)

Ts = (Rc +P) tan θs + k ... (2.20) Es = (Rc +P) Sec θs – Rc ... (2.21) Lt = 2 . Ls ... (2.22) Keterangan :

Ts = Jarak antara titik Ts ke PI (m) R = Jari jari lengkung (m)

Es = Jarak PI ke lengkung peralihan (m)

Δ = Sudut perpotongan kedua bagian (o) L = Panjang lengkung spiral (m)

θ = Sudut Spiral (o)

Gambar 2.3 Lengkung Spiral-Spiral (SS) Sumber. Silvia Sukirman, (1994)

2.6

Penentuan Jarak Pandang

Menurut Sukirman (1994) Jarak pandang adalah panjang jalan di depan kendaraan yang masih dapat dilihat dengan jelas diukur dari titik kedudukan pengemudi. Jarak pandangan pada jalan raya dibedakan atas dua yaitu:

(30)

2.6.1 Jarak pandang henti

Jarak pandang henti adalah jarak minimal yang ditempuh atau panjang bagian jalan yang diperlukan oleh pengemudi menghentikan kenderaannya. Jarak pandang henti menurut Sukirman (1994) merupakan penjumlahan dua buah jarak Yaitu :

1. Jarak PIEV, yaitu Jarak yang ditempuh oleh kendaraan pada saat pengemudi melihat halangan pada lintasan (object), hingga saat pengemudi menginjak rem.

2. Jarak Mengerem (braking distance), yaitu jarak yang diperlukan untuk menghentikan kendaraan dengan menginjak rem

Untuk memperhitungkan jarak pandangan henti menurut Sukirman (1994) digunakan rumus :

a. Untuk jalan datar

d1 = 0,278.V.t . ... ..(2.23) d2 =

fm

V

.

254

2

... ..(2.24)

Maka jarak pandangan henti digunakan persamaan

d = d1 + d2 ...(2.25) b. Untuk jalan landai (tanjakan/turunan).

d2 =

fm

V

.

254

2

………...(2.26) Keterangan :

d (JPH)= Jarak pandangan henti (m)

d1 = jarak dari saat melihat rintangan sampai menginjak rem(m) d2 = Jarak yang diperlukan untuk berhenti setelah menginjak rem (m) V = Kecepatan (Km/Jam)

(31)

t = Waktu reaksi, diambil 2,5 detik

fm = Koefisien gesekan antara ban dan muka jalan dalam arah memanjang L = Kelandaian jalan

2.6.2 Jarak pandangan menyiap

Jarak pandangan menyiap adalah jarak yang dibutuhkan pengemudi untuk melakukan gerakan menyiap dengan aman.

Gambar 2.4 Jarak pandang menyiap Sumber. Silvia Sukirman, (1994)

Menurut Sukirman (1994) jarak pandangan menyiap dapat dihitung dengan persamaan berikut :

d = d1 + d2 + d3 + d4 ……….…...(2.27) dimana : d1 = 0,278 . V . t2 ( V – m +

2

1

t

.

a

) ………...(2.28) d2 = 0,278 . d2 ……….…...(2.29) d3 = diambil antara 30 m sampai dengan 100 m

(32)

Keterangan :

d = Jarak pandangan menyiap (m)

d1 = Jarak yang ditempuh selama waktu reaksi oleh kenderaan yang hendak menyiap dan membawa kenderaannya yang hendak membelok ke lajur kanan (m)

d2 = Jarak yang ditempuh kenderaan yang menyiap selama berada pada lajur sebelah kanan (m)

d3 = Jarak bebas yang harus ada antara kenderaan yang mnyiap dengan kenderaan yang berlawanan arah setelah gerakan menyiap dilakukan (m)

d4 = Jarak yang ditempuh oleh kenderaan yang berlawanan arah selama 2/3 dari waktu yang diperlukan oleh kenderaan yang menyiap berada pada lajur sebelah kanan (m)

t1 = Waktu reaksi, tergantung pada kecepatan dapat ditentukan dengan korelasi t1 = 2,12 + 0,026 V

t2 = Waktu dimana kendaraan menyiap berada pada lajur kanan, t2 = 6,56 + 0,048 V

m = perbedaan kecepatan antara kendaraan yang menyiap dan yang disiap = 1,5 Km/jam

V = Kecepatan rata-rata kendaraan yang menyiap, dianggap sama dengan kecepatan rencana (km/jam)

2.7 Pelebaran Perkerasan pada Tikungan

Pada saat kendaraan pada tikungan, roda depan dan roda belakang tidak pada lintasan yang sama (off tracking). Agar roda belakang tidak keluar dari tepi

(33)

permukaan jalan karena dapat menyebabkan kerusakan pada tepi dalam perkerasan di tikungan, maka lapis permukaan dilakukan pelebraran kearah sebelah dalam. Besarnya pelebaran perkerasan ini tergantung pada dimensi standar rencana yang akan melaluinya, jari-jari tikungan dan kecepatan rencana.

Menurut Sukirman (1994) besarnya pelebaran perkerasan pada tikungan dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

B =

(

64

1

,

25

)

64

(

2

64

)

1

,

25

2 2

+

+

+

Rc

Rc

...………...(2.31) Rc = R- ¼ lebar perkerasan + ½ b………..………...(2.32) Z =

R

V

.

105

,

0

………..………...(2.33) Bt = n (B + C ) + Z………..………...(2.34) Δb = Bt – Bn………..………...(2.35) Keterangan :

B = pelebaran perkerasan yang ditempati satu kendaraan di tikungan lajur sebelah dalam

n = jumlah jalur lalu-lintas

C = lebar kebebasan samping di kiri dan kanan Rc = radius sebelah dalam(m)

Rw = radius lengkungan terluar dari lintasan dalam(m) b = lebar perkerasan jalan(m)

(34)

Gambar 2.5 Pelebaran perkerasan pada tikungan Sumber. Silvia Sukirman, (1994)

2.8

Kebebasan Samping pada Tikungan

Kebebasan samping pada tikungan merupakan salah satu syarat yang paling penting sehubungan dengan keamanan bagi pengguna jalan. Menurut Djamal Abdat (1981), kebebasan samping pada tikungan terdapat dua kasus yaitu:

a. Untuk kasus ( S > L ), dapat menggunakan persamaan berikut :

m = R’( 1- cos R L . . 90

π

° ) + ½ ( S – L ) sin ' . . 90 R L

π

° . ... ..(2.36)

b. Untuk kasus (S < L), dapat menggunakan persamaan berikut :

m = R’ ( 1-cos R S . . 90

π

° ) ... (2.37) R’= R-1/4 lebar jalan (m)………...………...(2.38)

(35)

S = 0,27 . V . t ………...(2.39) Keterangan :

m = kebebasan samping pada tikungan (m) R’= jari-jari sumbu jalur dalam (m)

L = panjang lengkungan (m) S = jarak pandangan (m)

2.9 Stasioning

Berdasarkan jarak trase jalan dan hasil elemen lengkung, maka dapat ditentukan stationing. Menurut Sukirman (1994) stationing dalam tahap perencanaan adalah penomoran pada interval-interval tertentu dari awal pekerjaan hingga akhir. Penomoran jalan juga memberikan informasi tentang panjang jalan.

Tujuan dari stationing itu sendiri adalah untuk memudahkan pada saat penentuan trase jalan yang telah direncanakan tersebut di lapangan. Pada tikungan. Menurut Sukirman (1994), Metode penomorannya dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Setiap jarak 100 m untuk daerah datar b. Setiap jarak 50 m untuk daerah bukit c. Setiap jarak 25 m untuk daerah gunung

Pada tikungan penomoran dilakukan pada setiap titik penting, jadi terdapat Sta titik TC, dan Sta titik CT pada tikungan jenis lingkaran sederhana. Sta titik TS, Sta titik SC, dan STA titik Sta titik ST pada tikungan jenis spiral-busurnlingkaran, dan spiral :

(36)

Gambar 2.6 Sistim Penomoran Jalan Sumber. Silvia Sukirman, (1994)

Menurut Sukirman (1994) perhitungan titik-titik stasioning dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

Sta TC = Sta titik A + d1- T ... (2.40) Sta CT = Sta TC + L ...(2.41) Sta TS = Sta CT + (d2 – T – Ts) ...(2.42) Sta SC = Sta TS + Ls ...(2.43) Sta CS = Sta SC + Ls ...(2.44) Sta ST = Sta CS + Ls ...(2.45)

2.10 Diagram

Superelevasi

Kemiringan tikungan dibuat dengan maksud untuk memberikan perlawanan terhadap gaya sentrifugal yang terjadi pada saat kendaraan berada di tikungan, semakin besar kemiringannya maka semakin kecil jari-jari tikungan. Tetapi untuk kenyamanan dan keamanan kendaraan saat berada di tikungan, maka ditetapkan besarnya kemiringan maksimum (superelevasi maksimum).

(37)

Diagram superelevasi menggambarkan pencapaian superelevasi dari lereng normal ke superelevasi penuh, dengan diagram superelevasi dapat ditentukan bentuk penampang pada setiap titik di suatu lengkung horizontal. Berikut gambar pencapaian superelevasi penuh pada tikungan FC,SCS dan SS

Gambar 2.7 Diagram superelevasi pada lengkung (FC) Sumber. Silvia Sukirman, (1994)

Gambar 2.8 Diagram superelevasi pada lengkung (SCS) Sumber. Silvia Sukirman, (1994)

(38)

Gambar 2.9 Diagram Superelevasi pada Lengkung (SS) Sumber. Silvia Sukirman, (1994)

Gambar 2.10 Perubahan kemiringan melintang Sumber. Silvia Sukirman, (1994)

(39)

Terdapat tiga cara untuk mengubah superelevasi yaitu:

a. Diagram Superelavasi dengan sumbu jalan sebagai sumbu putar, metoda ini paling umum digunakan untuk jalan 2 jalur 2 arah tanpa median ( jalan raya tidak terpisah). Metoda ini tidak mengganggu perencanaan penampang memanjang jalan yang bersangkutan

Gambar 2.11 Diagram superelevasi dengan sumbu jalan sebagai sumbu putar Sumber. Silvia Sukirman, (1994)

b. Diagram Superelevasi dengan tepi dalam perkerasan sebagai sumbu putar pada jalan tanpa median

Gambar 2.12 Diagram superelevasi tepi dalam perkerasan sebagai sumbu putar Sumber. Silvia Sukirman, (1994)

(40)

c. Diagram superelevasi dengan tepi luar perkerasan sebagai sumbu putar pada jalan tanpa median

Gambar 2.13 Diagram superelevasi tepi luar perkerasan sebagai sumbu putar Sumber. Silvia Sukirman, (1994)

Dari tiga cara yang lebih efesien yaitu sumbu jalan sebagai sumbu putar, jadi untuk perencanaan perubahan kemiringan digunakan (a). sumbu jalan sebagai sumbu putar.

(41)

2.11 Perencanaan Alinyemen Vertikal

Alinyemen Vertikal adalah perpotongan bidang vertikal dengan bidang permukaan perkerasan jalan melalui sumbu jalan, yang umumnya biasanya disebut profil/penampang memanjang jalan

Perencanaan alinyemen vertikal sangat dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain

1. Kondisi tanah dasar 2. Keadaan medan 3. Fungsi Jalan 4. Muka air banjir 5. Muka air tanah

Alinyemen vertikal terdiri atas bagian landai vertikal dan bagian lengkung vertikal. Ditinjau dari awal perencanaan, bagian landai vertikal berupa landai positif (tanjakan), landai negatif (turunan), atau landai nol (datar). Untuk lengkung vertical dapat berupa lengkung cekung vertikal dan lengkung cembung vertikal

2.11.1 Landai minimum

Menurut Sukirman (1994), landai minimum, yaitu landai datar atau landai ideal (0%) dan dalam perencanaan disarankan menggunakan :

1. Landai datar untuk jalan-jalan diatas tanah timbunan yang tidak mempunyai kereb.

2. Landai 0,15 % yang dianjurkan untuk jalan-jalan diatas tanah timbunan dengan medan datar dan mempergunakan kereb.

(42)

3. Landai minimum sebesar 0,3 - 0,5 % yang dinjurkan untuk jalan-jalan didaerah galian atau jalan yang memakai kereb.

2.11.2 Landai maksimum

Landai maksimum adalah kelandaian diatas landai datar atau landai ideal dan mulai memberikan pengaruh kepada gerak kenderaan mobil penumpang walaupun tidak seberapa dibandingkan dengan gerakan truck yang terbebani penuh. Kelandaian maksimum pada lengkung vertikal 12 %. Panjang maksimum landai yang masih dapat diterima tanpa mengakibatkan gangguan jalannya arus lalu lintas yang berarti atau biasa disebut dengan panjang kritis landai. Kelandaian maksimum dan panjang kritis landai dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.7 Kelandaian Maksimum

Landai 3 4 5 6 7 8 10 12

Panjang kritis (m) 480 330 250 200 170 150 135 120 Sumber Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya. No. 13/1970

2.11.3 Lengkung cekung dan lengkung cembung

Menurut Sukirman (1994), bahwa alinyemen vertikal adalah perpotongan bidang vertikal dan permukaan perkerasan jalan melalui sumbu jalan melalui tepi dalam masing-masing perkerasan untuk jalan dengan median.

Dengan demikian, alinyemen vertikal menyatakan bentuk geometrik jalan dalam arah vertikal. Bentuk dari penampang memanjang sangat berpengaruh terhadap kecepatan,percepatan, perlambatan, perhentian, jarak pandangan dan kenyamanan pengemudi kenderaan tersebut. Bentuk lengkung vertikal yang

(43)

umum dipergunakan adalah lengkung parabola sederhana (lengkung vertikal cembung & lengkung vertikal cekung).

Gambar 2.14 Jenis-jenis lengkung vertikal Sumber. Silvia Sukirman, (1994)

c. lengkung parabola

Gambar 2.15 Lengkung vertikal parabola Sumber. Silvia Sukirman, (1994)

Titik A merupakan titik peralihan dari bagian tangen ke bagian lengkung vertikal yang diberikan simbol PLV. Titik B merupakan titik peralihan dari bagian lengkung vertikal ke bagian tangen dan di beri simbol PTV. Titik PPV dalah titik perpotongan kedua bagian tangen. Letak titik-titik pada lengkung vertikal dinyatakan denagn X dan Y terhadap sumbu koordinat yang melalui titik A.

(44)

Menurut Saodang (2004), menentukan perbedaan aljabar landai adalah: A = g1 – g2 ...……(2.46) Keterangan :

A = perbedaan aljabar landai (%) g1 = kelandaian tangen belakang g2 = kelandaian tangen depan Menentukan kelandaian g =

.

100

%

ontal

jarakhoriz

terendah

elevasi

tertinggi

elevasi

……….(2.47)

Berdasarkan harga A dan kecepatan yang direncanakan, maka dari grafik lenkung lengkung diperoleh panjang lengkung (Lv). Selanjutnya pergeseran vertikal dapat ditentukan dengan persamaan:

Ev = 800 Lv . A ...(2.48) Keterangan :

Ev = Pergeseran vertikal pada titik tengah PPV (m) A = Perbedaan aljabar landai (g1-g2) (%)

Lv = Panjang lengkung horizontal (m)

Untuk menentukan panjang station, digunakan persamaan di bawah ini :

Y =

Lv

.

200

2

X

.

A

………...(2.49) Keterangan :

Y = Pergeseran vertikal dari setiap station (m) Lv = Panjang lengkuk vertikal (m)

(45)

2.12 Drainase

Data untuk perencanaan dimensi drainase yaitu data curah hujan dan luas daerah yang mempengaruhi pengaliran terhadap saluran. Perencanaan dimensi drainase mampu menampung dan mengalirkan air secara baik serta ekonomis. Xt =

n

x

………...(2.50) Sd =

(

)

n

Xt

x

2

………...(2.51)

Besar curah hujan untuk periode ulang tiap tahun dapat menggunakan persamaan berikut ini :

XT = Xa +

(

Yt

Yn

)

Sn

Sd

...…….(2.52)

Keterangan :

XT = Besar curah hujan untuk periode tiap tahun (mm/24 jam) Xt = nilai rata-rata aritmatik hujan kumulatif

Sd = Standar deviasi

Sn = standar deviasi merupakan fungsi dari n Yt = variasi yang merupakan fungsi periode ulang Yn = nilai yang tergantung pada n

a. Intensitas hujan

Perhitungan besarnya intensitas hujan sangat dipengaruhi oleh konsentrasi (Tc), yaitu lamanya air yang mengalir dari tempat yang terjauh kesaluran pembuang dan juga tergantung pada lokasi daerah pengaliran.

(46)

I = 90 % × 4 XT

………(2.53)

Keterangan :

XT = besar curah hujan untuk periode tiap tahun (mm/24 jam)

I = intensitas curah hujan (mm/jam). Lampiran Grafik 2.3 Kurva Basis Hal 148

b. Waktu konsentrasi (Tc)

Lamanya air yang mengalir dari tempat yang terjauh kesaluran pembuang juga harus diperhitungkan, untuk menghitung waktu konsentrasi (Tc) digunakan persamaan berikut :

Tc = t1 + t2 ………...(2.54) t1 = (

3

,

28

)

0,167

3

2

s

nd

Lo

×

×

×

………...(2.55) t2 = V L × 60 ………...(2.56) Keterangan :

t1 = waktu inlet (menit) t2 = waktu aliran (menit)

nd = koefesien hambatan ( tabel 1.8 hal..). s = kemiringan daerah pengaliran

L = panjang saluran (m)

Lo = jarak dari titik terjauh ke fasilitas drainase (m)

(47)

Setelah perhitungan waktu konsentrasi juga akan dihitung jarak titik terjauh ke fasilitas drainase (Lo) yaitu Lo(aspal), Lo(hahu), Lo(tanah), kemiringan daerah pengaliran (s) yaitu s(aspal), s(hahu), s(tanah).

c. Besar koefesien (C)

Koefesien pengaliaran adalah suatu koefesien yang menunjukkan perbandingan antara besarnya jumlah air yang dialirkan oleh suatu jenis permukaan terhadap jumlah air yang ada. Untuk harga hubungan kondisi permukaan dengan koefesien pengaliran (C)

1. Permukaan jalan beraspal L1 = koefesien C 2. Bahu jalan tanah berbutir halus L2 = koefesien C 3. Bagian luar jalan daerah L3 = koefesien C Luas daerah pengaliran diambil permeter panjang

1. Jalan aspal (A1)

2. Bahu jalan (A2) 3. Bagian luar jalan (A3)

C = 3 2 1 3 3 2 2 1 1

A

A

A

A

x

C

A

x

C

A

x

C

+

+

+

+

………..……...(2.57) Keterangan :

C1, C2, C3 = koefesien pengaliran sesuai tipe kondisi permukaan

A1, A2, A3 = luas daerah pengaliaran sesuai dengan kondisi permukaan

(48)

d. Debit air ( Q )

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI-03-342-1994), untuk merencanakan debit aliran dapat digunakan persamaan berikut ini :

Q = 1/3,6 . C . I . A ………...………. (2.58) Keterangan

Q = debit maksimum (m3/detik) C = koofesien pengaliran

I = intensitas curah hujan (mm/jam)

A = luas daerah yang dipengaruhi pengaliran (km2)

Fd =

V

Q

………...………...(2.59)

Keterangan :

Fd = luas penampang berdasarkan debit air yang ada (m2) V = kecepatan aliarn (m/detik)

e. Dimensi saluran

Penampang yang direncanakan berbentuk trapesium:

Gambar 2.16 Penampang saluran

Sumber. Tata cara Perencanaan Drainase Permukaan jalan (1990)

Koefesien hambatan (nd), Untuk nd (aspal), nd (bahu), nd (tanah), Berdasarkan data di atas maka waktu konsentrasi (Tc) dapat dihitung:

t

a

(49)

t = ( 167 , 0

)

28

,

3

3

2

s

nd

Lo

×

×

×

……….(2.60)

untuk t1 = t (aspal) + t (bahu) + t (tanah)

untuk t2 = V L × 60 ………...(2.61) Syarat

1

2

2

=

2

+

+

m

d

md

b

………...(2.62) Fe = d (b + md) ………...(2.63) Fd = Fd ………...(2.64) W =

0

,

5

d

………...(2.65) Keterangan : b = Lebar saluran (m)

d = Dalamnya saluaran yang tergenang air (m) m = Perbandingan kemiringan talud

Fe = Luas penampang ekonomis (m2) t = Tinggi saluran

f. Kemiringan saluran yang diizikan ( i ) Berdasarkan rumus manning:

V = 1 / n ( R2/3 ) ( i )1/2………...………...(2.66) i = 2 3 / 2

. ⎟

R

n

V

………...………...(2.67) R =

P

Fd

………...………...………...(2.68) P =

b

+

2

d

m

2

+

1

………...………...(2.69)

(50)

Keterangan :

V = kecepatan aliarn (m/detik) R = jari-jari hidrolikL

P = keliling basah (m)

i = kemiringan saluran yang diizinkan

n = koefesien kekasaran manning diizinkan (lampiran T 1.11. hal.145 ).

2.13

Median

Pada arus lalu lintas yang tinggi seringkali dibutuhkan median guna memisahkan area lalu lintas yang berlawanan arah. Jadi median adalah jalur yang terletak ditengah jalan membagi jalan dalam masing-masing arah yang sebaiknya diterapkan untuk Jalan 2 arah dengan 4 lajur atau lebih perlu dilengkapi median

Secara garis besar Median berfungsi sebagai:

• Memisahkan dua aliran lalu lintas yang berlawanan arah; • Ruang lapak tunggu penyeberang jalan;

• Penempatan fasilitas jalan;

• Tempat prasarana kerja sementara; • Lokasi penghijauan;

• Tempat berhenti darurat (jika cukup luas); • Cadangan lajur (jika cukup luas); dan

• Mengurangi silau dari sinar lampu kendaraan dari arah yang berlawanan. Median dapat dibedakan atas

(51)

• Median direndahkan, terdiri atas jalur tepian dan bangunan pemisah jalur yang direndahkan.

• 2 Median ditinggikan, terdiri atas jalur tepian dan bangunan pemisah jalur yang ditinggikan.

• Lebar minimum median terdiri atas jalur tepian selebar 0,25-0,50 meter dan bangunan pemisah jalur

• Perencanaan median yang lebih rinci mengacu pada Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan.

Tabel 2.8 Lebar Minimum Median

Sumber :Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota.No.038/TBM/1997

Gambar 2.17 Median direndahkan & ditinggikan

(52)

2.14 Kubikasi

Dalam perencanaan jalan raya terdapat penimbunan dan penggalian yang harus diperhitungkan sehingga efesien dan ekonomis. Untuk menghitung luas sebuah potongan melintang dengan metoda geometrik, maka masing-masing bagian dibagi-bagi luasnya sehingga menjadi bentuk-bentuk sederhana. Dari perhitungan tersebut dapat diketahui luas timbunan dan luas galian.

Persamaan luas yang dipergunakan di bawah ini : Luas Trapesium : A = . t 2 b a+ ...(2.70) a. Luas Segitiga : A= ½ . a . t ...(2.71) b. Luas segi empat : A= b . t...(2.72) Keterangan :

A = luas (m2)

a = panjang alas atas (m) b = panjang alas bawah (m) t = tinggi (m)

Potongan melintang jalan dipotong jarak 25 m, dan pada tikungan (FC) pada titik TC dan CT, pada tikungan (SCS) pada titik TS, SC, CS, dan ST.

(53)

2.15 Mass Curve Diagram

Menurut Saodang (2004), Diagram massa (Mass Diagram ) adalah kurva yang penggambaranya pemindahan tanah (baul), pada penampang melintang, diatas atau dibawah profil jalan, mulai dari suatu stasion tertentu sampai stasion Berikutnya :

Pada absis ditempatkan posisi stasion, dan pada ordinat adalah volume tanah. Skala absis diagram massa, dibuat sama dengan skala horizontal profil memanjang jalan

Sebelum menggambaran diagram massa, lebih mudah jika dibuat dulu kuantitas galian (+), dan timbunan (-), skala dari koordinat disesuaikan dengan volume tanah dalam m3 ,untuk diketahui :

1. ordinat tiap titik pada diagram massa, adalah menyatakan jumlah volume galian/timbunan dititik tersebut

2. Lengkungan o-a-b adalah galian, diindikasikan sebagai lengkungan naik O-A-B (lihat gambar 2.17), sebaiknya lengkung b-c-d-e (profil) adalah

Sumber. Hamirham Saodang (2004)

Gambar 2.18 Mass Curve Diagram

(54)

timbunan, dikorelasikan ke B-C-D-E (massa) sebagai lengkung turun.Demikian pula galian e-f-g-h lengkung naik E-F-G-H

3. Titik b (profil), adalah peralihan dari galian ke timbunan pada diagram massa, akan merupakan puncak lengkungan, sebaliknya titik e (profil) yang merupakan peralihan timbunan ke galian pada diagram massa berkorelasi dengan titik terendah E.

4. Perbedaan tinggi antara dua posisi vertikal pada diagram massa (FF-GG’) adalah jumlah volume tanah yang dipindahkan

5. Antara dua stasion sembarang, seperti ”X-C” pada diagram massa akan merupakan garis keseimbangan (balance-line), yaitu galian dan timbunan pada gambar profil akan memberikan harga sama

6. Pada lengkungan cembung pada diagram, menunjukan ”haul” maju pada profil dan lengkungan cekung merupakan ”haul” mundur

(55)

2.15 Autodeks Land Desktop 3

Autodeks Land Desktop 3 berbasis pada program AutoCad, namun lebih

diarahkan secara khusus dapat diaplikasikan dalam mengelola pemetaan dan dasar-dasar perancangan geometrik jalan raya khususnya penggambaran peta kontur tanah. Program ini mempunyai banyak kelebihan dalam perencanaan geometrik jalan antara lain bisa mengambar 3 dimensi, bisa secara cepat dalam pemilihan trase jalan yang efesien dan menghasil potongan-potongannya dan sebagainya.

Disekitar kedua layar terdapat beberapa menu dalam bentuk tulisan maupun simbol untuk mengoperasikan Autodesk Land Desktop 3, antara lain :

o file kerja merupakan sebuah nama file yang sedang digunakan untuk berkerja

o menu bar merupakan deretan menu yang telah disediakan dalam bentuk tulisan, sehingga dapat dibaca

o toolbar merupakan deretan menu tetapi dalam bentuk simbol atau ikon o layer merupakan susunan lembar-lembar gambar

o kursor merupakan simbol berwujud palang yang digerakkan mengikuti gerakan mouse, sebagai ganti jari telunjuk tangan pengguna untk menekan (klik) tombol ikon menu maupun pada layar kerja.

2.15.1 Memasukkan data titik ukur

Untuk memasukkan data titik ukur pilih points > import/export points > import points. Maka akan muncul kotak dialog Format Manager – Import Points

(56)

Format ”PENZD (space delimited)”, Source File Click icon file, kemudian browse

folder yang data titik ukur, pilih file “All Points” kemudian click open.

2.15.2 Terrain

Terain merupakan menu yang membahas tentang pengolahan data survey menjadi survaces, menampilkan surfaces, membentuk kontur, section dan menghitung volume galian dan timbunan.

2.15.3 Membuat kontur

• Contour Style Manager adalah mengatur kontur tipe kontur langkah melakukan

• Create Contour : merupakan cara untuk menampilkan kontur • Contour Label : memberi atau menampilkan nomor kontur

• Sections : merupakan fasilitas untuk menampilkan bentuk potongan penampang memanjang atau melintang dari suatu peta lokasi (kontur)

2.15.4 Line/curve and alignment o line/curve

Menu Line/Curve berisi beberapa instruksi yang berhubungan dengan garis lurus dan garis lengkung (line,curve,spiral). Menu ini secara khusus diruntukkan mendukung desain alinyemen horizontal.

o alignment

Menu Alignment berisi intruksi yang berhubungan dengan Stasioning Pembuatan badan jalan. Menu ini khusus untuk mendukung penentuan dan penomoran stasioning.

(57)

2.15.5 Profile

Profil adalah fasilitas untuk menampilkan penampang memanjang Exsisting Ground yang dilewati Centerline Horizontal Alignment.

o profile setting

Fasilitas untuk mengatur parameter profil memanjang yang meliputi sampling, EG Layer, FG Layer, Label and Previx, Values.

o surfaces-set current surfaces

Fasilitas untuk memilih surfeces exsisting ground yang akan dihubungkan dengan data alignment horizontal.

o existing ground – sample from surfaces

Fasilitas untuk penghubung data aligment dengan data existing Ground. o create profile – full profile

Fasilitas untuk tampilan gambar penampang dari horizontal alignment. o vertical alignment

Setelah Profil memanjang tergambar langkah selanjutnya adalah menentukan letak Alignment.

o vertical curve

Setelah Vertikal alignment selanjutnya adalah menentukan LV (jarak lengkung)

(58)

45

BAB III

METODOLOGI PERANCANGAN

3.1

Metode Pengambilan Data

Data yang diperlukan sebagai data masukan berupa data kontur/topografi, data curah hujan dan data LHR yang di dapat dari Dinas PRASWIL NAD. Data tersebut akan menunjang untuk Perancangan Geometrik Jalan Sabang-Balohan. Data curah hujan diperlukan untuk merencanakan dimensi saluran drainase. Data kontur/topografi untuk mengetahui elevasi permukaan tanah dan data LHR untuk menentukan klasifikasi dan luas rencana penampang jalan.

3.2 Metode Analisis Data

Metode analisis data pada perencanaan kembali geometrik Jalan Sabang-Balohan direncanakan berdasarkan standar Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya No. 13/1970 dan Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/TBM/1997. Untuk Perancangan Kembali Geometrik Jalan Sabang-Balohan langkah pertama adalalah mendigitasi Peta Topography secara analitis, langkah selanjutnya perhitungan titik-titik koordinat, Perhitungan jarak (d) PI, Perhitungan alinyemen horizontal, alinyemen vertikal, Perancangan dimensi drainase dan kubikasi serta mass curve diagram. Selanjutnya langkah terakhir direncanakan dan digambar kembali dengan menggunakan software Autodeks Land Desktop .3

(59)

46

3.2.1 Proses pembuatan peta kontur digital dari peta kontur hard copy 1. Data masukan (input) : Peta Kontur, Data Curah Hujan dan Data LHR 2. Untuk mencari posisi setiap titik di peta kontur adalah dengan cara

menarik garis-garis grid X,Y setiap 2 cm bertujuan untuk mendapatkan titik-titik easting, northing dan elevation untuk dimasukkan dalam format PENZD. Contoh Gambar :

Contoh 3.1 Gambar digitasi kontur secara manual

Sumber. Hasil Studi Penyusun

X

Y

2

4

Y

2

X = 2 Y = 4 Z = 118

4

(60)

47

3.2.2 Setelah mendapat data titik-titik koordinat kontur (easting, northing dan elevtion). Selanjutnya data-data tersebut diketik dengan menggunakan Microsoft Excel dengan menggunakan format PENZD (space delimited)

Gambar 3.2 Data Digitasi dalam Format Ms.Excel

3.2.3 Selanjutnya data PENZD yang telah di format di Excel dikonversikan ke file notepad .

Gambar 3.3 Data easting, Northing, dan elevation dalm file noteped

Sumber . Hasil Studi Penyusun

(61)

48

Input:

Topografi (kontur), fungsi jalan, kelas jalan, lebar lajur, titik koordinat (X,Y),

LHR, data curah hujan

Perencanaan Alinyemen Horizontal

Hitung jarak horizontal (d)

Hitung sudut (D)

Hitung jari-jari tikungan (R)

Pemilihan jenis tikungan

Tikungan FC Tikungan S-S Lc>20 m Tikungan S-C-S Perhitungan komponen-komponen tikungan

Jari-jari rencana (Rdesign)

Hitung D dan e

Perencanaan Alinyemen Vertikal

Hitung kelandaian jalan: - Landai Min - Landai Mak

Hitung Lengkung vertikal: - Cekung

- Cembung

Hitung Pelebaran tikungan

Hitung Jarak pandang

Hitung Kebebasan samping

Penomoran stationing

Hitung dimensi drainase

Hitung kubikasi

Mass curve diagram

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 3.4 : Diagram Alir Perancangan Geometrik Jalan Sabang-Balohan Sumber : Penulis 2007

Studi Pustaka MULAI

Penentuan keadaan medan

Jari-jari besar Superelevasi > atau = 3% ya ya tidak tidak Masalah Perencanaan

3.2.4 Proses Perhitungan kembali Alinyemen Horizontal dan Alinyemen Vertikal secara analitis. Dapat dilihat dalam Format Flowchart G 3.4

(62)

49

3.2.5 Proses Penggambaran Kembali dengan menggunakan Software Autodesk Land Desktop.3. Dapat dilihat dalam format Flowchart. G

(63)
(64)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab sebelumnya telah diketemukan teori – teori berupa permasalahan dan persamaan – persamaan guna mendukung Kajian Perancang Geometrik Jalan Sabang-Balohan Sta 6 + 650 sampai dengan 7 + 500

Analisis data pembahasannya dikelompokkan menjadi beberapa permasalahan, yaitu:

1. Penentuan titik koordinat 2. Perhitungan jarak PI

3. Perhitungan sudut putar lengkung 4. Perhitungan aliynemen horizontal 5. Perhitungan jarak pandang

6. Perhitungan pelebaran perkerasan pada tikungan 7. Perhitungan kebebasan samping pada tikungan 8. Perhitungan titik stationing

9. Perhitungan diagram superelevasi 10. Perhitungan aliynemen vertikal 11. Perhitungan dreinase

12. Perhitungan kubikasi

(65)

4.1 Klasifikasi Jalan

Perancangan Jalan sabang-Balohan sepanjang 750 meter, dimulai dari Sta 6+750 – 7+ 500 yang menetik beratkan kepada perancangan kembali geometrik, sesuai dengan ketentuan – ketentuan perencanaan yang telah ditetapkan oleh Bina Marga. Adapun keadaan medan adalah perbukitan. Jalan Sabang-Balohan menurut spesifikasi Srtandar Untuk Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota No.038/TBM/1997 dan Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya no. 13/1970 merupakan jalan arteri sekunder dengan kelas jalan IIA. Untuk lebih lengkap dapat dilihat pada (Tabel 4.1) berikut ini

Tabel 4.1 Klasifikasi Data ruas Jalan Sabang-Balohan.

Klasifikasi Data Ketentuan Perencanaan

Datar Bukit Gunung 1. Lalu lintas harian rata-rata ( LHR/smp) - 2000 - 6000 -

2. Kecepatan Rencana (Km/jam) 40 - 60

3. Lebar daerah penguasaan minimum(m) 30

4. Lebar perkerasan (m) 2 7m

5. Lebar median (minimum standar batas)

(m) 2 m

Lebar bahu (m)

6. Lebar bahu jalan yang diinginkan 1.5 7. Lereng Melintang perkerasan e normal 2%

8. Lereng melintang bahu 4%

9. Pencapain kemiringan tepi jalur lalu

lintas untuk

V = 40 Km / jam 1/120

V = 60 km/jam 10. Jenis Lengkung rencana Full Circle 11. Jari-jari lengkung rencana 70 - 500

12. Landai maksimum 8 %

(66)

4.2 Penentuan titik koordinat

Penentuan titik koordinat merupakan awal dari perhitungan perancangan jalan yang didasarkan pada peta topographi (kontur). Yang direncanakan sebagai penentuan trase jalan rencana

Berdasarkan lampiran G.3.1 hal 155 Maka diperoleh koordinat masing – masing titik sebagai berikut:

Titik A XA = 25285.071 m YA = 28000 m Titik B XB = 25300 m YB = 27920 m Titik C XC = 25192.174 m YC = 27567.826 m Titik D XD = 25280 m YD = 27400 m Titik E XE = 25312.998 m YE = 27300 m

(67)

4.3 Perhitungan Jarak PI ke PI

Perhitungan jarak PI ke PI adalah perhitungan jarak PI yang satu dengan PI yang lainya. Hasil yang diperoleh dari hasil perhitungan yaitu titik A ke PI1(B) adalah 81.381m. jarak PI1ke Titik PI2 adalah 368.3.11 m. jarak PI2 ke PI3 adalah 189.417m dan jarak PI3 ke titik E adalah 105.304 m

Maka menurut persamaan (2.1) pada Bab II Tinjauan Pustaka hal 10 diperoleh

Berikut ini perhitungan pada lengkung titik A ke titik B (PI1) Titik A XA = 25285.071 m YA = 28000 m Titik B XB = 25300 m YB = 27920 m dA - B = ( ) ( )2 A B A B X Y Y X − + − = (2530025285.071)2 +(2792028000)2 = 222.875041+6400 = 81.381 m

Untuk perhitungan Jarak PI (d) yang lebih lengkap dapat dilihat pada (Lampiran Perhitungan T 4.1) hal 104

(68)

4.4 Perhitungan Sudut Putar Lengkung (PI)

Pada perpotongan antara dua bagian jalan didapat suatu sudut yang disebut sudut putar. Sudut tersebut sangat mempengaruhi pada suatu perencanaan tikungan. Untuk menentukan besar sudut yang terjadi dapat digunakan persamaan (2.2) pada babII tinjauan pustaka hal 10

Dari Hasil perhitungan tinjauan perencanaan sudur putar lengkung diperoleh untuk sudut putar lengkung Δ PI1 adalah 28˚. Sudut putar lengkung untuk Δ PI2 adalah 45˚, dan untuk sudut putar lengkung Δ PI3 9˚. Berikut ini perhitungan Sudut putar Lengkung PI1 (ABC)

Titik A XA = 25285.071 m YA = 28000 m Titik B XB = 25300 m YB = 27920 m ΔPI1 = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − − ± ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − − B C B C A B A B X X Y Y are X X Y Y

aretan tan

= ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − ± ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − 25300 174 . 25192 27920 826 . 27567 tan 071 . 25285 25300 28000 27920 tan are are = 28°

Untuk perhitungan sudut putar lengkung (Δ) yang lebih lengkap dapat dilihat pada (Lampiran P Tabel 4.1 )hal 104

(69)

4.5 Perhitungan Alinyemen Horizontal

Hasil yang diperoleh dari perancangan alinyemen horizontal, untuk tikungan I keadaan medan adalah perbukitan dengan kecepatan rencana (V) sebesar 40 Km/Jam, dengan jari-jari (R) rencana sebesar 330 m dan bentuk tikungan yang direncanakan adalah Full Circle (FC). Untuk tikungan II keadaan medan adalah perbukitan dengan kecepatan rencana sebesar 40 km/jam. Jari – jari rencana (R) sebesar 310 m dan bentuk tikungan yang direncanakan Full Circle (FC). Untuk tikungan III keadaan medan adalah perbukitan dengan kecepatan rencana (V) 40 km/jam, jari – jari rencana sebesar 310 m dan bentuk tikungan yang direncanakan adalah Full Circle (FC). maka menurut persamaan (2.3). (2.4) dan (2.5) pada Bab II TinjauanPustaka hal 11 diperoleh :

1. Perhitungan lengkung pada PI1 (ABC)

Tikungan Rencana = Full Circle (FC)

Kecepatan Rencana (Vr) = 40 Km/jam (Tabel2.6 hal 12 bab II) Jari-Jari Tikungan (R) = 330 m (Tabel 2.6 hal 12 bab II)

Δ PI1 = 28° Ls = 30 m (Tabel) e maks = 2.6 % (Tabel) Tc = Rc tan ½ Δ = 330 tan ½ 28° = 81.036 m Ec = Tc tan ¼ Δ = 81.036 tan ¼ 28°

(70)

Sumber : Hasil Perhitungan A B C Tc Ct PI1 Ec = 9.804 m Tc = 81 .036 m 280 ? R c = 33 0 Rc = 3 30 Lc = 158.928 m = 9.804 m Lc = Δ (2 π Rc) / 360 = 28 (2 π 330) / 360 = 158.928 m Kontrol : Lc < 2 x Tc : 158.928 < 162.072 (ok)

Untuk perhitungan sudut putar lengkung (Δ) yang lebih lengkap dapat dilihat pada (Lampiran Perhitungan T 4.1) hal 104 – 105

(71)

4.6 Perhitungan Jarak Pandang 4.6.1 Perhitungan Jarak Pandang Henti (Jph)

Jarak pandang henti adalah jarak minimal yang ditempuh atau panjang bagian jalan yang diperlukan oleh pengemudi menghentikan kenderaannya. Waktu reaksi yang diambil dalam perencanaan Geometrik Jalan adalah 2.5 detik.

Berikut contoh perhitungan jarak pandang henti dengan menggunakan persamaan (2.23) sampai (2.26) pada halaman 17, Bab II Tinjauan Pustaka

o Perhitungan Jph pada tikungan PI1 (ABC) Kecepatan Rencana (Vr) = 40 Km/jam Waktu Reaksi (t) = 2,5 detik fm = - 0,000625 x V + 0,192 = - 0,000625 x 40 + 0,192 = 0.167 Dimana d1 = 0,278V.t = 0,278 x 40 x 2,5 = 27.800 m d2 = fm V 254 2 = 161 , 0 . 254 402 = 37.720 m

(72)

Maka perhitungan Jarak Pandang henti dengan menggunaan persamaan (2.19) hal 17 bab II Tinjauan Pustaka

d = fm V t V 254 . . 278 . 0 2 + = 27.800 + 37.720 = 65.520 m

Untuk perhitungan Jarak Pandang Henti (Jph) yang lebih lengkap dapat dilihat pada (Lampiran Perhitungan T 4.2 ) 106

4.6.2 Perhitungan Jarak Pandang Menyiap (Jpm)

Jarak pandangan menyiap adalah jarak yang dibutuhkan pengemudi untuk melakukan gerakan menyiap dengan aman. Untuk perencanaan, untuk perencanaan diambil kecepatan sebesar 15 km/jam

Berikut contoh perhitungan jarak pandang henti dengan menggunakan persamaan (2.27) sampai (2.30) pada, Bab II Tinjauan Pustaka hal 18

o Perhitungan Jpm pada tikungan PI1 (ABC) Kecepatan Rencana (Vr) = 40 Km/jam

Kecepatan Mendahului (m) = 15 Km/jam (Konstanta) Dimana

t1 = 2,12 + 0,026 V = 2,12 + 0,026 . 40

= 3.160detik

Gambar

Tabel 2.5 Standard Perencanaan Geometrik untuk Jalan Arteri sekunder kelas II  Klasifikasi Medan
Gambar 2.2   Lengkung Spiral – Circle – Spiral (SCS)  Sumber.  Silvia Sukirman, (1994)
Gambar 2.4   Jarak pandang menyiap  Sumber.  Silvia Sukirman, (1994)
Gambar 2.5  Pelebaran perkerasan pada tikungan  Sumber.  Silvia Sukirman, (1994)
+7

Referensi

Dokumen terkait