• Tidak ada hasil yang ditemukan

PREVALENSI APENDISITIS DI RSUD DR. ADJIDARMO KABUPATEN LEBAK PADA TAHUN 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PREVALENSI APENDISITIS DI RSUD DR. ADJIDARMO KABUPATEN LEBAK PADA TAHUN 2016"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

PREVALENSI APENDISITIS DI RSUD DR.

ADJIDARMO KABUPATEN LEBAK PADA TAHUN

2016

Laporan Penelitian Ini Ditulis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH:

Syifa Sukmahayati

NIM: 11151030000055

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

LE]IIBAR PERNYATAAN KEASLLAN KARYA

Dengan ini menyatakan bahwa

1.

Laporan penelitian ini ditulis sendiri atau karya asli saya yang diajukan

untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN

Syarif Hidayatullah J akarta.

Semua sumber yang saya gunuku, dalam penulisan

ini

telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlakur

di

UIN

Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3.

Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya

ini

bukan karya asli saya

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN SyarifHidayatullah lakxta.

Ciputat, 1 November 2018

(3)

Laporan Penelitian

Diajukan kepada Program Studi KedokJeran, Fakultas Kedokteran untuk

Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked)

Oleh-"' Svifa Sukmahavati NIM:11151030000055 Pembimbing I Pembimbing

iI

dr. Achmad Luthfi, Sp.B-KBD NIP. 1 9660 420t994t2t00t

PROGRANI STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN

LTNIVE,RSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1440IJ I 2018

aii

dr. Ayat Rahayu, Sp.Rad. M.Kes

NrP. 196409091 99603 1 001

'

(4)

I

PENGESAIIAN PANITIA UJIAN

Laporan Penelitian berjudul PREVALENSI APENDISITIS

DI

RSUD DR.

ADJIDARMO KABUPATEN

LEBAK

PADA TAHUN 2016 yang diajukan

oleh Syifa Sukmahayati (NIM 1115103000055), telah diujikan dalam sidang di

Fakultas Kedokteran pada 1 November 2018. Laporan penelitian ini telah diterima

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada

Program Studi Kedokteran.

Ciputat, 1 November 2018 DEWAN PENGUJI Ketua Sidang dr. Achmad Luthfi, SpR-KBD NIP. 19660420 t994t2

t

001 Pembimbing

I

Pembimbing

II

dr. Achmad Luthfi, SpB-KBD NIP. 1966C420 7994t2

t

C}t dr. B NIP. Dekan FK UIN

--tar.

Ayat Rahayu, Sp.Rad,M.Kes NrP. 19640909 199603 1 001

nguji

II

OT

dr. Ahmad Azwar Habibi, M.Biomed

03

NrP. 19800522 2A0912

t 00s

PIMPINAN FAKULTAS

Kaprodi Kedokteran

dr. Hari Hendarto, Sp.PD-IGMD,Ph.D, FINASIM

NIP. 19651 t23 2o}3l2

l

003

IV

dr. Achmad Zaki,M.Epid, SpOT

(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan nikmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul “PREVALENSI APENDISITIS DI RSUD DR. ADJIDARMO PADA TAHUN 2016” sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan program sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Terselesaikannya penelitian ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghormatan kepada:

1. dr. Hari Hendarto, Ph.D, Sp.PD-KEMD, FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. dr. Achmad Zaki, Sp.OT, selaku Ketua Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulla Jakarta. 3. dr. Achmad Luthfi, Sp.B-KBD, selaku dosen pembimbing 1 dan dr. Ayat

Rahayu, Sp.Rad, M.Kes, selaku dosen pembimbing 2 yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing peneliti dari awal hingga terselesaikannya penelitian ini.

4. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D, selaku penanggung jawab modul riset.

5. drg. Arief Rachmatullah, selaku direktur RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak yang telah memberikan izin pengambilan data.

6. Kedua Orang tua tercinta, Bapak Pepep Faisaludin dan Ibu Yetty Rohayati yang selalu memberikan kasih sayangnya, mendoakan, dan mendukung saya tiada henti.

7. Kakak dan adik saya tercinta, Ramadhan Faizal dan Fikri Faizal yang selalu mendukung dan mendoakan saya.

8. Sahabat-sahabat saya, Rissa Rizkiia, Lilis Siti Nursa’adah, Auliya Yasmin Uzair, Wahyuning Hapsari, Safira Belarizkia, Alifiya Dianti Tazkya, Rifa

(6)

vi

Safira, Rismaya Fitria Utami, Fauzia Hajar Hasanah, Dita Naufallina,Vira Puteri Laili, Fadlia Rahman, Pratami Desya yang selalu mendukung dan menemani saya.

9. Teman-teman kelompok riset, Farah Alvi, Wahyuning Hapsari, Allifka Ramadhanti, Fitria Rahmi. Terimakasih atas kerjasama dan dukungannya yang sangat luar biasa.

10. Teman-teman Amigdala semua yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, yang selalu membuat saya bahagia.

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, peneliti sangat mengaharpkan dan menghargai segala kritik dan saran yang membangun mengenai penelitian ini.

Akhir kata penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Ciputat, 1 November 2018

(7)

vii ABSTRAK

Syifa Sukmahayati. Program Studi Kedokteran. Prevalensi Apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak pada Tahun 2016. 2018.

Latar Belakang: Apendisitis adalah salah satu keadaan darurat bedah yang paling sering terjadi di dunia. Indonesia menempati urutan pertama di Asia Tenggara untuk kejadian apendisitis. Kabupaten Lebak merupakan salah satu Kabupaten tertinggal yang berada di Provinsi Banten, dan pengetahuan masyarakatnya akan kesehatan masih terbilang rendah. Hal ini menyebabkan muncul dugaan tingginya kejadian apendisitis di Kabupaten Lebak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak. Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cross-sectional. Pengumpulan data diperoleh dari data rekam medis 293 pasien yang terdiagnosis apendisitis. Hasil: Hasil penelitian didapatkan sebanyak 293 pasien yang terdiagnosis apendisitis dari 1 Januari – 31 Desember 2016. Mayoritas pasien apendisitis bertempat tinggal di Kecamatan Rangkasbitung sebanyak 54 orang (18,4%), usia tertinggi adalah 17-25 tahun sebanyak 93 orang (31,7%), jenis kelamin terbanyak yaitu wanita sebanyak 152 orang (51,9%) , jenis apendisitis yang terbanyak adalah apendisitis akut sederhana sebanyak 140 orang (47,8%), penatalaksanaan yang paling sering dilakukan adalah apendektomi sebanyak 128 kasus (44%), keadaan pasien sewaktu pulang dari rumah sakit yaitu, 291 orang (99,3%) dalam keadaan hidup dan 2 orang (0,7%) meninggal dunia. Simpulan: Usia dan jenis kelamin berpengaruh terhadap kejadian apendisitis.

Kata kunci: Apendisitis, usia, jenis kelamin, tempat tinggal, jenis apendisitis, penatalaksanaan medis, keadaan sewaktu pulang.

(8)

viii ABSTRACT

Syifa Sukmahayati. School of Medicine. Prevalence of Appendicitis At dr. Adjidarmo Hospital Lebak In 2016. 2018.

Background: Appendicitis is one of the most common surgical emergencies in the world. Indonesia ranks first in Southeast Asia for incidence of appendicitis. Lebak Regency is one of the lagging districts in Banten Province, and public knowledge of health is still low. This raises an alleged high incidence of appendicitis in Lebak Regency. This study aims to determine the prevalence of appendicitis at dr. Adjidarmo Hospital Lebak from 1 January to 31 December 2016. Method: This research uses descriptive study methode with a cross-sectional design. The data collection was obtained from medical records of 293 patients diagnosed with appendicitis. Result: The result showed that there were 293 patients. Majority live in Rangkasbitung with 54 patients (18,4%), the highest prevalence of accute appendicitis is in the age group 17-25 years with 93 patient (31,7%), the prevalence of female is higher than male with 152 patients (51,9%), the most common type of appendicitis is simple acute appendicitis with 140 patients (47.8%), the most common management is appendectomy with 128 cases (44%), from 293 patients, 291 people (99.3%) live and 2 people (0.7%) die. Conclusion: Age and sex affect the prevalence of appendicitis.

Keyword: Appendicitis, age, sex, address, type of appendicitis, medical management, patient’s condition when returning home.

(9)

ix DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL...i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 4 1.3 Tujuan Penelitian ... 4 1.3.1 Tujuan Umum ... 4 1.3.2 Tujuan Khusus ... 4 1.4 Manfaat Penelitian ... 4 1.4.1 Bagi Peneliti ... 4

1.4.2 Bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ... 5

1.4.3 Bagi RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Landasan Teori... 6

2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Apendiks ... 6

2.1.2 Histologi Apendiks... 7 2.1.3 Apendisitis ... 9 2.1.3.1 Definisi ... 9 2.1.3.2 Epidemiologi ... 9 2.1.3.3 Etiologi ... 10 2.1.3.4 Klasifikasi ... 11

(10)

x 2.1.3.5 Patofisiologi Apendisitis ... 13 2.1.3.6 Gejala Klinis... 15 2.1.3.7 Diagnosis ... 15 2.1.3.8 Diagnosis Banding ... 19 2.1.3.9 Tata Laksana ... 20 2.1.3.10 Komplikasi ... 21 2.1.3.11 Prognosis ... 22 2.1.4 Kabupaten Lebak... 22

2.1.4.1 Jumlah Penduduk Kabupaten Lebak ... 23

2.1.5 Angka Kejadian ... 23

2.2 Kerangka Teori ... 24

2.3 Kerangka Konsep ... 25

2.4 Definisi Operasional ... 26

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 28

3.1 Desain Penelitian ... 28

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

3.3 Populasi dan Sampel ... 28

3.3.1 Kriteria Sampel ... 28

3.4 Alur Penelitian ... 29

3.5 Cara Kerja Penelitian ... 29

3.6 Manajemen Data ... 29

3.6.1 Pengolahan dan analisa data ... 30

3.7 Etika penelitian ... 31

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1 Hasil ... 32

4.1.1 Prevalensi Apendisitis Di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak ... 32

4.1.2 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Usia ... 32

4.1.3 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Jenis Kelamin ... 33

4.1.4 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Jenis Apendisitis ... 34

4.1.5 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Penatalaksanaan Medis ... 34

4.1.6 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ... 35

(11)

xi

4.1.7 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Tempat Tinggal ... 36

4.2 Pembahasan ... 37

4.2.1 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Usia ... 37

4.2.2 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Jenis Kelamin ... 37

4.2.3 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Jenis Apendisitis ... 38

4.2.4 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Penatalaksanaan Medis ... 39

4.2.5 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ... 40

4.2.6 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Tempat Tinggal ... 40

4.3 Keterbatasan Penelitian ... 41

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN ... 42

5.1 Simpulan ... 42

5.2 Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Posisi Apendiks... 5

Gambar 2.2 Histologi Apendiks... 7

Gambar 2.3 Peta Kabupaten Lebak... 22

Gambar 4.1 Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Usia... 31

Gambar 4.2 Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Jenis Kelamin... 32

Gambar 4.3 Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Jenis Apendisitis... 33

Gambar 4.4 Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Penatalaksanaan Medis... 34

Gambar 4.5 Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Tempat Tinggal... 35

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Skor Alvarado... 17 Tabel 2.2 Manajemen Apendisitis Akut Berdasarkan

Skor Alvarado... 18 Tabel 4.1 Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Keadaan

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian... 47 Lampiran 2 Daftar Riwayat Hidup... 48

(15)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Apendisitis adalah salah satu keadaan darurat bedah yang paling sering terjadi di dunia dengan prevalensi apendisitis secara global berjumlah 52 kasus per 100.000 penduduk.1

Di Eropa dan Amerika kejadian apendisitis sekitar 100 per 100.000 orang per tahun atau sekitar 11 kasus per 10.000 orang setiap tahun.2 Asia pada abad ke-21, mengalami peningkatan kejadian apendisitis, dengan prevalensi paling tinggi terjadi di korea selatan.3 Pada wilayah regional Asia Tenggara kejadian apendisitis ditemukan hampir di seluruh negara di Asia Tenggara. Indonesia dengan prevalensi 0,05% menempati urutan pertama, disusul oleh Filipina (0,022%) dan Vietnam (0,02).1

Depkes RI pada tahun 2008 merilis data jumlah penderita apendisitis di Indonesia mencapai 591. 819 orang dan meningkat pada tahun 2009 sebesar 596.132 orang.4 Dilakukan survey pada 12 provinsi di Indonesia tahun 2008 menunjukan jumlah apendisitis akut yang dirawat di rumah sakit sebanyak 3.251 kasus. Jumlah ini meningkat dibanding tahun sebelumnya, yaitu 1.236 kasus.4 Menurut data RSPAD Gatot Subroto tahun 2008 jumlah pasien yang menderita penyakit apendisitis adalah 32% dari jumlah pasien yang datang.5

Apendisitis dapat terjadi pada semua usia. Menurut buku ajar ilmu bedah, insidensi tertinggi apendisitis terjadi pada kelompok usia 20-30 tahun.6 Hasil penelitian Ifitna Amalia di RSU Tangerang Selatan melaporkan bahwa kejadian apendisitis akut terbanyak terjadi pada kelompok usia 17-25 tahun, dan terendah pada kelompok usia 0-5 tahun dan >65 tahun.7

Pada pasien anak, kasus apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi. Hal ini disebabkan oleh dinding apendiks yang belum sempurna dimana lumen apendiks masih tipis, omentum belum berkembang,dan daya tahan tubuh yang belum sempurna dapat membuat proses perforasi berlangsung cepat. Selain itu, anak biasanya kurang mampu untuk

(16)

2

menggambarkan rasa nyeri yang muncul sehingga diagnosis menjadi terlambat.8

(17)

Kasus apendisitis lebih sering ditemukan pada pria dibandingkan wanita dengan rasio 1,5:1.9 Penelitian yang dilakukan oleh Hwang & Khumbaar (2002) menerangkan bahwa proporsi jaringan limfoid pada pria lebih banyak dibandingkan dengan wanita, hal tersebut menjelaskan apendisitis lebih banyak menyerang pria dari pada wanita.8

Penelitian yang dilakukan oleh Thomas dkk di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado pada tahun 2012-2015, yang memperlihatkan bahwa jumlah kasus apendisitis dari 650 kasus yang paling banyak ialah apendisitis akut sebanyak 412 kasus (63%), diikuti oleh apendisitis perforasi sebanyak 193 kasus (30%), dan apendisitis kronik sebanyak 38 kasus (6%).10

Dalam Profil Kesehatan Provinsi Banten tahun 2012, tidak terdapat adanya data angka kejadian apendisitis di Provinsi Banten dan di setiap kabupaten di Provinsi Banten.11

Kabupaten Lebak adalah salah satu daerah tertinggal yang berada di Provinsi Banten. Perekonomian dan pendidikan masyarakat Lebak terbilang rendah dan menyebabkan pola makan dan pengetahuan akan kesehatan menjadi rendah pula. Hal ini menyebabkan muncul dugaan tingginya angka kejadian apendisitis di Kabupaten Lebak. Kasus apendisitis di Kabupaten Lebak dapat diamati di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak yang merupakan RS rujukan daerah tingkat pertama.

Studi ini diharapkan dapat memberikan sebuah gambaran kejadian apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak, dan diharapkan dapat membantu menentukan mekanisme dan alat diagnosis, penanganan pasien, serta upaya promotif dan preventif yang paling efektif dan efesien untuk digunakan di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak.

(18)

4

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana prevalensi apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak pada tahun 2016?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui prevalensi apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebakpada tahun 2016.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui prevalensi apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak pada tahun 2016 berdasarkan jenis kelamin.

2. Mengetahui prevalensi apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak pada tahun 2016 berdasarkan usia.

3. Mengetahui prevalensi apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak pada tahun 2016 berdasarkan jenis apendisitis.

4. Mengetahui prevalensi apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak pada tahun 2016 berdasarkan penatalaksanaan medis.

5. Mengetahui prevalensi apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak pada tahun 2016 berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

6. Mengetahui prevalensi apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak pada tahun 2016 berdasarkan tempat tinggal

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti

1. Untuk menambah wawasan peneliti tentang apendisitis.

2. Untuk memahami prevalensi apendisitis berdasarkan jenis kelamin, usia, jenis apendisitis, penatalaksanaan medis, keadaan sewaktu pulang, dan tempat tinggal.

(19)

1.4.2 Bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1. Sebagai bahan informasi, pustaka, dan masukan bagi mahasiswa untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis.

2. Dapat memberikan informasi yang berguna bagi peneliti lain.

1.4.3 Bagi RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak

1. Sebagai bahan evaluasi program dan upaya peningkatan pelayanan kesahatan.

2. Dapat memberikan informasi dan gambaran angka kejadian apendisitis bagi RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak, sehingga dapat melakukan upaya untuk menurunkan kejadiannya.

(20)

6 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Apendiks

Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung, dengan panjang kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Pada bagian proksimal lumen mengalami penyempitan dan melebar di bagian distal. Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit pada ujungnya. Hal ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia bayi.12

Letak apendiks yaitu pada regio iliaka dekstra dan pangkalnya diproyeksikan ke dinding anterior abdomen pada titik sepertiga bawah garis yang menghubungkan spina iliaca anterior superior kanan dan umbilikus.12

Posisi apendiks sangat variabel dibandingkan daripada organ-organ lainnya. Ujung apendiks bisa ditemukan pada posisi retrosekal (28-68%), pelvikal (27-53%), subsekal (2%), preileal atau postileal (1%) atau yang lainnya.13

(21)

Sumber: Richard L, dkk. 2014

Apendiks dipersarafi oleh dua jenis saraf, yaitu parasimpatis dan simpatis. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n. Vagus yang mengikuti a. mesenterika superior dan a. apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n. torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus.6

Apendiks diperdarahi oleh a. apendikularis yang merupakan arteri yang tidak beranatomosis dengan arteri lainnya. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren.6

Apendiks disebut tonsil abdomen karena ditemukan banyak jaringan limfoid. Jaringan limfoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar dua minggu setelah lahir, jumlahnya meningkat selama pubertas sampai puncaknya berjumlah sekitar 200 folikel antara usia 12-20 tahun dan menetap saat dewasa.6

Apendiks menghasilkan lendir sebanyak 1-2ml per hari, yang dikeluarkan ke dalam lumen dan mengalir ke sekum. Imunoglobulin yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfoid disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.6 Mikroorganisme yang masuk melalui saluran cerna segera dihadapi oleh limfosit di apendiks dan GALT.14

2.1.2 Histologi Apendiks

Apendiks terletak di bagian awal usus besar dan yang merupakan evaginasi dari sekum. Apendiks ditandai dengan lumen yang relatif kecil dan irregular, kelenjar tubuler yang lebih pendek dan kurang padat, dan

(22)

8

tidak memiliki taeniae coli. Apendiks merupakan komponen penting sebagai MALT (Mucosa-Associated Lymphoid Tissue), dengan sejumlah besar folikel limfoid pada dindingnya.15

Gambar 2.2 Histologi Apendiks

(23)

2.1.3 Apendisitis 2.1.3.1 Definisi

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dengan mula gejala akut yang ditandai adanya nyeri pada kuadran abdomen kanan bagian bawah, nyeri lepas alih, spasme otot diatasnya, dan hiperestesia kulit, yang apabila sudah kronik maka akan ditandai adanya penebalan fibrotik dinding organ apendiks vermiformis tersebut.16

2.1.3.2 Epidemiologi

Apendisitis adalah salah satu keadaan darurat bedah yang paling sering terjadi di dunia dengan prevalensi apendisitis secara global berjumlah 52 kasus per 100.000 penduduk.1

Di Eropa dan Amerika kejadian apendisitis sekitar 100 per 100.000 orang per tahun atau sekitar 11 kasus per 10.000 orang setiap tahun. Secara keseluruhan, 70% pasien berusia kurang dari 30 tahun dan lebih banyak pria daripada wanita, dengan rasio 1,4:1.2 Resiko kejadian apendisitis di Amerika tercatat sebesar 8,6% pada pria dan 6,7% pada wanita.9

Memasuki abad ke 21 angka kejadian apendisitis pada newly

industrialized countries di Asia mengalami peningkatan, dengan

prevalensi paling tinggi terjadi di korea selatan berjumlah 206 kasus per 100.000 penduduk.3

Pada wilayah regional Asia Tenggara kejadian apendisitis ditemukan hampir di seluruh negara di Asia Tenggara. Indonesia dengan prevalensi 0,05% menempati urutan pertama, disusul oleh Filipina (0,022%) dan Vietnam (0,02).1

Angka morbiditas apendisitis diketahui 10%, dan angka mortalitas apendisitis ialah 1-5%. Hal ini diduga erat kaitannya dengan keterlambatan diagnosis dan penatalaksanaan kasus apendisitis.17

(24)

10

Survey yang dilakukan pada 12 provinsi di Indonesia tahun 2008 menunjukan jumlah apendisitis akut yang dirawat dirawat di rumah sakit sebanyak 3.251 kasus. Jumlah ini meningkat dibanding tahun sebelumnya, yaitu 1.236 kasus.4

Berdasarkan data di RSUD Serang tahun 2013 terdapat 18.167 pasien di Instalasi Gawat Darurat, dengan kasus kegawatan bedah abdomen sebanyak 429 kasus, dimana 244 kasusnya adalah apendisitis akut.18

Apendisitis dapat terjadi pada semua usia. Menurut buku ajar ilmu bedah, insidensi tertinggi apendisitis terjadi pada kelompok usia 20-30 tahun.6 Hasil penelitian Ifitna Amalia di RSU Tangerang Selatan melaporkan bahwa kejadian apendisitis akut terbanyak terjadi pada kelompok usia 17-25 tahun, dan terendah pada kelompok usia 0-5 tahun dan >65 tahun.7

Pada pasien anak, kasus apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi. Hal ini disebabkan oleh dinding apendiks yang belum sempurna dimana lumen apendiks masih tipis, omentum belum berkembang,dan daya tahan tubuh yang belum sempurna dapat membuat proses perforasi berlangsung cepat. Selain itu, anak biasanya kurang mampu untuk menggambarkan rasa nyeri yang muncul sehingga diagnosis menjadi terlambat.8

2.1.3.3 Etiologi

Apendisitis umumnya terjadi karena adanya infeksi bakteri. Beberapa hal berperan sebagai pencetusnya, salah satunya adalah obstruksi atau sumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, parasit, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.19

Hiperplasia jaringan limfoid di mukosa atau submukosa telah dikemukakan sebagai mekanisme yang paling umum yang menyebabkan obstruksi lumen apendiks. Biasanya terjadi pada apendisitis akut kataralis,

(25)

dengan onset gejala yang berangsur-angsur. Hiperplasia limfoid dapat disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, jamur, parasit) atau oleh peradangan, seperti pada penyakit radang usus.20

Puncak perkembangan jaringan limfoid terjadi pada masa remaja, hal ini menyebabkan lebih mudah terjadinya obstruksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal.21

Dalam studi yang dilakukan di Yunani, untuk menyelidiki peran serat dalam etiologi apendisitis akut, sebanyak 203 anak mengalami apendisitis yang terbukti secara histologis. Studi ini menekankan bahwa anak-anak dengan apendisitis memiliki asupan serat yang lebih rendah daripada anak-anak dalam kelompok kontrol. Pasien jauh lebih mungkin memiliki riwayat konstipasi kronis daripada kelompok kontrol.22 Konstipasi akan meningkatkan tekanan intraluminal yang mengakibatkan terbentuknya sumbatan pada apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa dan mengakibatkan timbulnya apendisitis.6

Penyebab lain yang diduga mencetuskan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti Entamoeba histolytica.6

Menurut penelitian Dae Woon Song (2018) tentang bakteri pada pasien apendisitis akut, menunjukan bahwa bakteri tersering pada pasien apendisitis akut adalah Escherichia coli (64.6%), dan yang tersering kedua adalah Pseudomonas aeruginosa (16.4%).23

2.1.3.4 Klasifikasi

Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan apendisitis kronik.6

1. Apendisitis akut

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak pada apendiks yang membrikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum lokal. Gejala

(26)

12

apendisitis akut ialah nyeri samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual, muntah dan umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri tersebut akan berpindah ke titik Mc. Burney. Nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.6

Apendistis akut dibagi menjadi:

a) Apendisitis Akut Sederhana

Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan submukosa disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen apendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa apendiks menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah anoreksia, malaise dan demam ringan.24

b) Apendisitis Supuratif

Tekanan dalam lumen yang terus meningkat disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini dapat menyebabkan iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang berada di usus besar akan berinvasi ke dalam apendiks dan menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa akan menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Apendiks dan mesoapendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc. Burney, defans muskuler dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.24

c) Apendisitis Akut Gengrenosa

Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu sehingga terjadi infark dan gangren. Selain didapatkan tanda-tanda supuratif, apendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah

(27)

kehitaman. Pada apendisitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen.24

d) Apendisitis Infiltrat

Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang merekat erat satu dengan yang lainnya.24

e) Apendisitis Abses

Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrosekal, subsekal dan pelvikal.24

f) Apendisitis Perforasi

Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding apendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.24

2. Apendisitis Kronik

Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara mikroskopik dan makroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%. Apendisitis kronik kadang-kadang dapat menjadi akut lagi dan disebut apendisitis kronik dengan eksaserbasi akut yang tampak jelas sudah adanya pembentukan jaringan ikat.6

2.1.3.5 Patofisiologi Apendisitis

Apendisitis terjadi akibat obstruksi atau sumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena

(28)

14

fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang dapat menyebabkan terjadinya distensi pada lumen apendiks. Keterbatasan elastisitas dinding abdomen menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan dan membuat peningkatan tekanan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml, jika sekresi mukus sekitar 0,5 ml, hal ini dapat meningkatkan tekanan intralumen sekitar 60 cmH20.19

Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia dan menghambat aliran limfe, hal ini membuat ulserasi pada mukosa apendiks dan mempermudah invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemia karena terjadi thrombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Kemudian terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat dan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menginvasi dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di kuadran kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian arteri terganggu, akan terjadi infark apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24 – 36 jam. Bila dinding apendiks tersebut ruptur, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat apendikularis.19

Infiltrat apendikularis merupakan tahap apendisitis yang dimulai di mukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24– 48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbemtuk massa apendikular. Didalamnya dapat

(29)

terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa apendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.6

2.1.3.6 Gejala Klinis

Apendisitis biasanya dimulai dengan rasa tidak nyaman yang menetap dan progresif di bagian tengah abdomen, di daerah epigastrium di sekitar umbilikalis. Hal ini disebabkan oleh obstruksi dan distensi apendiks yang merangsang saraf otonom aferen viseral dan membuat nyeri alih pada daerah periumbilikal (distribusi dari nervus T8 – T10).6

Apendisitis diikuti dengan anoreksia dan juga demam ringan (<38,5° C). Dengan berlanjutnya sekresi cairan musinosa fungsional, terjadilah peningkatan tekanan intralumen yang menyebabkan kolapsnya vena drainase. Hal ini mengakibatkan timbulnya sensasi kram yang segera diikuti oleh mual dan muntah. Sembilan puluh persen pasien anoreksia, tujuh puluh persen menjadi mual dan muntah, dan sepuluh persen diare.6

Ketika inflamasi dari apendiks terus berlanjut dan mencapai bagian luar apendiks, serabut saraf dari peritoneum parietal akan membawa informasi spasial tepat ke korteks somatosensori dan setelah peritoneum parietal terlibat, nyeri yang dihasilkan lebih intens, konstan, dan nyeri somatik akan terlokalisasi di fossa iliaka kanan, di daerah apendiks yang mengalami inflamasi tersebut.6

2.1.3.7 Diagnosis

Penegakkan diagnosis apendisitis dapat dilakukan beberapa pemeriksaan, yaitu:

a) Anamnesis

Pasien dengan apendisitis biasanya datang dengan keluhan utama nyeri akut abdomen. Keluhan dimulai dengan nyeri

(30)

kolik-16

umbilikal yang biasanya akan bertahan selama 24 jam pertama. Nyeri lalu menjalar ke iliaka kanan abdomen dan berubah menjadi nyeri yang konstan dan tajam. Keluhan mual, muntah, serta penurunan nafsu makan juga ditemukan pada kasus apendisitis.6

b) Pemeriksaan Fisik

Pasien dengan apendisitis sering bergerak perlahan dan terbatas, membungkuk kedepan, dan sering dengan sedikit pincang. Pasien tersebut akan memegang kuadran kanan bawah dengan tangan dan enggan untuk naik ke meja periksa. Pada apendisitis dini akan ditemukan inspeksi perut rata. Perubahan warna dan bekas luka memar harus dipikirkan trauma perut. Adanya perut kembung menunjukan suatu komplikasi seperti perforata atau obstruksi. Pada auskultasi bisa menunjukkan suara usus normal atau hiperaktif pada apendisitis dini, dan suara usus hipoaktif ketika sudah menjadi perforata.6

Palpasi abdomen harus dilakukan dengan lembut, kuadran kanan bawah (titik Mcburney) harus dipalpasi terakhir setelah pemeriksa telah mempunyai kesempatan mempertimbangkan respons terhadap pemeriksaan kuadran yang seharusnya tidak nyeri. Tanda fisik yang paling penting pada apendisitis adalah nyeri tekan menetap pada saat palpasi dan kekakuan lapisan otot rektus.6

Uji Obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang bersinggungan dengan m. Obturator internus atau tidak. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang, pada apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri.6

Uji Psoas dilakukan dengan merangsang m. Psoas melalui hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila menimbulkan nyeri, maka itu berarti apendiks yang meradang menempel di m. Psoas.6

Pada pemeriksaa colok dubur (Rectal Toucher) akan terdapat nyeri pada jam 9-12.6

(31)

Pada pasien apendisitis akut, umumnya terjadi peningkatan suhu sekitar 37.5-38.5°C, bila suhu lebih tinggi kemungkinan sudah terjadi perforasi.6

c) Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan analisa darah pada pasien apendisitis menunjukan adanya kenaikan jumlah leukosit >10.000/mm³ pada 89% pasien dengan apendisitis dan 93% pasien apendisitis perforasi. Namun kriteria ini juga dapat ditemukan pada 62% pasien nyeri abdomen yang bukan apendisitis. Menurut studi metaanalisa selain kenaikan angka leukosit, pada penderita apendisitis juga dapat ditemukan kenaikan angka C-Reactive Protein (CRP).6

Pemeriksaan yang juga dianjurkan ialah pemeriksaan radiologi pada pasien dengan dugaan klinis apendisitis. Menurut studi metaanalisis, pemeriksaan radiologi dapat menurunkan 15% angka kejadian negatif apendektomi. Ultrasonography (USG), computed

termography (CT), dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah

beberapa pemeriksaan radiologi yang biasanya dilakukan pada pasien dengan dugaan apendisitis.6

Pemeriksaan patologi anatomi pada jaringan apendiks juga dapat dijadikan salah satu gold standart dalam uji diagnosis apendisitis karena memiliki sensitifitas yang tinggi dibandingkan dengan pemeriksaan lain.6

d) Skor Alvarado

Salah satu sistem skoring sederhana yang digunakan untuk mendiagnosis apendisitis ialah menggunakan skor Alvarado. Skor Alvarado dibuat oleh Alfredo Alvarado pada tahun 1986dengan menggunakan tiga gejala, tiga tanda, dan dua temuan laboratorium sederhana sebagai alat diagnosis apendisitis.9

(32)

18

Tabel 2.1 Skor Alvarado

Karakteristik Skor

3 Gejala

Migrasi nyeri ke kanan bawah 1

Anoreksia 1

Muntah 1

3 Tanda

Nyeri tekan di kuadran bawah abdomen 2

Nyeri lepas tekan 1

Suhu tubuh meningkat 1

2 Temuan Laboratorium

Leukositosis 2

Pergeseran ke kiri (polimorfonuklear leukosit) 1

Total 10

Sumber: Ohle, Robert 2011

Temuan pada pasien dengan suspect apendisitis lalu dijumlahkan dalam tabel Alvarado sesuai dengan skor yang telah ditetapkan. Hasil penjumlahan lalu akan dilihat pada tabel interpretasi skor Alvarado.25

Interpretasi:

Skor 7-10 = Apendisitis akut

Skor 5-6 = Curiga apendisitis akut

(33)

Setelah ditentukan skornya, lalu ditentukan tindakan selanjutnya, dapat dilihat pada tabel 2.2.26

Tabel 2.2 Manajemen Apendisitis Akut Berdasarkan Skor Alvarado Skor

Alvarado Manajemen

0-3 Pasien boleh dipulangkan, tidak dilakukan operasi apendektomi, dan segera setelah kembali ke dokter jika tidak ada perbaikan dari gejala.

4-6 Observasi selama 12 jam dan setelah 12 jam dinilai kembali skor Alvaradonya, jika skor tetap 4-6 dengan gejala yang sama tidak ada perbaikan maka dilakukan apendektomi.

7-9 Untuk pasien anak dan laki-laki segera apendektomi, sedangkan untuk pasien perempuan dilakukan pemeriksaan laparoskopi terlebih dahulu kemudian apendektomi.

Sumber: Michael, 2000

2.1.3.8 Diagnosis Banding

1. Adenitis Mesenterika Akut

Biasanya terjadi pada anak-anak, terdapat riwayat infeksi saluran nafas atas, limfadenopati generalisata.27

2. Gastroenteritis Akut

Umumnya disebabkan oleh virus, terdapat gejala muntah, diare, dan kram. Gastroenteritis yang disebabkan Salmonella didapatkan karena mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi.25

3. Diseases of the Male

Penyakit pada laki-laki yang memiliki keluhan nyeri perut bawah adalah torsio testis, epididimitis, dan seminal vesikulitis.25

(34)

20

4. Meckel Divertikulum

Meckel divertikulum adalah kantung kecil yang terdapat pada dinding usus. Meckel diverticulum terjadi jika kantung tersebut berada di bagian bawah usus halus, tepatnya di bagian usus kecil yang disebut sebagai ileum, biasanya sekitar 40 inci dari awal usus besar. Kantung ini biasanya memiliki panjang 1 sampai 2 inci.27

5. Batu Ureter

Memiliki gejala berupa hematuria dan juga nyeri yang menjalar ke skrotum atau labia.27

6. Infeksi Saluran Kemih

Dapat ditemukan nyeri tekan pada sudut kostovertebral kanan dan bakteriuria.25

2.1.3.9 Tata Laksana

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien apendisitis meliputi penanggulangan konservatif dan operatif.

1. Konservatif

Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman gram negatif dan positif serta kuman anaerob.6

2. Operatif

Pengobatan tunggal yang terbaik untuk usus buntu yang sudah meradang adalah dengan jalan membuang penyebabnya (operasi apendektomi). Pasien biasanya telah dipersiapkan dengan puasa antara 4 sampai 6 jam sebelum operasi dan dilakukan pemasangan cairan infus agar tidak terjadi dehidrasi. Pembiusan akan dilakukan oleh dokter ahli anastesi dengan pembiusan umum atau spinal/lumbal. Pada umumnya, teknik konvensional operasi pengangkatan usus buntu dengan cara irisan pada kulit perut kanan bawah di atas daerah apendiks.28

(35)

Alternatif lain operasi pengangkatan usus buntu yaitu dengan cara bedah laparoskopi. Operasi ini dilakukan dengan bantuan video camera yang dimasukkan ke dalam rongga perut sehingga jelas dapat melihat dan melakukan apendiktomi dan juga dapat memeriksa organ-organ di dalam perut lebih lengkap selain apendiks. Keuntungan bedah laparoskopi ini selain yang disebut diatas, yaitu luka operasi lebih kecil, yaitu 2-10 mm sehingga secara kosmetik lebih baik.6

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Liping Dhai dan Jian Shuai (2017) dan dilakukan kepada lebih dari 3500 pasien, menunjukan bahwa laparoskopi pada pasien dewasa menurunkan insiden infeksi luka yang signifikan secara statistik, lama rawat inap, dan komplikasi pasca operasi. Namun hal ini tidak berlaku untuk pasien pediatrik.29,30

Jika sudah ada indikasi komplikasi pada jaringan apendiks maupun di sekitar apendiks, dilakukan tindakan laparatomi. Tindakan laparatomi apendiktomi merupakan tindakan konvensional dengan membuka dinding abdomen. Tindakan laparatomi dilakukan dengan membuang apendiks yang terinfeksi melalui suatu insisi di regio kanan bawah perut dengan lebar insisi sekitar 2 hingga 3 inci. Setelah menemukan apendiks yang terinfeksi, apendiks dipotong dan dikeluarkan dari perut.6

2.1.3.10 Komplikasi

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan letak usus halus.6

Komplikasi usus buntu juga dapat meliputi infeksi luka, perlengketan, obstruksi usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali dapat menimbulkan kematian. 8

(36)

22

2.1.3.11 Prognosis

Kebanyakan pasien setelah operasi apendektomi sembuh spontan tanpa penyulit, namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda atau telah terjadi peritonitis/peradangan di dalam rongga perut. Cepat dan lambatnya penyembuhan setelah operasi usus buntu tergantung dari usia pasien, kondisi, keadaan umum pasien, penyakit penyerta misalnya diabetes mellitus, komplikasi dan keadaan lainya yang biasanya sembuh antara 10 sampai 28 hari.6

2.1.4 Kabupaten Lebak

Kabupaten Lebak adalah sebuah kabupaten di Provinsi Banten, Indonesia. Ibukotanya adalah Rangkasbitung. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Serang dan Kabupaten Tangerang di utara, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten Pandeglang di barat.

Kabupaten Lebak terdiri atas 28 kecamatan, yang dibagi lagi atas 340 desa dan 5 kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Rangkasbitung, yang berada di bagian utara wilayah kabupaten. Kota ini dilintasi jalur kereta api Jakarta–Merak. Secara geografis wilayah Kabupaten Lebak berada pada 105 25′ – 106 30 BT dan 6 18′ – 7 00′ LS. Bagian utara kabupaten ini berupa dataran rendah, sedang di bagian selatan merupakan pegunungan, dengan puncaknya Gunung Halimun di ujung tenggara, yakni di perbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi. Sungai Ciujung mengalir ke arah utara, merupakan sungai terpanjang di Banten. Baduy merupakan salah satu objek wisata yang dimiliki Kabupaten Lebak dan sering dikunjungi wisatawan mancanegara karena memiliki keunikan tersendiri.31

(37)

Gambar 2.3 Peta Kabupaten Lebak

Sumber: BPS Kabupaten Lebak

2.1.4.1 Jumlah Penduduk Kabupaten Lebak

Menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Lebak, jumlah penduduk di Kabupaten Lebak tahun 2016 sebanyak 1.269.722 jiwa. Penduduk terbanyak bertempat tinggal di kecamatan Rangkasbitung yang merupakan ibukota kabupaten yaitu sebanyak 121.644 jiwa, sedangkan kecamatan terkecil jumlah penduduknya adalah kecamatan Cigemblong dengan jumlah penduduk sebanyak 21.004 jiwa.31

2.1.5 Angka Kejadian

1. Prevalensi: Semua populasi yang menderita penyakit (kasus baru dan kasus lama) dari populasi yang beresiko menderita penyakit tersebut dalam periode waktu tertentu.32

2. Insidensi: Angka kasus baru dari suatu penyakit dari populasi yang beresiko selama periode waktu tertentu.32

(38)

24 2.2 Kerangka Teori Fekalit Hiperplasia Folikel Limfoid Neoplasma Apendisitis Akut Infiltrat Benda asing Pemeriksaan Fisik: -Nyeri tekan Mc Burney -Nyeri lepas -Defence muscular -Rovsing sign -Obturator sign -Psoas sign Anamnesis: -Usia -Jenis Kelamin -Alamat tempat tinggal Apendisitis Akut Penatalaksanaan medis Dx klinis: Apendisitis Apendisitis Kronis Apendisitis Akut Gangrenosa Apendisitis Akut Perforasi Apendisitis Akut Abses Jenis Apendisitis

Operasi Tidak Operasi

Komplikasi Prognosis Insidensi Apendisitis Angka Kejadian Rekam Medis Hidup Keadaan Sewaktu Pulang Prevalensi Apendisitis Mati

(39)

2.3 Kerangka Konsep

Berdasarkan teori di atas, maka kerangka konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Anamnesis: -Usia -Jenis Kelamin -Alamat tempat tinggal Apendisitis Akut Infiltrat Apendisitis Akut Penatalaksanaan medis Dx klinis: Apendisitis Apendisitis Kronis Apendisitis Akut Gangrenosa Apendisitis Akut Perforasi Apendisitis Akut Abses Jenis Apendisitis

Operasi Tidak Operasi

Hidup Keadaan Sewaktu Pulang Mati Pemeriksaan Fisik Insidensi Apendisitis Prevalensi Apendisitis

(40)

26

2.4 Definisi Operasional

Variabel Pengukur Alat ukur Skala

Referensi Pengelompok

kan Usia Usia pasien

yang tertera pada status pasien Rekam medis Ordinal 1. 0-5 tahun 2. 6-11 tahun 3. 12-16 tahun 4. 17-25 tahun 5. 26-35 tahun 6. 36-45 tahun 7. 46-55 tahun 8. 56-65 tahun 9. >65 tahun Sesuia dengan kategori Kementerian Kesehatan RI tahun 2009 Jenis kelamin Indikasi jenis kelamin ketika lahir Rekam medis Nominal 1. Pria 2. Wanita Berdasarkan pengelompok kan jenis kelamin menurut Badan Pusat Statistik Indonesia Keadaan Sewaktu Pulang Keadaan pasien saat pulang dari rumah sakit yang tertera pada rekam medis Rekam medis Nominal 1. Hidup 2. Mati Jenis Apendisi Status diagnosis Rekam medis Nominal 1. Apendisitis

(41)

tis pasien yang tertera pada rekam medis Akut 2. Apendisitis Akut Gangrenosa 3. Apendisitis Akut Infiltrat 4. Apendisitis Akut Abses 5. Apendisitis Akut Perforasi 6. Apendisitis Kronik Penatala ksanaan Medis Tatalaksana yang tertera pada rekam medis Rekam medis Nominal 1. Laparatomi 2. Apendekto mi 3. Non operasi Tempat Tinggal Alamat tempat tinggal yang tertera di rekam medis/KTP Rekam medis Nominal 1. 28 Kecamatan yang berada di Kabupaten Lebak 2. Luar Lebak Kategori berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Lebak

(42)

28 BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian studi deskriptif dengan pendekatan cross-sectional dengan mengumpulkan data sekunder yang didapat dari rekam medis pasien yang ditetapkan sebagai Apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian di lakukan di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak pada bulan April – Agustus 2018.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini ialah seluruh pasien dengan diagnosis apendisitis yang mendapatkan tindakan laparatomi dan apendektomi maupun yang tidak mendapatkan tindakan bedah di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak periode 1 januari 2016 – 31 desember 2016.

Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sama dengan jumlah populasi (total sample).

3.3.1 Kriteria Sampel Kriteria inklusi :

a. Pasien yang telah terdiagnosis secara klinis apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak tahun 2016

Kriteria eksklusi :

(43)

3.4 Alur Penelitian

3.5 Cara Kerja Penelitian 1) Persiapan

pada tahap persiapan yang dilakukan adalah memperbaiki proposal, membuat surat perizinan penelitian dan memproses izin penelitian

2) Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data sekunder pada penelitian kuantitatif, peneliti lakukan dengan mengajukan proposal dan surat izin pengambilan data rekam medik ke RSUD dr. Adjidarmo Kab. Lebak.

3) Pengolahan Data

Mengolah data secara univariat di Ms. Excel.

3.6 Manajemen Data

a. Alat pengumpulan data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa daftar tabel. Daftar tabel yang digunakan berisikan variabel – variabel penelitian yaitu data pasien apendisitis serta data yang mendukung lainnya.

Pengajuan izin ke RSUD dr. Adjidarmo Kab. Lebak Pengambilan data rekam medik di RSUD dr. Adjidarmo Kab. Lebak Pengolahan Data Hasil Penelitian Izin penelitian

(44)

30

b. Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini ialah menggunakan studi dokumentasi, data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data sekunder dari rekam medis pasien RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak periode 1 Januari 2016 - 31 Desember 2016.

3.6.1 Pengolahan dan analisa data A. Pengolahan data

Data yang telah dikumpulkan akan melalui proses pengolahan yang meliputi :

1. Cleaning

Proses pengecekan data untuk mencegah adanya data yang berulang.

2. Editing

Proses pengeditan yang dilakukan untuk memeriksa kelengkapan, kesinambungan, dan keseragaman data.

3. Coding

Memudahkan dalam pengelompokkan data sesuai kategori yang ada.

4. Entry data

Memasukan data ke komputer untuk dianalisis mengggunakan Ms. Excel.

B. Analisa data

Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat dimana analisa dilakukan terhadap masing-masing variabel dan hasil penelitian dianalisis untuk mengetahui distribusi frekuensi dan persentase dari setiap variabel.

(45)

Analisis univariat dilakukan menggunakan rumus berikut33:

P = x 100%

Keterangan:

P : Persentase

X : Jumlah kejadian pada responden N : Jumlah seluruh responden

3.7 Etika penelitian

1. Pengajuan surat permohonan izin penelitian yang ditunjukkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Pengajuan surat permohon izin penelitian yang ditunjukkan kepada Direktur RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak.

3. Mendapatkan izin penelitian di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak. 4. Melakukan pengambilan data rekam medis di RSUD dr. Adjidarmo

(46)

32 BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Prevalensi Apendisitis Di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak Pada periode 1 Januari 2016 – 31 Desember 2016 menurut data rekam medis ditemukan 293 kasus dengan diagnosis apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak. Dari banyaknya kasus tersebut, seluruhnya memiliki data yang lengkap berupa data usia, jenis kelamin, jenis apendisitis, penatalaksanaan medis, dan keadaan pasien sewaktu pulang, tempat tinggal.

4.1.2 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Usia

Pengamatan distribusi pasien apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak diklasifikasikan dalam tiap kelompok usia berdasarkan pengelompokkan usia menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2009, dimana pengelompokkan dibagi menjadi 9 kelompok usia.

Gambar 4.1 Distribusi kejadian apendisitis berdasarkan usia.

1 25 37 93 55 34 29 14 5 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 - 5 th 6 - 11 th 12 - 16 th 17 - 25 th 26 - 35 th 36 - 45 th 46 - 55 th 56 - 65 th >65 th ju ml ah p as ien kelompok usia

(47)

Gambar 4.1 menunjukkan kelompok usia 17–25 tahun menempati posisi teratas pasien apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak yaitu sebanyak 93 pasien (31,7%), kemudian disusul usia 26-35 tahun sebanyak 55 (18,8%), dan yang terakhir usia 0-5 tahun sebanyak 1 pasien (0,3%).

4.1.3 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Jenis Kelamin

Pengamatan distribusi pasien apendisitis berdasarkan jenis kelamin dibagi menjadi dua jenis, yaitu wanita dan pria.

Frekuensi kejadian apendisitis berdasarkan jenis kelamin tersaji pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Distribusi pasien apendisitis berdasarkan jenis kelamin

Dari Gambar 4.2 terlihat bahwa pasien apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak lebih banyak wanita dengan angka kejadian 152 pasien (52%) sementara pria dengan angka kejadian 141 pasien (48%).

152, 52% 141, 48%

(48)

34

4.1.4 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Jenis Apendisitis

Pasien apendisitis berdasarkan jenis apendisitis dibagi menjadi 6 kategori berdasarkan diagnosis klinis, yaitu apendisitis akut, apendisitis akut perforasi, apendisitis akut gangrenosa, apendisitis akut infiltrat, apendisitis akut abses, apendisitis kronik.

Frekuensi pasien apendisitis berdasarkan jenis apendisitis tersaji pada gambar 4.3.

Gambar 4.3 Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Jenis Apendisitis

Dari gambar tersebut, dapat dilihat bahwa pasien apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak pada tahun 2016 terbanyak adalah apendisitis akut sederhana sebanyak 140 kasus (47,8%), diikuti oleh apendisitis akut perforasi sebanyak 108 kasus (36,9%), dan yang paling sedikit adalah apendisitis akut gangrenosa sebanyak 4 kasus (1,4%).

4.1.5 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Penatalaksanaan Medis Pasien apendisitis berdasarkan penatalaksanaan medis dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan tindakan medis yang didapatkan oleh pasien yaitu apendektomi, laparotomi, dan non operasi.

Frekuensi pasien apendisitis berdasarkan penatalaksanaan medis tersaji pada gambar 4.4.

140 108 4 5 6 30 0 20 40 60 80 100 120 140 160 Apendisitis Akut Sederhana Apendisitis Akut Perforasi Apendisitis Akut Gangrenosa Apendisitis Akut Infiltrat Apendisitis Akut Abses Apendisitis Kronik

(49)

Gambar 4.4 Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Penatalaksaan Medis

Dari gambar 4.4, didapatkan penatalaksanaan medis yang lebih sering dilakukan adalah apendektomi yaitu 128 pasien (65%) dan disusul dengan pasien yang tidak dilakukan operasi yaitu 103 pasien (35%), dan yang terakhir adalah laparotomi 62 kasus (21%).

4.1.6 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang

Keadaan sewaktu pulang adalah kondisi pasien apendisitis sewaktu keluar dari rumah sakit sesuai dengan yang tercatat dalam rekam medis, baik pascaoperasi maupun tidak operasi, dikategorikan menjadi hidup dan mati.

Tabel 4.1 Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Keadaan Pasien

Keadaan Pasien Jumlah Pasien Persentase

Hidup 291 99,3% Mati 2 0,7% Total 293 100,0% 62, 21% 128, 44% 103, 35%

(50)

36

Dari tabel tersebut, diketahui bahwa pasien apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak pada tahun 2016 sebagian besarnya pulang dari rumah sakit dalam keadaan hidup yaitu sebesar 291 pasien (99,3%), dan terdapat 2 pasien (0,7%) yang mati.

4.1.7 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Tempat Tinggal

Pengamatan distribusi pasien apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak berdasarkan tempat tinggal dibagi dalam 29 kelompok, yaitu 28 kelompok pasien yang tinggal di kecamatan yang ada di Kabupaten Lebak dan 1 kelompok pasien yang bertempat tinggal di luar Kabupaten Lebak.

Gambar 4.5 Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Tempat Tinggal

Dilihat pada Gambar 4.5, pasien apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak paling banyak bertempat tinggal di Kecamatan Rangkasitung yaitu sebanyak 54 pasien (18,4%) dan tidak ada pasien yang bertempat tinggal di Cihara, Cilograng dan Wanasalam.

7 1 4 24 1 3 0 2 9 11 0 18 14 5 8 3 18 6 6 11 2 4 1 54 11 7 0 18 45 0 10 20 30 40 50 60 B an ja rs ar i B ay ah B o jo n gm an ik Ci b ad ak Ci b eb er Ci ge mb lo n g Ci h ar a Ci ja ku Ci ku lu r Ci le le s Ci lo gr an g Ci ma rg a Ci p an as Ci ri n te n Cu ru gb itu n g G u n u n gk en ca n a K al an g An ya r Le b ak G ed o n g Le u w id ama r M aj a M al in gp in g M u n ca n g P an gg ar an ga n R an gk as b itu n g Sa jir a So b an g Wa n as al am Wa ru n gg u n u n g Lu ar L eb ak

(51)

4.2 Pembahasan

4.2.1 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Usia

Dari Gambar 4.1 didapatkan bahwa pasien apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak terbanyak adalah usia 17-25 tahun yaitu sebanyak 93 pasien (31,7%) dan terendah adalah usia 0-5 tahun yaitu sebanyak 1 pasien (0,3%). Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahyuning Hapsari di RSU Kota Tangerang Selatan Tahun 2016-2017 yang menunjukan kejadian apendisitis terbanyak pada usia 17-25 tahun yaitu sebanyak 64 orang (17,5%) dari 365 sampel.34

Hal ini sesuai dengan yang dipaparkan Marcdante (2004) dimana angka kejadian puncak apendisitis berkisar antara 20 – 30 tahun dengan tahun kejadian usia tengah 22 tahun.35 Selain itu, hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Iftina Amalia di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2015 yang menjelaskan bahwa pasien apendisitis terbanyak adalah usia 17-25 tahun.7

Begitupun penelitian yang dilakukan oleh Ivan di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2009, yang menunjukan bahwa pasien apendisitis terbanyak pada usia kelompok 21-30 tahun yaitu sebanyak 21 orang (35%) dari 60 sampel.36

Pada saat remaja jaringan limfoid berkembang dengan maksimal, hal ini diduga menjadi penyebab tingginya risiko penyumbatan apendiks yang dapat berujung pada kejadian apendisitis.37 Sementara kelompok usia balita (0 – 5 tahun) menempati urutan terbawah kejadian pasien apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak tahun 2016. Hal ini sesuai dengan yang diuraikakn oleh Pieter (2005) dimana pada kelompok usia balita, anatomi apendiks berbentuk seperti corong sehingga mengurai resiko obstruksi pada organ apendiks.38

4.2.2 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Jenis Kelamin

Dari Gambar 4.2 dapat disimpulkan bahwa pasien apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak, lebih banyak wanita dari pada pria yaitu sebanyak 152 pasien (52%).

(52)

38

Hasil dari penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahyuning Hapsari di RSU Kota Tangerang Selatan Tahun 2016-2017, dari 365 sampel yang diambil terdapat 226 pasien wanita (61,9%) dan pria sebanyak 139 pasien (38,1%).34 Dan juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Afiati di RSUD Serang Tahun 2013, dari 111 sampel yang diambil terdapat 63 pasien wanita (56,8%) dan pria sebanyak 48 pasien (43,2%).39 Namun hasil penelitian ini tidak sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Thomas dkk di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado pada tahun 2012-2015, yang menunjukan bahwa pasien dengan jenis kelamin laki-laki yang menderita apendisitis sebanyak 363 pasien (56%), sedangkan perempuan sebanyak 287 pasien (44%).10

Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Humes dan Simpson (2006) yang menjelaskan bahwa di Eropa dan Amerika kejadian apendisitis secara keseluruhan, 70% pasien berusia kurang dari 30 tahun dan lebih banyak pria daripada wanita, dengan rasio 1,4:1.2 Resiko kejadian apendisitis di Amerika tercatat sebesar 8,6% pada pria dan 6,7% pada wanita.9

Penelitian yang dilakukan oleh Hwang & Khumbaar (2002) menerangkan bahwa proporsi jaringan limfoid pada pria lebih banyak dibandingkan dengan wanita, hal tersebut menjelaskan apendisitis lebih banyak menyerang pria dari pada wanita.8

4.2.3 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Jenis Apendisitis

Dari Gambar 4.3, dapat dilihat bahwa pasien apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak pada tahun 2016 terbanyak adalah apendisitis akut sederhana sebanyak 140 kasus (47,8%), diikuti oleh apendisitis akut perforasi sebanyak 108 kasus (36,9%), lalu apendisitis kronik sebanyak 30 kasus (10,2%).

Cukup banyaknya kasus apendisitis akut perforasi diduga erat kaitannya dengan masih banyaknya pasien apendisitis yang tidak dilakukan tindakan operasi yang menyebabkan komplikasi berupa perforasi.

(53)

Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Thomas dkk di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado pada tahun 2012-2015, yang memperlihatkan bahwa jumlah kasus apendisitis dari 650 kasus yang paling banyak ialah apendisitis akut sebanyak 412 kasus (63%), diikuti oleh apendisitis perforasi sebanyak 193 kasus (30%), dan apendisitis kronik sebanyak 38 kasus (6%). 10

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Wahyuning Hapsari di RSU Tangerang Selatan Pada 2016-2017, bahwa jenis apendisitis terbanyak adalah apendisitis kronik yaitu sebanyak 337 kasus (92,3%) dari 365 sampel dan apendisitis akut sebanyak 28 kasus (7,7%).34

4.2.4 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Penatalaksanaan Medis Dari Gambar 4.4 terlihat memang sebagian besar pasien apendisitis mendapatkan tindakan operasi, yaitu apendektomi dan laparatomi. Akan tetapi jika melihat jumlah pasien apendisitis yang tidak mendapatkan tindakan operasi sebanyak 35%, tentu angka tersebut merupakan angka yang tidak sedikit. Hal ini diduga akibat belum muncul gejala yang sangat hebat pada pasien sehingga pasien akan merasa baik-baik saja jika tidak melakukan tindakan operasi. Hal ini tentu menjadi pekerjaan tambahan bagi para dokter untuk mengedukasi pasien sampai benar-benar paham akan penyakitnya agar mendapatkan penanganan yang tepat dan maksimal. Jika apendisitis akut tidak segera dioperasi maka akan terjadi komplikasi berupa perforasi.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahyuning Hapsari di RSU Tangerang Selatan Pada 2016-2017, bahwa pasien yang tidak mendapatkan tindakan operasi lebih banyak dibandingkan dengan yang mendapatkan tindakan operasi, yaitu sebanyak 214 pasien (58,6%) dan 151 pasien (41,4%).34

(54)

40

4.2.5 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang

Dari 293 pasien apendisitis pada tahun 2016, terdapat 2 pasien yang meninggal dunia baik pasien yang tidak operasi maupun pascaoperasi, sehingga didapatkan angka mortalitas pasien apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak pada tahun 2016 sebesar 0,7%.

Pasien yang pulang dari rumah sakit dalam keadaan hidup masih tidak jelas apakah dalam keadaan sembuh atau masih dalam keadaan apendisitis karena tidak dilakukannya tindakan operasi. Terdapat 291 pasien yang keluar dalam keadaan hidup, dan jumlah pasien apendisitis yang dilakukan tindakan operasi sebanyak 190 pasien, maka sekitar 61 pasien masih memiliki risiko terjadinya komplikasi karena tidak dilakukan tindakan operasi.

4.2.6 Karakteristik Pasien Apendisitis Berdasarkan Tempat Tinggal

Dilihat pada Gambar 4.5, pasien apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak paling banyak bertempat tinggal di Kecamatan Rangkasitung yaitu sebanyak 54 pasien (18,4%), dan tidak ada pasien yang bertempat tinggal di Cihara, Cilograng, dan Wanasalam.

Hal ini diduga erat kaitanya dengan letak RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak yang berada di Kecamatan Rangkasbitung. Pasien apendisitis mengalami gejala nyeri abdomen yang termasuk kedalam kasus gawat darurat yang membutuhkan pertolongan cepat, cenderung akan memilih layanan kesehatan jarak terdekat dari tempat tinggalnya untuk mengatasi keluhannya. Diketahui jarak dari Kecamatan Cihara ke RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak adalah 97, 8 km, dari Kecamatan Wanasalam sejauh 92,7 km, dan dari Kecamatan Cilograng sejauh 137,7 km. Ini merupakan alasan mengapa mayoritas pasien apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak bertempat tinggal di Kecamatan Rangkasbitung dan tidak adanya pasien yang bertempat tinggal di Cihara, Cilograng dan Wanasalam.

(55)

4.3 Keterbatasan Penelitian

Desain penelitian yang menggunakan teknik cross-section membuat penelitian ini hanya dapat menampilkan data cuplikan dari karakteristik pasien apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak pada tahun 2016. Proses pengumpulan data yang menggunakan data sekunder dari rekam medis pasien membuat keterbatasan faktor yang bisa diamati pada penelitian ini.

(56)

42 BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari hasil penelitian Prevalensi Apendisitis Di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak Tahun 2016, disimpulkan:

1. Prevalensi apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak periode 1 Januari 2016 hingga 31 Desember 2016 sekitar 23 per 100.000 orang. 2. Prevalensi apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak periode

1 Januari 2016 hingga 31 Desember 2016 berdasarkan:

a) Pasien wanita memiliki angka kejadian apendisitis yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien pria.

b) Berdasarkan usia, didapatkan kelompok usia tertinggi pasien apendisitis berusia 17-25 tahun.

c) Pasien apendisitis akut lebih banyak dibandingkan apendisitis jenis lainnya.

d) Penatalaksanaan dengan tindakan operasi lebih banyak dibandingan dengan tindakan konservatif saja. Dan tindakan operasi tersebut lebih banyak apendektomi dibandingkan dengan laparatomi.

e) Sebagian besar pasien apendisitis saat pulang dari rumah sakit dengan keadaan hidup. Dan angka mortalitas dari pasien apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak tahun 2016 sebesar 0,7%. f) Distribusi pasien apendisitis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten

Lebak tahun 2016 terbanyak bertempat tinggal di Kecamatan Rangkasbitung, dan tidak ada pasien yang bertempat tinggal di Kecamatan Cihara, Cilograng, dan Wanasalam.

(57)

5.2 Saran

1. Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak untuk melakukan pendataan kejadian apendisitis di Kabupaten Lebak dengan lebih baik lagi, agar mendukung kegiatan peningkatan usaha kuratif serta promotif dan preventif kesehatan yang lebih efektif.

2. Kepada RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak untuk melakukan pelengakapan data rekam medis yang lebih baik, mulai dari identitas pasien, data anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. 3. Kepada peneliti selanjutnya untuk menggali lebih dalam lagi faktor lain

Gambar

Tabel 2.1 Skor Alvarado......................................................................................
Gambar 2.1 Posisi Apendiks
Gambar 2.2 Histologi Apendiks
Tabel 2.1 Skor Alvarado
+6

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan: Berdasarkan penelitian, kebanyakan pasien berasal dari kelompok jenis kelamin wanita, di kelompok usia 51-60 tahun, dengan tipe glaukoma sudut terbuka dan dengan

Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran dan kesesuaian penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien bedah apendisitis di rumah sakit “X” tahun

Sampel penelitian pasien dewasa yang menjalani bedah apendisitis di RSUD Dr M Ashari pemalang pada tahun 2011 yang mendapatkan antibiotik profilaksis dan sesuai dengan kriteria

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagian besar pasien hipertensi adalah hipertensi primer, kelompok terbanyak usia ≥ 60 tahun, wanita lebih banyak daripada pria,

Berdasarkan grafik 4.1.9.1 angka kejadian appendicitis tahun 2017 berdasarkan status diagnosa pasien di RSU Kota Tangerang Selatan pada rawat jalan didapatkan bahwa angka

prevalensi hipertensi tertinggi pada kelompok usia 75 tahun keatas yang. didiagnosa oleh tenaga kesehatan sebesar 20% dan kasus minum obat

Dari gambar 5.3, dapat diketahui bahwa kelompok pasien wanita merupakan kelompok usia yang lebih banyak melakukan perawatan restorasi gigi dibandingkan dengan kelompok pasien

Gagal jantung didapatkan lebih banyak pada laki-laki dibanding dengan wanita serta mengalami peningkatan pada usia 35 dan paling tinggi pada usia di atas 70 tahun memiliki