• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Apendiks

Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung, dengan panjang kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Pada bagian proksimal lumen mengalami penyempitan dan melebar di bagian distal. Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit pada ujungnya. Hal ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia bayi.12

Letak apendiks yaitu pada regio iliaka dekstra dan pangkalnya diproyeksikan ke dinding anterior abdomen pada titik sepertiga bawah garis yang menghubungkan spina iliaca anterior superior kanan dan umbilikus.12

Posisi apendiks sangat variabel dibandingkan daripada organ-organ lainnya. Ujung apendiks bisa ditemukan pada posisi retrosekal (28-68%), pelvikal (27-53%), subsekal (2%), preileal atau postileal (1%) atau yang lainnya.13

Sumber: Richard L, dkk. 2014

Apendiks dipersarafi oleh dua jenis saraf, yaitu parasimpatis dan simpatis. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n. Vagus yang mengikuti a. mesenterika superior dan a. apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n. torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus.6

Apendiks diperdarahi oleh a. apendikularis yang merupakan arteri yang tidak beranatomosis dengan arteri lainnya. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren.6

Apendiks disebut tonsil abdomen karena ditemukan banyak jaringan limfoid. Jaringan limfoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar dua minggu setelah lahir, jumlahnya meningkat selama pubertas sampai puncaknya berjumlah sekitar 200 folikel antara usia 12-20 tahun dan menetap saat dewasa.6

Apendiks menghasilkan lendir sebanyak 1-2ml per hari, yang dikeluarkan ke dalam lumen dan mengalir ke sekum. Imunoglobulin yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfoid disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.6 Mikroorganisme yang masuk melalui saluran cerna segera dihadapi oleh limfosit di apendiks dan GALT.14

2.1.2 Histologi Apendiks

Apendiks terletak di bagian awal usus besar dan yang merupakan evaginasi dari sekum. Apendiks ditandai dengan lumen yang relatif kecil dan irregular, kelenjar tubuler yang lebih pendek dan kurang padat, dan

8

tidak memiliki taeniae coli. Apendiks merupakan komponen penting sebagai MALT (Mucosa-Associated Lymphoid Tissue), dengan sejumlah besar folikel limfoid pada dindingnya.15

Gambar 2.2 Histologi Apendiks

2.1.3 Apendisitis 2.1.3.1 Definisi

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dengan mula gejala akut yang ditandai adanya nyeri pada kuadran abdomen kanan bagian bawah, nyeri lepas alih, spasme otot diatasnya, dan hiperestesia kulit, yang apabila sudah kronik maka akan ditandai adanya penebalan fibrotik dinding organ apendiks vermiformis tersebut.16

2.1.3.2 Epidemiologi

Apendisitis adalah salah satu keadaan darurat bedah yang paling

sering terjadi di dunia dengan prevalensi apendisitis secara global berjumlah 52 kasus per 100.000 penduduk.1

Di Eropa dan Amerika kejadian apendisitis sekitar 100 per 100.000 orang per tahun atau sekitar 11 kasus per 10.000 orang setiap tahun. Secara keseluruhan, 70% pasien berusia kurang dari 30 tahun dan lebih banyak pria daripada wanita, dengan rasio 1,4:1.2 Resiko kejadian apendisitis di Amerika tercatat sebesar 8,6% pada pria dan 6,7% pada wanita.9

Memasuki abad ke 21 angka kejadian apendisitis pada newly

industrialized countries di Asia mengalami peningkatan, dengan

prevalensi paling tinggi terjadi di korea selatan berjumlah 206 kasus per 100.000 penduduk.3

Pada wilayah regional Asia Tenggara kejadian apendisitis ditemukan hampir di seluruh negara di Asia Tenggara. Indonesia dengan prevalensi 0,05% menempati urutan pertama, disusul oleh Filipina (0,022%) dan Vietnam (0,02).1

Angka morbiditas apendisitis diketahui 10%, dan angka mortalitas apendisitis ialah 1-5%. Hal ini diduga erat kaitannya dengan keterlambatan diagnosis dan penatalaksanaan kasus apendisitis.17

10

Survey yang dilakukan pada 12 provinsi di Indonesia tahun 2008 menunjukan jumlah apendisitis akut yang dirawat dirawat di rumah sakit sebanyak 3.251 kasus. Jumlah ini meningkat dibanding tahun sebelumnya, yaitu 1.236 kasus.4

Berdasarkan data di RSUD Serang tahun 2013 terdapat 18.167 pasien di Instalasi Gawat Darurat, dengan kasus kegawatan bedah abdomen sebanyak 429 kasus, dimana 244 kasusnya adalah apendisitis akut.18

Apendisitis dapat terjadi pada semua usia. Menurut buku ajar ilmu bedah, insidensi tertinggi apendisitis terjadi pada kelompok usia 20-30 tahun.6 Hasil penelitian Ifitna Amalia di RSU Tangerang Selatan melaporkan bahwa kejadian apendisitis akut terbanyak terjadi pada kelompok usia 17-25 tahun, dan terendah pada kelompok usia 0-5 tahun dan >65 tahun.7

Pada pasien anak, kasus apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi. Hal ini disebabkan oleh dinding apendiks yang belum sempurna dimana lumen apendiks masih tipis, omentum belum berkembang,dan daya tahan tubuh yang belum sempurna dapat membuat proses perforasi berlangsung cepat. Selain itu, anak biasanya kurang mampu untuk menggambarkan rasa nyeri yang muncul sehingga diagnosis menjadi terlambat.8

2.1.3.3 Etiologi

Apendisitis umumnya terjadi karena adanya infeksi bakteri. Beberapa hal berperan sebagai pencetusnya, salah satunya adalah obstruksi atau sumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, parasit, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.19

Hiperplasia jaringan limfoid di mukosa atau submukosa telah dikemukakan sebagai mekanisme yang paling umum yang menyebabkan obstruksi lumen apendiks. Biasanya terjadi pada apendisitis akut kataralis,

dengan onset gejala yang berangsur-angsur. Hiperplasia limfoid dapat disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, jamur, parasit) atau oleh peradangan, seperti pada penyakit radang usus.20

Puncak perkembangan jaringan limfoid terjadi pada masa remaja, hal ini menyebabkan lebih mudah terjadinya obstruksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal.21

Dalam studi yang dilakukan di Yunani, untuk menyelidiki peran serat dalam etiologi apendisitis akut, sebanyak 203 anak mengalami apendisitis yang terbukti secara histologis. Studi ini menekankan bahwa anak-anak dengan apendisitis memiliki asupan serat yang lebih rendah daripada anak-anak dalam kelompok kontrol. Pasien jauh lebih mungkin memiliki riwayat konstipasi kronis daripada kelompok kontrol.22 Konstipasi akan meningkatkan tekanan intraluminal yang mengakibatkan terbentuknya sumbatan pada apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa dan mengakibatkan timbulnya apendisitis.6

Penyebab lain yang diduga mencetuskan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti Entamoeba histolytica.6

Menurut penelitian Dae Woon Song (2018) tentang bakteri pada pasien apendisitis akut, menunjukan bahwa bakteri tersering pada pasien apendisitis akut adalah Escherichia coli (64.6%), dan yang tersering kedua adalah Pseudomonas aeruginosa (16.4%).23

2.1.3.4 Klasifikasi

Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan apendisitis kronik.6

1. Apendisitis akut

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak pada apendiks yang membrikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum lokal. Gejala

12

apendisitis akut ialah nyeri samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual, muntah dan umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri tersebut akan berpindah ke titik Mc. Burney. Nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.6

Apendistis akut dibagi menjadi:

a) Apendisitis Akut Sederhana

Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan submukosa disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen apendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa apendiks menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah anoreksia, malaise dan demam ringan.24

b) Apendisitis Supuratif

Tekanan dalam lumen yang terus meningkat disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini dapat menyebabkan iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang berada di usus besar akan berinvasi ke dalam apendiks dan menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa akan menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Apendiks dan mesoapendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc. Burney, defans muskuler dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.24

c) Apendisitis Akut Gengrenosa

Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu sehingga terjadi infark dan gangren. Selain didapatkan tanda-tanda supuratif, apendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah

kehitaman. Pada apendisitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen.24

d) Apendisitis Infiltrat

Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang merekat erat satu dengan yang lainnya.24

e) Apendisitis Abses

Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrosekal, subsekal dan pelvikal.24

f) Apendisitis Perforasi

Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding apendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.24

2. Apendisitis Kronik

Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara mikroskopik dan makroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%. Apendisitis kronik kadang-kadang dapat menjadi akut lagi dan disebut apendisitis kronik dengan eksaserbasi akut yang tampak jelas sudah adanya pembentukan jaringan ikat.6

2.1.3.5 Patofisiologi Apendisitis

Apendisitis terjadi akibat obstruksi atau sumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena

14

fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang dapat menyebabkan terjadinya distensi pada lumen apendiks. Keterbatasan elastisitas dinding abdomen menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan dan membuat peningkatan tekanan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml, jika sekresi mukus sekitar 0,5 ml, hal ini dapat meningkatkan tekanan intralumen sekitar 60 cmH20.19

Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia dan menghambat aliran limfe, hal ini membuat ulserasi pada mukosa apendiks dan mempermudah invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemia karena terjadi thrombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Kemudian terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat dan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menginvasi dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di kuadran kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian arteri terganggu, akan terjadi infark apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24 – 36 jam. Bila dinding apendiks tersebut ruptur, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat apendikularis.19

Infiltrat apendikularis merupakan tahap apendisitis yang dimulai di mukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24– 48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbemtuk massa apendikular. Didalamnya dapat

terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa apendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.6

2.1.3.6 Gejala Klinis

Apendisitis biasanya dimulai dengan rasa tidak nyaman yang menetap dan progresif di bagian tengah abdomen, di daerah epigastrium di sekitar umbilikalis. Hal ini disebabkan oleh obstruksi dan distensi apendiks yang merangsang saraf otonom aferen viseral dan membuat nyeri alih pada daerah periumbilikal (distribusi dari nervus T8 – T10).6

Apendisitis diikuti dengan anoreksia dan juga demam ringan (<38,5° C). Dengan berlanjutnya sekresi cairan musinosa fungsional, terjadilah peningkatan tekanan intralumen yang menyebabkan kolapsnya vena drainase. Hal ini mengakibatkan timbulnya sensasi kram yang segera diikuti oleh mual dan muntah. Sembilan puluh persen pasien anoreksia, tujuh puluh persen menjadi mual dan muntah, dan sepuluh persen diare.6

Ketika inflamasi dari apendiks terus berlanjut dan mencapai bagian luar apendiks, serabut saraf dari peritoneum parietal akan membawa informasi spasial tepat ke korteks somatosensori dan setelah peritoneum parietal terlibat, nyeri yang dihasilkan lebih intens, konstan, dan nyeri somatik akan terlokalisasi di fossa iliaka kanan, di daerah apendiks yang mengalami inflamasi tersebut.6

2.1.3.7 Diagnosis

Penegakkan diagnosis apendisitis dapat dilakukan beberapa pemeriksaan, yaitu:

a) Anamnesis

Pasien dengan apendisitis biasanya datang dengan keluhan utama nyeri akut abdomen. Keluhan dimulai dengan nyeri

kolik-16

umbilikal yang biasanya akan bertahan selama 24 jam pertama. Nyeri lalu menjalar ke iliaka kanan abdomen dan berubah menjadi nyeri yang konstan dan tajam. Keluhan mual, muntah, serta penurunan nafsu makan juga ditemukan pada kasus apendisitis.6

b) Pemeriksaan Fisik

Pasien dengan apendisitis sering bergerak perlahan dan terbatas, membungkuk kedepan, dan sering dengan sedikit pincang. Pasien tersebut akan memegang kuadran kanan bawah dengan tangan dan enggan untuk naik ke meja periksa. Pada apendisitis dini akan ditemukan inspeksi perut rata. Perubahan warna dan bekas luka memar harus dipikirkan trauma perut. Adanya perut kembung menunjukan suatu komplikasi seperti perforata atau obstruksi. Pada auskultasi bisa menunjukkan suara usus normal atau hiperaktif pada apendisitis dini, dan suara usus hipoaktif ketika sudah menjadi perforata.6

Palpasi abdomen harus dilakukan dengan lembut, kuadran kanan bawah (titik Mcburney) harus dipalpasi terakhir setelah pemeriksa telah mempunyai kesempatan mempertimbangkan respons terhadap pemeriksaan kuadran yang seharusnya tidak nyeri. Tanda fisik yang paling penting pada apendisitis adalah nyeri tekan menetap pada saat palpasi dan kekakuan lapisan otot rektus.6

Uji Obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang bersinggungan dengan m. Obturator internus atau tidak. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang, pada apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri.6

Uji Psoas dilakukan dengan merangsang m. Psoas melalui hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila menimbulkan nyeri, maka itu berarti apendiks yang meradang menempel di m. Psoas.6

Pada pemeriksaa colok dubur (Rectal Toucher) akan terdapat nyeri pada jam 9-12.6

Pada pasien apendisitis akut, umumnya terjadi peningkatan suhu sekitar 37.5-38.5°C, bila suhu lebih tinggi kemungkinan sudah terjadi perforasi.6

c) Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan analisa darah pada pasien apendisitis menunjukan adanya kenaikan jumlah leukosit >10.000/mm³ pada 89% pasien dengan apendisitis dan 93% pasien apendisitis perforasi. Namun kriteria ini juga dapat ditemukan pada 62% pasien nyeri abdomen yang bukan apendisitis. Menurut studi metaanalisa selain kenaikan angka leukosit, pada penderita apendisitis juga dapat ditemukan kenaikan angka C-Reactive Protein (CRP).6

Pemeriksaan yang juga dianjurkan ialah pemeriksaan radiologi pada pasien dengan dugaan klinis apendisitis. Menurut studi metaanalisis, pemeriksaan radiologi dapat menurunkan 15% angka kejadian negatif apendektomi. Ultrasonography (USG), computed

termography (CT), dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah

beberapa pemeriksaan radiologi yang biasanya dilakukan pada pasien dengan dugaan apendisitis.6

Pemeriksaan patologi anatomi pada jaringan apendiks juga dapat dijadikan salah satu gold standart dalam uji diagnosis apendisitis karena memiliki sensitifitas yang tinggi dibandingkan dengan pemeriksaan lain.6

d) Skor Alvarado

Salah satu sistem skoring sederhana yang digunakan untuk mendiagnosis apendisitis ialah menggunakan skor Alvarado. Skor Alvarado dibuat oleh Alfredo Alvarado pada tahun 1986dengan menggunakan tiga gejala, tiga tanda, dan dua temuan laboratorium sederhana sebagai alat diagnosis apendisitis.9

18

Tabel 2.1 Skor Alvarado

Karakteristik Skor

3 Gejala

Migrasi nyeri ke kanan bawah 1

Anoreksia 1

Muntah 1

3 Tanda

Nyeri tekan di kuadran bawah abdomen 2

Nyeri lepas tekan 1

Suhu tubuh meningkat 1

2 Temuan Laboratorium

Leukositosis 2

Pergeseran ke kiri (polimorfonuklear leukosit) 1

Total 10

Sumber: Ohle, Robert 2011

Temuan pada pasien dengan suspect apendisitis lalu dijumlahkan dalam tabel Alvarado sesuai dengan skor yang telah ditetapkan. Hasil penjumlahan lalu akan dilihat pada tabel interpretasi skor Alvarado.25

Interpretasi:

Skor 7-10 = Apendisitis akut

Skor 5-6 = Curiga apendisitis akut

Setelah ditentukan skornya, lalu ditentukan tindakan selanjutnya, dapat dilihat pada tabel 2.2.26

Tabel 2.2 Manajemen Apendisitis Akut Berdasarkan Skor Alvarado Skor

Alvarado Manajemen

0-3 Pasien boleh dipulangkan, tidak dilakukan operasi apendektomi, dan segera setelah kembali ke dokter jika tidak ada perbaikan dari gejala.

4-6 Observasi selama 12 jam dan setelah 12 jam dinilai kembali skor Alvaradonya, jika skor tetap 4-6 dengan gejala yang sama tidak ada perbaikan maka dilakukan apendektomi.

7-9 Untuk pasien anak dan laki-laki segera apendektomi, sedangkan untuk pasien perempuan dilakukan pemeriksaan laparoskopi terlebih dahulu kemudian apendektomi.

Sumber: Michael, 2000

2.1.3.8 Diagnosis Banding

1. Adenitis Mesenterika Akut

Biasanya terjadi pada anak-anak, terdapat riwayat infeksi saluran nafas atas, limfadenopati generalisata.27

2. Gastroenteritis Akut

Umumnya disebabkan oleh virus, terdapat gejala muntah, diare, dan kram. Gastroenteritis yang disebabkan Salmonella didapatkan karena mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi.25

3. Diseases of the Male

Penyakit pada laki-laki yang memiliki keluhan nyeri perut bawah adalah torsio testis, epididimitis, dan seminal vesikulitis.25

20

4. Meckel Divertikulum

Meckel divertikulum adalah kantung kecil yang terdapat pada dinding usus. Meckel diverticulum terjadi jika kantung tersebut berada di bagian bawah usus halus, tepatnya di bagian usus kecil yang disebut sebagai ileum, biasanya sekitar 40 inci dari awal usus besar. Kantung ini biasanya memiliki panjang 1 sampai 2 inci.27

5. Batu Ureter

Memiliki gejala berupa hematuria dan juga nyeri yang menjalar ke skrotum atau labia.27

6. Infeksi Saluran Kemih

Dapat ditemukan nyeri tekan pada sudut kostovertebral kanan dan bakteriuria.25

2.1.3.9 Tata Laksana

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien apendisitis meliputi penanggulangan konservatif dan operatif.

1. Konservatif

Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman gram negatif dan positif serta kuman anaerob.6

2. Operatif

Pengobatan tunggal yang terbaik untuk usus buntu yang sudah meradang adalah dengan jalan membuang penyebabnya (operasi apendektomi). Pasien biasanya telah dipersiapkan dengan puasa antara 4 sampai 6 jam sebelum operasi dan dilakukan pemasangan cairan infus agar tidak terjadi dehidrasi. Pembiusan akan dilakukan oleh dokter ahli anastesi dengan pembiusan umum atau spinal/lumbal. Pada umumnya, teknik konvensional operasi pengangkatan usus buntu dengan cara irisan pada kulit perut kanan bawah di atas daerah apendiks.28

Alternatif lain operasi pengangkatan usus buntu yaitu dengan cara bedah laparoskopi. Operasi ini dilakukan dengan bantuan video camera yang dimasukkan ke dalam rongga perut sehingga jelas dapat melihat dan melakukan apendiktomi dan juga dapat memeriksa organ-organ di dalam perut lebih lengkap selain apendiks. Keuntungan bedah laparoskopi ini selain yang disebut diatas, yaitu luka operasi lebih kecil, yaitu 2-10 mm sehingga secara kosmetik lebih baik.6

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Liping Dhai dan Jian Shuai (2017) dan dilakukan kepada lebih dari 3500 pasien, menunjukan bahwa laparoskopi pada pasien dewasa menurunkan insiden infeksi luka yang signifikan secara statistik, lama rawat inap, dan komplikasi pasca operasi. Namun hal ini tidak berlaku untuk pasien pediatrik.29,30

Jika sudah ada indikasi komplikasi pada jaringan apendiks maupun di sekitar apendiks, dilakukan tindakan laparatomi. Tindakan laparatomi apendiktomi merupakan tindakan konvensional dengan membuka dinding abdomen. Tindakan laparatomi dilakukan dengan membuang apendiks yang terinfeksi melalui suatu insisi di regio kanan bawah perut dengan lebar insisi sekitar 2 hingga 3 inci. Setelah menemukan apendiks yang terinfeksi, apendiks dipotong dan dikeluarkan dari perut.6

2.1.3.10 Komplikasi

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan letak usus halus.6

Komplikasi usus buntu juga dapat meliputi infeksi luka, perlengketan, obstruksi usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali dapat menimbulkan kematian. 8

22

2.1.3.11 Prognosis

Kebanyakan pasien setelah operasi apendektomi sembuh spontan tanpa penyulit, namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda atau telah terjadi peritonitis/peradangan di dalam rongga perut. Cepat dan lambatnya penyembuhan setelah operasi usus buntu tergantung dari usia pasien, kondisi, keadaan umum pasien, penyakit penyerta misalnya diabetes mellitus, komplikasi dan keadaan lainya yang biasanya sembuh antara 10 sampai 28 hari.6

2.1.4 Kabupaten Lebak

Kabupaten Lebak adalah sebuah kabupaten di Provinsi Banten, Indonesia. Ibukotanya adalah Rangkasbitung. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Serang dan Kabupaten Tangerang di utara, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten Pandeglang di barat.

Kabupaten Lebak terdiri atas 28 kecamatan, yang dibagi lagi atas 340 desa dan 5 kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Rangkasbitung, yang berada di bagian utara wilayah kabupaten. Kota ini

Dokumen terkait