• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBUATAN BASELINE SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PADA HUTAN AREAL KERJA IUPHHK-HA PT. MAMBERAMO ALAS MANDIRI, PROVINSI PAPUA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBUATAN BASELINE SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PADA HUTAN AREAL KERJA IUPHHK-HA PT. MAMBERAMO ALAS MANDIRI, PROVINSI PAPUA"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN BASELINE SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PADA HUTAN AREAL KERJA

IUPHHK-HA PT. MAMBERAMO ALAS MANDIRI,

PROVINSI PAPUA

CHATARINA GANIS RATNA WARDANI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

(2)

CHATARINA GANIS RATNA WARDANI. 2013. Pembuatan Baseline Sistem

Informasi Geografis pada Hutan Areal Kerja IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri, Provinsi Papua. Skripsi. Manajemen Hutan, Institut Pertanian Bogor. Dibimbing oleh M. BUCE SALEH.

Pemanfaatan penginderaan jauh dan pemetaan wilayah yang diintegrasikan dengan system informasi geografis yang tepat, akan sangat membantu dalam berbagai proses perencanaan dan pengambilan keputusan yang nantinya berkaitan dengan pengelolaan hutan. Bentuk integrasi penginderaan jauh dan system informasi geografis adalah baseline, yang merupakan data dan informasi yang siap digunakan dalam pengolahan/analisis/pemodelan selanjutnya.

Penelitian ini bertujuan membangun baseline system informasi geografis pada hutan areal kerja IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri, Provinsi Papua. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan data peta yang telah dilengkapi dengan berbagai informasi pendukung yang akurat, yang dapat membantu dalam berbagai kegiatan selanjutnya bagi manajemen PT. Mamberamo Alasmandiri.

Metode yang digunakan adalah identifikasi data, pemilihan base map hingga digunakannya citra landasat terkoreksi ortho multiwaktu dari tahun 2000-2012 yang bersumber dari LAPAN sebagai base map, identifikasi tematik, koreksi geometrik pada peta tematik yang dimiliki PT. Mamberamo Alasmandiri dan pembuatan baseline peta.

Hasil yang diperoleh berupa data tematik yang berjumlah 17 layer yang terdiri atas RKU, geologi, iklim, jenis tanah, kelas lereng, kawasan hutan dan perairan, penataan areal, penutupan lahan, zonasi areal, batas wilayah pengelolaan, blok RKT, buffer zone, batas wilayah ulayat, persebaran bahasa, daerah larangan, persebaran wilayah bersama (perburuan), dan persebaran areal konflik. Selain itu diperoleh informasi berbentuk point yang berjumlah 4 layer yang terdiri atas kondisi hutan, log pond, base camp, dan perkampungan penduduk.

Kata Kunci : Baseline, Sistem Informasi Geografis, Citra Landsat Terkoreksi Ortho, Koreksi Geometrik.

(3)

CHATARINA GANIS RATNA WARDANI. 2013. Development of Baseline

Geographic Information System at IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri, Papua Province. Undergraduate Thesis. Forest Management, Bogor Agricultural University. Under supervision of M. BUCE SALEH.

The utilization of remote sensing and mapping area that is integrated with a geographic information system will greatly assist in the processes of planning and decision making that will relate to forest management. The integration of remote sensing and geographic information system is a baseline, which is data and information that is ready to use in processing/analysis/modeling.

The aim of this research is to develop a baseline geographic information system at IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri, Papua Province. The results of this study are expected to provide map data that has been fitted with a range of accurate supporting information, which can help further activities of the management of PT. Mamberamo Alasmandiri.

The method used in this research is data identification, selection and use of timeseries ortho rectified landsat image from 2000-2012 derived from LAPAN as a base map, thematic identification, geometric correction on thematic map owned by PT. Alasmandiri Mamberamo and the development of a baseline map.

The results obtained from this research is a thematic data that add up to 17 layers consisting RKU, geology, climate, soil type, slope, forest and water areas, areal structure, land cover, land zonation, management territorial boundaries, block management RKT, buffer zone, customary territorial boundaries, language distribution, prohibited area, distribution of joint territorial (hunting), and the distibution of conflict area. In addition, this research also obtained information in the form of points that add up to 4 layers consisting of forest conditions, log pond, base camp, and residential area.

Keywords: Baseline, Geographic Information System, Ortho Rectified Landsat Image, Geometric Correction.

(4)

IUPHHK-HA PT. MAMBERAMO ALAS MANDIRI,

PROVINSI PAPUA

CHATARINA GANIS RATNA WARDANI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pembuatan Baseline

Sistem Informasi Geografis pada Hutan Areal Kerja IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alas Mandiri, Provinsi Papua adalah benar-benar hasil karya

saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2013

Chatarina Ganis Ratna Wardani

(6)

Provinsi Papua.

Nama Mahasiswa : Chatarina Ganis Ratna Wardani

NRP : E14080119

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS NIP. 19571005 198303 1002

Mengetahui,

Ketua Departemen Manajemen Hutan

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP 19630401 199403 1 001

(7)

Penulis dilahirkan di Sleman pada tanggal 23 Maret 1990 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan P. Sugeng A. K, S.Sos dan Valentina Waginem, S.Pd. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Baleharjo II Pacitan lulus tahun 2002, pendidikan menegah pertama di SMPN 1 Pacitan lulus tahun 2005, pendidikan menengah atas di SMA PL Van Lith Muntilan lulus tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis diterima di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Inventarisasi Sumberdaya Hutan pada tahun ajaran 2011-2012, Teknik Inventarisasi Sumberdaya Hutan pada tahun ajaran 2011-2012, dan mata kuliah agama katolik pada tahun ajaran 2009-2010, 2010-2011, 2011-2012, dan 2012-2013. Penulis juga aktif di organisasi Koor Mahasiswa Katolik IPB sebagai wakil koordinator pada tahun 2009-2010 dan Tim Pendamping KeMaKI IPB sebagai koordinator pada tahun 2010-2011. Selain itu, penulis aktif dalam kepanitian berbagai kegiatan kemahasiswaan di Institut Pertanian Bogor.

Penulis melakukan kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Papandayan dan Cagar Alam Leuweung Sancang pada tahun 2010. Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi dan KPH Cianjur, Jawa Barat pada tahun 2011. Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri Papua pada tahun 2012.

Dalam rangka menyelesaikan pendidikan dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “Pembuatan Baseline Sistem Informasi Geografis pada Hutan Areal Kerja IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri, Privinsi Papua” di bawah bimbingan Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS.

(8)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala Berkat dan Rahmat-Nya, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Pembuatan Baseline Sistem Informasi Geografis pada Hutan Areal Kerja IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri, Provinsi Papua” ini dapat diselesaikan.

Skripsi ini berisi tentang pengintegrasian penginderaan jauh dan sistem informasi geografis dalam baseline, guna menyediakan data dan informasi yang siap digunakan dalam pengolahan/ analisis/ pemodelan selanjutnya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah membangun baseline sistem informasi geografis pada hutan areal kerja IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri, Provinsi Papua.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayahanda P. Sugeng A.K, S.Sos dan Ibunda Valentina W. S.Pd serta adik penulis Alfonsus Aditya N.P atas segala doa, nasihat, dukungan, dan kasih sayangnya.

2. Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan, pengarahan, ilmu, kesabaran, motivasi dan waktu selama penyusunan skripsi.

3. Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, MS selaku dosen penguji dan Dr. Ir. Ahmad Budiaman, M.Sc.F.Trop selaku ketua sidang komprehensif.

4. IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri atas segala fasilitas yang diberikan kepada penulis selama penelitian.

5. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) atas penyediaan citra dalam penelitian penulis.

6. Dr. Dra. Nining Puspaningsih, M.Si, Bapak Uus Saepul atas kesabaran dalam memberikan pengarahan dan ilmu.

7. Bapak Maman, Bapak Guntur, Bapak Sulatko, Bapak Alberto, Bapak Heri Binawan, Bapak Wuri, Mas Aziz, Mas Sigit, serta seluruh karyawan PT. Mamberamo Alasmandiri.

(9)

Pamungkas Nurafrizal, Adita Agung P, Dimas Darma S.

10. Para sahabat Vianey, Dionita, Adian, Riska, Anas, Melisa, Linda, Mayang, Fitta, Gogo, Rima, Esa, Evi, Saci, Erti, Isa, Ajeng atas bantuan, dukungan dan semangat untuk penulis.

11. Keluarga besar Laboratorium Remote Sensing dan GIS khususnya Butet, Pem, Riska, Refly, Fajar, Tia Lia, Oje, Gina, Soleh, Ega, Ka Mitha, Ka monik, Pak Bejo, Pak Sam, Pak Dahlan, Bu Tien atas segala bantuan dan dukungan yang diberikan kepada penulis.

12. Seluruh teman-teman Manjemen Hutan angkatan 45 atas segala kebersamaan dan dukungannya.

13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas semua bantuan dan dukungannya.

(10)

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR SINGKATAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh ... 3

2.2 Sistem Informasi Geografis ... 3

2.3 Basis Data Sistem Informasi Geografis ... 5

2.4 Citra Landsat ... 6

2.5 Koreksi Geometrik ... 7

2.5.1 Koreksi Geometrik Dua Dimensi ... 8

2.5.2 Koreksi Geometrik Tiga Dimensi ... 9

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 11

3.2 Alat dan Data ... 11

3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Identifikasi Data ... 12

3.3.2 Pemilihan Base map 3.3.2.1 Pemilihan Citra Terbaik ... 12

3.3.2.2 Pra Pengolahan Citra ... 12

3.3.3 Identifikasi Tematik ... 13

(11)

3.3.4.2 Koreksi Titik Kontrol Lapangan ... 14

3.3.4.3 Koreksi Peta Tematik ... 14

3.3.5 Pembuatan Baseline Peta ... 15

BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Sejarah Pemanfaatan Hutan ... 17

4.2 Letak dan Luas ... 17

4.3 Topografi dan Kelerengan ... 18

4.4 Tanah ... 18

4.5 Geologi ... 18

4.6 Iklim dan Intensitas Hujan ... 18

4.7 Keadaan Hutan ... 19

4.8 Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat ... 19

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Base map (Peta Dasar) ... 20

5.1.1 Jaringan Jalan ... 23

5.1.2 Jaringan Sungai ... 24

5.1.3 Titik Kontrol Lapangan ... 26

5.2 Identifikasi Tematik ... 30

5.2.1 Peta Geologi ... 31

5.2.2 Peta Iklim ... 32

5.2.3 Peta Kawasan Hutan dan Perairan ... 33

5.2.4 Peta Penutupan Lahan ... 35

5.2.5 Peta Jenis Tanah ... 36

5.2.6 Peta kelas Lereng ... 38

5.2.7 Peta Zonasi Areal, Peta Penataan Areal dan Peta RKU ... 39

5.2.8 Batas Wilayah Pengelolaan ... 43

5.2.9 Blok RKT ... 44

(12)

5.2.13 Daerah Larangan ... 49

5.2.14 Persebaran Wilayah Bersama (buruan) ... 51

5.2.15 Persebaran Areal Konflik ... 51

5.3 Informasi Berbentuk Point ... 53

5.3.1 Kondisi Hutan ... 53

5.3.1.1 Wilayah Agathis (RKT 2011-2012) ... 54

5.3.1.2 Wilayah Merbau (RKT 2009, 2010 dan 2011) ... 55

5.3.1.3 Wilayah Sumuta (RKT 2006-2007) ... 56

5.3.1.4 Virgin Forest ... 56

5.3.2 Sarana dan Prasarana Pendukung dan Aspek Lainnya 5.3.2.1 Log pond ... 57

5.3.2.2 Base camp ... 58

5.3.2.3 Perkampungan Penduduk ... 59

5.4 Penggunaan Database ... 61

5.4.1 Menduga Potensi Terjadinya Konflik ... 61

5.4.2 Menduga Potensi Masalah Pengelolaan karena Perbedaan Bahasa ... 63

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 65

6.2 Saran ... 65 DAFTAR PUSTAKA

(13)

No Halaman

1. Kelas Lereng di IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri ... 18 2. Penutupan Vegetasi pada IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri ... 19 3. Perbandingan Koordinat Titik Kontrol pada GPS dan Citra Base map ... 28

(14)

No Halaman

1. Pergeseran geometri citra karena pengaruh ketinggian ... 9

2. Plot dan titik pengamatan di lapangan ... 15

3. Bagan alir proses pembuatan baseline SIG ... 16

4. Jaringan jalan pada citra landsat dengan warna kemerahan (a) dan warna hijau muda (b) ... 23

5. Jaringan jalan hasil delineasi ... 24

6. Jaringan jalan utama (a) dan jalan cabang (b) PT. Mamberamo Alasmandiri ... 24

7. Jaringan sungai pada citra landasat ... 25

8. Jaringan sungai hasil delineasi ... 25

9. Jaringan sungai PT. Mamberamo Alasmandiri ... 26

10. Peta geologi sebelum koreksi (a) dan sesudah koreksi (b) ... 31

11. Layer geologi (a) dan data atributnya (b) ... 32

12. Peta iklim sebelum koreksi (a) dan sesudah koreksi (b) ... 33

13. Peta kawasan hutan dan perairan sebelum koreksi (a) dan sesudah koreksi (b) .. 34

14. Layer kawasan hutan dan perairan (a) dan data atributnya (b) ... 34

15. Peta penutupan lahan sebelum koreksi (a) dan sesudah koreksi (b) ... 35

16. Layer penutupan lahan (a) dan data atributnya (b) ... 36

17. Peta jenis tanah sebelum koreksi (a) dan sesudah koreksi (b) ... 37

18. Layer jenis tanah (a) dan data atributnya (b) ... 37

19. Peta kelas lereng sebelum koreksi (a) dan sesudah koreksi (b) ... 38

20. Layer kelas lereng (a) dan atributnya (b) ... 39

21. Peta zonasi areal sebelum koreksi (a) dan sesudah koreksi (b) ... 40

22. Peta penataan areal sebelum koreksi (a) dan sesudah koreksi (b) ... 41

23. Peta RKU sebelum koreksi (a) dan sesudah koreksi (b) ... 42

24. Layer pemukiman dan pengembangan distrik (a) dan data atributnya (b) ... 42

(15)

27. Layer blok RKT PT. Mamberamo Alasmandiri (a) dan data atributnya (b) ... 45

28. Layer buffer zone PT. Mamberamo Alasmandiri (a) dan data atributnya (b) ... 46

29. Batas wilayah ulayat (a) dan data atributnya (b) ... 48

30. Layer persebaran bahasa (a) dan atributnya (b) ... 49

31. Layer persebaran daerah terlarang (a) dan data atributnya (b) ... 50

32. Lokasi hutan agathis (a) dan kondisi tegakan agathis (b) ... 50

33. Penggunaan wilayah bersama untuk berburu ... 51

34. Persebaran areal konflik (a) dan data atributnya (b) ... 52

35. Sebaran titik plot pengamatan setiap blok RKT ... 54

36. Kondisi plot contoh RKT 2011-2012 (a) dan kenampakan pada citra 2008 (b) .. 55

37. Kondisi plot contoh RKT 2008, 2009, dan 2010 (a) dan kenampakan pada citra 2009 (b) ... 55

38. Kondisi plot contoh RKT 2006-2007 (a) dan kenampakan pada citra 2008 (b) .. 56

39. Kondisi plot contoh virgin forest (a) dan kenampakan pada citra 2009 (b) ... 57

40. Point dan foto kondisi log pond Tasine ... 57

41. Point dan foto kondisi log pond Aja ... 58

42. Point dan foto kondisi base camp utama ... 58

43. Point dan foto kondisi base camp TPTI ... 59

44. Persebaran perkampungan penduduk ... 60

45. Kondisi Kampung Burumeso ... 60

46. Kondisi Distrik Kasonaweja ... 60

47. Kondisi kampung Danau Bira ... 61

48. Pendugaan pada blok RKT 2013-2014 A ... 62

49. Pendugaan pada blok RKT 2013-2014 B ... 62

(16)

ERTS Earth Resources Technology Satellite

DAS Daerah Aliran Sungai DEM Digital Elevation Model

GIS Geographic Information System

GCP Ground Control Point

GLS Global Land Survey

IUPHHK-HA Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam KPPN Kawasan Pelestarian Plasma Nutfah

LAPAN Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional MMS Multispektral Scanner

PMDN Penanaman Modal Dalam Negeri RBI Rupa Bumi Indonesia

RBV Return Beam Vidiocom

RKT Rencana Kerja Tahunan

RKU Rencana Kerja Usaha

RMSe Root Mean Square Error

RTRWK Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten SIG Sistem Informasi Geografis

SRTM Shuttle Radar Topography Mission

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan menyimpan berbagai potensi dan keanekaragaman hayati yang perlu dikelola secara bijak dan berdasar pada azas kelestarian. Pelaksanaan pengelolaan yang baik, memerlukan adanya perencanaan dan monitoring yang baik pula pada areal hutan. Perencanaan, pengelolaan dan monitoring yang baik dalam pelaksanaannya membutuhkan data terbaru yang dapat diperoleh secara cepat, akurat dan efisien. Menurut Jaya (2010), terkait dengan sarana pengumpulan data yang diperlukan, penginderaan jauh memegang peranan yang sangat penting karena mampu memberikan informasi secara lengkap, cepat dan relatif akurat.

Pemanfaatan penginderaan jauh dan pemetaan wilayah yang diintegrasikan dalam sistem informasi geografis yang tepat, akan sangat membantu dalam berbagai proses perencanaan dan pengambilan keputusan yang nantinya berkaitan dengan pengelolaan hutan. Sistem Informasi geografis bisa membantu menyelesaikan beberapa proses yang menuntut kemampuan analisis, mampu bekerja dari informasi yang dikumpulkan guna mempermudah pemetaan dan pemodelan terhadap bentang alam sumber daya alam atau untuk mempermudah dalam mengevaluasi kebijakan-kebijakan pengelolaan, serta mampu dalam mempermudah eksplorasi secara efisien terhadap informasi yang terkait dengan sumberdaya alam (Jaya 2010). Bentuk integrasi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis adalah baseline, yang merupakan data dan informasi yang siap digunakan dalam pengolahan/ analisis/ pemodelan selanjutnya.

Perencanaan dan pengambilan keputusan mengenai langkah pengelolaan hutan yang tepat akan memaksimalkan produktivitas hasil hutan yang akan diperoleh, dan aspek kelestarian juga dapat tetap terpelihara dengan baik. Sistem informasi geografis yang baik mengenai suatu wilayah dapat pula membantu dalam penyelesaian berbagai masalah yang dapat menganggu kegiatan pengelolaan, seperti masalah kelola sosial, penentuan areal produktif dan areal kerja, serta masalah yang terkait dengan operasional dan administrasi pengelolaan hutan yang lainnya. PT. Mamberamo Alasmandiri merupakan salah satu

(18)

perusahaan yang bergerak dalam bidang pengelolaan hutan juga membutuhkan adanya ketersediaan data terbaru yang cepat, akurat dan efisien dalam melaksanakan kegiatannya.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah membangun baseline sistem informasi geografis pada hutan areal kerja Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT. Mamberamo Alasmandiri, Provinsi Papua.

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah diperolehnya data peta yang telah dilengkapi dengan berbagai informasi pendukung yang akurat, yang dapat membantu dalam berbagai kegiatan selanjutnya bagi manajemen PT. Mamberamo Alasmandiri.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand and Kiefer 1990). Penginderaan jauh mampu memberikan data yang unik yang tidak bisa diperoleh dengan menggunakan sarana lain, mempermudah pekerjaan lapangan dan mampu memberikan data yang lengkap dalam waktu yang relatif singkat dan dengan biaya yang relatif murah ( Jaya 2010).

Proses utama yang terkait dengan penginderaan jauh adalah pengumpulan data dan analisis data. Menurut Lillesand and Kiefer (1990) proses pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan sensor untuk merekam berbagai variasi pancaran dan pantulan energi elektromagnetik oleh kenampakan di muka bumi. Proses analisis data meliputi pengujian data menggunakan alat interpretasi dan alat pengamatan untuk menganalisis data piktorial, dan/atau komputer untuk menganalisis data sensor numerik. Proses ini memerlukan adanya data rujukan yang dapat membantu, dengan bantuan data rujukan analis mengambil informasi tentang jenis, bentangan, lokasi dan kondisi berbagai sumberdaya yang dikumpulkan oleh sensor. Informasi ini kemudian disajikan dalam bentuk peta, tabel, dan suatu bahasan tertulis atau laporan (Lillesand and Kiefer 1990).

2.2 Sistem Informasi Geografis

Menurut Aronoff (1989) dalam Prahasta (2009), Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografis. SIG mempunyai 4 kemampuan untuk menangani data bereferensi geografi, yaitu: (a) pemasukan data (data

input), (b) manajemen data (penyimpanan/store dan pemanggilan/retrieve), (c)

(20)

Istilah sistem informasi geografis merupakan gabungan dari tiga unsur pokok : sistem, informasi dan geografis. SIG merupakan suatu sistem yang menekankan pada unsur “informasi geografis”. Istilah “Geografis” merupakan bagian dari spasial (keruangan), penggunaaan kata “Geografis” mengandung pengertian suatu persoalan atau hal mengenai (wilayah di permukaan) bumi: baik permukaan dua dimensi atau tiga dimensi. Istilah “informansi geografis” mengandung pengertian informasi mengenai tempat-tempat yang terletak di permukaan bumi, pengetahuan mengenai posisi dimana suatu objek terletak di permukaan bumi, atau informasi mengenai keterangan-keterangan (atribut) objek penting yang terdapat di permukaan bumi yang posisinya diberikan atau diketahui (Prahasta 2009).

Menurut Chrisman (1997) dalam Prahasta (2009) SIG merupakan suatu sistem yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, manusia (brainware), organisasi dan lembaga yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menganalisis dan menyebarkan informasi-informasi mengenai daerah-daerah di permukaan bumi. Sistem Informasi Geografis dapat memvisualisasikan, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan data spasial. SIG juga dapat menghubungkan database dengan suatu peta. Cara kerja GIS adalah dengan menghubungkan beberapa informasi dari berbagai sumber (penggunaan lahan, topografi, penutupan lahan, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) dll), merekam data, integrasi data, proyeksi dan registrasi, struktur data, dan pemodelan data.

Menurut Prahasta (2009) dari beberapa definisi mengenai sistem informasi geografis, SIG dapat diuraikan menjadi beberapa sub-sistem, antara lain adalah: a. Data Input: sub-sistem ini bertugas untuk mengumpulkan, mempersiapkan, dan

menyimpan data spasial dan atributnya dari berbagai sumber.

b. Data Output: sub-sistem ini bertugas untuk menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian basis data baik dalam bentuk softcopy maupun

hardcopy seperti halnya tabel, grafik, report, peta, dan lain sebagainya.

c. Data Management: sub-sistem ini mengorganisasikan baik data spasial maupun tabel-tabel atribut terkait ke dalam sebuah sistem basis data sedemikian rupa

(21)

hingga mudah dipanggil kembali atau retrieve (load ke memory),

di-update dan di-edit.

d. Data Manipulation dan Analisis: sub-sistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG, selain itu juga melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan.

Menurut Jaya (2002) SIG bukanlah suatu sistem yang semata-mata berfungsi untuk membuat peta, tetapi merupakan alat analitik (analitical tool) yang mampu memecahkan masalah sosial secara otomatis, cepat dan teliti. SIG pada bidang kehutanan sangat diperlukan guna mendukung pengambil keputusan untuk memecahkan permasalahan keruangan, mulai dari tahap perencanaan, pengelolaan sampai dengan pengawasan. SIG sangat membantu memecahkan permasalahan yang menyangkut luasan (poligon), batas (line atau arc) dan lokasi (point).

2.3 Basis Data Sistem Informasi Geografis

Menurut Purwadhi dan Sanjoto (2010) basis data SIG merupakan data geografis permukaan bumi, yang strukturnya meliputi posisi dan hubungan tipologis, baik berupa data spasial maupun non-spasial. Keunikan SIG dibanding dengan sistem pengelolaan basis data lainnya adalah kemampuan untuk menyajikan informasi spasial dan non-spasial secara bersama-sama.

Sumber data SIG berasal dari peta, citra, data statistik, dan sumber data lapangan harus berupa data digital. Semua data digital untuk masukan SIG harus sudah bereferensi dalam format geografis. Penyusunan basis data, merupakan pengorganisasian data yang telah dikumpulkan, dimasukkan dan dilakukan konversi data. Pemasukkan data disesuaikan dengan tujuan pembangunan basis data yang akan disusun berdasarkan point coverage (misalnya kota, pelabuhan),

line coverage (misalnya jalan, sungai), dan poligon coverage (unit penggunaan

lahan) (Purwadhi & Sanjoto 2010).

Pemisahan informasi dengan konsep lapis-lapis (layer/coverage) obyek mempunyai arti besar dalam pengelolaan basis data, yaitu (Purwadhi & Sanjoto 2010) :

(22)

1. Membantu dalam mengorganisasi kenampakan obyek mengelompok. 2. Meminimalkan jumlah atribut berkaitan dengan setiap kenampakan obyek. 3. Memudahkan perbaikan dan pemeliharaan peta, karena biasanya tersedia

sumber data yang berbeda untuk setiap lapis obyek (layer).

4. Menyederhanakan tampilan peta, karena kenampakan obyek (feature) yang berelasi mudah digambarkan, dan diberi label (ID) serta di-simbol-kan.

5. Mempermudah proses analisis spasial.

2.4 Citra Landsat

Landsat merupakan salah satu produk dari sistem penginderaan jauh yang menggunakan data satelit sistem pasif. Landsat merupakan satelit sumberdaya bumi yang pada awalnya bernama ERTS-1 (Earth Resources Technology

Satellite) yang diluncurkan pertama kalinya tanggal 23 Juli 1972 yang mengorbit

hingga 6 Januari 1978. Satelit ini mengorbit mengelilingi bumi selaras matahari (sunsynchronous).

Konfigurasi dasar satelit landsat berupa sistem berbentuk kupu-kupu yang tingginya kurang lebih 3 m dan bergaris tengah 1,5 dengan panel matahari yang melintang kurang lebih 4 m. Berat satelit ini kurang lebih 815 kg dan diluncurkan ke orbit lingkarnya pada ketinggian nominal 900 km ( ketinggian bervariasi antara 880 km dan 940 km). Orbit landsat melalui 9º kutub utara dan kutub selatan. Satelit mengelilingi bumi satu kali dalam 103 menit sehingga menghasilkan 14 kali orbit dalam sehari. Kecepatan jalur medan satelit sekitar 6,46 km/detik (Lillesand and Kiefer 1990).

Sensor landsat meliputi lebar rekaman 185 km. Landsat 1 dan 2 membawa dua sensor, yaitu RBV (Return Beam Vidicon) dan MMS (Multispektral scanner). Landsat 3 terdapat dua perubahan besar pada rancang bangunnya, yaitu tambahan saluran termal (10,4-12,6) mm pada sensor MMS dan resolusi spasial sistem RBV ditingkatkan dengan menggunakan sistem dua kamera lebar (bukan multispektral). Landsat 4 dan 5 menrupakan pengembangan sensor pada sistem landsat 1, 2 dan 3 dengan peningkatan resolusi spasial, kepekaan radiometrik, laju pengiriman datanya lebih cepat, dan fokus pengindaraan informasi yang berkaitan dengan vegetasi. Landsat 4, 5 dan 6 menggunakan sistem pengiriman data lintas TDRSS

(23)

(Tracking Data Realay Satellite System) yang menggunakan dua satelit komunikasi untuk pengiriman data dari landsat ke beberapa stasiun bumi di seluruh dunia. Interval waktu pemotretan daerah yang sama 16 hari (Purwadhi 2001).

Resolusi efektif citra landsat (kenampakan medan terkecil yang berdekatan yang dapat dibedakan satu terhadap yang lain) berukuran sekitar 79 m pada citra MMS dan sekitar 30 m pada citra RBV landsat 3. Kenampakan lurus memanjang dengan lebar beberapa meter yang mempunyai pantulan sangat kontras terhadap lingkungannya dapat dilihat pada citra landsat (misalnya jalan dua jalur, jembatan yang melintas tubuh air, dll), sebaliknya obyek melintang yang jauh lebih besar dari 79 m mungkin tidak tampak kalau beda pantulannya sangat kecil bila dibandingkan terhadap lingkungannya, dan suatu kenampakan yang dapat dideteksi pada suatu saluran dapat pula tidak tampak pada saluran yang lain (Lillesand and Kiefer 1990).

2.5 Koreksi Geometrik

Data asli hasil rekaman sensor pada satelit maupun pesawat terbang merupakan representasi dari bentuk permukaan bumi yang tidak beraturan. Data tersebut meskipun kelihatannya merupakan daerah yang datar, tetapi area yang direkam sesungguhnya mengandung kesalahan (distorsi) yang diakibatkan oleh pengaruh kelengkungan bumi dan atau oleh sensor itu sendiri (Jaya 2010).

Kualitas citra pengindaraan jauh digital ditentukan oleh dua kelompok parameter yang spesifik, yaitu derajat resolusi spasial yang berhubungan dengan kemampuan sensor dan distorsi geometrik, serta resolusi radiometrik yang berhubungan dengan kekuatan sinyal, kondisi atmosfer (hamburan, serapan, dan tutupan awan) dan saluran spektral yang digunakan. Penggunaan citra pengindaraan jauh digital sangat dipengaruhi oleh kualitas citra atau kemampuan koreksi (koreksi radiometrik dan koreksi geometrik) atau merestorasi datanya, sehingga informasi yang diperoleh cukup akurat dan dapat diandalkan (Purwadhi 2001).

Koresi geometrik (rektifikasi) adalah suatu proses melakukan transformasi data dari suatu sistem grid menggunakan suatu transformasi geometrik. Koreksi

(24)

geometrik merupakan proses yang mutlak dilakukan apabila posisi citra akan disesuaikan atau ditumpangsusunkan dengan peta-peta atau citra lainnya yang mempunyai sistem proyeksi peta. Ada beberapa alasan yang perlu untuk melakukan rektifikasi, antara lain adalah untuk (Jaya 2010):

1. Membandingkan 2 citra atau lebih untuk lokasi tertentu. 2. Membangun SIG dan melakukan pemodelan spasial.

3. Meletakkan lokasi-lokasi pengambilan “training area” sebelum melakukan klasifikasi.

4. Membuat peta dengan skala yang teliti.

5. Melakukan overlay (tumpang susun) citra dengan data-data spasial lainnya 6. Membandingkan citra dengan data spasial lainnya yang mempunyai skala yang

berbeda.

7. Membuat mozaik citra.

8. Melakukan analisis yang memerlukan lokasi geografis dengan presisi yang tepat.

Pada umumnya koreksi geometrik citra dilakukan dengan menggunakan koordinat 2 dimensi (x,y) dimana koreksi geometrik semacam ini memerlukan persamaan polynomial yang sesuai dengan data titik kontrol. Guna memperoleh hasil yang lebih baik, koreksi geometrik dapat dilakukan dengan menggunakan koordinat 3 dimensi (x, y, z). Ketelitian koreksi geometrik dapat diketahui dari harga Root Mean Square Error (RMSe). Nilai RMSe harus kurang dari sama dengan 1. Nilai RMSe semakin mendekati nilai nol maka koreksi geometriknya semakin baik (Dewi et al. 2012).

2.5.1 Koreksi Geometrik Dua Dimensi

Koreksi geometrik dua dimensi atau koreksi planimetri merupakan koreksi yang dilakukan pada peta yang tidak dipengaruhi oleh ketinggian dan hanya memiliki dua sisitem koordinat, yaitu x dan y atau yang dikenal dengan absis dan ordinat. Koreksi planimetri terdiri dari beberapa model koreksi seperti affine, polynomial, camera dan sebagainya, yang masing-masing menggunakan persamaan matematis untuk mengkoreksi distorsi yang terjadi. Model polynomial digunakan untuk koreksi geometrik data citra yang mengalami pergeseran linear,

(25)

ukuran piksel sama dalam satu set citra, untuk data resolusi spasial tinggi maupun rendah (Purwadhi & Sanjoto 2010).

2.5.2 Koreksi Geometrik Tiga Dimensi

Menurut Kustiyo (2010) kondisi riil data citra satelit tidak memungkinkan adanya pencitraan secara tegak pada setiap piksel citra, sehingga diperlukan transformasi koordinat atau koreksi geometri dari perekaman non-ortho menjadi ortho. Pergeseran koordinat dari transformasi ortho selain dipengaruhi oleh sudut pengambilan obyek juga dipengaruhi oleh tinggi obyek yang ada di permukaan bumi. Pengaruh ketinggian obyek terhadap pergeseran geometri citra disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Pergeseran geometri citra karena pengaruh ketinggian

Titik A yang berada di atas datum mempunyai bayangan a” pada bidang citra, padahal menurut posisi titik A pada bidang datum yang seharusnya, yaitu A’ bayangan yang ditangkap citra adalah a’. Pergeseran a’ ke a” merupakan pergeseran bayangan yang selalu mempunyai sifat menjauhi pusat proyeksi.

(26)

Begitu pula dengan titik B yang seharusnya mempunyai bayangan b’ pada citra, tapi karena titik B mempunyai tinggi di bawah datum maka bayangannya berada pada titik b”. Pergeseran b’ ke b” merupakan pergeseran bayangan yang selalu mempunyai sifat mendekati pusat proyeksi.

Menurut Purwadhi dan Sanjoto (2010) koreksi ortho digunakan selain untuk mengoreksi citra secara geometris, juga mengoreksi citra berdasarkan ketinggian geografisnya. Koreksi geometrik jika tidak menggunakan orthorectify, maka puncak gunung akan bergeser letaknya dari posisi semula, walaupun sudah dikoreksi geometris.

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional telah memiliki data citra landsat dengan standar level 1T-ortho yang telah terkoresi ortho (LAPAN 2012). Data yang diperlukan untuk proses geometri ortho antara lain adalah raw data (data yang dikoreksi geometri) yang berupa citra landsat, data referensi yang berupa citra landsat 7 Global Land Survey (GLS)-2000 level 1T (ortho rectified), basis data GCP (Ground Control Point) dan data DEM (Digital Elevation

Model), SRTM (Shuttle Radar Topography Mission) 90 meter. Citra ortho

dihasilkan melalui beberapa tahap yaitu, pengambilan 4 titik kontrol awal, proses pengambilan titik kontrol secara otomatis, pengecekan titik kontrol dan proses koreksi geometri ortho (Kustiyo 2010).

(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Juni – Juli 2012 di area Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT. Mamberamo Alasmandiri, Provinsi Papua. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Remote Sensing dan GIS, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Data

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS CS 60, alat tulis, kamera digital dan satu unit komputer pribadi yang dilengkapi dengan software

Erdas Imagine Ver 9.1, ArcView GIS Ver 3.2, ArcGis Ver 9.3, Map Source, Global Mapper 7, dan Microsoft Office 2010.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Citra landsat terkoreksi ortho antara path 102 row 62, path 103 row 61 dan

path 103 row 62 multiwaktu dari tahun 2000 hingga 2012 yang bersumber dari

LAPAN.

2. Citra Landsat tahun 2010 yang dimiliki oleh PT. Mamberamo Alasmandiri. 3. Data hasil pengecekan lapangan, berupa GCP yang diambil menggunakan GPS

dan foto kondisi lapangan.

4. Peta tematik dari IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri berupa: Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1:25.000 dan 1:250.000, Peta Rencana Kerja Usaha (RKU), Peta Geologi, Peta Iklim, Peta Jenis Tanah, Peta Kelas Lereng, Peta Kawasan Hutan dan Perairan, Peta Penataan Areal, Peta Penutupan Lahan, Peta Zonasi Areal, batas wilayah pengelolaan, blok Rencana Kerja Tahunan (RKT), buffer zone, batas wilayah ulayat, persebaran bahasa, daerah larangan, persebaran wilayah bersana (perburuan), dan persebaran areal konflik.

(28)

3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Identifikasi Data

Melakukan identifikasi terhadap data yang diperoleh dari IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri berupa data primer maupun data sekunder. Data primer yang diperoleh berupa titik GCP yang diambil pada beberapa persimpangan jalan besar, muara sungai, log pond, sekitar danau dan distrik di kawasan IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri yang masih dapat dideteksi pada citra dan terjangkau di lapangan, serta data penutupan hutan pada blok RKT 2006-2012,

virgin forest dan foto-foto kondisi lapangan. Data sekunder yang diperoleh berupa

data citra landsat terkoreksi ortho multiwaktu dari tahun 2000 hingga 2012 yang berasal dari LAPAN, peta tematik yang dimiliki IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri dan informasi hasil wawancara maupun dokumen yang dimiliki perusahaan yang melengkapi gambaran mengenai peta tematik yang diperoleh.

3.3.2 Pemilihan Base map 3.3.2.1 Pemilihan Citra Terbaik

Peta dasar (base map) digunakan sebagai acuan dalam koreksi geometrik yang akan dilakukan pada data peta yang lainnya. Melakukan koreksi ditorsi acak dan distorsi sitematik yang rumit memerlukan ketersediaaan peta teliti yang sesuai dengan daerah liputan citra dan titik-titik ikat medan yang dapat dikenali pada citra (Lillesand and Kiefer 1990). Peta yang dipilih menjadi peta dasar adalah citra landsat terkoreksi ortho antara path 102 row 62, path 103 row 61 dan path 103

row 62 multiwaktu dari tahun 2000 hingga 2012 yang bersumber dari LAPAN.

3.3.2.2 Pra Pengolahan Citra

Sebelum citra yang terpilih digunakan sebagai peta dasar terlebih dahulu dilakukan beberapa hal yang meliputi reproject setiap scene citra yang digunakan,

layer stacking dan pemotongan citra. Reproject dari setiap scene citra dilakukan

untuk menyamakan proyeksi peta. Sistem koordinat yang digunakan adalah Datum WGS 84 dan proyeksi yang digunakan adalah UTM zone 53 di Selatan Khatulistiwa (WGS_1984_UTM_Zone_53S) untuk kawasan PT. Mamberamo Alasmandiri.

(29)

Layer stacking dilakukan untuk membuat citra komposit berwarna, karena

dengan hanya satu band (saluran) yang umumnya ditampilkan dengan ”grayscale/hitam putih”, identifikasi obyek pada citra umumnya lebih sulit jika dibandingkan dengan intepretasi pada citra berwarna (Jaya, 2010). Digunakan kombinasi band pada RGB 5-4-3 yang merupakan standar Dephut untuk menampilkan citra dengan kombinasi warna yang mendekati warna alami dan mempunyai variasi informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan komposit warna palsu standar, sehingga klasifikasi akan lebih mudah dilakukan.

Pemotongan citra dilakukan dengan tujuan untuk memilih bagian citra yang terbaik dari setiap scene-nya sebelum nantinya dipadukan menjadi sebuah peta dasar yang utuh. Bagian terbaik yang dipilih merupakan dengan konsisi tutupan awan yang jarang dan tidak mengalami stripping.

3.3.3 Identifikasi Tematik

Mengidentifikasi data peta tematik dan informasi yang melengkapinya, data tematik yang berasal PT. Mamberamo Alasmandiri berupa peta dengan format jpg yang harus diproses lebih lanjut agar menjadi data yang siap diolah, data dalam bentuk shapefile, dan informasi berbentuk point. Identifikasi yang dilakukan berfungsi mempermudah dalam proses koreksi geometrik, pembutan baseline peta dan dalam analisis yang lebih lanjut.

3.3.4 Koreksi Geometrik

Koreksi geometrik merupakan proses yang mutlak dilakukan apabila posisi citra akan disesuaikan atau ditumpangsusunkan dengan peta-peta atau citra lainnya yang mempunyai sistem proyeksi peta (Jaya 2010). Koreksi geometrik dilakukan pada GCP (Ground Control Point) yang diambil di lapangan dan peta tematik yang dimiliki IUPHHKA-HA PT. Mamberamo Alasmandiri, dengan peta referensi citra landsat yang telah terkoreksi ortho antara path 102 row 62, path 103 row 61 dan path 103 row 62 multiwaktu tahun 2000 hingga tahun 2012.

(30)

3.3.4.1 Delineasi Jaringan Jalan, Jaringan Sungai dan Batas Wilayah Pengelolaan

Jaringan jalan, jaringan sungai dan batas wilayah yang telah ditata batas diedelineasi berdasarkan interpretasi visual dari base map. Base map yang digunakan merupakan citra landsat yang telah terkoreksi ortho antara path 102

row 62, path 103 row 61 dan path 103 row 62 multiwaktu tahun 2000 hingga

tahun 2012 yang berasal dari LAPAN.

3.3.4.2 Koreksi Titik Kontrol Lapangan

Titik kontrol yang diambil langsung di lapangan menggunakan GPS dikoreksikan terhadap posisi seharusnya dari titik kontrol tersebut pada citra yang menjadi base map. Terdapat 17 titik kontrol yang diambil pada persimpangan jalan besar, 1 titik kontol wilayah distrik, 2 log pond, 7 muara sungai, 5 titik kontrol yang diambil pada sekitar danau dan salah satunya merupakan makam. Koreksi titik kontrol dilakukan untuk membandingkan keakuratan posisi titik yang diambil menggunakan GPS dengan posisi seharusnya yang terdapat pada citra.

3.3.4.3 Koreksi Peta Tematik

Peta tematik yang dimiliki dan digunakan oleh PT. Mamberamo Alasmandiri ada yang masih berformat jpg dan ada yang telah berformat

shapefile. Peta yang masih berformat jpg antara lain adalah Peta RKU, Peta

Geologi, Peta Iklim, Peta Jenis Tanah, Peta Kelas Lereng, Peta Kawasan Hutan dan Perairan, Peta Penataan Areal, Peta Penutupan Lahan dan Peta Zonasi Areal. Peta yang telah berformat shapfile antara lain adalah batas wilayah pengelolaan, blok RKT, buffer zone, batas wilayah ulayat, persebaran bahasa, daerah larangan, persebaran wilayah bersana (perburuan) dan persebaran areal konflik.

Dilakukan pengamatan mengenai kondisi hutan yang terdapat pada PT. Mamberamo Alasmandiri dan beberapa sarana dan prasarana pendukung dan aspek lainnya untuk mendapatkan informasi berbentuk point. Pengamatan mengenai kondisi hutan dilakukan dengan menggunakan plot contoh berukuran 2x2m untuk pengamatan pada tingkat semai, 5x5m untuk pengamatan pada tingkat pancang, 10x10m untuk pengamatan pada tingkat tiang dan 20x20m untuk

(31)

pengamatan pada tingkat pohon. Plot diambil pada blok RKT tahun 2006-2012 dan pada virgin forest untuk mengamati kondisi penutupan hutan. Dibuat tiga plot dan enam titik pengamatan dengan jarak dari masing-masing titik dan plot sebesar 100 m pada setiap blok RKT. Posisi setiap plot dan titik pengamatan juga ditandai dengan menggunakan GPS. Pola plot dan titik pengamatan di lapangan yang dibuat disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Plot dan titik pengamatan di lapangan

Pengamatan mengenai sarana dan prasarana pendukung dan aspek lainnya dilakukan dengan pengambilan titik-titik koordinat menggunakan GPS dan informasi serta foto lapang.

Koreksi dilakukan menggunakan acuan jaringan jalan dan jaringan sungai hasil delineasai dari peta dasar yang dimiliki. Koreksi geometrik dilakukan dengan menggunakan model polynomial orde 1 dengan jumlah titik kontrol yang berbeda disetiap jenis peta. Peta yang masih berformat jpg selanjutnya didelineasi kembali untuk dipisahkan ke dalam layer-layer penyusunnya.

3.3.5 Pembuatan Baseline Peta

Data peta dan atribut penyertanya yang telah tersusun ke dalam layer-layer dengan tema berbeda telah menjadi suatu baseline SIG yang selanjutnya akan disusun ke dalam sebuah basis data SIG. Informasi geografis disimpan dalam basis data SIG berbentuk lapis (layers) informasi sesuai dengan temanya (dapat berupa kenyataan, abstrak, struktur model) (Purwadhi & Sanjoto 2010), setiap layer berisi informasi yang dapat digunakan untuk tahapan analisis selanjutnya. Penyususnan baseline SIG ke dalam sebuah basis data SIG bertujuan agar pengaturan/ pemilahan/ pengelompokan/ pengorganisasian data mudah dan cepat dilaksanankan. Hal ini dikarenakan data/file yang saling berhubungan yang disimpan dalam suatu media (elektronis) secara rupa yang terorganisisir dapat diakses dengan mudah dan cepat

(32)

Penelitian ini menggunakan gaya atau cara penggambaran dan manipulsi data atau model database relasional. Model database relasional tidak menggunakan hirarki pada field pada setiap record, data disimpan sebagai sekumpulan nilai dalam suatu bentuk record yang sederhana yang disebut “tuples” yang dikelompokkan ke dalam tabel 2 dimensi yang mempresentasikan hubungan semua atribut. Bagan alir proses pembuatan baseline SIG disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Bagan alir proses pembuatan baseline SIG Layer Data tematik (jpg, shapefile,dan informasi berbentuk point) Koreksi geometrik Data jpg Delineasi Base map Delineasi jaringan sungai dan jalan

Data shapefile

Database SIG

(33)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Pemanfaatan Hutan

PT. Mamberamo Alasmandiri adalah perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang tergabung dalam KODECO GROUP. Didirikan pada tanggal 5 Desember tahun 1991 dan memperoleh pengesahaan dari Menteri Kehakiman RI pada tanggal 20 April 1992. Tahun 1999, luas areal Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) mengalami perubahan dari 691.700 hektar (SK Menhut No. 1071/Kpts-II/1992) menjadi 677.310 hektar (Addendum SK Menhutbun No.910/Kpts-II/1999). PT. Mamberamo Alasmandiri membagi areal kerjanya menjadi 2 unit kelestarian (unit Aja dan unit Gesa) pada pelaksanaan kegiatan pengusahaan hutan, mulai tahun 2012 dilebur/digabung menjadi 1 unit kelestarian yang melakukan kegiatan operasional pengusahaan hutan secara bersama-sama (PT MAM 2009).

Kegiatan produksi dimulai pada tahun 1994 sampai dengan tahun 1997, dilakukan pemenuhan pasokan bahan baku industri PT. Kodeco Batulicin Plywood yang berlokasi di Kalimantan Selatan. Perkembangan selanjutnya atas pertimbangan pengembangan pembangunan daerah serta efisiensi biaya industri maka pada tahun 1998 didirikan industri pengolahan kayu atas nama PT. Kodeco Mamberamo (PMDN) di desa Kerenui, Distrik Waropen Timur Kabupaten Yapen Waropen (PT MAM 2009).

4.2 Letak dan Luas

Areal kerja IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri termasuk ke dalam kelompok hutan sungai Mamberamo – sungai Gesa. Berdasarkan pembagian wilayah administrasi pemerintahan, areal kerja IUPHHK-HA terletak di dalam wilayah distrik Mamberamo Hulu, Mamberamo Tengah, dan Mamberamo Hilir, serta distrik Waropen Atas, Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua. Luas areal kerja IUPHHK PT. Mamberamo Alasmandiri adalah 677.310 Ha (PT MAM 2009).

(34)

4.3 Topografi dan Kelerengan

Kelas lereng di areal kerja IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri terdiri atas kelas lereng A (<8%) sampai kelas lereng E (>40%), dengan luas masing-masing dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kelas lereng di IUPHHK-HA PT Mamberamo Alasmandiri

Kelerengan Kelas lereng Luas (Ha)

<8% (datar) A 202.658 8-15% (landai) B 185.784 15-25% (agak curam) C 215.920 25-40% (curam) D 60.106 >40% (sangat curam) E 12.843 Total 677.310 4.4 Tanah

Berdasarkan Peta Tanah Provinsi Irian Jaya, 1 : 1.000.000 (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 1993), area kerja IUPHHK-HA PT Mamberamo Alasmandiri terdiri atas 5 jenis tanah. Jenis tanah tersebut adalah Aluvial (tidak peka), Latosol (agak peka), Podsolik (peka), Litosol (sangat peka), dan Regosol (sangat peka) (PT MAM 2009).

4.5 Geologi

Struktur geologi diareal kerja IUPHHK PT. Mamberamo Alasmandiri didominasi oleh sesar (sesar naik dan geser) dan lipatan. Sesar naik utama pada bagian tersebut membatasi Cekungan Wapoga dan Cekungan Mamberamo. Struktur lipatan terdiri dari antikilin dan sinklin. Antikilin penting dikenal sebagai Antiklin Gesa yang memotong aliran S. Gesa yang mengalir ke utara. Perkembangan struktur tersebut adalah dampak kompresi pemekaran lempeng Samudra Pasifik (PT MAM 2009).

4.6 Iklim dan Intensitas Hujan

Berdasarkan klasifikasi iklim secara umum menurut Schmidt & Ferguson atau Af-Am Koppen areal IUPHHK PT. Mamberamo Alasmandiri termasuk dalam tipe iklim A, yaitu daerah sangat basah dengan vegetasi hutan hujan tropis dengan curah hujan tanpa bulan kering (<60.00 mm) merata sepanjang tahun.

(35)

Curah hujan rata-rata adalah sebesar 285,6 mm perbulan dan tingkat minimum yang terjadi pada bulan November (208,8 mm perbulan) maksimum pada bulan Oktober (354,1 mm perbulan) (PT MAM 2009).

4.7 Keadaan Hutan

Penutupan lahan areal kerja IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri berdasarkan hasil penafsiran Citra Landsat LS-7 ETM+US band 542, Mozaik

Path 102 Row 62, liputan tanggal 19 November 2005 dan Path 103 Row 62

Liputan tanggal 8 Juli 2006 disajikan pada Tabel 2 (PT MAM 2009) :

Tabel 2 Penutupan vegetasi pada IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri

Penutupan lahan Fungsi Hutan (Ha) BZ Jumlah Persen

HPT HP HPK

1. Hutan primer 287.203 66.966 6.176 12.230 372.575 55,00%

2. Hutan bekas tebangan 105.825 40.100 30.651 1.948 178.524 26,40%

3. Non hutan 6.209 5.169 592 127 12.097 1,80%

4. Hutan rawa primer - 1.890 10.951 - 12.841 1,90%

5. Hutan rawa bekas tebangan 8.268 783 - - 9.051 1,30%

6. Non hutan rawa - 71 1.111 - 1.182 0,20%

7. Tubuh air / danau - 636 - 12 648 0,10%

8. Tidak ada data/ tertutup awan 74.295 10.511 - 5.586 90.392 13,30%

Jumlah 481.800 126.126 49.481 19.903 677.310 100,00%

Sumber : Pengesahan Citra Landsat Nomor S.35/VII/Pusin-1/2006 tanggal 22 Januari 2007 (PT MAM 2009).

4.8 Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat

Penduduk asli di sekitar kelompok hutan S.Mamberamo-S.Gesa adalah suku Baudi Bira, Kerema, Obagui Dai, Kapso Apawer, Birara Noso, Bodo dan suku Haya. Agama dan kepercayaan yang dianut adalah Kristen Protestan, Katolik dan Islam. Mata pencaharian penduduk yang berada di sekitar areal kerja IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri meliputi mencari ikan, bercocok tanam dengan berladang berpindah, dan “meramu” (mencari sagu, umbi dan berburu). Sedangkan masyarakat yang tinggal di pusat-pusat pemerintah (Distrik dan Kabupaten) yang umumnya sebagai pendatang berprofesi sebagai pegawai negeri dan buruh harian (PT MAM 2009).

(36)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Identifikasi Base map (Peta Dasar)

Peta dasar dijadikan sebagai acuan utama dalam korekasi geometrik yang dilakukan, sehingga harus dipilih citra atau peta terbaik yang akan digunakan. Data citra dan peta yang diperoleh dari PT. Mamberamo Alasmandiri berupa data Citra Landsat tahun 2010, Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1:250.000 untuk seluruh areal pengelolaan, Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1:25.000 hanya pada kawasan yang saat ini dikelola, Peta Rencana Kerja Usaha (RKU) periode 2008-2017 dan data tematik lainnya.

Berdasarkan data peta dan citra yang dimiliki dilakukan analisis dan tumpang susun (overlay) antara satu dengan yang lainnya. Analisis terutama dilakukan pada jaringan jalan dan jaringan sungai, karena kedua komponen tersebut merupakan komponen dasar yang posisinya dapat diidentifikasi dengan mudah pada data citra maupun peta. Menurut hasil analisis yang dilakukan, masih terdapat beberapa pergeseran posisi, antara lain adalah :

1. Overlay Peta RKU dengan Peta RBI skala 1:250.000, masih terdapat pergeseran antara jaringan jalan dan jaringan sungai yang terdapat pada kedua peta tersebut.

2. Overlay Peta RKU dengan Peta RBI skala 1:25.000, masih terdapat pergeseran posisi jaringan jalan dan jaringan sungai pada kedua peta tersebut tetapi tidak sebesar pada overlay peta RKU dengan Peta RBI skala 1:250.000, hanya saja areal yang dapat di-overlay-kan hanya mencakup areal pengelolaan saat ini, sehingga tidak keseluruhan areal pengelolaan dapat dianalisis dan dikoreksikan.

3. Overlay Citra Landsat tahun 2010 dengan Peta RBI skala 1:250.000, pada skala 1:250.000 hanya terjadi sedikit pergeseran, tetapi setelah diperbesar hingga skala 1:50.000, batas kawasan, jaringan jalan, dan sungai ternyata mengalami pergeseran posisi. Dilakukan analisis lebih lanjut dengan meng-overlay-kan file jaringan sungai dan jaringan jalan yang dimiliki perusahaan, terdapat pergeseran posisi jaringan sungai dan jaringan jalan pada citra landsat dengan

(37)

peta RBI, jaringan sungai dan jaringan jalan yang dimiliki perusahaan lebih sesuai dengan yang teridentifikasi pada citra landsat, namun banyak terdapat anak sungai kecil yang tidak dapat teridentifikasi pada citra landsat.

4. Overlay Citra Landsat tahun 2010 dengan Peta RBI skala 1:25.000, pada skala 1:25.000 masih terdapat pergeseran posisi jaringan sungai pada kedua data tersebut. Dilakukan analisis lebih lanjut dengan meng-overlay-kan file jaringan sungai yang dimiliki perusahaan, diperoleh hasil bahwa jaringan sungai yang dimiliki perusahaan lebih sesuai dengan peta RBI dibandingkan dengan citra landsat, tetapi masih terdapat beberapa anak sungai yang tidak teridentifikasi dalam peta RBI tersebut dan peta RBI yang tersedia tidak mencakup keseluruhan areal pengelolaan.

5. Overlay Citra Landsat tahun 2010 dengan batas wilayah yang dimiliki PT. Mamberamo Alasmandiri, masih terdapat pergeseran batas wilayah dengan batas alam yang teridentifikasi pada citra landsat.

6. Overlay Peta RKU dengan file jaringan sungai dan jaringan jalan yang dimiliki perusahaan, jaringan sungai, dan jaringan jalan yang dimiliki perusahaan masih terdapat pergeseran jika dibandingkan dengan peta RKU.

Pembuatan suatu baseline sistem informasi geografis yang nantinya akan dijadikan acuan posisi yang paling mendekati dengan keadaan sesungguhnya di lapangan, memerlukan data referensi atau peta dasar dengan ketelitian yang lebih tinggi dan sumber yang jelas. Hasil analisis yang telah dilakukan pada data dan citra yang dimiliki oleh PT. Mamberamo Alasmandiri menunjukkan belum adanya data dan citra yang dapat digunakan sebagai peta dasar, sehingga dibutuhkan data lain yang lebih memadai.

Wilayah PT. Mamberamo Alasmandiri yang memiliki kelas lereng dengan dominasi kelas lereng yang agak curam seluas 215.920 Ha atau 31,9 % dari luas keseluruhan areal, dan wilayah yang belum dijangkau hingga saat ini didominasi oleh pegunungan, diduga adanya relief displacement yang akan menyebabkan pergeseran posisi terutama pada daerah yang cenderung bergunung karena pengaruh ketinggian. Hal tersebut menyebabkan koreksi geometri biasa yang hanya melibatkan absis (sumbu x) dan ordinat (sumbu y) saja dirasa kurang memadahi, maka untuk mengurangi adanya resiko relief displacement diperlukan

(38)

data acuan yang akan digunakan sebagai base map yang telah terkoreksi ketinggiannya (memiliki sumbu z yang terkoreksi). Data acuan yang dirasa sesuai digunakan sebagai base map adalah citra landsat yang telah terkoreksi ortho. Data citra landsat yang telah terkoreksi ini bersumber dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).

Citra landsat terkoreksi ortho yang diperoleh dari LAPAN merupakan citra multiwaktu dari tahun 2000 hingga 2012, dengan jumlah data di setiap scene untuk setiap tahunnya berbeda-beda, hal ini dikarenakan ketersediaan data yang dimiliki oleh pihak LAPAN. Berdasarkan kestersediaan data citra ortho yang dimiliki, dilakukan pemilihan kembali untuk mendapatkan citra dengan kombinasi

scene yang terbaik, yang tidak memiliki banyak tutupan awan dan tidak

mengalami stripping.

Identifikasi base map dilakukan untuk menghasilkan baseline berupa jaringan jalan dan jaringan sungai dengan posisi yang dianggap paling mendekati keadaan sebenarnya di lapangan. Base map dipilih dari citra terbaik dari tahun yang terbaru, namun ternyata untuk pembuatan baseline, base map yang digunakan tidak dapat hanya berasal dari citra hasil perekaman satu atau dua tahun saja. Hal tersebut dikarenakan kondisi citra banyak yang mengalami

stripping terutama untuk citra tiga tahun terakhir (tahun 2010-2012), selain itu

pada data citra yang lainnya masih banyak terdapat tutupan awan yang mengganggu proses identifikasi. Digunakan citra multiwaktu sebagai base map untuk mengurangi distorsi yang ada dan mempermudah dalam identifikasi, serta digunakan pula citra yang dimiliki oleh perusahaan sebagai pembanding alur jaringan jalan dan jaringan sungai yang tidak dapat teridentifikasi pada citra yang telah terkoreksi ortho.

Baseline berupa jaringan jalan dan jaringan sungai dipilih menjadi dasar

untuk mengkoreksikan peta lain yang dimiliki oleh PT. Mamberamo Alasmandiri. Jaringan jalan dan sungai dipilih karena merupakan komponen dasar yang terdapat pada peta dan dapat teridentifikasi dalam citra landsat yang digunakan sebagai base map. Kedua komponen yang didelineasi dari citra yang telah terkoreksi ini juga telah dianggap mempunyai koreksi geometrik terbaik, sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk koreksi geometrik bagi data tematik lainnya.

(39)

Delineasi juga dilakukan pada batas wilayah pengelolaan PT. Mamberamo Alasmandiri, selain jaringan jalan dan jaringan sungai. Batas wilayah pengelolaan yang dimiliki terdiri dari dua batas, yaitu batas wilayah yang telah dilakukan tata batas dan batas wilayah yang belum dilakukan tata batas. Batas wilayah yang telah dilakukan tata batas merupakan batas alam yang dapat teridentifikasi pada citra yang menjadi base map sehingga dapat didelineasi, sedangkan batas wilayah yang belum ditata batas merupakan batas buatan, sehingga belum dapat dilakuakn delineasi berdasarkan peta dasar yang dimiliki.

5.1.1 Jaringan Jalan

Jaringan jalan yang diperoleh dari hasil delineasi merupakan jaringan jalan yang terlihat pada citra terkoreksi ortho beberapa tahun terakhir (tahun 2009-2012) dengan bantuan citra landsat dan jaringan jalan yang dimiliki perusahaan sebagai pembanding alur jalan. Hal ini dikarenakan jaringan jalan merupakan obyek yang dapat berkembang setiap tahunnya dan alur perkembangannya tidak dapat diduga sebelumnya, sehingga dibutuhkan data base map yang terbaru untuk dapat menggambarkan kondisi sebenarnya jaringan jalan yang dimiliki oleh PT. Mamberamo Alasmandiri.

Jaringan jalan diidentifikasi berdasarkan kenampakan pada citra landsat yang menunjukkan ciri-ciri beralur, dengan warna kemerahan atau hijau muda yang mengindikasikan tutupan lahan yang terbuka. Jaringan jalan yang teridentifikasi pada citra landsat disajikan pada Gambar 4 dan jaringan jalan hasil delineasi disajikan pada Gambar 5.

(a) (b)

Gambar 4 Jaringan jalan pada citra landsat dengan warna kemerahan (a) dan warna hijau muda (b)

(40)

Gambar 5 Jaringan jalan hasil delineasi

Jaringan jalan yang dimiliki oleh PT. Mamberamo Alasmandiri merupakan jaringan jalan hutan yang terdiri dari jalan utama dengan lebar 12 m, yang terdiri dari 10 m badan jalan dan 2 m bahu jalan, jalan cabang dengan lebar 8 m, dan jalan sarad dengan lebar 4 m. Badan jalan tidak ada yang diaspal, keseluruhannya hanya berupa tanah terbuka yang dipadatkan dan ditambah dengan material pembuat jalan. Jaringan jalan yang didelineasi sebagai baseline adalah jaringan jalan utama dan jaringan jalan cabang saja. Jaringan jalan yang dimiliki PT. Mamberamo Alasmandiri disajikan pada Gambar 6.

(a) (b)

Gambar 6 Jaringan jalan utama (a) dan jalan cabang (b) PT. Mamberamo Alasmandiri

5.1.2 Jaringan Sungai

Jaringan sungai merupakan hasil delineasi dari citra terkoreksi ortho tahun 2000 hingga 2012. Penggunaan citra ini selain dikarenakan untuk memaksimalkan informasi yang terdapat pada masing-masing citra juga karena jaringan sungai

(41)

memiliki pola yang cenderung tetap dan tidak akan berubah dalam waktu yang lama. Perubahan yang mungkin terjadi pada kenampakan jaringan sungai hanya sebagian kecil saja yang disebabkan oleh erosi maupun sedimentasi, tetapi tidak akan terjadi perubahan posisi yang signifikan, pola jaringan sungai dari tahun ke tahunnya akan cenderung sama.

Jaringan sungai diidentifikasi berdasarkan kenampakan pada citra landsat yang menunjukkan ciri-ciri beralur, dengan warna kebiruan atau biru gelap. Jaringan sungai yang didelineasi merupakan jaringan sungai besar yang kenampakannya mudah dikenali pada citra landsat. Jaringan sungai yang teridentifikasi pada citra landsat disajikan pada Gambar 7 dan jaringan sungai hasil delineasi dapat disajikan pada Gambar 8.

Gambar 7 Jaringan sungai pada citra landsat

Gambar 8 Jaringan sungai hasil delineasi

PT. Mamberamo Alasmandiri termasuk ke dalam 2 (dua) kelompok Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu DAS Mamberamo dan DAS Gesa. Sungai Mamberamo merupakan sungai utama yang bermuara di Laut Pasifik dengan lebar rata-rata 100-300 m dan kedalaman pada musim kemarau sekitar 10-15 m, sedangkan pada musim penghujan dapat mencapai 30-35 m. Sungai Gesa

(42)

merupakan sungai kedua terbesar setelah sungai Mamberamo. Lebar sungai ini berkisar antara 50 – 100 m, dengan kedalaman rata-rata berkisar antara 1,5 - 2 m pada musim kemarau dan 5 – 15 m pada musim hujan. Kedua DAS tersebut mengandung salitasi (kekeruhan) cukup tinggi sehingga menyebabkan warna air coklat keruh. Sungai Mamberamo juga dijadikan sebagai sarana untuk mengangkut kayu hasil produksi dan sebagai salah satu sarana transportasi bagi pihak perusahaan maupun warga sekitar. Jaringan sungai pada PT. Mamberamo Alasmandiri disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9 Jaringan sungai PT. Mamberamo Alasmandiri

5.1.3 Titik Kontrol Lapangan

Titik kontrol lapangan diambil dengan menggunakan GPS CS 60 pada beberapa titik yang mudah dikenali dan bersifat tidak mudah berubah dalam waktu yang lama. Titik kontrol diambil pada simpang jalan besar, muara sungai,

log pond, wilayah sekitar danau dan wilayah distrik yang mudah untuk dikenali,

pengambilan titik kontrol ini diusahakan tersebar merata, namun karena keterbatasan yang ada di lapangan maka hanya diambil pada sekitar daerah pengelolaan saat ini yang masih bisa dijangkau.

Pengukuran titik kontrol lapangan hanya dilakukan sekali untuk setiap titiknya, dan untuk beberapa titik pengukuran dilakukan secara mobile (menggunakan perahu atau mobil). Mempertimbangkan kondisi pengukuran seperti yang digambarkan diatas dan GPS yang digunakan merupakan GPS navigasi, maka dilakukan overlay antara titik kontrol yang diambil dengan citra base map untuk mengetahui ketepatan posisi hasil pengukuran titik kontrol yang diambil di lapangan. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, masih terjadi adanya

(43)

pergeseran posisi antara titik kontrol yang diambil di lapangan dengan titik pada posisi yang sama pada citra. Pergeseran posisi yang terlihat dalam citra base map berkisar antara 2 sampai 3 piksel masing-masing untuk posisi lintang dan bujur, dengan resolusi citra base map yang digunakan sebesar 25 m. Analisis lebih lanjut dilakukan untuk mengetahui besarnya pergeseran yang terjadi pada titik kontrol, analisis ini dilakukan dengan membandingkan titik koordinat yang terbaca di GPS dengan titik koordinat yang terdapat pada citra yang menjadi base map untuk titik kontrol yang sama. Perbandingan koordinat disajikan pada Tabel 3.

(44)

Tabel 3 Perbandingan koordinat titik kontrol pada GPS dan Citra base map

No Lokasi Koordinat GPS Koordinat Citra Selisih South (m) East (m)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

Simpang Log pond Tasine Pertigaan Tasine (TPTI) Simpang Cempaka Base camp TPTI Simpang Batiwa Simpang Kenari Simpang Km 20 Simpang Amora Simpang Matoa Lama Simpang Merbau Lama Simpang Merbau Km 34 Simpang Merbau 1 Simpang Merbau 2 Simpang Merbau 3 Simpang Merbau 4 Simpang Merbau 5 Simpang Km 15 Agathis Distrik Kasonaweja Muara sungai Sumuta Log pond Tasine Muara sungai Tasine Log pond Aja Muara sungai Aja

2°16'36,22"S 137°55'50,65"E 2°20'2,59"S 137°58'18,53"E 2°23'25,73"S 138°0' 57,69"E 2°20'2,69"S 137°58'18,86"E 2°22'50,25"S 138°0'41,74"E 2°24'5,39"S 138°2'42,32"E 2°24'1,45 S 138°3'15,54"E 2°23'59,22"S 138°4'32,96"E 2°24'48,31"S 138°5'5,53"E 2°24'59,83"S 138°5'41,88"E 2°26'33,97"S 138°8'47,91"E 2°26'42,30"S 138°10'7,79"E 2°26'44,9"S 138°10'11,46"E 2°26'46,77"S 138°11'17,10"E 2°27'4,49"S 138°11'19,15"E 2°27'59,41"S 138°11'19,33"E 2°22'56,28"S 137°55'23,52"E 2°18'4,92"S 138°1'47,95"E 2°14'50,49"S 137°56'5,44"E 2°16'37,33"S 137°56'32,26"E 2°17'17,60"S 137°56'39,12"E 2°18'18,87"S 137°57'53,82"E 2°17'34,34"S 137°59'17,15"E 2°16'34,59"S 137°55'48,35"E 2°19'59,59"S 137°58'23,25"E 2°23'24,41"S 138°0'57,03"E 2°20'1,43"S 137°58'20,43"E 2°22'48,33"S 138°0'39,70"E 2°24'3,61"S 138°2'41,34"E 2°24'0,27"S 138°3'14,99"E 2°23'57,79"S 138°4'32,02"E 2°24'46,75"S 138°5'5,05"E 2°24'57,92"S 138°5'41,59"E 2°26'32,30"S 138°8'47,85"E 2°26'40,12"S 138°10'7,34"E 2°26'44,72"S 138°10'11,59"E 2°26'45,84"S 138°11'16,69"E 2°27'4,50"S 138°11'18,69"E 2°27'59,31"S 138°11'18,73"E 2°22'54,31"S 137°55'23,64"E 2°18'4,93"S 138°1'48,23"E 2°14'48,41"S 137°56'0,73"E 2°16'36,58"S 137°56'28,39"E 2°17'16,09"S 137°56'36,88"E 2°18'18,84"S 137°57'53,56"E 2°17'33,71"S 137°59'23,51"E 0°0'0,37"S 0°0'2,29"E 0 0'3,09"S 0°0'4,72"E 0°0'1,32"S 0°0'0,66"E 0°0'1,26"S 0°0'1,57"E 0°0'1,91"S 0°0'2,03"E 0°0'1,77"S 0°0'0,02"E 0°0'1,17"S 0°0'0,54"E 0°0'1,42"S 0°0'0,94"E 0°0'1,56"S 0°0'0,47"E 0°0'1,90"S 0°0'0,29"E 0°0'1,66"S 0°0'0,06"E 0°0'2,17"S 0°0'0,45"E 0°0'0,17"S 0°0'0,13"E 0°0'0,92"S 0°0'0,40"E 0°0'0,02"S 0°0'0,46"E 0°0'0,10"S 0°0'0,59"E 0°0'1,96"S 0°0'0,12"E 0°0'0,01"S 0°0'0,28"E 0°0'2,08"S 0°0'4,70"E 0°0'0,74"S 0°0'3,88"E 0°0'1,50"S 0°0'2,23"E 0°0'0,02"S 0°0'0,24"E 0°0'0,63"S 0°0'6,36"E 11,43 95,48 40,79 38,93 59,02 54,69 36,15 43,88 48,20 58,71 51,29 67,05 5,25 28,43 0,62 3,09 60,56 0,31 64,27 22,87 46,35 0,62 19,47 70,76 145,85 20,39 48,51 62,73 0,62 16,69 29,05 14,52 8,96 1,85 13,91 4,02 12,36 14,21 18,23 3,71 8,65 145,23 119,89 68,91 7,42 196,52

Gambar

Gambar 1 Pergeseran geometri citra karena pengaruh ketinggian
Gambar 3 Bagan alir proses pembuatan baseline SIG Lay er Data tematik (jpg, shapefile,dan  informasi berbentuk point)Koreksi geometrik Data jpg  Delineasi Base map Delineasi jaringan sungai dan jalan
Tabel 1 Kelas lereng di IUPHHK-HA PT Mamberamo Alasmandiri  Kelerengan  Kelas lereng   Luas (Ha)
Tabel 2  Penutupan vegetasi pada IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri
+7

Referensi

Dokumen terkait