• Tidak ada hasil yang ditemukan

stemi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "stemi"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

PRESENTASI KASUS

ST-ELEVATION MIOCARD INFARK

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh: Elmira Apriliani

20100310095

Diajukan kepada:

dr. Waisul Choroni Trenggono, Sp.PD

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Panembahan Senopati

(2)

HALAMAN PENGESAHAN PRESENTASI KASUS

ST-ELEVATION MIOCARD INFARK

Disusun oleh: Elmira Apriliani

20100310095

Disetujui dan disahkan pada tanggal: April 2015

Mengetahui, Dosen Pembimbing

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

Infark miokard akut adalah suatu keadaan di mana terjadi nekrosis otot jantung akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan suplai oksigen yang terjadi secara mendadak. Penyebab yang paling sering adalah terjadinya sumbatan koroner sehingga terjadi gangguan aliran darah. Sumbatan tersebut terjadi karena ruptur plak yang menginduksi terjadinya agregasi trombosit, pembentukan trombus, dan spasme koroner.

Infark miokard akut merupakan masalah kesehatan utama karena prevalensi, angka kematian, dan biaya perawatannya. Di Amerika sekitar 1,5 juta orang menderita IMA per tahun dengan angka kematian 30% yang sering disebabkan oleh aritmia terutama fibrilasi ventrikel. Di Indonesia kematian akibat penyakit jantung koroner diperkirakan 53,5 per 100.000 penduduk berdasarkan survai kesehatan rumah tangga nasional tahun 1986.

Serangan infark miokard biasanya akut, dengan rasa sakit seperti angina,tetapi tidak seperti angina yang biasa, maka disini terdapat rasa penekanan yang luar biasa pada dada atau perasaan akan datangnya kematian. Bila pasien sebelumnya pernah mendapat serangan angina ,maka ia tabu bahwa sesuatu yang berbeda dari serangan angina sebelumnya sedang berlangsung. Juga, kebalikan dengan angina yang biasa, infark miokard akut terjadi sewaktu pasien dalam keadaan istirahat ,sering pada jam-jam awal dipagi hari.

(4)

BAB II PRESENTASI KASUS A. IDENTITAS PASIEN  Nama : Tn. M  Umur : 60 tahun  Pekerjaan : Sopir

 Alamat : Senggotan, Tirtonirmolo, Kasihan  Masuk RS tanggal : 11 Maret 2015, 7:53

 Diagnosis masuk : Observasi chest pain DD Angina Pectoris, STEMI, GERD

B. ANAMNESIS

Dilakukan autoanamnesis dengan pasien:  Tanggal : 11 Maret 2015  Keluhan utama : Nyeri dada (+)  Keluhan tambahan : Nyeri ulu hati (+)

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dari IGD dalam keadaan sadar, dengan keluhan nyeri dada (+) sejak 3 hari SMRS. Nyeri dada hilang timbul, seperti tertimpa beban, dan tidak menjalar, berdebar-debar (-), sesak (-), nyeri ulu hati (+), mual (-), muntah (-), BAK dan BAB tidak ada keluhan.

(5)

1 hari SMRS pasien periksa ke dokter spesialis penyakit dalam kemudian diberikan obat ISDN, Captopril, Omeprazole, tetapi keluhan tidak membaik.

Riwayat Penyakit Dahulu  Hipertensi (+)  GERD (+)  TBC disangkal

 Asma bronchial disangkal  Diabetes Mellitus disangkal  Penyakit jantung disangkal Riwayat Penyakit Keluarga  Hipertensi disangkal  TBC disangkal

 Asma bronchial disangkal  Diabetes Mellitus disangkal  Penyakit jantung disangkal Riwayat Personal Sosial  Pasien bekerja sebagai sopir

 Merokok (+), kurang lebih 20 batang per hari.

C. PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan umum : sedang 2. Kesadaran : E4 V5 M6 3. Tanda vital

 Suhu: 36,40C

 Nadi: 64 kali/menit, isi dan tegangan cukup  Pernafasan: 22 kali/menit, regular

 Tekanan darah: 120/90 mmHg 4. Kepala: normochepale

 Mata: pupil isokor, konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)

 Hidung: simetris, sekret (-/-)

 Mulut: mukosa bibir lembab, tonsil T0/T0, faring hiperemis (-), tanda candidiasis (-), sariawan (-), gusi berdarah (-)

(6)

5. Leher: pembesaran limfonodi (-), peningkatan JVP (-), 6. Thorax

a. Jantung

- Inspeksi: iktus cordis tidak terlihat

- Palpasi: iktus cordis teraba pada sela iga ke-4 linea midclavicula kiri - Perkusi: (tidak dilakukan)

- Auskultasi: bunyi jantung S1-S2 regular, murmur (-), gallop (-) b. Paru-paru:

- Inspeksi: simetris saat inspirasi dan ekspirasi, retraksi substernal intracostal dan substernal (-)

- Palpasi: fremitus normal. - Perkusi: sonor (+/+)

- Auskultasi: vesikuler (+/+), ronkhi basah kasar (-/-), wheezing (-/-) 7. Abdomen:

- Inspeksi: supel

- Auskultasi: peristaltik (+) - Perkusi: tympani (+)

- Palpasi: nyeri tekan epigastrik (+), turgor kulit baik, hepar teraba normal, lien tidak teraba.

8. Ekstremitas: akral hangat, nadi kuat, capillary refill time < 2 detik, edema (-) 9. Status neurologis:

- Reflex fisiologis (+) normal - Reflex patologis (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANGLaboratorium

11 Maret 2015. 10:53

Parameter Hasil Nilai Rujukan

HEMATOLOGI

Hemoglobin 12.7 gr% 14,0 – 18,0 gr/dL

Leukosit 8.8 ribu/uL 4 – 11 ribu/uL

(7)

Trombosit 260 ribu/uL 150 – 450 ribu/uL

Hematokrit 39.4 ribu/uL 42 – 52 ribu/uL

Eusinofil 1 % 2 – 4 % Basofil 0 % 0 – 1 % Batang 2 % 2 – 5 % Segmen 63 % 51 – 67 % Limfosit 28 % 20 – 35 % Monosit 6 % 4 – 8 % FUNGSI HATI SGOT 44 <31 SGPT 18 <31 FUNGSI GINJAL Ureum 38 17 – 43 Creatinin 0.94 0,6 – 1,1 DIABETES GDS 116 80 – 200 ENZIM JANTUNG CKMB 61 7-25 U/L 11 Maret 2015. 13:59 ENZIM JANTUNG CKMB 97 7-25 U/L Troponin T 328 PROFIL LIPID Kolesterol Total 177 150-200 mg/dl LDL-Cholesterol 131 <115 mg/dl HDL-Cholesterol 31 >39 mg/dl Trigliserida 154 60-150 mg/dl

Rontgen Thorax 11 Maret 2015 COR dan pulmo dalam batas normal

(8)

E. DIAGNOSA KLINIS  Hipertensi  STEMI  Dislipidemia F. TERAPI  O2 3lpm  Infus Nacl 10 tpm

 Injeksi Ranitidine 50mg/12jam  Injeksi Arixtra 1x1  Isosorbid Dinitrat 3x5mg  Captopril 3x12.5mg  Aspilet 2x80mg  Clopidogrel 1x75mg  Simvastatin 1x10mg  Alprazolam 1x0.5mg  Laxadyn syrup 3xCI G. FOLLOW UP

Tanggal Keterangan

12/3/2015 S: Nyeri dada (+) , sesak (-), pusing (+), nyeri ulu hati (-) O: Keadan umum: sedang

(9)

T: 36,50C R: 16 kali/menit N: 62 kali/menit TD: 130/90 mmHg

Kepala: mesochepale, rambut dan kulit sehat

Mata: pupil isokor, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) Hidung: simetris, sekret (-/-)

Mulut: mukosa bibir lembab, tonsil T0/T0, faring hiperemis (-), tanda candidiasis oral (-), gusi berdarah (-), sariawan (-)

Telinga: simetris, serumen (-), gendang telinga intak Leher: pembesaran limfonodi(-)

Thorax: perkembangan dada simetris, fremitus dbn, sonor (+/+), vesikuler (+/ +), ronkhi (-/-), wheezing (-/-), suara jantung SI/SII reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen: supel, peristaltik (+), tympani (+), supel (+), nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)

Ekstremitas: akral hangat, nadi kuat, CRT < 2 detik, edema (-)

A:  STEMI  Hipertensi  Dislipidemia P:  O2 3lpm  Infus Nacl 10 tpm

 Injeksi Ranitidine 50mg/12jam  Injeksi Arixtra 1x1

(10)

 Isosorbid Dinitrat 3x5mg  Captopril 3x12.5mg  Aspilet 2x80mg  Clopidogrel 1x75mg  Simvastatin 1x10mg  Alprazolam 1x0.5mg  Laxadyn syrup 3xCI

13/3/2015 S: Nyeri dada (+) , sesak (-), pusing (+), nyeri ulu hati (-) O: Keadan umum: sedang

T: 36,40C R: 16 kali/menit N: 64 kali/menit TD: 150/90 mmHg

Kepala: mesochepale, rambut dan kulit sehat

Mata: pupil isokor, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) Hidung: simetris, sekret (-/-)

Mulut: mukosa bibir lembab, tonsil T0/T0, faring hiperemis (-), tanda candidiasis oral (-), gusi berdarah (-), sariawan (-)

Telinga: simetris, serumen (-), gendang telinga intak Leher: pembesaran limfonodi(-)

Thorax: perkembangan dada simetris, fremitus dbn, sonor (+/+), vesikuler (+/ +), ronkhi (-/-), wheezing (-/-), suara jantung SI/SII reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen: supel, peristaltik (+), tympani (+), supel (+), nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)

(11)

A:  STEMI  Hipertensi  Dislipidemia  P:  O2 3lpm  Infus Nacl 10 tpm

 Injeksi Ranitidine 50mg/12jam  Injeksi Arixtra 1x1  Isosorbid Dinitrat 3x5mg  Captopril 3x12.5mg  Aspilet 2x80mg  Clopidogrel 1x75mg  Simvastatin 1x10mg  Alprazolam 1x0.5mg  Laxadyn syrup 3xCI

14/3/2015 S: Nyeri dada (-), sesak (-), pusing (+), nyeri ulu hati (-) O: Keadan umum: sedang

T: 360C

R: 14 kali/menit N: 82 kali/menit TD: 110/70 mmHg

Kepala: mesochepale, rambut dan kulit sehat

Mata: pupil isokor, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) Hidung: simetris, sekret (-/-)

Mulut: mukosa bibir lembab, tonsil T0/T0, faring hiperemis (-), tanda candidiasis oral (-), gusi berdarah (-), sariawan (-)

Telinga: simetris, serumen (-), gendang telinga intak Leher: pembesaran limfonodi(-)

(12)

+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-), suara jantung SI/SII reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen: supel, peristaltik (+), tympani (+), supel (+), nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)

Ekstremitas: akral hangat, nadi kuat, CRT < 2 detik, edema (-)

A:  STEMI  Hipertensi  Dislipidemia P:  O2 3lpm  Infus Nacl 10 tpm

 Injeksi Ranitidine 50mg/12jam  Injeksi Arixtra 1x1  Isosorbid Dinitrat 3x5mg  Captopril 3x12.5mg  Aspilet 2x80mg  Clopidogrel 1x75mg  Simvastatin 1x10mg  Alprazolam 1x0.5mg  Laxadyn syrup 3xCI

16/3/2015 S: Nyeri dada (-), sesak (-), pusing (-), nyeri ulu hati (-) O: Keadan umum: sedang

T: 36,50C R: 13 kali/menit N: 68 kali/menit TD: 80/50 mmHg

Kepala: mesochepale, rambut dan kulit sehat

Mata: pupil isokor, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) Hidung: simetris, sekret (-/-)

(13)

Mulut: mukosa bibir lembab, tonsil T0/T0, faring hiperemis (-), tanda candidiasis oral (-), gusi berdarah (-), sariawan (-)

Telinga: simetris, serumen (-), gendang telinga intak Leher: pembesaran limfonodi(-)

Thorax: perkembangan dada simetris, fremitus dbn, sonor (+/+), vesikuler (+/ +), ronkhi (-/-), wheezing (-/-), suara jantung SI/SII reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen: supel, peristaltik (+), tympani (+), supel (+), nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)

Ekstremitas: akral hangat, nadi kuat, CRT < 2 detik, edema (-)

A:  STEMI  Hipertensi  Dislipidemia P:  O2 3lpm  Infus Nacl 10 tpm

 Injeksi Ranitidine 50mg/12jam  Injeksi Arixtra 1x1  Isosorbid Dinitrat 3x5mg  Captopril 3x12.5mg  Aspilet 2x80mg  Clopidogrel 1x75mg  Simvastatin 1x10mg  Alprazolam 1x0.5mg  Laxadyn syrup 3xCI

17/3/2015 S: Nyeri dada (-), sesak (-), pusing (-), nyeri ulu hati (-) O: Keadan umum: sedang

T: 36,50C R: 17 kali/menit

(14)

N: 60 kali/menit TD: 120/80 mmHg

Kepala: mesochepale, rambut dan kulit sehat

Mata: pupil isokor, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) Hidung: simetris, sekret (-/-)

Mulut: mukosa bibir lembab, tonsil T0/T0, faring hiperemis (-), tanda candidiasis oral (-), gusi berdarah (-), sariawan (-)

Telinga: simetris, serumen (-), gendang telinga intak Leher: pembesaran limfonodi(-)

Thorax: perkembangan dada simetris, fremitus dbn, sonor (+/+), vesikuler (+/ +), ronkhi (-/-), wheezing (-/-), suara jantung SI/SII reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen: supel, peristaltik (+), tympani (+), supel (+), nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)

Ekstremitas: akral hangat, nadi kuat, CRT < 2 detik, edema (-)

A:  STEMI  Hipertensi  Dislipidemia P:  O2 3lpm  Infus Nacl 10 tpm

 Injeksi Ranitidine 50mg/12jam  Injeksi Arixtra 1x1

 Isosorbid Dinitrat 3x5mg  Captopril 3x12.5mg  Aspilet 2x80mg  Clopidogrel 1x75mg

(15)

 Simvastatin 1x10mg  Alprazolam 1x0.5mg  Laxadyn syrup 3xCI

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

STEMI adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat trombus arteri koroner. Terjadinya trombus disebabkan oleh ruptor plak yang kemudian di ikuti oleh pembentukan trombus oleh trombosit. STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak.

Infark mokard akut dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infrarction = STEMI) merupakan bagian dari spektrum sindroma koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST.

B. ETIOLOGI

Sindroma koroner akut ditandai oleh adanya ketidakseimbangan antara pasokan dengan kebutuhan oksigen miokard.

Etiologi SKA antara lain:

1. Penyempitan arteri koroner karena robek/ pecahnya trombus yang ada pada plak aterosklerosis.

(16)

2. Obstruksi dinamik karena spasme fokal yang terus menerus pada segmen arteri koroner epikardium. Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi endotel.

3. Penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme/trombus, terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang setelah intervensi koroner perkutan.

4. Inflamasi: penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur, trombogenesis. Adanya makrofag dan limfosit T meningkatkan sekresi metaloproteinase, sehingga terjadi penipisan dan ruptur plak.

5. Keadaan atau faktor pencetus:

 Peningkatan kebutuhan oksigen miokard: demam, takikardi, tirotoksikosis  Penurunan aliran darah koroner

 Penurunan pasokan oksigen miokard: anemia, hipoksemia

C. PATOFISIOLOGI

Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular, di mana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.

Pada sebagian kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, ruptur, atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada

(17)

STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik.

Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, di mana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.

Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin.

Pada kondisi yang jaran, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.

(18)

D. DIAGNOSIS

Diagnosis infark miokard akut dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST>2mm, minimal pada 2 sadapan prekordial yang berdampingan atau >1mm pada 2 sadapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis, namun keputusan memberikan terapi revaskularisasi tak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim, mengingat dalam tatalaksana IMA, prinsip utama penatalaksanaan adalah time is muscle.

Anamnesis

Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya

(19)

berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor resiko antara lain hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, merokok, stress, serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga.

Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas berat, stres emosi, atau penyakit medis atau bedah. Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.

Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara cepat dan tepat apakah pasien menderita IMA atau tidak. Diagnosis yang terlambat atau salah, dalam jangka panjang dapat menyebabkan konsekuensi yang berat.

Sifat nyeri dada angina sebagai berikut:

 Lokasi: substernal, retrosternal, dan prekordial.

 Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.

 Penjalaran: biasnya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan.

 Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.

 Faktor pencetus: latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan.

 Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas, dan lemas.

Pemeriksaan fisik

Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark

(20)

anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardi dan /atau hipotensi) dan hampir setengah pasien infark inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardi dan/atau hipotensi).

Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena disfungsi aparatus katup mitral dan periocard friction rub. Peningkatan suhu sampai 38oC dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI.

Elektrokardiogram

Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD. Pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasiem tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sadapan secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.

Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien

(21)

tersebut hanya mengalami angina pektoris tak stabil atau non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q. Sebelumnya istilah infark miokard transmural digunakan jika EKG menunjukkan gelombang Q atau hilangnya gelombang R dan infark miokardnon transmural jika EKG hanya menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan gelombang T, namun ternyata tidak selalu ada korelasi gambaran patologis EKG dengan lokasi infark sehingga terminologi IMA gelombang Q dan non Q menggantikan IMA mural/transmural.

Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam tatalaksana pasien STEMI namun tidak boleh menghambat implementasi terapi reperfusi.

(22)

Petanda (biomarker) kerusakan jantung

Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kinase (CK) dan cardiac specific troponin (cTn)T atau cTn 1 dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada paien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak bergantung pada pemeriksaan biomarker.

Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan adanya nekrosis jantung (infark miokard).

 CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis, dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.  cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam

bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari. Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu:

 Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8 jam.

 Creatinin kinase (CK): meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.

 Lactic dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.

(23)

E. TERAPI

TATALAKSANA AWAL

Tatalaksana Pra Rumah Sakit

Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu: komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure).

Sebagian besar kematian di luar Rumah Sakit pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana pra hospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain:

 Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis

(24)

 Transportasi pasien ke Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta staf medis dokter dan perawat yang terlatih

 Melakukan terapi reperfusi

Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien biasanya bukan selama transportasi ke Rumah Sakit, namun karena lama waktu mulai onset nyeri dada sampai keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Hal ini bisa ditanggulangi dengan cara edukasi kepada masyarakat oleh tenaga profesional kesehatan mengenai pentingnya tatalaksana dini.

Tatalaksana di Ruang Emergensi

Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup: mengurangi/ menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.

TATALAKSANA UMUM

Oksigen

Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasidapat diberikanoksigen selama 6 jam pertama.

Nitrogliserin (NTG)

Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0.4mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh

(25)

koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan NTG intravena. NTG intravena juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru..

Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik<90 mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP meningkat, paru bersih, dan hipotensi).

Nitrat juga harus dihindari pada pasien yang menggunakan phospodiesterase-5 inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.

Mengurangi/ Menghilangkan Nyeri Dada

Mengurangi/ menghilangkan nyeri dada sangat penting, karena nyeri dikaitkan dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban jantung.

Morfin

Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksananyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20mg. Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonikyang menyebabkan bradikardia atau blok jantungderajat tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropin 0,5mg IV.

(26)

Aspirin

Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162mg.

Penyekat Beta

Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60menit, tekanan darah sistolik >100mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronkhi tidak lebih dari 10cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan 100mg tiap 12 jam.

Terapi Reperfusi

Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna.

Sasaran terapi reperfusi pada pasien STEMI adalah door-to-needle (atau medical contact-to-needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door-to-balloon (atau medical contact-to-balloon) time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.

(27)
(28)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Idrus. 2009. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.

Aaronson, Philip. 2010. The Cardiovascular System at a Glance. Jakarta: Erlangga.

Harun, S., 2000. Infark Miokard Akut. dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi 3. Jakarta: FKUI. Hal: 1090-1108.

Isselbacher, J Kurt. 2000. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13 Volume 3. Jakarta : EGC.

Price, Sylvia Anderson. 2005. Penyakit Aterosklerotik Koroner. Dalam Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit Edisi 6.Jakarta : EGC.

Referensi

Dokumen terkait

berkaitan dengan ronde bangsal.. Peserta didik stase bangsal wajib mencatat seluruh proses kegiatan pembelajaran di stase bangsal pada log book yang telah disediakan. Apabila

atau sebelum tindakan pada rawat jalan di rumah sakit, jika masih dalam jangka waktu 30 hari, riwayat medis dapat dipergunakan dan apabila telah lebih dari 30 hari harus

i. Praktik menutup pelajaran. Selama praktik mengajar, mahasiswa lain bertindak sebagai siswa, pengawas maupun komponen lain di dalam kelas. Selama rekannya melakukan

Berdasarkan uji gram positif, bentuk sel batang dan warna putih atau putih kekuningan, pada perakaran padi yang diambil dari Kecamatan Bobosan Kabupaten Banyumas dan

Secara umum, di pabrik pembuatan besi, hot metal yang di-tapping dari blast furnace dilakukan deposforisasi dengan menambahkan terak oksidatif (top slag) untuk mendapatkan

Mikroba yang berperan dalam transformasi P dalam tanah adalah mikoriza yang bersimbiosis dengan perakaran tanaman dan mikroba pelarut fosfat yang hidup bebas di daerah

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul: Kesadaran Orang Tua Siswa Dalam Memilih Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional : Studi Kasus di SMA Negeri 2 Kediri

Adapun sasaran atau target yang dikehendaki dari islamisasi sains ini adalah: (1) menguasai disiplin-disiplin ilmu modern; (2) menguasai khazanah Islam; (3)