SAMBUTAN KEPALA PPATK
DISEMINASI PERATURAN PRESIDEN NOMOR 13 TAHUN 2018 TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PEMILIK MANFAAT DARI KORPORASI DALAM RANGKA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA
PENCUCIAN UANG DAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME
Yang Kami Hormati,
- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Bp. Yasonna Hamonangan Laoly Sh., Msc., Ph. D
- Kepala PPATK Periode 2002-2006 dan 2007-2011, serta Ketua Tim Penyusunan Rancanangan Peraturan Presiden Presiden tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, Bp. Dr. Yunus Husein
- Wakil Kepala PPATK, Bp. Dr. Dian Ediana Rae - Wakil Ketua KPK, Bp. Laode Muhammad Syarif
- Kepala Grup APU PPT Otoritas Jasa Keuangan, Ibu. Heni Nugraheni
- Plt. Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan HAM, Bp. Cahyo Rahadian Muhzar
- Serta Para Tamu Undangan yang berbahagia. Assalamuallaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Alhamdulillahi Rabbil’alamin, sebagai umat beragama, kita senantiasa panjatkan puji dan syukur hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas karunia-Nya lah kita semua masih diberi kesehatan, kesempatan, untuk dapat bekerja, berkarya, dan berjuang bersama untuk memberikan kontribusi yang nyata bagi Indonesia tercinta.
Berbagai kejahatan, baik yang dilakukan oleh orang perseorangan maupun oleh korporasi dalam batas wilayah suatu negara maupun yang dilakukan melintasi batas wilayah negara lain makin meningkat. Kejahatan tersebut antara lain berupa tindak pidana korupsi, penyuapan (bribery), penyelundupan barang, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan imigran, perbankan, perdagangan gelap narkotika dan psikotropika, perdagangan budak, wanita, dan anak, perdagangan senjata gelap, penculikan, terorisme, pencurian, penggelapan, penipuan, dan berbagai kejahatan kerah putih lainnya. Kejahatan-kejahatan tersebut telah melibatkan atau menghasilkan Harta Kekayaan yang sangat besar jumlahnya.
Bapak dan Ibu yang saya hormati,
Korporasi kerap kali digunakan oleh pelaku tindak pidana untuk menyembunyikan dan menyamarkan identitas pelaku dan hasil tindak pidana. Korporasi yang seperti ini disebut
dengan “corporate vehicle” atau korporasi yang dimanfaatkan oleh pelaku tindak pidana sebagai “kendaraan atau media” pencucian uang.
Hasil penelitian dari FATF pada tahun 2014 terhadap pengaturan dan penerapan transparansi informasi beneficial owner, menyatakan bahwa kurang atau rendahnya informasi beneficial owner yang memadai, akurat atau terjamin kebenerannya, serta dapat diakses secara capat, dimanfaatkan oleh pelaku tindak pidana untuk menyembunyikan (1) identitas dari pelaku tindak pidana; (2) tujuan sebenarnya dari pembukaan rekening atas nama korporasi yang dijadikan “kendaraan atau media” pencucian uang; dan (3) sumber atau tujuan penggunaan harta kekayaan dari korporasi yang diduga berasal dari tindak pidana.
Defisiensi global ini dibuktikan dengan masih belum banyaknya negara-negara yang memiliki pengaturan dan menerapkan kebijakan transparansi informasi beneficial
owner. Sebagai contoh dari 39 (tiga puluh sembilan) negara anggota FATF yang telah
dilakukan penilaian oleh FATF, hanya 10 (sepuluh) negara yang memiliki nilai comply dan largely comply atas kepatuhan Rekomendasi 24 dan Rekomendasi 25 FATF Recommendations.
Pada tahun 2015, PPATK bersama-sama dengan instansi terkait telah melakukan penyusunan dokumen National Risk Assessment atas Tindak Pidana Pencucian Uang yang memuat hasil penilaian risiko secara umum atas potensi risiko terjadinya tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Berdasarkan hasil penilaian risiko, teridentifikasi bahwa tingkat ancaman tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh korporasi lebih tinggi dengan nilai ancaman sebesar 7,1 dibandingkan dengan tingkat ancaman tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh orang perorangan dengan nilai ancaman sebesar 6,74. Hal ini menunjukan bahwa Indonesia sudah sangat mendesak untuk melakukan penguatan pengaturan dan penerapan transparansi informasi beneficial
owner dari korporasi.
Bapak dan Ibu yang saya hormati,
Setidaknya ada 3 (tiga) Urgensi dari pengaturan dan penerapan transparansi informasi beneficial owner yang telah diidentifikasi oleh PPATK, yaitu:
1) untuk melindungi korporasi dan pemilik maanfat yang beritikad baik. Pada dasarnya keberadaan pemilik manfaat yang merupakan ultimate beneficial owner dari suatu korporasi bukan hal yang dilarang dalam hukum Indonesia, kecuali untuk korporasi yang berbentuk Perseroan Terbatas. Salah satu bentuk mitigasi risiko adanya penyalahgunaan korporasi sebagai media pencucian uang, melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1997 tentang Perseroan Terbatas (UU PT), mengatur ketentuan yang melarang adanya bearer shares atau saham atas tunjuk. Pasal 48 UU PT mewajibkan Perseroan untuk mengeluarkan saham atas nama pemiliknya dan Perseroan tidak boleh mengeluarkan saham atas tunjuk;
2) untuk adanya kepastian hukum atas pertanggungjawaban pidana. Korporasi atau legal person dalam tindak pidana pencucian uang dapat diposisikan menjadi 2 (dua) pihak, yaitu: (i) korporasi sebagai “kendaraan” dimana penyalahgunaan korporasi dilakukan oleh orang perorangan yang merupakan ultimate beneficial owner atau orang perorangan yang merupakan pemilik manfaat sebenarnya; dan (ii) korporasi sebagai “pelaku tindak pidana” dimana penyalahgunaan korporasi
dilakukan oleh orang perorangan yang merupakan legal ownership atau orang perorangan yang secara dokumen hukum dinyatakan sebagai pemilik atau pengendali dari korporasi.
3) untuk efektivitas penyelamatan aset (asset recovery). Sebagaimana diketahui bahwa aset atau hasil tindak pidana yang melibatkan korporasi biasanya melibatkan jumlah yang cukup besar, baik dari hasil tindak pidana maupun harta kekayaan yang merupakan turunan dari hasil tindak pidana (misalnya dividen, laba, tansiem (tantieme)).
Pada dasarnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang telah mengatur ketentuan mengenai transparansi pemilik manfaat atau beneficial owner. Namun, ketentuan dimaksud hanya bersifat terbatas, dan belum dapat meng-capture informasi pemilik maanfaat dari suatu korporasi yang ada di Indonesia.
Inisiasi penyusunan PerPres Nomor 13 Tahun 2018 dilakukan oleh PPATK pada November 2016. Adapun proses Pembahasan Antar Kementerian (PAK) dan proses harmonisasi dilakukan di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan melibatkan Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, Bank Indonesia, serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Penyusunan PerPres Nomor 13 Tahun 2018 dilakukan dengan mempertimbangkan pula berbagai kajian ilmiah mengenai transparansi pemilik manfaat, baik yang dilakukan oleh KPK maupun PPATK. Bapak dan Ibu yang saya hormati,
Pada tanggal 5 Maret 2018, Presiden Joko Widodo telah menetapkan Peraturan Presiden (PerPres) Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Atas Korporasi Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Peraturan Presiden ini pada hakikatnya memuat pengaturan dan mekanisme untuk mengenali pemilik manfaat atau beneficial
owner (BO) dari suatu korporasi sehingga diperoleh informasi mengenai BO yang akurat,
terkini, dan tersedia untuk umum.
Dengan telah ditetapkannya PerPres Nomor 13 Tahun 2018, maka korporasi wajib menilai sendiri (self-assessment), menetapkan serta mengungkapkan (declare) pemilik manfaat dari korporasi dimaksud, baik orang perorangan yang tercantum dalam dokumen resmi yang dikeluarkan oleh otoritas yang berwenang maupun orang perorangan yang tidak tercantum dalam dokumen resmi akan tetapi orang perorangan dimaksud memiliki kemampuan untuk: (i) menunjuk atau memberhentikan direksi, dewan komisaris, pengurus, pembina, atau pengawas pada korporasi; (ii) mengendalikan korporasi; (iii) berhak dan/atau menerima manfaat dari korporasi; serta (iv) langsung atau tidak langsung merupakan pemilik sebenarnya dari dana atau saham korporasi. Adapun karakteristik pemilik manfaat pada tiap-tiap jenis korporasi berbeda-beda dan diatur secara khusus dan terperinci dalam PerPres Nomor 13 Tahun 2018. Korporasi yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dalam PerPres Nomor 13 Tahun 2018 akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kementerian/Lembaga terkait, khususnya Kementerian Hukum dan Hak asasi Manusia, Kementerian Perdagangan, serta Kementerian Koperasi dan UKM perlu
bekerja keras untuk mensosialisasikan PerPres Nomor 13 Tahun 2018 sesuai lingkup kewenangannya masing-masing ke masyarakat khususnya kepada anggota masyarakat yang kebetulan menjadi personil pengendali korporasi, baik korporasi yang berbentuk badan hukum maupun tidak berbadan hukum. Selain itu, ketiga Kementerian/Lembaga dimaksud diharapkan juga mengembangkan aplikasi Sistem Pelayanan Administrasi Korporasi yang mendukung transparansi informasi pemilik manfaat atau beneficial owner yang akurat, terkini, dan tersedia untuk umum.
Penetapan dan implementasi PerPres Nomor 13 Tahun 2018 tidak akan mengganggu iklim investasi dan kemudahan berusaha (ease of doing business) khususnya dalam pendirian korporasi karena adanya informasi mengenai pemilik manfaat atau BO bukan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh pengesahan korporasi oleh otoritas yang berwenang. Justru sebaliknya, Penetapan dan implementasi PerPres Nomor 13 Tahun 2018 akan mendorong terwujudnya korporasi yang berintegritas dan jauh dari tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Bapak dan Ibu yang saya hormati,
Sehubungan dengan hal tersebut, maka PPATK memandang perlu untuk menyelenggarakan kegiatan diseminasi atas Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme agar para pemangku kepentingan, baik lembaga pengawas dan pengatur, kementerian/lembaga terkait, serta pihak pelapor mengetahui adanya kerangka hukum (legal framework) baru yang bertujuan untuk memperkuat upaya-upya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia.
Dengan mengucap “Bismillahirrahmanirrahim”, Acara “Diseminasi Peraturan
Presiden nomor 13 tahun 2018 tentang penerapan prinsip mengenali pemilik manfaat dari korporasi dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme” ini saya buka secara resmi.
Semoga seluruh rangkaian kegiatan ini dapat terlaksana dengan baik dan lancar, serta dapat memberikan manfaat bagi kita semua dalam upaya memperkuat pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia. Akhir kata, semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, senantiasa memberikan perlindungan dan memberkati setiap langkah kita. Sekian, Terima kasih.
Wassalamuallaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, 27 Maret 2018
Drs. Kiagus Ahmad Badaruddin, M.Sc Kepala PPATK
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 13 TAHUN 2018 TENTANG
PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PEMILIK MANFAAT DARI KORPORASI
DALAM RANGKA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME
DISAMPAIKAN OLEH:
DR. YUNUS HUSEIN
GLOBAL COMMON DEFICIENCIES
THE LACK OF
ADEQUATE
,
ACCURATE
, AND
TIMELY
BENEFICIAL
OWNERSHIP INFORMATION FACILITATES ML/TF BY DISGUISING:
the identity of known
or suspected criminals
the true purpose of
an account or property
held by a corporate
vehicle
the source or use of
funds or property
associated with a
corporate vehicle
THERE ARE
10 OF 39 COUNTRIES
OF FATF MEMBERS THAT HAVE
LARGELY COMPLY (LC) RATING
OF REC 24 FATF REC
THERE ARE
10 OF 39 COUNTRIES
OF FATF MEMBERS THAT HAVE
COMPLY (C) / LARGELY COMPLY
(LC) RATING OF REC 25 FATF REC
MANFAAT DARI TRANSPARASI
PEMILIK MANFAAT (BENEFCIAL OWNER)
MELINDUNGI KORPORASI DAN
PEMILIK MANFAAT YANG
BERITIKAD BAIK
MEMBERIKAN KEPASTIAN
HUKUM ATAS PERTANGGUNG
JAWABAN PIDANA
OPTIMALISASI ASSET
RECOVERY
STANDAR INTERNASIONAL
TRANSPARANSI INFORMASI BENEFCIAL OWNER
FATF REC
(REC 24 & REC 25)
DEFINISI BO LEGAL PERSON & LEGAL
ARRANGEMENT
OBTAIN BO INFORMATION
ACCURATE & UP-TO-DATE
RECORD KEEPING
PUBLICLY AVAILABLE
G20 PRINCIPLE
DEFINISI BO LEGAL PERSON & TRUST
IDENTIFYING & MITIGATING RISK ACCURATE BO INFORMATION ACCESS TO BO DUTIES OF BUSINESS PROFESSIONS
EITI
DISCLOSURE BODISCLOSE LEGAL OWNERS & SHARE OF OWNERSHIP
DEFISIENSI KETENTUAN YANG ADA SAAT INI
ONLY
REQUIRING A LEGAL PERSON TO IDENTIFY
THEIR LEGAL OWNERSHIP
AML LAW REQUIRE REPORTING PARTIES TO IDENTIFY
THE BENEFICIAL OWNER
LIMITED
TO THEIR
CUSTOMERS
HAVE A SYSTEM TO INTEGRATE THE BENEFICIAL
OWNER INFORMATION
YET
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 13 TAHUN 2018 TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PEMILIK MANFAAT DARI
KORPORASI DALAM RANGKA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME
ESTABLISHED
A NEW POLICY
RUANG LINGKUP PEMILIK MANFAAT
BERDASARKAN PERPRES NOMOR 13 TAHUN 2018
NATURAL
PERSON
OWNED
LEGAL
PERSON
CONTROL
LEGAL
PERSON
TAKE
ADVANTAGES
FROM LEGAL
PERSON
LEGAL
OWNERSHIP
ULTIMATE
BENEFICIAL
OWNERSHIP
SUBTANSI PERATURAN PRESIDEN
NOMOR 13 TAHUN 2018
REZIM TRANSPARANSI BENEFICIAL OWNER
BERDASARKAN PERPRES NOMOR 13 TAHUN 2018
1. IDENTIFIKASI 2. VERIFIKASI 3. PELAPORAN 4. PENGKINIA 5. PENTAUSAHAAN DOKUMEN 6. PENGAWASAN 7. PENEGAKAN HUKUM 8. KERJA SAMA ACCURATE UP-TO-DATE PUBLICLY AVAILABLE
Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
Pemilik Manfaat adalah orang perseorangan yang dapat menunjuk atau memberhentikan direksi, dewan komisaris, pengurus, pembina, atau pengawas pada Korporasi, memiliki kemampuan untuk mengendalikan Korporasi, berhak atas dan/ atau menerima manfaat dari Korporasi baik langsung maupun tidak
langsung, merupakan pemilik sebenamya dari dana atau saham Korporasi dan atau memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Presiden ini.
DEFINISI
Instansi Berwenang adalah instansi
pemerintah baik di pusat maupun di
daerah yang memiliki kewenangan
pendaftaran, pengesahan, persetujuan,
pemberitahuan, perizinan usaha, atau
pembubaran Korporasi, atau lembaga
yang memiliki kewenangan pengawasan
dan pengaturan bidang usaha Korporasi.
Sistern Pelayanan Administrasi
Korporasi adalah sistem administrasi
yang diselenggarakan oleh Instansi
Berwenang dalam pemberian pelayanan
pendaftaran, pengesahan, persetujuan,
pemberitahuan, perizinan usaha, atau
pembubaran Korporasi, baik secara
elektronik maupun nonelektronik.
PERSEROAN TERBATAS YAYASAN PERKUMPULAN KOPERASI PERSEKUTUAN KOMANDITER PERSEKUTUAN FIRMA BENTUK KORPORASI LAINNYA
KRITERIA PEMILIK MANFAAT
MEMILIKI SAHAM LEBIH DARI 25% PADA KORPORASI SEBAGAIMANA TERCANTUM DALAM ANGGARAN DASAR
MEMILIKI HAK SUARA LEBIH DARI 25% PADA KORPORASI SEBAGAIMANA TERCANTUM DALAM ANGGARAN DASAR
MENERIMA KEUNTUNGAN ATAU LABA LEBIH DARI 25% DARI KEUNTUNGAN ATAU LABA YANG DIPEROLEH KORORASI PER TAHUN
MEMILIKI KEWENANGAN UNTUK MENGANGKAT, MENGGANTIKAN, ATAU MEMBERHENTIKAN ANGGOTA DIREKSI DAN ANGGOTA DEWAN KOMISARIS
MEMILIKI KEWENANGAN ATAU KEKUASAAN UNTUK MEMPENGARUHI ATAU MENGENDALIKAN KORPORASI TANPA HARUS MENDAPAT OTORISASI DARI PIHAK MANAPUN
MENERIMA MANFAAT DARI KORPORASI
VERIFIKASI DILAKUKAN UNTUK MENELITI KESESUAIAN
ANTARA INFORMASI PEMILIK MANFAAT DAN DOKUMEN
PENDUKUNG.
IDENTIFIKASI DILAKSANAKAN MELALUI PENGUMPULAN
INFORMASI PEMILIK MANFAAT DARI KORPORASI.
PRINSIP MENGENALI PEMILIK MANFAAT DILAKUKAN
MELALUI IDENTIFIKASIDAN VERIFIKASI
Penerapan prinsip mengenali Pemilik
Manfaat oleh Korporasi dilakukan pada saat:
• permohonan pendirian, pendaftaran, pengesahan,
persetujuan, dan perizinan usaha Korporasi; dan/atau
• Korporasi menjalankan usaha atau kegiatannya.
WAKTU PELAKSANAAN MENGENALI
PEMILIK MANFAAT - 1
Penerapan prinsip mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi pada saat
Korporasi menjalankan usaha atau kegiatannya, dilakukan dengan cara
Korporasi menyampaikan setiap perubahan informasi Pemilik Manfaat
kepada Otoritas Berwenang melalui Sistem Pelayanan Administrasi
Korporasi.
Penyampaian perubahan informasi Pemilik Manfaat oleh Korporasi
kepada Otoritas Berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
disampaikan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak terjadinya perubahan
informasi Pemilik Manfaat.
WAKTU PELAKSANAAN MENGENALI
PEMILIK MANFAAT - 2
Penerapan prinsip mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi pada saat permohonan pendirian, pendaftaran pengesahan, dan/atau perizinan usaha Korporasi dilakukan melalui:
• penyampaian informasi Pemilik Manfaat dalam hal Korporasi sudah menetapkan Pemilik Manfaat; atau
• penyampaian surat pernyataan kesediaan Korporasi untuk menyampaikan informasi Pemilik Manfaat kepada
Otoritas Berwenang dalam hal Korporasi belum menetapkan Pemilik Manfaat.
Korporasi yang belum menyampaikan informasi Pemilik Manfaat wajib menetapkan dan menyampaikan informasi Pemilik Manfaat kepada Instansi Berwenang paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah Korporasi mendapat izin usaha/tanda terdaftar dari instansi/lembaga berwenang.
Korporasi menyampaikan surat pernyataan atau informasi Pemilik Manfaat melalui Sistem Pelayanan Administrasi Korporasi.
WAKTU PELAKSANAAN MENGENALI
PEMILIK MANFAAT - 3
Korporasi wajib menyampaikan informasi
yang benar mengenai Pemilik Manfaat
kepada Instansi Berwenang.
Penyampaian informasi disertai dengan surat
pernyataan dari Korporasi mengenai
kebenaran informasi yang disampaikan
kepada Instansi Berwenang
BERDASARKAN PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PEMILIK
MANFAAT, KORPORASI WAJIB MENETAPKAN PEMILIK MANFAAT DARI KORPORASI.
PEMILIK MANFAAT DARI KORPORASI PALING SEDIKIT
MERUPAKAN 1 (SATU) PERSONIL YANG MEMILIKI
KEWENANGAN ATAU KEKUASAAN UNTUK MEMPENGARUHI ATAU MENGENDALIKAN KORPORASI
TANPA HARUS MENDAPAT OTORISASI DARI PIHAK
MANAPUN.
INSTANSI BERWENANG DAPAT MENETAPKAN PEMILIK MANFAAT DI LUAR PEMILIK
MANFAAT LAINNYA.
•Perseroan Terbatas, Yayasan, dan Perkumpulan melalui Sistem Administrasi Badan Hukum yang diselenggarakan
oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
•Koperasi melalui Sistem Administrasi Layanan Badan Hukum Koperasi yang diselenggarakan oleh Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
•Persekutuan Komanditer, Persekutuan Firma, dan Bentuk Korporasi Lainnya melalui sistem jaringan komputerisasi
penyelenggaraan pendaftaran perusahaan yang diselenggarakan oleh Kementerian Perdagangan atau instansi atau
lembaga Pemerintah yang mendapatkan delegasi dari Kementerian Perdagangan
•Selain itu, Korporasi juga menyampaikan informasi Pemilik Manfaat dari korporasi kepada lembaga yang memiliki
kewenangan pengawasan dan pengaturan bidang usaha Korporasi, sesuai dengan bidang usaha masing-masing
Korporasi.
Korporasi wajib melakukan pengkinian
informasi Pemilik Manfaat secara berkala
setiap 1 (satu) tahun.
PENGKINIAN INFORMASI
Korporasi, Notaris, atau pihak lain yang menerima kuasa dari Korporasi wajib menatausahakan dokumen terkait Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam jangka waktu
paling singkat 5 (lima) tahun sejak tanggal pendirian atau pengesahan Korporasi.
Dalam hal Korporasi bubar, likuidator wajib menatausahakan dokumen terkait Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam jangka waktu
paling singkat 5 (lima) tahun sejak pembubaran Korporasi.
RECORD KEEPING
DOKUMEN
PERUBAHAN
PEMILIK
MANFAAT
DARI
KORPORASI
DOKUMEN
PENGKINIAN
INFORMASI
PEMILIK
MANFAAT
DOKUMEN
LAIN
TERKAIT
INFORMASI
PEMILIK
MANFAAT
DARI
KORPORASI
Pengawasan terhadap pelaksanaan penerapan
prinsip mengenali Pemilik Manfaat dilakukan oleh
Instansi Berwenang.
Dalam melaksanakan tugas pengawasannya,
Instansi Berwenang memiliki kewenangan:
• menetapkan regulasi atau pedoman sebagai
pelaksanaan Peraturan Presiden ini sesuai
dengan kewenangannya
• melakukan audit terhadap Korporasi
• mengadakan kegiatan administratif lain dalam
lingkup tugas dan tanggung jawab sesuai
dengan ketentuan Peraturan Presiden ini
PENGAWASAN
•Pengawasan oleh Instansi Berwenang
dilakukan berdasarkan hasil penilaian
risiko tindak pidana pencucian uang dan
tindak pidana pendanaan terorisme.
•Dalam melakukan pengawasan, Instansi
Berwenang bekerja sama dengan Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan.
•Dalam hal diperlukan, Instansi
Berwenang dapat berkoordinasi dengan
lembaga terkait sesuai dengan
Korporasi yang tidak melaksanakan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini dikenai
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan Peraturan Presiden ini, penerapan pengenaan sanksi administratif oleh
Otoritas Berwenang mengacu perundang-undangan yang mengatur kewenangan
Otoritas Berwenang dalam mengenakan sanksi administratif, antara lain:
• 1) Undang-Undang tentang Wajib Daftar Perusahaan
• 2) Undang-Undang tentang PerKoperasian
• 3) Undang-Undang tentang Perdagangan Berjangka Komoditi
• 4) Undang-Undang tentang Bank Indonesia
• 5) Undang-Undang tentang Yayasan
• 6) Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas
• 7) Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan
• Peraturan Perundang-undangan Lainnya
Instansi Berwenang mengelola informasi mengenai Pemilik Manfaat yang disampaikan oleh
Korporasi dalam Sistem Pelayanan Administrasi
Korporasi.
Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana
pendanaan terorisme oleh Korporasi, Instansi Berwenang dapat melaksanakan kerja sama
pertukaran informasi Pemilik Manfaat dengan instansi peminta,
baik dalam lingkup nasional maupun internasional.
KERJA SAMA INFORMASI PEMILIK MANFAAT - 1
Kerja sama pertukaran informasi
Pemilik Manfaat antara Instansi
Berwenang dengan instansi peminta
berupa permintaan atau pemberian
informasi Pemilik Manfaat secara
elektronik atau nonelektronik.
Instansi peminta meliputi:
• a. instansi penegak hukum;
• b. instansi pemerintah;
Pemberian inforrnasi Pemilik Manfaat kepada pihak pelapor dilakukan
oleh Instansi Berwenang dalam rangka penerapan prinsip mengenali
pengguna jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pihak pelapor merupakan setiap orang yang menurut peraturan
perundang- undangan mengenai Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang wajib menyampaikan laporan kepada PPATK.
Selain dengan instansi peminta, Instansi Berwenang dapat melaksanakan
kerja sama pertukaran inforrnasi Pemilik Manfaat dengan pihak pelapor.
Setiap orang dapat
meminta informasi
Pemilik Manfaat
kepada Otoritas
Berwenang.
Tata cara meminta
informasi Pemilik
Manfaat dari Korporasi
dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan
peraturan
perundang-undangan mengenai
keterbukaan informasi
publik.
PERMINTAAN INFORMASI PEMILIK
MANFAAT
PADA SAAT PERATURAN PRESIDEN MULAI BERLAKU, KORPORASI
YANG TELAH MENDAPATKAN ATAU MASIH DALAM PROSES
PENDAFTARAN, PENGESAHAN, PERSETUJUAN, PEMBERITAHUAN, DAN PERIZINAN USAHA BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN, WAJIB MENGIKUTI PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PEMILIK MANFAAT SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM KETENTUAN PERATURAN
PRESIDEN INI PALING LAMBAT 1 (SATU) TAHUN
TERHITUNG SEJAK PERATURAN PRESIDEN
INI BERLAKU
BENEFICIAL OWNERSHIP (BO)
INDONESIA?
Berdasarkan data publik pengadilan di Indonesia, terdapat
73 kasus pencucian uang menggunakan korporasi dengan
nilai sekitar Rp.4,5 triliun (4.589.338.756.318).
Sedangkan
berdasarkan data PPATK sampai per September 2017,
terdapat sejumlah
5146 Laporan Transaksi Keuangan
Mencurigakan (LTKM) terkait pencucian uang dan
pendanaan terorisme yang berpotensi dilakukan oleh
korporasi
dengan total nilai sekitar
Rp.1602 triliun
pemimpin bisnis percaya bahwa
penting untuk mengetahui Pemilik
Manfaat dari entitas mereka
berbisnis
– EY’s 14th Global Fraud Survey 2016
Lembaga Pemeringkat Kredit Tiga Terbesar
(Fitch dan Standard & Poor’s, Moody’s)
menggunakan transparansi sebagai tolak
ukur dalam metodologi penilaiannya.
•
Fitch
Menetapkan tingkat investasi negara
berdasarkan ukuran stabilitas dan
transparansi.
•
S&P
Mengakui transparansi Pemilik Manfaat
sebagai salah satu tahapan untuk
memperbaiki pasar.
4
“Pemilik Manfaat adalah orang perseorangan yang
dapat menunjuk atau memberhentikan direksi,dewan
komisaris, pengurus, pembina, atau pengawas pada
Korporasi, memiliki kemampuan untuk mengendalikan
Korporasi, berhak atas dan/atau menerima manfaat dari
Korporasi
baik langsung maupun tidak langsung,
merupakan pemilik sebenarnya dari dana atau saham
Korporasi dan/atau memenuhi kriteria sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Presiden ini”
►
Membantu penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
dengan upaya penelusuran aset koruptor yang lebih efektif
►
Memaksimalkan proses pemulihan aset
►
Mempersulit penyembunyian harta kekayaan hasil korupsi
►
Mendorong good governance sehingga membantu
pencegahan korupsi
►
Meningkatkan transparansi sektor swasta
►
Meningkatkan kredibilitas sektor finansial dan perbankan
SINKRONISASI SISTEM ADMINISTRASI BADAN HUKUM
DENGAN PERATURAN PRESIDEN NO. 13 TAHUN 2018
TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PEMILIK MANFAAT
DARI KORPORASI DALAM RANGKA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME
Cahyo Rahadian Muzhar
Plt. Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Hotel Grand Mercure Kemayoran, 27 Maret 2018
FATF memberikan rekomendasi terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana pencucian uang, sebagaimana termuat dalam rekomendasi nomor 24, yaitu
sebagai berikut:
1.Negara harus memiliki mekanisme yang mengidentifikasi dan menjelaskan
perbedaan macam bentuk dan ciri dasar sebuah badan hukum di negaranya,
proses untuk menciptakan badan hukum dan untuk mendapatkan serta rekaman
dasar dan informasi penerima manfaat. Informasi ini harus tersedia untuk umum
2.Negara harus menggunakan satu atau lebih mekanisme berikut untuk memastikan
bahwa informasi penerima manfaat suatu perusahaan diperoleh dari perusahaan
tersebut dan tersedia disuatu tempat tertentu di negara mereka, atau sebaliknya
dapat ditentukan dengan waktu tertentu oleh lembaga yang berwenang
3.Negara harus memastikan bahwa informasi penerima manfaat adalah akurat dan
up to date
4.Negara harus memastikan bahwa kerja sama perusahaan dengan lembaga yang
berwenang sebisa mungkin dalam menentukan penerima manfaat
5.Negara yang memiliki badan hukum mampu mengeluarkan pemegang saham atau
penjamin pemegang saham, harus menerapkan satu atau lebih mekanisme yang
ada, untuk memastikan bahwa mereka tidak menyalahgunakan untuk pencucian
uang dan pembiayaan teroris
Pada tanggal 5 Maret 2018 terbitlah Peraturan
Presiden Nomor 13 Tahun 2018 Tentang Penerapan
Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi
Dalam Rangka Pencegahan Dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang Dan Tindak Pidana
Pendanaan Terorisme.
Terkait dengan beneficial ownership maka Kemenkumham
telah menerbitkan Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 Tentang
Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Notaris,
dimana dalam Pasal 2 Permenkumham tersebut diatur bahwa:
(1)Notaris wajib menerapkan prinsip mengenali Pengguna
Jasa.
(2)Prinsip mengenali Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a.identifikasi Pengguna Jasa;
b.verifikasi Pengguna Jasa; dan
c.pemantauan Transaksi Pengguna Jasa.
Prinsip Mengenali Pengguna Jasa
Ditjen AHU telah melakukan pengembangan aplikasi Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) online terkait terbitnya PerPres tersebut, yaitu sebagai berikut:
1.Memasukkan kriteria beneficial ownership kedalam aplikasi, baik itu kriteria beneficial
ownership untuk Perseroan Terbatas, Yayasan dan Perkumpulan
2.Membuat form isian beneficial ownership dengan data-data yang harus diisi adalah sebagai berikut:
a.nama lengkap;
b.nomor identitas kependudukan, surat izin mengemudi, atau paspor; c. tempat dan tanggal lahir;
d.kewarganegaraan;
e.alamat tempat tinggal yang tercantum dalam kartu identitas; f. alamat di negara asal dalam hal warga negara asing;
g.Nomor Pokok Wajib Pajak atau nomor identitas perpajakan yang sejenis; dan h.hubungan antara Korporasi dengan Pemilik Manfaat.
3.Membuat monitoring system untuk mengetahui Badan Hukum baik Perseroan Terbatas, Yayasan maupun Perkumpulan yang di dalamnya terdapat beneficial ownership.
4.Membuat system pemanfaatan data beneficial ownership, agar nantinya data beneficial
ownership ini dapat di gunakan atau di manfaatkan oleh instansi lain yang berwenang
dan berkepentingan.
BENEFICIAL OWNERSHIP
Dalam Penerapan Prinsip
Mengenali Pemilik Manfaat
dari Korporasi
Isian pada sisi pemohon (Notaris) terdiri dari:
‐ Informasi tentang pengertian pemilik manfaat
‐ Preview dan download Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018
‐ Checklist disclaimer perpres tentang pemilik manfaat.
‐ Pertanyaan tentang pemilik manfaat lain, selain dari pemegang saham untuk PT, dan pendiri
bagi Yayasan dan Perkumpulan
‐ Jika memilih “TIDAK” pemohon tidak perlu mengisi data pemilik manfaat
‐ Jika memilih “YA” pemohon wajib mengisi data pemilik manfaat
Pengisian Pemilik Manfaat Perorangan
‐ WNI
‐ Ceklist Disclaimer
‐ Klik tombol “SIMPAN”
Pengisian Pemilik Manfaat Perorangan
‐ WNA
‐ Ceklist Disclaimer
‐ Klik tombol “SIMPAN”
disampaikan dalam
Diseminasi Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 Tentang Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat
atas Korporasi dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan TPPT
1
PENGUATAN ASPEK PENCEGAHAN TPPU DAN
TPPT PADA SEKTOR JASA KEUANGAN
MELALUI PEMANFAATAN KEBIJAKAN
TRANSPARANSI INFORMASI PEMILIK MANFAAT
DARI KORPORASI
Manfaat Transparansi Informasi Pemilik Manfaat atas Korporasi
2
Latar Belakang Perlunya Transparansi Informasi Pemilik Manfaat
1
2
Prinsip Internasional terkait Transparansi Informasi Pemilik Manfaat
3
Transparansi Informasi Pemilik Manfaat bagi Proses CDD
4
Tindak Lanjut
3
1. Latar Belakang Perlunya Transparansi Informasi Pemilik Manfaat
FATF REPORT – LAUNDERING THE PROCEEDS
OF CORRUPTION
“… the case studies showed that every
examined case featured the use of corporate
vehicles, trusts, or non-profit entities of some
type”
OECD PUBLICATIONS FOCUSING ON
CORRUPTION
“the misuse of a variety of “corporate
vehicles”, including corporations, trusts,
foundations, and partnerships with limited
liability features”
100 CASES FROM THE EGMONT GROUP
▪
concealment within business structures
“to conceal criminal funds within the
normal activity of existing businesses or
companies controlled by the criminal
organisation”
the criminal has more control over
the company being used, either by
beneficial ownership or a close
relationship with the actual owner
▪
misuse of legitimate businesses
“to use an existing business or company
for the laundering process without the
organisation being aware of the criminal
source of the funds”
APG YEARLY TYPOLOGIES REPORT – 2017
“The Panama Papers and international case
studies have highlighted the use of corporate
vehicles to disguise illicit funds obtained by
corrupt officials”
4
Laporan Hasil Riset Tipologi 2016
“Dari Laporan Hasil Pemeriksaan
PPATK tahun 2013-2014,
berdasarkan profil pihak terlapor,
28 % pihak terlapor berbentuk
badan”
National Risk Assessment Indonesia - 2015
“Pengguna jasa badan usaha/korporasi,
khususnya yayasan dan korporasi non UMKM
berisiko lebih tinggi menjadi pelaku TPPU
dibandingkan pengguna jasa perorangan”
Sectoral Risk Assessment Perbankan
“Pejabat lembaga pemerintahan (eksekutif,
legislatif, dan yudikatif), pengusaha/wiraswasta
(orang perseorangan), pengurus partai politik,
dan korporasi menjadi nasabah yang berisiko
tinggi dalam melakukan TPPU”
5
2. Manfaat Transparansi Informasi Pemilik Manfaat atas Korporasi
Transparency and
Beneficial
Ownership
Pencegahan dan
Pemberantasan
TPPU & TPPT
Penegakan
Hukum
Perpajakan
Perijinan &
Pengawasan
G20 High-Level Principles on
Beneficial Ownership Transparency
“Improving the transparency of legal
persons and arrangements is
important to protect the integrity
and transparency of the global
financial system”
increasing growth through
private sector investment
Article 12 of The United Nations Convention Against Corruption
Promoting transparency among private entities, including, where appropriate, measures
regarding the identity of legal and natural persons involved in the establishment and
management of corporate entities;
6
FATF Recommendation
Countries should take measures to prevent the misuse of legal persons and legal
arrangements for money laundering or terrorist financing.
Global Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purposes
Adequate, accurate and up to date information on the identity of the legal and beneficial
owners of relevant entities and arrangements is available to competent authorities in a timely
manner, as well as accounting information for these entities and arrangements.
7
Informasi atas Perusahaan Terbuka
▪ Informasi direksi/anggota dewan
momisaris yang memiliki saham
perusahaan terbuka, baik langsung
maupun tidak langsung
▪ Informasi pihak yang memiliki saham,
baik langsung atau tidak langsung paling
sedikit 5% dari modal disetor dalam
Perusahaan Terbuka
Informasi Hasil CDD dari PJK
(Peraturan OJK Nomor 11 /POJK.04/2017)
▪ Informasi BO dari nasabah PJK
Informasi Korporasi dari Company Registry
1. memiliki saham lebih dari 25 % pada PT
2. memiliki hak suara lebih dari 25 % pada PT
3. menerima keuntungan atau laba lebih dari
25% dari keuntungan atau laba PT per
tahun;
4. memiliki kewenangan untuk mengangkat,
menggantikan, atau memberhentikan
anggota direksi dan anggota dewan
komisaris;
Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018
Tentang Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat
atas Korporasi dalam rangka Pencegahan dan
Pemberantasan TPPU dan TPPT
PJK wajib memahami profil, maksud dan tujuan hubungan usaha, dan
transaksi yang dilakukan Nasabah dan Pemilik Manfaat (Beneficial Owner)
melalui identifikasi dan verifikasi.
PJK wajib melakukan CDD terhadap Pemilik Manfaat (Beneficial Owner).
8
Verifikasi atas informasi dan dokumen
pendukung Calon Nasabah berdasarkan
dokumen dan/atau sumber informasi
lainnya
✓ dapat dipercaya
✓ independen
✓ data terkini.
9
Data dan informasi Beneficial
Owner dari Korporasi di
Kemenkum HAM adalah
sumber informasi yang sangat
penting sebagai informasi
dasar terkait dengan
Korporasi.
Informasi tersebut harus
tersedia dan dapat diakses
oleh PJK, DNFBPs, dan
otoritas terkait
Single source of a well-resourced
and proactive company registry
Data BO Korporasi di
Kemenkum HAM
PJK
DNFBPs
Otoritas
Terkait Lain
Ketersediaan data BO Korporasi di Kemenkum HAM tidak
menghilangkan kewajiban PJK untuk melakukan proses CDD
(identifikasi dan verifikasi) BO
10
TUJUAN PROSES CDD
1. Mencegah penyalahgunaan legal persons dan arrangements,
dengan cara memahami nasabah, dalam rangka menilai
kemungkinan potensi pencucian uang atau pendanaan
2. Melakukan tindakan yang tepat untuk memitigasi risiko
pencucian uang atau pendanaan terorisme
4. Transparansi Informasi Pemilik Manfaat bagi Proses CDD
Compliment
each other
11
WHAT NEXT ?
➢ Proses verifikasi atas akurasi data
➢ Monitoring pengkinian data
➢ Availability & accessibility data
Bagaimana mekanisme bagi PJK dalam
mengakses data ?
12