• Tidak ada hasil yang ditemukan

Direito. Dwi Mingguan Hak Azasi Manusia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Direito. Dwi Mingguan Hak Azasi Manusia"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Direito

Dwi Mingguan Hak Azasi Manusia

Yayasan HAK

Jl. Gov. Serpa Rosa T-091, Farol Dili - Timor Lorosae

Tel/Fax.: + 313323 e-mail: yhak@minihub.org

E d i t o r i a l

E d i s i 0 7 • 24 J u l i 2 0 0 0

Transisi: Semua

Kekuasaan Terpusat

Pada UNTAET

Rakyat seperti tak pernah mendengar sumbangan NCC pada

pemerintahan transisi.

N

CC [National Consultative

Council-Dewan Konsultatif

Nasional] diharapkan menjadi wadah konsultasi yang menjamin partisipasi rakyat Timor di dalam proses pengambilan keputusan selama masa transisi. Tugasnya adalah memberikan nasehat tentang kebijaksanaan-kebijaksanaan yang berhubungan dengan masalah eksekutif dan legislatif. Melalui dewan ini - berupa forum konsultasi bersama, yang terdiri dari wakil rakyat Timor dan UNTAET -pendapat, keprihatinan, adat-istiadat dan kepentingan rakyat Timor akan diwakili. Tapi, dewan tidak akan mengurangi wewenang final pemerintahan transisi untuk memenuhi pertanggungjawaban yang ditugaskan pada UNTAET berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan No. 1272/1999.

Dewan Konsultatif Nasional beranggotakan 15 orang, yang menurut UNTAET mencerminkan hasil referen-dum lalu. Tujuh anggota mewakili CNRT, tiga wakil dari “kelompok politik

selain CNRT yang telah ada sebelum referendum” dan seorang wakil dari gereja. Selain mereka ada tiga anggota dari UNTAET, sementara ketua NCC dipegang oleh Administrator Transisi. Di dalam Resolusi 1272/1999 jelas disebutkan bahwa mandat UNTAET mencakup kekuasaan eksekutif dan legislatif serta administrasi yudikatif. “Karena mandatnya yang luas itu, seluruh kekuasaan terpusat di tangan UNTAET,” kata Aniceto Guterres Lopes, direktur Yayasan HAK. Dalam prakteknya UNTAET sering melakukan intervensi terhadap pelaksanaan fungsi yudikatif. Misalnya, pada bulan Mei UNTAET dengan terburu-buru mengamandemen peraturan tentang masa penahanan tersangka tindak pidana demi membenarkan penahanan yang dilakukannya terhadap Vitor Alves yang telah melampaui waktu (110 hari). NCC hanya berperan sebagai or-gan konsultasi. Ini membuat rakyat sulit menilai kinerja mereka. Dalam program legislasi, misalnya, berapa peraturan yang dibuat UNTAET pernah mereka tolak? Adakah peraturan yang diubah setelah melalui proses konsultasi? Atau apakah mereka memberikan usulan peraturan-peraturan? Hal-hal ini yang dapat digunakan untuk menilai kinerja mereka. Yang kita tahu, mereka sering rapat membahas peraturan-peraturan yang disiapkan oleh UNTAET.

Menurut Avelino Coelho, NCC harus aktif memberikan pandangan dan nasehat pada UNTAET atas kebijakan-kebijakannya tentang politik rekonstruksi dan administrasi Timor Lorosae menuju kemerdekaan nanti. “Nyatanya, banyak aspirasi rakyat yang Pedagang di pasar tradisional. Suaranya sampai ke NCC?

Partisipasi, tranparansi dan representativitas memang telah menjadi keprihatinan banyak orang sejak UNTAET memulai pekerjaannya. Banyak kepurusan dan kebijakan UNTAET yang hany adapat diikuti masyarakat melalui media informasi tradiosional: penuturan dari mulut ke mulut. NCC (National Consultative

Council - Dewan Konsultasi Nasional)

yang diharapkan menyalurkan aspirasi rakyat tidak dapat melakukan fungsinya secara efektif. Bahkan ada anggotanya yang tidak pernah dapat bertemu dengan rakyat, yang tidak pernah bisa berada di Olympia atau pesawat terbang bersamanya.

Belakangan, wakil beberapa organisasi massa dan organisasi non-pemerintah mulai diminta memberikan pandangannya terhadap kebijakan-kebijakan tersebut melalui mekanisme hearing di NCC. Tapi itu pun tidak banyak membantu, karena suara mereka kadang tak didengarkan.

Sesudah pertemuan Lisboa, ada kabar NCC mau diperluas keanggotaannya, dan diberi peranan legislatif. Perubahan ini nampaknya cukup positif. Namun masih ada banyak nada keraguan. Semua orang berharap perubahan nama dan struktur ini dapat juga membawa perubahan pada proses rekonstruksi Timor Lorosae menuju kemerdekaan.

(2)

Direito Utama

Kaum perempuan Timor Lorosae

harus diberi kesempatan untuk

berpartisipasi dan mengambil

bagian dalam

keputusan-keputusan politik di negara ini.

Mereka harus diberi kesempatan

untuk menjadi pucuk pimpinan.

Mereka pun harus diberi

kebebasan untuk memilih

wakilnya dalam parlemen.

tak tersalurkan,” katanya., Menurutnya, untuk menyalurkan aspirasi rakyat perlu dibuka saluran komunikasi dan dialog yang intensif, agar masyarakat bisa mempunyai akses pada NCC, begitu pula sebaliknya. Public hearing yang melibatkan kelompok masyarakat seperti NGO berjalan tidak efektif, sebab melupakan kelompok masyarakat lain, seperti pers, pemuda, mahasiswa, dan kelompok adat. “Ini menunjukkan bahwa kelompok sasaran yang dipilih untuk konsultasi di luar struktur NCC pun tidak representatif,” kata Avelino. Idealnya, kata Aniceto Lopes, harus ada pemisahan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Saat ini kekuasaan masih terpusat meskipun ada lembaga NCC. UNTAET memiliki kemampuan, baik sumber daya manusia maupun keuangan, sehingga ia dengan mudah mendominasi NCC. “Seharusnya kekuasaan legislatif diserahkan pada orang Timor Lorosae, sehingga kita tidak saja berbicara mengenai partisipasi tapi juga ada perimbangan antara posisi orang Timor Lorosae, yang lebih tahu tentang bangsa, masyarakat dan negaranya di-bandingkan dengan staf UNTAET yang seluruhnya adalah orang asing,” kata Aniceto, tamatan Fakultas Hukum Univesitas Udayana, Denpasar, Indo-nesia itu. Seharusnya orang Timor Lorosae, kata Aniceto, diberi fungsi untuk mengontrol kekuasaan eksekutif agar bekerja sesuai dengan keinginan orang Timor Lorosae.

Apakah NCC telah meng-akomodir kepentingan rakyat? Menurut Aniceto, kepentingan rakyat itu sulit terakomodir karena keanggotaan NCC yang tidak representatif.

Menurut pengamatan redaksi, golongan yang dipandang perlu diwakili dalam NCC oleh UNTAET adalah kemerdekaan dan pro-otonomi. Padahal penggolongan masyarakat tidak sesederhana itu. Dalam masyarakat ada golongan petani, buruh, pedagang kecil, profesional, dan sebagainya yang harus diwakili. Selain itu, NCC juga punya masalah berupa tidak adanya komunikasi dengan anggota masyarakat yang seharusnya mereka perjuangkan aspirasinya.

Soal rencana penambahan jumlah anggota NCC, Aniceto berkomentar, “Boleh saja asal

menambah representasi jika sebe-lumnya mereka dianggap kurang mewakili berbagai kelompok yang ada, seperti partai politik yang lama maupun yang baru, NGO maupun kelompok dalam masyarakat.” Pendapat Avelino berbeda. Bagi Sekjen Partai Sosialis Timor (PST) itu, yang menjadi masalah bukan jumlah anggota, tapi mutu anggota NCC dalam memperjuangkan aspirasi rakyat. “Walaupun anggotanya ditambah banyak, tapi tak bisa merumuskan masalah yang ada di dalam masyarakat, ya sama saja.” [Baca: Rubrik Wawancara]

***

Sementara Genoveva Martins, anggota NCC, mengatakan bahwa sudah saatnya UNTAET maupun CNRT memberi kesempatan dan peluang bagi kaum perempuan untuk aktif berpartisipasi dalam pemerintahan. “Sebuah langkah positif yang diambil UNTAET sekarang, yakni dengan melibatkan seorang perempuan Timor Lorosae sebagai menteri dalam pemerintahan transisi,” ujarnya. Menurutnya, agenda penting yang menjadi perhatian kaum perempuan saat ini adalah bagaimana mem-perjuangkan penghormatan terhadap hak-hak perempuan.

Kaum perempuan Timor Lorosae, lanjutnya, telah melintasi proses panjang, sejak dari pemerintahan kolonial Portugis, pendudukan ilegal Indonesia dan se-karang memasuki pemerintahan transisi. “Kami melihat dan mengetahui bahwa ada agenda penting bagi kaum

perempuan, yakni b a g a i m a n a menempatkan kaum perempuan sama dengan kaum lainnya sesuai dengan hak dan kewajibannya,” jelasnya. Kaum perempuan juga memiliki hak memilih dan dipilih. Mereka juga mempunyai kebebasan untuk memilih organisasi p o l i t i k , m e n d a p a t k a n

pekerjaan yang layak, mendirikan organisasi sosial atau organisasi massa. Kaum perempuan pun harus bebas berpolitik. Artinya, kaum perempuan Timor Lorosae juga diberi kesempatan untuk berpartisipasi dan mempunyai kekuatan untuk ikut mengambil bagian dalam keputusan-keputusan politik di negara ini. “Mereka harus diberi kesempatan untuk menjadi pejabat atau pucuk pimpinan. Mereka pun harus diberi kebebasan untuk memilih wakilnya dalam parlemen. Kaum perempuan pun diberi kesempatan untuk menyampaikan pemikiran, ide, aspirasi, kemauan dan tujuannya dalam konstitusi dan hukum negara Timor Lorosae.”

Saat ini kaum perempuan sedang memasuki proses yang sulit akibat berbagai krisis. Karena itu, tuntutannya adalah bagaimana mencari solusi untuk mengatasi masalah yang dihadapi kaum perempuan pada masa sekarang dan masa depan. Persoalan lain yang juga penting adalah persoalan emergency, terutama persoalan ekonomi dan keuangan bagi rakyat yang tak memiliki tempat tinggal.

Di sisi lain, persoalan-persoalan tersebut membuktikan bahwa kaum perempuan telah memenangkan kesadaran politik mereka. Material bisa hilang, bisa menjadi arang, tapi semangat untuk berjuang dan membebaskan negaranya dari kolonialisme menuju demokrasi tidak luntur.

(3)

Wa w a n c a r a

Pandangan Anda tentang mekanisme konsultasi NCC dengan UNTAET?

NCC adalah sebuah lembaga yang terdiri dari tujuh anggota dewan transisi CNRT, tiga orang di luar CNRT dan dua kursi untuk kelompok pro-otonomi. Pe. Jose Antonio mewakili gereja dan empat orang dari UNTAET. NCC dibentuk dengan satu harapan, badan ini dapat mewakili aspirasi dari seluruh komponen bangsa Timor Lorosae dengan memberikan pan-dangan, nasehat atau rekomendasi tentang kebijakan atau peraturan yang akan diimplementasikan oleh UNTAET selaku pengendali pe-merintahan transisi. Tapi kenyataan-nya justru bakenyataan-nyak aspirasi rakyat yang tak tersalurkan. Akibatnya, muncul berbagai tuntutan dan harapan terutama dari kalangan NGO, organisasi pemuda dan mahasiswa. Sikap mereka membuat kita berpikir, bagaimana NCC bisa mewakili aspirasi semua orang. Karena itu perlu dimaksimalkan mekanisme kon-sultasinya. Diharapkan pula tersedia saluran agar masyarakat bisa diberi akses pada NCC, begitu pula sebaliknya. Tapi, itu pun masih di persimpangan jalan.

Bagaimana langkah kongrit NCC memberikan konsultasi kepada UNTAET?

Selama ini UNTAET menyiapkan draft peraturan-peraturan yang katanya telah dikonsultasikan dengan tenaga-tenaga teknis, yang kita sendiri tidak tahu latar belakangnya. Mereka ini cukup memainkan peranan penting. Seringkali UNTAET mengatakan akan konsultasi dengan masyarakat sipil. Baru kemudian draft peraturan itu di-bawa ke rapat NCC, mendengar pan-dangan anggota NCC dan apa

Aspirasi Rakyat Tak Tersalurkan

Avelino Coelho

UNTAET tidak memberikan keleluasaan pada anggota NCC untuk memberikan ide,

masukan, dan pandangan mereka tentang produk-produk UNTAET. Mengkritisi

berbagai kebijakan UNTAET yang tidak demokratis itu, Direito menemui Avelino

Coilho. Lelaki kelahiran Ossu, Viqueque yang pernah menempuh pendidikan di Seminari

Externato, Balide itu berbicara tentang kendala yang dihadapi NCC. Berikut petikannya.

rekomendasi yang akan diberikan. Tapi tidak pernah terjadi. Sementara itu setiap pandangan dan rekomendasi yang kita sampaikan dalam rapat konsultasi tidak otomatis diterima, karena tergantung pada kebijakan UNTAET. Ini berarti mekanisme yang diciptakan tidak memberikan ke-sempatan secara maksimal pada anggota NCC.

Sebenarnya dalam membuat peraturan ada tiga tahap, yakni tahap pembuatan draf atau rancangan peraturan, tahap konsultasi, dan tahap sosialisasi sebelum peraturan itu diim-plementasikan. Tujuannya untuk meng-etahui siapa sasarannya. Misalnya, peraturan tentang pers maka kelompok yang harus dikonsultasi adalah kelompok pers. Tapi sekarang justru sebaliknya. Mekanisme seperti itu tidak pernah berjalan, sehingga konsultasi yang dilakukan meng-ambang. Semestinya, setelah me-lakukan konsultasi baru dibawa ke rapat konsultasi karena sebelumnya telah mendengar aspirasi dari kelompok sasaran.

Fakta lainnya, selama ini anggota NCC tidak pernah melakukan konsultasi langsung dengan masyarakat. Misalnya, saya yang mewakili ke-lompok sosialis paling tidak hanya berkonsultasi dengan anggota Partai Sosialis Timor (PST). Dan saya tidak bisa membuka hubungan dengan kelompok-kelompok lain seperti NGO atau kelompok pemuda.

Anda pernah mengusulkan mekanisme seperti itu pada UNTAET?

Pernah. Beberapa kali saya meng-usulkan mekanisme konsultasi seperti itu. UNTAET menanggapinya dengan mengadakan public hearing. Mereka mengundang kelompok-kelompok

yang berkepentingan seperti NGO untuk berbicara dan menyampaikan pandangan mereka. Itu baru dilakukan beberapa bulan yang lalu, tapi saya masih menilai kurang efektif.

Peraturan yang dikeluarkan UNTAET apakah mencerminkan aspirasi rakyat?

Bagi rakyat Timor Lorosae ada persoalan, karena peraturan yang ditetapkan UNTAET merupakan kebijakan politik yang akan diimplementasikan. Sekarang kita belum memiliki satu kebijaksanaan dan program politik sebagai referensi untuk membuat counter sugestion atas peraturan-peraturan UNTAET. Misalnya, ketika UNTAET membuat peraturan tentang pertanahan, apa politik kita tentang tanah yang terkait dengan kepentingan seluruh bangsa? Untuk itu kita harus mempertahan-kan ketika dihadapmempertahan-kan dengan peratur-an UNTAET. Mungkin UNTAET akperatur-an membuat peraturan pertanahan dari negara lain yang sifatnya liberal. Langkah-langkah untuk counter

sugestion harus kita siapkan.

Seluruh aspek kehidupan Timor Lorosae ke depan harus dirumuskan bersama-sama. Tapi selama ini kita kesulitan karena belum mempunyai kesatuan program nasional yang jelas. Maka, dalam kongres CNRT yang akan datang harus dititik-beratkan pada perumusan program nasional agar kita bisa membawanya ke UNTAET. Semua orang Timor Lorosae harus punya satu visi dan pandangan, entah mereka menjadi anggota CNRT, partai politik, organisasi pemuda atau NGO.

Dengan penambahan jumlah anggota menjadi 33 orang apakah itu akan lebih meningkatkan efektifitas kerja NCC?

(4)

Wa w a n c a r a

Saya tidak melihat dari segi jumlah, tapi kualitas. Kualitas yang representatif harus ada keterpaduan dalam visi, misi, dan pandangan. Dengan demikian setiap anggota membawa aspirasi seluruh komponen bangsa yang merupakan satu kesatuan nasional. Karena tidak ada visi dan pandangan yang sama, akhirnya saya harus berbicara dari kacamata sosialis. Menurut saya, sekali pun anggota NCC ditambah menjadi 100 tetap tidak akan berjalan dengan efektif, karena anggota NCC tidak tahu akan berbicara tentang apa. Bahkan ada yang diam saja. Dalam kongres CNRT mendatang, saya mengusulkan agar memperhatikan aspirasi nasional, baik kelompok yang ada di dalam CNRT maupun yang ada di luar. Semua kelompok yang ada harus dilibatkan dalam penyusunan program itu. Kelompok pemuda apa programnya dan CNRT bagaimana. Misalnya, masalah ekspor kopi, CNRT mengatakan harus ada pajak, tapi PST mengatakan tidak usah atau yang lain mengatakan pajaknya sebesar 2%. Ini terserah. Semua perbedaan pandangan itu dirumuskan menjadi satu kesatuan demi kepentingan nasional.

Tentang latar belakang pergantian nama NCC menjadi NLC (National

Legislative Council - Dewan

Legislatif Nasional)?

Perubahan nama itu ada usul dari UNTAET, anggota NCC, CNRT dan PST. Dalam demonstrasi buruh di kantor UNTAET beberapa waktu lalu, kita meminta agar NCC diubah fungsinya, tidak hanya konsultasi. Konsultasi itu membuat UNTAET tidak terikat dengan pandangan, ide dan masukan dari anggota NCC. Berdasarkan pertimbangan usul dan saran dari masyarakat kita mengusul-kan untuk menganti fungsi, nama, dan komposisinya. Penambahan jumlah anggota menjadi 33 itu oke, tapi yang menjadi persoalan adalah bagaimana memilih wakil dari distrik. Karena infrastruktur demokrasi dalam sistem politik kita belum berjalan secara maksimal. Masa kerja UNTAET telah berjalan sembilan bulan tapi mereka belum mengorganisir partai politik, belum mengeluarkan suatu peraturan yang mengatur tentang keberadaan

partai politik di Timor Lorosae. Dalam sebuah masyarakat ada dua elemen infrastruktur demokrasi. Pertama, partai-partai politik yang harus mengirim wakil-wakilnya ke da- lam sistem, dan kedua ialah kelompok penekan (pressure group) yang menjalankan fungsi social control, seperti pers atau NGO. Tampaknya kedua kelompok ini belum menjalan-kan fungsinya secara maksimal. Kita kesulitan dalam menentukan wakil dari Baucau, Dili atau Suai, misalnya. Saya pernah menawarkan agar calon UNTAET bisa memiliki 5-6 nama calon dan me- reka harus dikonsultasikan dengan masyarakat, institusi yang ada untuk melihat persentasinya, sehingga mereka betul-betul di-kenal oleh ma-syarakatnya.

Artinya NCC tidak saja di Dili ...

Ya, kita pernah mengusulkan agar dibentuk juga dewan distrik. Tapi mereka lebih

me-mikirkan NCC di tingkat pusat baru ditarik wakil da-ri setiap distda-rik. Saya tetap berpan-dangan, bahwa harus ada dewan di distrik. Persoal-annya, bagaima-na kita mengolah sistem demokrasi ini dan bagaimana bentuknya, subs-tansi demokrasi macam apa.

Menurut Anda sistem demokrasi Timor Lorosae ke depan itu seperti apa?

Saya mengusulkan suatu sistem demokrasi yang betul-betul demokras-tis. Pertama, peranan partai politik harus dimaksimalkan, kedua peranan kelom-pok penekan seperti pemuda, NGO juga harus jelas. Semua kepentingan dan aspirasi dari kedua kelompok ini harus diperhatikan untuk mem-bentuk sistem demokrasi di dalam NCC. Dua kelompok politik ini harus diberikan kesempatan untuk mem-bangun mekanisme yang demokratis dalam mengiring wakil dan duta mereka. Kalau semuanya jelas maka UNTAET

tidak akan bingung dalam menjalankan tugasnya. Ada forum NGO untuk diminta konsultasi, ada parati politik, ada kelompok pemuda, dan kelompok pers. Langkah ini harus dibangun mulai dari sekarang.

Tuntutan pembentukan partai politik cukup kencang sementara UNTAET belum membuat peraturan kepartaian?

Beberapa kali saya telah berbicara dengan UNTAET ketika mereka mengatakan tidak ada anggaran untuk partai politik. Menurut pemahaman saya, UNTAET mempunyai dua fungsi, yakni membangun kembali Timor Lorosae dan menyelesaikan persoalan yang belum rampung. Itu pertama. Kedua adalah mem-persiapkan Timor Lorosae menuju kemerdekaan. Pembentukan peme-rintahan ke depan harus melalui pemilihan umum yang multipartai dan

bebas. Sampai sekarang belum ada partai politik yang melakukan kegiat-an karena belum ada UU Kepartaikegiat-an. Saya telah mengusulkan pada bagian politik UNTAET untuk mem-pertimbangkan pembuatan peraturan tentang kepartaian menyusul UU tentang pemilu. Karena pada prinsip-nya, suka atau tidak, hak berserikat dan berorganisasi melekat pada diri setiap orang. Maka, sekarang sudah ada inisiatif dari rakyat untuk membentuk partai politik dan membuka kantor partainya. UNTAET harus memikir-kan peraturan untuk mengatur hak-hak politik mereka. Perlu ada legalitas agar hak mereka tidak diinjak-injak oleh orang lain.

Setiap pandangan dan

rekomendasi yang disampaikan

dalam rapat konsultasi tidak

otomatis diterima, karena

tergantung pada kebijakan

UNTAET. Ini berarti mekanisme

yang diciptakan tidak

mem-berikan kesempatan secara

maksimal pada anggota NCC.

(5)

5

O p i n i

“Sorry, I am very busy! I have no time”.

Maaf, saya sangat sibuk. Saya tidak ada waktu. Begitu ucapan yang sering meluncur dari mulut para pekerja UNTAET ketika mereka berpapasan atau bertemu dengan orang Timor Lorosae. Rakyat hampir mendengarnya setiap hari. Sementara di kota Dili,

melaju berbagai jenis kendaraan. Kendaraan roda empat maupun roda dua itu lalu lalang sejak pagi-pagi buta hingga tengah malam. Dan Dili pun mulai macet. Jumlah kendaraan meningkat tajam dibanding pada zaman pendudukan militer Indonesia. Di setiap sudut kota Dili pun kini muncul bermacam-macam restoran yang menyajikan

berbagai menu ala barat seperti hotdog, hamburger, sandwich, dan lain-lainnya. Kita tentu sulit menemukan kedai yang menjajakan fehuk tunu [ubi jalar bakar] atau batar fai [jagung tumbuk yang direbus dengan bunga pepaya]. Kedua jenis makanan ini merupakan makanan kesukaan katuas dan ferik di kampung-kampung di seluruh penjuru Timor Lorosae.

Kalau kita mengunjungi kantor pusat UNTAET, di gedung bekas kantor gubernur, dan ketika memasuki kantor pusat informasi, kita akan menjumpai beberapa lemari penuh dengan dokumen, berupa gazette (kumpulan peraturan yang dikeluarkan oleh UNTAET), Tais Timor (koran resmi UNTAET), selebaran yang berisi kata-kata “sulit” dalam bahasa Tetum, Inggris, Indonesia, dan Portugis, serta berbagai selebaran yang berisi pengumuman yang dikeluarkan oleh pusat informasi UNTAET. Ironisnya, ketika kita mengujungi salah satu aldeia di kota Dili — di kantor cefe de suco, misalnya, kita tidak menemui satu pun dokumen seperti yang berserakan di kantor UNTAET tersebut. Ini masih di kota Dili. Coba bayangkan di luar kota. Misalnya, di Sub Distritu Turiscai, Same. Rakyat kebanyakan di pelosok Turiscai pasti kebingungan dengan mahkluk yang bernama “transisi” itu. Bukan saja rakyat kebanyakan, tapi hal yang sama juga dihadapi para pimpinan lokal. Bahkan mereka mengaku tak pernah

Menelusuri Lorong-lorong Pemerintahan Transisi

Oleh Aderito de Jesus Soares*

membaca satu peraturan yang telah dikeluarkan oleh UNTAET selama ini.

Lalu bagaimana dengan lalu-lalangnya kendaraan di kota Dili seharian penuh itu? Rupa-rupanya helikopter pun seperti tak ingin ketinggalan. Pada malam hari ada saja

helikopter UNTAET yang dengan cuma-cuma menyediakan “penerangan” dengan lampu sorotnya. Apa yang mereka lakukan dengan semua kesibukan tersebut? Lalu bagaimana dengan lalu-lintas yang serba semrawut di kota Dili? Mereka bahkan membuat semakin semrawutnya lalulintas yang sudah kacau balau itu. Hingga kini belum ada aturan atau rambu-rambu lalu-lintas dan lampu pengatur kendaraan di perempatan jalan. Sementara peraturan mengenai investasi malah telah keluar sejak beberapa bulan lalu. Lalu, untuk siapa semuanya itu?

Pemandangan yang lain lagi kalau kita mengunjungi Pengadilan Distrik di kota Dili - yang disebut sebagai Distric Court of Dili — di sana kita akan menemui banyak orang yang datang untuk mengadukan masalahnya. Tapi pada saat yang bersamaan, kalau kita masuk ke kantor pengacara publik atau kantor para hakim, kita akan menjumpai suasana yang agak menyakitkan. Kenapa? Mereka masih harus mencari-cari mesin printer untuk mencetak dokumen yang telah mereka ketik, karena di sana memang tidak ada printer (juga komputer) yang cukup. Coba bandingkan dengan peralatan yang digunakan untuk bekerja staf UNTAET di kantor pusat mereka. Dan pada saat yang bersamaan, kita melihat banyak kendaraan UNTAET lalu-lalang di kota Dili, restoran yang dibuka di kiri dan kanan jalan. Bagaimana semua ini

berlangsung pada waktu dan ruang yang hampir bersamaan?

Tidak ada yang tahu. Namanya saja masa transisi. Bukankah semuanya berada di tangan UNTAET? Mereka mengendalikan kekuasaan eksekutif, legislatif, dan judikatif sekaligus. Begitu yang tertera dalam mandat Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1272. Itu tidak bisa diganggu gugat, begitu kata sebagian besar pimpinan UNTAET.

Bukankah Resolusi Dewan Keamanan No. 1272 keluar tahun lalu? Kondisi Timor Lorosae pada masa itu tentu berbeda dengan keadaan sekarang. Bukankah sudah saatnya untuk “merevisi” resolusi tersebut, sehingga dapat memberi kesempatan lebih luas pada rakyat Timor Lorosae dalam proses transisi itu. Dan kalau kita mau berbicara mengenai demokrasi, maka sudah saatnya untuk membuka kesempatan yang lebih luas pada rakyat Timor Lorosae untuk terlibat dalam proses ini?

Saat ini, secara tiba-tiba rakyat Timor Lorosae disodori beberapa nama orang Timor Lorosae sebagai calon “menteri”. Sementara kita juga mendengar bahwa akan dibentuk Dewan Nasional (National Council) yang seluruh anggotanya terdiri dari orang Timor Lorosae. Tapi, persoalannya, mereka diangkat untuk berbuat apa? Bagaimana dengan mandat Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1272? Bisakah mereka — baik menteri maupun anggota Dewan Nasional — bertindak lebih berani berhadapan dengan Resolusi Dewan Keamanan No. 1272 tersebut? Mudah-mudahan Resolusi Dewan Keamanan No. 1272 tidak menjadi “kitab suci” bagi mereka yang menjadi “menteri” dan menjadi anggota Dewan Nasional mendatang. Sehingga, masa transisi ini bisa dijalankan dengan keterlibatan penuh rakyat Timor Lorosae.

* Pengacara, aktif di Sahe Institute for Liberation.

Di kantor para hakim, kita akan menjumpai

suasana yang menyakitkan. Mereka harus

mencari-cari mesin printer untuk mencetak

dokumen yang telah mereka ketik, karena

memang tak ada printer (juga komputer) yang

cukup. Bandingkan dengan peralatan yang

digunakan untuk bekerja staf UNTAET di kantor

pusat mereka.

(6)

Serba Serbi

Pembahasan Draft Peraturan Ketenagakerjaan

Sepuluh Juni lalu, Seksi

So-cial Service UNTAET telah

menyelesaikan rancangan “ Peraturan Standar

Ke-tenagakerjaan dan Peraturan Hubungan Ke -tenagakerjaan ”. Setelah

mereka meminta komentar dari pihak pengusaha, buruh dan kelompok masyarakat sipil, pada pada awal Juli lalu, Sahe Institut for Liberation, L A I F E T, Ya y a s a n H A K , C D H T L — y a n g b e r g e r a k dalam advokasi buruh bersama Serikat Pekerja UNTAET, Pelabuhan dan Konstruksi mengkaji kedua draft tersebut di Wisma Comissão Dereitos Humanus Timor Lorosae ( C D H T L ) d i D i l i . “ H a s i l diskusi ini akan disampaikan pada Seksi Social Service agar mereka bisa memperbaiki rancangan peraturan yang masih banyak kelemahannya itu,” tutur Silverio dari Divisi Pengkajian Yayasan HAK. Kedua rancangan itu akan segera diberlakukan setelah

hearing dengan NCC.

* * *

Lokakarya HAM di Lospalos

Pemegang tampuk peme -rintahan transisi, UNTAET, yang memulai masa kerjanya sejak 25 Oktober 1999 lalu, ternyata belum berhasil mengurangi persoalan yang tersisa akibat pembumi -hangusan wilayah Timor Lorosae, yang dilakukan oleh milisi pro-Indonesia dengan bantuan TNI. Paling tidak itu yang dirasakan rakyat. Jumlah pengangguran semakin mem-bengkak, karena lowongan pekerjaan yang ditawarkan

oleh UNTAET maupun NGO Internasional hanya mampu menyerap segelintir orang yang memiliki kualifikasi di atas rata-rata. Sarana belajar-mengajar pun serba terbatas. Penghargaan bagi guru juga sangat kurang. Selain itu, pelayanan publik selama masa transisi nyaris terabaikan. Untuk menjawab masalah tersebut, Yayasan HAK bekerjasama dengan USC Canada Dili, Yayasan Satunama Yogyakarta, dan Paroki Lospalos mengadakan lokakarya dengan tema “HAM dan Penyelesaikan Konflik di Timor Lorosae”. Acara yang berlangsung pada 11-13 Juli itu diikuti oleh 37 orang Katekis dan Mudika. Materi yang dibahas antara lain masalah rekonsiliasi, hak asasi manusia, penegakan hukum, resolusi konflik, dan peyananan publik sebagai hak asasi manusia.

* * *

Investigasi Kasus Tanah di Baucau

Kasus sengketa tanah semakin merajalela saja. Untuk mendapatkan informasi yang lengkap, Yayasan HAK menelusuri kasus sengketa tanah yang diadukan oleh masyarakat. Untuk itu, staf D i v i s i A d v o k a s i m e l a k u k a n i n v e s t i g a s i sengketa tanah milik Gaspar Coreia di Seical dan pe-r a m p a s a n r u m a h Antonio da L u z U n g d i Bahu, pada 6-9 Juli lalu. Dua

kasus itu terjadi di Baucau Kota. Keterangan dari saksi, korban, dan pelaku yang dihimpun itu sebagai bahan untuk menyelesaikan masalah. Melalui mediasi, misalnya. Tapi bila memang tak juga menemukan titik temu, maka kasus tersebut dapat di -selesaikan melalui meja hijau.

* * *

Kegiatan di Rumah Rakyat

Tim Divisi Bantuan Emergensi Yayasan HAK di wilayah barat, pada awal bulan lalu mendapat kunjungan dari Oxfam, mitra kerja Yayasan HAK. Sergio dan Jane dari Oxfam yang ditemani Antonio Geronimo dari Divisi Bantuan Emergensi itu ingin mengetahui perkembangan kegiatan rumah rakyat yang terletak di Bazartete, Maubara, Memo, Atabae, dan Lolotoe. Namun, karena keterbatasan waktu kedua tamu itu hanya sempat mengunjungi Desa Atabae di zona Atabae dan Desa Memo di Maliana. Sergio dan Jane kemudian berdiskusi dengan Pe. Andreas Hane, SVD selaku penanggungjawab kegiatan di wilayah tersebut. Dari pertemuan informal itu mereka membahas masalah seputar kelompok kerja, jenis kegiatan, sarana yang

(7)

7

Serba Serbi

digunakan serta bantuan yang diberikan oleh NGO lokal maupun internasional. “Terdapat 20 kelompok kerja. Dua belas kelompok lahan basah dan sisanya lahan kering,” tutur Antonio.

Sementara pada pertengahan bulan lalu, staf lapangan Jesuit Refugee

Serv-ice (JRS), sebagai mitra kerja

Rumah Rakyat wilayah barat meninjau kegiatan di Desa Memo yang tengah membuat bendungan air. Rogerio Viegas mengatakan, “Air dari sungai Nunura itu dialirkan ke saluran irigasi dengan menggunakan sistem tradisional, yaitu menggunakan batu.” Se -mentara bendungan di Atabae telah berfungsi. Bendungan itu menggunakan sumber dari sungai Loes.

Bantuan lain berupa alat pertanian, peralatan tulis dan beras diserahkan oleh Luis de Oliveira dan Julio Fernandes pada sekretaris Yayasan Raimaran, Celestino dos Santos pada akhir bulan lalu. Bantuan berupa parang dan

paku juga dise-rahkan pada kelom-pok dampingan Di-visi Bantuan Emer-gensi di Stasi Mi-sionari Zona Ata-bae. Pada hari yang sama, Luis dan Julio juga me-nyerahkan beras sebanyak 0,5 ton di Zona Balibo. Ban-tuan yang ditujukan untuk kelompok ra-wan pangan tersebut langsung diserah-kan kepada Sekre-taris CNRT, yang langsung diserah-terimakan pada Adao de Purifica-ção sebagai pe-nanggungjawab di zona tersebut.

Selain itu, Divisi Bantuan Emergensi juga melakukan pelayanan kesehatan di Desa Manapa Zona Cailaco, Distrik Bobonaro. Kegiatan yang dilakukan pada pertengahan Juni lalu itu dilakukan oleh Fransisca Nunes, Angelica do Amaral, Luis de Oliveira, dan Antonio Lay.

* * *

Perkembangan Konflik Tanah di Uatolari

Pada 14-17 Juli lalu, Yayasan HAK yang diwakili oleh Oscar da Silva dan Silverio Pinto Baptista bersama pihak Land & P r o p e r t y U N TA E T D i l i telah melakukan kunjungan ke Uatolari, Viqueque. Tujuannya untuk menindaklanjuti memo-randum saling pengertian antara Suco Macadique dan Matahoi dengan Suco Uaitame, Afaloicai, Babulo dan Vesoru mengenai proses penyelesaian sengketa tanah

persawahan. “Kami ingin tahu perkembangan pengumpulan data yang dilakukan oleh panitia pelaksana,” tutur Oscar da Silva, Kepala Divisi Pendidikan dan Peng -organisasian. Dalam perte-muan pada 14 Juli ternyata hanya sebagian data saja yang telah terkumpul.

Sementara dari Desa Macadique belum ada data yang berhasil dikumpulkan. Di antara anggota tim pelaksana tidak ada koordinasi dan masing-masing bekerja sendiri-sendiri. “Mereka masih saling mencurigai, se-hingga keberatan ketika harus menyerahkan data yang telah terkumpul itu.” Dari tiga desa yang telah mengumpulkan data adalah 10 orang dari Afaloicai, Uaitame tujuh orang sedangkan Matahoi tiga orang. Data tersebut langsung diserahkan pada Yayasan HAK dan Land & Property Section UNTAET. Sedangkan pada pertemuan tanggal 15 Juli menyepakati pertemuan pada 3-6 Agustus mendatang, yaitu dengan membentuk Panitia Mediasi. Panitia tersebut terdiri dari Land & Property Dili, CNRT Distrik Viqueque, UNTAET Distrik Viqueque, Yayasan HAK, Falintil, Assosiasi Makaer Fukun, pihak gereja, Komisi Perdamaian dan Keadilan Paroquia Uatolari, Komisi Investigasi dan Konsultasi Uatolari, CivPol, para tokoh adat, enam orang Chefe de Suco Posto Uatolari dan mereka yang terlibat dalam kasus sengketa tanah tersebut.

* * *

(8)

Redaksi DireitoDireitoDireitoDireitoDireito

Pemimpin Redaksi: Rui Viana Editor: TI Lay Out: Quim Staff & Reporter: Neves, Rodrigues,

Ami Lian

Diterbitkan atas dukungan:

Mekanisme Penentuan Anggota Harus Melibatkan Rakyat

NCC tidak lebih dari kumpulan politisi, sebagai badan legimitimatif bagi kebijakan-kebijakan UNTAET. Mereka kurang proaktif dalam mengambil inisiatif untuk mengubah kebekuan situasi. Hubungan NCC dengan rakyat juga tidak jelas. Karena itu, perubahan NCC menjadi NLC merupakan satu perkembangan positif jika dilihat dari konteks partisipasi publik dalam pemerintahaan transisi. Apalagi akan melibatkan wakil dari generasi muda dan kalangan independen. Mengenai penambahan jumlah anggota? “Telah duduk tujuh orang wakil dari CNRT, tapi ada prediksi bahwa utusan dari 13 distrik kemungkinan besar akan didominasi oleh CNRT. Mereka diharapkan akan berbicara atas nama rakyat,” tutur Joao Sarmento, Sekretaris Umum DSMPTT. Karena itu perlu membangun mekanisme yang memperhatikan rakyat. Misalnya, wakil distrik dipilih oleh rakyat lewat para tokoh adat, kelompok pemuda, perempuan, dan kelompok lainnya. Mereka juga harus bekerja lebih efektif dan perlu dibentuk lembaga informal sebagai tempat konsultasi rutin dengan rakyat. “Ini penting karena selama ini hanya sedikit anggota NCC yang memiliki akses ke masyarakat.”

Wakil Pemuda Harus Ditambah

Selama ini NCC hanya menjadi tempat koordinasi, sehingga tidak punya kekuatan untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan di Timor Lorosae. Minimal harus ada 5 wakil dari generasi muda. Kenapa? “Mayoritas penduduk Timor Lorosae adalah kaum muda dan untuk membangun kaderisasi,” kata Nino Santana dari IMPETTU. Selain itu, jika dilihat dari prespektif komitmen kerakyatan, maka generasi tua yang mendominasi Timor Lorosae saat ini, termasuk mendominasi keanggotaan NCC, lebih mengutamakan kepentingan politik dan idiologi partai daripada berkonsentrasi pada kebutuhan dan tuntutan rakyat. Sementara kaum

muda yang nota bene tidak terikat secara langsung dengan kelompok atau partai politik akan lebih berpeluang untuk mengutamakan kepentingan rakyat.

Jangan Melupakan Rakyat

Saya ingin mengingatkan, selama 24 tahun pengalaman kita dijajah Indone-sia, apa yang namanya badan legislatif atau dewan perwakilan rakyat itu malah menjadi dewan pemeras dan penekan rakyat. Dengan pengalaman ini, “Saya ingin mengatakan, setelah menjadi anggota NLC, ke-33 orang itu jangan melupakan rakyat. Mereka menduduki jabatan itu karena kepentingan dan atas nama rakyat. Mereka harus melayani rakyat dan berani menerima kritik dari rakyat, entah itu seorang desa, kampung atau seorang gembel,” kata Alexandre Mendes, Cefe Aldeia 20 de Maio, Becora.

Emergency yang Utama

Pembicaraan seputar perubahan NCC menjadi NLC tidak menarik perhatian masyarakat di pelosok. Sebabnya karena kurangnya sosialisasi sampai ke tingkat bawah. JS (28), seorang warga Maubara mengatakan, “Saya tidak tahu apa itu NCC, apa pula tugas dan fungsinya.” Persoalan yang pal-ing utama saat ini adalah menjawab tuntutan emergency di segala bidang, terutama pangan, rumah, dan kesehatan. “Di Kampung kami, tidak pernah dikunjungi dokter. Jika ada yang sakit, kami harus mengantarkan berobat sampai ke kota. Bantuan makanan pun sudah sulit, kecuali jagung untuk janda dan orang cacat.” Para wakil rakyat itu, kata JS, jangan hanya duduk di kursi yang empuk dan ngomong hal-hal yang sebenarnya bukan tuntutan riil masyarakat.

Jangan Hanya Sekadar Ganti Nama

Mengomentari pergantian nama NCC menjadi NLC, Joanico Reis, pemuda Bucoli mengatakan, pergantian itu harus dibarengi dengan ketegasan

fungsi tugas dan wewenangnya. “Kalau hanya sekadar mengubah nama dan menambah personil, ya sama saja. Tugas, fungsi dan wewenang NCC tidak sama dengan NLC. Dan itu harus dipertegas.” Pemuda yang sekarang aktif mengembangkan koperasi petani di desanya itu, menjelaskan bahwa berdasarkan mekanisme demokrasi, maka penentuan anggota legislatif nasional harus melalui pemilihan umum. “Wakil yang ditunjuk rakyat memikul tanggung jawab, karena membawa aspirasi rakyat untuk mereka perjuangkan.” Ia tidak tahu bagaimana mekanisme pemilihan dan kriteria calon anggota NLC. “Jangankan mekanisme pemilihan, kriteria calon anggota saja saya pikir belum banyak masyarakat yang tahu.” Kurangnya sosialisasi itu menunjukan bahwa kerja UNTAET kurang transparan.

Harus Ada Kriteria yang Jelas

Bagi saya tidak penting siapa dan dari mana orang-orang yang akan duduk sebagai anggota NLC. Yang penting, harus disepakati dulu sebuah kerangka atau konsensus tentang kriteria bagi seseorang yang akan duduk sebagai anggota NLC. Tome Geronimo mengusulkan beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk menjadi anggota NLC, yakni: pertama, memiliki kapasitas teknis yang memadai danm mempunyai kemauan keras untuk membangun. Kedua, harus berjiwa demokrat. Dan yang terakhir, harus memiliki kepekaan sosial yang tinggi. Sebelum seseorang diangkat, terlebih dulu ia harus mengkampanyekan misi dan program yang akan dilakukannya. Sosialisai program ini akan bermanfaat bagi rakyat untuk membangun mekanisme kontrol yang efektif. “Seandainya setelah duduk sebagai anggota NLC, seseorang tidak menepati janjinya pada rakyat, maka rakyat punya hak untuk menggantikannya dengan yang lain.”

Referensi

Dokumen terkait

Untuk Pelaksanaan Ujian Nasional Tersebut Mendiknas Telah Mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 97 Tahun 2013 Tentang Kriteria Kelulusan

Kondisi saat ini di lapangan menunjukkan bahwa saat tali tambat (mooring hawser) menerima beban maksimun sensor monitoring yang ada akan mengirim respon ke sistem kontrol elektronik

Çekmez iken bülbülün goncandan âlâm ile derd Zînet eylerken seni geh lâle gibi sürh verd Benzini ey bûstân fasl-ı hazân mı etdi zerd Yoksa başı taşra bir serv-i

Namun demikian, Saham Gratis yang terdaftar atas nama Penerima Manfaat akan diambil kembali berdasarkan ketentuan di bawah ini dan Penerima Manfaat tidak dapat

Hasil penelitian secara simultan juga konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Tuasikal (2007) dan Pangastuti (2008), bahwa tingkat pemahaman sistem akuntansi

Corpus luteum menghasilkan progesteron yang dapat menghambat pertumbuhan folikel dominan mencapai ovulasi sehingga akan mengurangi pengaruh negatif dari inhibin dan

Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan

Bab ini merupakan pendeskripsian terkait dengan pengembangan pegawai dan budaya kerja organisasi dengan analisis pelatihan mind shifting di lingkungan Badan Pengawasan Keuangan