• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Magister Akuntansi ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 13 Pages pp

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Magister Akuntansi ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 13 Pages pp"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 4, No. 2, Mei 2015 - 32

PENGARUH PEMAHAMAN SISTEM AKUNTANSI

KEUANGAN DAERAH, PENATAUSAHAAN KEUANGAN

DAERAH, DAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

TERHADAP KINERJA SKPD PADA PEMERINTAHAN

KABUPATEN ACEH TENGGARA

Mukmin1, Darwanis2, Syukriy Abdullah3

1) Magister Akuntansi ProgramPascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh 2,3)Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji apakah sistem akuntansi keuangan daerah,

penatausahaan keuangan daerah, dan pengelolaan barang milik daerah berpengaruh terhadap kinerja SKPD, pemahaman sistem akuntansi keuangan berpengaruh terhadap kinerja SKPD, menguji pemahaman penatausahaan keuangan daerah berpengaruh terhadap kinerja SKPD dan menguji pemahaman pengelolaan barang milik daerah berpengaruh terhadap kinerja SKPD pada pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara.Populasi dalam penelitian ini adalah pengguna anggaran, pejabat penatausahaan keuangan, dan bendahara pada SKPD di Pemerintahan Kabupaten Aceh Tenggara sebanyak 90 orang, sedangkan sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dari survey

kuesioner dalam bentuk pernyataan-pernyataan secara terstruktur.Hasil penelitian menunjukkan bahwa

secara bersama-sama pemahaman sistem akuntansi keuangan daerah, penatausahaan keuangan daerah dan pengelolaan barang milik daerah secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap kinerja aparatur pada Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara, pemahaman sistem akuntansi keuangan daerah secara parsial tidak berpengaruh positif terhadap kinerja aparatur pada Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara, penatausahaan keuangan daerah secara parsial berpengaruh positif terhadap kinerja aparatur pada Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara dan pengelolaan barang milik daerah secara parsial juga berpengaruh positif terhadap kinerja aparatur SKD pada Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara.

Kata kunci : Sistem Akuntansi Keuangan Daerah, Penatausahaan Keuangan Daerah,

Pengelolaan Barang Milik Daerah dan Kinerja SKPD.

PENDAHULUAN

Kinerja Pemerintah Aceh dinilai lemah, hal tersebut dapat dilihat dari daya serap anggaran tahun 2013 yang belum mencapai minimal(shnews.com, 27 September 2013).KetuaGerakan Pemuda Mahasiswa Aceh Tenggara, Faisal Kadrin Dube S.Sos, menyatakan, sejumlah perkantoran di jajaran Pemkab Agara terlihat sepi, selain kepala dinas tidak masuk kantor, staf juga tidak memberikan

pelayanan, sehingga mengabaikan pelayanan kepada masyarakat, menurut beliau hal tersebut bukan rahasia umum lagi kalau para kepala dinas dan staf di Agara suka meninggalkan tugas (aceh.tribunnews.com, 22 februari 2014). Menurut Rezsa (2008) dalam Melati (2011:1), kinerja aparat pemerintah bertujuan untuk memberikan pelayanan publik yang mendahulukan kepentingan umum, mempermudah urusan publik, mempersingkat

(2)

33 - Volume 4, No. 2, Mei 2015

pelayanan dan memberikan kepuasan kepada publik. PP No. 53/2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri adalah peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk mendorong kinerja Pegawai dalam mewujudkan tujuan pemerintah tersebut.

Dengan dikeluarkannya UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah telah memberikan implikasi yang sangat mendasar yang mengarah pada perlu dilakukannya reformasi pemerintahan daerah yang diterapkannya cara pandang/paradigma baru dalam pengelolaan keuangan daerah. Reformasi Pemerintahan daerah tersebut harus diikuti dengan reformasi kelembagaan dan reformasi manajemen, yang juga berpengaruh terhadap penatausahaan keuangan daerah dan pengelolaan aset daerah. Untuk melaksanakan berbagai urusan yang menjadi kewenangan daerah tersebut diperlukan sarana dan prasarana yang memadai agar urusan yang dilaksanakan dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Pengelolaan tersebut meliputi terjadinya kenaikan jumlah maupun

nilai kekayaan negara yang dikuasai pemerintah daerah yang sebelumnya dalam penguasaan pemerintah pusat.

UU No.1/2004 tentang

Perbendaharaan Negara pasal 51 ayat (2) menyatakan bahwa, Kepala SKPD selaku Pengguna Anggaran harus menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana termasuk transaksi pendapatan dan belanja, yang berada dalam tanggung jawabnya. Hal ini berarti bahwa setiap SKPD harus membuat laporan keuangan unit kerja yaitu antara lain: Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan Atas Laporan Keuangan, sedangkan yang menyusun laporan Arus Kas adalah Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Daerah. Penatausahaan keuangan daerah dalam pelaksanaan APBD mengalami perubahan yang cukup fundamental.Diantara perubahan tersebut adalah dilimpahkannya sebagian mekanisme peraturan keuangan di Badan/Biro/bagian Pengelolaan Keuangan Daerah kepada SKPD, lingkup penatausahaan keuangan yang dilimpahkan diantaranya pengujian Surat Permintaan Pembayaran (SPP), baik Langsung

(3)

Volume 4, No. 2, Mei 2015 - 34 (LS), Uang Persedian (UP), Ganti Uang (GU),

maupun Tambahan Uang (TU) serta penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM). Perubahan mendasar dalam penatausahaan keuangan dan aset daerah pasca reformasi adalah perubahan sistem akuntansi pemerintah pusat dan daerah. Akuntansi akan mempunyai peran yang nyata dalam kehidupan sosial ekonomi kalau informasi yang dihasilkan oleh akuntansi dapat mengendalikan perilaku pengambilan kebijakan ekonomi untuk bertindak menuju kesuatu pencapaian tujuan sosial dan ekonomi negara. Sebagai alat kontrol dan alat untuk mencapai tujuan pemerintah. Akuntansi harus dapat berperan dalam mengendalikan roda pemerintahan dalam bentuk pengelolaan keuangan daerah berdasarkan aturan yang berlaku (Suwardjono, 2005:159).

Terkait dengan hal tersebut maka pemerintah daerah perlu mempersiapkan instrumen yang tepat untuk melakukan pengelolaan/manajemen asset secara profesional, transparan, akuntabel, efisien dan efektif mulai dari tahap perencanaan, pendistribusian dan pemanfaatan serta pengawasannya. Maka dari itu pemahaman

akuntansi dan penatausahaan keuangan daerah adalah suatu hal yang sangat penting dimengerti oleh pemerintah daerah diantaranya sekretaris daerah selaku koordinator Pengelola Keuangan Daerah, Kepala SKPKD (Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah) selaku PPKD (Pejabat Pengelola Keuangan Daerah) dan Kepala SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) selaku pejabat pengguna anggaran/ pengguna barang, kepala Sub bagian, dinas, badan atau kantor, mengingat tuntutan publik akan transparansi suatu daerah agar dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi moral maupun material demi terciptanya pemerintah yang baik dan transparan.

Pemahaman sistem akuntansi merupakan hal yang perlu dicermati, karena untuk dapat menyajikan informasi keuangan yang memadai dalam bentuk pelaporan keuangan yang dapat dipahami oleh pengguna, maka harus dilakukan oleh personel yang memiliki kompetensi dibidang penatausahaan keuangan daerah, serta harus memahami system akuntansi, khususnya akuntansi keuangan daerah. Newkirk (1986:24) menegaskan bahwa keberhasilan pengembangan sistem informasi akuntansi keuangan sangat tergantung pada komitmen dan keterlibatan pegawai pemerintah daerah. Pernyataan ini menandakan sistem akuntansi keuangan sebagai alat kontrol perlu dipahami

(4)

35 - Volume 4, No. 2, Mei 2015

oleh personel atau pegawai unit satuan kerja pemerintah daerah yang berkomitmen, artinya keterlibatan pegawai yang memiliki pemahaman di bidang sistem akuntansi harus didukung oleh komitmen. Agar akuntansi dapat dijadikan salah satu alat dalam mengendalikan roda pemerintahan, akuntansi harus dipahami secara memadai oleh penyedia informasi keuangan.

Pengelolaanbarang milik daerah adalah

melaksanakan pengelolaan aset/Barang Milik Daerah (BMD) berdasarkan prinsip dasar-dasar manajemen aset terhadap aset/BMD dengan mengikuti landasan kebijakan yang diatur berdasarkan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keppres, Kepmen dan Surat Keputusan lainnya yang berhubungan dengan pengaturan/pengelolaan aset daerah (agusranu.blogspot.com). Harus dipahami oleh pemerintah daerah bahwa tujuan utama

pengelolaan aset adalah

mengoptimalkanpemanfaatan aset daerah, oleh karena itu, untuk mewujudkan hal tersebut pengelolaan barang milik daerah harus dipahami benar oleh pegawai yang berhubungan langsung dalam proses pengelolaan aset daerah guna mencapai hasil kerja yang memuaskan dan dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat.

KAJIAN KEPUSTAKAAN Kinerja SKPD

Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja (performance). Sebagaimana

dikemukakan oleh Mangkunegara (2005) dalam Melati (2011:30) bahwa istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Kinerja dibedakan menjadi dua, yaitu kinerja individu dan kinerja organisasi. Kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan, sedangkan kinerja organisasi adalah gabungan dari kinerja individu dengan kinerja kelompok (Mangkunegara, 2005 dalam Melati, 2011:31).

Prawirosentono (1999:2) mengartikan kinerja sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika. Tolak ukur kinerja adalah ukuran keberhasilan yang dicapai pada setiap

(5)

Volume 4, No. 2, Mei 2015 - 36 unit kerja perangkat daerah. Tolak ukur kinerja

ditetapkan dalam bentuk standar pelayanan minimal yang ditentukan oleh masing-masing daerah. Pengukuran kinerja merupakan wujud akuntabilitas, dimana penilaian yang lebih tinggi menjadi tuntutan yang harus dipenuhi, data pengukuran kinerja dapat menjadi peningkatan program selanjutnya. Berdasarkan Pasal 1 angka 35 PP No.58/2005 tentang Pengelolaan keuangan daerah, Kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur.

Robbins dan Judge (2008:52) mendefinisikan kemampuan merujuk ke kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam pekerjaan tertentu. Kemampuan keseluruhan seseorang pada hakikatnya tersusun dari dua faktor yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik.Dalam penyelenggaraan pemerintahan, kemampuan intelektual dan kemampuan fisik sangat dibutuhkan oleh aparatur pemerintahan untuk mengoptimalkan kinerja. Ishak (2002:5) menyatakan bahwa sumberdaya manusia adalah pemegang kunci dari semua aktivitas. Banyaknya modal yang berhasil dikumpulkan, akan hilang tanpa makna jika sumberdaya manusia sebagai pengelolanya tidak memiliki kapasitas yang

tepat untuk mengurus modal tersebut. Di dalam pemerintahan daerah kinerja yang harus diukur adalah kinerja SKPD selaku pengguna anggaran/pengguna barang milik daerah (Pasal 1 angka 33 UU No.33/2004, Pasal 1 angka 17 PP No.58/2005).

Pemahaman Sistem Akuntansi Keuangan Daerah

Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut (Pasal 1 angka 5 PP No.58/2005). Penerapan Otonomi daerah seutuhnya membawa konsekuensi logis berupa penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan berdasarkan manajemen keuangan yang sehat. Sesuai ketentuan peraturan perundangan yang telah ditetapkan, pemerintah daerah berkewajiban untuk membuat laporan pertanggung jawaban keuangan. Pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk menetapkan sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah dalam bentuk peraturan daerah (PP No.105/2000). Pasal 4 angka 2 PP No.58/2005 juga menyebutkan bahwa Pengelolaan keuangan

(6)

37 - Volume 4, No. 2, Mei 2015

daerah dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah.

Sistem akuntansi pemerintahan adalah rangkaian sistematik dari prosedur, penyelenggara, peralatan, dan elemen lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak analisis transaksi sampai dengan pelaporan keuangan di lingkungan organisasi pemerintah (Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Keuangan No.238/2011). Pemerintah daerah menyusun sistem akuntansi pemerintah daerah yang mengacu kepada standar akuntansi pemerintahan (Pasal 96 angka 1 PP No.58/2005). Akuntansi keuangan pemerintah daerah merupakan bagian dari akuntansi sektor publik, yang mencatat dan melaporkan semua transaksi yang berkaitan dengan keuangan daerah.

Purdy (1993) dalam Ratih (2012:9) menegaskan bahwa sebelum seseorang menggunakan data yang diperoleh, orang tersebut perlu memahami fungsi data tersebut, serta harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Sejalan dengan Purdy, Herbert et. al (1984)

dalam Ratih (2012:3) juga menegaskan bahwa secara ekstrim penting bagi sebagian besar manajer (dinas, badan, kantor dan bagian) adalah memahami bagaimana informasi diperoleh, dianalisis, dan dilaporkan. Sebagian besar manajer juga harus memahami bagaimana pencatatan yang dilakukan oleh organisasi lain dalam mempertanggungjawabkan sumber daya yang dikelola.

Collier (1997:7) berpendapat bahwa akuntansi memiliki implikasi terhadap hubungan antara pemegang kekuasaan dan lingkungan organisasi, serta sistem akuntansi manajemen merupakan suatu kekuatan yang mempengaruhi strategi. Ini menandakan bahwa untuk memediasi hubungan antara pemerintah daerah dengan pemangku kepentingan lainnya yang ada di daerah diperlukan suatu media untuk mengkomunikasikan program-program pemerintah. Salah satu media yang dipandang relevan dalam mengkomunikasikan dan dijadikan sebagai alat untuk mengawasi program-program pemerintah yang tercermin dalam APBD adalah sistem akuntansi keuangan daerah. Argumen ini sejalan dengan pandangan Boockholdt (1996) dalam Ratih (2012:10) yang menyatakan bahwa sistem akuntansi menyediakan informasi bagi setiap individu yang ada di dalam dan di luar organisasi.

Penatausahaan Keuangan Daerah

(7)

Volume 4, No. 2, Mei 2015 - 38 keseluruhan kegiatan yang meliputi

perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah ( Pasal 1 angka 6 PP No.58/2005). Dalam rangka melaksanakan wewenang atas penggunaan anggaran yang dimuat dalam DPA-SKPD, kepala SKPD menetapkan pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD sebagai pejabat penatausahaan keuangan SKPD ( Pasal 14 angka 1 PP No.58/2005). Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran, bendahara penerimaan/pengeluaran dan orang atau badan yang menerima atau menguasai uang/barang/kekayaan daerah, wajib menyelenggarakan penatausahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 86 PP No.58/2005).

Edward (1992) dalam Ratih (2012:12) menyatakan manajemen keuangan daerah dapat dilakukan dengan baik jika pemerintah daerah dapat mendefinisikan secara jelas tujuan dari manajemen keuangan. Anthony dan Young (2003:17) menegaskan bahwa anggaran perlu disiapkan secara detail dan melibatkan manajer pada setiap level organisasi. Keterlibatan

manajer dalam penyusunan anggaran khususnya dalam anggaran sektor publik diharapkan berpengaruh positif terhadap kinerja pelayanan yang diberikan. Dalam konteks penatausahaan keuangan daerah, implementasi program pemerintah daerah yang mengkonsumsi sejumlah sumber daya tertentu dapat dievaluasi melalui kinerja yang dihasilkan oleh setiap satuan kerja. Penatausahaan keuangan daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses Pengelolaan Keuangan Daerah, baik menurut PP No. 58/2005 maupun berdasarkan Permendagri No.13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa untuk kepentingan pelaksanaan APBD dan/atau penatausahaan keuangan daerah, kepala daerah perlu menetapkan pejabat fungsional untuk tugas bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran. Untuk itu bendahara penerimaan wajib menyelenggarakan penatausahaan terhadap seluruh penerimaan dan penyetoran atas penerimaan yang menjadi tanggung jawabnya dan harus melaporkannya kepada pengguna anggaran atau kuasa pengguna anggaran melalui PPKD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

Pengelolaan Barang Milik Daerah

Studi Hanis, dkk. (2011) menunjukkan terdapat beberapa tantangan yang signifikan

(8)

39 - Volume 4, No. 2, Mei 2015

dalam penggunaan kerangka manajemen aset, yaitu: tidak adanya kerangka kelembagaan dan hukum untuk mendukung aplikasi manajemen aset, prinsip aset publik non-profit, beberapa yurisdiksi yang terlibat dalam proses manajemen aset publik, kompleksitas tujuan pemerintah daerah, ketersediaan data untuk mengelola barang milik umum, dan sumber daya manusia yang terbatas.

Pengertian aset secara umum menurut Siregar (2004:178) adalah barang (thing) atau sesuatu barang (anything) yang mempunyai nilai ekonomi (economic value), nilai komersial (commercial value) atau nilai tukar (exchange value) yang dimiliki oleh badan usaha, instansi atau individu (perorangan). Aset berwujud atau disebut aset tetap berdasarkan KEPMENKEU No.1/2001 adalah aset berwujud yang dimiliki dan atau dikuasai pemerintah yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, mempunyai nilai material dan dimaksudkan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau untuk dimanfaatkan oleh masyarakat umum yang dapat diperoleh secara sah dari dana yang bersumber dari APBN melalui pembelian, pembangunan atau dana diluar APBN melalui

hibah atau donasi, pertukaran dengan aset lainnya atau dari rampasan.

Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah (Pasal 1 angka 58 PP No.58/2005). Pengelolaan barang milik daerah sangat penting karena akan mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah. Alasan pentingnya manajemen aset meliputi kebutuhan untuk menegaskan posisi hukum setiap aset terutama tanah dan bangunan yang seringkali menjadi objek sengketa antar lebih dari satu instansi, kebutuhan perawatan aset, penegasan pihak yang bertanggung jawab mengelola aset ini.

Menurut Jim (2007) dalam Hanis, dkk (2011:36), manajemen aset didefinisikan sebagai a continuous process-improvement strategy for improving the availability, safety, reliability and longevity of assets; that is systems, facilities, equipment and processes, yaitu suatu strategi proses-perbaikan yang terus menerus untuk meningkatkan ketersediaan, keamanan, keandalan dan umur panjang dari aset tersebut, yaitu: sistem, fasilitas, peralatan dan prosesnya. Manajemen aset atau

(9)

Volume 4, No. 2, Mei 2015 - 40 pengelolaan barang milik daerah berdasarkan

Permendagri No.17/2007 Pasal 4 angka 2, mencakup rantaian kegiatan dari: perencanaan penyusunan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penyimpanan dan penyaluran, penggunaan, penatausahaan, pemanfaatan, pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, pengendalian, pembiayaan, dan tuntutan ganti rugi.

Makna pengelolaan barang milik daerah

adalah melaksanakan pengelolaan aset/Barang Milik Daerah (BMD) berdasarkan prinsip dasar-dasar manajemen aset terhadap aset/BMD dengan mengikuti landasan kebijakan yang diatur berdasarkan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keppres, Kepmen dan Surat Keputusan lainnya yang berhubungan dengan pengaturan/pengelolaan aset daerah (agusranu.blogspot.com). Harus dipahami oleh pemerintah daerah bahwa sasaran akhir atau tujuan utama pengelolaan aset adalah terjadinya optimalisasi dalam pemanfaatan aset daerah.

METODE PENELITIAN Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rencana dan struktur penelitian yang dibuat sedemikian rupa agar diperoleh jawaban atau hasil dari data-data yang diperoleh. Rencana penelitian merupakan program menyeluruh dari peneliti meliputi hal-hal yang dilakukan peneliti mulai dari

pengumpulan data sampai analisa data (Sekaran, 2006:162). Penelitian ini dilakukan pada lingkungan pemerintahan SKPD kota Banda Aceh dengan entitas akuntansi sebagai objek penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dalam suatu pengujian hipotesis (hypothesis testing research).

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah pengguna anggaran, pejabat penatausahaan keuangan, dan bendahara pada SKPD di Pemerintahan Kabupaten Aceh Tenggara. Berdasarkan survei lapangan yang dilakukan oleh peneliti,jumlah SKPD yang ada di Pemerintahan Kabupaten Aceh Tenggara sebanyak 30, dan di setiap SKPD yang menjadi responden sebanyak 3 orang, sehingga keseluruhan jumlah populasi adalah 90 orang. Penelitian ini akan mempertimbangkan seluruh populasi yang menjadi responden, yaitu berjumlah 90 orang

Peralatan Analisis Data

Untuk menganalisis data digunakan metode kualitatif dan metode kuantitatif. Pada metode kualitatif, semua data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif berdasarkan pendapat para ahli sebagai landasan teori. Kuesioner yang telah diisi oleh responden dikuantitatifkan terlebih dahulu sehingga menghasilkan keluaran-keluaran berupa angka yang selanjutnya dianalisis melalui program SPSS (Statistical Package for Sosial Science). Untuk menganalis data dilakukan pengujian data dan

(10)

41 - Volume 4, No. 2, Mei 2015 pengujian hipotesis.

Dalam menganalisis data perlu dilakukan uji validitas dan uji reabilitas. Kedua pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang digunakan sesuai dengan yang diukur dan juga melihat konsistensi data yang dikumpulkan. Suatu penelitian yang dapat dipercaya sangat ditentukan oleh alat pengukuran yang digunakan untuk variabel yang diteliti.

HASIL PEMBAHASAN

Pengaruh Pemahaman Sistem Akuntansi

Keuangan Daerah, Penatausahaan

Keuangan Daerah dan Pengelolaan Barang Milik DaerahTerhadap Kinerja Aparatur SKPD

Koefisien korelasi (R) = 0,784 yang menunjukkan bahwa derajat hubungan (korelasi) antara variabel bebas dengan varibel terikat sebesar 78,44. Artinya kinerja aparatur SKPD mempunyai hubungan yang sangat erat dengan tingkat pemahaman sistem akuntansi keuangan daerah (X1), penatausahaan keuangan daerah (X2) dan pengelolaan barang milik daerah (X3) sehingga mempunyai hubungan yang kuat terhadap kinerja aparatur SKPD Pemerintahan Kabupaten Aceh Tenggara

Koefisien Determinasi (R²) = 0,615. Artinya sebesar 61,5% perubahan-perubahan dalam variabel terikat (kinerja aparatur SKPD) dapat dijelaskan oleh perubahan-perubahan dalam faktor tingkat pemahaman sistem akuntansi keuangan daerah (X1), penatausahaan keuangan daerah (X2) dan pengelolaan barang milik daerah (X3). Sedangkan selebihnya yaitu sebesar 38.5% dijelaskan oleh faktor-faktor lain

diluar dari dua variabel yang dijadikan indikator penelitian artinya masih ada variabel lain yang dapat mempengaruhi kinerja aparatur SKPDPemerintahan Kabupaten Aceh Tenggara.

Hasil pengujian secara simultan menunjukkan bahwa variabel pemahaman sistem akuntansi keuangan daerah(X1), penatausahaan keuangan daerah auditor (X2), pengelolaan barang milik daerah (X3) secara simultan berpengaruh terhadap kinerja aparatur SKPD pada Pemerintahan Kabupaten Aceh Tenggara. Hasil penelitian secara simultan juga konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Tuasikal (2007) dan Pangastuti (2008), bahwa tingkat pemahaman sistem akuntansi keuangan daerah, penatausahaan keuangan daerah dan pengelolaan barang milik daerah berpengaruh terhadap kinerja aparatur SKPD pada Pemerintahan Kabupaten Aceh Tenggara. Hal ini mengindikasikan bahwa pemahaman sistem akuntansi keuangan daerah(X1), penatausahaan keuangan daerah auditor (X2), pengelolaan barang milik daerah (X3) secara bersama-sama memberikan pengaruh terhadap kinerja aparatur SKPD.

Nilai koefisien regresi pemahaman sistem akuntansi keuangan daerah sebesar 0,135. Syarat untuk menyatakan bahwa pemahaman sistem akuntansi keuangan daerah (X1) berpengaruh terhadap kinerja aparatur SKPD (Y) jika X1 ≠ 0. Mengacu pada syarat tersebut hasil penelitian ini menolak Ho atau menerima Ha. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemahaman sistem akuntansi keuangan daerah berpengaruh positif terhadap kinerja aparatur

(11)

Volume 4, No. 2, Mei 2015 - 42 SKPD pada Pemerintahan Kabupaten Aceh

Tenggara.

Nilai koefisien regresi penatausahaan keuangan daerah auditor sebesar 0,170. Syarat untuk menyatakan bahwa penatausahaan keuangan daerahpejabat penatausahaan keuangan (X2) berpengaruh terhadap kinerja aparatur SKPD (Y) jika X2 ≠ 0. Mengacu pada syarat tersebut hasil penelitian ini menolak Ho atau menerima Ha. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penatausahaan keuangan daerahberpengaruh terhadap kinerja aparatur SKPD pada Pemerintahan Kabupaten Aceh Tenggara.

Nilai koefisien regresi pengelolaan barang milik daerahsebesar 0,175. Syarat untuk menyatakan bahwa pengelolaan barang milik daerah (X3) berpengaruh terhadap kinerja aparatur SKPD (Y) jika X3 ≠ 0. Mengacu pada syarat tersebut hasil penelitian ini menolak Ho atau menerima Ha. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengelolaan barang milik daerahberpengaruh terhadap kinerja aparatur SKPD pada Pemerintahan Kabupaten Aceh Tenggara.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel tingkat pendidikan, pelatihan dan pemahaman akuntansi secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan pada SKPK di Kabupaten Aceh Timur.

2. Variabel tingkat pendidikan secara parsial berpengaruh positif terhadap ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan pada SKPK di Kabupaten Aceh Timur.

3. Variabel pelatihan secara parsial berpengaruh positif terhadap ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan pada SKPK di Kabupaten Aceh Timur.

4. Variabel pemahaman akuntansi pejabat penatausahaan keuangan daerah secara parsial berpengaruh positif terhadap ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan pada SKPK di Kabupaten Aceh Timur.

Keterbatasan

1. Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel tingkat pendidikan, pelatihan dan pemahaman akuntansi secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan pada SKPK di Kabupaten Aceh Timur.

2. Variabel tingkat pendidikan secara parsial tidak berpengaruh positif terhadap ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan pada SKPK di Kabupaten Aceh Timur.

3. Variabel pelatihan secara parsial berpengaruh positif terhadap ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan pada SKPK di Kabupaten Aceh Timur.

4. Variabel pemahaman akuntansi pejabat penatausahaan keuangan daerah secara parsial berpengaruh positif terhadap ketepatan waktu penyampaian laporan

(12)

43 - Volume 4, No. 2, Mei 2015

keuangan pada SKPK di Kabupaten Aceh Timur.

Saran-saran

1. Untuk menguatkan dan mendukung hasil penelitian ini, maka perlu dilakukan pengujian kembali untuk melihat konsistensi penelitian ini dengan penelitian terdahulu dan penelitian berikutnya.

2. Mengenai variabel dan responden, agar penelitian berikutnya lebih representatif dalam menentukan dan memilih objek penelitianmaupun menambah:

a. Memperbanyak responden dari beberapa pemerintah daerah

Memperbaiki rancangan kuesioner sehingga bisa lebih mudah dijawab oleh responden atau bisa mengungkap lebih banyak fenomena.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Bastian, Indra. 2010. Akuntansi sektor publik. Jakarta: Erlangga

BPK RI. 2014. Laporan Hasil Pemeriksaan Terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Aceh Timur Tahun Anggaran 2013. Banda Aceh: BPK-RI Perwakilan Aceh

... 2013. Warta BPK. Tabloid edisi 4 Volume III April 2013. Jakarta.

... 2007. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Peraturan BPK RI No. 1 Tahun 2007. Jakarta.

Bungin, Burhan. 2008.Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers.

Cooper, Donald R dan William C. Emory. 2003.Metode Penelitian Bisnis. Jakarta: Erlangga.

Dessler, Gary. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Index.

Eriva, Cut Yunina. 2013. Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pelatihan, Masa Kerja, dan Jabatan terhadap Pemahaman Laporan Keuangan Daerah. Jurnal Akuntansi

Pasca Sarjana Universitas Syiah Kuala Vol. 1 No. 2 Februari. hal. 1-14

Fatah, Nanang. 2004.Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Hariandja, Tuan Efendi Marihot. 2007.Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Grasindo.

Ivancevich, John M, Robert Konopaske, Michael T. Matteson. 2008. Perilaku dan Manajemen Organisasi, jilid 1 dan 2. Alih Bahasa oleh Gina Cania. Jakarta: Erlangga.

Kuncoro, M. 2009. Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta: Erlangga Mangkunegara, Anwar Prabu. 2005. Evaluasi

Kinerja SDM. Bandung: Refika Aditama.

Mardiasmo. 2006. Perwujudan Transparansi dan Akuntabilitas Publik melalui Akuntansi Sektor Publik: Suatu Sarana Good Governance. Jurnal Akuntansi Pemerintah. Vol.2 No.1, hal. 1-17. Mathis, R.L dan J.H. Jackson, 2002.

Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Salemba Empat.

Nasution, Anwar. 2009. Akuntabilitas Keuangan Pemerintah Aceh Buruk. Acheh Press, 9 Januari 2009.

Nitisemito, Alex S. 1996. Manajemen Personalia: Menajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Gholia Indah.

Pemerintah Kabupaten Aceh Timur. 2012 Qanun Kabupaten Aceh Timur Nomor 8 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Verja Lembaga Teknis Daerah. Republik Indonesia. 2013. Peraturan Menteri

Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2013tentang Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah.

Sekaran, Uma. 2006. Research Methods for Business. 4rd Edition. Jakarta: Selemba Empat

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Sukirman, D. 2009. Terbatasnya Kompetensi SDM Salah Satu Penyebab Buruknya Pengelolaan Keuangan Daerah. Warta Pengawasan. Vol.XVI hal 19-26.

(13)

Volume 4, No. 2, Mei 2015 - 44 Tulus, Moh. Agus. 1996. Manajemen Sumber

Daya Manusia. Jakarta: Gramedia Pustaka utama.

Word Bank. 2007. Pengelolaan Keuangan Publik di Aceh. Jakarta: The Word Bank.

Referensi

Dokumen terkait

Berkaitan dengan hal tersebut, Holifatuz (2014:29) menyatakan bahwa keterbacaan buku teks dapat mempengaruhi pemahaman siswa, karena keterbacaan yang sesuai dengan tingkat

1) Pergeseran anggaran dalam 1 (satu) Program yang sama atau antar Program dalam 1 (satu) bagian anggaran dalam rangka memenuhi penyelesaian kegiatan yang ditunda

¾ ASPEK YURIDIS : Tidak jelasnya batas daerah dalam lampiran undang- undang dan peta lampiran undang-undang yang tidak memenuhi syarat sebagai peta; ketidak sinkronan bunyi

Dengan menggunakan persamaan tersebut maka dapat diketahui nilai P trans yaitu sebesar 25.972 psia, karena tekanan yang diamati lebih besar daripada Ptrans maka tipe

Pada penelitian ini, ketiga kondisi tersebut seluruhnya terpenuhi, sehingga membuktikan bahwa variabel stress kerja memiliki peran mediasi pada pengaruh konflik

Dari gambar 8 terlihat, bahwa dengan memodifikasi supot dapat diperoleh [rekuensi natural pada mode 1, yaitu 15,2318 Hz, artinya bahwa NFl> 1,2 DVF dan system stabil selama

Pelatihan ulang harus diadakan secara berkala dan dilakukan juga ketika ada perubahan tempat kerja/perubahan tipe respirator yang menyebabkan training sebelumnya menjadi

Dalam makalah ini akan ditunjukkan proses penambahan sistem otomatis pemantik untuk membakar gas LPG pada tungku reduksi ME-11 dengan cara reverse engineering, yaitu dengan me-