• Tidak ada hasil yang ditemukan

Realisasi Prinsip Kerja Sama dalam Interaksi Jual Beli di Pasar Rebo, Jakarta Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Realisasi Prinsip Kerja Sama dalam Interaksi Jual Beli di Pasar Rebo, Jakarta Timur"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Realisasi Prinsip Kerja Sama dalam Interaksi Jual Beli di

Pasar Rebo, Jakarta Timur

Menyetujui, Pembimbing Akademis

(4)

Realisasi Prinsip Kerja Sama dalam Interaksi Jual Beli di Pasar Rebo,

Jakarta Timur

KIKI RUSTINA, 0906641466

Program Studi Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia.

e-mail: HYPERLINK "mailto:rustina200891@rocketmail.com" rustina200891@rocketmail.com

Abstract The cooperative principles are rules that contain some guide how a person should

speak. Fundamentally, in the communication between the speaker and said partners are equally aware that there are some rules which govern their utterancy, their used of language, and their interpretations. Grice said, that the cooperative principles should adhere four maxims: maxim of quality, maxim of quantity, maxim of relevance, and maxim of manner. This paper describes the compliance and the violation of cooperative principles that occurs in the interaction of buying and selling in a market in the area of Pasar Rebo, East Jakarta, Indonesia. The realization of cooperative principle is based on the data, which is the compliance and the violation come from four maxims. Those compliance and violation effect the participant, how to speak efficiently, rationally, and cooperatively. The information can be conveyed, when both speaker and partner speak sincerely, relevantly, and clearly.

Keyword: Cooperative principles, maxim, and interaction of buying and selling.

Abstrak Prinsip kerja sama merupakan kaidah bertutur yang berisi sejumlah tuntunan

bagaimana seharusnya seseorang bertutur. Secara mendasar, dalam berinteraksi antara penutur dan mitra tutur sama-sama menyadari bahwa ada kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan interpretasi-interpretasinya. Grice mengatakan bahwa dalam prinsip kerja sama harus mematuhi empat maksim. Keempat maksim tersebut adalah maksim kualitas, maksim kuantitas, maksim relevansi, dan maksim cara. Makalah ini menjelaskan realisasi prinsip kerja sama yang terjadi dalam interaksi jual beli di sebuah pasar di kawasan Pasar Rebo Jakarta Timur, Indonesia. Realisasi prinsip kerja sama dalam data berupa pematuhan dan pelanggaran dari keempat maksim tersebut. Pematuhan dan pelanggaran maksim memengaruhi peserta tutur untuk bertutur dengan cara yang efisien, rasional, dan kooperatif. Ketika menyampaikan informasi, penutur dan mitra tutur harus bertutur dengan tulus, relevan, dan jelas.

Kata kunci: Prinsip Kerja sama, maksim, dan interaksi jual beli

Pendahuluan

Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia ketika saling berinteraksi. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak mungkin mampu memenuhi segala kebutuhan hidupnya sendirian. Ia membutuhkan kehadiran orang lain untuk membuat hidupnya bermakna. Di sinilah diperlukan interaksi antarmanusia. Agar tujuan interaksi dapat tercapai dengan baik, para peserta

(5)

interaksi perlu memiliki pengetahuan komunikatif .

Dalam Pesona Bahasa, Kushartanti dkk, (2007:92) mengungkapkan bahwa wacana adalah kesatuan makna (semantis) antarbagian di dalam suatu bangun bahasa. Penggunaan bahasa ketika berinteraksi dipelajari dalam pragmatik. Prinsip kerja sama dipatuhi oleh peserta wicara saat bersemuka untuk menciptakan dan mempertahankan komunikasi. Grice menyatakan, “Buatlah sumbangan percakapan Anda seperti yang diinginkan pada saat berbicara, berdasarkan tujuan percakapan yang disepakati atau arah percakapan yang sedang Anda ikuti”

Dalam jurnal ilmiah ini, saya menganalisis realisasi prinsip kerja sama yang terjadi dalam percakapan jual beli di Pasar Rebo Jakarta Timur. Penelitian ini mengambil data yang saya peroleh dari interaksi antara penjual dan pembeli yang direkam pada saat interaksi berlangsung. Dalam menganalisis data, saya menggunakan teori prinsip kerja sama yang dikemukakan oleh Grice. Saya ingin mengetahui apakah lebih banyak pematuhan atau pelanggaran maksim saat interaksi jual beli di Pasar Rebo Jakarta Timur.

Grice (dalam Leech 1993:119) mengungkapkan bahwa di dalam prinsip kerja sama, seorang pembicara harus mematuhi empat maksim. Maksim adalah prinsip yang harus ditaati oleh peserta pertuturan dalam berinteraksi, baik secara tekstual maupun interpersonal dalam upaya melancarkan jalannya proses komunikasi. Keempat maksim percakapan itu sebagai berikut.

Maksim Kuantitas (maxim of quantity), yaitu percakapan penutur harus memberikan kontribusi yang secukupnya kepada mitra tuturnya.

Maksim Kualitas (maxim of quality), yaitu setiap peserta percakapan harus harus mengatakan hal yang sebenarnya.

Maksim Relevansi (maxim of relevance), yaitu setiap percakapan harus memberikan kontribusi yang relevan dengan situasi pembicaraan.

Maksim Cara (maxim of manner), yaitu setiap percakapan harus berbicara langsung dan lugas serta tidak berlebihan.

Realisasi Prinsip Kerja Sama dalam Interaksi Jual Beli di Pasar Rebo Jakarta Timur Deskripsi Data Penelitian

Dalam penelitian ini penulis memperoleh data dari interaksi jual beli di Pasar Rebo, Jakarta Timur. Teknik pengambilan data dengan merekam secara diam-diam menggunakan telepon genggam. Tahap selanjutnya penulis membuat verbatim dari hasil rekaman tersebut.

(6)

Data pertama diambil pada Minggu, 3 Juni 2012, pukul 11.00 WIB sampai selesai. Data pertama berisi percakapan pedagang sayur dan seorang ibu muda. Data kedua diambil pada Rabu, 6 Juni 2012, pukul 15.00 sampai selesai. Data kedua berisi percakapan pedagang beef (makanan siap masak) dengan seorang ibu berusia kira-kira 48 tahun.

Prinsip Kerja Sama (Cooperative Principles)

Dalam berinteraksi, manusia menggunakan bahasa dalam bertutur. Agar tuturan mudah dipahami oleh mitra tuturnya, manusia menggunakan kaidah bertutur. Berkenaan dengan kaidah tindak tutur, Grice (1975) merumuskan kaidah bertutur prinsip kerjasama. Prinsip kerja sama merupakan kaidah bertutur yang berisi sejumlah tuntunan bagaimana seharusnya seseorang bertutur.

Secara mendasar, dalam berinteraksi antara penutur dan mitra tutur sama-sama menyadari bahwa ada kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan interpretasi-interpretasinya. Setiap penutur bertanggung jawab atas penggunaan kaidah-kaidah tersebut agar interaksi mencapai tujuannya. Levinson (1992:45) menyatakan bahwa prinsip kerja sama dengan sejumlah maksimnya mengkhususkan pada apa yang dapat diperbuat oleh peserta tutur untuk bertutur dengan cara yang efisien, rasional, dan kooperatif. Ketika menyampaikan informasi, antara penutur dan mitra tutur harus bertutur dengan tulus, relevan, dan jelas.

Pematuhan Prinsip Kerja Sama

Grice (yang dikutip Leech, 1993: 122--125) menyatakan bahwa maksim kuantitas menyarankan agar para peserta tutur dalam interaksi (a) memberi informasi seinformatif yang diperlukan dan (b) tidak memberikan sumbangan informasi yang lebih dari yang diperlukan. Dalam realisasinya, peserta tutur dalam sebuah interaksi mematuhi maksim kuantitas dengan cara (a) menyampaikan tuturan berisi informasi yang tidak kurang dan tidak lebih dan (b) menyampaikan tuturan yang berisi informasi yang tuntas atau sesuai yang dibutuhkan. Maksim kualitas menyarankan agar peserta tutur dalam suatu interaksi (1) tidak memberikan informasi yang diyakini salah (bohong) dan (2) tidak memberikan informasi yang tidak didukung cukup bukti. Hal tersebut terwujud jka para peserta tutur memberikan sumbangan informasi yang diyakini benar dan apa yang diinformasikan didukung oleh bukti yang memada

Maksim relevansi menyarakan agar para peserta tutur memberikan informasi yang relevan dengan topik pembicaraan. Dalam realisasinya, para peserta tutur dalam sebuah interaksi mematuhi maksim hubungan dengan cara menyampaikan tuturan yang berisi informasi yang relevan dengan alur interaksi yang sedang diikuti. Dalam realisasinya, peserta tutur dalam sebuah

(7)

interaksi mematuhi maksim cara dengan cara menghindari tuturan yang kabur, menghindari tuturan yang berarti ganda, tidak berbelit-belit, dan menyampaikan tuturan secara teratur. Biasanya tuturan yang mematuhi maksim kuantitas sekaligus juga mematuhi maksim cara.

Pb : “Timbulnya berapa, Mbak ?‟ (1)

Pj : “Tiga ribu.” (2)

Pb dan Pj terlibat dalam peristiwa tutur di atas. Pada tuturan (1) dan tuturan (2), peserta kedua wicara mematuhi keempat prinsip kerja sama. Dipandang dari sudut Pb, Pb tidak berpanjang-lebar menyampaikan maksud. Pb memenuhi prinsip kualitas, Pb benar-benar ingin mengetahui harga timbul yang dijual Pj. Pj pun menyampaikan informasi secukupnya sesuai yang ditanyakan Pb, sehingga memenuhi maksim kuantitas. Jawaban yang disampaikan Pb memenuhi maksim relevansi karena Pb memberikan kontribusi yang relevan dengan situasi pembicaraan.

Pb : “Dua ribu ya.” (5)

Pj : “Ndak oleh Bu.” (Tidak boleh, Bu). (6)

Pada tuturan (5) dan (6), Pj menyampaikan informasi sesuai dengan yang diminta oleh Pb. Pb menjawab pertanyaan Pb dengan secukupnya dan tidak memberikan informasi lebih dari yang dibutuhkan. Dengan demikian, Pj mematuhi maksim kuantitas. Para peserta tutur dalam sebuah interaksi mematuhi maksim kuantitas dengan tujuan agar informasi yang disampaikan dapat dipahami oleh mitra tuturnya dengan jelas agar tidak terjadi salah paham. Hal tersebut sekaligus memenuhi maksim cara karena Pj menjawab dengan seperlunya agar Pb dapat mudah memahami informasi yang Pj katakan.

Pelanggaran Prinsip Kerja Sama

Dalam sebuah interaksi, pelanggaran maksim tutur sering tak terelakkan. Pelanggaran tersebut ada yang tidak sengaja dan ada yang disengaja. Grice (1975: 49) membedakan pelanggaran maksim tutur menjadi empat jenis, yaitu (1) violasi, (2) pengabaian, (3) perbenturan, dan (4) permainan. Violasi maksim tutur merupakan pelanggaran yang terjadi karena penutur tidak mampu menggunakan maksim tutur dengan benar. Pengabaian maksim tutur terjadi karena penutur enggan bekerja sama dengan mitra tutur. Perbenturan terjadi jika penutur berhadapan dengan pilihan penggunaan maksim tutur yang saling bertentangan, misalnya maksim kuantitas

(8)

dengan maksim kesantuan. Permainan terjadi jika penutur sengaja melanggar maksim tutur dengan maksud agar tuturannya dipahami dengan lebih baik. Jenis pelanggaran violasi, pengabaian, dan perbenturan disebut sebagai kegagalan dalam penggunaan maksim tutur (unintentional failure), sedangkan pelanggaran jenis permainan disebut pengintensifan (intention nonfulfilment).

Pelanggaran-pelanggaran Maksim dalam Data 1

Pb : “Nggak dua ribu ya, berapa mbak ini. Yang ini dua ribu ya, Mbak?” (sambil menunjuk timbul yang berada di bawah tumpukan sawi hijau) (3) Pj : “Pripun .” (Bagaimana) ?‟ (4)

Pada penggalan dialog di atas Pb berusaha menawar harga yang ditentukan Pj. Pb melanggar maksim cara karena Pb menyampaikan informasi yang tidak mudah dipahami oleh Pj. Pb juga melakukan pelanggaran maksim kuantitas karena menggunakan kalimat tanya yang berlebihan. Namun, sebagai efeknya, Pj pun melanggar maksim relevan. Pj tidak menjawab pertanyaan Pb dengan baik, tetapi Pj balik bertanya mengenai perkataan Pb sebelumnya. Dalam penggalan dialog ini merupakan pelanggaran maksim tutur jenis violasi, yaitu karena penutur tidak mampu menggunakan maksim tutur dengan benar.

Pb : “Yo uwis ini aja.”(Ya sudah, ini saja). (7)

Pj : “Ya, tiga ribu dicincang nggak ?.” (8)

Pb : “Emmm... niku dipotong cilik-cilik. kecil-kecil. (emmm, itu

dipotong kecil-kecil. kecil-kecil). Tempene ada nggak, mbak? (Tempenya ada tidak, mba ?).” (9)

Pada tuturan di atas banyak pelanggaran maksim yang dilakukan oleh Pb dan Pj. Tuturan (8) Pj bertanya dengan secukupnya, dan menyampaikannya dengan jelas. Namun, jawaban Pb tuturan (9) melanggar maksim kuantitas karena jawaban Pb terlalu panjang. Pb tidak memberikan kontribusi yang secukupnya. Di samping itu, setelah menjawab dengan panjang lebar , Pb mengajukan pertanyaan pada Pj. Namun, sebagai efeknya, Pj puas dengan jawaban itu karena Pj mengetahui bahwa timbul tersebut dipotong dengan ukuran yang kecil. Pb juga melakukan pelanggaran maksim cara dengan memberikan informasi agar lebih mudah dipahami Pj. Tuturan di atas termasuk pelanggaran maksim tutur jenis permainan karena penutur melanggar maksim tutur dengan maksud agar tuturannya dipahami Pj dengan lebih baik.

(9)

Pb : “Emmm... niku dipotong cilik-cilik. kecil-kecil. (emmm, itu dipotong kecil-kecil. kecil-kecil). Tempene ada nggak, mbak? (Tempenya ada tidak, mba ?).” (9) Pj : “Ndak ada Bu‟. Tempenya nggak dateng, sudah seminggu. Itu ada tahu kulit, baru dateng.” (10)

Setelah tuturan (9), Pb melakukan pelanggaran maksim kuantitas, kali ini Pj pun melakukan pelanggaran maksim kuantitas. Pj menjawab dengan panjang lebar sehingga melanggar maksim kuantitas. Pelanggaran maksim cara terlihat dari jawaban Pj yang berbelit-belit, sehingga kurang dapat dipahami dengan baik. Jawaban Pj yang tidak berhubungan dengan pertanyaan Pb yang menanyakan tempe, tetapi ditambahkan Pj mengenai tahu sehingga hal tersebut melanggar maksim relevansi. Informasi yang diberikan Pj hendaknya menunjang terwujudnya tujuan pembicaraan atau arah pembicaraan yang sedang diikuti. Tuturan di atas termasuk pelanggaran maksim tutur jenis perbenturan karena perbenturan maksim tutur kuantitas dengan kesantunan. Pj menambahkan informasi tersebut untuk mengalihkan kekecewaan Pb yang menginginkan tempe untuk dapat dibelinya di toko Pj.

Pb : “Ceritanya nyayur, itu, bobor. Daun melinjo ada nggak mbak, daun melinjo mbak ?” (11)

Pj : “Ndak ada . (Sambil memasukkan timbul ke dalam plastik dan Pb menyerahkan uang). Pas ya . Suwon, Bu”. (Terima kasih, Bu) (12)

Pb melanggar maksim kuantitas. Pertanyaan Pb tidak langsung mengarah ke inti dari topik pertanyaannya. Pb cenderung menambahkan informasi lain, yaitu Pb mengatakan ingin memasak bobor sebagai pengantar sebelum ke inti pertanyaan tersebut. Pb juga mengulangi pertanyaannya dua kali, memberikan informasi lebih dari yang diperlukan. Pelanggaran maksim kualitas dilakukan oleh Pj karena tidak memberikan bukti atas informasinya dan langsung mengemas belanjaan Pb. Pj juga mengakhiri percakapannya dengan mengucapkan terima kasih.

Pelanggaran-pelanggaran Maksim dalam Data 2

Berdasarkan data kedua yaitu seorang ibu yang ingin membeli beef di pedagang makanan siap masak, ditemukan beberapa pelanggaran maksim pada percakapan tersebut.

(10)

A : “Daging yang buat burger, masih, Mas ?” (1) B : “Beef, Bu? Ada.” (2) A : “Yaaa, mau bilang bip aja susah banget.” (5)

Dalam penggalan dialog di atas masih terdapat pelanggaran maksim. Pada tuturan di atas, sebenarnya A hanya membutuhkan jawaban “ada”. Namun, untuk memperjelas pertanyaan B yang rancu dan tidak menyebutkan secara lengkap barang yang dicarinya, maka A menambahkan informasi dan menjawab pertanyaan B. Jawaban A melanggar maksim kuantitas karena A tidak menjawab dengan secukupnya. Maksim kualitas dilanggar oleh A karena untuk menutupi rasa malunya akibat tidak menyebutkan jenis barang yang akan A beli. Tuturan di atas termasuk pelanggaran karena penutur tidak mampu menggunakan maksim tutur dengan benar atau melanggar maksim violasi.

B : “Mau yang mana, Bu? (6)

A : “Anak saya sih yang biasa beli jadinya nggak ngerti. Nggak doyan. Kimbo enak?” (Sambil memegang bungkus Kimbo dan melihat isi dalamnya) (7) B : “Enak deh kayaknya, Bu.” (8)

Tuturan di atas (6) bertanya dengan tegas dan singkat. Lalu, pelanggaran maksim kuantitas dilakukan oleh A karena tuturan (7) menjawab pertanyaan B dengan berbelit-belit. A menambahkan informasi bahwa yang biasa membeli beef adalah anaknya dan A tidak menyukai beef. Informasi tersebut tidak dapat menjawab pertanyaan B. Maksim cara dilanggar oleh A karena dengan berkata demikian, informasi dari B tidak taksa dan tidak mudah dipahami oleh A. Jawaban B pada tutur (8) melanggar maksim kualitas yang tidak mengatakan informasi dengan benar, dilihat dari jawaban B yang menggunakan kata kayaknya. Tuturan (7) juga termasuk pelanggaran maksim relevansi karena jawaban A tidak berhubungan.

A : “Nggak tujuh ribu ja.. (sambil memberikan uang sepuluh ribu rupiah pada pedagang) (11)

B : “Biasa nggak mahalin kok. Makasi bu ya. (memberikan kembalian pada pembeli) (12)

A: “Keburu hujan nih... (13)

Tuturan (11) A mencoba menawar harga beef pada B. Namun, B menjawab pertanyaan A dengan menambahkan informasi bahwa harga beef yang B jual tersebut sudah harga normal, sehingga B tidak dapat memberikan harga tujuh ribu sesuai permintaan A. Di situlah terjadi pelanggaran

(11)

maksim kuantitas karena B tidak menjawab informasi secukupnya. Tuturan (13) juga melanggar maksim relevansi, tiba-tiba A mengatakan “keburu hujan nih”. Pernyataaannya tidak berhubungan dengan pernyataan B yang mengucapkan terima kasih pada A. Tuturan di atas termasuk pelanggaran maksim jenis violasi karena penutur tidak mampu menggunakan maksim tutur dengan benar.

Simpulan

Realisasi prinsip kerja sama memiliki dua bentuk, yakni maksim pematuhan dan maksim pelanggaran. Berdasarkan kedua data tersebut, interaksi jual beli yang dilakukan oleh pedagang dan pembeli di Pasar Rebo Jakarta timur, terdapat pematuhan dan pelanggaran prinsip kerja sama. Pematuhan terjadi terhadap maksim kuantitas yang berfungsi menyampaikan informasi dengan jelas yang dilakukan penutur dan petutur. Pematuhan maksim relevansi juga tergambarkan dalam tuturan (1), (2), (5), dan (6) data pertama. Secara umum, pematuhan maksim dalam sebuah interaksi berfungsi untuk membuat setiap tuturan yang disampaikan memberi informasi yang relevan dengan tuturan yang direspon dan situasi ujarnya.

Terdapat pelanggaran prinsip kerja sama dalam kedua data tersebut. Tuturan pada data pertama dan data kedua melanggar keempat maksim, antara lain: maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara. Pelanggaran maksim kuantitas berfungsi untuk mangaburkan informasi dan memperjelas informasi. Pelanggaran maksim kualitas berfungsi untuk menimbulkan kelucuan, menyembunyikan maksud, mengejek, dan menyelamatkan muka. Pelanggaran maksim cara berfungsi untuk menimbulkan implikatur percakapan dan bercanda. Pelanggaran maksim cara berfungsi untuk menutupi malu atau menyelamatkan muka, bercanda, dan menimbulkan implikatur percakapan. Pelanggaran maksim jenis violasi, perbenturan, dan permainan mendominasi kedua data tersebut. Dapat disimpulkan bahwa pelanggaran kerja sama lebih banyak dilakukan dibandingkan pematuhan prinsip kerja sama.

Daftar Pustaka

Grice, H. Paul. 1975. Logic and Conversation. Dalam Peter Cole dan Jerry L. Morgan. (EDS). Syntax and Semantics Volume 3: Speech Acts. New York: Academic Press

Kushartanti, dkk. 2007. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Terjemahan M. D. D Oka. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

(12)

Lampiran Data Data 1.

Konteks : Percakapan seorang ibu muda penjual sayur timbul dengan pembelinya ibu muda yang kebetulan memakai seragam guru.

Pb : „Timbulnya berapa, mbak ?‟ (1) Pj : “Tiga ribu.” (2)

Pb : “Nggak dua ribu ya, berapa mbak ini. Yang ini dua ribu ya mbak?” (3) Pj : “Pripun ?”. (Bagaimana) ?‟ (4)

Pb : “Tiga ribu ya.” (5)

Pj : “Ndak oleh Bu.” (Tidak boleh, Bu). (6) Pb : “Yo uwis ini aja.” (Ya sudah, ini saja). (7)

Pj : “Ya, tiga ribu dicincang nggak ?” (8)

Pb : “Emmm niku dipotong cilik-cilik. kecil-kecil. (emmm, itu dipotong kecil-kecil. kecil-kecil). Tempene ada nggak, mbak?.”

(Tempenya ada tidak, mba ?). (9)

Pj : “Ndak ada Bu‟. Tempenya nggak dateng, sudah seminggu. Itu ada tahu kulit, baru dateng.” (10)

Pb : “Ceritanya nyayur, itu, bobor. Daun melinjo ada nggak mbak, daun melinjo mbak ?” (11)

Pj : “Ndak ada.” (Sambil memasukkan timbul ke dalam plastik dan Pb menyerahkan uang). “Pas ya . Suwon, Bu.” (Terima kasih, Bu) (12)

(13)

Data 2

Konteks : Percakapan seorang ibu kira-kira berusia 48 tahun dengan pedagang yang menjual sosis, nuget, beef, kulit lumpia, dll. Cuaca mendung, suasana ramai.

A : “Daging yang buat burger, masih, Mas “? (1)

B: “Beef, Bu?.” (2)

A : “Yaaa, mau bilang bip aja susah banget.” (5) B : “Mau yang mana, Bu?” (6)

A : “Anak saya sih yang biasa beli jadinya nggak ngerti. Nggak doyan. Kimbo enak?” (Sambil memegang bungkus Kimbo dan melihat isi dalamnya) (7)

B : “Enak deh kayaknya, Bu.” (8) A : “Berapaan nih ?” (9)

B : “Delapan ribu, Bu.” (10)

A : “Nggak tujuh ribu ja.. “ (sambil memberikan uang sepuluh ribu rupiah pada pedagang) (11)

B : “Biasa nggak mahalin kok. makasi bu ya.” (memberikan kembalian pada pembeli) (12)

Referensi

Dokumen terkait

UAJY akan selalu mengupayakan terciptanya budaya organisasi yang mampu membangun komunitas sumber daya manusia yang memiliki kapabilitas, etos kerja serta komitmen tinggi

Dibandingkan dengan disiplin Ilmu Pengetahuan Sosial yang lain, psikologi dikenal memiliki metode yang dianggap lebih “ilmiah”, terutama karena didukung dengan angka-angka

Disamping itu output dapat berupa hasil dari proses yang akan digunakan oleh proses lain dan tersimpan di suatu media seperti tape, disk atau kartu, namun yang menjadi output

 Sambungkan produk bawah LPD, kemudian klik material stream, letakan sebagai produk atas (gas) (panah merah),  Klik lagi material stream , letakan di bagian bawah.

Sebelum diberikan perlakuan, masing-masing kelompok eksperimen diberikan pretest untuk mengetahui kemampuan awal terkait materi hukum kirchoff yang akan

Dapat disimpulkan bahwa aplikasi pemilihan karyawan terbaik menggunakan metode promethee pada Primkopti Jakarta Selatan dapat menghasilkan rekomendasi pemilihan karyawan

Asiling panaliten menika nedahaken bilih (1) jinis hubungan makna kausalitas adhedhasar wosing wacana ingkang dipunpanggihaken ing Rubrik Pangudarasa Kalawarti Panjebar

Sebaran kualitas air yang di pengaruhi arah arus yang dominan ke arah barat yang menyebabkan nilai konsentrasi suhu dan logam berat di perairan bagian barat lebih tinggi