• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN RANCANGAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN RANCANGAN HIPOTESIS"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

13

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN RANCANGAN HIPOTESIS

2.1. Kajian Pustaka

Kajian pustaka dalam penelitian, baik penelitian pustaka maupun penelitian lapangan mempunyai kedudukan yang sangat penting. Bahkan tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kajian pustaka merupakan merupakan variabel yang menentukan dalam suatu penelitian. Oleh karena itu, pengertian kajian pustaka umumnya dimaknai berupa ringkasan atau rangkuman dan teori yang ditemukan dari sumber bacaan (literatur) yang ada kaitannya tema yang akan diangkat dalam penelitian.

Tujuan utama kajian pustaka adalah untuk mengorganisasikan penemuan-penemuan peneliti yang pernah dilakukan. Hal ini penting karena pembaca akan dapat memahami mengapa masalah atau tema diangkat dalam penelitiannya. Di samping itu, kajian pustaka juga bermaksud untuk menunjukkan bagaimana masalah tersebut dapat dikaitkan dengan hasil penelitian dengan pengatahuan yang lebih luas.

Dalam kajian pustaka dimuat esensi-esensi hasil penelitian literatur yaitu berupa teori-teori. Uraian teori yang disusun dapat dengan kata-kata penulis secara bebas dengan tidak mengurangi makna teori tersebut, dapat juga dalam bentuk kutipan dari tulisan orang lain, yaitu kutipan langsung tanpa mengubah kata-kata atau tanda bacaan, kemudian dianalisis, dibandingkan dan dikonstuksikan. Teori-teori dan temuan-temuan itu harus relevan dengan permasalahan penelitian yang akan dilakukan.

Dalam penelitian ini, peneliti merupakan seorang mahasiswa semester akhir Universitas Bina Nusantara pada bidang manajemen (School Of Business Management). Oleh sebab itu, penulis akan menjelaskan mengenai manajemen dan juga akan menjelaskan tentang apa yang ada di dalam manajemen itu sendiri.

2.1.1 Manajemen

Menurut Robbins dan Coulter (2012:36), manajemen mengacu pada proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Menurut Robbins dan Coulter (2005:8) manajemen adalah proses mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas

(2)

kerja sehingga dapat selesai secaraefisien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Menurut Stoner (2009:7), manajemen adalah praktek dalam organisasi untuk membentuk kesadaran dan terus-menerus dilakukan agar menjadi suatu kebiasaan pada organisasi. Manajemen adalah proses atau perencanaan, pengorganisasian, memimpin, dan mengendalikan pekerjaan anggota organisasi dan menggunakan semua sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan bersama organisasi yang telah ditetapkan. Menurut Griffin (2008:7), manajemen adalah suatu rangkaian aktivitas (termasuk perencanaan dan pengambilan keputusan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian) yang diarahkan pada sumber-sumber daya organisasi (manusia, finansial, fisik, dan informasi) dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Sedangkan menurut Engkoswara dan Komariah (2010:87). manajemen merupakan suatu proses yang kontinu yang bermuatan kemampuan dan keterampilan khusus yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan suatu kegiatang dengan baik secara individu atau secara kelompok dalam mengkoordinasi dan menggunakan segala sumber untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien.

Mengacu dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah sebuah proses merencanakan, mengorganisasikan serta mengawasi kegiatan-kegiatan yang ada dalam perusahaan sehingga dapat terciptanya suatu kondisi efektif dan efisien.

2.1.1.1 Fungsi Manajemen

Menurut Griffin (2008:9), manajemen mempunyai beberapa fungsi, yaitu:

1) Perencanaan (Planning)

Menentukan arah tindakan perencanaan (planning) berarti menetapkan tujuan organisasi dan bagaimana cara terbaik untuk mencapainya. Pengambilan keputusan (decision making), yang merupakan bagian dari proses perencanaan adalah pemilihan suatu tindakan dari serangkaian alternatif. Perencanaan dan pengambilan keputusan membantu mempertahankan efektivitas manajerial karena menjadi petunjuk untuk aktivitas di masa depan. Artinya, tujuan dan rencana organisasi dengan jelas membantu manajer untuk mengetahui bagaimana mengalokasikan waktu dan sumber daya mereka.

(3)

2) Pengorganisasian (organizing) : mengkoordinasikan aktivitas dan sumber daya.

Fungsi manajemen berikutnya adalah mengorganisasikan orang-orang dan sumber daya lainnya yang diperlukan untuk melaksanakan rencana. Secara khusus, pengorganisasian mencakup penentuan bagaimana cara mengelompokkan berbagai aktivitas dan sumber daya.

3) Kepemimpinan (leading) : memotivasi dan mengelola orang.

Fungsi manajerial yang ketiga adalah kepemimpinan. Beberapa orang menganggap kepemimpinan sebagai aktivitas yang paling penting dan paling menantang dari semua aktivitas manajerial. Kepemimpinan (leading) adalah serangkaian proses yang dilakukan agar anggota dari suatu organisasi bekerja bersama demi kepentingan organisasi tersebut.

4) Pengendalian (controlling): memonitor dan mengevaluasi aktivitas.

Tahap terakhir dari proses manajemen adalah pengendalian (controlling), atau pemantauan kemauan organisasi dalam mencapai tujuannya. Ketika organisasi bergerak menuju tujuannya, manajer harus memonitor kemajuan untuk memastikan bahwa organisasi tersebut berkinerja sedemikian rupa sehingga akan mencapai tujuannya pada waktu yang telah ditentukan. Pengendalian membantu memastikan efektivitas dan efisiensi yang diperlukan demi keberhasilan manajemen.

Menurut Griffin (2008:11-12), implikasinya bagi manajer yaitu manajer harus sepenuhnya memahami setiap fungsi dasar tersebut, manajer yang efektif terlatih dalam melaksanakan setiap fungsi dan harus mampu bergerak maju mundur di antara berbagai fungsi sesuai dengan keadaan, dan harus sering melaksanakan beberapa fungsi dan aktivitas secara bersamaan.

2.1.1.2 Peran Manajemen

Peran manajemen menurut Mintzberg (2009:6-7) adalah:

1. Peran Interpersonal

Peran hubungan personal dapat terdiri dari : • Figur kepala (figurhead):

Manajer mewakili organisasi untuk kegiatan-kegiatan diluar organisasi.

(4)

Pemimpin (leader):

Manajer mengkoordinasi, mengendalikan, memotivasi, dan mendukung bawahan-bawahannya.

Penghubung (liaison) :

Manajer menghubungkan personal-personal di semua tingkatan manajemen.

2. Peran Informational

Peran dari manajer sebagai pusat syaraf (nerve center) organisasi untuk menerima informasi yang paling mutakhir dan sebagai penyebar (disseminator) informasi keseluruh personal di organisasi. Peran informasi lainnya adalah manajer sebagai juru bicara (spokesman) untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang informasi yg dimilikinya.

3. Peran Decisional

yang dilakukan oleh manajer adalah sebagai entrepreneur, sebagai orang yang menangani gangguan, sebagai orang yang mengalokasikan sumber-sumber daya organisasi, dan sebagai negosiator jika terjadi konflik di dalam organisasi.

Di dalam manajemen terdapat elemen manajemen pengetahuan dan manajemen sumber daya manusia (MSDM) yang digunakan di dalam penelitian ini karena manajemen pengetahuan mencakup variable intellectual capital (X1) dan organizational learning X2), sedangkan manajemen sumber daya manusia mencakup variable kompetensi (X3) dan kinerja organisasi (Y).

2.1.2 Manajemen Pengetahuan

Peneliti mengambil pengertian manajemen pengetahuan ini dikarenakan adanya variable X1 yaitu intellectual capital, dan variable X2 yaitu organizational learning yang dimana keduanya dapat dipelajari dalam ilmu manajemen pengetahuan.

Menurut Jashapara (2010:14), manajemen pengetahuan adalah strategi yang digunakan untuk mendapatkan keunggulan bersaing dengan cara berinovasi secara terus menerus (continous). Menurut Koina dalam Garner (2004:3), manajemen pengetahuan adalah suatu disiplin yang mempromosikan suatu pendekatan terintegrasi terhadap pengidentifikasian, pengelolaan dan pendistribusian semua asset informasi suatu organisasi. Selanjutnya disebutkan bahwa informasi yang dimaksud

(5)

meliputi database, dokumen, kebijakan, dan prosedur dan juga keahlian dan pengalaman yang sebelumnya tidak terartikulasi yang terdapat pada pekerja perorangan. Sedangkan menurut Kaplan dalam Setiarso (2009:8), manajemen pengetahuan (knowledge management) adalah proses dimana organisasi dapat mendayagunakan nilai-nilai yang berasal dari intelektual aset-aset yang dimiliki.

Di dalam penelitian ini, peneliti memakai teori Jashapara (2010). Jadi manajemen pengetahuan (knowledge management) ialah suatu rangkaian kegiatan yang digunakan oleh organisasi atau perusahaan untuk mengidentifikasi, menciptakan, menjelaskan, dan mendistribusikan pengetahuan untuk digunakan kembali, diketahui, dan dipelajari di dalam organisasi. Kegiatan ini biasanya terkait dengan objektif organisasi dan ditujukan untuk mencapai suatu hasil tertentu seperti pengetahuan bersama, peningkatan kinerja, keunggulan kompetitif, atau tingkat inovasi yang lebih tinggi.

Di dalam manajemen, selain terdapat elemen manajemen pengetahuan juga terdapat elemen manajemen sumber daya manusia (MSDM) yang di gunakan dalam penelitian ini. Manajemen sumber daya manusia merupakan bagian elemen manajemen yang saling berkaitan atau saling berhubungan. Di bawah ini akan dibahas tentang manajemen sumber daya manusia yang juga mencakup variable penelitian yang digunakan di dalam penelitian yang dilakukan, seperti kompetensi karyawan dan juga kinerja organisasi.

2.1.3 Manajemen Sumber Daya Manusia

Peneliti mengambil pengertian manajemen sumber daya manusia ini dikarenakan adanya Variabel X3 yaitu kompetensi karyawan serta variabel Y yaitu kinerja organisasi yang dapat dilihat dari manajemen sumber daya manusia.

Menurut Mathis dan Jackson (2006:3), manajemen sumber daya manusia adalah rancangan-rancangan sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan organisasi. Selanjutnya, Menurut Hasibuan (2007:111), manajemen sumber daya manusia merupakan penyiapan dan pelaksanaan suatu rencana yang terkoordinasi untuk menjamin bahwa sumber daya manusia yang ada dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Marwansyah (2010:3), manajemen sumber daya manusia dapat diartikan sebagai pendayagunaan sumber

(6)

daya manusia di dalam organisasi, yang dilakukan melalui fungsi-fungsi perencanaan sumber daya manusia, rekrutmen dan seleksi, pengembangan sumber daya manusia, perencanaan dan pengembangan karir, pemberian kompensasi dan kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan kerja, dan hubungan industrial. Sedangkan menurut Manullang (2004:198), manajemen sumber daya manusia adalah seni dan ilmu pengadaan, pengembangan dan pemanfaatan SDM sehingga tujuan perusahaan dapat direalisasikan secara daya guna dan kegairahan kerja dari semua kerja.

Mengacu dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah ilmu untuk mengatur serta memanfaatkan sumber daya manusia sebaik-baik nya sehingga sumber daya manusia dapat digunakan secara maksimal untuk membantu perusahaan di dalam melakukan segala kegiatan.

2.1.4 Intellectual Capital

Menurut Stewart dan Ruckdeschel (1997) dalam Ferdiansah (2013:16), intellectual capital telah diartikan secara berbeda oleh beberapa kalangan, dipahami oleh beberapa kelompok kecil dan secara formal belum terdapat metode penilaian yang baku. Intellectual capital merujuk pada modal-modal non fisik atau modal tidak berwujud (intangible assets) atau tidak kasat mata (invisible) yang terkait dengan pengetahuan dan pengalaman manusia serta teknologi yang digunakan. Stewart dan Ruckdeschel (1997) dalam Ferdiansah (2013), menjelaskan bahwa intellectual capital merupakan “The sum of everything everybody in your company knows that gives you a competitive edge in the market place. It is intellectual material – knowledge, information, intellectual property, experience – that can be put to use to create wealth. (“Penjumlahan dari semua yang setiap orang di dalam perusahaan ketahui yang memberikan keunggulan kompetitif di pasar. Hal tersebut berbentuk materi intelektual – pengetahuan, informasi, properti intelektual, pengalaman – yang dapat digunakan untuk menciptakan kekayaan”).

Menurut Zurnali (2008) dalam Maddocks dan Beaney (2002:16-17), istilah modal intelektual (intellectual capital) digunakan untuk semua yang merupakan asset dan sumber daya non-tangible atau non-physical dari sebuah organisasi, yaitu mencakup proses, kapasitas inovasi, pola-pola, dan pengetahuan yang tidak kelihatan dari para anggotanya dan jaringan koloborasi serta hubungan organisasi. Intellectual capital juga didefinisikan sebagai kombinasi dari sumber daya intangible dan

(7)

kegiatan-kegiatan yang memperbolehkan organisasi mentransformasi sebuah material, keuangan dan sumber daya manusia dalam sebuah kecakapan sistem untuk menciptakan stakeholder value. Untuk mengelola intellectual capital maka harus adanya Sumber daya manusia yang baik sehingga dapat mendukung intellectual capital yang baik juga sehingga membantu untuk memperbaiki kinerja dari organisasi.

Mengacu dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa intellectual capital adalah aktiva tidak berwujud yang mencakup pengetahuan manusia, proses, atau pola-pola organisasi yang tidak kelihatan. Di dalam intellectual capital terdapat klasifikasi intellectual capital, di bawah ini akan dijelaskan mengenai klasifikasi / dimensi intellectual capital.

2.1.4.1 Pengklasifikasian Intellectual capital

Stewart dan Ruckdeschel (1997) dalam Ferdiansah (2013:18) mengklasifikasikan intellectual capital ke dalam tiga format dasar, yaitu:

1. Human Capital

Human capital merupakan urat nadi dalam intellectual capital. Pada human capital inilah terdapat sumber inovasi dan improvement, tetapi merupakan komponen yang sulit diatur. Hal ini disebabkan di dalam human capital terdapat pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi karyawan perusahaan serta mencerminkan suatu kemampuan kolektif perusahaan untuk menghasilkan solusi terbaik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh orang-orang yang ada di dalam perusahaan tersebut.

Human capital akan meningkat jika perusahaan mampu menggunakan pengetahuan yang dimiliki oleh karyawannya. Oleh karena itu, human capital merupakan sumber daya kunci yang dapat menciptakan keunggulan kompetitif perusahaan sehingga perusahaan mampu untuk bersaing dan bertahan di lingkungan bisnis yang dinamis.

Indikator human capital yaitu:

a. Kemampuan karyawan untuk berinovasi

(8)

c. Kemampuan perusahaan menggunakan pengetahuan yang dimiliki karyawannya.

2. Structural Capital

Structural capital merupakan kemampuan organisasi atau perusahaan di dalam memenuhi proses rutinitas perusahaan dan strukturnya sehingga dapat mendukung karyawan menciptakan kinerja intelektual yang optimal. Seorang individu dapat memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, tetapi jika organisasi memiliki sistem dan prosedur yang buruk maka intellectual capital tidak dapat mencapai kinerja secara optimal dan potensi yang ada pada karyawan tidak dapat mencapai kinerja yang maksimal.

Indikator structural capital yaitu:

a. Struktur organisasi dapat mendukung karyawan menciptakan kinerja yang optimal

b. Sistem struktur organisasi yang berlaku pada perusahaan c. Prosedur yang berlaku pada perusahaan

3. Relational Capital atau Customer Capital

Relational capital atau customer Capital merupakan hubungan yang harmonis dalam jaringan asosiasi yang dimiliki oleh perusahaan dengan para mitranya, dari pemasok, pelanggan, masyarakat sekitar maupun pemerintah. Customer Capital dapat muncul dari berbagai bagian diluar lingkungan perusahaan yang dapat menambah nilai bagi perusahaan tersebut.

Indikator Customer Capital yaitu:

a. Hubungan dengan pemasok b. Hubungan dengan pelanggan

c. Hubungan dengan masyarakat sekitar d. Hubungan dengan pemerintah

Di dalam penelitian ini, selain terdapat variable intellectual capital (X1), terdapat juga variable organizational learning (X2). Oleh karena itu, di bawah ini

(9)

akan dijelaskan mengenai organizational learning dan dimensi dari organizational learning.

2.1.5 Organizational Learning

Menurut Goh dan Richard (1997) dalam Tjio (2013:15) pembelajaran organisasi dapat didefinisikan sebagai kemampuan organisasi untuk menerapkan praktek-praktek manajemen, struktur, system dan prosedur yang tepat yang menfasilitasi dan memicu pembelajaran di organisasi tersebut.” Kemampuan ini merupakan kemampuan yang sangat strategis bagi organisasi, karena dengan kemampuan pembelajaran yang tinggi, organisasi dapat beradaptasi dengan cepat pada lingkungan bisnis yang kompleks. Menurut Senge dalam Tjakraatmadja (2006:123), Proses belajar individual terjadi jika anggota organisasi mengalami proses pemahaman terhadap konsep-konsep baru (know why), yang dilanjutkan dengan meningkatnya kemampuan dan pengalaman untuk merealisasikan konsep tersebut (know how), sehingga terjadi perubahan atau perbaikan nilai tambah organisasi. Sedangkan menurut Mondy (2008:211), organizational learning adalah suatu keadaan dimana perusahaan menyadari pentingnya pelatihan dan pengembangan terkait dengan kinerja berkelanjutan dan mengambil tindakan yang tepat.

Mengacu dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa organizational learning adalah kemampuan organisasi untuk belajar dari pengalaman masa lalu dan masa sekarang sehingga perusahaan mampu untuk memperbaiki kinerja nya secara berkelanjutan. Organizational learning juga merupakan proses yang harus dilakukan perusahaan untuk menciptakan learning organization (organisasi belajar).

2.1.5.1 Dimensi Organizational Learning

Di dalam penelitian yang penulis lakukan, penulis memakai teori dari Senge dalam Tjakraatmadja (2006:153) karena di dalam teori Senge menyebutkan dimensi dan indikator dari organizational learning. Adapun yang menjadi dimensi-dimensi organizational learning menurut Senge dalam Tjakraatmadja (2006:153) yaitu

1. Disiplin Personal Mastery

Disiplin yang mendorong sebuah organisasi untuk terus-menerus belajar bagaimana menciptakan masa depannya, yang hanya akan terbentuk jika

(10)

individu-individu para anggota organisasi mau dan mampu terus belajar menjadikan dirinya seorang master di bidang ilmunya.

Indikatornya yaitu:

a. Memiliki kenginan belajar menjadi master di bidang pekerjaannya

b. Keinginan untuk terus-menerus belajar menciptakan masa depan yang baik

2. Disiplin Berbagi Visi

Pembelajaran organisasi membutuhkan visi bersama, visi yang disepakati oleh seluruh anggota organisasinya. Visi bersama ini akan menjadi kompak dan sekaligus pemicu semangat serta komitmen untuk selalu bersama, sehingga menumbuhkan motivasi kepada para karyawan untuk belajar dan terus belajar meningkatkan kompetensinya. Keterampilan untuk menyesuaikan antara visi pribadi dengan visi organisasi, serta keterampilan berbagi visi agar mencapai tujuan pribadi yang terkandung dalam visi bersama organisasi, merupakan disiplin individual yang dibutuhkan untuk membangun disiplin berbagi visi. Artinya, untuk menumbuhkan komitmen dan performance yang tinggi dari seluruh karyawan, harus dimulai dari adanya visi bersama.

Indikatornya yaitu:

a. Memiliki keterampilan menyesuaikan visi pribadi dengan visi organisasi b. Memiliki kesamaan visi organisasi dan karyawan

c. Karyawan memiliki komitmen untuk selalu bersama organisasi

3. Disiplin Mental Model

Organisasi akan mengalami kesulitan untuk mampu melihat berbagai realitas yang ada, jika para anggota organisasi tidak mampu merumuskan asumsi serta nilai-nilai yang tepat untuk digunakan sebagai basis cara berpikir maupun cara memandang berbagai permasalahan organisasi. Keterampilan untuk menemukan prinsip dan nilai-nilai bersama, serta tumbuhnya semangat berbagi nilai untuk menumbuhkan keyakinan bersama sehingga menguatkan semangat dan komitmen kebersamaan, merupakan disiplin yang dibutuhkan untuk membangun disiplin model mental organisasi.

(11)

Indikatornya yaitu:

a. Merumuskan nilai-nilai yang tepat untuk digunakan sebagai basis cara berpikir

b. Keterampilan untuk menemukan prinsip dan nilai bersama c. Semangat berbagi nilai organisasi kepada orang lain

4. Disiplin Pembelajaran Tim

Disiplin pembelajaran tim akan efektif jika para anggota kelompok tersebut memiliki rasa saling membutuhkan satu dengan yang lainnya untuk dapat bertindak sesuai dengan rencana bersama. Kemampuan untuk bertindak merupakan prasyarat untuk menciptakan nilai tambah organisasi, karena rencana tanpa diikuti tindakan nyata merupakan ilusi belaka. Masalahnya, kemampuan untuk bertindak sesuai dengan rencana bersama sering terhambat hanyalah karena kita tidak mampu berkomunikasi dan berkoordinasi secara benar dengan pihak lain. Untuk itu, semangat berdialog, keterampilan bekerja sama dengan tim, kemampuan belajar dan beradaptasi, serta usaha untuk meningkatkan partisipasi, merupakan disiplin yang dibutuhkan untuk membangun disiplin pembelajaran tim.

Indikatornya yaitu:

a. Adanya rasa saling membutuhkan antar karyawan b. Memiliki rasa kebersamaan

c. Komunikasi dengan secara baik dan benar (berdialog) d. Rasa keinginan meningkatkan partisipasi dalam tim e. Keterampilan bekerja sama dengan tim

Selain variabel Intellectual Capital (X1) dan Organizational Learning (X2), terdapat satu variable independent lagi yaitu variabel kompetensi (X3) yang akan dijelaskan di bawah ini.

2.1.6 Kompetensi

Training Agency dalam Sudarmanto (2009:48), menyatakan kompetensi merupakan kemampuan untuk menjalankan aktivitas dalam pekerjaan atau fungsi sesuai dengan standar kerja yang diharapkan oleh perusahaan. Spencer dan Spencer (1993) dalam Manopo (2011:30) menyatakan kompetensi adalah sejumlah

(12)

karakteristik individu yang berhubungan dengan acuan kriteria prilaku yang diharapkan dan kinerja yang terbaik di dalam sebuah pekerjaan ataupun situasi yang diharapkan untuk dipenuhi. Sedangkan McCelland (1993) dalam Sudarmanto (2009:48), menyatakan kompetensi adalah karakteristik dasar personal yang menjadi faktor penentu sukses atau tidaknya seseorang di dalam mengerjakan suatu pekerjaan.

Mengacu dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi adalah karakteristik dasar setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang memungkinkan seseorang memberikan kinerja yang terbaik di dalam pekerjaannya.

2.1.6.1 Karakteristik Kompetensi

Spencer (1993) dalam Sudarmanto (2009:53), menyatakan bahwa kompetensi individu merupakan karakter sikap dan prilaku, atau kemampuan individual yang relatif stabil ketika menghadapi suatu situasi di tempat kerja yang terbentuk dari sinergi antara watak, konsep diri, motivasi internal, serta kapasitas pengetahuan kontekstual. Ada lima karakteristik utama dari kompetensi yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan, yaitu:

1. Motif

Motif adalah sesuatu yang secara konsisten dipikirkan atau dikehendaki seseorang yang menyebabkan tindakan. Motif menggerakkan, mengarahkan, dan menyeleksi perilaku terhadap kegiatan atau tujuan tertentu.

2. Watak

Watak adalah karakteristik-karakteristik fisik dan respon-respon konsisten terhadap rangsangan dan tekanan pada berbagai situasi.

3. Konsep diri

Konsep diri adalah sikap, nilai, dan citra diri seseorang. Menurut Marshall (2003), konsep diri adalah gambaran yang dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri dan hal yang mencerminkan identitas dirinya.

4. Pengetahuan

(13)

5. Keterampilan

Menurut Dale (2003), keterampilan adalah aspek perilaku yang dapat dipelajari melalui latihan yang digunakan untuk memenuhi tuntunan pekerjaan tertentu.

Dari komponen-komponen tersebut, keterampilan dan pengetahuan memiliki sifat yang dapat dilihat (visible) dan mudah dikembangkan melalui program pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia, sedangkan citra diri, watak, dan motif memiliki sifat yang tidak terlihat (hidden) dan lebih sulit untuk dikembangkan.

2.1.6.2 Dimensi dan indikator Kompetensi

Lyle, Spencer dan Signe (1993) dalam Winanti (2011), mengklasifikasikan dimensi kompetensi menjadi tiga, yaitu:

1. Kompetensi Intelektual

Kompetensi intelektual yaitu karakter sikap dan perilaku atau kemajuan dan kemampuan intelektual individu (dapat berupa pengetahuan, keterampilan, pemahaman professional, pemahaman kontekstual, dan lain-lain). Indikator kompetensi intelektual ini terbagi menjadi sembilan indikator yaitu:

a. Berprestasi, yaitu keinginan atau semangat seseorang untuk berusaha mencapai kinerja terbaik dengan menetapkan tujuan yang menantang serta menggunakan cara yang lebih baik secara terus-menerus.

b. Kepastian kerja, yaitu keinginan dan kemampuan seseorang untuk meningkatkan kejelasan kerja dengan menetapkan rencana yang sistematik dan mampu memastikan pencapaian tujuan berdasarkan data dan informasi yang akurat

c. Inisiatif, yaitu keinginan seseorang untuk bertindak melebihi tuntutan seseorang, atau sifat keinginan untuk mengetahui hal-hal yang baru dengan mengevaluasi, menyeleksi, dan melaksanakan berbagai metode dan strategi untuk meningkatkan kinerja.

d. Penguasaan informasi, yaitu kepedulian seseorang untuk meningkatkan kualitas keputusan dan tindakan berdasarkan

(14)

informasi yang akurat dan juga berdasarkan pengalaman serta pengetahuan atas kondisi lingkungan kerja.

e. Berfikir analitik, yaitu kemampuan seseorang untuk memahami situasi dengan cara menguraikan permasalahan menjadi komponen-komponen yang lebih terinci serta menganalisis permasalahan secara sistematik/bertahap berdasarkan pendekatan logis.

f. Berfikir konseptual, yaitu kemampuan seseorang untuk memahami dan memandang suatu permasalahan sebagai satu kesatuan yang meliputi kemampuan memahami akar permasalahan atau komponen masalah yang sedang terjadi pada perusahaan.

g. Keahlian praktikal, yaitu kemampuan menguasai pengetahuan eksplisit berupa keahlian untuk menyelesaikan pekerjaan serta keinginan untuk memperbaiki dan mengembangkan diri sendiri. h. Kemampuan linguistik, yaitu kemampuan untuk menyampaikan

pemikiran atau gagasan secara lisan maupun tulisan untuk kemudian didiskusikan atau didialogkan sehingga terbentuk persamaan persepsi.

i. Kemampuan naratif, yaitu kemampuan untuk menyampaikan pokok-pokok pikiran dan gagasan dalam suatu pertemuan formal atau informal dengan menggunakan mendia cerita atau perumpamaan.

2. Kompetensi Emosional

Menurut Lyle, Signe dan Spencer (1993) dalam Winanti (2011), kompetensi emosional adalah karakter sikap dan perilaku atau keinginan dan kemampuan untuk menguasai diri dan memahami lingkungan sehingga pola emosi karyawan lebih relative stabil ketika menghadapi berbagai permasalahan di tempat kerja.

Indikator kompetensi emosional, yaitu:

a. Sensitifitas atau saling pengertian, yaitu kemampuan dan keinginan untuk memahami, mendengarkan, dan menanggapi

(15)

hal-hal yang tidak di katakan orang lain, tetapi berupa pemahaman atas pemikiran dan perasaan orang lain.

b. Kepedulian terhadap kepuasan pelanggan, yaitu keinginan untuk membantu dan melayani pelanggan dengan baik dan benar. c. Pengendalian diri, yaitu kemampuan untuk mengendalikan emosi

pada saat menghadapi tekanan sehingga tidak melakukan tindakan yang negative dalam situasi apapun yang terjadi.

d. Percaya diri, yaitu keyakinan seseorang untuk menunjukkan citra diri, keahlian, dan kemampuan yang positif.

e. Kemampuan beradaptasi, yaitu kemampuan menyesuaikan diri dan bekerja secara efektif pada berbagai situasi dan mampu melihat setiap perubahan situasi.

f. Komitmen pada organisasi, yaitu kemampuan seseorang untuk mengikatkan diri terhadap visi dan misi organisasi dengan memahami kaitan antara tanggung jawab pekerjaanya dengan tujuan organisasi.

3. Kompetensi Sosial

Kompetensi sosial adalah karakter sikap dan perilaku atau keinginan dan kemampuan untuk membangun hubungan kerja sama dengan orang lain yang bersifat stabil ketika menghadapi permasalahan di tempat kerja.

Indikator kompetensi sosial, yaitu:

a. Pengaruh dan dampak, yaitu kemampuan meyakinkan dan memengaruhi orang lain untuk secara efektif dan terbuka dalam berbagi pengetahuan, pemikiran dan ide-ide secara perorangan atau dalam kelompok agar mau mendukung gagasan atau idenya.

b. Kesadaran berorganisasi, yaitu kemampuan untuk memahami posisi dan kekuasaan dengan baik di dalam organisasi maupun dengan pihak-pihak eksternal perusahaan.

c. Membangun hubungan kerja, yaitu kemampuan untuk membangun dan memelihara jaringan kerja yang sama agar hubungan tetap hangat dan akrab.

(16)

d. Mengembangkan orang lain, yaitu kemampuan untuk meningkatkan keahlian bawahan atau orang lain dengan umpan balik yang bersifat membangun berdasarkan fakta yang spesifik serta memberikan pelatihan dan memberi wewenang untuk meningkatkan partisipasi bawahannya. e. Mengarahkan bawahan, yaitu kemampuan memerintah, memengaruhi,

dan mengarahkan bawahan dengan melaksanakan strategi dan hubungan interpersonal agar mereka mau mencapai tujuan organisasi secara bersama-sama.

f. Kerja tim, yaitu keinginan dan kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain yang menjadi bagian yang bermakna dari suatu tim untuk mencapai solusi yang bermanfaat bagi semua pihak.

g. Kepemimpinan kelompok, yaitu keinginan dan kemampuan untuk berperan sebagai pemimpin kelompok yang mampu menjadi teladan bagi anggota kelompok yang dipimpinnya.

Selain terdapat variabel-variabel independent, di dalam penelitian ini terdapat satu variabel dependent yaitu kinerja organisasi.

2.1.7 Kinerja Organisasi

Kinerja organisasi merupakan tingkatan prestasi yang dapat dicapai dan mencerminkan keberhasilan suatu organisasi, serta merupakan hasil yang dicapai dari perilaku anggota organisasi. Kinerja bisa juga dikatakan sebagai sebuah hasil (output) dari suatu proses tertentu yang dilakukan oleh seluruh komponen organisasi terhadap sumber-sumber tertentu yang digunakan (input). Selanjutnya, kinerja juga merupakan hasil dari serangkaian proses kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu organisasi. Bagi suatu organisasi, kinerja merupakan hasil dari kegiatan kerjasama diantara anggota atau komponen organisasi dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi.

Menurut Wirawan (2009:5), kinerja organisasi merupakan keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi tertentu. Menurut Surjadi (2009:7), kinerja organisasi adalah totalitas hasil kerja yang dicapai suatu organisasi tercapainya tujuan organisasi berarti bahwa, kinerja suatu organisasi itu dapat dilihat dari tingkatan sejauh mana organisasi dapat mencapai tujuan yang didasarkan pada tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya.

(17)

Sedangkan menurut Sobandi (2006:176), kinerja organisasi merupakan sesuatu yang telah dicapai oleh organisasi dalam kurun waktu tertentu, baik yang terkait dengan input, output, outcome, maupun benefit. Hasil kerja yang dicapai oleh suatu instansi dalam menjalankan tugasnya dalam kurun waktu tertentu, baik yang terkait dengan input, output, outcome, maupun benefit, dengan tanggung jawab dapat mempermudah arah penataan organisasi pemerintahan. Adanya hasil kerja yang dicapai oleh instansi dengan penuh tanggung jawab akan tercapai peningkatan kinerja yang efektif dan efisien.

Mengacu dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja organisasi adalah suatu hasil kerja yang dicapai oleh organisasi yang dapat di lihat dari input, output maupun outcome yang di hasilkan oleh suatu organisasi tersebut.

Di dalam penelitian ini, peneliti memakai teori dari Wirawan (2009) karena di dalam teorinya, terdapat dimensi-dimensi dan indikator dari kinerja organisasi yang dapat digunakan dalam menyusun kuesioner dalam penelitian ini. Di bawah ini akan di jelaskan mengenai dimensi kinerja organisasi.

2.1.7.1 Dimensi dan Indikator Kinerja Organisasi

Untuk menilai kinerja organisasi diperlukan indikator-indikator yang jelas dan terarah. Indikator berfungsi sebagai ketetapan dan arahan atas tindakan apa yang harus dilakukan agar kinerja berjalan efektif dan efisien. Kinerja organisasi yang baik meruakan tujuan dari setiap organisasi atau perusahaan. Menurut Wirawan (2009) dimensi-dimensi yang terdapat dalam kinerja organisasi antara lain:

a. Faktor internal karyawan

Yaitu faktor-faktor dari dalam diri karyawan yang merupakan faktor bawaan dari lahir dan faktor yang diperoleh ketika karyawan berkembang. Faktor-faktor bawaan, misalnya bakat dan sifat pribadi. Sementara itu, faktor-faktor yang diperoleh ketika karyawan berkembang misalnya pengetahuan, keterampilan, etos kerja, pengalaman kerja, dan motivasi kerja.

Indikatornya adalah:

• Bakat dan sifat pribadi individu karyawan

(18)

• Pengetahuan, keterampilan, pengalaman kerja, dan motivasi kerja karyawan

b. Faktor lingkungan internal organisasi

Dalam melaksanakan tugasnya, karyawan memerlukan dukungan organisasi tempat mereka bekerja. Dukungan tersebut sangat mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja karyawan yang berdampak kepada kinerja organisasi. Gaya kepemimpinan suatu organisasi juga merupakan faktor lingkungan internal suatu organisasi.

Indikatornya yaitu:

• Visi, misi, dan tujuan organisasi

• Kebijakan organisasi yang mendukung karyawannya • Gaya kepemimpinan yang mendukung karyawannya c. Faktor lingkungan eksternal organisasi

Faktor-faktor lingkungan eksternal organisasi adalah keadaan, kejadian atau situasi yang terjadi pada lingkungan organisasi yang mempengaruhi kinerja organisasi. Misalnya keadaan ekonomi suatu negara, budaya masyarakat dan hal-hal lainnya.

Indikatornya yaitu:

• Adanya kompetitor • Kondisi ekonomi negara

• Kondisi sosial dari lingkungan organisasi

Di dalam melakukan penelitian, terdapat kerangka pemikiran yang akan di tunjukkan di dalam gambar berikut ini.

(19)

2.2 Kerangka Pemikiran

Di dalam penelitian ini, terdapat tiga variabel independent dan satu variabel dependent. Berikut ini adalah rancangan kerangka pemikiran dari penelitian yang dilakukan peneliti :

Gambar 2.1 Hubungan Antar Variabel

2.4 Rancangan Hipotesis Hipotesis:

T1: Untuk mengetahui hubungan dan pengaruh intellectual capital terhadap kinerja organisasi di PT. Kompas Gramedia penerbitan buku?

Ho : tidak ada hubungan dan pengaruh nyata dari intellectual capital terhadap kinerja organisasi di PT. Kompas Gramedia penerbitan buku?

Ha : ada hubungan dan pengaruh nyata dari intellectual capital terhadap kinerja organisasi di PT. Kompas Gramedia penerbitan buku?

Intellectual Capital

(X1)

Organizational

Learning (X2)

Kinerja Organisasi

(Y)

Kompetensi

(X3)

T1

T2

T3

T4

(20)

T2: Untuk mengetahui hubungan dan pengaruh organizational learning terhadap kinerja organisasi di PT. Kompas Gramedia penerbitan buku?

Ho: tidak ada hubungan dan pengaruh yang nyata dari organizational learning terhadap kinerja organisasi di PT. Kompas Gramedia penerbitan buku?

Ha: ada hubungan dan pengaruh yang nyata dari organizational learning terhadap kinerja organisasi di PT. Kompas Gramedia penerbitan buku?

T3: Untuk mengetahui hubungan dan pengaruh kompetensi terhadap kinerja organisasi di PT. Kompas Gramedia penerbitan buku?

Ho: tidak ada hubungan dan pengaruh nyata dari kompetensi terhadap kinerja organisasi di PT. Kompas Gramedia penerbitan buku?

Ha: ada hubungan dan pengaruh nyata dari kompetensi terhadap kinerja organisasi di PT. Kompas Gramedia penerbitan buku?

T4: Untuk Mengetahui hubungan dan Pengaruh intellectual capital, organizational learning, dan kompetensi terhadap kinerja organisasi di PT. Kompas Gramedia penerbitan buku?

Ho: tidak ada hubungan dan pengaruh nyata dari intellectual capital, organizational learning, dan kompetensi terhadap kinerja organisasi di PT. Kompas Gramedia penerbitan buku?

Ha: ada hubungan dan pengaruh nyata dari intellectual capital, organizational learning, dan kompetensi terhadap kinerja organisasi di PT. Kompas Gramedia penerbitan buku?

Gambar

Gambar 2.1 Hubungan Antar Variabel

Referensi

Dokumen terkait

Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2015 tentang Pedoman Pembatasan Pertemuan/Rapat Di Luar Kantor dalam

4 Berdasarkan penjelasan diatas penulis mencoba menganalisa bahwa penggunaan piring sebagai mas kawin dalam masyarakat adat Biak-Numfor, awalnya berangkat dari

Konselor hendaknya menghindarkan diri dari pikiran-pikiran yang abstrak, keinginan-keinginannya untuk melakukan diagnosis, interpretasi maupun memberi nasihat. Konselor

Kehadiran kepemilikan saham oleh manajerial dapat digunakan untuk mengurangi agency cost karena dengan begitu manajer diharapkan merasakan langsung manfaat dari setiap

 Memahami keputusan apoteker melakukan pemesanan (jenis dan jumlah) untuk ketersediaan obat dan alkes

1 atau lebih episode nyeri kepala, yang memenuhi seluruh kriteria kecuali 1 kriteria dari infrequent episodic tension-type headache.. b.Tidak memenuhi kriteria ICHD-3 untuk

Catatan: PCN yang dilaporkan akan mengindikasikan bahwa suatu pesawat udara dengan nomor klasifikasi pesawat udara [aircraft classification number (ACN)] sama dengan atau

Proses Entry Data Kategori 7 User Ac count 7 User Ac count 1.7 Proses Manajemen User Ac count Kabag Personalia [Perusahaan ID] [Us er ID] [Us er Penilai] [Us er Penilai] Kabag