• Tidak ada hasil yang ditemukan

tension headache

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "tension headache"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

REFERAT

Terapi Profilaksis Pada Pasien Tension-Type Headache

Oleh :

Johanes Putra (2013-061-106)

Pembimbing :

dr. Budi Riyanto Wreksoatmodjo, Sp.S

Kepaniteraan Klinik SMF Ilmu Penyakit Saraf

Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atma Jaya

BAB II

(2)

2.1. Klafisikiasi Nyeri Kepala

Klasifikasi dari nyeri kepala dibagi berdasarkan dari penyebab nyeri kepala   itu   sendiri.     Secara   garis   besar   berdasarkan   The   International Classification   of   Headche   Disorders   3rd  edition   pada   tahun   2013   dibagi menjadi 3 kategori, yaitu8       2.1.1  Nyeri kepala primer8 Nyeri kepala primer lebih sering terjadi dibandingkan dengan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala yang timbul tanpa sebab yang jelas, tidak berhubungan dengan suatu penyakit (idiopatik). Nyeri kepala primer timbul  karena adanya interaksi yang kompleks dari genetik, perkembangan dan keadaan lingkungan.  Karena nyeri kepala primer bersifat idiopatik   sehingga   pemeriksaan   neurologis   dan   pemeriksaan   radiologis menghasilkan   hasil   yang   normal.9  Jenis   nyeri   kepala   primer   antara   lain migraine, tension­type headache, trigeminal autonomic cephalalgias, dan jenis lain dari primary headache disorders.8 

2.1.2 Nyeri kepala sekunder8

Nyeri kepala sekunder adalah nyeri kepala yang timbul karena adanya penyakit dan kondisi lain seperti tumor, aneurisma, inflamasi dan lain­lain. Walaupun  nyeri  kepala  sekunder lebih  jarang  terjadi,  penegakan  diagnosis penting   untuk  dilakukan  karena  sering  kali   penyakit  yang  mendasari   sakit kepala   mengancam   keselamatan.     Nyeri   kepala   sekunder   dapat   membaik apabila   penyebab   yang   mendasarinya   diterapi   secara   baik.  9  Nyeri   kepala sekunder antara lain nyeri kepala yang berikaitan dengan trauma pada kepala dan atau leher, gangguan pembuluh darah pada kepala dan leher, gangguan intracranial yang tidak disebabkan pembuluh darah, zat­zat tertentu, infeksi, gangguan homeostasis, gangguan pada cranium, leher, mata, telinga, hidung, muka dan stuktur kranial, dan gangguan psikiatrik.8  Nyeri kepala sekunder harus diwasapadai ketika ditemukan onset baru dari nyeri kepala dan terdapat perbedaan karakteristik dari nyeri kepala yang biasa   dialami.   Berikut   adalah   tanda­tanda   yang   harus   diwaspadai   dalam munculnya nyeri kepala sekunder

(3)

 Onset   dan   karakteristik   baru   dari   nyeri   kepala   pada   pasien diatas usia 50 tahun

 Peningkatan intensitas dari nyeri kepala secara cepat (beberapa detik samapai 5 menit)

 Terdapat   gangguan   neurologis   fokal   (contoh:   kelemahan tungkai, aura<5 menit atau >1 jam)  Gangguan nurologis non fokal (gangguan kognitif)  Perubahan dari frekuensi, karakteristik, dan gejala penyerta dari nyeri kepala  Terdapat hasil yang patologis dari pemeriksaan neurologis  Nyeri kepala yang muncul dengan perubahan posisi  Nyeri kepala yang dapat membangunkan pasien yang sedang tertidur  Nyeri kepala yang muncul saat pemakaian tenaga dan manuver valsava (batuk, tertawa, mengejan)  Pasien dengan faktor risiko cerebral venous sinus thrombosis  Kaku kuduk  Demam  Onset baru dari nyeri kepala dengan riwayat penyakit infeksi HIV   Onset baru dari nyeri kepala dengan riwayat penyakit kanker. 2.1.3 Nyeri pada cranial neuropati, muka, dan nyeri kepala tipe lainya8

Klasifikasi   terakhir   adalah   nyeri   kepala   yang   disebabkan   oleh gangguan saraf kranial dan nyeri pada daerah muka. Penyakit yang termasuk dalam   kelompok   ini   antara   lain   trigeminal   neuralgia,   glossopharyngeal neuralgia, nervus intermedius neuralgia, dan lain­lain. 8

2.2 Tension Type Headache 2.2.1 Definisi

TTH adalah nyeri kepala bilateral yang menekan (pressing/squeezing), mengikat,   tidak   berdenyut,   tidak   dipengaruhi   dan   tidak   diperburuk   oleh aktivitas  fisik, bersifat  ringan  hingga sedang, tidak  disertai  mual  dan  atau muntah,  serta disertai fotofobia atau fonofobia. 8

(4)

Sekitar 93% laki­laki dan 99% perempuan pernah mengalami nyeri kepala.   TTH   merupakan   nyeri   kepala   primer   yang   paling   sering   terjadi. Sekitar 78% orang dewasa pernah mengalami TTH setidaknya sekali dalam hidupnya.   TTH   episodic   merupakan   jenis   TTH   yang   paling   sering   terjadi dengan prevalensi 38­74%. 10 TTH dapat menyerang segala usia. Usia dengan prevalensi tertinggi adalah pada usia 25­30 tahun. Sekitar 40% penderita TTH memiliki riwayat keluarga dengan TTH. Prevalensi seumur hidup pada perempuan mencapai 88%, sedangkan lai­laki hanya 69%.  Rasio prempuan:laki­laki adalah 5:4.10  2.2.3  Etiologi Penyebab dari TTH belum begitu jelas. Selama ini penyebab dari TTH sering   dihubungkan   dengan   peningkatan   kontraksi   otot   pada   daerah   bahu, leher, kulit kepala, dan rahang saat pada kondisi stres. Namun menurut teori terbaru   TTH   terjadi   karena   adanya   perubahan   neurotransmitter   (serotonin) yang terjadi juga pada nyeri kepala tipe migraine. Pencetus terjadinya TTH antara lain:11   Stress  Depresi  Cemas  Menahan kepala pada satu posisi  Kelelahan  Terlambat makan 2.2.4 Patofisiologi Setelah penelitian beberapa tahun belakangan ini, asal nyeri dari TTH masih   belum   diketahui   secara   pasti.   Faktor   perifer   (perasaan   nyeri   dari jaringan pericranial myofascial) dan sentral ( peningkatan eksitasi dari CNS) memiliki peranan penting pada patofisiologi dari TTH. Asal nyeri dari TTH sering   dihubungkan   dengan   kontraksi   otot   yang   berlebihan,   iskemik   dan

(5)

inflamasi   dari   otot   kepala   dan   leher.   Namun   pada     pemeriksaan electromyography tidak ditemukan adanya peningkatan yang signifikan pada TTH.5

Batas ambang rangsang toleransi nyeri  terhadap mekanik, suhu,  dan stimulus   elektrik   menurun   pada   pasien   dengan   chronic   TTH.   Berdasarkan studi  yang  telah   dilakukan  diduga  bahwa  nyeri  kronik   pada  kronik  TTH timbul karena sensitasi sentral di tingkat posterior horn dari medulla spinalis atau  nucleus  trigeminal  atau  keduanya. Sensitasi  ini  terjadi  karena  adanya stimulus nosiseptif yang kontinu pada otot pericranial dan jaringan myofasial. Diduga   sensitasi   sentral   terjadi   karena   aktivasi   dari   Nitric   oxide   synthase (NOS) .5

Mekanisme   lain   terjadinya   TTH   karena   adanya   defisiensi   dari antinociceptif   dari   stuktur   supraspinal   di   CNS.   Penurunan   fungsi   inhibisi nosiseptif ditemukan pada pemeriksaan electoenccephalogram sehingga terjadi peningkatan sensitifitas nyeri pada pasien dengan chronic TTH. Faktor lingkungan dan psikologis berperan penting pada patofisiologi dari TTH. Stress dan tekanan mental sering menjadi faktor pencetus dalam terjadinya TTH. Stress juga mencetuskan rasa nyeri yang berlebih pada pasien dengan kronik TTH. 5 2.2.5. Kriteria Diagnosis

Penegakan   diagnosis   pada   TTH   didapatkan   terutama   dari   deskripsi penyakit   oleh   pasien   (kriteria   diagnosis).   Tidak   ada   uji   spesifik   untuk menegakan diagnosis TTH. Pemeriksaan lain yang dilakukan hanya berguna untuk   menyingkirkan   nyeri   kepala   akibat   sebab   lainnya.   Saat   dilakukan pemeriksaan neurologis tidak ditemukan adanya kelainan apapun.12  Berikut merupakan   kriteria   diagnosis   dari   TTH   menurut  The   International

Classification of Headche Disorders 3rd edition pada tahun 2013.8

1. Infrequent episodic tension-type headache8

A. Minimal 10 episode nyeri kepala yang terjadi <1 hari pada tiap bulan (<12 hari dalam setahun) dan memenuhi kriteria B-D

(6)

C. Memenuhi 2 dari 4 kriteria berikut: o Bilateral

o Terasa seperti ditekan/ diikat (non-pulsating) o Intensitas ringan atau sedang

o Tidak diperberat oleh aktivitas fisik sehari-hari (seperti berjalan atau naik tangga)

D. Tidak disertai mual maupun muntah, dapat disertai salah satu dari fotofobia atau fonofobia

1.1 Infrequent episodic tension-type headache associated with pericranial

tenderness8

A. Memenuhi kriteria infrequent episodic tension-type headache B. Nyeri perikranium meningkat pada saat dilakukan palpasi

1.2 Infrequent episodic tension-type headache not associated with pericranial

tenderness8

A. Memenuhi kriteria infrequent episodic tension-type headache B. Nyeri pada perikranium tidak meningkat

2. Frequent episodic tension-type headache8

A. Minimal 10 episode nyeri kepala yang terjadi 1-14 hari pada tiap bulan selama >3 bulan ( ≥12 dan <180 hari tiap tahun) dan memenuhi kriteria B-D

B. Dapat berlangsung selama 30 menit hingga 7 hari C. Memenuhi 2 dari 4 kriteria berikut:

o Bilateral

o Terasa seperti ditekan/ diikat (non-pulsating) o Intensitas ringan atau sedang

o Tidak diperberat oleh aktivitas fisik sehari-hari (seperti berjalan atau naik tangga)

D.Tidak disertai mual maupun muntah dan dapat disertai minimal satu dari fotofobia atau fonofobia

2.1 Frequent episodic tension-type headache associated with pericranial

tenderness8

A. Memenuhi kriteria frequent episodic tension-type headache B. Nyeri perikranium meningkat pada saat dipalpasi

2.2 Frequent episodic tension-type headache not associated with pericranial tenderness8

(7)

B. Nyeri perikranium tidak meningkat saat di palpasi

3. Chronic tension-type headache8

A. Nyeri kepala berlangsung ≥ 15 hari pada tiap bulan, selama > 3 bulan ( ≥180 hari tiap tahun), memenuhi kriteria B-D

B. Berlangsung beberapa jam hingga beberapa hari, atau konstan C. Memenuhi 2 dari 4 kriteria berikut:

o Bilateral

o Terasa seperti ditekan/ diikat (non-pulsating) o Intensitas ringan atau sedang

o Tidak diperberat oleh aktivitas fisik sehari-hari (seperti berjalan atau naik tangga)

D. Dapat disertai salah satu dari: fotofobia, fonofobia, atau mual ringan. Tidak disertai mual dengan intensitas sedang atau berat, maupun muntah

3.1 Chronic tension-type headache associated with pericranial tenderness8 A. Memenuhi kriteria chronic tension-type headache

B. Nyeri perikranium meningkat saat di palpasi

3.2 Chronic tension-type headache not associated with pericranial tenderness8 A. Memenuhi kriteria chronic tension-type headache

B. Nyeri perikranium tidak meningkat saat di palpasi 4. Probable tension-type headache8

Mirip dengan TTH tetapi tidak dapat digolongkan dalam subtipe TTH yang disebutkan di atas, dan tidak memenuhi kriteria dari gangguan nyeri kepala lain.

4.1 Probable infrequent episodic tension-type headache8

a. 1 atau lebih episode nyeri kepala, yang memenuhi seluruh kriteria kecuali 1 kriteria dari infrequent episodic tension-type headache

b.Tidak memenuhi kriteria ICHD-3 untuk gangguan nyeri kepala lainnya 4.2 Probable frequent episodic tension-type headache8

(8)

a.Episode nyeri kepala memenuhi seluruh kriteria kecuali 1 kriteria dari

frequent episodic tension-type headache

b.Tidak memenuhi kriteria ICHD-3 untuk gangguan nyeri kepala lainnya 4.3 Probable chronic tension-type headache8

a.Episode nyeri kepala memenuhi seluruh kriteria kecuali 1 kriteria dari

chronic episodic tension-type headache

b.Tidak memenuhi kriteria ICHD-3 untuk gangguan nyeri kepala lainnya 2.3 Tatalaksana

Secara umum terapi dari  tension­type headache  dibagi menjadi dua, yaitu terapi akut dan terapi profilaksis. Terapi akut dimana memiliki tujuan untuk   menghentikan   atau   mengurangi   intersitas   serangan   pada   TTH.   Pada terapi akut analgesik dan NSAIDs tetap menjadi pilihan pertama. Sedangkan terapi   profilaksis   memiliki   tujuan   untuk   mecegah   timbulnya   TTH   yang berulang. Terapi profilaksis dibagi menjadi dua, yaitu terapi farmakologis dan terapi non farmakologis.12

2.3.1 Terapi farmakologis profilaksis pada TTH

 Profilaksis farmakoterapi  harus dipertimbangkan pada pasien dengan TTH kronik dan  frequent episodic TTH.  Tricyclic antidepresan amitriptyline telah   menjadi   pilihan   pengobatan   setelah   sekian   lama.   Sekarang   obat­obat seperti   jenis   muscle   relaxants,   anticovulsan,   dan   botulinum   toxin   telah digunakan pada chronic TTH.7

Cyclobenzaprine adalah suatu  muscle relaxant  yang stukturnya mirip dengan   amitriptyline.     Menurut   penelitian   10   dari   20   pasien   TTH   yang menerima   Cyclobenzaprine   menunjukan   perbaikan.   Dosis   yang   digunakan dalam mengobati TTH adalah 10 mg saat malam hari. Selain Cyclobenzaprine, tizanidine juga dilaporkan efektif dalam mengobati chronic TTH.  Dosis yang digunakan dititrasi dari 2 mg sampai 20 mg perhari. Efek sedasi merupakan efek samping dari pengobatan ini.13

(9)

Valaproat (gamma­aminobutryric acid) merupakan salah satu jenis dari anticonvulsan   yang   cukup   sering   digunakan   pada   sakit   kepala.     Terdapat penelitian yang menguji efektivitas dari Valproat. Ditemukan dosis efektif dari valproat ini adalah 1000­2000 mg per hari dimana menunjukan perbaikan pada chronic   TTH   setelah   3   bulan   pengobatan.   Efek   samping   yang   sering dilaporkan adalah peningkatan berat badan, tremor, rambut rontok, dan mual.13 Injeksi   Botulinum   Toxin   sering   dikaitkan   dengan   pengobatan   pada pasien dengan nyeri kepala kronis. Namun literatur yang mebahas tentang efektifitas   dari   injeksi   Botulinum   Toxin   masih   sangat   bervariasi.   Menurut meta­analysis   yang   dilakukan   oleh   American   Medical   Association,   injeksi botulinum toxin tidak memiliki manfaat dalam terapi profilaksis pada episodic

migraine  dan  chronic   TTH.   Namun   Botulinum   toxin   masih   memberikan

manfaat pada penyakit chronic migraine headache.14

Tricyclic   antidepresan   amitriptyline   tetap   merupakan   obat   pilihan pertama pada chronic TTH. Menurut peneilitian 40­70% pasien TTH dengan pengobatan Trcyclic antidepresan menunjukan perkembangan yang signifikan dimana   teradapat   50%   perbaikan   gejala   pada   nyeri   kepala   dan   terjadi pengurangan  penggunaan obat analgesik.  Namun, efek dari terapi ini baru terlihat   setelah   6   bulan   dari   pemakaian   pertama.7  Tricyclic   lebh   efektif dibandingkan   dengan  Selective   Serotonin   Reuptake   Inhibitor  dengan mengurangi 50% timbulnya nyeri kepala yang berulang.15,16   Pengobatan amitriptyline dimulai dengan dosis rendah (10­25mg/hari) dan dilakukan titrasi sebesar 10­25 mg setiap minggu sampai mencapai hasil terapi yang memuaskan. Dosis pemeliharaan yang paling sering dipakai adalah 30­75 mg per hari yang diminum 1­2 jam sebelum waktu tidur. Efek terapi dari amitriptyline harus diobservasi dalam seminggu pertama sejak memulai dosis terapi.   Jika pasien tidak berespon pada setelah 4 minggu pada dosis pemeliharaan, pengobatan profilaksis dapa diganti menggunakan pilihan lain. 7

(10)

      

2.3.2 Terapi non-farmakologis pada TTH

Penelitian lebih lanjut tentang terapi non-farmakologis masih terus dilakukan. Pada kondisi-kondisi tertentu seperti kehamilan, toleransi yang buruk terhadap pengobatan farmakologis, riwayat pengobatan jangka panjang dengan pengobatan analgesik dan lain-lain membuat terapi non farmakologis dapat menjadi pilihan alternatif dalam pengobatan TTH.17

Identifikasi faktor pencetus sangatlah penting untuk dilakukan. Pencetus TTH yang paling sering dialami pasien adalah stress (secara mental atau fisik), makan yang tidak teratur, konsumsi kafein yang berlebih, dehidrasi, gangguan tidur, tidur yang terlalu banyak atau sedikit, aktivitas fisik yang minim, serta siklus menstrual dan faktor hormonal pada wanita.7

2.3.2.1 Psycho-behavioural treatments

Terapi ini banyak digunakan dalam menangani TTH kronik. Psycho-behavioural treatment yang paling umum digunakan adalah EMG biofeedback, cognitive behavioural therapy, dan terapi relaksasi. Selain itu, hipnoterapi juga dilaporkan efektif dalam menangani TTH kronik, namun belum terbukti kebenarannya. 7

A. EMG biofeedback

Biofeedback adalah suatu teknik yang bertujuan melatih pasien untuk meningkatkan kesehatannya dengan mengendalikan keadaan tubuh tertentu yang involunter seperti detak jantung, tekanan darah, ketegangan otot, dan suhu kulit. Padap kulit pasien ditempelkan elektroda dan dihubungkan ke monitor untuk membantu biofeedback terapis memantau perubahan yang

(11)

terjadi pada tubuh pasien. Terdapat berbagai macam terapi dari biofeedback antara lain dengan menggunakan EMG biofeedback yang berguna untuk mengukur ketegangan otot, thermal biofeedback untuk mengukur suhu kulit, dan neurofeedback atau EEG biofeedback untuk mengukur aktivitas gelombang otak.18,19

Pada TTH digunakan jenis EMG biofeedback. Tujuan dari EMG biofeedback adalah untuk membantu pasien mengenali dan mengendalikan ketegangan otot dengan cara memberikan feedback secara terus menerus terhadap aktivitas otot.7 Pada umumnya EMG biofeedback ini digunakan

untuk mengatasi stress yang menyebabkan timbulnya suatu penyakit,, salah satunya pasien dengan TTH. Dengan bimbingan dari terapis biofeedback, pasien akan dibimbing untuk mengatasi gejala klinis yang timbul karena stress dengan menggunakan metode relaksasi dan latihan mental. 18

Setiap sesi berlangsung selama satu jam. Sesi terdiri dari adaptation

phase, baseline phase, training phase dimana feedback diberikan, dan self control phase dimana pasien berlatih mengendalikan ketegangan otot tanpa

adanya feedback. Jumlah sesi yang dibutuhkan disesuaikan dengan jenis penyakit yang diderita oleh pasien. Pada pasien dengan TTH dibutuhkan sesi selama 10 minggu dan sesi follow up. 18

Dari   5   studi   yang   dianalisis,   terapi   EMG   biofeedback   memberikan 40%   perbaikan   pada   penilaian   headache   index.   Headache   index   menilai frekuensi, tingkat keparahan, dan durasi dari nyeri kepala.17

(12)

B. Terapi perilaku kognitif

Terapi perilaku kognitif (CBT) adalah terapi psikologis yang berfokus pada kognitif dan perilaku. Terapi perilaku kognitif bertujuan mengajarkan pasien untuk mengidentifikasi pemikiran dan keyakinan yang dapat menimbulkan stres dan kemudian mencetuskan nyeri kepala. CBT berfokus pada hubungan antara kognitif, perilaku, dan perasaan terhadap gejala klinis, fungsi, dan kualitas hidup dari seseorang. Diharapkan dengan CBT seseorang dapat mengubah cara untuk berpikir, bertindak, dan merasakan dari kesulitan yang mereka hadapi.19,20

Berbagai penelitian menunjukan bahwa CBT efektif dalam mengobati penyakit-penyakit yang dipengaruhi oleh gangguan psikologis antara lain panic disorder, depresi, gangguan anxietas menyeluruh. Selain itu, CBT juga memiliki fungsi dalam mengatasi Chronic TTH. 20

CBT pada umumnya terdiri dari 6 sampai 20 sesi dan memiliki target pencapaian yang sudah ditentukan. Relasi antara pasien dengan terapis mempengaruhi hasil akhir dari CBT. Diharapkan dengan relasi yang baik, pasien dan terapis dapat menemukan pemikiran dan perilaku yang menyimpang dan menghasilkan suatupandagan baru yang lebih baik. Hasil ini dapat dicapai dengan melakukan beberapa teknik seperti melalukan introspeksi diri, membuka diri, edukasi, simulasi kasus dalam menghadapi masalah, dan manajemen stress. 20 Dari 7 percobaan yang dilakukan CBT

rata-rata memberikan 49% perbaikan pada headache index. 17

C. Terapi relaksasi

Tujuan dari terapi relaksasi adalah untuk membantu pasien mengenali dan mengendalikan tekanan yang cenderung meningkat dari aktivitas sehari-hari. Untuk melaksanakan terapi ini dibutuhkan waktu selama 10 menit setiap pagi dan malam. Terapi relaksasi membutuhkan tempat yang tenang dan kondisi pikiran pasien yang tenang pula. Pertama pasien diminta untuk berbaring ditempat yang nyaman, sangat penting diperhatikan agar pasien telah masuk kedalam kondisi yang sangat tenang. Terapis memeriksa otot-otot tungkai, lengan, leher, kepala, mata, dan rahang untuk memastikan tidak ada

(13)

otot yang tegang. Ketika telah mencapai relaksasi tubuh secara keseluruhan, pasien diminta untuk memikirkan sesuatu yang dapat membawa ketenangan kepada dirinya selama 5 menit.19,21

Diharapkan dengan latihan ini, pasien dapat membawa suasana yang tenang dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga diharapkan tingkat stress dalam menghadapi kehidupan sehari-hari dapat berkurang. 21 Dari 10 penelitian yang

ada, terapi relaksi rata-rata memberikan 32% perbaikan pada headache index.17

2.3.2.2 Non-invasive physical therapy

Terapi fisik seperti perbaikan postur, pemijatan, manipulasi spinal, terapi oromandibular, program olahraga, ultrasound, dan stimulasi elektrik digunakan dalam terapi TTH. Namun kebanyakan dari terapi ini belum dapat dibuktikan secara pasti melalui bukti-bukti penelitian dan medis. Sehingga efektifitas dari terapi tersebut belum diketahui secara pasti.7

2.3.2.3 Accupunture and nerve block

Efek profilaksis dari akupuntur telah diteliti dari beberapa percobaan pada pasien dengan frequent episodic atau chronic TTH. Dari beberapa penelitian dan analisis, belum ditemukan bukti yang mendukung tentang efektifitas dari terapi ini. 7

2.3.2.4 Kesimpulan Terapi Non Farmakologi

EMG biofeedback memiliki hasil yang paling efektif untuk pengobatan TTH. Sedangkan cognitive-behavioural therapy, relaxation training, non

invasive physical therapy, dan acupuncture and nerve block mungkin memiliki

efek terhadap TTH, namun sampai saat ini belum ada bukti yang cukup untuk mendukung terapi ini.

(14)

2.4 Prognosis

TTH memiliki intensitas nyeri kepala dari ringan sampai sedang oleh karena itu jarang membuat seseorang menderita dan membutuhkan terapi darurat. Namun walaupun tidak berbahaya, kronik TTH seringkali memberikan efek negatif terhadap kualitas hidup, keluarga, dan produktivitas dari pekerjaan. Beberapa penelitian melaporkan bahwa ditemukan penurunan kualitas hidup dari seseorang yang menderita kronik TTH dibandingkan orang yang tidak memiliki penyakit tersebut. Banyak orang yang menderita kronik TTH juga mengalami depresi dan cemas.11

TTH dapat diobati dan dicegah dengan tatalaksana yang baik. Episode dari TTH dapat berkurang dengan berjalannya waktu. Dari suatu studi dilaporkan bahwa hampir dari setengah pasien dari kronik TTH tidak mengalami nyeri kepala setelah diperiksa 3 tahun setelah kontrol terakhir. 11

BAB III

KESIMPULAN

Nyeri kepala memiliki etiologi yang sangat banyak, oleh karena itu klasifikasi nyeri kepala sangatlah dibutuhkan dalam menentukan jenis dari nyeri kepala.  Tension type­headache termasuk sebagai nyeri kepala primer yang paling sering terjadi. TTH

(15)

memiliki   karakteristik   seperti   nyeri   kepala   bilateral   yang   menekan (pressing/squeezing),   mengikat,   tidak   berdenyut,   tidak   dipengaruhi   dan   tidak diperburuk oleh aktivitas fisik, bersifat ringan hingga sedang, tidak disertai mual dan atau muntah,  serta disertai fotofobia atau fonofobia

Terapi dari TTH secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu terapi akut dan terapi   profilaksis.   Pada   terapi   akut   analgesik   dan   NSAIDs   tetap   menjadi   pilihan pertama.  Terapi profilaksis terdiri dari dua bagian yaitu, terapi farmakologis dan terapi non farmakologis. Pada terapi profilaksis farmakologis tricyclic antidepresan amitriptyline tetap merupakan obat pilihan pertama pada chronic TTH. Pengobatan amitriptyline   dimulai   dengan   dosis   rendah   (10­25mg/hari)   dan   dilakukan   titrasi sebesar  10­25 mg  setiap   minggu  sampai  mencapai  hasil  terapi   yang  memuaskan. Dosis   pemeliharaan   yang   paling   sering   dipakai   adalah   30­75   mg   per   hari   yang diminum   1­2   jam   sebelum   waktu   tidur.     Pada   terapi   non   farmakologis   EMG biofeedback merupakan terapi yang paling efektif dalam profilaksis dari kronik TTH karena memiliki bukti ilmiah yang kuat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Clinch CR. Evaluation of Acute Headaches in Adult. American Family Physician. 2001 Feb;63(4):685-692

2. Headache disorders[Internet]. [Place

unknown]:WHO;2012[updated 2012 October 14; cited 2014 April 8] Available from: http://www.who.int/mediacentre/en/

3. Chai NC, Jason D, Peterlin BL. The Epidemiology and

Comorbidities of Migraine and Tension-Type Headache. 2012 Jan:16(1):4-13

(16)

4. Blanda M. Tension Headache [Internet].[Place unknown]: Medscape;2012 [updated 2012 May 17; cited 2014 April 8]. Avaible from: http://emedicine.medscape.com/article/792384-workup

5. Ashina S, Bendtsen L. Pathophysiology of Migraine and Tension-Type Headache. ELSEVIER. 2012 Jan: 16(1):14-18 6. Migraine and Tension Headache Diagnosis and Treatment

Guideline. [Internet]. [Place

unknown]:GroupHealth;2011[updated 2011 Juni 14; cited 2014 April 8] Available from:

http://www.ghc.org/all-sites/guidelines/headache.pdf

7. L.Bendtsen, S.Evers, et al. EFNS guideline on the treatment of tension­ type headache. European Journal of Neurology.2010 Feb;17:1318­1325 8. Olesen J, Kunkel Robert, Lance JW, Napii G, et al. The

International Classification of Headache Disorders, 3rd Edition. International Headache Society.2013 Maret; 33(9):629-808. 9. Primary and Secondary Headaches[Internet]. [Place

unknown]:Johns Hopskin Medicine;2010[updated 2011 Juni 13; cited 2014 April 8] Available from:

http://www.hopkinsmedicine.org/neurology_neurosurgery/spec ialty_areas/headache/conditions/primary_vs_secondary_heada ches.html

10.Nugroho D. Tension Type Headache. Brain and Circulation Institute of Indonesia. 2014 Apr:41(3):186-191

11.Tension Headache[Internet]. [Place unknown]:University of Maryland Medical Center;2013[updated 2013 May 7; cited 2014 April 8] Available from:

http://umm.edu/health/medical/altmed/condition/tension-headache

12.Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Taruna Y. Diagnosa dan Tatalaksama Penyakit Saraf. Jakarta:ECG,2009.

13.Solomon GD. Chronic tension­type headache:Advice for the viselike­ headache patient.Cleveland Clinic Journal of Medicine.2002 Feb;69(2);167­ 172

14.Jackson JL, Kuriyama A, Hasashino. Botulinum Toxin A for 

Prophylactic Treatment of Migraine and Tension Headaches in Adults A  Meta­analysis.JAMA.2012 Apr;307(16):1736­45

15.Jackson JL, Shimeall W, Sessums L, et al.

 

Tricyclic antidepressants  and headaches: systematic review and meta­analysis. BMJ.2010 Apr;341:1­13 16.Howe L. Treatments for Tension Headache and Chronic Daily 

Headache.ACPE.2012 Mar;756:1­30

17.Cambhell MD. Evidenced-Based For Migraine Headache: Behavioral and Physical Treatments. American Academy of Neurology. 1999 Apr;1:1-29

18.Biofeedback [Internet]. [Place unknown]:University of Maryland Medical Center;2013[updated 2013 May 7; cited 2014 April 8] Available from:

(17)

19.Penzien DB, Andrasik F, Freidenberg, et al.

 

Guidelines for Trials of  Behavioral Treatments for Recurrent Headache, First Edition: American  Headache Society Behavioral Clinical Trials Workgroup. Headache.2005  June;45[2]:110­132

20.What is Cognitive Behavioral Therapy? [Internet]. [Place

unknown]:UNC School of Medicine;2010[updated 2011 May 8; cited 2014 April 8] Available from:

http://www.med.unc.edu/ibs/files/educational-gi-handouts/Cognitive%20Behavioral%20Therapy.pdf

21.Relaxation Exercises for People with Headache. [Internet]. [Place unknown]:London Headache Center;2010[updated 2010; cited 2014 April 8] Available from:

http://www.londonheadachecentre.co.uk/LHC-relaxation-exercises-for-headache.pdf

Referensi

Dokumen terkait

Perielitian ini djuga menundjukkan bahwa walaupun dalam ke- adaan lingkungan dan sosial-ekonomi jang buruk, pemberian maka- nan tambahan sebagai bagian program

HH&amp; adalah faktor resiko utama terjadinya mortalitas dan morbiditas dari  penyakit kardio$askuler 3asien dengan tekanan darah yang tinggi yang terus menerus#

Benih ikan yang sudah mencapai ukuran 50-75 gram/ekor dengan panjang 15 cm atau lebih dari hasil pendederan, selanjutnya dipelihara dalam kurungan pembesaran yang memiliki lebar

Menurut peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006 tentang standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan ( SKL – SP ) menyebutkan bahwa pendidikan

Data distribusi temperatur pada pengujian tangki PET stratifikasi dengan diameter difuser 18 cm dengan variasi debit aliran 1,39 ltr/menit,162 ltr/menit dan 1,85

Kinerja perkerasan asbuton campuran panas secara fungsional baik, hal ini dapat dilihat dari kinerja perkerasan pada umur 1 tahun yang belum mengindikasikan terjadinya retak

Jenis Font yang tingkat keterbacaannya tinggi adalah jenis Font yang polos (sans serif), seperti contoh di bawah ini. Untuk teks daring, orang juga menganggap