REFERAT
Terapi Profilaksis Pada Pasien Tension-Type Headache
Oleh :
Johanes Putra (2013-061-106)
Pembimbing :
dr. Budi Riyanto Wreksoatmodjo, Sp.S
Kepaniteraan Klinik SMF Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atma Jaya
BAB II
2.1. Klafisikiasi Nyeri Kepala
Klasifikasi dari nyeri kepala dibagi berdasarkan dari penyebab nyeri kepala itu sendiri. Secara garis besar berdasarkan The International Classification of Headche Disorders 3rd edition pada tahun 2013 dibagi menjadi 3 kategori, yaitu8 2.1.1 Nyeri kepala primer8 Nyeri kepala primer lebih sering terjadi dibandingkan dengan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala yang timbul tanpa sebab yang jelas, tidak berhubungan dengan suatu penyakit (idiopatik). Nyeri kepala primer timbul karena adanya interaksi yang kompleks dari genetik, perkembangan dan keadaan lingkungan. Karena nyeri kepala primer bersifat idiopatik sehingga pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan radiologis menghasilkan hasil yang normal.9 Jenis nyeri kepala primer antara lain migraine, tensiontype headache, trigeminal autonomic cephalalgias, dan jenis lain dari primary headache disorders.8
2.1.2 Nyeri kepala sekunder8
Nyeri kepala sekunder adalah nyeri kepala yang timbul karena adanya penyakit dan kondisi lain seperti tumor, aneurisma, inflamasi dan lainlain. Walaupun nyeri kepala sekunder lebih jarang terjadi, penegakan diagnosis penting untuk dilakukan karena sering kali penyakit yang mendasari sakit kepala mengancam keselamatan. Nyeri kepala sekunder dapat membaik apabila penyebab yang mendasarinya diterapi secara baik. 9 Nyeri kepala sekunder antara lain nyeri kepala yang berikaitan dengan trauma pada kepala dan atau leher, gangguan pembuluh darah pada kepala dan leher, gangguan intracranial yang tidak disebabkan pembuluh darah, zatzat tertentu, infeksi, gangguan homeostasis, gangguan pada cranium, leher, mata, telinga, hidung, muka dan stuktur kranial, dan gangguan psikiatrik.8 Nyeri kepala sekunder harus diwasapadai ketika ditemukan onset baru dari nyeri kepala dan terdapat perbedaan karakteristik dari nyeri kepala yang biasa dialami. Berikut adalah tandatanda yang harus diwaspadai dalam munculnya nyeri kepala sekunder
Onset dan karakteristik baru dari nyeri kepala pada pasien diatas usia 50 tahun
Peningkatan intensitas dari nyeri kepala secara cepat (beberapa detik samapai 5 menit)
Terdapat gangguan neurologis fokal (contoh: kelemahan tungkai, aura<5 menit atau >1 jam) Gangguan nurologis non fokal (gangguan kognitif) Perubahan dari frekuensi, karakteristik, dan gejala penyerta dari nyeri kepala Terdapat hasil yang patologis dari pemeriksaan neurologis Nyeri kepala yang muncul dengan perubahan posisi Nyeri kepala yang dapat membangunkan pasien yang sedang tertidur Nyeri kepala yang muncul saat pemakaian tenaga dan manuver valsava (batuk, tertawa, mengejan) Pasien dengan faktor risiko cerebral venous sinus thrombosis Kaku kuduk Demam Onset baru dari nyeri kepala dengan riwayat penyakit infeksi HIV Onset baru dari nyeri kepala dengan riwayat penyakit kanker. 2.1.3 Nyeri pada cranial neuropati, muka, dan nyeri kepala tipe lainya8
Klasifikasi terakhir adalah nyeri kepala yang disebabkan oleh gangguan saraf kranial dan nyeri pada daerah muka. Penyakit yang termasuk dalam kelompok ini antara lain trigeminal neuralgia, glossopharyngeal neuralgia, nervus intermedius neuralgia, dan lainlain. 8
2.2 Tension Type Headache 2.2.1 Definisi
TTH adalah nyeri kepala bilateral yang menekan (pressing/squeezing), mengikat, tidak berdenyut, tidak dipengaruhi dan tidak diperburuk oleh aktivitas fisik, bersifat ringan hingga sedang, tidak disertai mual dan atau muntah, serta disertai fotofobia atau fonofobia. 8
Sekitar 93% lakilaki dan 99% perempuan pernah mengalami nyeri kepala. TTH merupakan nyeri kepala primer yang paling sering terjadi. Sekitar 78% orang dewasa pernah mengalami TTH setidaknya sekali dalam hidupnya. TTH episodic merupakan jenis TTH yang paling sering terjadi dengan prevalensi 3874%. 10 TTH dapat menyerang segala usia. Usia dengan prevalensi tertinggi adalah pada usia 2530 tahun. Sekitar 40% penderita TTH memiliki riwayat keluarga dengan TTH. Prevalensi seumur hidup pada perempuan mencapai 88%, sedangkan lailaki hanya 69%. Rasio prempuan:lakilaki adalah 5:4.10 2.2.3 Etiologi Penyebab dari TTH belum begitu jelas. Selama ini penyebab dari TTH sering dihubungkan dengan peningkatan kontraksi otot pada daerah bahu, leher, kulit kepala, dan rahang saat pada kondisi stres. Namun menurut teori terbaru TTH terjadi karena adanya perubahan neurotransmitter (serotonin) yang terjadi juga pada nyeri kepala tipe migraine. Pencetus terjadinya TTH antara lain:11 Stress Depresi Cemas Menahan kepala pada satu posisi Kelelahan Terlambat makan 2.2.4 Patofisiologi Setelah penelitian beberapa tahun belakangan ini, asal nyeri dari TTH masih belum diketahui secara pasti. Faktor perifer (perasaan nyeri dari jaringan pericranial myofascial) dan sentral ( peningkatan eksitasi dari CNS) memiliki peranan penting pada patofisiologi dari TTH. Asal nyeri dari TTH sering dihubungkan dengan kontraksi otot yang berlebihan, iskemik dan
inflamasi dari otot kepala dan leher. Namun pada pemeriksaan electromyography tidak ditemukan adanya peningkatan yang signifikan pada TTH.5
Batas ambang rangsang toleransi nyeri terhadap mekanik, suhu, dan stimulus elektrik menurun pada pasien dengan chronic TTH. Berdasarkan studi yang telah dilakukan diduga bahwa nyeri kronik pada kronik TTH timbul karena sensitasi sentral di tingkat posterior horn dari medulla spinalis atau nucleus trigeminal atau keduanya. Sensitasi ini terjadi karena adanya stimulus nosiseptif yang kontinu pada otot pericranial dan jaringan myofasial. Diduga sensitasi sentral terjadi karena aktivasi dari Nitric oxide synthase (NOS) .5
Mekanisme lain terjadinya TTH karena adanya defisiensi dari antinociceptif dari stuktur supraspinal di CNS. Penurunan fungsi inhibisi nosiseptif ditemukan pada pemeriksaan electoenccephalogram sehingga terjadi peningkatan sensitifitas nyeri pada pasien dengan chronic TTH. Faktor lingkungan dan psikologis berperan penting pada patofisiologi dari TTH. Stress dan tekanan mental sering menjadi faktor pencetus dalam terjadinya TTH. Stress juga mencetuskan rasa nyeri yang berlebih pada pasien dengan kronik TTH. 5 2.2.5. Kriteria Diagnosis
Penegakan diagnosis pada TTH didapatkan terutama dari deskripsi penyakit oleh pasien (kriteria diagnosis). Tidak ada uji spesifik untuk menegakan diagnosis TTH. Pemeriksaan lain yang dilakukan hanya berguna untuk menyingkirkan nyeri kepala akibat sebab lainnya. Saat dilakukan pemeriksaan neurologis tidak ditemukan adanya kelainan apapun.12 Berikut merupakan kriteria diagnosis dari TTH menurut The International
Classification of Headche Disorders 3rd edition pada tahun 2013.8
1. Infrequent episodic tension-type headache8
A. Minimal 10 episode nyeri kepala yang terjadi <1 hari pada tiap bulan (<12 hari dalam setahun) dan memenuhi kriteria B-D
C. Memenuhi 2 dari 4 kriteria berikut: o Bilateral
o Terasa seperti ditekan/ diikat (non-pulsating) o Intensitas ringan atau sedang
o Tidak diperberat oleh aktivitas fisik sehari-hari (seperti berjalan atau naik tangga)
D. Tidak disertai mual maupun muntah, dapat disertai salah satu dari fotofobia atau fonofobia
1.1 Infrequent episodic tension-type headache associated with pericranial
tenderness8
A. Memenuhi kriteria infrequent episodic tension-type headache B. Nyeri perikranium meningkat pada saat dilakukan palpasi
1.2 Infrequent episodic tension-type headache not associated with pericranial
tenderness8
A. Memenuhi kriteria infrequent episodic tension-type headache B. Nyeri pada perikranium tidak meningkat
2. Frequent episodic tension-type headache8
A. Minimal 10 episode nyeri kepala yang terjadi 1-14 hari pada tiap bulan selama >3 bulan ( ≥12 dan <180 hari tiap tahun) dan memenuhi kriteria B-D
B. Dapat berlangsung selama 30 menit hingga 7 hari C. Memenuhi 2 dari 4 kriteria berikut:
o Bilateral
o Terasa seperti ditekan/ diikat (non-pulsating) o Intensitas ringan atau sedang
o Tidak diperberat oleh aktivitas fisik sehari-hari (seperti berjalan atau naik tangga)
D.Tidak disertai mual maupun muntah dan dapat disertai minimal satu dari fotofobia atau fonofobia
2.1 Frequent episodic tension-type headache associated with pericranial
tenderness8
A. Memenuhi kriteria frequent episodic tension-type headache B. Nyeri perikranium meningkat pada saat dipalpasi
2.2 Frequent episodic tension-type headache not associated with pericranial tenderness8
B. Nyeri perikranium tidak meningkat saat di palpasi
3. Chronic tension-type headache8
A. Nyeri kepala berlangsung ≥ 15 hari pada tiap bulan, selama > 3 bulan ( ≥180 hari tiap tahun), memenuhi kriteria B-D
B. Berlangsung beberapa jam hingga beberapa hari, atau konstan C. Memenuhi 2 dari 4 kriteria berikut:
o Bilateral
o Terasa seperti ditekan/ diikat (non-pulsating) o Intensitas ringan atau sedang
o Tidak diperberat oleh aktivitas fisik sehari-hari (seperti berjalan atau naik tangga)
D. Dapat disertai salah satu dari: fotofobia, fonofobia, atau mual ringan. Tidak disertai mual dengan intensitas sedang atau berat, maupun muntah
3.1 Chronic tension-type headache associated with pericranial tenderness8 A. Memenuhi kriteria chronic tension-type headache
B. Nyeri perikranium meningkat saat di palpasi
3.2 Chronic tension-type headache not associated with pericranial tenderness8 A. Memenuhi kriteria chronic tension-type headache
B. Nyeri perikranium tidak meningkat saat di palpasi 4. Probable tension-type headache8
Mirip dengan TTH tetapi tidak dapat digolongkan dalam subtipe TTH yang disebutkan di atas, dan tidak memenuhi kriteria dari gangguan nyeri kepala lain.
4.1 Probable infrequent episodic tension-type headache8
a. 1 atau lebih episode nyeri kepala, yang memenuhi seluruh kriteria kecuali 1 kriteria dari infrequent episodic tension-type headache
b.Tidak memenuhi kriteria ICHD-3 untuk gangguan nyeri kepala lainnya 4.2 Probable frequent episodic tension-type headache8
a.Episode nyeri kepala memenuhi seluruh kriteria kecuali 1 kriteria dari
frequent episodic tension-type headache
b.Tidak memenuhi kriteria ICHD-3 untuk gangguan nyeri kepala lainnya 4.3 Probable chronic tension-type headache8
a.Episode nyeri kepala memenuhi seluruh kriteria kecuali 1 kriteria dari
chronic episodic tension-type headache
b.Tidak memenuhi kriteria ICHD-3 untuk gangguan nyeri kepala lainnya 2.3 Tatalaksana
Secara umum terapi dari tensiontype headache dibagi menjadi dua, yaitu terapi akut dan terapi profilaksis. Terapi akut dimana memiliki tujuan untuk menghentikan atau mengurangi intersitas serangan pada TTH. Pada terapi akut analgesik dan NSAIDs tetap menjadi pilihan pertama. Sedangkan terapi profilaksis memiliki tujuan untuk mecegah timbulnya TTH yang berulang. Terapi profilaksis dibagi menjadi dua, yaitu terapi farmakologis dan terapi non farmakologis.12
2.3.1 Terapi farmakologis profilaksis pada TTH
Profilaksis farmakoterapi harus dipertimbangkan pada pasien dengan TTH kronik dan frequent episodic TTH. Tricyclic antidepresan amitriptyline telah menjadi pilihan pengobatan setelah sekian lama. Sekarang obatobat seperti jenis muscle relaxants, anticovulsan, dan botulinum toxin telah digunakan pada chronic TTH.7
Cyclobenzaprine adalah suatu muscle relaxant yang stukturnya mirip dengan amitriptyline. Menurut penelitian 10 dari 20 pasien TTH yang menerima Cyclobenzaprine menunjukan perbaikan. Dosis yang digunakan dalam mengobati TTH adalah 10 mg saat malam hari. Selain Cyclobenzaprine, tizanidine juga dilaporkan efektif dalam mengobati chronic TTH. Dosis yang digunakan dititrasi dari 2 mg sampai 20 mg perhari. Efek sedasi merupakan efek samping dari pengobatan ini.13
Valaproat (gammaaminobutryric acid) merupakan salah satu jenis dari anticonvulsan yang cukup sering digunakan pada sakit kepala. Terdapat penelitian yang menguji efektivitas dari Valproat. Ditemukan dosis efektif dari valproat ini adalah 10002000 mg per hari dimana menunjukan perbaikan pada chronic TTH setelah 3 bulan pengobatan. Efek samping yang sering dilaporkan adalah peningkatan berat badan, tremor, rambut rontok, dan mual.13 Injeksi Botulinum Toxin sering dikaitkan dengan pengobatan pada pasien dengan nyeri kepala kronis. Namun literatur yang mebahas tentang efektifitas dari injeksi Botulinum Toxin masih sangat bervariasi. Menurut metaanalysis yang dilakukan oleh American Medical Association, injeksi botulinum toxin tidak memiliki manfaat dalam terapi profilaksis pada episodic
migraine dan chronic TTH. Namun Botulinum toxin masih memberikan
manfaat pada penyakit chronic migraine headache.14
Tricyclic antidepresan amitriptyline tetap merupakan obat pilihan pertama pada chronic TTH. Menurut peneilitian 4070% pasien TTH dengan pengobatan Trcyclic antidepresan menunjukan perkembangan yang signifikan dimana teradapat 50% perbaikan gejala pada nyeri kepala dan terjadi pengurangan penggunaan obat analgesik. Namun, efek dari terapi ini baru terlihat setelah 6 bulan dari pemakaian pertama.7 Tricyclic lebh efektif dibandingkan dengan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor dengan mengurangi 50% timbulnya nyeri kepala yang berulang.15,16 Pengobatan amitriptyline dimulai dengan dosis rendah (1025mg/hari) dan dilakukan titrasi sebesar 1025 mg setiap minggu sampai mencapai hasil terapi yang memuaskan. Dosis pemeliharaan yang paling sering dipakai adalah 3075 mg per hari yang diminum 12 jam sebelum waktu tidur. Efek terapi dari amitriptyline harus diobservasi dalam seminggu pertama sejak memulai dosis terapi. Jika pasien tidak berespon pada setelah 4 minggu pada dosis pemeliharaan, pengobatan profilaksis dapa diganti menggunakan pilihan lain. 7
2.3.2 Terapi non-farmakologis pada TTH
Penelitian lebih lanjut tentang terapi non-farmakologis masih terus dilakukan. Pada kondisi-kondisi tertentu seperti kehamilan, toleransi yang buruk terhadap pengobatan farmakologis, riwayat pengobatan jangka panjang dengan pengobatan analgesik dan lain-lain membuat terapi non farmakologis dapat menjadi pilihan alternatif dalam pengobatan TTH.17
Identifikasi faktor pencetus sangatlah penting untuk dilakukan. Pencetus TTH yang paling sering dialami pasien adalah stress (secara mental atau fisik), makan yang tidak teratur, konsumsi kafein yang berlebih, dehidrasi, gangguan tidur, tidur yang terlalu banyak atau sedikit, aktivitas fisik yang minim, serta siklus menstrual dan faktor hormonal pada wanita.7
2.3.2.1 Psycho-behavioural treatments
Terapi ini banyak digunakan dalam menangani TTH kronik. Psycho-behavioural treatment yang paling umum digunakan adalah EMG biofeedback, cognitive behavioural therapy, dan terapi relaksasi. Selain itu, hipnoterapi juga dilaporkan efektif dalam menangani TTH kronik, namun belum terbukti kebenarannya. 7
A. EMG biofeedback
Biofeedback adalah suatu teknik yang bertujuan melatih pasien untuk meningkatkan kesehatannya dengan mengendalikan keadaan tubuh tertentu yang involunter seperti detak jantung, tekanan darah, ketegangan otot, dan suhu kulit. Padap kulit pasien ditempelkan elektroda dan dihubungkan ke monitor untuk membantu biofeedback terapis memantau perubahan yang
terjadi pada tubuh pasien. Terdapat berbagai macam terapi dari biofeedback antara lain dengan menggunakan EMG biofeedback yang berguna untuk mengukur ketegangan otot, thermal biofeedback untuk mengukur suhu kulit, dan neurofeedback atau EEG biofeedback untuk mengukur aktivitas gelombang otak.18,19
Pada TTH digunakan jenis EMG biofeedback. Tujuan dari EMG biofeedback adalah untuk membantu pasien mengenali dan mengendalikan ketegangan otot dengan cara memberikan feedback secara terus menerus terhadap aktivitas otot.7 Pada umumnya EMG biofeedback ini digunakan
untuk mengatasi stress yang menyebabkan timbulnya suatu penyakit,, salah satunya pasien dengan TTH. Dengan bimbingan dari terapis biofeedback, pasien akan dibimbing untuk mengatasi gejala klinis yang timbul karena stress dengan menggunakan metode relaksasi dan latihan mental. 18
Setiap sesi berlangsung selama satu jam. Sesi terdiri dari adaptation
phase, baseline phase, training phase dimana feedback diberikan, dan self control phase dimana pasien berlatih mengendalikan ketegangan otot tanpa
adanya feedback. Jumlah sesi yang dibutuhkan disesuaikan dengan jenis penyakit yang diderita oleh pasien. Pada pasien dengan TTH dibutuhkan sesi selama 10 minggu dan sesi follow up. 18
Dari 5 studi yang dianalisis, terapi EMG biofeedback memberikan 40% perbaikan pada penilaian headache index. Headache index menilai frekuensi, tingkat keparahan, dan durasi dari nyeri kepala.17
B. Terapi perilaku kognitif
Terapi perilaku kognitif (CBT) adalah terapi psikologis yang berfokus pada kognitif dan perilaku. Terapi perilaku kognitif bertujuan mengajarkan pasien untuk mengidentifikasi pemikiran dan keyakinan yang dapat menimbulkan stres dan kemudian mencetuskan nyeri kepala. CBT berfokus pada hubungan antara kognitif, perilaku, dan perasaan terhadap gejala klinis, fungsi, dan kualitas hidup dari seseorang. Diharapkan dengan CBT seseorang dapat mengubah cara untuk berpikir, bertindak, dan merasakan dari kesulitan yang mereka hadapi.19,20
Berbagai penelitian menunjukan bahwa CBT efektif dalam mengobati penyakit-penyakit yang dipengaruhi oleh gangguan psikologis antara lain panic disorder, depresi, gangguan anxietas menyeluruh. Selain itu, CBT juga memiliki fungsi dalam mengatasi Chronic TTH. 20
CBT pada umumnya terdiri dari 6 sampai 20 sesi dan memiliki target pencapaian yang sudah ditentukan. Relasi antara pasien dengan terapis mempengaruhi hasil akhir dari CBT. Diharapkan dengan relasi yang baik, pasien dan terapis dapat menemukan pemikiran dan perilaku yang menyimpang dan menghasilkan suatupandagan baru yang lebih baik. Hasil ini dapat dicapai dengan melakukan beberapa teknik seperti melalukan introspeksi diri, membuka diri, edukasi, simulasi kasus dalam menghadapi masalah, dan manajemen stress. 20 Dari 7 percobaan yang dilakukan CBT
rata-rata memberikan 49% perbaikan pada headache index. 17
C. Terapi relaksasi
Tujuan dari terapi relaksasi adalah untuk membantu pasien mengenali dan mengendalikan tekanan yang cenderung meningkat dari aktivitas sehari-hari. Untuk melaksanakan terapi ini dibutuhkan waktu selama 10 menit setiap pagi dan malam. Terapi relaksasi membutuhkan tempat yang tenang dan kondisi pikiran pasien yang tenang pula. Pertama pasien diminta untuk berbaring ditempat yang nyaman, sangat penting diperhatikan agar pasien telah masuk kedalam kondisi yang sangat tenang. Terapis memeriksa otot-otot tungkai, lengan, leher, kepala, mata, dan rahang untuk memastikan tidak ada
otot yang tegang. Ketika telah mencapai relaksasi tubuh secara keseluruhan, pasien diminta untuk memikirkan sesuatu yang dapat membawa ketenangan kepada dirinya selama 5 menit.19,21
Diharapkan dengan latihan ini, pasien dapat membawa suasana yang tenang dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga diharapkan tingkat stress dalam menghadapi kehidupan sehari-hari dapat berkurang. 21 Dari 10 penelitian yang
ada, terapi relaksi rata-rata memberikan 32% perbaikan pada headache index.17
2.3.2.2 Non-invasive physical therapy
Terapi fisik seperti perbaikan postur, pemijatan, manipulasi spinal, terapi oromandibular, program olahraga, ultrasound, dan stimulasi elektrik digunakan dalam terapi TTH. Namun kebanyakan dari terapi ini belum dapat dibuktikan secara pasti melalui bukti-bukti penelitian dan medis. Sehingga efektifitas dari terapi tersebut belum diketahui secara pasti.7
2.3.2.3 Accupunture and nerve block
Efek profilaksis dari akupuntur telah diteliti dari beberapa percobaan pada pasien dengan frequent episodic atau chronic TTH. Dari beberapa penelitian dan analisis, belum ditemukan bukti yang mendukung tentang efektifitas dari terapi ini. 7
2.3.2.4 Kesimpulan Terapi Non Farmakologi
EMG biofeedback memiliki hasil yang paling efektif untuk pengobatan TTH. Sedangkan cognitive-behavioural therapy, relaxation training, non
invasive physical therapy, dan acupuncture and nerve block mungkin memiliki
efek terhadap TTH, namun sampai saat ini belum ada bukti yang cukup untuk mendukung terapi ini.
2.4 Prognosis
TTH memiliki intensitas nyeri kepala dari ringan sampai sedang oleh karena itu jarang membuat seseorang menderita dan membutuhkan terapi darurat. Namun walaupun tidak berbahaya, kronik TTH seringkali memberikan efek negatif terhadap kualitas hidup, keluarga, dan produktivitas dari pekerjaan. Beberapa penelitian melaporkan bahwa ditemukan penurunan kualitas hidup dari seseorang yang menderita kronik TTH dibandingkan orang yang tidak memiliki penyakit tersebut. Banyak orang yang menderita kronik TTH juga mengalami depresi dan cemas.11
TTH dapat diobati dan dicegah dengan tatalaksana yang baik. Episode dari TTH dapat berkurang dengan berjalannya waktu. Dari suatu studi dilaporkan bahwa hampir dari setengah pasien dari kronik TTH tidak mengalami nyeri kepala setelah diperiksa 3 tahun setelah kontrol terakhir. 11
BAB III
KESIMPULAN
Nyeri kepala memiliki etiologi yang sangat banyak, oleh karena itu klasifikasi nyeri kepala sangatlah dibutuhkan dalam menentukan jenis dari nyeri kepala. Tension typeheadache termasuk sebagai nyeri kepala primer yang paling sering terjadi. TTH
memiliki karakteristik seperti nyeri kepala bilateral yang menekan (pressing/squeezing), mengikat, tidak berdenyut, tidak dipengaruhi dan tidak diperburuk oleh aktivitas fisik, bersifat ringan hingga sedang, tidak disertai mual dan atau muntah, serta disertai fotofobia atau fonofobia
Terapi dari TTH secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu terapi akut dan terapi profilaksis. Pada terapi akut analgesik dan NSAIDs tetap menjadi pilihan pertama. Terapi profilaksis terdiri dari dua bagian yaitu, terapi farmakologis dan terapi non farmakologis. Pada terapi profilaksis farmakologis tricyclic antidepresan amitriptyline tetap merupakan obat pilihan pertama pada chronic TTH. Pengobatan amitriptyline dimulai dengan dosis rendah (1025mg/hari) dan dilakukan titrasi sebesar 1025 mg setiap minggu sampai mencapai hasil terapi yang memuaskan. Dosis pemeliharaan yang paling sering dipakai adalah 3075 mg per hari yang diminum 12 jam sebelum waktu tidur. Pada terapi non farmakologis EMG biofeedback merupakan terapi yang paling efektif dalam profilaksis dari kronik TTH karena memiliki bukti ilmiah yang kuat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Clinch CR. Evaluation of Acute Headaches in Adult. American Family Physician. 2001 Feb;63(4):685-692
2. Headache disorders[Internet]. [Place
unknown]:WHO;2012[updated 2012 October 14; cited 2014 April 8] Available from: http://www.who.int/mediacentre/en/
3. Chai NC, Jason D, Peterlin BL. The Epidemiology and
Comorbidities of Migraine and Tension-Type Headache. 2012 Jan:16(1):4-13
4. Blanda M. Tension Headache [Internet].[Place unknown]: Medscape;2012 [updated 2012 May 17; cited 2014 April 8]. Avaible from: http://emedicine.medscape.com/article/792384-workup
5. Ashina S, Bendtsen L. Pathophysiology of Migraine and Tension-Type Headache. ELSEVIER. 2012 Jan: 16(1):14-18 6. Migraine and Tension Headache Diagnosis and Treatment
Guideline. [Internet]. [Place
unknown]:GroupHealth;2011[updated 2011 Juni 14; cited 2014 April 8] Available from:
http://www.ghc.org/all-sites/guidelines/headache.pdf
7. L.Bendtsen, S.Evers, et al. EFNS guideline on the treatment of tension type headache. European Journal of Neurology.2010 Feb;17:13181325 8. Olesen J, Kunkel Robert, Lance JW, Napii G, et al. The
International Classification of Headache Disorders, 3rd Edition. International Headache Society.2013 Maret; 33(9):629-808. 9. Primary and Secondary Headaches[Internet]. [Place
unknown]:Johns Hopskin Medicine;2010[updated 2011 Juni 13; cited 2014 April 8] Available from:
http://www.hopkinsmedicine.org/neurology_neurosurgery/spec ialty_areas/headache/conditions/primary_vs_secondary_heada ches.html
10.Nugroho D. Tension Type Headache. Brain and Circulation Institute of Indonesia. 2014 Apr:41(3):186-191
11.Tension Headache[Internet]. [Place unknown]:University of Maryland Medical Center;2013[updated 2013 May 7; cited 2014 April 8] Available from:
http://umm.edu/health/medical/altmed/condition/tension-headache
12.Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Taruna Y. Diagnosa dan Tatalaksama Penyakit Saraf. Jakarta:ECG,2009.
13.Solomon GD. Chronic tensiontype headache:Advice for the viselike headache patient.Cleveland Clinic Journal of Medicine.2002 Feb;69(2);167 172
14.Jackson JL, Kuriyama A, Hasashino. Botulinum Toxin A for
Prophylactic Treatment of Migraine and Tension Headaches in Adults A Metaanalysis.JAMA.2012 Apr;307(16):173645
15.Jackson JL, Shimeall W, Sessums L, et al.
Tricyclic antidepressants and headaches: systematic review and metaanalysis. BMJ.2010 Apr;341:113 16.Howe L. Treatments for Tension Headache and Chronic Daily
Headache.ACPE.2012 Mar;756:130
17.Cambhell MD. Evidenced-Based For Migraine Headache: Behavioral and Physical Treatments. American Academy of Neurology. 1999 Apr;1:1-29
18.Biofeedback [Internet]. [Place unknown]:University of Maryland Medical Center;2013[updated 2013 May 7; cited 2014 April 8] Available from:
19.Penzien DB, Andrasik F, Freidenberg, et al.
Guidelines for Trials of Behavioral Treatments for Recurrent Headache, First Edition: American Headache Society Behavioral Clinical Trials Workgroup. Headache.2005 June;45[2]:110132
20.What is Cognitive Behavioral Therapy? [Internet]. [Place
unknown]:UNC School of Medicine;2010[updated 2011 May 8; cited 2014 April 8] Available from:
http://www.med.unc.edu/ibs/files/educational-gi-handouts/Cognitive%20Behavioral%20Therapy.pdf
21.Relaxation Exercises for People with Headache. [Internet]. [Place unknown]:London Headache Center;2010[updated 2010; cited 2014 April 8] Available from:
http://www.londonheadachecentre.co.uk/LHC-relaxation-exercises-for-headache.pdf