• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIS. Pemberdayaan adalah terjemahan dari empowerment, sedang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORITIS. Pemberdayaan adalah terjemahan dari empowerment, sedang"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORITIS 1.1. Kajian Pemberdayaan

Pemberdayaan adalah terjemahan dari empowerment, sedang memberdayakan adalah terjemahan dari empower. Menurut merriam Webster dan Oxford English Dictionary, kata empower mengandung dua pengertian, yaitu: (1)

to give power atau authority to atau memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan

atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain; (2) to give ability to atau enable atau usaha untuk memberi kemampuan atau keperdayaan.

Menurut Suharjo (1999:53), konsep pemberdayaan sudah lahir sejak revolusi industri atau ada juga yang menyebut sejak lahirnya Eropa modern pada abad 18 atau zaman renaissance, yaitu ketika orang mulai mempertanyakan diterminisme keagamaan. Kalau pemberdayaan dipahami sebagai upaya untuk keluar atau melawan diterminisme gereja serta monarki, maka pendapat bahwa gerakan pembedayaan mulai muncul pada abad pertengahan barangkali benar.

Konsep pemberdayaan mulai menjadi diskursus pembangunan, ketika orang mulai mempertanyakan makna pembangunan. Di Eropa, wacana pemberdayaan muncul ketika industrialisasi menciptakan masyarakat penguasa faktor produksi dan masyarakat yang pekerja yang dikuasai. Di negara-negara sedang berkembang, wacana pemberdayaan muncul ketika pembangunan menimbulkan disinteraksi sosial, kesenjangan ekonomi, degradasi sumberdaya alam, dan alienasi masyarakat dari faktor-faktor produksi oleh penguasa.

(2)

Karena kekurang-tepatan pemahanan mengenai pemberdayaan, maka dalam wacana praktik pembangunan, pemberdayaan dipahami secara beragam. Yang paling umum adalah pemberdayaan disepadankan dengan partisipasi. Padahal keduanya mengandung pengertian dan spirit yang tidak sama.

Menurut Suharjo (1999:129), konsep pemberdayaan lahir sebagai antitesis terhadap model pembangunan dan model industrialisasi yang kurang memihak pada rakyat mayoritas. Konsep ini dibangun dari kerangka logik sebagai berikut: (1) Proses pemusatan kekuasan terbangun dari pemusatan penguasaan faktor

produksi;

(2) Pemusatan kekuasaan faktor produksi akan melahirkan masyarakat pekerja dan masyarakat yang pengusaha pinggiran;

(3) Kekuasaan akan membangun bangunan atas atau sistem pengetahuan, sistem politik, sistem hukum, dan ideologi yang manipulatif untuk memperkuat dan legitimasi; dan

(4) Kooptasi sistem pengetahuan, sistem hukum, sistem politik, dan ideologi, secara sistematik akan menciptakan dua kelompok masyarakat, yaitu masyarakat berdaya dan masyarakat tunadaya. Akhirnya yang terjadi adalah dikotomi, yaitu masyarakat yang berkuasa dan manusia yang dikuasai. Untuk membebaskan situasi menguasai dan dikuasai, maka harus dilakukan pembebasan melalui proses pemberdayaan bagi yang dikuasai (empowerment

of the powerless).

Basri (2005:19), menjelaskan pengalaman empirik dan pengalaman historis dari format sosial ekonomi yang dikotomis ini telah melahirkan berbagai

(3)

pandangan mengenai pemberdayaan.

1. Pandangan pertama, pemberdayaan adalah penghancuran kekuasaan atau

power to nobody. Pandangan ini didasari oleh keyakinan, bahwa kekuasaan

telah menterasingkan dan menghancurkan manusia dari eksistensinya. Oleh sebab itu untuk mengembalikan eksistensi manusia dan menyelamatkan manusia dari keterasingan dan penindasan, maka kekuasaan harus dihapuskan. 2. Pandangan ke dua, pemberdayaan adalah pembagian kekuasaan kepada setiap

orang (power to everybody). Pandangan ini didasarkan pada keyakinan, bahwa kekuasaan yang terpusat akan menimbulkan abuse dan cenderung mengalienasi hak normatif manusia yang tidak berkuasa atau yang dikuasi. Oleh sebab itu, kekuasaan harus didistribusikan ke semua orang, agar semua orang dapat mengaktualisasikan diri.

3. Pandangan ke tiga, pemberdayaan adalah penguatan kepada yang lemah tanpa menghancurkan yang kuat. Pandangan ini adalah pandangan yang paling moderat dari dua pandangan lainnya. Pandangan ini adalah antitesis dari pandangan power to nobody dan pandangan power to everybody. Menurut pandangan ini, Power to nobody adalah kemustahilan dan power to everybody adalah chaos dan anarki. Oleh sebab itu menurut pandangan ketiga, yang paling realistis adalah power to powerless.

Ke tiga pandangan tersebut di atas, kalau dikaji secara seksama, ternyata berpengaruh cukup signifikan dalam konsep dan praksis pemberdayaan. Di lapangan, paling tidak ada 3 konsep pemberdayaan.

(4)

1. Konsep pertama, pemberdayaan yang hanya berkutat di ‘daun’ dan ‘ranting’ atau pemberdayaan konformis. Karena struktur sosial, struktur ekonomi, dan struktur ekonomi sudah dianggap given, maka pemberdayaan adalah usaha bagaimana masyarakat tunadaya harus menyesuaikan dengan yang sudah given tersebut. Bentuk aksi dari konsep ini merubah sikap mental masyarakat tunadaya dan pemberian santunan, seperti misalnya pemberian bantuan modal, pembangunan prasarana pendidikan, dan sejenisnya. Konsep ini sering disebut sebagai magical paradigm.

2. Konsep ke dua, pemberdayaan yang hanya berkutat di ‘batang’ atau pemberdayaan reformis. Artinya, secara umum tatanan sosial, ekonomi, politik dan budaya, sudah tidak ada masalah. Masalah ada pada kebijakan operasional. Oleh sebab itu, pemberdayaan gaya ini adalah mengubah dari top down menjadi bottom up, sambil mengembangkan sumberdaya manusianya, menguatkan kelembagaannya, dan sejenisnya. Konsep ini sering disebut sebagai naïve paradigm.

3. Konsep ke tiga, pemberdayaan yang hanya berkutat di ‘akar’ atau pemberdayaan struktural. Karena tidak-berdayanya masyarakat disebabkan oleh struktur politik, ekonomi, dan sosial budaya, yang tidak memberi ruang bagi masyarakat lemah untuk berbagi kuasa dalam bidang ekonomi, politik, dansosial budaya, maka stuktur itu yang harus ditinjau kembali. Artinya, pemberdayaan hanya dipahami sebagai penjungkirbalikan tatanan yang sudah ada. Semua tatanan dianggap salah dan oleh karenanya harus dihancurkan, seperti misalnya memfasilitasi rakyat untuk melawan pemerintah,

(5)

memprovokasi masyarakat miskin untuk melawan orang kaya dan atau pengusaha, dan sejenisnya. Konsep pemberdayaan masyarakat yang hanya berkutat pada akar adalah penggulingan the powerful. Konsep ketiga ini sering disebut sebagai critical paradigm.

Pemberdayaan masyarakat merupakan proses perjuangan kaum powerless untuk memperolah surplus value sebagai hak normatifnya. Perjuangan memperoleh surplus value dilakukan melalui distribusi penguasaan faktor-faktor produksi. Perjuangan untuk mendistribusikan penguasaan faktor-faktor produksi harus dilakukan melalui perjuangan politik. Pemberdayaan masyarakat harus dimulai dari rumah tangga.

Pemberdayaan rumah tangga adalah pemberdayaan yang mencakup aspek sosial, politik, dan psikologis. Pemberdayaan sosial adalah usaha bagaimana rumah tangga lemah memperoleh akses informasi, akses pengetahuan dan ketrampilan, akses untuk berpartisipasi dalam organisasi sosial, dan akses ke sumber-sumber keuangan.

Pemberdayaan politik adalah usaha bagaimana rumah tangga yang lemah memiliki akses dalam proses pengambilan keputusan publik yang mempengaruhi masa depan mereka. Sedang pemberdayaan psikologis adalah usaha bagaimana membangun kepercayaan diri rumah tangga yang lemah.

Pada prinsipnya, pemberdayaan adalah penguatan masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi masa depannya, penguatan masyarakat untuk dapat memperoleh faktor-faktor produksi, dan penguatan masyarakat untuk dapat menentukan pilihan masa depannya.

(6)

Pemberdayaan ekonomi masyarakat adalah penguatan pemilikan faktor-faktor produksi, penguatan penguasaan distribusi dan pemasaran, penguatan masyarakat untuk mendapatkan gaji/upah yang memadai, dan penguatan masyarakat untuk memperoleh informasi, pengetahuan dan ketrampilan, yang harus dilakukan secara multi aspek, baik dari aspek masyarakatnya sendiri, mapun aspek kebijakannya.

Persoalan atau isu strategis perekonomian masyarakat lazimnya bersifat lokal-spesifik dan problem-spesifik, maka konsep dan operasional pemberdayaan ekonomi masyarakat tidak dapat diformulasikan secara generik. Usaha memformulasikan konsep, pendekatan, dan bentuk operasional pemberdayaan ekonomi masyarakat secara generik, memang penting, tetapi yang jauh lebih penting, adalah pemahaman bersama secara jernih terhadap karakteristik permasalahan ketidakberdayaan masyarakat di bidang ekonomi. Sebab dengan pemahaman yang jernih mengenai ini, akan lebih produktif dalam memformulasikan konsep, pendekatan, dan bentuk operasional pemberdayaan ekonomi masyarakat yang sesuai dengan karakteristik permasalahan lokal. Berikut adalah salah satu contoh problem spesifik yang dihadapi masyarakat tunadaya dalam bidang akses faktor produksi modal.

Salah satu masalah yang dihadapi oleh masyarakat lemah adalah dalam hal akses untuk memperoleh modal. Dalam pasar uang, masyarakat perdesaan baik yang petani, buruh, pengusaha mikro, pengusaha kecil, dan pengusaha menengah, terus didorong untuk meningkatkan tabungan. Tetapi ketika mereka membutuhkan modal, mereka diperlakukan diskriminatif oleh lembaga keuangan.

(7)

Sehingga yang terjadi adalah aliran modal dari masyarakat lemah ke masyarakat yang kuat. Lembaga keuangan atas posisinya sebagai perantara, maka di dalamnya berbagi resiko dengan borrowers, memberikan informasi kepada

borrower, dan menyediakan likuiditas. Kenyataan yang terjadi, kepada

masyarakat lemah dan pengusaha kecil, perlakukan atas ketiga hal tersebut juga diskriminatif. Dan atas perlakuan yang tidak adil itu, masyarakat tidak memiliki kekuatan tawar menawar dengan pihak lembaga kuangan. Contoh yang lebih umum dari problem spesifik yang dihadapi masyarakat tuna-daya adalah income rumahtangga. Sepertti diketahui bahwa salah satu dari tujuan akhir pemberdayaan masyarakat dalam bidang ekonomi adalah meningkatnya pendapatan masyarakat lemah. Pendapatan masyarakat pada umumnya berasal dari dua anasir, yaitu dari upah/gaji dan dari surplus usaha. Dari anasir upah/gaji, pada umumnya masyakat yang tuna-daya hanya menerima upah/gaji rendah. Rendahnya gaji/upah yang diterima masyarakat tunadaya ini disebabkan karena mereka pada umumnya memiliki ketrampilan yang terbatas dan sikap mental yang buruk (need

achievment rendah, tidak disiplin). Rendahnya ketrampilan masyarakat tunadaya

disebabkan karena akses atau kesempatan mereka untuk mendapatkan pelayanan pendidikannya pada umumnya buruk. Oleh sebab itu, pemberdayaan ekonomi masyarakat yang cukup realistis untuk masyarakat pekerja yang tunadaya, adalah melalui affirmative action (misalnya subsidi pendididikan bagi masyarakat tunadaya) di bidang pendidikan. Untuk melakukan affirmative action bagi masyarakat tunadaya, maka pemerintah harus memiliki dana. Untuk mendapatkan dana dapat dilakukan melalui kebijakan fiskal, misalnya dengan pajak progresif.

(8)

Demikian pula dari anasir surplus usaha. Sebagian besar masyarakat tunadaya tidak memiliki usaha, atau kalaupun memiliki, maka mereka menghadapi kendala dalam hal modal, dan atau tanah, dan atau kemampuan sumberdaya manusia, dan distribusi (baik pada pasar input maupun pada pasar output atau pasar barang). Keempat kendala ini saling berkaitan satu sama lain. Oleh sebab itu dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat dari sisi surplus usaha, maka perlu ditangani secara komprehensif.

Penanganan kendala modal, kendala distribusi, dan kendala tanah tidak seluruhnya dapat dilakukan melalui pendekatan ekonomi semata. Karena banyak dimensi-dimensi politik yang harus ditangani. Oleh sebab itu, pemberdayaan ekonomi masyarakat tidak dapat dilakukan tanpa pemberdayaan politik dan kebijakan politik.

Menurut Suharjo (1999:93), ada 4 konsep pemberdayaan ekonomi secara ringkas dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Perekonomian rakyat adalah pereknomian yang diselenggarakan oleh rakyat. Perekonomian yang deselenggarakan oleh rakyat adalah bahwa perekonomian nasional yang berakar pada potensi dan kekuatan masyarakat secara luas untuk menjalankan roda perekonomian mereka sendiri. Pengertian rakyat adalah semua warga negara.

2. Pemberdayaan ekonomi rakyat adalah usaha untuk menjadikan ekonomi yang kuat, besar, modern, dan berdaya saing tinggi dalam mekanisme pasar yang benar. Karena kendala pengembangan ekonomi rakyat adalah kendala struktural, maka pemberdayaan ekonomi rakyat harus dilakukan melalui

(9)

perubahan struktural.

3. Perubahan struktural yang dimaksud adalah perubahan dari ekonomi tradisional ke ekonomi modern, dari ekonomi lemah ke ekonomi kuat, dari ekonomi subsisten ke ekonomi pasar, dari ketergantungan ke kemandirian. Langkah-langkah proses perubahan struktur, meliputi: (1) pengalokasian sumber pemberdayaan sumberdaya; (2) penguatan kelembagaan; (3) penguasaan teknologi; dan (4) pemberdayaan sumberdaya manusia.

4. Pemberdayaan ekonomi rakyat, tidak cukup hanya dengan peningkatan produktivitas, memberikan kesempatan berusaha yang sama, dan hanya memberikan suntikan modal sebagai stumulan, tetapi harus dijamin adanya kerjasama dan kemitraan yang erat antara yang telah maju dengan yang masih lemah dan belum berkembang.

Kebijakannya dalam pembedayaan ekonomi rakyat adalah: (1) pemberian peluang atau akses yang lebih besar kepada aset produksi (khususnya modal); (2) memperkuat posisi transaksi dan kemitraan usaha ekonomi rakyat, agar pelaku ekonomi rakyat bukan sekadar price taker; (3) pelayanan pendidikan dan kesehatan; (4) penguatan industri kecil; (5) mendorong munculnya wirausaha baru; dan (6) pemerataan spasial.

Kegiatan pemberdayaan masyarakat mencakup: (1) peningkatan akses bantuan modal usaha; (2) peningkatan akses pengembangan SDM; dan (3) peningkatan akses ke sarana dan prasarana yang mendukung langsung sosial ekonomi masyarakat lokal.

(10)

Dari konsep pemberdayaan masyarakat ini, dapat disimpulkan, bahwa: (1) pemberdayaan masyarakat tidak dapat dilakukan hanya melalui pendekatan

daun saja, atau cabang saja, atau batang saja, atau akar saja; karena permasalahan yang dihadapi memang ada pada masing-masing aspek;

(2) pemberdayaan masyarakat dalam bidang ekonomi, tidak cukup hanya dengan pemberian modal bergulir, tetapi juga harus ada penguatan kelembagaan ekonomi masyarakat, penguatan sumberdaya manusianya, penyediaan prasarananya, dan penguatan posisi tawarnya;

(3) pemberdayaan masyarakat dalam bidang ekonomi atau penguatan ekonomi rakyat, harus dilakukan secara elegan tanpa menghambat dan mendiskriminasikan ekonomi kuat; untuk itu kemitraan antar usaha mikro, usaha kecil usaha menengah, dan usaha besar adalah jalan yang harus ditempuh;

(4) pemberdayaan masyarakat dalam bidang ekonomi adalah proses penguatan ekonomi rakyat menuju ekonomi rakyat yang kokoh, modern, efisien; dan (5) pemberdayaan masyarakat dalam bidang ekonomi, tidak dapat dilakukan

melalui pendekatan individu, melainkan harus melalui pendekatan kelompok. 1.2. Memberdayakan Masyarakat Dari Kemiskinan

Kemiskinan menurut Iskandar (2001:87) memiliki ciri-ciri: 1) Tidak memiliki faktor produksi, 2) Tidak memiliki aset dengan kekuatan sendiri, 3) Tingkat pendidikan rendah, 4) Kebanyakan tinggal di pedesaan, dan 5) Minimnya keterampilan hidup. Kemiskinan dapat dibedakan dalam tiga pengertian yaitu kemiskinan absolut, kemiskina relatif atau struktural dan kemiskinan kultural.

(11)

Seseorang dikatakan miskin secara absolut bila sejumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, antara lain : kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Rendahnya tingkat pendidikan ini terutama disebabkan oleh keterbatasan sarana dan prasarana fisik serta kelangkaan modal atau miskin karena sebab alami (natural). Kemiskinan kultural mengacu pada sikap seseorang atau masyarakat yang (disebabkan oleh faktor budaya) tidak mau berusaha untuk memperbaiki tingkat kehidupan meskipun ada usaha dari pihak luar untuk membantunya. Sedangkan kemiskinan relatif atau struktural erat kaitannya dengan masalah pembangunan yang sifatnya struktural yakni kebijaksanaan pembangunan yang belum seimbang sehingga menyebabkan ketimpangan pendapatan.

Iskandar (2001:34) kebijaksanaan penanggulangan kemiskinan tidak dapat dilepaskan dari kebijaksanaan pembangunan. Kemiskinan berhubungan erat dengan pemenuhan kebutuhan hidup dan pendapatan yang diperoleh, apabila pendapatan yang diperoleh tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum, maka penduduk atau keluarga tersebut dikatakan miskin.

Suhardjo (1999:12) mengungkapkan bahwa kemiskinan memiliki definisi yang kompleks baik karena sebab alamiah maupun sebagai dampak dari pembangunan. Kemiskinan merupakan problem sumber daya manusia dan ketenagakerjaan, sumber daya manusia yang belum berkembang dicirikan oleh pendidikan rendah, konsumsi gizi rendah, penyediaan fasilitas-fasilitas kehidupan yang belum memadai, dengan demikian kemampuan untuk memproduksi barang

(12)

dan jasa masih rendah. Selain itu juga dicirikan dengan ketrampilan dan kemampuan sumber daya manusia yang tersedia belum dimanfaatkan secara optimal (Baiquni, 2003:90).

Kemiskinan dilihat dari aspek ekonomi adalah suatu gejala yang terjadi di sekitar lingkungan penduduk miskin dan biasanya dikaitkan dengan masalah kekurangan pendapatan. Sebaliknya kemiskinan dilihat dari aspek sosial budaya lebih banyak terdapat dalam diri penduduk miskin itu seperti cara hidup, dan tingkah laku. Gejala kemiskinan dengan mudah dapat diketahui seperti kekurangan gizi, buta huruf, penyakit, lingkungan hidup yang serba kotor, tingginya kematian bayi dan rendahnya harapan hidup.

Definisi kemiskinan relatif dilakukan melalui pengukuran terhadap persepsi masyarakat tentang kebutuhan-kebutuhan, nilai-nilai dan gaya hidup normal pada suatu saat, kemudian dibandingkan dengan hasil penelitian pada aspek-aspek yang sama pada waktu yang lain. Individu, keluarga atau kelompok dalam masyarakat dianggap miskin bila mereka kekurangan sumberdaya untuk memperoleh makanan, partisipasi dalam berbagai kegiatan tertentu, memiliki kondisi lingkungan dan kenikmatan yang normal dalam masyarakat mereka. Sumberdaya yang dibutuhkan tersebut berada di luar jangkauan mereka, sehingga mereka terpaksa hidup di luar pola kebiasaan-kebiasaan dan kegiatan yang normal.

La Ode (2005:156) menyebutkan bahwa inti permasalahan kemiskinan adalah deprivation trap atau jebakan kekurangan. Jebakan ini meliputi 5 hal yaitu: a. Kemiskinan proper. Yaitu suatu kemiskinan karena terperangkap pada

(13)

b. Kelemahan fisik. Yaitu kemiskinan yang terjebak dengan ketidakberdayaan fisik dalam melakukan pekerjaan.

c. Keterasingan. Yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh karena terjebak oleh lingkungan sosial sehingga merasa terasing.

d. Kerentanan. Yaitu kemiskinan yang terjebak oleh kondisi usia yang sudah lanjut

e. Ketidakberdayaan. Yaitu kemiskinan yang terjebak oleh ketidakmampuan tenaga.

Pemecahan masalah kemiskinan memerlukan langkah-langkah dan program yang dirancang secara khusus dan terpadu oleh pemerintah dan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Penulis ingin menitikberatkan karya tulis ini dengan 3 masalah utama kemiskinan di Indonesia, yaitu: terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, terbatasnya dan rendahnya mutu layanan kesehatan, serta terbatasnya dan rendahnya mutu layanan pendidikan.

1. Terbatasnya Kecukupan dan Mutu Pangan

Hal ini berkaitan dengan rendahnya daya beli, ketersediaan pangan yang tidak merata, dan kurangnya dukungan pemerintah bagi petani untuk memproduksi beras sedangkan masyarakat Indonesia sangat tergantung pada beras. Permasalahan kecukupan pangan antara lain terlihat dari rendahnya asupan kalori penduduk miskin dan buruknya status gizi bayi, anak balita, dan ibu.

(14)

2. Terbatasnya dan Rendahnya Mutu Layanan Kesehatan

Hal ini mengakibatkan rendahnya daya tahan dan kesehatan masyarakat miskin untuk bekerja dan mencari nafkah, terbatasnya kemampuan anak dari keluarga untuk tumbuh kembang, dan rendahnya kesehatan para ibu. Salah satu indikator dari terbatasnya akses layanan kesehatan adalah angka kematian bayi. Data Susenas (Survai Sosial Ekonomi Nasional) menunjukan bahwa angka kematian bayi pada kelompok pengeluaran terendah masih di atas 50 per 1.000 kelahiran hidup.

3. Terbatasnya dan Rendahnya Mutu Layanan Pendidikan

Hal ini disebabkan oleh tingginya biaya pendidikan, terbatasnya kesediaan sarana pendidikan, terbatasnya jumlah guru bermutu di daerah, dan terbatasnya jumlah sekolah yang layak untuk proses belajar-mengajar. Pendidikan formal belum dapat menjangkau secara merata seluruh lapisan masyarakat sehingga terjadi perbedaan antara penduduk kaya dan penduduk miskin dalam masalah pendidikan.

Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yaitu:

1. Kemiskinan alamiah. Kemiskinan alamiah terjadi akibat sumber daya alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah, dan bencana alam.

2. Kemiskinan buatan. Kemiskinan ini terjadi karena lembaga-lembaga yang ada

di masyarakat membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia hingga mereka tetap miskin (images.imnis.multiply.multiplycontent.com. 2011:3).

(15)

Bila kedua faktor penyebab kemiskinan tersebut dihubungkan dengan masalah mutu pangan, kesehatan, dan pendidikan maka dapat disimpulkan beberapa faktor penyebab kemiskinan antara lain:

1. Kurang tersedianya sarana yang dapat dipakai keluarga miskin secara layak misalnya puskesmas, sekolah, tanah yang dapat dikelola untuk bertani.

2. Kurangnya dukungan pemerintah sehingga keluarga miskin tidak dapat menjalani dan mendapatkan haknya atas pendidikan dan kesehatan yang layak dikarenakan biaya yang tinggi

3. Rendahnya minat masyarakat miskin untuk berjuang mencapai haknya karena mereka kurang mendapat pengetahuan mengenai pentingnya memliki pendidikan tinggi dan kesehatan yang baik.

4. Kurangnya dukungan pemerintah dalam memberikan keahlian agar masyarakat miskin dapat bekerja dan mendapatkan penghasilan yang layak. 5. Wilayah Indonesia yang sangat luas sehingga sulit bagi pemerintah untuk

menjangkau seluruh wilayah dengan perhatian yang sama. Hal ini menyebabkan terjadi perbedaan masalah kesehatan, mutu pangan dan pendidikan antara wilayah perkotaan dengan wilayah yang tertinggal jauh dari perkotaan.

1.3. Hakikat Peran PIAD dalam Pemberdayaan

Memperbaiki penetapan sasaran agar dapat menyentuh lebih banyak penduduk miskin. Sistem pendataan penduduk miskin yang ada, termasuk pemeringkatan oleh BKKBN, mahal dan sering tidak akurat. Pemerintah dapat menjalankan program bantuan dengan menggunakan peta kemiskinan. Peta ini,

(16)

disusun oleh BPS, memberikan informasi mengenai kecamatan-kecamatan termiskin yang patut mendapatkan bantuan. Penduduk miskin di daerah tersebut kemudian dapat dijangkau melalu kombinasi: (i) penetapan sasaran keluarga miskin dengan melibatkan masyarakat setempat dalam proses identifikasi, penyerahan dan pengawasan program bantuan tersebut; serta (ii) dengan merancang program tersebut sedemikian rupa sehingga hanya penduduk miskin yang bersedia untuk menerima bantuan. Bantuan dalam bentuk beras bermutu rendah, serta minyak tanah yang dikemas dalam botol dapat mencapai sasaran yang lebih baik. Sementara itu, menerapkan prinsip kompetisi dalam distribusi beras dan minyak tanah akan mengurangi biaya lebih jauh lagi.

Membentuk gugus tugas yang mengkaji sistem perlindungan sosial. Saat ini program perlindungan bantuan sosial dan berada di bawah kewenangan beberapa kementerian yang berbeda. Kebanyakan dijalankan pada saat krisis tanpa dilengkapi sistem pengawasan dan penilaian yang memadai. Untuk memaksimalkan manfaat berbagai program tersebut bagi masyarakat miskin, diperlukan kajian dan perbaikan secara menyeluruh. Dana hasil penghematan dari berbagai bantuan program tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan kesempatan ekonomi dan kualitas sumber daya manusia masyarakat miskin.

Menurut Sumodiningrat (1992:43), pemerataan dituangkan dalam delapan jalur pemerataan yaitu

a. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khususnya pangan, sandang dan perumahan

(17)

c. Pemerataan pembagian pendapatan d. Pemerataan kesempatan kerja e. Pemerataan kesempatan berusaha

f. Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita

g. Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air h. Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan

Pelaksanaan pembangunan melalui delapan jalur pemerataan pada hakekatnya diarakan untuk memecahkan tiga masalah utama pembangunan yaitu pengangguran, ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan. Sebagai bagian dari upaya penanggulangan kemiskinan, pelaksanaan pembangunan dijabarkan dalam program-program sektoral, regional dan terpadu. Program sektoral umumnya berorientasi pada bidang produksi serta pembangunan prasarana dan sarana fisik yang secara langsung menunjang terpenuhinya penyediaan kebutuhan dasar (basic need approach) seperti pangan, sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan. Hal ini sesuai dengan jalur pertama dan jalur kedua dari delapan jalur pemerataan.

Program pembangunan regional diarahkan pada pengembangan potensi dan kemampuan sumberdaya manusia yang ada di daerah khususnya daerah pedesaan sehingga swadaya dan kreativitas masyarakat bisa meningkat. Program pembangunan regional yang ditujukan untuk mengatasi kemiskinan antara lain program-program yang berkaitan dengan pembangunan pedesaan termasuk program inpres, program pengembangan wilayah, program pengembangan

(18)

kawasan terpadu, program perbaikan kampung dan transmigrasi.

Upaya penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan kebutuhan dasar dan pembangunan prasarana serta sarana fisik hanya terbatas pada pemenuhan kebutuhan subsisten. Untuk itu perlu ditingkatkan dan dilengkapi dengan pengembangan ketrampilan dan kebijaksanaan penyediaan kredit/modal yang ditujukan untuk mempercepat peningkatan kemampuan usaha, kemandirian dan kesejahteraan bagi pengusaha golongan ekonomi lemah dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah. Lingkaran setan kemiskinan menurut Suman, Agus (2007:8) disebabkan oleh keadaan yang menyebabkan timbulnya hambatan terciptanya tingkat pembentukan modal. Sedangkan pembentukan modal diperoleh dari tingkat tabungan. Ada dua jenis lingkaran perangkap kemiskinan, yaitu dari sisi penawaran dan permintaan modal. Pertama, penawaran modal. Tingkat pendapatan masyarakat yang rendah diakibatkan oleh produktivitas rendah.

(19)

Efek dari pembentukan modal rendah adalah negara menghadapi kekurangan barang modal, implikasinya tingkat produktivitas tetap rendah. Kedua, permintaan modal. Di negara miskin keinginan untuk menanamkan modal rendah. Hal ini lebih disebabkan luas pasar untuk berbagai jenis barang terbatas. Di samping itu, pendapatan masyarakat juga rendah yang diakibatkan produktivitas mereka rendah.

Pemecahan masalah kemiskinan perlu didasarkan pada pemahaman suara masyarakat miskin, dan adanya penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar mereka, yaitu hak sosial, budaya, ekonomi dan politik. Berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan ini, kita telah menyusun Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK) merupakan arah bersama bagi pemerintah, swasta, masyarakat, dan berbagai pihak dalam mendorong gerakan nasional penanggulangan kemiskinan.

Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk menegaskan komitmen dalam mengatasi kemiskinan, membangun konsensus bersama untuk melaksanakan penanggulangan kemiskinan melalui pendekatan hak-hak dasar; menegaskan komitmen dalam mendukung pencapaian tujuan pembangunan milenium (Mlilenium Development Goals) terutama tujuan penanggulangan kemiskinan, dan mendorong pengarustamaan kebijakan negara dalam penanggulangan kemiskinan.

Pendekatan hak-hak dasar, relevan dengan perkembangan dan permasalahan yang terjadi di Indonesia. Proses demokratisasi yang berlangsung selama ini diharapkan mempertajam pemahaman dan proses politik akan

(20)

pentingnya perwujudan hak-hak dasar rakyat. Pendekatan berbasis hak juga memberikan penegasan pentingnya pelaksanaan otonomi daerah sebagai bagian dari upaya pemenuhan hak-hak dasar masyarakat miskin. Dengan kewenangan dan sumberdaya yang lebih besar, pemerintah kabupaten dan kota berkewajiban untuk memberikan layanan dasar yang mudah, murah dan bermutu bagi masyarakat miskin, serta memberi ruang yang lebih luas bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.

Perbaikan tata pemerintahan akan membuka peluang lebih luas bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan memberdayakan masyarakat miskin, serta memberikan peran yang strategis bagi swasta dan berbagai pihak dalam mengatasi masalah kemiskinan. Perbaikan tata pemerintahan dan perluasan partisipasi harus menjadi bagian integral dari setiap kebijakan yang dilaksanakan untuk memberdayakan masyarakat miskin, dan meningkatkan taraf dan mutu hidup masyarakat miskin.

Dalam era globalisasi yang ditandai oleh persaingan, perubahan teknologi dan informasi yang begitu cepat, dan penerapan pasar bebas, peran negara dalam penyediaan barang dan jasa publik akan makin berkurang. Oleh sebab itu, pendekatan hak dasar mengatur peran minimum yang harus menjadi kewajiban negara dan tidak dapat diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Selain itu, upaya penanggulangan kemiskinan perlu memperhatikan adanya momentum kemitraan global dalam pencapainan tujuan pembangunan milenium.

Penangggulangan kemiskinan dengan pendekatan berbasis hak menegaskan kewajiban negara (pemerintah, DPR, DPRD, lembaga tinggi negara, TNI dan

(21)

lembaga penyelengga negara lainnya) untuk berupaya sekuat tenaga dan secara bertahap mewujudkan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat miskin. Pelaksanaan kewajiban negara untuk terlebih dahulu menghormati, melindungi, dan kemudian memenuhi hak-hak dasar masyarakat miskin akan membuat proses pemenuhan hak-hak dasar tersebut lebih progresif dan tidak terhambat oleh ketersediaan sumberdaya dan sumberdana. Dengan mengedepankan proses partisipasi dan pemahaman terhadap suara masyarakat miskin, strategi penanggulangan kemiskinan dituangkan dalam empat rencana aksi yang akan dilaksanakan dalam kurun waktu lima tahun, yaitu Rencana Aksi Pengelolaan Ekonomi Makro, Rencana Aksi Pemenuhan Hak Dasar, Rencana Aksi Perwujudan Keadilan dan Kesetaraan Gender, dan Rencana Aksi Percepatan Pembangunan Wilayah Mendukung Pemenuhan Hak Dasar.

Rencana Aksi Pengelolaan Ekonomi Makro memuat kebijakan dan langkah kebijakan untuk menciptakan stabilitas ekonomi makro, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, memperluas kesempatan kerja dan mengurangi kesenjangan. Rencana Aksi Pemenuhan Hak Dasar memuat kebijakan dan langkah kebijakan untuk mewujudkan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak atas pangan, hak atas kesehatan, hak atas pendidikan, ahak atas pekerjaan, hak atas air bersih, hak atas perumahan, hak atas tanah, hak atas sumberdaya dan lingkungan hidup, dan hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Rencana Aksi Perwujudan Kesetaraan dan Keadilan Gender memuat kebijakan dan langkah kebijakan untuk menurunkan ketidakadilan gender dan menjamin penghormatan, perlindungan dan

(22)

pemenuhan hak-hak dasar perempuan sama dengan laki-laki.

Rencana Aksi Percepatan Pengembangan Wilayah memuat kebijakan dan langkah kebijakan untuk revitalisasi pembangunan perdesaan, peningkatan pembangunan perkotaan, pengembangan kawasan pesisir dan percepatan pembangunan daerah tertinggal. Guna menjamin terselenggaranya rencana aksi penanggulangan kemiskinan, dalam SNPK tersebut juga menguraikan mekanisme pelaksanaan rencana aksi yang memuat prasyarat, kelembagaan, jaringan kerja pelaksana, penganggaran, pengendalian dan pengawasan dan antisipasi terhadap hambatan pelaksanaan rencana aksi, serta sistem pemantauan dan evaluasi.

Deklarasi dan Rencana Aksi Beijing sebagai hasil konferensi dunia IV tentang perempuan tahun 1995 menegaskan bahwa ada 12 bidang kritis yang merupakan keprihatinan dunia yaitu perempuan dan kemiskinan, pendidikan dan pelatihan bagi perempuan, perempuan dan kesehatan, kekerasan terhadap perempuan, perempuan dan konflik bersenjata, perempuan dan ekonomi, perempuan dan kekuasaan serta pengambilan keputusan, mekanisme kelembagaan untuk pemajuan perempuan, hak asasi perempuan, perempuan dan media massa, perempuan dan lingkungan hidup, anak perempuan (Luhulima, 2007:4).

Pada tahun 2000 dicapai consensus 189 negara anggota PBB mengenai Deklarasi Millenium (Millenium Declaration) yang sepakat untuk melaksanakan Tujuan Pembangunan Millennium (Millenium Development Goals-MDGs) dan menetapkan target keberhasilannya pada tahun 2015. Ada 8 komitmen kunci yang ditetapkan dan disepakati dalam MDGs yaitu:

(23)

Menghapus kemiskinan yang ekstrem dan kelaparan Mencapai pendidikan universal

Mendorong tercapainya kesetaraan dan keadilan gender dan pemberdayaan perempuan

Menurunkan angka kematian anak balita Memperbaiki kesehatan ibu

Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya Memastikan kelestarian lingkungan

Membangun kemitraan global untuk pembangunan

Deklarasi secara tegas menetapkan kebutuhan mutlak untuk pemajuan hak asasi manusia seluruh umat manusia. Secara khusus ditegaskan bahwa pemajuan hak perempuan, mencapai kesetaraan dan keadilan gender diakui sebagai hal yang mutlak diperlukan bagi kemajuan pembangunan. Deklarasi menyatakan secara tegas bahwa hal itu diperlukan untuk memerangi segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan untuk mengimplementasikan konvensi segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Diakui arti penting pencapaian kesetaraan dan keadilan bagi perempuan dan laki- laki dan pemberdayaan perempuan sebagai langkah tindak yang efektif untuk memerangi kemiskinan, kelaparan dan penyakit, dan pencapaian pembangunan yang benar-benar berkelanjutan (Luhulima, 2007:34).

Gambar

Gambar 2.1. Lingkaran Setan Kemiskinan (Suman Agus, 2007:6)

Referensi

Dokumen terkait

Lebih jauh lagi, rencana dan desain yang disajikan dalam buku ini, dalam rangka merevitalisasi sebuah kota budaya yang nota bene adalah ruang dan publik untuk menjadi lebih manusiawi,

Berdasarkan pengamatan di lapangan, tegakan B.cylindrica berukuran diameter lebih dari 20 cm teridikasi telah lebih dahulu mati di beberapa lokasi, dibuktikan oleh adanya

merepresentasikan suatu nilai -ull on pada Arduino +5 Colt dan kondisi o-- +0 Colt dengan mengubah perbandingan ratio antara aktu kondisi on dengan kondisi o-- dalam satu

Bagi para pembela etika kepedulian, pandangan semacam ini tidak hanya memosisikan etika kepedulian sebagai universalisasi dari pilihan bebas individu untuk masuk dalam

Memasuki Modus Presentasi, Modus Penampil PDF, Modus Slide, atau Modus Film ketika ada banyak piranti memori yang tersambung ke port USB-A Proyektor Data (beberapa piranti flash drive

• Hipotesis menyatakan hubungan yang diduga antara dua atau lebih variabel dalam rumusan proposisi yang dapat diuji secara empiris. • Hipotesis Dapat Diturunkan Dari Telaah

Kedua kata itu dapat dianggap sebagai padanan meskipun cara mandi antara negara yang satu dengan yang lain sangat berbeda. 3) Kelompok ketiga adalah kelompok kata yang sukar

Ketua Komite Medis adalah seseorang yang bertanggug jawab terhadap terlaksananya peningkatan profesionalisme staf medis dengan cara melakukan kredensial terhadap semua