• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VIII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. persepsi baik elemen pemerintah maupun masyarakat regional secara umum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VIII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. persepsi baik elemen pemerintah maupun masyarakat regional secara umum"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VIII

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

8.1 Kesimpulan

Usahatani jagung hibrida di provinsi Gorontalo memunculkan berbagai persepsi baik elemen pemerintah maupun masyarakat regional secara umum terkait masalah kesejahteraan petaninya. Dari pemerintah daerah yang juga sebagai lembaga yang menaungi dan melindungi hak-hak masyarakatnya senantiasa berupaya untuk menciptakan hubungan strategis berbasis kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, kesejahteraan petani jagung hibrida merupakan bagian dari revitalisasi pembangunan berbasis ekonomi kerakyatan yang juga sebagai visi dan misi pemerintah daerah. Melalui telaah akademis yang juga sebagai salah satu sumber pengambilan kebijakan pemerintah daerah dalam menentukan dan mengarahkan kebijakan sektoral khusus sektor pertanian jagung, penelitian ini telah mengungkap berbagai permasalahan yang dihadapi petani jagung hibrida dalam usahataninya.

Berdasarkan uraian pembahasan atas hasil penelitian terkait produksi, biaya produksi, pendapatan usahatani, biaya transaksi dan probabilitas keputusan tempat penjualan maka dapat disimpulkan bahwa:

1. a. Penggunaan input benih rata-rata usahatani jagung hibrida sebesar 39,4 kilogram per usahatani dengan penggunaan input optimum sebesar 41,8 kilogram sehingga menghasilkan produksi optimum sebesar 5.531 kilogram per usahatani. Pada produksi per hektar menunjukkan produksi rata-rata

(2)

penggunaan input benih sebesar 19,5 kilogram dengan optimisasi penggunaan benih pada produksi optimum sebesar 20,7 kilogram sehingga menghasilkan produksi optimum sebesar 2.738 kilogram. Pada penggunaan input tenagakerja juga belum menunjukkan capaian penggunaan optimum dengan rata-rata penggunaan sebesar 420 HOK per usahatani dan 208 HOK per hektar dengan optimisasi penggunaan sebesar 489 HOK per usahatani pada produksi optimum sebesar 4.888 kilogram dan 242 HOK per hektar pada produksi optimum sebesar 2.420 kilogram. Dengan hasil tersebut maka hipotesis yang menyatakan bahwa penggunaan input benih dan tenagakerja pada usahatani jagung hibrida belum optimum dapat diterima.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi secara positif dan signifikan terhadap produksi per hektar maupun per usahatani masing-masing adalah faktor luas lahan sebesar 1,096 per usahatani, jumlah benih sebesar 0,944 per hektar dan 0,051 per usahatani, jumlah pupuk sebesar 0,0009 per usahatani, jumlah pestisida sebesar 0,021 per usahatani serta jumlah tenagakerja sebesar 0,028 per hektar dan 0,003 per usahatani. Dari hasil tersebut maka input produksi yang mempengaruhi produksi secara positif adalah pada model produksi per usahatani maupun per hektar. Faktor karakteristik umur, pendidikan, frekuensi bimbingan dan pengalaman usahatani memiliki pengaruh dengan respon signifikan sedangkan faktor jarak rumah ke lahan dan kelembagaan modal tidak memberikan pengaruh dengan respon signifikan. Dengan demikian maka hipotesis yang menyatakan bahwa input faktor produksi berupa luas lahan, jumlah pupuk, jumlah pestisida, tenagakerja serta faktor

(3)

karakteristik umur, pendidikan, frekuensi bimbingan dan pengalaman usahatani berpengaruh dan signifikan terhadap produksi usahatani jagung hibrida dapat di terima, sedangkan faktor jarak rumah ke lahan dan kelembagaan modal tidak dapat diterima.

c. Nilai skala usaha produksi usahatani jagung hibrida atas penggunaan input faktor produksinya memiliki nilai sebesar 0,694 untuk produksi per usahatani dan 0,710 untuk produksi per hektar. Nilai tersebut menunjukkan nilai kurang dari satu sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa produksi per usahatani maupun per hektar jagung hibrida di provinsi Gorontalo berada dalam kondisi constan return to scale ditolak.

2. a. Penggunaan benih dan tenagakerja pada kondisi biaya minimum adalah masing-masing sebesar 41,5 per usahatani dan 424 HOK per usahatani serta 20,5 kilogram per hektar dan 210 HOK per hektar. Rata-rata penggunaan benih sebesar 39,4 kilogram per usahatani dan 19,5 kilogram per hektar serta tenagakerja sebesar 420 HOK per usahatani dan 208 HOK per hektar. Dengan demikian maka hipotesis yang menyatakan bahwa petani jagung hibrida belum berproduksi pada biaya minimum melalui minimisasi penggunaan input benih dan tenagakerja dapat diterima.

b. Input faktor produksi yang mempengaruhi biaya produksi per usahatani maupun per hektar yaitu variabel luas lahan sebesar 0,21 per usahatani, variabel harga input benih sebesar 0,287 per usahatani dan 0,093 per hektar, harga pupuk sebesar 0,122 per usahatani dan 0,247 per hektar, harga pestisida sebesar 0,070 per usahatani dan 0,049 per hektar, upah tenagakerja

(4)

sebesar 0,024 per usahatani dan 0,561 per hektar, sewa mesin pemipil sebesar 0,067 per usahatani dan 0,050 per hektar serta sewa angkutan sebesar 0,069 per usahatani dan 0,086 per hektar. Hasil tersebut menunjukkan pada model biaya produksi per usahatani dan per hektar seluruh harga input variabel berpengaruh positif dan signifikan terhadap biaya produksi per ushatani dan per hektar serta luas lahan berpengaruh positif dan signifikan terhadap biaya produksi jagung hibrida. Untuk faktor karakteristik pendidikan, frekuensi bimbingan dan kelembagaan modal juga memiiki pengaruh dengan respon signifikan terhadap biaya produksi usahatani jagung hibrida. Dari hasil model biaya produksi dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa harga input faktor produksi dan input tetap produksi berpengaruh positif dan signifikan terhadap total biaya produksi usahatani jagung hibrida serta faktor karakteristik pendidikan, frekuensi bimbingan dan kelembagaan modal dapat di terima, serta menolak hipotesis terkait pengaruh variabel karakateristik umur, jarak rumah ke lahan dan pengalaman usahatani terhadap biaya produksi usahatani jagung hibrida.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi secara positif dan signifikan terhadap biaya transaksi penjualan jagung pipilan kering ke UPJ yaitu total produksi jagung pipilan kering, upah tenaga teknis sebesar 0,378, komisi sebesar 0,522, reduksi produk sebesar 0,164, degradasi produk sebesar 0,500, harga pasar regional jagung pipilan kering sebesar 0,192 faktor frekuensi bimbingan sebesar 0,064, sedangkan variabel total produksi jagung pipilan kering sebesar -0,588

(5)

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap biaya transaksi penjualan jagung pipilan kering ke UPJ. Untuk biaya transaksi penjualan beras jagung ke pasar tradisional variabel harga pasar regional jagung pipilan kering sebesar 0,218, sewa kontrak lapak sebesar 0,023, upah tenagakerja pemeliharaan properti sebesar 0,087 dan sewa transportasi sebesar 0,258 berpengaruh positif dan signifikan serta total produksi beras jagung sebesar -0,185 berpengaruh negatif dengan respon signifikan terhadap biaya transaksi penjualan beras jagung ke pasar tradisional. Karakteristik sosial umur, pendidikan, jarak rumah ke UPJ dan atau ke pasar tradisional, pengalaman usahatani, kelembagaan modal dan gender tidak memberikan pengaruh dengan respon signifikan terhadap biaya transaksi penjualan di kedua produk kecuali frekuensi bimbingan yang memberikan pengaruh dan respon signifikan terhadap biaya transaksi pada penjualan jagung pipilan kering sedangkan pada penjualan beras jagung tidak memberikan pengaruh dengan respon signifikan. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan adanya pengaruh variabel total produksi jagung pipilan kering, total produksi beras jagung, harga pasar regional jagung pipilan kering, harga pasar beras jagung, upah tenaga teknis, komisi, nilai reduksi, nilai degradasi, sewa kontrak lapak, upah tenagakerja pemeliharaan properti, sewa transportasi pada penjualan masing-masing produk jagung hibrida serta faktor frekuensi bimbingan pada penjualan jagung pipilan kering dapat diterima, sedangkan faktor karakteristik lainnya dengan kondisi penjualan terkait ditolak atas pengaruhnya terhadap biaya transaksi terkait di masing-masing tempat penjualan produk jagung hibrida.

(6)

4. a. Penggunaan input benih rata-rata usahatani jagung hibrida sebesar 39,4 kilogram per usahatani dan 19,5 kilogram per hektar dengan optimisasi penggunaan pada pendapatan optimum sebesar 42,4 kilogram per usahatani dengan pendapatan optimum sebesar Rp2.198.118,- per usahatani dan 21 kilogram per hektar dengan pendapatan optimum sebesar Rp1.088.177,- per hektar. Untuk penggunaan input tenagakerja rata-rata sebesar 420 HOK per usahatani dan 208 HOK per hektar dengan penggunaan input pada pendapatan optimum sebesar 565,6 HOK per usahatani dengan pendapatan optimum sebesar Rp4.275.936,- per usahatani dan 280 HOK per hektar dengan pendapatan optimum sebesar Rp2.116.800,- per hektar. Dari hasil tersebut maka hipotesis yang menyatakan bahwa petani jagung hibrida belum mencapai kondisi pendapatan optimum melalui penggunaan input benih dan curahan tenagakerja dapat diterima.

b. Variabel-variabel yang berpengaruh negatif dan memberikan respon signifikan terhadap pendapatan per usahatani meliput harga benih sebesar -0,043, harga pupuk sebesar -0,138, upah tenagakerja sebesar -0,512 dan harga pestisida sebesar -0,054, sedangkan sewa angkutan sebesar 1,530, kelembagaan modal sebesar 0,096 dan input luas lahan sebesar 0,128 mempengaruhi pendapatan secara positif dengan respon signifikan. Pada model pendapatan per hektar variabel yang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pendapatan usahatani meliputi harga benih sebesar -0,324, upah tenagakerja sebesar -0,484 dan harga pestisida sebesar -0,039 sedangkan sewa angkutan sebesar 0,093 dan kelembagaan modal sebesar

(7)

0,028 berpengaruh secara positif dengan respon signifikan terhadap pendapatan usahatani per hektar. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan pengaruh signifikan atas harga-harga input faktor produksi berupa harga benih, harga pupuk, upah tenagakerja, harga pestisida dan sewa angkutan serta faktor karakteristik kelembagaan modal dan luas lahan terhadap pendapatan usahatani jagung hibrida dapat diterima, serta menolak hipotesis terkait pengaruh biaya transaksi, umur, pendidikan, frekuensi bimbingan, jarak rumah ke lahan dan pengalaman usahatani terhadap pendapatan usahatani jagung hibrida di provinsi Gorontalo.

c. Nilai skala pendapatan usahatani jagung hibrida memiliki nilai sebesar 0,783 per usahatani dan nol per hektar, sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa usahatani jagung hibrida berada pada kondisi constant return to scale di terima dan menolak hipotesis yang menyatakan bahwa pendapatan usaha berada pada kondisi increasing/decreasing return to scale.

5. Pada model probabilitas keputusan tempat penjualan jagung pipilan kering terdapat beberapa variabel yang mempengaruhi secara positif dengan respon signifikan yaitu variabel total produksi jagung pipilan kering dengan nilai odds rasio sebesar 0,006, harga pasar regional jagung pipilan kering sebesar 0,005, upah tenaga teknis sebesar 0,130 dan komisi sebesar 0,224, sedangkan pada probabilitas keputusan tempat penjualan beras jagung dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh faktor total produksi beras jagung dengan nilai odds rasio sebesar 0,401, harga pasar regional jagung pipilan kering sebesar 0,227,

(8)

harga pasar beras jagung sebesar 0,101, sewa kontrak lapak sebesar 0,175, upah tenagakerja pemeliharaan properti sebesar 0,146 dan sewa transportasi sebesar 0,245. Dari hasil total nilai odds rasio dari variabel atas masing-masing probabilitas keputusan tempat penjualan diperoleh nilai probabilitas keputusan tempat penjualan jagung pipilan kering melalui UPJ sebesar 0,365 kali lebih tinggi dibandingkan probabilitas keputusan tempat penjualan jagung pipilan kering melalui pedagang pengumpul. Untuk model probabilitas keputusan tempat penjualan beras jagung melalui pasar tradisional memiliki total nilai odds rasio sebesar 1,295 kali lebih tinggi dari probabilitas keputusan tempat penjualan beras jagung melalui tempat tinggalnya.

8.2 Implikasi Kebijakan

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan maka dapat diuraikan beberapa rekomendasi kebijakan bagi pemerintah daerah terkait usahatani jagung hibrida di provinsi Gorontalo serta peneliti lainnya.

8.2.1 Pemerintah

1 a. Perlu adanya subsidi benih dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat terkait sebesar 2,4 kilogram per usahatani dan 1,2 kilogram per hektar serta penanganan hama babi hutan melalui rekonstruksi kawasan lahan untuk mensiasati penggunaan tenagakerja tambahan atas pengawasan hama babi hutan dalam menopang pencapaian optimisasi produksi usahatani jagung hibrida di provinsi Gorontalo;

b. Perlu adanya sosialisasi melalui penyuluhan teknis terkait penggunaan berbagai input faktor produksi yang cukup mempengaruhi produksi

(9)

usahatani seperti penggunaan benih, pupuk, pestisida, alokasi tenagakerja produktif, pengetahuan teknis usahatani jagung hibrida serta manajemenisasi modal usahatani melalui kelembagaan dengan pihak penyelia modal;

c. Perlu adanya penetapan dan pengawasan melalui dinas terkait dalam hal ini Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan dan atau balai penyuluhan untuk mengontrol penggunaan input yang berlebih sehingga menyebabkan inefisiensi usahatani jagung hibrida dan berakibat terhadap melemahnya modal usahatani di periode masa tanam berikutnya;

2. a. Malalui Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan di daerah dan atau unit-unit penyuluhan yang berada di lokasi sentra produksi, diharapkan mampu memberikan pencerahan, dorongan dan motivasi untuk berusahatani jagung hibrida bagi masyarakat dengan kepemilikan modal yang kecil namun berkeinginan melakukan usahatani jagung hibrida sehingga dapat memanfaatkan modalnya pada tingkat biaya minimum;

b. Menumbuhkan peran BUMD terkait melalui pembiayaan input produksi serta pengawasan harga pasar input produksi melalui Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi guna menopang keberlanjutan usahatani jagung hibrida di provinsi Gororntalo;

3. Pemerintah daerah diharapkan mampu melakukan pengawasan dan koordinasi bersama dengan pihak-pihak terkait seperti UPJ untuk melakukan rekonsiliasi biaya-biaya transaksi atas penjualan beras jagung melalui UPJ

(10)

dan juga memfasilitasi dengan penyediaan transportasi angkutan desa untuk mengurangi adanya biaya transaksi penjualan;

4. a. Melalui penggunaan input dan tenagakerja perlu adanya sosialisasi optimisasi pendapatan yaitu melakukan ekspansi unit pembiayaan dengan melibatkan unit-unit koperasi daerah dan atau perbankan guna memenuhi asan yang intensif atau penggunaan modal kerja;

b. Untuk meningkatkan kesejahteraan petani jagung hibrida di provinsi Gorontalo, pemerintah sepatutnya melakukan pengawasan harga pasar input serta mengalokasikan besaran subsidi yang memungkinkan pencapaian pendapatan optimum petani jagung hibrida di provinsi Gorontalo;

c. Intensitas pengawasan pasar serta campur tangan pemerintah daerah sangat dibutuhkan dalam hal normalisasi dan pengawasan pasar guna mengontrol harga input serta harga pasar produk jagung hibrida serta melakukan ekspansi jaringan pemasaran ke daerah-daerah lainnya untuk memperlancar aktivitas penjualan jagung hibrida. Selain itu langkah konkrit yang dapat di tempu pemerintah adalah dengan melakukan penampungan langsung produk jagung pipilan kering melalui BUMD dan atau koperasi daerah untuk membantu petani memasarkan produk jagung pipilan kering maupun beras jagungnya.

5. Diperlukan kebijakan standarisasi biaya transaksi dan pengawasan terstruktur melalui lembaga ataupun badan yang ditunjuk oleh pemerintah daerah setempat guna menjaga kemungkinan terjadinya penyimpangan (moral

(11)

hazard) antar pihak dalam kelembagaan usaha jagung hibrida serta pemberdayaan usahatani jagung hibrida melalui kelompok-kelompok tani yang ada disertai dengan pengawasan dan pembinaan yang intensif dari pemerintah daerah setempat;

8.2.2 Peneliti

Dalam penelitian-penelitian selanjutnya terkait analisis pendapatan, biaya transaksi, dan probabilitas tempat penjualan produk jagung hibrida sebaiknya memperhitungkan berbagai kemungkinan adanya biaya transaksi lainnya yang bersifat implisit maupun eksplisit seperti biaya pencarian informasi harga pasar, kegagalan transaksi, biaya selisih harga pasar, biaya oportunitas, biaya promosi dan dan biaya-biaya lainnya yang terjadi pada saat pencarian informasi, proses negosiasi dan monitoring;

Referensi

Dokumen terkait

Pertimbangan lain pada perkara ini, MK memberikan pandangan bahwa MK tidak boleh membiarkan aturan-aturan keadilan prosedural ( procedural justice ) memasung dan

Melihat dari cara penyampaian informasi hanya dengan marketing secara door to door yang masih dilakukan CV.MITRA ABADI sama dengan perusahaan lain, dari sini

Ketidakstabilan keluaran rangkaian pengkuadrat dan pengkali empat diakibatkan karena perbedaan fasa sinyal cos dan –cos hanya 162°.Rangkaian schmitt trigger mengubah

Lantikan tenaga pakar daripada organisasi atau universiti dari dalam atau luar negara bagi mendapatkan kepakaran dan pengalaman yang akan dapat memberi faedah

1 Any Setiyawati, 2015 Sistem pendukung keputusan pemilihan kelas terfavorit Metode Multifactor Evaluation Process (MFEP) 5 kriteria : (1) kedisiplinan, (2)

terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata,

Melalui kegiatan menyimak, siswa dapat menentukan kosakata yang berkaitan dengan lingkungan sehat berdasarkan teks percakapan yang dibacakan guru dengan benar.. Siswa dapat

Untuk identifikasi mikrobia, skema klasifikasi yang  paling umum dan tekenal digunakan di paparkan dalam  Bergey’s  Manual of Determinative Bacteriology. Bergey’s Manual