• Tidak ada hasil yang ditemukan

MUHAMMADIYAH BOARDING SCHOOL (MBS) SEBAGAI ALTERNATIF MODEL PESANTREN (Potret Pendidikan Islam di Era Kontemporer)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MUHAMMADIYAH BOARDING SCHOOL (MBS) SEBAGAI ALTERNATIF MODEL PESANTREN (Potret Pendidikan Islam di Era Kontemporer)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

MUHAMMADIYAH BOARDING SCHOOL (MBS)

SEBAGAI ALTERNATIF MODEL PESANTREN

(Potret Pendidikan Islam di Era Kontemporer)

Ibnu Habibi

Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Muhammadiyah Bojonegoro

nizamhabibi259@gmail.com

Abstract: This paper intends to review the role of Muhammadiyah Boarding

School (MBS) as an alternative model of schools in the contemporary era. Pesantren is the oldest Islamic education system in Indonesia. It provides very great contribution to the nation of Indonesia, both in education and in the fight against the invaders. In education schools participate in the intellectual life of the nation. However the performance of schools is still considered less qualified and urgently need to be developed in the future. Communities in the present era (contemporary) increasingly make schools as an alternative educational institution. At the time of science and technology is developing rapidly, at a time when modern philosophy of human life moral and religious crisis, and at the time of global free trade closer to the gate, where boarding appear increasingly in need of people. This shows the role, importance and significance of the existence of pesantren in the contemporary era.

Keywords: Muhammadiyah Boarding School, Pesantren PENDAHULUAN

Pendidikan, secara umum memainkan peranan yang fundamental bagi perkembangan diri, baik secara individu maupun sosial. Hal ini dikarenakan tujuan utama pendidikan adalah mengembangkan potensi diri yang seluas-luasnya dan merealisasikan potensi tersebut (Bordieou & Passeron, 2008). Apalagi seperti yang telah diketahui bahwa pendidikan di abad 21 sangat dipengaruhi oleh dua kekuatan besar: yakni melimpahnya informasi dan arus gelombang globalisasi yang tak terbendung. Keduanya, memberi dampak baik secara positif maupun negatif.

Kemajuan suatu bangsa sangat tergantung pada sumber daya manusia (human

resources) yang dimiliki oleh bangsa itu. Pendidikan, dalam hal ini memiliki peranan

strategis dalam menciptakan sumber daya manusia yang diharapkan, sebagai proses menuju cita-cita pembangunan nasional, yakni menciptakan anak didik yang cerdas, berkepribadian, beriman, bertaqwa dan berketrampilan. Berbicara tentang pendidikan di Indonesia khususnya pendidikan islam, maka tidak bisa lepas dari pembahasan tentang pondok pesantren. Keberadaan pondok pesantren di Indonesia sangat berpengaruh terhadap masyarakat di sekitarnya. Hal ini disebabkan bahwa dari sejak awal berdirinya

(2)

pesantren disiapkan untuk mendidik dan menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat melalui pengajian, baik dengan sistem tradisional maupun modern.1

Perkembangan pendidikan pondok pesantren merupakan perwujudan dari kebutuhan masyarakat akan suatu sistem pendidikan alternatif. Keberadaan pondok pesantren tersebut sebagai lembaga pendidikan, juga sebagai lembaga dakwah dan syiar Islam serta sosial keagamaan. Seiring dengan perkembangan zaman di era teknologi informasi dan kemajuan iptek yang semakin tidak terbendung lagi, pesantren sebagai sebuah lembaga yang bergerak dalam bidang pendidikan dan sosial keagamaan, harus senantiasa melakukan pengembangan, terutama di bidang manajemen dan kurikulum pendidikan. Hal itu yang membuat pembaharuan sistem pendidikan pesantren, yaitu sistem pendidikan sekolah terpadu (berasrama) yang lebih dikenal dengan boarding

school.

Muhammadiyah sebagai organisasi islam dan kemasyaakatan yang koncern dalam bidang pendidikan juga tidak mau ketinggalan dengan melakukan pembaharuan dalam pendidikan, khususnya pesantren yakni mendirikan Muhammadiyah Boarding School (MBS). Dengan sistem Boarding School ini, muhammadiyah bermaksud mengunggulkan keseimbangan antara kurikulum umum dengan kurikulum pesantren (muhammadiyah). Juga, penggunaan istilah Boarding School merupakan brand dari sekolah/lembaga pendidikan itu sendiri.

GAMBARAN UMUM TENTANG PESANTREN

Pesantren merupakan salah satu pendidikan Islam tertua di Indonesia. Ada dua arus utama dalam perdebatan tentang asal usul pesantren di Indonesia. Zamaksyari Dhofier dalam bukunya, Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Tentang Kyai, (1982) menyebutkan bahwa pesantren berasal dari tradisi pesantren Timur Tengah, bukan asal Indonesia. Selanjutnya menurut Dhofier, model pesantren yang ada di Jawa sekarang merupakan model gabungan antara madrasah dengan pusat tarekat yang ada di timur tengah. Demikian pula dengan Martin Van Bruinessen dalam bukunya Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat (1995) yang tidak sepakat dengan argumen bahwa pesantren merupakan kelanjutan dari sistem pendidikan Hindu-Budha sebelum datangnya Islam ke Indonesia. Menurut Martien, al-Azhar merupakan tipologi awal dari model pesantren yang ada di Indonesia.

GAMBARAN UMUM BOARDING SCHOOL

Boarding school merupakan kata dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata, yaitu boarding berarti berarti asrama dan school berarti sekolah. Boarding school adalah sistem

sekolah berasrama, dimana peserta didik dan juga para guru dan pengelola sekolah tinggal di asrama yang berada dalam lingkungan sekolah dalam kurun waktu tertentu.2

Menurut Encyclopedia Wikipedia yang dikutip oleh Maksudin, boarding school adalah lembaga pendidikan dimana para siswanya tidak hanya belajar, tetapi mereka

1 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an (Bandung: Mizan, 1992), 97.

2http://bhakti-ardi.blogspot.com/2012/07/boarding-school-dan-peranannya dalam 08.html (8 Juli 2012).

(3)

bertempat tinggal dan hidup menyatu di lembaga tersebut. Boarding school mengkombinasikan tempat tinggal para siswa di institusi sekolah yang jauh dari rumah dan keluarga mereka dengan diajarkan agama serta pembelajaran beberapa mata pelajaran.3 Menurut Oxford dictionary, pendidikan kepesantrenan (Boarding School) is

school where some or all pupil live during the term. Artinya adalah pesantren adalah

lembaga pendidikan yang mana sebagian atau seluruh siswanya belajar dan tinggal bersama selama kegiatan pembelajaran.4

Selain itu pendidikan kepesantrenan (Boarding School) juga didefinisikan: is a school

where some or all pupils study and live during the school year with their fellow students and possibly teachers and/or administrators. Artinya adalah “sebuah pesantren adalah sekolah

di mana beberapa atau semua muridnya belajar dan hidup selama tahun ajaran dengan sesama siswa, guru, dan administrator.”5

Jadi dapat disimpulkan menurut penulis, bahwa boarding school didefinisikan sebagai suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang menekankan pelajaran agama Islam dan memperhatikan materi-materi dasar keilmuwan yang mendukung dengan mata pelajaran sekolahyang melibatkan peserta didik dan para pendidiknya bisa berinteraksi dalam waktu 24 jam setiap harinya dan didukung asrama sebagai tempat tinggal santri yang bersifat permanen.

Adapun peran boarding school, sebagai berikut:6 1) mengembangkan lingkungan

belajar yang Islami; 2) menyelenggarakan program pembelajaran dengan sistem mutu terpadu dan terintegrasi yang memberikan bekal kecerdasan intelektual, spiritual dan emosional, serta kecakapan hidup (life skill); 3) mengelola lembaga pendidikan dengan sistem manajemen yang efektif, kondusif, kuat, bersih, modern dan memiliki daya saing; 4) mengoptimalkan peran serta orang tua, masyarakat dan pemerintah.

KARAKTERISTIK MBS

Secara umum, karakteristik MBS hampir sama dengan ciri-ciri pondok pesantren, yaitu isi kurikulum yang dibuat terfokus pada ilmu-ilmu agama. Dalam penjelasan lain juga dijelaskan tentang ciri-ciri pesantren dan juga pendidikan yang ada didalamnya: 1) adanya hubungan akrab antar santri dengan kiainya; 2) adanya kepatuhan santri kepada kiai; 3) hidup hemat dan sederhana benar-benar diwujudkan dalam lingkungan pesantren; 4) kemandirian sangat terasa dipesantren; 5) jiwa tolong-menolong dan suasana persaudaraan sangat mewarnai pergaulan di pesantren; 6) disiplin sangat dianjurkan; 7) keprihatinan untuk mencapai tujuan mulia; 8) pemberian ijazah, yaitu pencantuman nama dalam satu daftar rantai pengalihan pengetahuan yang diberikan kepada santri-santri yang berprestasi.7

3 Maksudin, “Pendidikan Nilai Boarding School di SMPIT Yogyakarta”, Disertasi UIN Sunan Kalijaga

(Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2008), 111.

4 http://lailafaizah.blogspot.com/2012/07/kolaborasi-pendidikan-formal-dan.html, (8 Juli 2012), Diakses, 20

Oktober 2014.

5 Ibid.

6 http://bhakti-ardi.blogspot.com/2012/07/boarding-school-dan-peranannya dalam 08.html.

(4)

Ciri-ciri di atas menggambarkan pendidikan pesantren dalam bentuknya yang masih murni (tradisional). Adapun penampilan pendidikan pesantren sekarang yang lebih beragam merupakan akibat dinamika dan kemajuan zaman telah mendorong terjadinya perubahan terus-menerus, sehingga lembaga tersebut melakukan berbagai adopsi dan adaptasi sedemikian rupa. Dengan adanya tranformasi, baik kultur, sistem dan nilai yang ada di pondok pesantren, kini pondok pesantren yang dikenal dengan salafiyah (kuno) kini telah berubah menjadi khalafiyah (modern). Transformasi tersebut sebagai jawaban atas kritik-kritik yang diberikan pada pesantren dalam arus transformasi ini, sehingga dalam sistem dan kultur pesantren terjadi perubahan yang drastis, misalnya:

a. Perubahan sistem pengajaran dari perseorangan atau sorogan menjadi sistem klasikal yang kemudian kita kenal dengan istilah madrasah (sekolah);

b. Pemberian pengetahuan umum disamping masih mempertahankan pengetahuan agama dan bahasa arab;

c. Bertambahnya komponen pendidikan pondok pesantren, misalnya keterampilan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat, kesenian yang islami;

d. Lulusan pondok pesantren diberikan syahadah (ijazah) sebagai tanda tamat dari pesantren tersebut dan ada sebagian syahadah tertentu yang nilainya sama dengan ijazah negeri.8

UNSUR DAN KOMPONEN MBS

Elemen atau komponen boarding school terdiri dari fisik dan non fisik. Komponen fisik terdiri dari sarana ibadah, ruang belajar dan asrama. Sedangkan komponen non fisik berupa program aktivitas yang tersusun secara rapih, segala aturan yang telah ditentukan beserta sanksi yang menyertainya serta pendidikan yang berorientasi pada mutu.9

Dari penjelasan diatas maka dapat kita uraikan beberapa komponen dalam

Boarding School, diantaranya adalah sebagai berikut;

a. Mudir (Kyai-pen), adalah pemangku atau pengasuh, tokoh sentral yang memberikan pengajaran al-Quran, al-Hadits, serta kitab kuning, dan pengajaran lainnya. Kiai atau pengasuh pondok pesantren adalah elemen yang sangat esensial bagi suatu pesantren. Biasanya kiai pondok pesantren adalah sekaligus sebagai penggagas dan pendiri dari pesantren tersebut.10 Predikat kiai sebagai seorang yang ahli agama

diberikan oleh masyarakat yang mengakui kealiman seseorang. Oleh karena itu, masyarakatlah yang memberi penghormatan kepada seseorang tersebut.11 Para kiai

dengan kelebihannya dalam penguasaan pengetahuan Islam, seringkali terlihat sebagai orang yang senantiasa dapat memahami keagungan Tuhan dan rahasia alam

8 Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Penada Media, 2006), 237-238.

9 Suyadi, “Evolusi Pesantren Dinamika Perubahan Pesantren Hingga Boarding School”, Skripsi Sarjana

Pendidikan Islam (Yogyakarta: Sekolah Tinggi Pendidikan Bina Insan, 2012), 48.

10 M. Amin Haedari dkk., Masa Depan Pesantren: dalam Tantangan Moderintas dan Tantangan Komplesitas

Global, Cet. I; (Jakarta: IRD Press, 2004), 28.

11 Bahaking Rama, Jejak Pembaharuan: Pendidikan Pesantren: Kajian Pesantren As’adiyah Seng-kang Sulawesi

(5)

sehinggga mereka dianggap memiliki kedudukan yang tak terjangkau, terutama oleh kebanyakan orang awam.12

b. Santri adalah siswa atau murid yang belajar dan merupakan salah satu elemen penting dalam suatu lembaga pesantren. Seorang ulama dapat disebut kiai apabila memiliki pesantren dan santri yang tinggal dalam pesantren untuk mempelajari kitab Islam klasik. Menurut tradisi pesantren, santri terdiri dari dua kategori: 1) Santri mukim, yaitu murid yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam kelompok pesantren; 2) Santri kalong, yaitu murid yang berasal dari desa di sekitar pesantren dan tidak menetap dalam pesantren.13

c. Pengajian kitab kuning (kitab klasik), yaitu kitab-kitab mu’tabarah yang dikarang oleh para ulama terdahulu disebut kitab karena kitab ini lahir jauh sebelum keberadaan pesantren Nusantara.

d. Pondok atau tempat tinggal para santri merupakan ciri khas tradisi pesantren yang membedakannya dengan sistem pendidikan lainnya.

e. Asrama, atau tempat pemondokan, yaitu tempat tinggal kyai bersama santrinya, dan di dalamnya kyai dan santri memenuhi kebutuhan sehari-hari sebagai latihan kemandirian santri.

f. Masjid merupakan elemen yang tidak dapat di pisahkan dengan pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam sembahyang lima waktu, khutbah dan sholat jum’ah, dan mengajarkan kitab-kitab klasik.

g. Sekolah yang digunakan para santri utuk kegiatan belajar mengajajar.

h. Kurikulum adalah sesuatu yang direncanakan sebagai pegangan guna mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum sebagai wahana belajar mengajar yang dinamis sehingga perlu dinilai dan dikembangkan secara terus menerus dan berkelanjutan sesua dengan perkembangan yang ada dalam masyarakat.14

PERAN MBS DI ERA KONTEMPORER

Pesantren merupakan sistem pendidikan Islam tertua di Indonesia. Sumbangsih yang diberikannya amatlah besar bagi bangsa Indonesia, baik dalam bidang pendidikan maupun perlawanan terhadap penjajah. Keberadaanya pun sudah muncul jauh sebelum Indonesia merdeka, kurang lebih lima ratus tahun silam. Akan tetapi eksistensinya kurang begitu mendapatkan perhatian dari pemerintah. Baru pada tahun 2003 peran maupun posisinya diakui oleh pemerintah bersamaan dengan terbitnya UU No. 20 tahun 2003. Dengan adanya pengakuan dari pemerintah, pesantren wajib berbenah diri karena zaman selalu berubah, ia selalu bergerak maju dan progresif. Apalagi kita hidup di era kontemporer yang penuh dengan problematika yang menghadang. Era ini menuntut adanya perubahan yang mendasar pada diri pesantren. Ia harus bisa beradaptasi dan sanggup memaksimalkan peran yang ada dalam tatanan masyarakat. Sebagai pendidikan berbasis masyarakat, pesantren haruslah mengembangkan tiga aspek yang menjadi ciri

12 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kiai dan Visinya Mengenai Masa Depan

Indonesia, Cet. IX; (Jakarta: LP3ES, 2011), 94.

13 M. Amin Haedari, ibid.; Lihat juga Zamakhsyari Dhofier, ibid., 89.

(6)

khas pesantren di era kontemporer sekarang ini. Tiga aspek tersebut adalah pendidikan agama, pengembangan masyarakat, serta pendidikan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi).

Aspek pertama, ilmu pengetahuan keagamaan, dari ranah ini pesantren sudah tidak diragukan lagi eksistensinya. Dari zaman Walisongo sampai sekarang, pesantren selalu menekankan pengetahuan agama Islam. Pesantren di Nusantara ini bukan hanya mencetak generasi yang eksis di dalam negeri sendiri saja, semisal KH. Hasyim Asyari yang dikenal sebagai founding father Nahdhatul Ulama dan KH. Ahmad Dahlan yang menjadi pendiri Muhammadiyah, akan tetapi banyak juga yang sudah melanglangbuana ke berbagai negara lain. MBS pada aspek yang pertama ini, menyelenggarakan pendidikan dengan memberikan pelajaran-pelajaran agama serta memberi pengetahuan keagamaan yang sesuai dengan perkembangan zaman. Pelajaran yang diajarkan bukan hanya kitab-kitab klasik tetapi juga kitab-kitab modern yang masih bernuansa pengetahuan agama, misal Fiqih Sunnah, tafsir Ibnu Katsir, HPT (Himpunan Putusan Majlis Tarjih) Muhammadiyah, dan yang lain.

Aspek kedua, yakni pengembangan masyarakat, dalam kaitannya dengan hal ini, sebenarnya pesantren haruslah bisa menjadi agen perubahan sosial (agent of social

change), dalam artian pesantren haruslah bisa mengubah tatanan sosial dan degradasi

moral di Indonesia. Sehingga dengan hal tersebut paling tidak dapat memberikan pencerahan pada bangsa yang moral dan perilakunya semakin terperosok ini akibat goncangan narkoba, pergaulan bebas, serta westernisasi tanpa adanya penyaringan yang memadai. Selain itu, pesantren juga seharusnya mampu mengembangkan sumber daya kemasyarakatan serta memajukan potensi ekonomi masyarakat yang ada. Semua itu bertujuan agar masyarakat bisa menjadi lebih maju dengan adanya peranan pesantren tersebut, tetapi perubahan haruslah dimulai dari diri pesantren sendiri secara intern. Sebab tidak mungkin sesuatu yang tidak maju bisa memajukan sesuatu hal yang lain.

Dalam kaitannya dengan pengembangan masyarakat, MBS mencanangkan program amal bakti santri yang bertujuan untuk menggali dana dan menyalurkan dana bagi yang berhak menrima, misalkan korban banjir, tanah longsor dan lain sebagainya. Sehingga bukan hanya menjadi saksi pasif yang hanya bisa berdoa saja, tetapi lebih dari itu, ia menjadi saksi yang bergerak aktif dalam membantu saudara-saudaranya yang sedang menderita itu.

Pengembangan pengetahuan dan teknologi, yakni aspek ketiga, mutlak diperlukan dalam era kontemporer ini. Sebab ilmu pengetahuan sudah bergerak semakin maju dan teknologi sudah semakin canggih. Sehingga tidak mungkin seseorang yang berada di atas muka bumi meniscayakan hal ini, termasuk pesantren. Jika pesantren hanya berorientasi pada aspek-spek yang bersifat ukhrawi dan meniadakan aspek-aspek duniawi. Maka pesantren hanya akan dicap sebagai sumber kekolotan di masyarakat. Santri di masa sekarang sudah sewajarnya meninggalkan kesan kitab kuning an sich, tanpa didukung pengetahuan teknologi yang mumpuni. Kerugian yang lain juga adalah santri tidak akan bisa berkompetisi di tingkat nasional atau internasional. MBS pada aspek ketiga ini memiliki program pengembangan penelitian dikalangan santri maupun ustadz, dengan mengharuskan setiap pesantren memiliki Laboratorium (IPA), Laboratorium Bahasa, dan

(7)

Laboratorium TIK, serta segala macam aspek yang bisa mendukung pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ketiga aspek di atas haruslah dipenuhi dan dimaksimalkan oleh pesantren jika benar-benar ingin eksis di dunia kontemporer. Dengan berbekal tiga unsur fundamental pesantren di era sekarang tersebut, maka pesantren khususnya MBS akan semakin menemukan jati diri yang sebenarnya, mendapat perhatian lebih dari masyarakat, serta dapat menjadi basis kemajuan bagi bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam. SIMPULAN

MBS adalah alternative model pesantren yang terbaik buat para orang tua menyekolahkan anak mereka dalam kondisi apapun. Selama 24 jam anak hidup dalam pemantauan dan control yang total dari pengelola, guru, dan pengasuh di seklolah-sekolah berasrama. Anak betul-betul dipersiapkan untuk masuk kedalam dunia nyata dengan modal yang cukup, tidak hanya kompetensi akademis, tapi skill-skill lainnya dipersiapkan sehingga mereka mempunyai senjata yang ampuh untuk memasuki dan manaklukan dunia ini. Sebagai pendidikan berbasis masyarakat, MBS mengembangkan dan melaksanakan tiga aspek yang menjadi ciri khas pesantren di era kontemporer sekarang ini. Tiga aspek tersebut adalah pendidikan agama, pengembangan masyarakat, serta pendidikan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi).

DAFTAR PUSTAKA

Choliq, Abdul. 2012. Manajemen Pendidikan Islam. Semarang: Rafi Sarana Perkasa.

Dhofier, Zamakhsyari. 2011. Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kiai dan Visinya

Mengenai Masa Depan Indonesia, Cet. IX. Jakarta: LP3ES.

Haedari, M. Amin dkk. 20014. Masa Depan Pesantren: dalam Tantangan Moderintas dan

Tantangan Komplesitas Global, Cet. I. Jakarta: IRD Press.

http://bhakti-ardi.blogspot.com/2012/07/boarding-school-dan-peranannya dalam 08.html (8 Juli 2012). Diakses, 10 April 2017.

http://lailafaizah.blogspot.com/2012/07/kolaborasi-pendidikan-formal-dan.html, (8 Juli 2012), Diakses, 10 April 2017.

Maksudin. 2008. “Pendidikan Nilai Boarding School di SMPIT Yogyakarta”, Disertasi UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.

Masyhud, Sulthon dan Khusnurdilo. 2003. Manajemen Pondok Pesantren. Jakarta: Diva Pustaka.

Mujib, Abdul. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Penada Media.

Rama, Bahaking. 2003. Jejak Pembaharuan: Pendidikan Pesantren: Kajian Pesantren

As’adiyah Seng-kang Sulawesi Selatan. Jakarta: Parodatama.

Shihab, M. Quraish. 1992. Membumikan al-Qur'an. Bandung: Mizan.

Suyadi. 2012. “Evolusi Pesantren Dinamika Perubahan Pesantren Hingga Boarding School”, Skripsi Sarjana Pendidikan Islam. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Pendidikan Bina Insan.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk memecahkan masalah yang ada pada SMK Jakarta Pusat 1 adalah dengan media pengembangan sistem dengan menggunakan metode air terjun (Waterfall) yang dapat mengatasi

pondasi ilmu agama dalam diri semua tidak akan berarti, karena tidak ada iman yang akan mengendalikan diri, karena dengan imanlah manusia dapat bertahan menghaapi

Akan tetapi, dengan semakin bertambahnya jumlah investor institusi maka akan semakin membatasi tindakan manajemen untuk melakukan aktivitas perataan laba.Selain itu

Ket : Mohon form yang telah diisi d ikirim ke alamat email : diktendikberprestasi@dikti.go.id, paling lambat diterima tanggal 16 Oktober 2016... Nomor : 308/D2/KP/2016

Karakter kuantitatif yang dimasukkan kedalam perhitungan jarak genetik adalah yang memiliki pengaruh genotipe nyata yaitu: karakter umur berbunga 50%, tinggi

Sedangkan pada kelas kontrol dengan materi yang sama siswa mengikuti pembelajaran seperti biasanya dengan menggunakan model pembelajaran konfensional dan rata- rata

mensyaratkan adanya akibat dieksploitasi atau tereksploitasi yang timbul. 39 Tahun 1999 tentang HAM perdagangan orang salah satu perbuatan yang tidak diperbolehkan,

Berdasarkan hasil penelitian, ibu bersalin dan keluarga tidak mengetahui dan belum pernah mendengar istilah IMD, pada saat penelitian berlangsung ibu-ibu yang