• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Abstrak"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KOMPONEN ANGIN MERIDIONAL DASARIAN

LAPISAN 850 MILIBAR DI RANAI SEBAGAI INDIKATOR

AWAL MUSIM HUJAN DAN CURAH HUJAN DASARIAN

DI JAWA, BALI DAN NUSA TENGGARA

Haris Suprayogi1 dan Soetamto2 1

Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG), tangerang Selatan 2

Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG), tangerang Selatan E-mail: haris_yogi@ymail.com

Abstrak

Awal musim hujan dan curah hujan merupakan dua hal penting bagi petani untuk menentukan jadwal tanam agar hasil panen optimal. Selama ini prakiraan awal musim BMKG di dasarkan pada jumlah curah hujan dasarian dan belum memakai indikator lain. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan variabel lain yang terkait dengan curah hujan yaitu angin, sebagai indikator awal musim hujan dan curah hujan.

Data yang digunakan adalah data angin meridional reanalisis Era-Interim periode 1981-2014 dan data pengamatan rason di Ranai periode 2009-2014 lapisan 850 milibar jam 00.00 UTC serta curah hujan harian periode 1981-2013. Tujuan penelitian adalah menganalisis hubungan antara angin meridional di Ranai dan curah hujan dasarian di Jawa, Bali dan Nusa tenggara. Metode statistik yang digunakan yaitu regresi logistik.

Hasil menunjukkan antara awal musim hujan di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara dan awal dominasi angin meridional utara di Ranai memiliki selisih waktu berkisar 1-3 dasarian atau awal musim hujan datang lebih lambat. Selanjutnya, komponen meridional utara memberikan peluang curah hujan > 100 mm sebesar >60 %, sedangkan komponen meridional selatan memberikan peluang curah hujan < 50 mm sebesar > 60 %. Odds ratio di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara berturut-turut adalah 1.18, 1.24 and 1.25.

Kata kunci : Angin meridional, regresi, odds ratio

Abstract

Beginning of rainy season and rainfall were two important things for farmers to get optimum crop. BMKG only used 10-days rainfall to take the beginning of rainy season. However, this research used variable that was assumed has relationship with rain, in order to get indicator to predict rainy season and rainfall.

This research used meridional wind data 1981-2014 from Era-Interim and upper air sounding data 2009-2014 at Ranai in 850 milibar and daily rainfall data 1981-2013. Logististic regression was used to analyse the relationship between meridional wind component in Ranai and rainfall in Java, Bali and Nusa tenggara.

The result showed that rainy season 1981-2013 in Java, Bali and Nusa Tenggara and northerly wind has time lag about 1 to 3 tendays . Then, probability of rainfall > 100 mm increased to > 60% at Java, Bali and Nusa Tenggara when northerly wind became stronger and probability of rainfall < 50 mm increased to > 60% when southerly wind became stronger. Odds ratio in Java, Bali and Nusa Tenggara had values 1.18, 1.24 and 1.25.

(2)

2 1. PENDAHULUAN

Indonesia memiliki letak astronomis 7°20’ Lintang Utara -14°Lintang Selatan dan 92° Bujur timur -141° Bujur Timur. Berdasarkan batas kawasan monsun menurt Ramage (1971) yaitu 35° Lintang Utara - 25° Lintang Selatan dan 30° Bujur Barat - 170° Bujur Timur, maka Indonesia termasuk kawasan monsun.

Monsun berasal dari bahasa Arab “mausam” yang merujuk pada perubahan angin secara musiman (Ramage, 1971 dalam Suppiah, 1992). Monsun di Indonesia adalah bagian dari monsun Asia Timur dan Asia Tenggara dan perpanjangan dari sistem monsun ini disebut dengan monsun Australia Utara (Prawirowardoyo, 1996). Karakteristik dari monsun Asia Timur adalah komponen musim dingin yang kuat. Aliran udara dari Utara ke Timur laut mempengaruhi Cina dan Laut Cina Selatan, kemudian melintasi equator ke belahan bumi selatan dan menjadi Monsun barat Laut Australia Utara.

Dampak monsun bagi wilayah Indonesia adalah periode musim hujan dan musim kemarau yang datang secara bergantian. Sangat jelas terasa pada wilayah-wilayah bertipe curah hujan monsunal, yang meliputi Sumatra bagian selatan, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Meskipun demikian, kondisi geografis Indonesia yang kompleks membuat atmosfer di atasnya juga kompleks sehingga memberikan pengaruh terhadap awal musim hujan dan musim kemarau serta jumlah curah hujan yang jatuh di suatu wilayah.

Iklim sangatlah mempengaruhi produksi pertanian, mengingat setiap jenis tanaman pada tiap fase pertumbuhannya membutuhkan kondisi tertentu. Awal musim dan curah hujan adalah dua faktor penting bagi para petani untuk menentukan jadwal tanam, agar mendapatkan hasil optimum disaat panen. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara komponen angin meidional di Ranai dan awal musim hujan dan curah hujan di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara untuk membantu operasional Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika dalam memprakirakan datangnya awal musim hujan dan peluang curah hujan yang akan jatuh di suatu daerah

2. DATA DAN METODE

2.1

Data Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan dua jenis data yaitu data observasi yang diperoleh dari stasiun-stasiun pengamatan milik BMKG dan data reanalysis dari ECMWF-Era Interim. Secara terperinci sebagai berikut.

1.

Data pengamatan Radiosonde dari Stasiun Meteorologi Ranai tahun 2009 – 2014 jam 00.00 utc

2.

Data curah hujan harian dari beberapa stasiun sampel di wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara tahun 1981-2013.

3.

Data angin meridional ECMWF-Era Interim resolusi 0.125°x0.125° dengan batas 0°-10° lintang utara dan 100° bujur timur-110° bujur timur, tahun 1981-2014 jam 00.00 utc

2.2 Metode Penelitian

Data angin harian tahun 2009-2014 dari pengamatan Radiosonde Stasiun Meteorologi Ranai pada jam 00.00 UTC, diambil lapisan 850 mb (arah dan kecepatan) dan diuraikan menjadi komponen angin untuk mengetahui aktifitas angin meridional (utara-selatan) di wilayah tersebut, dengan rumus berikut.

Vn = Ui cos Ai

dengan Ui= kecepatan angin ;Ai =arah angin ;Vn= komponen angin meridional.

Data angin meridional ECMWF-Era Interim resolusi 0.125°x0.125°denganbatas 0°-10° lintang utara dan 100° bujur timur-110° bujur timur, tahun 1981-2014, diinterpolasi dengan teknik inverse-distance weighted (IDW) untuk memperoleh data komponen angin meridional harian selama 30 tahun di titik 3.95° lintang utara dan 108.32° bujur timur atau Stasiun Meteorologi Ranai. Perhitungan IDW dituliskan dengan rumus di bawah ini.

Zi = nilai pada titik I; d = jarak titik i terhadap titik j; Zj = nilai pada titik j; n = pangkat yang ditentukan peneliti.

Membuat model regresi linier sederhana, dengan basis data komponen angin meridional lapisan 850 milibar jam 00.00 utc

(3)

dari observasi radiosonde di Stasiun Meteorologi Ranai tahun 2009-2014 dan model ECMWF-Era Interim tahun 2009-2014, untuk memperoleh data selama tiga puluh tiga tahun atau periode 1981-2013 di Ranai. Regresi linier memiliki persamaan umum.

Y = a + b X

Dengan Y adalah variabel terikat (data observasi radiosonde ) dan X adalah variabel bebas (data model ECMWF-Era Interim)

Angin meridional dasarian diperoleh dengan rumus

Vn = ∑[Ui cos (Ai)]/N

Ui = kecepatan angin; Ai = arah angin;Vn= komponen angin meridianal;N = Banyaknya komponen angin meridional.

Hubungan antara curah hujan dasarian dengan komponen angin meridional regresi logistik ordinal. Persamaan umum regresi logistik dituliskan sebagai berikut.

π(x) adalah peluang kejadian curah hujan dengan nilai peluang 0≤π(x)≤1 dan βj adalah nilai parameter dengan j = 1,2,...,p. π(x) merupakan fungsi yang non linier, sehingga perlu ditransformasi ke bentuk logit agar dapat dilihat hubungan antara variabel bebas dan variabel tidak bebas. Dengan melakukan transformasi dari logit π(x), maka didapat persamaan yang lebih sederhana, yaitu:

Dalam menginterpretasikan koefisien parameter, digunakan odds ratio. Untuk variabel bebas berskala kontinyu, interpretasi koefisien βj memiliki arti bahwa setiap kenaikan k unit variabel bebas akan menyebabkan kecenderungan terjadinya Y = 1, dinotasikan dengan exp (k. βj) kali lebih besar.

Penentuan fase awal masuknya monsun di Laut Cina Selatan disinkronkan dengan penentuan awal musim hujan de Boer (1948) di Indonesia yaitu dengan menentukan angin meridional utama dalam satu dasarian pada periode Oktober-Maret. Adapun caranya

adalah dengan menetapkan kemunculan pertama kali komponen angin dari utara dalam satu dasarian tertentu pada periode Oktober-Maret.

Penentuan awal musim hujan berdasarkanjumlah curah hujan dasarian sebagai berikut. Jumlah curah hujan dalam satu dasarian >= 50 mm dan diikuti dua dasarian berikutnya berturut-turut. Jumlah curah hujan dalam tiga dasarian >= 150 mm.

Menghitung Selisih Fase Awal Monsun dan Awal Musim Hujan. Untuk mendapatkan jeda waktu setiap stasiun dengan rumus sederhana berikut.

Lag = Tamh – Tv

Lag = Selisih waktu; Tv =Fase awal monsun (dasarian ke berapa); Tamh = Awal musim hujan (dasarian ke berapa).

Hasil regresi logistik adalah berupa peluang kejadian dari setiap kategori variabel respon (curah hujan) terkait dengan variabel bebas (komponen meridional angin). Interpretasinya menjadi peluang kejadian A jika variabel bebas bernilai X.

Analisis berikutnya adalah menghitung selisih waktu fase awal masuknya monsun terhadap awal musim hujan per tahun selama periode 1981-2013. Tahapan analisis ini dibagi menjadi dua. Pertama, menghitung modus time-lag dari setiap stasiun. Modus digunakan untuk mengetahui selisih waktu yang paling sering terjadi di setiap titik sampel pengamatan. Selain itu, modus digunakan untuk membantu dalam tahapan analisis kedua ketika ditemukan dua kelas atau lebih dengan frekuensi kejadian sama. Ketika terjadi hal demikian, maka kelas yang dipakai adalah kelas yang didalamnya terdapat nilai modus.

Kedua,Hitung frekuensi kejadian mendahui (awal musim hujan lebih cepat daripada awal masuknya monsun) dan mengikuti (awal musim hujan lebih lambat daripada awal masuknya monsun) serta dimasukkan ke dalam kelas. Kejadian mendahului ditandai dengan selisih waktu bernilai negatif dan kejadian mengikuti ditandai dengan selisih waktu bernilai positif. Tahapan terakhir adalah memetakan time-lag tersebut.

(4)

4

3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Selisih Waktu

Periode 1981-2013, rata-rata angin meridional dasarian di Ranai pada lapisan 850 mb bernilai negatif pada bulan November dasarian III-Maret dasarian III, periodenya bersamaan dengan periode curah hujan ≥ 50 mm di Jawa yang berlangsung Oktober dasarian III-Mei dasarian I dan di Bali serta di Nusa Tenggara yang berlangsung November dasarian III-April dasarian II. Sedangkan, Angin meridional dasarian di Ranai bernilai positif pada bulan April dasarian I-November dasarian II, periodenya bersamaan dengan periode curah hujan < 50 mm di Jawa yang berlangsung Mei dasarian II-Oktober dasarian II dan di Bali serta di Nusa Tenggara yang berlangsung April dasarian III-November dasarian II. Adapun bernilai negatif memperlihatkan angin meridional utara (northerly wind) dan bernilai positif memperlihatkan angin meridional selatan (southerly wind). Dapat dilihat pada gambar 1 dan 2 berikut.

Hasil analisa selisih waktu berdasarkan data awal musim hujan di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara serta dominasi angin meridional utara di Ranai, menunjukkan selisih waktu yang paling sering terjadi berturut turut berkisar antara 1-3 dasarian, 4-6 dasarian dan 7-9 dasarian. Terdapat 2 macam selisih waktu, yaitu selisih waktu negatif dan selisih waktu positif. Negatif berarti awal musim hujan mendahului dominasi angin meridional utara, bisa dikatakan juga awal musim hujan di suatu wilayah sudah terjadi sebelum angin meridional utara mendominasi di Ranai. Sebaliknya, positif berarti awal musim hujan mengikuti dominasi angin meridional utara, bisa dikatakan juga awal musim hujan di suatu wilayah terjadi setelah angin meridional utara mendominasi di Ranai

Selisih waktu 1-3 dasarian mengandung arti bahwa antara awal musim hujan terhadap dominasi angin meridional utara terdapat

jeda waktu berkisar antara 10-30 hari. Berdasarkan beberapa sampel yang telah diambil, di Jawa yang memiliki selisih waktu positif (+) 1-3dasarian adalah Semarang dan Juanda dengan selisih waktu paling sering terjadi pada interval tersebut, masing-masing sampel yaitu 2 dan 3 dasarian, serta yang memiliki selisih waktu negatif (-) 1-3dasarian adalah Bandung dengan selisih waktu paling sering terjadi pada interval tersebut yaitu 2 dasarian. Di Nusa Tenggara yang memiliki selisih waktu positif (+) 1-3 dasarian adalah Selaparang, Waingapu dan Kupang dengan selisih waktu paling sering terjadi pada interval tersebut, masing-masing sampel yaitu 1 dasarian, 3 dasarian dan 3 dasarian.

Selisih waktu 4-6 dasarian mengandung arti bahwa antara awal musim hujan terhadap dominasi angin meridional utara terdapat jeda waktu berkisar antara 40-60 hari. Berdasarkan beberapa sampel yang telah diambil, di Jawa yang memiliki selisih waktu positif (+) 4-6 dasarian adalah Tanjung Priok dan Perak II dengan selisih waktu paling sering terjadi pada interval tersebut, masing-masing sampel yaitu 4 dan 6 dasarian, serta yang memiliki selisih waktu negatif (-) 4-6 dasarian adalah Pondok Betung dengan selisih waktu paling sering terjadi pada interval tersebut yaitu 5 dasarian. Ngurah Rai, sebagai sampel untuk wilayah Bali juga memiliki selisih waktu positif (+) 4-6 dasarian dengan selisih waktu paling sering terjadi pada interval tersebut yitu 6 dasarian.

Selisih waktu 7-9 dasarian mengandung arti bahwa antara awal musim hujan terhadap dominasi angin meridional utara terdapat jeda waktu berkisar antara 40-60 hari. Berdasarkan beberapa sampel yang telah diambil, di Jawa yang memiliki selisih waktu positif (+) 7-9 dasarian adalah Serang dengan selisih waktu paling sering terjadi pada interval tersebut yaitu 8 dasarian. di Nusa Tenggara yang memiliki selisih waktu positif (+) 7-9 dasarian adalah Sumbawa Besar dengan selisih waktu paling sering terjadi pada interval tersebut yaitu 8 dasarian.

(5)

No Nama Stasiun Selisih Waktu

Interval Modus Tanda Keterangan

JAWA

1 Stasiun Meteorologi Serang-Banten 7-9 dasarian 8 + Mengikuti 2 Stasiun Klimatologi Pondok Betung-Tangerang 4-6 dasarian -5 - Mendahului 3 Stasiun Meteorologi Maritim Tanjung Priok 4-6 dasarian 4 + Mengikuti 4 Stasiun Geofisika Bandung 1-3 dasarian -2 - Mendahului 5 Stasiun Klimatologi Semarang 1-3 dasarian 2 + Mengikuti 6 Stasiun Meteorologi Juanda-Surabaya 1-3 dasarian 3 + Mengikuti 7 Stasiun Meteorologi Maritim Perak II-Surabaya 4-6 dasarian 6 + Mengikuti

BALI DAN NUSA TENGGARA

8 Stasiun Meteorologi Ngurah Rai-Denpasar 4-6 dasarian 6 + Mengikuti 9 Stasiun Meteorologi Selaparang-Mataram 1-3 dasarian 1 + Mengikuti 10 Stasiun Meteorologi Sumbawa Besar 7-9 dasarian 8 + Mengikuti 11 Stasiun Meteorologi Mau Hau-Waingapu 1-3 dasarian 3 + Mengikuti 12 Stasiun Meteorologi El-Tari Kupang 1-3 dasarian 3 + Mengikuti

3.2 Hubungan Curah Hujan dan Komponen Angin Meridional

Hasil regresi logistik menunjukkan bahwa angin meridional dasarian di Ranai memiliki hubungan dengan curah hujan dasarian di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2, peluang curah hujan dasarian yang dibagi menjadi tiga kategori yaitu <50 mm, 50-100 mm dan >100 mm.

Peluang curah hujan <50 mm meningkat ketika kecepatan angin meridional dasarian

di Ranai bernilai positif meningkat. Dengan kata lain curah hujan <50 mm kemungkinan terjadinya lebih besar ketika kecepatan angin meridional selatan meningkat daripada ketika angin meridional utara meningkat dengan kemungkinan berkisar antara 60%-80% di Jawa, 70%-90% di Bali dan 80%-90% di Nusa Tenggara. Peluang terkecil tercapai pada kecepatan angin meridional selatan berkisar antara 0-5 m/s dan peluang terbesar tercapai pada kecepatan > 10 m/s

Gambar 1. Grafik pola dasarian angin meridional Ranai dan curah hujan dasarian di Jawa, Bali dan Nusa

Tenggara periode tahun 1981-2013

(6)

6

Selanjutnya, peluang curah hujan >100 mm meningkat ketika kecepatan angin meridional dasarian di Ranai bernilai negatif meningkat. Dengan kata lain, curah hujan >100 mm kemungkinan terjadinya lebih besar ketika kecepatan angin meridional utara meningkat daripada ketika angin meridional selatan meningkat dengan kemungkinan berkisar antara 30%-60% di Jawa, 30%-70% di Bali dan 20%-50% di Nusa Tenggara. Peluang terkecil tercapai pada kecepatan angin meridional utara berkisar antara 0-5 m/s dan peluang terbesar tercapai pada kecepatan > 10 m/s

Namun, curah hujan 50-100 mm baik ketika kecepatan angin meridional dasarian di Ranai bernilai negatif maupun ketika kecepatan angin meridional dasarian bernilai positif memiliki peluang yang hampir sama besar. Meskipun demikian, kemungkinan terjadinya lebih besar ketika terjadi angin meridional utara daripada ketika terjadi angin meridional selatan dengan kemungkinan

berkisar antara 20%-30% di Jawa, 10%-20% di Bali dan 10%-30% di Nusa Tenggara.

Hasil lain yang membuktikan adanya hubungan antara angin meridional di Ranai dan curah hujan dasarian di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara adalah nilai odds ratio. Besaran nilai odds ratio dari beberapa titik sampel adalah > 1 dan terletak dalam 95% confidence interval, sehingga nilai tersebut bermakna. Dapat dikatakan terdapat hubungan signifikan antara angin meridional dan curah hujan dasarian di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Hal yang menarik adalah nilai odds ratio yang semakin besar ke arah timur, sehingga bila nilai odds ratio dirata-rata perwilayah dari beberapa titi sampel, akan didapatkan hasil Jawa, Bali dan Nusa Tenggara berturut-turut I.18, I.24 dan I.25. Dengan demikian, jika terjadi peningkatan kecepatan angin meridional di Ranai sebesar 1 m/s, maka peluang curah hujan kategori tertentu meningkat 1.18 kali di Jawa, 1.24 kali di Bali dan 1.25 Nusa Tenggara.

Tabel 2. Kecepatan angin meridional dan peluang curah hujan di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara

(7)

4. KESIMPULAN

Berdasarkan analisa hasil pengolahan data antara komponen angin meridional dasarian di Ranai dan curah hujan dasarian beberapa titik sampel di wilayah Jawa, Bali dan Nusa tenggara di peroleh kesimpulan sebagai berikut.

1. Rata-rata awal musim hujan Periode 1981-2013 di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara berkisar antara Oktober III-November III, sedangkan dominasi angin meridional utara di Ranai terjadi pada November III. Berdasarkan selisih waktu yang paling sering terjadi antara awal musim hujan di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara terhadap dominasi angin meridional utara di Ranai, selama periode 1981-2013 adalah selisih waktu positif dengan kata lain awal musim hujan di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara terjadi setelah angin meridional utara mendominasi di Ranai dengan kisaran waktu antara 1-3 dasarian (10-30 hari).

2.

Arah dan kecepatan komponen angin meridional dasarian di Ranai memiliki hubungan bermakna terhadap curah hujan di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Nilai odds rasio di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara secara berturut-turut 1.18, 1.24 dan 1.25. Peluang curah hujan <50 mm ketika angin meridional selatan berkisar antara 60%-80% di Jawa, 70%-90% di Bali dan 80%-90% di Nusa Tenggara, dengan peluang terbesar tercapai pada kecepatan > 10 m/s. Peluang curah hujan >100 mm ketika angin meridional utara berkisar antara 30%-60% di Jawa, 30%-70% di Bali dan 20%-50% di Nusa Tenggara, dengan peluang terbesar tercapai pada kecepatan > 10 m/s. Peluang curah hujan 50-100 mm ketika angin meridional utara berkisar antara 20%-30% di Jawa, 10%-20% di Bali dan 10%-30% di Nusa Tenggara

.

DAFTAR PUSTAKA

Aldrian, E., 2008, Meteorologi Laut Indonesia, Badan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta.

Aldrian, E., dan Susanto, R. D., 2003, Identification Of Three Dominant Rainfall Regions Within Indonesia and Their Relationship to Sea SurfaceTemparature. International Journal of Climatology, Juni, pp.

1435-Holton, J. R., 1992, An Introduction to Dynamic Meteorology, Academic Press, New York.

Neng, S., Qiang, G. J., Ming, Y. Y., dan Min, L. Z, 2005, An Improved South Asian summer Monsoon index with Monte Carlo test, Chinese Physics, Vol. 14, No. 4.

Nuryanto, D. E., 2011, Keterkaitan Antara Monsun Indo-Australia Dengan Variabilitas Musiman Curah Hujan Di Benua Maritim Indonesia Secara Spasial Berbasis Hasil Analisis Data Satelit TRMM.

Ping, 2008, An East Asian Subtropical Summer Monsoon Index Defined by Moisture Transpor, Journal of Tropical Meteorology, Vol. 14, pp. 61-64.

Prawirowardoyo, S., 1996, Meteorologi, Institut Teknologi Bandung, Jakarta. Ramage, C.S., 197I. Monsoon Meteorology,

Academic Press, New York

Soepangkat,1994,Pengantar Meteorologi, Balai Pendidikan dan Latihan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta. Spiegel, M. R., dan Stephens, L. S., 2007,

Schaum’s Outlines, Teori dan soal-soal Statistik, Edisi ketiga, (diterjemahkan oleh: Wiwit Kastawan, S.T., M.T., M.Sc dan Irzam Harmein, S.T), Erlangga, Jakarta.

Tjasyono. H. K., B., 1999, Klimatologi Umum, Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Tjasyono. H. K, B., 2006, Meteorologi Indonesia 1, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta. Tjasyono. H. K., B., dan Sri Woro B. H.,

Meteorologi Indonesia 2, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta.

Triatmojo, B., 2008, Hidrologi Terapan, Beta Offset Yogyakarta, Yogyakarta. Wang, B., 2006, The Asian Monsoon, Praxis

Publishing, United Kingdom.

Wheeler, C. M., dan McBride, L. J., 2005, Asian-Australian Monsoon, Praxis, Springer Berlin Heidelberg.

Wibisono, Y., 2005, Metode Statistik, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

(8)

8

Wu, W., 1999, Interannual Variability of Summer Monsoon Onset over the Westhern North Pasific and the Underlying Processes, Vol. 13, pp. 2483-2500

Yajuan, S., Fangli, Q., Zhenya, S., dan Chunfei, J., 2013, Water Vapor Transport and Cross Equatorial Flow over the Asian-Australia Monsoon Region Simulated by CMIP5 Climate Models, Advances in Atmospheric Sciences, Vol. 30, No.3, pp. 726-738.

Yulihastia, E., 2011, Penentuan Indeks Monsun Indonesia Berdasarkan Angin Zonal, Jurnal LIPI, Vol. 34

Zhu, Y., 2012, Variations of the summer Somali and Australia Cross-Equatorial Flows and The Implications for The Asian Summer Monsoon, Adv. Atmos. Sci.,

Vol.

29,

pp

509-518

(9)

Gambar

Gambar  1.  Grafik  pola  dasarian  angin  meridional  Ranai  dan  curah  hujan  dasarian  di  Jawa,  Bali  dan  Nusa  Tenggara periode tahun 1981-2013
Tabel 2. Kecepatan angin meridional dan peluang curah hujan di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara

Referensi

Dokumen terkait

Dalam program ini dilakukan konsultasi pada awal pelaksanaan, lalu membuat form Input dan hasil keluaran (output) program berupa rekaputalasi data sarana dan prasarana SMK

Teknik tembakan flying shoot dalam olahraga bola tangan adalah salah satu teknik atau cara tembakan yang sangat memerlukan koordinasi mata tangan yang bagus

Kajian derni kajian telah dijalankan oleh penyelidik dari Jabatan Biologi, UPM untuk menghalang penyebaran gondang emas ke kawasan sawah padi dan sistem saliran di sekitar..

1) Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro. 2) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif metode Make A Match berbasis visual dapat meningkatkan keaktifan dan

Tendangan merupakan salah satu jenis serangan dengan menggunakan tungkai atau kaki didalam olahraga beladiri pencak silat, yang bertujuan untuk meraih point dan

Koefisien X 2 sebesar 0,265 yang berarti apabila nilai Kebiasaan Belajar (X 2 ) meningkat satu satuan maka pertambahan nilai pada Prestasi Belajar Akuntansi (Y) sebesar