• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI SIFAT KEKERASAN BAJA AISI O1/DIN AKIBAT PROSES HEAT TREATMENT DENGAN METODE UJI JOMINY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI SIFAT KEKERASAN BAJA AISI O1/DIN AKIBAT PROSES HEAT TREATMENT DENGAN METODE UJI JOMINY"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

35 Jurnal Teknika Atw

STUDI SIFAT KEKERASAN BAJA AISI O1/DIN 1.2510 AKIBAT PROSES

HEAT TREATMENT DENGAN METODE UJI JOMINY

Irwan Kusnanto1, Martinus Heru Palmiyanto2, Kaleb Priyanto3

1,2,3Akademi Teknologi Warga, Surakarta E-mail: irwan.k@gmail.com

ABSTRAK

Kekerasan permukaan menjadi sifat utama yang harus dimiliki oleh baja paduan untuk aplikasi cetakan dan alat-alat perkakas. Namun, untuk mencapai nilai kekerasan tertentu diperlukan perlakuan panas yang tepat. Jumlah martensit yang dominan untuk baja AISI O1/DIN 1.2510 mengakibatkan material tersebut sulit untuk diberi perlakuan panas sehingga diperlukan eksperimen lebih lanjut untuk mengetahui perubahan kekerasannya setelah mengalami proses heat treatment. Heat treatment dengan menggunakan furnace pada suhu 760C diterapkan pada tiga buah spesimen dengan bentuk dan ukuran sesuai ASTM A255 untuk uji Jominy. Variasi waktu penahanan (holding time) ditentukan dalam satuan menit untuk masing-masing spesimen yaitu 20, 40, dan 60. Setelah dilakukan uji jominy, distribusi sifat kemampukerasan setiap spesimen diketahui dari hasil uji kekerasan setiap titik spesimen menggunakan Hardness Rockwell C (HRC). Berdasarkan hasil pengujian HRC pada titik pendinginan tercepat tiap-tiap variasi diperoleh nilai kekerasan tertinggi baja AISI O1/DIN 1.2510 dengan holding time 40 menit. Namun proses quenching yang tidak maksimal setelah heat treatment dapat berakibat pada penurunan nilai kekerasan material tersebut. Hal tersebut disimpulkan dari terjadinya penurunan nilai kekerasan menuju titik pengujian yang menjauh dari ujung quenching.

Kata kunci: heat treatment, hardness, holding time, baja, jominy

ABSTRACT

Surface hardness becomes the main characteristic of alloy steel for mold applications and tools. However, to achieve a certain hardness value, proper heat treatment is required. The dominant amount of martensite for AISI O1 / DIN 1.2510 steel resulted in the material being difficult to be heat treated so further experiments were needed to determine the hardness change after undergoing a heat treatment process. Heat treatment using furnaces at 760C was applied to three specimens with shapes and sizes according to ASTM A255 for the Jominy test. The holding time variation was determined in units of minutes for each specimen, namely 20, 40, and 60. After jominy testing, the distribution of hardness properties of each specimen known from the results of the hardness test of each specimen using the Rockwell C Hardness (HRC). Based on the results of HRC testing at the fastest cooling point each variation obtained the highest hardness value of AISI O1 / DIN 1.2510 steel with a holding time of 40 minutes. However, the quenching process that is not optimal after heat treatment can result in a decrease in the value of the material's hardness. This was concluded from the occurrence of a decrease in the value of hardness towards the testing point which is away from the tip of the quenching.

Keywords: heat treatment, hardness, holding time, steel, jominy

1. PENDAHULUAN

Baja AISI O1/DIN 1.2510 merupakan jenis baja yang sering digunakan dalam aplikasi pemotong, pembentuk, dan penajam. Material tersebut tergolong baja paduan. Menurut [Amanto, 1999], baja paduan didefinisikan sebagai suatu baja yang dicampur dengan satu atau lebih unsur campuran seperti nikel, mangan, molybdenum, kromium, vanadium dan wolfram yang berguna untuk memperoleh sifat-sifat baja yang dikehendaki seperti sifat kekuatan, kekerasan dan keuletan. Baja paduan memerlukan perlakuan

(2)

36 Jurnal Teknika Atw

panas untuk memenuhi sifat mekanis tertentu sebelum diaplikasikan sebagai alat potong. Sifat mekanis yang dimaksud meluputi kekerasan, ketangguhan, dan ketahanan aus (ASM Handbook Committee, 1991).

Perlakuan panas seringkali juga dimaksudkan untuk mengembalikan sifat asal dari baja yang sempat berubah akibat proses pembentukan. Perlakuan panas pada baja yang bertujuan untuk memperoleh nilai kekerasan yang optimal dikenal sebagai proses hardening. Amstead (1997) menyatakan bahwa hardening merupakan salah satu jenis perlakuan panas dengan kondisi non-equilibrium, sehingga pada saat didinginkan secara cepat, struktur mikronya tetap pada kondisi non-equilibrium. Baja dengan kemampuan pengerasan diperlukan untuk komponen berkekuatan besar seperti sekrup ekstruder untuk cetakan injeksi polimer, piston untuk pemecah batu, serta penopang poros. Pengerasan pada baja terjadi ketika fraksi martensit berkembang, sedangkan kekerasan yang lebih rendah terjadi seiring transformasi struktur mikro menjadi bainit atau ferit/perlit (Kandpal, 2011). Holding time diperlukan dalam proses heat treatment untuk memastikan kondisi suhu yang homogen. Menurut Djafrie (1995), hardening dilakukan dengan memanaskan baja sampai suhu di daerah atau di atas daerah kritis kemudian dilanjutkan dengan quenching/pendinginan kejut.

Quenching dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa media pendingin seperti air, air garam, maupun oli. Kirono dan Saputra (2011) melakukan pengujian terhadap baja SC45 yang telah mengalami perlakuan panas dan quenching dengan menggunakan air garam dan oli sebagai media pendinginnya. Baja yang mengalami proses quenching dengan media air garam memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi yaitu pada 30,9 HRC. Nilai kekerasan tersebut labih tinggi dari nilai kekerasan yang dimiliki oleh baja yang mengalami proses quenching dengan media oli. Sebelumnya, Purnomo (2011) melakukan pengujian terhadap baja AISI 1045 yang telah diberi perlakuan panas dan pendinginan kejut menggunakan air. Variasi volume pendingin yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah 10, 15, 20, dan 20 Liter. Nilai kekerasan tertinggi dimiliki oleh baja AISI 1045 yang mengalami hardening dan quenching dengan 10 Liter air yaitu pada 59,62 HRC. Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan nilai kekerasan permukaan akibat variasi holding time pada proses heat treatment serta distribusi kekerasan permukaan akibat pendinginan kejut melalui metode uji jominy.

2. BAHAN DAN METODE

2.1 Bahan

Jenis material yang digunakan dalam penelitian ini adalah Baja AISI O1/DIN 1.2510

. Aquades

digunakan sebagai media pada proses quenching.

2.2 Metode

Material dipotong sehingga bentuk dan ukurannya sesuai ASTM A255 sejumlah empat spesimen. Setelah itu, tiga spesimen diberi perlakuan panas di dalam furnace dengan suhu 760C dengan variasi holding time 20, 40, dan 60 menit. Quenching dengan alat uji jominy diterapkan pada masing-masing spesimen yang telah mengalami pemanasan sesuai dengan variasi yang telah ditentukan. Pengujian kekerasan dilakukan dengan menggunakan Rockwell Hardness Tester, model HR-150A dengan kerucut intan 120º sesuai standar DIN 50103.

Pengujian dilakukan terhadap spesimen tanpa perlakuan panas (raw material) dengan kode Spesimen A serta tiga spesimen yang telah mengalami perlakuan panas yaitu Spesimen B, C, dan D, masing-masing mewakili material dengan holding time selama 20, 40, dan 60 menit. Titik pengujian kekerasan permukaan diatur sesuai Gambar 1. Masing-masing 30 titik untuk tiap spesimen ditentukan dengan jarak antar titik pada 10 titik terdekat dengan posisi quenching adalah 1 mm. Titik ke-11 hingga 20 berjarak 2mm antar titiknya, sedangkan titik ke-21 hingga 30 berjarak 5 mm antar titiknya.

(3)

37 Jurnal Teknika Atw

Gambar 1. Titik Pengujian Kekerasan Permukaan

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil uji kekerasan sampel uji telah dilakukan dengan alat uji HRC. Rata-rata nilai kekerasan tiap-tiap spesimen ditunjukkan oleh Tabel.1.

Tabel 1. Rata-Rata Nilai Kekerasan Spesimen

Lokasi titik pengujian (mm dari ujung quenching) Spesimen A (HRC) Spesimen B (HRC) Spesimen C (HRC) Spesimen D (HRC) 0-10 47,8 53 55,25 53,6 10-30 51 45 39,7 38,4 30-80 49,2 40,5 35,5 30,4

Tabel 1 menunjukkan perbedaan rata-rata nilai kekerasan permukaan antar spesimen akibat variasi waktu penahanan berdasarkan interval jarak titik pengujian dari ujung quenching. Berdasarkan hasil pengujian, distribusi nilai kekerasan permukaan spesimen A (raw material) yang merupakan spesimen tanpa perlakuan panas relatif stabil yaitu pada kisaran 43,5 s/d 53 HRC. Hal tersebut ditunjukkan oleh Gambar 2.

(4)

38 Jurnal Teknika Atw

Gambar 2. Distribusi nilai kekerasan permukaan spesimen A (raw material)

Gambar 3. Distribusi nilai kekerasan permukaan spesimen B

Spesimen B merupakan spesimen dengan holding time 20 menit. Nilai kekerasan permukaannya meningkat pada ujung yang dekat dengan semburan pendingin (quench) dan cenderung menurun pada bagian yang jauh dari semburan. Hal tersebut ditunjukkan oleh Gambar 3, dengan nilai kekerasan tertinggi diperoleh pada titik 1.6 (6 mm dari ujung) yaitu 56,5 HRC (meningkat 14,6% dari spesimen A) dan

(5)

39 Jurnal Teknika Atw

kekerasan terendah sebesar 34 HRC yaitu berada pada titik paling jauh dari ujung quenching (31% lebih rendah dari spesimen A).

Gambar 4. Distribusi nilai kekerasan permukaan spesimen C

Spesimen C merupakan spesimen dengan waktu penahanan 40 menit yang memiliki nilai kekerasan cenderung meningkat pada ujung yang terkena semburan pendingin (quench) dan menurun pada bagian yang lain. Hal tersebut ditunjukkan oleh grafik nilai kekerasan pada Gambar 4. Nilai kekerasan tertinggi diperoleh pada titik 1.3 (3 mm dari ujung) yaitu 61 HRC (lebih tinggi 7,9% dari spesimen B) dan kekerasan terendah sebesar 33 HRC yaitu berada 70mm dari ujung quenching yaitu pada titik 5.8 (lebih rendah 2,9% dari spesimen B).

(6)

40 Jurnal Teknika Atw

Gambar 5. Distribusi nilai kekerasan permukaan spesimen C

Spesimen D yang merupakan spesimen dengan waktu penahanan 60 menit juga mengalami peningkatan nilai kekerasan pada ujung yang terkena semburan pendingin, dan cenderung menurun pada bagian yang lain. Hal tersebut dibuktikan dengan grafik nilai kekerasan pada Gambar 5 yang menunjukkan nilai kekerasan tertinggi berada pada titik 1.2 dan 1.5 (2 mm dan 5 mm dari ujung) yaitu 58 HRC (lebih rendah 4,9% dari spesimen C) dan kekerasan terendah sebesar 28 HRC yaitu berada pada titik paling jauh dari ujung spesimen (lebih rendah 15,1% dari spesimen C).

4. KESIMPULAN

Besarnya nilai kekerasan rata-rata spesimen raw material baja AISI O1/DIN 1.2510 adalah 49,3 HRC. Spesimen B dengan perlakuan panas selama 20 menit memiliki nilai kekerasan tertinggi 53 HRC pada bagian terdekat dengan quenching kemudian mengalami penurunan hingga 34 HRC pada bagian yang jauh dari ujung quenching. Spesimen C dengan perlakuan panas selama 40 menit memiliki nilai kekerasan tertinggi 61 HRC pada bagian terdekat dengan quenching dan menurun hingga 33 HRC pada bagian yang jauh dari ujung quenching. Spesimen D dengan perlakuan panas selama 60 menit memiliki nilai kekerasan tertinggi 58 HRC pada bagian terdekat dengan quenching dan turun hingga 28 HRC pada bagian yang jauh dari quenching. Hal tersebut menunjukkan bahwa perbedaan lamanya waktu penahanan yang dilakukan pada baja akan berakibat terhadap kekerasan bahan. Heat treatment pada suhu 760C dengan holding time 40 menit yang dilanjutkan dengan quenching menggunakan media air menghasilkan nilai kekerasan tertinggi baja AISI O1/DIN 1.2510. Namun proses quenching yang tidak maksimal setelah heat treatment mengakibatkan penurunan nilai kekerasan material tersebut.

(7)

41 Jurnal Teknika Atw

DAFTAR PUSTAKA

[1] Amanto, H., dan Daryanto. (1999). Ilmu Bahan. Jakarta: Bumi Aksara. [2] Amstead, B.H. (1997). Teknologi Mekanik. Jilid I. Jakarta: Erlangga.

[3] ASM Handbook Committee. (1991). Metal Handbook. Heat Treating Volume 4. Ohio: ASM International Canadian Standards Association, (2010). AISI Standard Supplement no. 2 to The North American Specification for the design of cold formed steel structural members, 2007 Edition. American Iron and Steel Institute. Mississauga: American Iron and Steel Institute.

[3] Djafrie, S. (1995). Buku Ilmu dan Teknologi Bahan. Jakarta: Erlangga.

[4] Kandpal, C.B. (2011). A review on Jominy Test and Determination of Effect of Alloying Elements on Hardenability of Steel Using Jominy End Quench Test. International Journal of Advances in

Engineering & Technology, July 2011. ISSN: 2231-1963.

[5] Kirono, S., dan Saputra, P.A. (2011). Pengaruh Proses Tempering Pada Baja Karbon Medium Setelah Quenching Dengan Media Oli dan Air Garam (NaCl) Terhadap Sifat Mekanis dan Struktur Mikro. SINTEK, Vol. 5 (2), hal 36–47.

[6] Purnomo, A. (2011). Karakteristik Mekanik Proses Hardening Baja AISI 1045 Media Quenching untuk Aplikasi Sprochet Rantai. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin CakraM. Vol. 5(1), hal 32–38.

Gambar

Gambar 1. Titik Pengujian Kekerasan Permukaan
Gambar 2. Distribusi nilai kekerasan permukaan spesimen A (raw material)
Gambar 4. Distribusi nilai kekerasan permukaan spesimen C
Gambar 5. Distribusi nilai kekerasan permukaan spesimen C

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Diagram X dan nilai T yang disajikan pada Tabel IX maka dapat dihitung pengaruh langsung, tidak langsung dan pengaruh total mata kuliah Aljabar Linear

Karena protokol ini hanya mengurusi aliran dari I melalui suatu hubungan titik ke titik yaitu hubungan antara DCE dan PSE lokalnya, maka alamat pada setiap bingkai

Koalisi yang dibentuk oleh pemerintah (Presiden beserta partai pengusung), dibagi berdasarkan komposisi kursi diparlemen dan dukungan partai selama Pilpres (Pemilu

Bagian Penyusunan Program Sekretariat Kabupaten Malinau Provinsi Kalimantan Utara sebagai sebuah organisasi memerlukan pegawai yang memiliki prestasi kerja

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa CSR dalam perpektif hukum ekonomi syariah sejalan dengan nilai-nilai Islam yakni berkaitan dengan menjaga

walaupun jaminan hak tanggungan tersebut atas nama PT Sawita Leidong, jaminan yang telah dibebani hak tanggungan bukan merupakan boedel pailit, walaupun dalam

Dengan adanya peraturan yang melarang pengubahan fisik bangunan dan adanya peraturan yang mewajibkan untuk memelihara bangunan pusaka, maka dapat mendorong masyarakat pemilik

Berdasarkan hasil penelitian mayoritas Activity Daily Living lansia dengan nyeri sendi di Posyandu Lansia Gereja Baptis Indonesia Baitlahim Pesantren Kota